Anda di halaman 1dari 45

METODE DAN PERALATAN KONSTRUKSI LANJUT

Dosen:

Dr. Ir. Albert Eddy Husin, MT

TUGAS 11:

(MEMAHAMI PRINSIP KERJA CRANE)

Kelompok 9

Airlangga Hartarto (55719110046)


Ferdiansyah Ibnu (55719110045)
Helmi Umar Ambadar (55719110047)
Jennika Rahmita Fatimah (55719110006)

UNIVERSITAS MERCU BUANA

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA

MAGISTER TEKNIK SIPIL

JAKARTA

2019
MEMAHAMI PRINSIP KERJA COMPRESSED
AIR DAN PENGHANCURAN BATU

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 1

BAB I . PENDAHULUAN ...................................................................................................... 23

1.1. Latar Belakang .............................................................................................................. 23

1.2. Perumusan Masalah....................................................................................................... 23

1.3. Tujuan............................................................................................................................ 24

1.4. Sistematika Penulisan.................................................................................................... 24

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 26

2.1. Pengertian High Risk Building ....................................................................................... 4

2.2. Pengertian Bangunan Komersial ..................................................................................... 4

2.2.1. Jenis Konstruksi, Level Penggunaan Dan Aktifitas Kerja Secara Umum. ......... 7

2.3 Pengertian Alat Berat ....................................................................................................... 7

2.3.1 Klasifikasi Fungsional Alat Berat .......................................................................... 7

2.4 Pengertian Air Compressed .............................................................................................. 9

2.5 Pengertian Rock Blasting .............................................................................................. 11

2.6 Jenis-Jenis Metode Pelaksanaaan Rock Blasting .......................................................... 15

2.7 Pola dan Geometri Peledakan ....................................................................................... 19

2.8 Peralatan dan Material Rock Blasting ............................................................................ 21

2.8.1. Bahan dalam Peledakan .................................................................................... 22

2.8.2. Peralatan Peledakan........................................................................................... 24

2.9 Kelebihan dan Kekurangan Rock Blasting .................................................................... 26

2.9.1. Survey dan Stacking Out ................................................................................... 28

2.9.2. Pengeboran Batuan ............................................................................................ 28

2.9.3. Peledakan Area Ledakan ................................................................................... 30

2.9.4. Penggalian dengan Excavator dan Pengangkutan ke Stockpile dengan DT ..... 33

Magister Teknik Sipil Universitas Mercu Buana | Metode dan Alat Konstruksi Lanjut | 2
MEMAHAMI PRINSIP KERJA COMPRESSED
AIR DAN PENGHANCURAN BATU

2.9.5. Penyebaran / Penyimpanan Material Batu di Stock Pile.................................. 33

2.9.6. Pengukuran Ulang ............................................................................................. 33

2.10 Keselamatan Kerja dalam Metode Rock Blasting ....................................................... 34

2.10.1. Resiko Bahaya ................................................................................................. 34

2.10.2. Antisipasi......................................................................................................... 34

2.10.3. Aspek Lingkungan .......................................................................................... 13

2.11 Proyek di Indonesia mengugunakan Rock Blasting ..................................................... 35

2.11.1. Waduk Tukul Pacitan ...................................................................................... 36

2.11.2.Tol Bakauheni Sidomulyo Lampung Selatan................................................... 36

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................ 14

3.1. Review Jurnal 1 ............................................................................................................. 17

3.2. Review Jurnal 2 ............................................................................................................. 20

BAB IV. KESIMPULAN ........................................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 23

LAMPIRAN ............................................................................. Error! Bookmark not defined.

Magister Teknik Sipil Universitas Mercu Buana | Metode dan Alat Konstruksi Lanjut | 3
40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bangunan dihubungkan ke bumi dengan sistem pondasi untuk mencapai stabilitas.


Utilitas ditempatkan di bawah tanah sehingga tidak terlihat dan tidak menghalangi sistem
lain. Situs bangunan dibentuk untuk mengalirkan air dari struktur ke tempat yang aman.
Sungai-sungai dan lembah-lembah atau terowongan-terowongan kecil yang menembus
pegunungan memberikan permukaan aman yang cocok. Kilang menyediakan bahan bakar
untuk mobil yang bepergian di jalan raya dan jembatan. Bendungan dibangun untuk
mengubah muka bumi, memanfaatkan untuk mengubah kekuatan alami, dan menyediakan
sumber daya penting bagi keberadaan kita, yaitu air. Konstruksi proyek-proyek ini
membutuhkan alat berat atau 'bigiron' untuk membantu banyak kegiatan pekerjaan. Pada
awal abad ke-21, konstruksi menghasilkan sekitar 10% dari produk nasional bruto AS dan
mempekerjakan sekitar 4,5 juta orang. Alat berat adalah salah satu alasan utama mengapa
konstruksi ini mencapai status ini. Faktanya, peran peralatan konstruksi berat saat ini adalah
'misi kritis' dan secara tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup kita setiap hari.
Pekerjaan konstruksi alat berat biasanya membutuhkan volume tinggi atau peralatan
berkapasitas tinggi. Persyaratan ini biasanya didorong oleh banyaknya pekerjaan yang harus
dilakukan dan jumlah waktu untuk menyelesaikannya. Karya ini selanjutnya dapat
diklasifikasikan berdasarkan apakah konstruksinya vertikal atau horizontal. Konstruksi
vertikal biasanya membutuhkan lebih sedikit pekerjaan permukaan, pemindahan tanah, dan
penggalian dan lebih banyak pengangkatan. Konstruksi horisontal biasanya memerlukan
pekerjaan muka-muka dan pengangkatan terbatas.

Construction is a business sector that relies primarily on high utilization of


construction equipment. Equipment is thus one of the key factors for improving contractor‟-
s‟ capabilities in performing theirs work more effectively and efficiently (Day, D. A and
Benjamin, N.B.H, 1991) dalam bahasa Indonesia artinya konstruksi adalah sektor bisnis
yang berfokus pada peralatan konstruksi yang tinggi. Peralatan dengan demikian merupakan
salah satu faktor utama untuk meningkatkan kemampuan kontraktor dalam melakukan
pekerjaan efektif dan efisien.
40

Biaya peralatan dalam suatu proyek bervariasi dari 10% hingga 30% dari total biaya
proyek, tergantung pada tingkat mekanisasi (Shama S.c., 2002). Dalam proyek modern
sepenuhnya mekanis, biaya peralatan naik hingga 30%. Perencanaan, pemilihan, pengadaan,
pemasangan, operasi, pemeliharaan dan penggantian peralatan yang tepat memainkan peran
penting dalam manajemen peralatan untuk keberhasilan penyelesaian proyek. Dengan
semakin meningkatnya penggunaan mesin, insinyur konstruksi perlu memahami aplikasi
konstruksi dan pemeliharaan beragam peralatan modern secara menyeluruh.

1.2. Perumusan Masalah


Dari Uraian latar belakang diatas maka permasalahannya adalah :
1. Sebutkan jenis-jenis tower crane?
2. Faktor-faktor berpengaruh dalam pemilihan alat pada tower crane?
1.3. Tujuan

1. Mengetahui jenis-jenis tower crane


2. Mengetahui Faktor-faktor berpengaruh dalam pemilihan alat pada tower crane?
1.4. Sistematika Penulisan

Berikut adalah sistematika penulisan dalam pelaporan,

BAB I PENDAHULUAN

Berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,tujuan penulisan,dan sistematika


penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini pengertian tower crane, faktor-faktor pemilihan alat yang berpengaruh pada tower
crane, jenis-jenis tower crane.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang hasil review serta mendeskripsikan masalah, tujuan, dan hasil
pembahasan
40

BAB IV KESIMPULAN

Berisikan simpulan dari review jurnal yang dilakukan.


40

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian High Rise Building

Di Eropa, gedung bertingkat 20 lantai dalam sebuah kota mungkin dikatakan sebuah
gedung bertingkat tinggi, tapi penduduk dari sebuah kota lain menganggap gedung
pencakar langit mulai dari ketinggian 6 lantai (Taranath,B.S., Structural Analysis and
Design of Tall Building, McGraw-Hill Book) dan menurut (Schueller,High Rise
Structures, John Wiley & Sons, New York, 1977, pg.1.) Bangunan tinggi berkisar antara
kurang dari 10 lantai hingga lebih dari 100 lantai. Sedangkan menurut (Company,
New York, 1998, pg.8.) Bangunan tinggi atau high-rise building menurut Emporis
Standards adalah suatu struktur bertingkat yang memiliki tinggi antara 35-100 meter
atau suatu bangunan yang tingginya tidak diketahui mulai dari lantai ke-12 hingga 39.

2.2. Pengertian Bangunan Komersial

Pengertian nilai komersial adalah sesuatu yang memungkinkan seseorang untuk menarik
keuntungan dari produk si pencipta. (Roger Hamilton ; 2003).

Pengertian kegiatan komersial adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang baik
pribadi atau Badan yang bertujuan untuk mendapatkan suatu keuntungan, baik secara
langsung ataupun tidak langsung. (Disadur dari perda Kota Bukittinggi No 2 Tahun
2016).

Pengertian bangunan komersial yaitu bangunan yang sengaja didirikan untuk


menghasilkan keuntungan dari aktivitas komersial bangunan tersebut bagi
pemiliknya. Definisi aktivitas komersial adalah kegiatan-kegiatan yang berhubungan
langsung dengan jual, beli, dan sewa. Jadi bangunan komersial merupakan bangunan
yang dijual kembali ke pembeli atau disewakan selama periode waktu tertentu.

Bangunan komersial adalah bangunan yang mewadahi berbagai fungsi komersial seperti
villa, hotel, resort, perdagangan, ruang kantor sewa, dan lain-lain. Sesuai jenisnya,
bangunan komersial merupakan bangunan yang direncanakan dan dirancang untuk
mendatangkan keuntungan bagi pemilik maupun penggunanya. Atas dasar pemikiran ini,
40

perancangan bangunan komersial harus mempertimbangkan sembilan aspek (Wungow,


2011) yaitu:

a. Karakter/citra (brand image).


Bangunan komersial yang dirancang dengan karakter atau citra yang kuat akan
meningkatkan daya tarik kunjungan konsumen.
b. Nilai ekonomis bangunan.
Salah satu syarat penting yang harus dipenuhi oleh bangunan komersial adalah
efisiensi. Kata efisiensi erat kaitannya dengan aspek ekonomi.
c. Lokasi strategis.
Tujuan bangunan komersial direncanakan secara umum adalah agar banyak dikunjungi
konsumen. Oleh karenanya, pemilihan lokasi menjadi salah satu pertimbangan penting
untuk mencapai maksud tersebut.
d. Prinsip keamanan bangunan.
Sebagai bangunan publik, bangunan komersial harus dirancang dengan berbagai
fasilitas keselamatan bangunan. Secara umum, fasilitas keamanan bangunan dibedakan
menjadi keselamatan (safety) dan keamanan (security).
e. Prinsip kenyamanan bangunan.
Untuk mendukung maksud ini, bangunan komersial sebaiknya dirancang dengan
kelengkapan kenyamanan bangunan seperti:
1. Kenyamanan thermal.
2. Kenyamanan pencahayaan.
3. Kenyamanan audio.
4. Kenyamanan sirkulasi dalarn bangunan.
f. Kebutuhan jangka panjang.
Rancangan bangunan mudah disesuaikan dengan kebutuhan jangka panjang
untuk mengantisipasi dinamika perubahan tuntutan masyarakat.
g. Kondisi, potensi dan karakter kawasan.
Terjadi kesesuaian antara kegiatan pada bangunan komersiaL dengan kondisi, potensi
dan Karakter kawasan yang akan dikembangkan.
h. Kondisi sosial budaya masyarakat
Keberadaan bangunan diterima secara sosial, budaya dan psikologis oleh masyarakat
sekitar.
i. Perkembangan teknologi.
Rancangan bangunan dapat mengaplikasikan perkembangan teknologi.
40

Gambar 1. Diagram lingkaran yang ditempati dan diinvestasikan oleh pemilik 2016.
Sumber: (PIA Property Data Report 2017, Facts and figures about the UK commercial
property industry to year-end 2016).
40

Gambar 2. Properti komersial yang ditempati dan diinvestasikan oleh pemilik 2016,
Sumber: (PIA Property Data Report 2017, Facts and figures about the UK commercial
property industry to year-end 2016).

2.2.1. Jenis Konstruksi, Level Penggunaan Dan Aktifitas Kerja Secara Umum.

Adapun Jenis Konstruksi, Level Penggunaan dan Aktifitas Kerja secara umum, pada
bangunan komersil menurut para ahli adalah sebagai berikut:
40

Tabel 2. Tingkat Penggunaan Peralatan berdasarkan Jenis Konstruksi.


Sumber: Douglas Greenberg, Calin M. Popescu, Richard C. Ryan. 2006.
2.3 Pengertian Alat Berat

Alat berat dalam ilmu teknik sipil merupakan alat yang digunakan untuk membantu
manusia dalam melakukan pekerjaan pembangunan suatu infrastruktur di bidang konstruksi.
Alat berat merupakan faktor penting dalam pelaksaan proyek terutama proyek besar yang
tujuannya untuk memudahkan manusia dalam menyelesaikan pekerjaanya sehingga hasil
yang diharapkan dapat tercapai dengan lebih mudah pada waktu yang relatif lebih singkat
dan diharapkan hasilnya lebih baik (Rostiyanti, 2002). Fungsi utama peralatan konstruksi
alat berat adalah memindahkan material, memotong dan meratakan tanah untuk memenuhi
tujuan utama (Jose, 2001).

Persentase bobot pekerjaan pada bangunan gedung


40

Gambar 3. Persentase bobot pekerjaan pada bangunan gedung

Sumber: Watts & Langdon, 2010

2.4. Permasalahan Optimasi Kebutuhan Tower Crane


Secara umum permasalahan proyek terutama bangunan bertingkat tinggi akan
mempertimbangkan kecepatan kerja dan estimasi biaya, yang dalam hal ini akan
diperhitungkan deviasi perbedaan dari aspek waktu dan biaya.

Tabel 2.1 Permasalahan Optimasi Kebutuhan Tower


Crane

TAHAP PERMASALAHAN KESIMPULAN

1. Analisa proyek dengan 1. Tidak terdapat


lokasi dan area tapak pedoman yang lebih
bangunan yang memanjang rinci terkait dengan
atau melintang persiapan proyek.
PERSIAPAN 2. Kajian kelayakan untuk 2. Harus dengan
menggunakan Tower Crane analisa data yang
3. Kajian mengenai lokasi ada, keputusan
proyek dan kondisi pemilihan alat
lingkungan sekitarnya.
Biaya Peralatan akan
Kalkulasi biaya Tower Crane bila
diambil keputusan bila
ada pekerjaan tambah atau ada
BIAYA perhitungan analisa
perubahan, yang berpengaruh
memenuhi kriteria
dengan biaya yang direncanakan.
rencana anggaran
proyek
Harus dengan data
Kalkulasi biaya Tower Crane bila
yang jelas hasil
WAKTU ada pekerjaan tambah atau ada
estimasi waktu proyek
PROYEK perubahan, yang berpengaruh
dari alat yang
dengan waktu yang direncanakan.
digunakan

PELAKSANAAN Evaluasi semua pertimbangan dari Perlu kejelasan


PROYEK optimasi kebutuhan Tower Crane, terhadap pemberi
dari segi biaya dan waktu kontrak

Sumber : (Arikunto, S, 2010)

Dalam menentukan kebutuhan Tower Crane Pengguna Jasa Konstruksi akan


menganalisa data secara lengkap segala jenis pekerjaan yang akan dilakukan. Sehingga
40

optimasi dan segala kemungkinan variabel variabel yang mempengaruhi dalam pelaksanaan
akan dianalisa terlebih dahulu. Dalam penelitian ini , pemilihan kebutuhan alat berat yang
tepat melalui analisa akan mendapatkan hasil produktifitas yang tinggi, yang secara
langsung akan mempengaruhi pekerjaan yang berkesinambungan.

2.4.1 Lean Construction


2.4.1.2 Sejarah Lean Cosntruction

Perkembangan dari teori (Lauri Koskela, 1992) membuat suatu tantangan


tersendiri terhadap komunitas Manajemen Konstruksi untuk mempertimbangkan
kekurangan dari paradigma waktu, biaya dan mutu suatu produk. Orang yang telah
meneliti suatu paradigma baru tersebut antara lain (Ballard dan Howell, 1994a dan
1994b).
Kemudian, pada tahun 1997 Koskela mengemukakan 11 prinsip mengenai Lean
Thinking, yaitu :
1. Mengurangi bagian aktivitas yang tidak menambah nilai (pemborosan).
Meminimalisasi kegiatan yang tidak menghasilkan nilai terhadap waktu,
sumberdaya, material dan informasi yang dibuat oleh customer/owner.
2. Meningkatkan nilai output melalui pertimbangan yang sistematis tentang
kebutuhan pelanggan.
Lengkapi segala kebutuhan untuk proyek yang berasal dari customer/owner
untuk meningkatkan nilai output atau sasaran proyek.
3. Mengurangi variabilitas.
Ada dua alasan untuk meminimalisasi varian yang ada pada proyek. Pertama,
adanya perbedaan pandangan terhadap permintaan customer/owner. Kedua,
varian bisa meningkat oleh adanya kegiatan yang tidak menghasilkan nilai.
4. Mengurangi waktu siklus.
Implementasi dari prinsip just-in-time untuk mengeliminasi persediaan inventarisasi
(fasilitas) dan desentralisasi dari hirarki suatu organisasi proyek.
5. Menyederhanakan dengan meminimalkan jumlah langkah. Minimalisasi
komponen-komponen produksi dan langkah-langkah dari proses penyediaan
barang/material.
40

6. Meningkatkan fleksibilitas output.


Dengan menggunakan disain awal, diharapkan kesulitan untuk meminimalisasi
perbaikan dan perubahan bisa dilakukan. Serta kecakapan dalam bekerja
diharapkan dapat meningkatkan produksi yang fleksibel.
7. Meningkatkan transparansi proses.
Proses yang transparan dan objektif digunakan dalam proses pengendalian dan
pengembangan oleh semua karyawan. Fokus untuk mengawasi pada semua
proses. Dengan adanya kemandirian dan fokus terhadap pekerjaan dalam tim
pada proses konstruksi diharapkan bisa melatih pengendalian terhadap proses
konstruksi dan kerjasama dengan pihak supplier diharapkan bisa
mengoptimalkan jaringan kerja.
8. Membangun perbaikan secara berkelanjutan dalam melakukan proses.
Usaha dalam pembangunan yang berkelanjutan yaitu meminimalisasi
pemborosan dan menghilangkan kegiatan yang tidak menghasilkan nilai.
9. Mengimbangkan peningkatan aliran dengan peningkatan perubahan.
Adanya suatu hubungan internal antara jaringan dan pengembangan kerja yang
membuat proses penghematan dalam pembiayaan peralatan serta mempunyai
perhatian yang khusus terhadap teknologi yang digunakan.
10.Benchmark.
Sasaran yang diharapkan berdasarkan pada prinsip SWOT (Strengths, Weakness,
Opportunities and Threats), yaitu kelebihan, kekurangan, kesempatan dan
permasalahan yang terjadi pada aktifitas proyek konstruksi dapat
dikombinasikan untuk menjadikan tahapan kegiatan yang ada efektif dan efisien.
40

Masalah yang sering dihadapi dalam proyek konstruksi adalah seberapa


baik pun perencanaan yang telah dilakukan, pada tahap pelaksanaan selalu terjadi
perubahan yang mengakibatkan keterlambatan penyelesaian. Keterlambatan suatu
pekerjaan merupakan efek kombinasi dari ketergantungan antar pekerjaan dan
variabilitas dalam setiap proses. Selain itu masih banyak hasil pekerjaan
konstruksi yang harus ditunda, ditambal sulam, dibongkar dan diulang. Masuk
dalam kategori pemborosan ini pula apa yang disebut sebagai kesalahan yang
perlu diperbaiki kembali, matrial menumpuk karena tidak digunakan untuk
sementara, tahapan kerja yang tidak dibutuhkan, aktifitas pekerja yang tidak perlu,
pekerja menunggu dan produk yang tidak sesuai dengan permintaan customer.

Penelitian yang dilakukan (Alwi et al. 2002) untuk mengindentifikasi


permasalahan ketidakefisienan di Indonesia menyimpulkan bahwa terdapat
ketidakefisienan pada kontraktor di Indonesia berupa keterlambatan jadwal,
perbaikan pada pekerjaan finishing, kerusakan material di lokasi, menunggu
perbaikan peralatan dan alat yang belum datang. Beberapa ketidakefisienan
tersebut disebabkan antara lain oleh terlalu banyaknya perubahan rancangan,
rendahnya keahlian pekerjan, keterlambatan dalam pengambilan keputusan,
koordinasi yang tidak baik antar pihak yang terlibat, lemahnya perencanaan dan
pengendalian, keterlambatan delivery material, dan metode kerja yang tidak
sesuai.

Jika dibandingkan dengan industri manufaktur, maka industri konstruksi


harus belajar banyak dari industri manufaktur dalam mengelola proses
produksinya sehingga jumlah waste dapat dikurangi dengan sekaligus
meningkatkan value yang didapat. Jika ingin menjadikan industri konstruksi
mengikuti industri manufaktur dalam pengurangan waste, maka suatu inovasi
yang fundamental diperlukan. Dalam hal ini, suatu inovasi dalam teori dasar dan
paradigma di dunia konstruksi dipercaya dapat memberikan dampak yang
menyeluruh dan signifikan. Sebagaimana yang biasa dilakukan, industri
konstruksi banyak mengadopsi dan belajar dari industri manufaktur, maka salah
satu inovasi yang fundamental itu adalah adopsi teori produksi yang dinamakan
Lean Production pada proses konstruksi, yang selanjutnya disebut Konstruksi
Ramping (Lean Construction).
40

Masalah kronis pada industri konstruksi yang umum kita ketahui yaitu
rendahnya produktifitas, lingkungan pekerjaan yang kurang baik, kualitas yang
buruk, waktu yang melampaui ketentuan, dan kurangnya keamanan yang dapat
mengurangi aspek nilai pada pelanggan (Koskela, 1992; Latham, 1994; Egan
1998). Hal-hal yang berhubungan dengan proses konstruksi seperti aktivitas pada
saat pemeriksaan, pengiriman material dan lainnya yang tidak dikenal sebagai
aktivitas yang menambah nilai maka dapat dikatakan sebagai pemborosan
(Alarcon, 1995). (Womack dan Jones, 2003) menjelaskan pemborosan adalah
semua aktivitas manusia yang menyerap sumber daya, tapi tidak menghasilkan
nilai. Berdasarkan penelitian (Koskela, 1992), beberapa pemborosan dalam
proses konstruksi seperti biaya ’ketidaksesuaian kualitas’ mencapai 12% dari
total biaya proyek, ’lemahnya manajemen material’ menambah biaya sekitar 10-
12% dari total biaya untuk pekerja, ’jumlah waktu yang digunakan untuk aktivitas
yang tidak menghasilkan nilai’ adalah selama 2/3 dari total waktu pelaksanaan
proyek, dan ’rendahnya keselamatan’ menyebabkan penambahan biaya sebesar
6% dari total biaya proyek. Hal tersebut membuktikan bahwa dalam
menghasilkan nilai terdapat hambatan yang jelas yaitu pemborosan pada saat
proses konstruksi.

Seiring dengan kebutuhan serta perkembangan konstruksi yang semakin


maju, terutama dalam hal teknologi serta metode pelaksanaan yang semakin
disempurnakan, maka keberhasilan dalam sebuah proyek akan semakin baik.
Salah satu metode yang dipakai antara lain yaitu metode Lean Construction.

Perkembangan konstruksi Indonesia yang semakin maju, membuat daya


saing antar jasa kontraktor menjadi ketat. Dalam persaingan jasa kontraktor terjadi
dalam pelelangan dimana faktor rendahnya harga penawaran jasa menjadi penentu
kemenangan tender. Oleh karena itu, diperlukan sebuah inovasi dalam mengelola
proses kontruksi menjadi lebih effisien sehingga biaya penawaran menjadi rendah.
Salah satu inovasi tersebut adalah penerapan konsep Lean Construction. Konsep
Lean Construction diadopsi dari prinsip lean manufacturing yang bertujuan
mengurangi waste dan meningkatkan value. Untuk membuat sebuah proyek
40

memiliki prinsip Lean Construction, proyek tersebut harus menerapkan 3 konsep


yaitu work structuring (WS), Supply Chain Management, dan production control
(Sitinjak et al., 2015).

Metode Lean Construction merupakan sebuah metode yang dikembangkan


oleh Taiici Ohno, seorang engineer yang bekerja diperusahaan Toyota yang
bertujuan untuk menghilangkan waste, sehingga dapat meningkatkan efektifitas
dan effisiensi produksi. Secara spesifik, metode yang pada awalnya hanya untuk
diterapkan pada sektor manufacturing industry ini menjelaskan tentang sebuah
metode yang dapat menghasilkan produk yang bebas dari cacat produksi, dengan
waktu pengiriman ke customer lebih singkat, tanpa ada satupun yang tertinggal di
inventory (Farrar, J.M. et.al, 2004)

Pada suatu proyek pembangunan gedung bertingkat (high rise building)


terdapat tim-tim untuk mendukung suskesnya proyek pembangunan tersebut
seperti tim perencana (arsitek, struktur dan mekanikal) dan tim pelaksana
(lapangan). Tim perencanaan mempunyai tugas untuk menyusun dan merancang
desain teknis secara rinci yang nantinya akan dipergunakan sebagai perdoman
pelaksanaan pembangunan oleh tim pelaksanaan. Produk yang dihasilkan oleh tim
perencanaan dari proyek pembangunan gedung bertingkat ini antara lain : gambar
rencana, RAB (rencana anggaran dan biaya), spesifikasi teknis dan RKS (rencana
kerja dan syarat-syarat).

Tetapi dilapangan masih banyak ditemukannya pekerjaaan yang


menimbulkan waste, akibat kurangnya perhitungan atau estimasi dalam
manajemen proyeknya, atau siklus dari pekerjaan satu dengan yang lainnya.. Hal
tersebut tentu akan menyebabkan meningkatnya biaya serta waktu yang terbuang,
yang seharusnya bisa diminimalkan.

Dalam perkembangannya, metode Lean Construction dinilai cukup


berhasil, terbukti dengan telah diterima dan diterapkan khususnya disektor
manufacturing industry, sehingga metode ini terus dikembangkan untuk dapat
diterapkan pada sektor-sektor lainnya, seperti dibidang konstruksi, sehingga
dikenal dengan adanya metode Lean Construction.
40

Dari teori-teori dan konsep-konsep yang ada, kemudian istilah "Lean


Construction" dibuat pertama kali oleh International Group for Lean
Construction pada tahun 1993. Kemudian, Glenn Ballard dan Greg Howell
mendirikan Lean Construction Institute (LCI) pada Agustus 1997. Tujuan LCI
adalah mengubah manajemen produksi dalam disain, rancang-bangun dan
konstruksi. LCI mengembangkan Lean Project Delivery System (LPDS), dengan
menerapkan konsep atau prinsip manufaktur ke dalam konstruksi. Dengan adanya
LPDS maka memudahkan perencanaan dan pengendalian serta memaksimalkan
value dan meminimalisasi waste selama proses produksi. Teknik yang
dikembangkan oleh LCI yaitu mengalokasikan waste dari proses desain dan
produksi yang dipimpin oleh praktisi perusahaan untuk meningkatkan daya saing
dan keuntungan (profitabilitas).
Lean Construction merupakan suatu terjemahan dan adaptasi dari konsep Lean
Manufacturing dari Lean Production yang dikembangkan Toyota oleh Ohno serta
penelitian secara terus menerus dari suatu proses disain dan pelaksanaan
konstruksi. Tidak sama seperti Lean Manufacturing, Lean Construction berfokus
terhadap proses produksi suatu proyek. Lean Construction mempunyai kaitan
dengan kemajuan proyek dalam semua dimensi konstruksi dan lingkungan, antara
lain disain, pelaksanaan kegiatan, pemeliharaan, keselamatan dan daur ulang.
Konsep pendekatan ini mencoba untuk mengatur dan meningkatkan proses
konstruksi dengan cara mendapatkan nilai maksimum dengan biaya minimum
yang berhubungan dengan kebutuhan costumer.
Lean Construction merupakan suatu cara untuk mendisain sistem produksi yang
dapat meminimalisasi pemborosan (waste) dari pemakaian material, waktu (time)
dan usaha dalam rangka menghasilkan jumlah nilai yang maksimum (Koskela et
al, 2002).
Semua konsekuensi dari konstruksi yang berkelanjutan akan meningkatkan biaya
konstruksi cukup signifikan mulai 5% hingga 10% (Smith, 2006). Hal ini tentunya
akan membuat konsep konstruksi yang berkelanjutan ini tidak menarik untuk
diimplementasikan. Di lain pihak, secara umum, industri konstruksi masih
bergelut dengan permasalahan ketidakefisienan dalam pelaksanaan proses
konstruksinya. Masih terlalu banyak pemborosan (waste) berupa kegiatan yang
40

menggunakan sumberdaya tetapi tidak menghasilkan nilai yang diharapkan


(value). Berdasarkan pada data yang disampaikan oleh Lean Construction
Institute, pemborosan pada industri konstruksi sekitar 57% sedangkan kegiatan
yang memberikan nilai tambah hanya sebesar 10%. Jika dibandingkan dengan
industri manufaktur, maka industri konstruksi harus belajar banyak dari industry
manufaktur dalam mengelola proses produksinya, sehingga jumlah waste dapat
dikurangi dengan sekaligus meningkatkan value yang didapat (Koskela, 1992).

Banyak ditemukan aktifitas-aktifitas yang tidak diperlukan selama proses


konstruksi, yaitu aktifitas yang memerlukan waktu dan usaha ekstra tanpa nilai
tambah untuk pemilik proyek (Love, 1996). Sejak tahap awal proyek konstruksi,
manajer konstruksi sebaiknya sudah melibatkan semua faktor penyebab yang
mungkin dapat berakibat negatif pada proses konstruksi, yaitu pemborosan yang
meliputi delay, biaya, kualitas, kurangnya keamanan konstruksi, pekerjaan ulang,
pergerakan yang tidak perlu, jarak jauh, pemilihan manajemen yang salah, metode
atau alat dan constructability yang kurang memadai (Serpel et al, 1995; Koskela,
1992; Ishiwata, 1997; Alarcon, 1993). Sedangkan menurut data dari Construction
Industry Board, pemborosan meliputi kesalahan-kesalahan teknis atau non-teknis,
working out of sequence, aktifitas dan pergerakan yang berulang, keterlambatan,
input dan produk atau jasa yang tidak sesuai dengan persyaratan pemilik proyek.
Menurut yang (Dulaimi dan Tanamas, 2005), permasalahan yang sudah
dikenal dalam lingkungan kontruksi adalah rendahnya produktifitas, kualitas yang
rendah, lemahnya koordinasi, biaya yang mahal, dan lain lain. Sejumlah solusi
telah diusulkan untuk menunjukan menyelesaikan persoalan ini. Sebagai contoh
Quality Assurance (QA) telah digunakan unuk perbaikan lemahnya mutu
(BSI,1987). Untuk selanjutnya termasuk pengintegrasian procurement dan desain
komputerisasi sebagai perbaikan prodektifitas yang rendah (Bets,et,al,1994) dan
pertukaran elektronik data untuk koordinasi yang lemah (Dym dan Levitt,1991).

Lean production memiliki tujuan meminimisasi biaya produksi agar dapat


bersaing dengan harga pasar. Perbedaan yang ada adalah fokus utama dari lean
production yaitu upaya penghilangan pemborosan (waste) secara terus menerus
40

untuk peningkatan performasi system manufacturing sehingga dapat selalu


memenuhi kebutuhan pelangan. Sehingga, lean produsen dapat dikatakan sebagai
paradigma yang berfokus pada upaya peningkatan efisiensi dengan pendekatan
baru, yaitu mengabungkan dua aspek penting teknologi manusia sekaligus dalam
mengelola system manufactur (Samadhi, 2005)

Menurut (Koskela, 2004), arti value dalam prinsip Lean Contruction dapat
dilihat pada Tabel 2.3

Tabel 2.3. Arti Value dalam Prinsip Lean Contruction

Lean Principles Arti Value

1. Precisely specify value by specific 1. Specify value = produk yang


product. spesifik
2. Identify value stream for each 2. Value stream = aliran
product. material/informasi

3. Make value flow without 3. Value = komponen, materials


interruptions.
4. Let the customer pull value from 4. Value = produk
the producer
5. Pursue perfection

sumber: Koskela, 2004

2.5 Tower Crane

Tower Crane merupakan Crane yang paling umum kita lihat saat pembangunan
gedung bertingkat tinggi. Selain digunakan dalam pembangunan gedung
bertingkat, Crane ini juga sering digunakan untuk pembangunan jembatan. Tower
Crane sangat berperan penting dalam hal akses bahan dan material dalam suatu
proyek. Tower crane merupakan peralatan dengan jenis fixed crane, atau yang
tidak dapat dipindah-pindahkan dengan mudah. Jika pembangunan akan dimulai,
40

maka crane akan dibawa ke lokasi dengan armada khusus, kemudian dirakit dan
di erection sehingga siap pakai. Setelah dalam proses pembangunan selesai, maka
Crane akan dibongkar untuk dibawa kembali. Dalam penggunaan Tower crane
harus disesuaikan dengan kebutuhan seperti berapa tinggi bangunan gedung yang
dibangun dan factor yang berhubungan dalam pengoperasiannya.

Didalam dunia konstruksi, Industrialisasi meningkatkan proses konstruksi, dalam


arti sentralitas Tower Crane dalam arti produksitas dan, akibatnya,
ketergantungan produktivitas pada proses efisiensi pengangkatan (Shapira et al.

2007). Bahkan dengan kondisi jadwal pengangkatan yang intensif , crane


mungkin diatur dalam siklus produksinya, namun di sebagian besar hari kerja,
crane pengoperasiannya bisa cepat atau lambat, sehingga crane sendiri bila tidak
efektif dalam pengaturannya bisa menjadi hambatan juga dalam produksi.

Oleh karena itu, memperdendek perputaran crane berapa kali dalam


satuan waktu harus ditargetkan dan dimonitor hal ini untuk meningkatkan
produktivitas (Rosenfeld dan Shapira, 1998).

Lamanya perpuitaran waktu dalam beroperasi dipengaruhi oleh banyak faktor-


faktor. Bersamaan dengan itu adanya tingkat kesulitan dari faktor yang
berpengaruh, seperti hubungan geometris antara bangunan, lokasi, dan jenis crane,
dan spesifikasi teknis crane, ada sejumlah besar faktor "mempermudah" yang
mendikte efisiensi kerja crane, seperti kompetensi operator dan ex - perience,
bidang visi, ergonomi taksi, dan cuaca. Kedua faktor keras dan lunak menanggung
dampak langsung pada produktivitas kerja (dan pada keselamatan juga).

Mengingat pentingnya masalah ini, telah sepatutnya ditangani oleh komunitas


riset konstruksi.

2.5.1 Definisi Tower Crane

Tower Crane merupakan salah satu jenis alat berat yang berfungsi untuk
memudahkan dalam proses pekerjaan dan memindahkan barang atau peralatan
dalam sebuah proyek konstruksi. (dalam bidang konstruksi bangunan),
Perlengkapan, atau bahkan peralatan lain yang memungkinkan untuk dipindahkan.
40

Merupakan layanan yang baik dari keseluruhan proyek.

Sehingga dalam proyek Bangunan Tinggi, Tower Crane merupakan alat


yang memegang peran sangat besar dan sentral dalam pelaksanaan proyek dan
menentukan tingkat kecepatan waktu proyek , yang secara otomatis akan
berpengaruh terhadap biaya yang akan dikeluarkan.

Dari sebuah proyek konstruksi (terutama high rise building), menentukan


alat yang akan digunakan terutama crane akan disesuaikan dengan kondisi dan
klasifikasi bangunan,, sehingga bias digunakan alat berat crane sesuai kebutuhan
40

dan tingkat efisiensi yang maksimal. Perhitungan yang baiki akan bisa
menentukan jenis dari crane yang sesuai, dengan jenisnya apakah itu :

1. Free standing crane


Tower Crane yang dalam pelaksanaannya adalah berdiri bebas dari bangunan
bertingkat tinggi tanpa adanya ikatan yang ke konstruksi bangunan.
2. Rail mounted crane
Tower Crane yang menggunakan Rail untuk model pengoperasiannya, dalam hal
ini alat Tower Crane bisa bergeser sesuai dengan kebutuhan. Tower Crane model
Rail biasanya disesuaikan dengan kondisi lapangan yang cukup memadai.
3. Tied In Tower Crane
Tower Crane yang dalam pelaksanaan dan penggunaannya dipakai ikatan
kedalam bangunan gedung, yang sudah ditentukan tinggi bangunan untuk berapa
lantai harus digunakan tied in lagi. Model Tower Crane seperti ini sekarang sering
digunakan dalam proyek Bangunan Gedung.
4. Climbing crane
Tower Crane yang dalam pemakaiannya dierection dahulu sesuai dengan besar
alat dan sesuai dengan tinggi bangunan, Yang penerapannya bila bangunan sudah
waktunya naik sampai ketinggian berapa lantai, Bodi dari Tower Crane , posisi
naiknya dengan menggunakan cara climbing section per section.

Kemampuan Tower Crane


Kapasitas Tower Crane bergantung sebagian aspek. Yang butuh di perhatikan
yaitu bila material yang diangkut oleh crane melebihi kemampuannya jadi bakal
berlangsung jungkir. oleh karenanya, berat material yang diangkut baiknya seperti
berikut :
1. Untuk mesin beroda crawler yaitu 75% dari kemampuan alat.
2. Untuk mesin beroda ban karet yaitu 85% dari kemampuan alat.
3. Untuk mesin yang memilliki kaki yaitu 85% dari kemampuan alat.

Aspek luar yang perlu di perhatikan dalam memastikan kemampuan alat yaitu.
1. Kemampuan angin pada alat.
2. Ayunan beban ketika dipindahkan.
40

3. Kecepatan perpindahan material.


4. Pengereman mesin dalam gerakannya.
Adapun jenis dan type dari Tower Crane menurut panjang jangkauan meliputi :
1. Single jieb
2. Double jiep
Dari type Tower Crane panjang jieb ataupun jangkauan juga berpengaruh
terhadap beban yang akan diangkat, yang biasanya dari type crane akan diberikan
data dan spesifikasi dan daya angkut mengenai beban dan kapasitasnya. Crane
double jiep yang dengan panjang jieb 80 m. dengan kapasitas angkat beban tengah
3300, efisiensi dalam rotasinya 10% sampai 15%. Jadi dalam industri konstruksi
simulasi dua perilaku pemilihan crane untuk memferifikasi efektifitas metodologi
yang akan diusulkan. (Shaiful Hasan,Mohamed Al-Hussein, 2015)

2.5.2 Faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan alat berat

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pemilihan alat berat harus


sesuai dengan fungsi alat dan jenis alat yang digunakan. Belum tentu semua alat
berat sesuai dengan proyek konstruksi. Bila salah dalam menentukan pilihan akan
berdampak terhadap keterlambatan waktu proyek, yang akan berpengaruh
terhadap hasil produktivitas yang tidak sesuai dengan perencanaan awal.

Adapun hal hal yang mempengaruhi pemilihan alat berat meliputi :


1. Fungsi alat yang dipilih sesuai dengan fungsinya seperti mengangkat,
memindahkan, membuang dan lain lain dengan arah horisontal ataupun
vertikal

2. Keterampilan dari Sumber Daya Manusia


3. Kapasitas peralatan
Alat yang dipilih sesuai dengan kapasaitas dan daya angkut untuk
meningkatkan kinerja secara optimal.

4. Cara pengoperasiannya
5. Metode yang digunakan.
40

6. Faktor ekonomi, yang berhubungan dengan biaya sewa dan beli


7. Kondisi lapangan

Pemilihan Tower Crane dapat dilihat dari jenis dan kapasitasnya.


Setiap kelas Crane memiliki karakteristik dasar tertentu, yang biasanya akan
menentukan satu jenis yang paling cocok untuk diaplikasikan pada kondisi
tertentu, Crane jenis Tower dapat dipilih sesuai pekerjaan. Jika karakteristik crane
dipilih tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan yang ada, maka akan
menyebabkan kondisi yang tidak aman dan sangat rawan dengan kecelakaan.
Jenis Tower Crane yang akan digunakan harus mempertimbangkan kondisi
terhadap persyaratan kerja untuk aplikasi tertentu. Faktor-faktor yang harus
diperhatikan dalam pemilihan Crane meliputi :

(a) Berat dan dimensi beban.


(b) Jangkauan dan kemampuan angkat dan jarak / daerah gerakan beban.
(c) Jumlah dan frekuensi pengangkatan
(d) Waktu yang crane gunakan dalam siklus pengangkatan
(e) Kondisi kerja, termasuk kondisi tanah untuk derek berdiri, dan ruang
yang tersedia untuk akses crane, ereksi, operasi dan pembongkaran.
(f) Persyaratan operasional khusus atau keterbatasan yang ditetapkan
termasuk keberadaan crane lainnya di dekat.

Dalam Penggunaan Tower hal-hal yang menyebabkan ketidak efisien dalam


pelaksanaan, harus benar-benar diperhatikan sehingga mendapatkan hasil yang
optimal, antara lain :

 Ketidak kelancaran lalu lintas pada saat proses Mobilisasi dan


Demobilisasi
 Tenaga operator yang tidak terampil dalam proses pemasangan
(Erection) dan pembongkaran (Dismentle) Tower Crane
 Kondisi site proyek yang tidak diatur sedemikian rupa pada
proses Erection dan Dismentle, sehingga proses-proses tersebut
40

memerlukan waktu yang lebih lama dari perhitungan secara


teori maupun rencana
 Strategi pengangkutan segmen-segmen Tower Crane pada
proses Mobilisasi dan Demobilisasi yang tidah tepat akan
menyebabkan diperlukan lebih banyak alat angkut dan secara
langsung berakibat besarnya biaya tambahan.

Jenis crane meliputi :

1. Crane tower statis


2. Crane mobile
Tower Crane yang meliputi Statis dan Mobile Crane Tower dilapangan
tersedia dalam berbagai jenis dan konfigurasi sesuai dengan kombinasi tertentu
dari menara, jib dan dari jenis lokasi dan kondisi dasar Lay Out yang tersedia.
Menara dapat diklasifikasikan lebih lanjut sebagai menara mono, menara dalam
dan luar dan menara teleskopik :

a) Mono Towers - jib tersebut dilakukan oleh struktur menara tunggal, yang
mungkin baik tetap atau slewing. Penyediaan dapat dilakukan dalam
desain untuk mengizinkan menara yang akan diperpanjang.

b) Inner dan Outer Towers - Mereka dicirikan oleh jib yang sedang
dilakukan oleh sebuah menara alat tetap atau slewing yang didukung di
atas menara luar tetap. Penyediaan alat dapat dilakukan dalam desain
untuk mengizinkan menara luar untuk diperpanjang lengannya.

Karakteristik operasi dari Tower Crane sebagian besar ditentukan oleh


jenisnya mounting,diantaranya:

1. Sebuah Tower Crane dengan basis statis hanya menempati area


terbatas namun mampu menutupi, dari posisi tetap nya, semua
titik di mana beban yang harus ditangani dalam radius slewing
maksimal. Mereka dapat ditetapkan pada berbagai ketinggian
hingga berdiri bebas maksimum tinggi badan mereka. Mereka juga
40

dapat diperpanjang di luar batas ini dengan mengikat derek


kembali ke struktur pendukung.

2. Crane Tower Rail-mount memiliki area yang lebih besar dari


cakupan karena mereka dapat melakukan perjalanan sepanjang rel
mereka membawa beban mereka dinilai. Namun, persyaratan
tinggi badan tidak boleh melebihi berdiri bebas tinggi seperti yang
direkomendasikan oleh produsen. Di sisi lain, layanan derek akan
terganggu setiap kali pekerjaan harus dilakukan pada atau dekat
lintasan.

Tower Crane merupakan Sebuah alat berat bangunan yang digunakan


untuk mengangkat benda atau material yang umumya tidak dapat diangkat oleh
manusia, secara vertikal ataupun horisontal ke tempat yang tinggi dengan ruang
gerak yang terbatas. Tower Crane banyak digunakan untuk pembangunan gedung
bertingkat misalnya: hotel, apartement, mall, hipermarket, dll. Pembangunan
menggunakan alat ini sangat mempersingkat waktu pengerjaan dalam sebuah
proyek pembangunan, karena material dapat terangkat ke lokasi pemasangan
dengan lebih mudah dan cepat.

Bagian- bagian utama penyusun Tower Crane :

1. Jib : lengan panjang yang dapat berputar 360 derajat, secara


horisontal (lihat gambar)

2. Ruang Operator : Tempat pengendali/ kontrol Tower Crane,


dikendalikan oleh operator (manusia)

3. Tiang Menara : Bagian Vertikal Tower Crane sebagai tiang Crane,


dibagian tengah tiang terdapat tangga untuk tempat naik operator

4. Pemberat Penyeimbang : Untuk menyeimbangkan lengan Crane


(jib) ketika mengangkat beban

5. Pondasi : Sebagai bantalan dan penyangga tiang supaya tidak


roboh
40

BAB III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Jurnal 1 Mengintegrasikan BIM dan Teknik Optimasi untuk Peningkatan


Perencanaan Tower Crane
3.1.1. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk memformalkan kriteria untuk perencanaan
tower crane dengan memeriksa standarditerbitkan oleh lembaga pengatur dan
mensintesis pengetahuan para ahli profesional. Belajardari kriteria dan
pengetahuan yang melekat dalam prosedur saat ini, kami menyusun
peningkatanpendekatan perencanaan dengan memanfaatkan pemodelan
informasi bangunan (BIM) dan model optimisasi.
3.1.2. Permasalahan
Perencanaan tower crane dalam fase pra-konstruksi memiliki dampak jangka
panjang pada biaya dan proyek susunan acara. Pendekatan dan alat saat ini
digunakan oleh industri untuk memfasilitasi perencanaan tower crane dapat
memakan waktu, sulit untuk mengungkapkan semua kendala, dan menantang
dalam memvisualisasikan dan memahami alternatif. Oleh karena itu,
pengetahuan pengalaman perencanaan tower crane perlu di formalkan untuk
mengembangkan pendekatan yang efisien dan alat yang efektif untuk
mendukung perencanaan tower crane
3.1.3. Metodologi
Tugas perencanaan yang berulang dan sulit yang terlibat dalam tower crane
pra-konstruksiperencanaan menciptakan tantangan desain dan pelaksanaan
yang dapat memengaruhi biaya dan jadwal proyek.Gambar 1 memberikan
gambaran konseptual dari proses yang terlibat dalam mengembangkan crane
desain pondasi dan mematuhi persyaratan kapasitas dari proyek.
40

Gambar 3.1. Penggambaran konseptual prosedur dalam desain pondasi tower


crane
Alur kerja ini yang disajikan pada Gambar 1 dapat menghasilkan estimasi
heuristik dan tidak dapat diandalkanuntuk parameter yang dipertimbangkan.
Situasi serupa dapat muncul ketika memecahkan untuk yang laintantangan.
Solusi yang relevan dalam literatur dapat dikategorikan secara luas menjadi
dua jenis -Metode berbasis penginderaan dan visual, dan metode matematika.
Mereka dibahas secara singkat kemudian.

a. Metode visual dan penginderaan.


Metode visual terdiri dari pendekatan berbasis BIM, di mana fasilitas
dalam pembangunandan peralatan, termasuk tower crane, dimodelkan ke
tingkat pengembangan yang sesuaimemvisualisasikan dan mengatasi
berbagai kendala. Zhang dan Hu (2011) menggunakan model BIM dan
4D penjadwalan untuk mengintegrasikan analisis keselamatan, kontrol
biaya dan jadwal, dan tabrakan dinamisdeteksi. Lee et al., (2012)
meningkatkan kemampuan teknologi penginderaan dan model BIM buat
sistem navigasi yang menentukan posisi real-time dari objek yang
diangkat. Sistem visual membantu dalam mengatasi bahaya karena lift
buta lebih efisien daripada berbasis tekssistem anti-tabrakan. Yang et al.
(2014) mendemonstrasikan penerapan kamera penginta isistem untuk
memantau aktivitas tower crane dan untuk melacak kemajuan jadwal lift
crane. Lei et al.(2013) mengembangkan pendekatan generik untuk
40

memeriksa jalur pengangkatan di lingkungan 2D. Pada


umumnya,kontribusi utama pendekatan penginderaan dan visual adalah
menyediakan visualisasi danalat bantu komunikasi untuk
mengidentifikasi masalah keselamatan dan masalah yang berkembang
karena sifat dinamis darikonstruksi (misalnya area peletakan material
dapat memiliki lokasi dan ukuran yang berbeda, yang mungkin
mempengaruhi rencana tower crane), dan menerapkan solusi untuk
mengatasi tantangan.
b. Metode matematika.
Beberapa metode matematika dirancang untuk meminimalkan total
transportasi crane biaya dan waktu (Furusaka dan Gray 1984, Zhang et
al. 1996). Choi dan Harris (1991) memperkenalkan amodel untuk
mengoptimalkan lokasi tower crane tunggal dengan mengevaluasi total
waktu transportasiterjadi. Leung dan Tam (1999) menggunakan teknik
regresi linier untuk menentukan yang optimallokasi crane dalam hal
meminimalkan waktu mengangkat. Peneliti lain juga telah
menggunakanalgoritma komputasi untuk mengoptimalkan lokasi crane.
Li and Love (1998) menggunakan algoritma genetika
untukmengoptimalkan serangkaian fasilitas sementara. Tam dan Tong
(2003) mengembangkan algoritma genetika dan suatu model jaringan
saraf tiruan untuk memprediksi operasi tower crane dan tata letak situs.
Irizarry danKaran (2012) mengintegrasikan GIS dan BIM untuk
mempersempit area yang layak di lokasi konstruksi untuk lokasi tower
crane. Secara luas, pendekatan matematis membantu memilih angka,
lokasi, dan jenis tower crane memuaskan berbagai kendala.

3.1.3.1 Bagan Metodologi


40

Gambar 3.2. Gambaran Umum Pendekatan Penelitian


Formalisasi pengetahuan adalah tahap pertama untuk mengembangkan
pendekatan yang ditingkatkan. Menara rencana derek dikembangkan oleh
perencana untuk memenuhi kendala dan peraturan spesifik lokasi kendala.
Meskipun kendala spesifik lokasi dapat bervariasi dari satu proyek ke proyek
dan bergantung padapengalaman perencana, hambatan peraturan berlaku
secara luas dan harus dipenuhi dalam semua proyek. Kendala regulasi
umumnya merupakan tantangan bersama dalam perencanaan tower
craneterlepas dari kondisi khusus situs yang unik. Lebih penting lagi, kendala
regulasi adalah sebagian besar kendala untuk setiap proyek dan belum secara
manual dan berulang diperiksa di negara-of-pendekatan perencanaan praktik.
Karena itu, memformalkan batasan standar bermanfaat untuk memahami dan
secara obyektif merumuskan masalah untuk mengembangkan solusi.
Tahap kedua dari penelitian ini dimulai dengan mengintegrasikan hambatan
regulasi formal dan yang spesifik lokasi untuk membangun basis
pengetahuan. Sumber-sumber informasi yang dimanfaatkan dalam hal
iniPenelitian selanjutnya dirinci.
a. Kendala regulasi biasanya didefinisikan dalam dokumen yang diterbitkan
oleh lembaga pemerintah dan asosiasi profesional. Secara khusus, dalam
penelitian ini,dua standar ditinjau dan diresmikan: Peraturan
Keselamatan dan Kesehatan untuk Konstruksi (OSHA Bagian 1926) dan
Tower Cranes: Standar Keamanan untuk Cableways,Derek, Derek,
Kerekan, Kait, Jack, dan Sling (ASME B30.3-2016).
b. Kendala spesifik situs berbasis proyek dan terkait dengan yang unik
karakteristik masing-masing proyek. Set kendala ini mencerminkan
ketajaman rekayasa dari praktik bertahun-tahun dan tidak dapat
diformalkan tanpa basis pengetahuan yang kuat. Di dalam penelitian,
kami memulai upaya mengumpulkan kendala spesifik lokasi dengan
merangkum mereka melalui studi kasus.
40

Poyek studi kasus yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendidikan
multidisiplin kompleks (Proyek A) di kampus universitas di AS, dengan
430.000 m2 termasuk dua bangunan 9 lantai, atrium yang menghubungkan
kedua menara dan 299 kursi auditorium teknik. Lingkup proyek mencakup
meghancurkan tiga bangunan yang ada dan membangun kompleks baru di
lokasi yang sama. Total investasi adalah $ 310 Juta dan durasi konstruksi
baru akan menjadi sekitar 24 bulan, dengan penyelesaian yang diharapkan
di Musim Gugur2017.

Tahap -1 : Kendala Formal dan Tujuan Perencanaan

Mengingat bahwa tim manajemen proyek memutuskan untuk


menggunakan dua palu berdiri bebas tower crane, tujuan dari penelitian ini
adalah menerapkan pendekatan yang ditingkatkan untuk tower crane
berencana untuk menentukan lokasi yang optimal untuk dua crane menara.
Menentukan batasan peraturan dan batasan spesifik lokasi adalah langkah
pertama. Tabel 1 adalah ringkasan kedua jenis kendala yang menantang
perencanaan tower crane pada Proyek A.Kendala dalam tipe R (atau S)
mewakili kendala regulasi (atau spesifik lokasi) untuk Proyek A. memeriksa
beberapa kendala regulasi, praktisi mungkin perlu menentukan angka
ambang batas untuk yang tidak ditentukan secara kuantitatif dalam
standar. Misalnya, perencana harus menentukan jarak keselamatan antara
asisten derek (yaitu derek bergerak untuk membantu ereksi dan proses
pembongkaran tower crane) dan benda lain, yang diperlukan untuk
menentukan apakah proses ereksi dan pembongkaran layak atau tidak.

Sumber: Jurnal
40

Tahap II: Pendekatan yang Disempurnakan - Algoritma Optimas

Sumber: Jurnal
Tahap-II: Pendekatan yang Ditingkatkan - Menggunakan Building
Information Modeling (BIM)

Tidak semua kendala cocok untuk pemeriksaan menggunakan


algoritme pengoptimalan (diperlihatkan dalamMeja 2). Karena memeriksa
kendala-kendala ini menggunakan algoritma meningkatkan tingkat
kompleksitasruang solusi dari masalah optimasi. Misalnya, menyempurnakan
lokasi menaracrane 2 (yaitu X T2 dan Y T2 ) untuk menghindari tabrakan
dengan jalur utilitas di sekitar fondasi adalah atugas yang menantang untuk
algoritma optimasi; hasil yang disarankan termasuk lokasi yang
memilikibentrokan antara pondasi tower crane dan jalur utilitas.
Memanfaatkan BIM sebagai alat visualisasidengan mudah dan efisien
menyelesaikan masalah ini. Demikian pula jarak antara asisten derek
danmenara crane ditentukan menggunakan model BIM untuk memperbaiki
bagian ereksi dan bongkarrencana tower crane, setelah algoritma optimasi
menghasilkan hasil yang digunakan sebagai input untukmengembangkan
model BIM

3.1.4. Kesimpulan
Artikel ini menyajikan pengembangan pendekatan yang ditingkatkan untuk
perencanaan tower crane,yang mengintegrasikan pengetahuan formal, BIM,
optimasi dan teknik daripraktisi, dengan maksud untuk mengurangi iterasi
manual dan untuk meningkatkan efisiensi perencanaanproyek konstruksi
40

bangunan. Seperti yang ditunjukkan dalam studi kasus, pendekatan yang


ditingkatkan dapat memeriksa beberapa lokasi tower crane dan menyarankan
yang memenuhi peraturan dan situskendala spesifik. Kapasitas dan jangkauan
yang disediakan oleh setiap menara crane juga diperiksa.Lebih penting lagi,
hasilnya menunjukkan bahwa hibrida BIM dan optimisasi dapat dihasilkan
rencana tower crane layak lebih efisien dan efektif daripada pendekatan saat
ini, yaitulebih banyak kesalahan cenderung, memakan waktu, dan kurang
akurat. Selanjutnya, karena efisiensi yang lebih tinggi, makapendekatan yang
diusulkan memungkinkan perencana untuk memeriksa serangkaian rencana
alternatif yang lebih besar. Oleh karena itu,peningkatan pendekatan bertujuan
untuk menyarankan beberapa solusi optimal, daripada memeriksakelayakan
seperangkat rencana terbatas, yang merupakan tujuan utama dari pendekatan
saat ini
3.2. Jurnal 2 Lean Construction Based Tower Crane Requirement Optimization In High
Rise Building Construction Project.
3.2.1. Tujuan

1. Merealisasikan pemilihan alat pada tower crane dan pemanfaatan menara


yang ada. Dengan begitu akan diketahui proporsi limbah dalam
pembangunan.
2. Mengetahui efisiensi biaya dan waktu dengan Mensimulasikan tata letak
pada tower crane.
3.2.2. Permasalahan
Perencanaan tower crane dalam fase pra-konstruksi memiliki dampak jangka
panjang pada biaya dan proyek susunan acara. Pendekatan dan alat saat ini
digunakan oleh industri untuk memfasilitasi perencanaan tower crane dapat
memakan waktu, sulit untuk mengungkapkan semua kendala, dan menantang
dalam memvisualisasikan dan memahami alternatif. Oleh karena itu,
pengetahuan pengalaman perencanaan tower crane perlu di formalkan untuk
mengembangkan pendekatan yang efisien dan alat yang efektif untuk
mendukung perencanaan tower crane
3.2.3. Metodologi
Skema ini dirancang dan aliran penelitian dapat diamati pada gambar 2, yang
juga menjelaskan dalam hal dan fase harus bersandar konstruksi digunakan.
konstruksi ramping seharusnya hanya digunakan ketika pemanfaatan crane
tower tidak mencapai 90%.
40

Gambar 3.3. Diagram alur penelitian

2.1. Pengumpulan data


Proses pengumpulan data penelitian ini digunakan metode pengamatan,
sedangkan pada penelitian situs dan observasi akan
dilakukan secara langsung dalam rangka memperoleh data yang
dibutuhkan mengenai pemanfaatan tower crane di bertingkat tinggi
konstruksi bangunan. lokasi proyek yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pembangunan apartemen dan hotel yang terletak di Grogol,
Jakarta Barat. The anaylisis data dan fase
pengolahan terdiri dari:
Sebuah)
a) Data primer dalam penelitian ini adalah diakuisisi oleh langsung
memantau dan mengamati data situs yang mencakup lokasi pekerjaan
konstruksi, peralatan berat bekas, dan itu siklus operasional. Data
primer termasuk jenis crane yang digunakan, waktu operasional
tower crane, dan jenis dan kuantitas bahan yang digunakan.
b) Data sekunder dalam penelitian ini adalah diperoleh dari data yang
ada yang dikumpulkan oleh pihak lain, dalam hal ini, perusahaan
konstruksi. Data yang diperoleh digunakan untuk menarik hubungan
antara hasil penelitian ini dengan biaya dan durasi proyek. Data
sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi rencana
proyek situs, data volume pekerjaan, dan tower crane ' s data biaya
sewa.
3.2.4. Hasil Pembahasan
40

a. Spesifikasi Tower Crane

Adapun spesifikasi tower crane adalah sebagai berikut:

Gambar 3.4. Gambar tata letak tower crane eksisting.

b. TC1 adalah produk dari Construciones Metalica Comansa, SA (Spanyol) dengan


kapasitas 2 ton pada akhir jib dan dengan panjang jib dari 60 m.
c. TC2 merupakan produk Sanj Derek Ltd (Cina) dengan kapasitas 10 ton pada akhir
jib dan dengan panjang jib dari 59,8 m.
40

Gambar 3.5 Alternatif tata letak tower 1.


40

Gambar 3.6 Alternatif tata letak tower 2

b. Simulasi
Tabel 3.1. TC pemanfaatan persentase (yang ada, alternatif 1, alternatif 2)
40

Pada tahap pertama, data yang diperoleh digunakan dalam simulasi terdiri
dari 2 tower crane jib tunggal dengan kapasitas angkat tengah 3500 t. Hasil simulasi
perhitungan ini yang diuraikan dalam tabel 4 menyimpulkan bahwa persentase
pemanfaatan simulasi ini mencapai 99%, yang memenuhi keperluan aplikasi
konstruksi ramping ini. Efek positif lanjut simulasi ini memberikan biaya dan durasi
kinerja proyek konstruksi dapat diamati pada tabel 5.

c. Validasi
Tabel 4. Validasi Lean Comtruction

Pada tahap kedua, data yang diperoleh digunakan dalam simulasi lainnya
yang terdiri dari 1 unit tower crane jib ganda dengan kapasitas angkat tengah 6600 t.
40

Hasil simulasi pada tabel 4 menunjukkan bahwa simulasi ini mencapai persentase
pemanfaatan yang lebih tinggi dari 105%, yang membuat sistem ini calon jauh lebih
menarik untuk skenario dunia nyata. Tabel 5 seru efek signifikan simulasi ini
memberikan biaya dan durasi kinerja proyek konstruksi, membawa mereka turun
36,37% dan 3,85% masing-masing.

Tabel 3.2 Analisis aplikasi Lean Construction

Kesimpulan yang diperoleh setelah melakukan penelitian adalah: 1.


Pemilihan dan pemanfaatan menara yang ada tata letak crane dan jenis
mengakibatkan 23% dari limbah 2. Aplikasi konstruksi ramping menyarankan 2 tata
letak alternatif baru disimulasikan, dengan alternatif pertama menghasilkan 1,92%
dari efisiensi biaya dan 5,54% dari efisiensi biaya dan alternatif kedua menghasilkan
3,85% dari efisiensi biaya dan 36,37% dari efisiensi waktu. 3. Lean Construction
40

telah terbukti efektif bila digunakan dalam pemilihan tower crane dan fase
pemanfaatan dalam proyek konstruksi bangunan tinggi.

BAB IV.

KESIMPULAN

Dalam pelaporan ini kami menyimpulkan hal-hal sebagai berikut :


40

1. Jenis crane meliputi:

a. Crane tower statis


b. Crane mobile

2. Adapun hal hal yang mempengaruhi pemilihan alat berat meliputi :


a. Fungsi alat yang dipilih sesuai dengan fungsinya seperti mengangkat,
memindahkan, membuang dan lain lain dengan arah horisontal
ataupun vertikal
b. Keterampilan dari Sumber Daya Manusia
c. Kapasitas peralatan Alat yang dipilih sesuai dengan kapasaitas dan
daya angkut untuk meningkatkan kinerja secara optimal.
d. Cara pengoperasiannya
e. Metode yang digunakan.
f. Faktor ekonomi, yang berhubungan dengan biaya sewa dan beli
g. Kondisi lapangan.
3. Jurnal 1 :

Artikel ini menyajikan pengembangan pendekatan yang ditingkatkan untuk


perencanaan tower crane,yang mengintegrasikan pengetahuan formal, BIM, optimasi
dan teknik daripraktisi, dengan maksud untuk mengurangi iterasi manual dan untuk
meningkatkan efisiensi perencanaanproyek konstruksi bangunan. Seperti yang
ditunjukkan dalam studi kasus, pendekatan yang ditingkatkan dapat memeriksa
beberapa lokasi tower crane dan menyarankan yang memenuhi peraturan dan
situskendala spesifik. Kapasitas dan jangkauan yang disediakan oleh setiap menara
crane juga diperiksa.Lebih penting lagi, hasilnya menunjukkan bahwa hibrida BIM
dan optimisasi dapat dihasilkan rencana tower crane layak lebih efisien dan efektif
daripada pendekatan saat ini, yaitulebih banyak kesalahan cenderung, memakan
waktu, dan kurang akurat
40

Jurnal 2 :

a. Pemilihan dan pemanfaatan menara yang ada tata letak crane dan jenis
mengakibatkan 23% dari limbah
b. Aplikasi lean contruction menyarankan 2 tata letak alternatif baru disimulasikan,
dengan alternatif pertama menghasilkan 1,92% dari efisiensi biaya dan 5,54%
dari efisiensi biaya dan alternatif kedua menghasilkan 3,85% dari efisiensi biaya
dan 36,37% dari efisiensi waktu.
c. Lean Construction telah terbukti efektif bila digunakan dalam pemilihan tower
crane dan fase pemanfaatan dalam proyek konstruksi bangunan tinggi.

Magister Teknik Sipil Universitas Mercu Buana | Metode dan Alat Konstruksi Lanjut | 1
40

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal 1

Integrating BIM and Optimization Techniques for Enhanced Tower Crane Planning

Jurnal 2

Lean Construction Based Tower Crane Requirement Optimization In High Rise Building
Construction Project

Buku:

Peurifoy, Robert L. (1996), Construction Planning, Equipment and Method, Fifth Edition,
McGraw-Hill International Editions Civil Engineer Series, New York

Gransberg, Douglas D., Calin M Popescu., Richard C Ryan., 2006, Construction Equipment
Management For Engineers, Estimators, And Owners, CRC Pres, United States of America.

Day, D. A. & Benyamin N.B. , 1991. Construction Equipment Guide. New York: Wiley.

Rostiyanti, Susy Fatena. (2002) Alat berat untuk proyek konstruksi. Rineka Cipta, Jakarta.
Web: “Property Data Report”https://www.ipf.org.uk/asset/DE309F31-424D-4AD8-
BABA34B9308D3E24/, Diakses tanggal 3 Oktober 2019)

“Pengertian Komersial dan NonKomerial

”http://www.pengertianmenurutparaahli.net/pengertian-komersial-dan-nonkomersial/,

Magister Teknik Sipil Universitas Mercu Buana | Metode dan Alat Konstruksi Lanjut | 2
40

Magister Teknik Sipil Universitas Mercu Buana | Metode dan Alat Konstruksi Lanjut | 3

Anda mungkin juga menyukai