Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permasalahan yang sering dihadapi keluarga salah satunya adalah ketika orang tua
yang sudah lansia bepergian jauh tanpa memberitahukan terlebih dahulu kemana
mereka akan pergi. Berdasarkan pernyataan Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila
Farid Moeloek, Sp.M(K) dalam Pembukuan Lokakarya Alzheimer dan Demensia
Lainnya: Menuju Lanjut Usia Sehat dan Produktif di Jakarta pada 10 Maret 2016,
penuaan akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi,
maupun kesehatan. Dari segi kesehatan, semakin bertambahnya usia maka lebih rentan
terhadap berbagai keluhan fisik, baik karena faktor alamiah maupun karena penyakit.
Pertambahan usia dan peningkatan prevalensi penyakit tidak menular merupakan
faktor utama penyebab penurunan fungsi kognitif yang dapat meningkatkan penyakit
Alzheimer dan demensia lainnya pada kelompok lansia.
Menteri Kesehatan menyatakan penurunan fungsi kognitif pada lansia berdampak
pada menurunnya aktifitas sosial sehari-hari menjadi tidak produktif. Hal ini
berdampak pada munculnya permasalahan dalam kesehatan masyarakat dan tentunya
berdampak pada bertambahnya pembiayaan keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Ada sekitar 46 juta jiwa yang menderita penyakit Alzheimer di dunia, dan sebanyak 22
juta jiwa diantaranya berada di Asia. Indonesia sebagai negara berkembang dengan
jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia berhasil membangun upaya kesehatan.
Dampak keberhasilan pembangunan kesehatan antara lain terjadinya penurunan angka
kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta peningkatan angka harapan hidup
penduduk Indonesia. Usia harapan hidup di Indonesia meningkat dari 68,6 tahun
(2004) meningkat menjadi 72 tahun (2015). Usia harapan hidup penduduk Indonesia
diproyeksikan akan terus meningkat, sehingga persentase penduduk lansia terhadap
total penduduk diproyeksikan akan terus meningkat. Berdasarkan hasil Susenas tahun
2014, jumlah lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta orang atau sekitar 8,03% dari
seluruh penduduk Indonesia. Data tersebut menunjukkan peningkatan jika
dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 yaitu 18,1 juta orang atau
7,6% dari total jumlah penduduk.
Demensia Alzheimer adalah gangguan penurunan fisik otak yang mempengaruhi
emosi, daya ingat, dan pengambilan keputusan, dan biasa disebut pikun. Kepikunan
sering kali dianggap biasa dialami oleh lansia sehingga Alzheimer sering kali tidak
terdeteksi. Padahal gejalanya dapat dialami sejak usia muda (early on-set demensia)
dan deteksi dini membantu penderita serta keluarganya untuk dapat menghadapi
pengaruh psiko-sosial dari penyakit ini dengan lebih baik. Penyakit Alzheimer paling
sering ditemukan pada orang tua berusia lenbih dari 65 tahun, tetapi dapat juga
menyerang orang berusia sekitar 40 tahun.
2

Atas dasar permasalahan tersebut, penulis melakukan survey ke Panti Jompo Bakti
Luhur. Dari 10 responden, 80% responden menyatakan suka menggunakan tongkat
dibanding kursi roda karena menurut mereka tongkat lebih enak untuk dibawa jalan
jauh dan lebih ringkas serta praktis. Sedangkan 20% responden lainnya lebih menyukai
kursi roda karena mereka mengalami kesulitan berjalan dan menurut mereka kursi roda
lebih nyaman. Kemudian kami menyampaikan fitur yang ada di produk tongkat kami,
yaitu GPS tracker dan lampu saklar. 90% responden setuju dan sangat antusias pada
produk kami. Mereka menyatakan bahwa GPS sangat membantu karena mereka ingin
bepergian namun selalu lupa arah kemana mereka pergi. Keluarga cemas sehingga
akhirnya tidak memperbolehkan mereka pergi jauh.
Berdasarkan permasalahan dan hasil survey, penulis ingin membantu
menyelesaikan permasalahan yang dihadapi lansia. Lansia sering kali lupa kemana
mereka pergi dan dimana mereka berada. Oleh karena itu, kami mengembangkan suatu
produk tongkat yang biasa digunakan sebagai alat bantu jalan. Tongkat tersebut
dilengkapi dengan fitur yang unik, yaitu GPS tracker dan lampu saklar. GPS tracker
berfungsi untuk melacak keberadaan lansia. GPS akan langsung mengirimkan location
ke smartphone keluarga. Lampu saklar bermanfaat untuk menerangi saat kegelapan
atau saat diperlukan. Saat kondisi gelap, akan memudahkan bagi keluarga maupun
orang sekitar untuk menemukan pengguna tongkat. Produk ini kami beri nama “Smart
Cane”. Tongkat all in one ini mengusung konsep ramah lingkungan. Smart Cane
terbuat dari limbah kayu yang sudah tidak terpakai. Namun kami tetap menjamin
kualitas dan kekuatan tongkat ini. “Smart Cane” didesain seperti tongkat pada
umumnya dengan 4 kaki sebagai penumpu. Hal ini menjamin kekuatan dari tongkat
sehingga mampu menahan berat badan pengguna. Selain itu, “Smart Cane” didesain
simple dan praktis dengan dapat dilipat. Sehingga mudah dibawa kemana-mana dan
tidak menghabiskan tempat.

1.2 Luaran
a. “Smart Cane”
Harapan penulis, “Smart Cane” dapat membawa manfaat bagi para lansia dan
juga keluarganya. Masalah mengenai kepikunan keberadaan bisa diatasi
sehingga resiko tersesat dapat diminimalkan. Selain itu, penulis juga berharap
bahwa dengan adanya “Smart Cane” akan mengurangi jumlah limbah kayu
di Indonesia.

b. Jurnal Ilmiah
Harapan penulis, “Smart Cane” tidak hanya membawa manfaat bagi pemakai
dan keluarganya. Penulis ingin proposal ini dapat menjaga kelestarian
3

lingkungan dan menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya mendaur


ulang limbah untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi sesama.

1.3 Manfaat
Beberapa manfaat yang akan diperoleh bila meggunakan “Smart Cane” adalah:
a. Pengguna “Smart Cane” tidak akan tersesat dan hilang karena keluarga
dapat mengetahui posisi pengguna melalui smartphone.
b. Pengguna “Smart Cane” mudah membawa tongkat untuk bepergian karena
simple dan praktis.
c. Pengguna “Smart Cane” dapat mengurangi jumlah limbah kayu di
Indonesia.
4

BAB II GAMBARAN UMUM RENCANA USAHA

2.1 Gambaran Produk


2.1.1 Nama Produk dan Karakteristik Produk
Produk yang penulis rencanakan bernama “Smart Cane”. Sesuai
dengan artinya, yaitu tongkat pintar. “Smart Cane” memiliki positioning
“helpful and makes elderly life easier”.“Smart Cane” terbuat dari limbah kayu
dengan 4 kaki sebagai penyangga. Dibagian badan tongkat diberi GPS tracker
untuk melacak posisi pengguna. Di bagian pegangan tongkat terdapat saklar on-
off untuk menyalakan dan mematikan lampu. Lampu ditempelkan di bawah
pegangan tongkat. “Smart Cane” dapat dilipat karena terdapat engsel sehingga
mudah untuk dibawa kemana-mana. Berikut adalah gambar prototype “Smart
Cane”.

Gambar 2.1 Contoh Produk “Smart Cane”


2.1.2 Keunggulan Produk dari Pasaran
Tongkat yang selama ini dijual di pasaran belum memiliki fitur GPS
tracker serta lampu. Selain itu, “Smart Cane” merupakan tongkat pertama yang
mengusung bahan yang ramah lingkungan, yaitu limbah kayu. Jadi produksi
“Smart Cane” tidak hanya berdasar atas misi komersial, namun juga
memperhatikan lingkungan.

2.1.3 Kelemahan Produk


Tampilan “Smart Cane” kurang menarik dan eye-catching jika
dibandingkan dengan tongkat pada umumnya. Hal ini dikarenakan “Smart
Cane” terbuat dari kayu sehingga nampak kurang elegant dan tidak up-to-date.
Harga “Smart Cane” kurang bersaing bila dibandingkat dengan tongkat di
pasaran. Hal ini dikarenakan “Smart Cane” merupakan produk baru di pasaran,
sehingga belum bisa berproduksi efisien pada tingkat harga yang rendah.
5

2.2 Target Pasar

2.2.1 Profil Konsumen

Konsumen “Smart Cane” merupakan lansia berusia diatas 60 tahun


yang bertempat tinggal di wilayah Surabaya dan sekitarnya. “Smart Cane” juga
dapat digunakan oleh disabilitas untuk memudahkan dalam berjalan.

2.2.2 Potensi dan Segmentasi Pasar


“Smart Cane” memiliki potensi pasar yang besar karena merupakan
produk pertama yang menawarkan tongkat dengan fasilitas GPS tracker dan
bentuk bisa dilipat. Hal ini akan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi
lansia. Selain itu, “Smart Cane” dapat mengurangi limbah kayu sehingga
membantu mengurangi sampah di Surabaya.

2.2.3 Pesaing dan Peluang Pasar


Persaingan merupakan hal yang wajar dan justru dapat menjadi pemacu
bagi “Smart Cane” untuk mengembangkan produknya. Pesaing “Smart Cane”
belum ada yang memberikan fitur GPS tracker. Namun, “Smart Cane”
mengenakan harga yang lebih tinggi dibanding kompetitor. Kami akan selalu
berusaha untuk menurunkan biaya dengan tetap memperhatikan kualitas.

2.2.4 Media Promosi


Media promosi yang digunakan oleh “Smart Cane” adalah
menggunakan Instagram dan Whatsapp serta bekerja sama dengan berbagai
marketplace seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan Lazada. Hal ini
bertujuan untuk menggapai pangsa pasar yang lebih luas, bahkan sampai luar
Pulau Jawa.

2.2.5 Strategi Pemasaran


Strategi pemasaran yang kami gunakan adalah dengan memberikan
pelayanan sebelum penjualan, pelayanan penjualan, bahkan layanan purna jual
yang baik. Konsumen dapat langsung menghubungi admin melalui contact
person yang tercatat di bio. Admin akan melayani chat 24 jam. Layanan purna
jual berupa garansi selama 1 tahun terhitung sejak tanggal pembelian produk.

2.3 Analisis Biaya


Berikut merupakan analisis biaya dari “Smart Cane”, dimana perhitungan biaya
tersebut dilakukan dengan menggunakan analisis Break Even Point:
6

a. Biaya Perlengkapan : Rp. 3.000.000


b. Biaya peralatan penunjang: : Rp. 1.900.000
c. Biaya perjalanan : Rp. 300.000
d. Biaya lain-lain : Rp. 140.500
e. Perhitungan Harga Pokok Penjualan (HPP) :
Total Biaya
HPP =
Jumlah Produk
5.340.500
HPP =
6
𝐻𝑃𝑃 = 𝑅𝑝. 890.000 /𝑢𝑛𝑖𝑡
f. Harga Jual
Penulis menginginkan profit margin sebesar 50%, sehingga harga jual “Smart
Cane” adalah:
Harga Jual = HPP + (HPP x Profit Margin)
Harga Jual = 890.000 + (890.000 x 50%)
Harga Jual = Rp. 1.335.000 /unit
g. BEP Produksi
Break Even Point dari proses produksi dapat dihitung menggunakan
persamaan:
A x B = (A x C) + 𝐷
Dengan:
A = Jumlah produksi pada keadaan BEP
B = Harga jual per kemasan
C = Biaya variable per produk
D = Biaya tetap
A x 1.335.000 = (A x 400.000) + 900.000
1.335.000 A − (A x 700.000) = 900.000
A = 1.41 𝑢𝑛𝑖𝑡
Dibulatkan menjadi 2 unit
Maka, jumlah produk yang harus dihasilkan untuk mencapai BEP (Break Even
Point) adalah 2 unit. Pencapaian target penjualan tersebut membutuhkan jangka
waktu 3 bulan, dimana penulis minimal harus memproduksi 2 unit “Smart
Cane” setiap bulannya. Dengan demikian, nilai penjualan secara BEP (Break
Even Point) dari “Smart Cane” adalah Rp.2.670.000. Dalam hal ini, keuntugan
yang berhasil diperoleh oleh penulis dapat dihitung dengan cara:

Keuntungan = Total Penjualan − Total Biaya

Keuntungan = 2.670.000 − 1.780.000 = 890.000


7

BAB III METODE PELAKSANAAN

3.1. Metode Pelaksanaan


Untuk merealisasikan produk “Smart Cane”, penulis membagi proses
pembuatan produk menjadi 4 tahapan, antara lain:
1. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan, penulis melakukan pembelian bahan baku,
peralatan, dan perlengkapan mulai dari engsel, kayu, rangkaian
elektronik (lampu), hingga GPS. Pembelian tersebut dilakukan secara
sistematis, yakni melalui fase pengumpulan data supplier, dan pemilihan
supplier. Dalam hal ini, penulis memilih pengrajin yang kompeten,
dengan biaya jasa yang terjangkau, dan supplier yang menjual bahan
baku dengan kualitas yang baik, harga yang terjangkau, dan lokasi yang
tidak terlalu jauh dengan tempat tinggal penulis. Setelah itu, penulis
melakukan pembelian bahan baku, perlengkapan dan peralatan yang
dibutuhkan dalam pembuatan produk. Pada tahap ini, penulis juga mulai
mempersiapkan berbagai media promosi yang meliputi website, dan
akun-akun media sosial untuk memasarkan dan mempromosikan produk
“Smart Cane”.
2. Tahap Pembuatan
Pada tahap pembuatan, penulis akan membagi proses produksi
“Smart Cane” menjadi beberapa tahapan, yang meliputi:
a. Pembuatan design produk “Smart Cane”. Selain membuat
gambaran terkait produk, pada rancangan model tersebut penulis
juga menentukan ukuran setiap komponen produk yang akan
dibuat.
b. Penyerahan design produk “Smart Cane” kepada pihak ketiga
yaitu pengrajin kayu. Pengrajin kayu tersebut bertugas untuk
membuat kerangka dari “Smart Cane” tanpa disertai material
tambahan, seperti GPS, dan rangkaian elektronik (lampu).
c. Melakukan perakitan (assembling), yang meliputi proses
pemasangan GPS dan rangkaian elektronik (lampu), serta
penutup dari rangkaian elektronik.
d. Setelah proses perakitan selesai, penulis melakukan uji coba
terhadap kekuatan “Smart Cane” beserta dengan fitur-fitur yang
terdapat dalam produk. Apabila produk beserta fitur-fitur
tersebut telah berfungsi dengan baik, maka proses pembuatan
produk “Smart Cane” akan dilanjutkan dengan pembuatan
packaging. Namun apabila produk beserta dengan fitur-fitur
tidak berfungsi dengan baik, maka penulis akan melakukan
perbaikan terhadap produk yang telah diproduksi tersebut.
8

e. Pengemasan. Pada proses pengemasan penulis memilih


packaging yang berbahan dasar kardus, dikarenakan kardus
dijual dengan harga yang terjangkau, mudah didapatkan dan
ramah lingkungan. Setelah membeli kardus tersebut, penulis
melakukan design dan mencetak design tersebut pada kardus
agar tampilan packaging menjadi lebih menarik. Selain itu,
penulis juga menambahkan bubble wrap untuk meminimalisir
terjadinya kerusakan produk ketika proses logistik dilakukan.
3. Tahap Pemasaran
Pada tahap pemasaran, penulis akan memasarkan produk “Smart
Cane” menggunakan beberapa media promosi, seperti website, media
sosial (Line, What’s App, Instagram, Facebook, Twitter), dan beberapa
marketplace, seperti Tokopedia, Shopee, Blibli.com, dan OLX. Hal ini
bertujuan untuk memudahkan konsumen dalam menjangkau produk,
dan memperluas pasar. Sebelum memulai pemasaran, penulis
mengambil foto produk “Smart Cane” yang akan digunakan untuk
posting di media sosial, dan platform belanja online. Foto tersebut juga
akan menjadi media promosi agar konsumen yang mengunjungi akun
media sosial dan toko online dari “Smart Cane” dapat mengetahui
bentuk visual dari produk yang penulis tawarkan.
4. Tahap Evaluasi
Pada tahap evaluasi, penulis akan membaca setiap feedback yang
diberikan oleh konsumen sebagai acuan dalam melakukan perbaikan
produk “Smart Cane” kedepannya. Konsumen dapat memberikan
feedback melalui kolom komentar yang terdapat pada website, media
sosial, maupun marketplace. Selain itu, feedback ini tersebut juga dapat
menjadi masukan bagi “Smart Cane” untuk meningkatkan inovasi
produk agar menjadi lebih menarik dan untuk perkembangan produk
kedepannya.
3.2. Strategi Penjualan
Penulis akan menjual produk “Smart Cane” secara offline dan online.
Penjualan secara offline dilakukan di Universitas Surabaya. Sedangkan penjualan
secara online dilakukan melalui website, sosial media, dan marketplace
(Tokopedia, Shopee, Blibli.com, dan OLX). Terkait hal tersebut, penulis lebih
memfokuskan pada penggunaan sosial media karena biaya promosi melalui media
sosial cenderung lebih terjangkau serta promosi dapat dilakukan secara efektif dan
efisien. Target penjualan penulis adalah lansia yang membutuhkan tongkat sebagai
alat bantu dalam berjalan. Maka dari itu, kami juga akan mendonasikan 20%
keuntungan dari penjualan produk “Smart Cane” kepada panti jompo yang
membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan hidup dari para lansia yang berada
pada panti jompo tersebut, salah satunya rumah jompo sosial “Belas Kasih” yang
berlokasi di Batu, Jawa Timur.
9

BAB IV BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

VI.1 Anggaran Biaya


Tabel 4.1 Anggaran kegiatan
No. Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)
1 Alat & Bahan Rp 5.200.000,-
3 Lain-lain Rp 140.500,-
Total Rp 5.340.500,-

VI.2 Jadwal Kegiatan


Berikut merupakan proses pengembangan produk mulai dari perencanaan,
pemasaran, penjualan, serta evaluasi produk “Smart Cane”.

Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan


Bulan
No Kegiatan 1 2 3 4 5
I II I II I II I II I II
1 Pematangan ide dan desain
Pembelian bahan baku,
2
peralatan, dan perlengkapan
Pembuatan media sosial
3
“Smart Cane”
4 Produksi “Smart Cane”
5 Pembuatan video promosi
6 Pemasaran “Smart Cane”
7 Penjualan “Smart Cane”
8 Evaluasi “Smart Cane”
Penyusunan Laporan
9
Keuangan
10

Daftar Pustaka

BPS (2016). Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin di
Provinsi Jawa Timur, 2015. [online] [diakses pada 2 Desember 2019]. Dapat
diakses melalui:
https://jatim.bps.go.id/statictable/2016/07/22/342/jumlah-penduduk-
menurut-kelompok-umur-dan-jenis-kelamin-di-provinsi-jawa-timur-
2015.html

Anda mungkin juga menyukai