Anda di halaman 1dari 36

IV.

PELAKSANAAN PEKERJAAN

Sesuai dengan waktu kerja praktek yang ditentukan, kerja praktek ini dimulai
pada tanggal 26 juli sampai 26 oktober 2013 , pelaksanaan pekerjaan proyek
antara lain adalah sebagai berikut :
a. Pekerjaan Jalan
1. Pembersihan lahan (Land Clearing)
Pelaksanaan pembersihan lahan dilakukan di segmen 1 sampai segmen 5
yaitu STA 0+00 hingga STA 2+100 untuk mempermudah proses
pelebaran jalan. Pekerjaan pembersihan lahan dilakukan seperti relokasi
tiang listrik yang ada, relokasi utilitas pipa PDAM, kabel optik, relokasi
perumahan warga yang terkena pelebaran, pembersihan area dari rumput,
batu batu besar dan pembongkaran drainase untuk upaya pelebaran
lahan. Pembersihan lahan ini menggunakan excavator sebagai alat bantu.
2. Pengaturan Arus Lalu Lintas
Pengaturan arus lalu lintas bertujuan untuk tetap memberikan keamanan
dan kenyamanan pengguna jalan agar arus lalu lintas tidak mengganggu
pelaksanaan pelebaran jalan selama proyek berlangsung.
Pada segmen 1 hingga segmen 2 pengaturan lalu lintas pada proyek ini
menyediakan rambu lalu

lintas, barikade,

lampu

sinyal, serta

menyediakan bendera dan petunjuk lalu lintas sepanjang zona kerja pada
setiap saat selama periode pelaksanaan. Sebelum jalan dibuka untuk lalu
lintas umum dibuat marka sementara atau pre marking setelah pekerjaan
penghamparan aspal selesai.

a. Penyediaan alat-alat pengatur lalu lintas.


b. Petugas pengatur lalu lintas pada alat berat yang bekerja.
c. Pemasangan alat-alat lalu lintas selama proyek berlangsung.
3. Pengukuran dan Pelaksanaan Stationing
Penentuan STA diperoleh dari hasil pekerjaan pengukuran dan pemberian
tanda pada segmen 1 sampai segmen 5, yaitu marking berupa titik-titik
atau garis yang diguanakan sebagai dasar penentuan batas pelebaran.
Penentuan batas pelebaran menggunakan alat theodolit, yaitu dengan
menentukan letak STA awal dan kemudian dibuat STA yang lain dengan
mengikuti jarak yang telah disyaratkan dalam perencanaan awal. Pada
segmen 1 pengukuran dimulai dari STA 0+00 dan berakhir di STA
0+190, pada segmen 2 pengukuran dimulai dari STA 0+190 dan berakhir
di STA 1+025, pada segmen 3 pengukuran dimulai dari STA 1+250 dan
berakhir di STA 1+255, pada segmen 4 pengukuran dimulai dari STA
1+255 sampai STA 1+700, pada segmen 5 pengukuran dimulai dti STA
1+700 sampai STA 2+100. Pada segmen 5 terdapat pembangunan
pelebaran jembatan dan pelebaran badan jalan, pada pelebaran nya
menggunakan retaining wall. Adapun pengerjaan pengukuran dan
pelaksanaan stationing ini seperti pada Gambar 4.1. berikut.

Gambar 4.1 Pengukuran dan Pelakasanaan Stationing.


4. Mobilisasi alat
Pengkondisian traffic dengan mengatur arus lalu lintas agar mobilisasi
alat selama proses pengadaan alat dan selama proses penggunaan alat
tidak terganggu terutama pada intersection di segmen 3 dimana volume
kendaran nya yang cukup tinggi dan mengakibatkan kemacetan,
dikarenakan traffic light yang tidak berfungsi dengan baik.
5. Pekerjaan galian tanah
1. Peletakan excavator di STA yang telah ditentukan yang dimulai dari
segmen 1 yaitu STA 0+00 di tugu Radin Intan.
2. Penggalian tanah dilakukan pada proyek ini menggunakan galian
biasa dengan kedalaman yang telah direncanakan yaitu 2,5 m untuk
drainase pada segmen 1 segmen 2 dan segmen 4, untuk penggalian
pada bahu jalan mengikuti kedalaman perkerasaan jalan sebelumnya
(existing pavement jalan sebelumnya) + 30cm hingga mencapai
tanah dasar. Pekerjaan galian tanah pada proses widening ini
dilaksanakan dengan menggunakan alat excavator. Excavator
berfungsi mengeruk tanah (tanah asal) dari lokasi asalnya dan
memindahkannya menggunakan dump truck yang kemudian tanah

tersebut akan digunakan kembali untuk penimbunan terutama


penimbunan di segmen 5 (Retaining Wall) dan segmen 1.
3. Pada segmen 1 pekerjaan penggalian mengalami sedikit hambatan
dikarenakan lapisan tanah yang cukup keras sehingga harus digali
sedalam 15 cm lebih dalam untuk mendapatkan permukaan yang
mantap dan merata. Tonjolan-tonjolan batu yang runcing tidak boleh
tertinggal dan semua pecahan batu yang diameternya lebih dari 15
cm harus dibuang. Adapun pengerjaan galian tanah ini seperti pada
Gambar 4.2. berikut :

Gambar 4.2 Pekerjaan Galian Tanah.


6. Pekerjaan pemindahan tanah (Earth moving)
Tanah hasil pengerukan diambil dengan excavator kemudian diangkut
dengan dump truck untuk kemudian dipindahkan ke lokasi yang telah di
tentukan oleh Kontraktor yang nantinya dapat digunakan kembali untuk
timbunan yaitu di segmen 1 dan segmen 5.
Untuk pelebaran bahu jalan di segmen 1 pemindahan tanah ini digunakan
kembali untuk timbunan karena memiliki tanah yang berkontur atau

elevasi yang berbeda, penimbunan selebar 3,5 meter dengan tinggi 3,5
meter panjang 50 meter.
Dump truck ditempatkan pada posisi lintasan excavator agar mudah
dimuati. Gerakan excavator dari posisi asal terus maju ke tempat
material, mengambil material lalu mundur kembali meletakkan material
kerukan ke tempat dump truck berada (maju mundur mendekati
excavator di posisi lintasan) atau mengeruk tanah kemudian memutar
badan excavator untuk menumpahkan muatannya ke dalam dump truck
lalu kembali ke tempat/posisi asal untuk siap mengambil material lagi.
Adapun pengerjaan pemindahan tanah ini seperti pada Gambar 4.3.
berikut.

Gambar 4.3 Pekerjaan Pemindahan Tanah


7. Pekerjaan pemadatan tanah (Compacting)
Pemadatan pada segmen 1 yaitu pemadatan timbunan selebar 3,5 m
dengan panjang 50 m menggunakan vibro roller dengan 8 passing (16
kali bolak-balik), volume tanah yang dipadatkan + 800 m.
Pada segmen 5 yaitu pemadatan untuk retaining wall ,pemadatan ini
menggunakan tanah bekas galian pembuatan fondasi untuk retaining

wall, tanah diangkut oleh excavator dan diletakkan pada sisi kanan
dinding penahan, tanah timbunan ini setinggi + 7 meter yaitu setinggi
dinding penahan.
Untuk bahu jalan, tanah yang telah dikeruk sampai kedalaman yang
ditentukan (existing pavement jalan sebelumnya) + 30 cm kemudian
dipadatkan dengan vibro roller sebanyak 8 passing (16 kali bolak-balik),
pemadatan ini dimulai dari pinggir ke tengah.
Pemadatan timbunan kecil atau pada pekerjaan timbunan lubang-lubang
atau kerusakan kerusakan kecil pada permukaan jalan baik permukaan
tanah, kerikil, atau bagian yang tidak dapat di jangkau dengan vibro
roller dipadatkan dengan stamper. Adapun pengerjaan pemadatan tanah
ini seperti pada Gambar 4.4. berikut.

Gambar 4.4 Pekerjaan Pemadatan Tanah.


8. Pekerjaan penganggkutan agregat
Pekerjaan pengangkutan agregat pada segmen 1 sampai segmen 5 ini
menggunakan dump truck. Dump truck mempunyai bak belakang untuk
dimuati material tanah atau batuan lainnya. Agregat yang akan digunakan

diangkut dengan dump truck dan diletakkan terpisah berdasarkan


kelasnya batu pecah A,batu pecah B dan batu pecah S. agregat yang
digunakan berasal dari Tarahan. Berikut adalah pengerjaan pengangkutan
agregat seperti pada Gambar 4.5 berikut:

Gambar 4.5 Pekerjaan Pengangkutan Agregat.


9. Pekerjaan penghamparan agregat dan pemadatan agregat
1. Penghamparan lapisan fondasi agregat kelas B pada segmen 1
sampai segmen 5.
Lapis fondasi ini menggunakan bahan agregat batu pecah kelas B
dengan komposisi batu belah yang berbeda. Penghamparan bahan
agregat dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Agregat B dimuat ke dalam dump truck untuk diangkut ke lokasi
pekerjaan dan ditumpahkan di bahu jalan sehingga tidak
mengganggu lalu lintas kendaraan yang lewat disekitarnya.
b. Setelah bahan ditumpahkan dan dihamparkan dan diratakan
dengan alat berat motor grader sepanjang jalan dan sekelompok
pekerja merapikan tepi dihamparan dengan menggunakan alat
bantu.
c. Agregat di basahi dengan menggunakan water tank truck
sehingga saat pemadatan bahan benar-benar menyatu dan
mengikat.

d. Setelah itu dilakukan pemadatan menggunakan vibrator roller


dengan 12 kali passing . Sehingga didapatkan ketebalan lapisan
sesuai dengan ketebalan yang direncanakan yaitu 20 cm.
Pengerjaan penghamparan agregat ini seperti pada Gambar 4.6.
berikut.

Gambar 4.6 Pemadatan Agregat.


2. Penghamparan lapis fondasi atas base A atau CTB
Pengerjaan CTB ini baru dilaakukaan di segmen 2 dan segmen 4,
sedangkan di segmen 3 segmen 1 dan 5 belum dilakukan, lapis
fondasi atas memakai agregat batu pecah kelas A dengan campuran
semen yang disebut dengan cement treated base (CTB). Adapun
teknik pengerjaan sebagai berikut :
a. Wheel loader memuat agregat A ke dalam dump truck lalu
diangkut ke lokasi pekerjaan dan ditumpahkan di bahu jalan
agar tidak mengganggu lalu lintas yang lewat di lokasi.

b. Setelah bahan ditumpahkan

lalu dihamparkan hingga rata

dengan alat berat motor grader dan sekelompok kerja merapikan


tepi hamparan dengan menggunakan alat bantu lalu agregat
dipadatkan dengan tandem roller. Pemadatan ini dilakukan
sebanyak 16 passing.
c. Setelah penghamparan agregat selesai, menghamparkan semen
yang telah disiapkan diatas agregat secara merata dengan jarak
penghamparan berkisar 100 meter, kapasitas semen yang
diperlukan untuk panjang 100 meter adalah 5 ton semen yaitu 5
karung, 1 karung berisi 1 ton semen . Penghamparan ini
menggunakan excavator lalu beberapa pekerja merapikan
hamparan semen tadi menggunakan alat bantu.
d. Setelah semen dihampar secara rata kemudian truck yang berisi
tangki air terhubung dengan ( wirtgen )alat pencampur atau
pengaduk antara agregat, semen dan air mencampur material
lapisan base A atau CTB tersebut.
e. Setelah pencampuran selesai dilanjutkan dengan pemadatan
awal menggunakan roda karet vibro roller jenis pad foot
kemudian dilanjutkan dengan pemadatan menggunakan tandem
roller

sebanyak 12 passing hingga di dapatkan ketebalan

lapisan base A atau CTB 30 cm. Adapun pekerjaan CTB ini


seperti pada Gambar 4.7 berikut:

Gambar 4.7 Pengerjaan CTB (Cement Treated Bases)


3. Pekerjaan CTRB (Cement Treated Recycling Bases)
Untuk pekerjaan CTRB (Cement Treated Recycling Base) yang telah
dilakukan adalah di segmen 2 dan segmen 4, pada segmen 3 sampai
5 pekerjaan CTRB belum dilakukan, adapun teknik pengerjaannya
sebagai berikut :
a. Lapisan perkerasa jalan lama yang akan di daur ulang terlebih
dahulu digaruk atau dilakukan pengerukan aspal lama dengan
alat CMM dan dihancurkan sampai kedalaman 30 cm.
b. Kemudian semen disebar merata dengan alat excavator diatas
permukaan lalu para pekerja meratakan semen dengan alat
bantu.
c. Selanjutnya, mesin pengaduk secara mekanis mengaduk secara
merata semen dan material daur ulang dengan menambahkan air
sampai menyamai batas kadar air yang telah ditentukan oleh

prosedur rancangan campuran laboratorium, pekerjan ini


dilakukan oleh alat Wirtgen.
d. Selanjutnya dilakukan pemadatan, pertama menggunakan
Padfoot

Drum

(vibro

roller)

menggunakan Smooth Drum

lalu

pemadatan

terakhir

(vibro roller) hingga terpenuhi

tebal lapisan CTRB 30 cm.


10. Pekerjaan Pengaspalan
Pekerjaan pengaspalan ini dilakukan di segmen 2, pada segmen 1 segmen
3 segmen 4 dan 5 belum dilakukan.
Permukaan jalan dibersihkan atau diratakan kembali menggunakan
Motor grider sebanyak 6 passing. Kemudian dihampar dengan hotmix
maka permukaan tersebut dilaburi aspal cair terlebih dahulu hingga
merata ke seluruh permukaan yang akan dilapisi. Laburan aspal ini
maksudnya sebagai perekat antara permukaan base dengan campuran
aspal yang akan dihampar. Perekat seperti ini disebut Prime Coat. Prime
Coat adalah laburan aspal cair ke atas permukaan (jalan) yang masih
belum beraspal (base), dimana laburan ini fungsinya disamping sebagai
perekat tetapi juga sebagai pengikat material lapisan atas permukaan
jalan. Untuk memperoleh hasil semprotan aspal yang baik, rata,
menyeluruh dan cukup volumenya, dipakai alat penyemprot aspal atau
Asphalt Sprayer. Asphalt Sprayer ini menyemprotkan aspal cair yang
dipanaskan di dalam tangki.

Pemakaian aspal pada prime coat

diperlukan spesifikasi sebanyak 0,4 1,3 liter/m (lihat juga spesifikasi


teknik jalan Direktorat Jenderal Bina Marga). Prime coat yang digunakan
dalam proyek ini memiliki perbandingan campuran aspal 55,56 % dan
minyak tanah 44,44 % . Campuran aspal panas akan dihamparkan di atas

permukaan badan jalan sesuai dengan lebar dan tinggi ketebalan


hamparan yang direncanakan. Campuran aspal panas diangkut dan
ditampung di dump truck kemudian dicurahkan dari dump truck ke dalam
bak penampung di asphalt mixing plant atau hopper,caranya :
1. Dump truck yang bermuatan campuran aspal panas berjalan mundur
pelan-pelan dari arah depan hopper mendekati peralatan penghampar
atau finisher.
2. Setelah dekat dump truck berhenti dan transmisi dump truck
dinetralkan. Pekerjaan pengangkutan aspal panas oleh dump truck ini
seperti pada Gambar 4.8 berikut:

Gambar 4.8 Pengangkutan Aspal Panas oleh Dump Truck.


3. Peralatan penghampar sambil melaksanakan penghamparan akan
mendekati dump truck sampai rol pendorong yang ada di depan
hoppernya mengenai roda belakang dump truck.
4. Dump truck akan bergerak maju akibat dorongan peralatan
penghampar.
5. Sambil bergerak maju dump truck menumpahkan muatan campuran
aspal panasnya ke atas hopper sedikit demi sedikit sampai habis.

Pekerjaan pemindahan aspal panas ke dalam aspal finisher seperti


pada Gambar 4.9 berikut:

Gambar 4.9 Pemindahan Aspal Panas Ke Aspal Finisher.


6. Dump truck akan segera maju memisahkan diri dari peralatan
penghampar.
7. Dump truck berikutnya sudah siap menunggu giliran untuk
menumpahkan campuran aspal panas yang berada di atasnya.
Menunggu sampai campuran aspal panas yang berada di dalam
hopper sudah berkurang, namun tidak boleh sampai kosong atau
habis.
8. Campuran aspal panas yang berada di dalam hopper dibawa atau
dialirkan ke belakang ke arah ulir pembagi atau auger karena feed
conveyor atau slat conveyor yang berada pada alas hopper bergerak
berputar ke arah belakang, sehingga campuran aspal panas yang
berada di atasnya akan terbawa ke belakang.
9. Jumlah atau banyaknya campuran aspal panas yang dialirkan menuju
auger tidak boleh terlalu berlebihan sehingga menutupi auger (Ulir
pembagi atau auger ini berfungsi membagikan secara merata)
campuran aspal panas ini ke arah kiri dan kanan sepanjang sepatu

atau screed sesuai lebar hamparan yang dikehendaki,namun juga


tidak boleh terlalu sedikit. Hal ini akan menimbulkan segregasi pada
campuran yang akan dihampar. Kapasitas aspal untuk 250 meter
sekitar 250 ton aspal panas.
10. Pengaturan banyaknya campuran aspal panas yang dialirkan ke arah
auger tersebut dilakukan dengan mengatur bukaan aliran yaitu
dengan menaikkan atau menurunkan pintu pengatur atau feeder gate
yang berada pada dinding belakang hopper.
11. Campuran aspal panas di dalam hopper tidak boleh kurang sehingga
berada di bawah pintu pengatur atau feeder gate. Apabila hal ini
terjadi dan peralatan penghampar terus menghampar, maka akan
terjadi bagian hamparan yang tidak cukup dipenuhi campuran
sehingga akan mempengaruhi ketebalan lapisan hamparan. Berikut
pengerjaan perataan Hot Mix seperti pada Gambar 4.10 berikut:

Gambar 4.10 Pengerjaan Perataan Hot Mix.


12. Apabila campuran aspal panas sudah berkurang maka dinding atau
sayap-sayap hopper (hopper wings) dilipat agar campuran aspal
panasnya terkumpul ke bagian tengah. Setelah itu harus segera
hopper diisi kembali agar tidak terlanjur habis. Untuk menjaga mutu
hamparan, maka temperatur campuran aspal panas yang dituangkan

ke atas hopper oleh dump truck harus minimum 130C, maksimum


150C.
11. Pemadatan aspal
1. Pemadatan awal aspal menggunakan alat tandem roller. Tandem
roller digunakan untuk memadatan hamparan lapisan aspal panas
(hotmix), pada kondisi gembur ketebalan aspal semula + 8 cm .
Tandem roller ini dipakai pada pemadatan lapisan base course dan
binder course. Pengerjaan pemadatan aspal panas dengan tandem
roller seperti pada Gambar 4.11. berikut.

Gambar 4.11 Pemadatan Aspal Panas Dengan Tandem Roller.


2. Pemadatan aspal selanjutnya menggunakan Pneumatic tired
roller digunakan untuk pemadatan aspal (hotmix) karena tiap
rodanya mempunyai static linear load yang sama. Hal ini
penting, agar setiap bagian permukaan yang dipadatkan
memperoleh kepadatan yang sama. Pemadatan ini dilakukan
hingga

12

passing.

Pengerjaan

pemadatan

Hot

Mix

menggunakan Pneumatic tired roller ini seperti pada Gambar


4.12. berikut.

Gambar 4.12 Pemadatan Dengan Pneumatic tired roller.


3. Untuk membentuk suatu permukaan aspal yang rata dengan
pengupasan tipis dan dapat dibentuk kemiringan permukaan
sesuai yang direncanakan maka menggunakan motor grider.
4. Pemadatan hamparan lapisan aspal juga menggunakan Tyre
Roller. Alat ini mempunyai roda karet yang dapat memadatkan
lapisan aspal dengan efektif.
5. Pada bagian-bagian yang tak terjangkau dengan alat tandem
roller, Pneumatic tired roller, motor grader dan tyre roller maka
menggunakan alat Tamper kapasitas 200 kg sampai kepadatan
yang diinginkan yaitu setebal + 7 cm.

12. Pekerjaan Rigid


Lapisan perkerasan rigid pada proyek jalan ini hanya dilaksanakan pada
daerah jalan yang mempunyai kelandaian dan keramaian tingkat
kendaraan yang cukup besar atau disetiap inter section, di jalan bypass
Soekarno Hatta paket A ini ada 7 inter section yang akan dilakukan
perkerasan rigid. Hal ini dipilih karena pada perkerasan rigid lebih tahan
terhadap gaya geser yang diakibatkan roda kendaraan sehingga tidak
membuat lapisan perkerasan jalan cepat rusak. Lapisan perkerasan rigid
juga lebih tahan terhadap keadaan drainase yang buruk saat terjadinya
curah hujan yang sangat tinggi dan juga umur rencana yang dapat
mencapai 20 tahun.
Adapun langkah-langkah pengerjaan lapisan perkerasan rigid pada
proyek tersebut sebagai berikut :
1. Pengecoran lean concrete (lantai kerja) setebal 10 cm diatas agregat
base class B tanpa disertai dengan tulangan baja.
2. Pemasangan bekisting untuk mencetak beton. Adapun pekerjaan
pemasangan bekisting ini seperti pada Gambar 4.13 berikut:

Gambar 4.13 Pemasangan Bekisting


3. Setelah lean concrete (lantai kerja) memenuhi kekuatan yang
diharapkan maka dilanjutkan dengan pengerjaan pelat beton dengan
menggunakan sambungan dowel dengan ukuran diameter 17 mm
yang dipasang setiap 5 meter panjang jalan. Adapun pekerjaan
pemasangan sambungan dowel ini seperti pada Gambar 4.14 berikut:

Gambar 4.14 Pemasangan Sambungan Dowel.


4. Setelah sambungan dowel dipasang diatas lapisan lean concrete
truck mixer yang berisi campuran beton hasil adukan yang telah
disesuaikan campuran angregatnya melalui perhitungan JMF
(Job Mix Formulla) menuju lokasi pengecoran dan menuangkan
campuran beton tersebut sampai menutupi sambungan dowel
dan lean concrete, beberapa pekerja meratakan campuran beton

tersebut sehingga tercapai ketebalan dan kepadatan campuran


beton sebagai lapisan perkerasan kaku jalan (Rigid Pavement)
tersebut. Adapun pekerjaan pengecoran beton ini seperti pada
Gambar 4.15 berikut.

Gambar 4.15 Pengerjaan Pengecoran Beton.


5. Setelah beton dituangkan dari mobil mixer kemudian campuran
beton dengan menggunakan alat vibrator, agar campuran
adukan beton merata.
6. Setelah campuran beton selesai dipadatkan kemudian diratakan
secara manual agar permukaan beton halus, dan didiamkan
sampai beton mengeras.
b. Pekerjaan Jembatan
Pekerjaan jembatan merupakan salah satu bagian pekerjaan pada proyek
pelebaran dan preservasi jalan ini. Dikarenakan terbatasnya waktu kerja
praktik yang hanya dilakukan tiga bulan, yaitu dari juli hingga oktober, maka
pekerjaan yang dilakukan hanya sebatas pekerjaan fondasi saja.
Berikut ini merupakan tahapan yang dilakukan dalam pekerjaannya:
a. Pembersihan Lahan

Pembersihan lahan dari sampah atau material yang ada disekitar lokasi
bakal pengecoran dilakukan dengan memindahkan sampah dan material
tersebut ketempat yang aman, sehingga tidak menganggu selama proses
pengerjaan proyek.
b. Galian
Setelah melakukan pembersihan lahan, maka tahap selanjutnya yaitu
melakukan galian. Proses penggalian sendiri dilakukan oleh sebuah
excavator. Galian dilakukan pada dua titik yang akan dibuat abutment
dengan selisih jarak antar kedua titik yaitu 35 meter. Pada galian pertama
dilakukan galian sampai menemui lapisan tanah keras untuk fondasi
sedalam 5 meter. Sedangkan pada titik kedua, dilakukan galian hingga
tanah keras sampai kedalaman 7 meter.

Gambar 4.16 Galian Fondasi


c. Penyedotan air
Setelah dilakukan galian sampai kelapisan tanah keras pada kedua titik
bakal abutment, ternyata air tanah memancar keluar dan menggenangi
permukaan tanah dengan ketinggian sekitar 10 cm lebih. Hal tersebut
jelas sekali dapat mengganggu dalam pelaksanaan pekerjaan jembatan
yang selanjutnya. Oleh karena itu, dilakukan penyedotan air dengan

menggunakan mesin pompa penyedot air hingga semaksimal mungkin air


genangan hilang. Dalam pelaksanaanya penyedotan air ternyata
dilakukan lebih dari satu kali, hal tersebut dikarenakan saat setelah
dilakukan penyedotan air yang pertama air tanah kembali menggenangi
permukaan tanah galian.

Gambar 4.17 Penyedotan Air


d. Pembuatan lantai kerja(lean concrete)
Lantai kerja merupakan pekerjaan yang biasa dilakukan dalam konstruksi
bangunan dengan lingkup dan kondisi lingkungan yang cukup kompleks.
Ketebaan lantai kerja pada pekerjaan ini 10 cm . Adapun mutu beton
yang digunakan yaitu K125. Fungsi dari pembuatan lantai kerja adalah
sebagai berikut :
1. Memudahkan pekerja berdiri di atas lahan datar, lahan menjadi tidak
kotor dan becek
2. Merupakan dudukan besi lapis bawah untuk fondasi rakit
3. Menahan gaya angkat (up-lift force) tanah di bawahnya.
Berikut ini merupakan tahap-tahap dalam pembuatan lantai kerja:
1. Membersihkan area bakal pembuatan lantai kerja

2. Mempersiapkan bekisting untuk dilakukan pengecoran lantai


kerja, kemudian letakkan pada area bakal pengecoran lantai kerja
3. Melakukan pengecoran pada bekisting yang telah dipersiapkan
tanpa disertai tulangan baja.

Gambar 4.18 Pembuatan Lantai Kerja


e. Pembuatan Fondasi Sumuran
Pada proyek pembangunan jembatan ini, khususnya abutment, dibuat
dengan fondasi sumuran(caisson). Diatas lantai kerja yang telah dibuat
sebelumnya, dibuat struktur fondasi caisson sebanyak tiga buah dengan
diameter masing-masing caisson yaitu 3 meter dan jarak antar caisson
yaitu 1,25 meter. Mutu beton caisson adalah K175.
Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam pembuatan fondasi
sumuran:
1. Mempersiapkan peralatan, seperti baja tulangan memanjang dan
melingkar, bekisting, beton decking, kawat serta peralatan pendukung
lainnya.

Gambar 4.19 Persiapan Alat dan Material Caisson


2. Melakukan penganyaman baja tulangan dengan meletakkannya satu
persatu diatas lantai kerja. Pada bagian bawah baja tulangan
sebelumnya telah diikatkan beton decking dengan kawat dengan
tujuan untuk mempermudah baja tulangan untuk berdiri tegak serta
untuk memberikan selimut beton.
Penganyaman dimulai dari meletakkan satu buah tulangan sengkang
ukuran 13 dari dasar fondasi sebagai acuan ukuran diameter caisson
yaitu sebesar 3 meter, kemudian dilanjutkan dengan pemasangan baja
tulangan tegak dengan ukuran D25 yang mengelilingi sengkang.

Gambar 4.20 Penganyaman Baja Tulangan Caisson


3. Setelah penganyaman tulangan caisson selesai, mulai dilakukan
pemasangan bekisting pada hasil anyaman baja tulangan tersebut,
yang untuk selanjutnya dilakukan pengecoran tahap awal yaitu 1/3
tinggi tulangan tegak

Gambar 4.21 Pemasangan Bekisting

4. Pengecoran dilakukan secara tiga tahap. Tahap pertama yaitu 1/3


tinggi tulangan tegak caisson.

Gambar 4.22 Pengecoran Awal Tulangan Caisson


5. Setelah beton caisson tersebut mengering, lepaskan bekisting dengan
alat bantu peralatan tukang
6. Selanjutnya yaitu melakukan pengecoran 1/3 tinggi caisson yang kedua
dengan cara yang sama seperti pengecoran yang pertama. Setelah
selesai pengecoran kedua, kemudian melakukan cara yang sama pula
untuk 1/3 tinggi akhir caisson. Melakukan pencabutan bekisting pula
ketika beton sudah mengering.

Gambar 4.23 Pengecoran Akhir Caisson


7. Setelah beton caisson mengering, melakukan pelepasan semua
bekisting, kemudian didapat hasil akhir caisson seperti pada gambar
berikut:

Gambar 4.24 Hasil Akhir Caisson

8. Melakukan penimbunan terhadap galian abutment hingga menyisakan 1


meter ketinggian caisson. Setelah selesai melakukan pekerjaan
penimbunan, lakukan pengecoran sampai batas ketinggian atas
caisson tersebut.

Gambar 4.25 Pengecoran Galian Abutment


c. Pekerjaan Retaining Wall
Retaining wall merupakan istilah di bidang teknik sipil yang artinya dinding
penahan. Dinding penahan merupakan struktur bangunan yang digunakan
untuk menahan tanah atau memberikan kestabilan terhadap tanah yang sering
diaplikasikan pada tanah yang kondisinya miring atau memiliki tingkat
elevasi yang berbeda. Berdasarkan buku Sudarmanto, Ir., Msc., 1996,
Konstruksi Beton 2 dinyatakan bahwa, Dinding penahan tanah adalah suatu
konstruksi yang berfungsi untuk menahan tanah lepas atau alami dan
mencegah keruntuhan tanah yang miring atau lereng yang kemampatannya
tidak dapat dijamin oleh lereng tanah itu sendiri.
Berikut merupakan langkah-langkah pengerjaan retaining wall:
1. Pekerjaan Pembersihan Lahan

Pekerjaan pembersihan lahan pada Retaining Wall P9-2 s/d P10 seperti
pembersihan area dari rumput dan batu batu besar, pelaksanaa
pembersihan lahan dilakukan untuk mempermudah proses pengerjaan
Retaining Wall. pembersihan lahan ini menggunakan alat excavator.
Luasnya 105 m, dengan panjang 25 meter dan lebar 4,2 meter .
2. Pekerjaan Galian
Pekerjaan galian pada Retaining Wall P9-2 s/d P10 ini dengan volume
147 m. Pekerjaan galian tanah pada Retaining Wall ini dilaksanakan
dengan menggunakan alat excavator. Excavator berfungsi mengeruk tanah
dengan panjang 25 meter, lebar 4,2 meter dan tinggi 1,4 m.
3. Pekerjaan Lantai Kerja (lean concrete)
Pekerjaan Retaining wall P9-2 s/d P10 ini akan dikerjakan diatas lantai
kerja (lean concrete) bahan dasar semen K125 dengan ketebalan 10 cm
dengan volume perkerjaan 10 m. Pekerjaan lantai kerja retaining wall
P9-2 s/d P10 ini seperti pada Gambar 4.25 berikut:

Gambar 4.26 Pekerjaan Lantai Kerja Retaining wall P9-2 s/d P10
4. Pekerjaan Pembesian Retaining Wall P9-2 s/d P10
a. Section Footing Retaining Wall :

Pembesian pada section footing ini dilakukan dengan volume


4.794,33 kg.
b. Section Wall Retaining Wall :
Pembesian pada section wall yang dilakukan ini memiliki volume
6.987,90 kg.
Maka total pembesian pada section footing dan wall pada Retaining
Wall P9-2 s/d P10 ini adalah 11.782,22 kg. Pekerjaan pembesian ini
seperti pada Gambar 4.26 berikut:

Gambar 4.27 Pembesian Retaining Wall P9-2 s/d P10


5. Pekerjaan Pengecoran Fondasi P9-2 s/d P10
Pengecoran Fondasi untuk Retaining Wall P9-2 s/d P10 ini dilakukan
dengan bahan dasar semen jenis K350 . Pada penghitungan volume
pengecoran pada fondasi ini terbagi dalam 2 bagian:
1. Volume fondasi atas yaitu 80 m
2. Volume fondasi untuk kaki yaitu 7,5 m
Adapun pekerjaan pengecoran fondasi P9-2 s/d P10 ini seperti pada
Gambar 4.28 berikut:

Gambar 4.28 Pengecoran Fondasi Retaining wall P9-2 s/d P10


6. Pekerjaan Pengecoran Wall Retaining Wall P9-2 s/d P10
Pengecoran yang dilakukan pada Retaining Wall P9-2 s/d P10 ini
menggunakan alat Truck Mollen. Bentuk penampang berupa trapesium
dengan ukuran lebar bawah 0,51 m dan lebar atas 0,3 m, tinggi 4,2 m dan
panjang nya 25 m. Pada penghitungan volume pekerjaan pengecoran Wall
ini dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
- Luas penampang trapesium = (0,3 + 0,51)/2 x 4,2 = 1,701 m
- Volume = 1,701 m x 25m = 42,525 m
Adapun pekerjaan pengecoran wall pada Retaining Wall ini seperti pada
Gambar 4.29 berikut:

Gambar 4.29 Pengecoran Wall pada Retaining Wall P9-2 s/d P10
7. Timbunan
Pekerjaan timbunan yang dilakukan pada Retaining Wall ini menggunakan
timbunan biasa. Pekerjaan menggunakan excavator dengan volume
621,625 m. Adapun pekerjaan timbunan ini seperti pada Gambar 4.30
berikut:

Gambar 4.30 Pekerjaan Timbunan Retaining Wall P9-2 s/d P10


d. Pengujian
Adapun pengujian yang dilaksanakan pada Proyek Pembangunan dan
Pelebaran Jalan Soekarno Hatta bypass ini adalah :
1. Uji Sand Cone

Uji sand cone ini biasanya dilakukan pada pekerjaan fondasi bawah dan
fondasi atas jalan yang dilaksanakan pada seluruh pekerjaan base dan
subbase. Pengujian kepadatan dengan menggunakan alat sand cone
(kerucut pasir) yang berjarak maksimal 200 meter antar titik.
Pengujian sand cone bertujuan untuk mengetahui nilai kepadatan dan
kadar air dilapangan.
Peralatan yang digunakan pada pengujian ini antara lain :
a. Plat berlubang yang berukuran 12 x 12 x inchi dengan diameter
lubang 4 inchi.
b. Tabung berisi pasir yang bagian atasnya ditutup corong kalibrasi
(lubang aliran pasir) berdiameter 4 inchi.
c. Peralatan sederhana yang digunakan antara lain palu, paku, pahat,
sendok, kuas dan plastik bening.
d. Baja pelurus 2 inchi.
e. Timbangan manual kapasitas 1 kg dan 10 kg.
Langkah pelaksanaan pengujian sand cone dilapangan adalah
sebagai berikut :
a. Suatu lapisan yang telah dipadatkan (lapis base dan subbase)
dibuat lubang dengan diameter 12cm dengan kedalaman
10 12 cm menyeluruh melalui lapisan tetapi diusahakan
sedapat mungkin jangan mengganggu lapisan yang dibawahnya.
b. Material yang dari dalam lubang dikumpulkan dengan hati-hati,
kemudian ditimbang beratnya.
c. Setelah itu material tersebut diayak dengan menggunakan
saringan No.4 sehingga antara batu dan tanah terpisah, baru
ditimbang.
d. Tanah hasil ayakan tersebut diambil sedikit untuk dilakukan
pengecekan kadar airnya.
e. Sedangkan volume lubang diukur dengan mengisikan pasir
kuarsa dengan menggunakan alat tabung yang diletakkan diatas

lubang tadi sampai gerakan pasir terhenti yang menandakan


lubang sudah terisi penuh.
f. Kemudian menimbang pasir yang masih tersisa dalam tabung,
dengan itu dapat diketahui volume lubang.
g. Kepadatan diperoleh dengan rumus :
Berat isi (gm) = (berat tanah)/(volume lubang)
h. Kadar air diperoleh dengan rumus :
Kadar air (w) = berat isi kering (gd) = gm/(1 + w)
Prinsip pengujian sand cone adalah perbandingan antara berat
material dengan volumenya termasuk rongga. Adapun salah satu
hasil pengujian sand cone ini seperti pada Tabe1 4.1. berikut.

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Sand Cone.


No.

Description

1
2
3

Jug + Cone + Sand (before use) (gr)


Jug + Cone + Sand (after use)
(gr)
Sand in cone + Plate
(gr)
Sand in cone + Hole
(1-23)
Y Sand
(gr/cc)
Hole volume
(m) (4/5)
Weight of Soil
(gr)
Wet Density
(gr/cc) (7/6)
Moisture Content
Weigth of weit soil + pan
(gr)
Weight of dry Soil + pan
(gr)
Weight of pan
(gr)
Weight of water
(gr)
(9-10)

4
5
6
7
8
9
10
11
12

Hole No.
8+600
R
7455
3325
1632,7
2497,3
1,439
1736
3979
2,292
310,9
296,5
62,5
14,4

13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Weight of dry Soil


(10-11)
Moisture Content
(12/3) x 100
Field dry density
(gr/cc) (8/ (1+14)
Bulk sp. Gr (open basis)
Retained 3/4"
Passing 3/4"
Max Dry Density
(gr/cc) UPTD
Corrected D
CI
Opt. Moisture content
UPTD
% Compaction
Remarks :

(gr)
234
(%)
6,14
2,16
(%)
(%)
2,124
2,18
(%)
(%)

7,35
101,67

99,06

2. Uji DCP (Dynamic Cone Penetrometer)


Cara uji merupakan suatu prosedur yang cepat untuk
melaksanakan evaluasi kekuatan tanah dasar dan lapos fondasi
jalan, dengan menggunakan Dynamic Cone Penetrometer.
Pengujian dilaksanakan dengan mencatat jumlah pukulan (blow)
dan penetrasi dari konus (kerucut logam) yang tertanam pada
tanah

karena

pengaruh

penumbuk

kemudian

dengan

menggunakan grafik, pembacaan penetrometer diubah menjadi


pembacaan yang setara dengan nilai CBR.
Peralatan yang digunakan pada pengujian ini antara lain :
Alat penetrometer konus dinamis (DCP) yang terdiri dari tiga
bagian utama satu sama lain yang harus disambung sehingga
cukup kaku.
Langkah pelaksanaan pengujian Dynamic Cone Penetrometer
dilapangan adalah sebagai berikut :

a. Letakkan alat DCP pada titik uji di atas lapisan yang akan
diuji.
b. Pegang alat yang sudah terpasang pada posisi tegak lurus di
atas dasar yang rata dan stabil, kemudian catat pembacaan
awal pada mistar pengukur kedalaman.
c. Mencatat jumlah tumbukan :
1. Angkat penumbuk pada tangkai bagian atas dengan hatihati sehingga menyentuh batas pegangan
2. Lepaskan penumbuk sehingga jatuh bebas dan tertahan
pada landasan.
3. Catat jumlah tumbukan dan kedalaman setiap tumbukan.
3. Uji Core Drill
Uji core drill adalah sebuah uji yang akan membuktikan tebal
dan kepadatan perkerasan yang terdapat dilapangan. Uji ini
dilakukan

dengan

mengambil

beberapa

sampel

dengan

menggunakan alat bor per satuan jarak (sesuai permintaan


konsultan pengawas) dengan variasi posisi yang berbeda tiap
pengambilan sampel (misalkan kiri, tengah, atau kanan). Setelah
sampel didapatkan akan dibawa ke laboratorium untuk
mengukur tebal sampel dan kepadatan lapangan yang terjadi.
Setelah itu data tersebut akan dibandingkan dengan syarat tebal
yang direncanakan.
4. Uji UCS (Unconfined Compressive Strength)
Penggunaan semen sebagai bahan pengikat pengganti aspal pada
perkerasaan lentur juga didasarkan pada nilai ekonomis.
Indonesia dalam penggunaan CTB belum mempunyai standart
tersendiri.

AASHTO

mengisyaratkan

pengujian

UCS

(Unconfined Compressive Strength) pada benda uji berbentuk


silinder diameter 7 cm dan tinggi 15 cm. Benda uji seperti ini

tidak umum dipakai di Indonesia, pengujian UCS (Unconfined


Compressive Strength) menggunakan silinder ukuran 15 cm x 7
cm.

Anda mungkin juga menyukai