Anda di halaman 1dari 45

1

III PEMIKIRAN KENEGARAAN

Perkembangan tentang negara dan ilmu negara (hukum) tidak bersamaan


dengan munculnya negara. Negara lebih dulu ada sekitar abad 17 SM dengan sistem
pemerintahan absolut (Mesir, Babylonia, dan Assyria). Pemikiran tentang negara dan
hukum tidak setua dari adanya negara itu sendiri.
Ilmu kenegaraan menyangkut soal wewenang penguasa, dasar wewenang penguasa
dapat timbul dan berkembang bila susunan kenegaraannya, kemasyarakatannya sudah
mengizinkan adanya kebebasan berpikir dan mengeluarkan pendapat.
Ilmu hanya dapat timbul dan berkembang bila ada kebebasan berpikir dan
mengeluarkan pendapat, sedangkan kebebasan ini sangat tergantung pada cara
bagaimana sistem pemerintahan negara diterapkan.

3.1 Zaman Timur Kuno (Purba)


Tipe negara timur purba ini bersifat tirani, monarkhi dan teokratis, raja berkuasa
penuh atas segala keputusan atau aturan-aturan yang berlaku di kerajaannya tanpa
adanya pertentangan dari masyarakat, penguasa (raja) berbuat sesuai kewenangannya,
raja merangkap sebagai dewa oleh masyarakat. Kekuasaan raja ini bersifat absolut
(mutlak), turun-temurun dan kepemimpinan raja sampai semur hidup.
Ciri pokok Negara-negara timur kuno yaitu negara yang didasarkan atas suatu
paham keagamaan. Jika dilihat dari sudut kekuasaan maka negara timur kuno adalah
absolute, yaitu pemerintahan oleh raja-raja yang berkuasa secara sewenang-wenang.
Tapi dalam kenyataanya raja-raja negara timur kuno justru bertanggung jawab atas
segala keburukan dan kebaikan rakyatnya, hal ini berbeda dengan ajaran negara barat
dengan istilah The King can do not wrong. Berdasarkan pandangan-pandangan ini
dapat dikatakan bahwa ciri pokok dari negara timur kuno adalah theokrasi dan
absolute.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


2

3.2 Zaman Yunani Kuno


Bangsa Yunani adalah sebuah bangsa yang kritis Praktek kehidupan
masyarakat Yunani kuno dalam negara kota (city state) telah menunjukkan struktur
sebuah negara dengan berbagai bentuknya sebelum muncul tokoh-tokoh pemikir
kenegaraan. Masyarakat pada masa itu dibagi menjadi tiga kelas utama, yaitu budak
(slaves), orang asing (foreign or metic), dan warga negara (citizens).
Tipe negara yunani kuno ini bersifat aristokrasi, pemerintahan oleh aristokrat
(cendikiawan), tipe ini mempunyai bentuk negara kota (city state), negaranya kecil
hanya satu kota saja dan dilingkari oleh benteng pertahanan dan penduduknya sedikit,
pemerintahannya bersifat demokrasi langsung (musyawarah). Dalam pelaksanaan
demokrasi langsung rakyat diberikan ilmu pengetahuan oleh aristokrat atau filosof
(cendikiawan) tentang cara menjalankan pemerintahan mereka. Dalam menjalankan
pemerintahannya biasanya rakyat berkumpul di suatu tempat (acclesia) untuk membuat
suatu keputusan (musyawarah).
Ciri utama negara yunani kuno adalah negara kota dan demokrasi langsung. Ini
berdasarkan pemikiran para filsuf bahwa manusia adalah zoon politicon sehingga
mereka merasa bahwa tidak ada gunanya jika tidak hidup bermasyarakat. Tidak hanya
itu mereka juga mengutamakan status activus yaitu aktif terlibat.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


3

3.2.1 Socrates

Gambar 3.2.1 Relief Socrates

Socrates (470 - 399 SM) yang pertama kali membicarakan masalah-masalah


kenegaraan secara sistematis. Socrates menyatakan bahwa tugas negara
adalah mendidik warga negara dalam keutamaannya, yaitu memajukan kebahagiaan
warga negara dan membuat jiwa mereka sebaik mungkin.
Ajaran filosofisnya tidak pernah dituliskannya, melainkan dilakukannya
dengan perbuatan, praktik dalam kehidupan. Dikatakan bahwa Socrates demikian
adilnya, ia tidak pernah berbuat zalim. Ia begitu pandai menguasai dirinya, sehingga ia
tidak pernah memuaskan hawa nafsu dengan merugikan kepentingan orang lain. Ia
demikian cerdiknya, sehingga tak pernah salah dalam menimbang baik dan buruk.
Kebiasaan sehari-harinya berjalan keliling kota untuk mempelajari tingkah
laku manusia dari berbagai segi hidupnya. Ia berbicara dengan semua orang dan
menanyakan apa yang diperbuatnya. Pertanyaan itu pada mulanya mudah dan
sederhana. Setiap jawaban disusul dengan pertanyaan baru yang lebih mendalam.
Tujuan Socrates melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah untuk mengajar orang
mencari kebenaran.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


4

Cara yang dilakukan Socrates adalah untuk membantah ajaran kaum Sofis yang
mengatakan bahwa ‘kebenaran yang sebenarnya tidak akan tercapai’. Oleh karena itu,
tiap-tiap pendirian dapat dibenarkan dengan jalan ‘retorika’. Apabila orang banyak
sudah setuju, maka dianggap sudah benar. Dengan cara begitu pengetahuan menjadi
dangkal. Cara inilah yang ditentang Socrates. Tanya jawab adalah jalan untuk
memperoleh pengatahuan. Itulah permulaan dialektik, artinya bersoal jawab antara dua
orang. Ia selalu berkata, yang ia ketahui hanya satu yaitu bahwa ia tidak tahu.
Socrates diajukan ke pengadilan dengan dua tuduhan dianggap telah menolak
dewa-dewa yang diakui negara dan telah memunculkan dewa-dewa baru; serta ia telah
menyesatkan dan merusak pikiran kaum muda. Ia pun meninggal di penjara sebagai
tahanan.
Dalam mencari kebenaran selalu dilakukan dengan berdialog, dengan cara
tanya jawab. Kebenaran harus lahir dari jiwa kawan yang merupakan lawan bicaranya.
Ia tidak mengajarkan, melainkan menolong seseeorang mengeluarkan apa yang
tersimpan dalam hatinya. Sebab itu, metodenya disebut maieutik, menguraikan.
Karena Socrates mencari kebenaran dengan cara tanya jawab, yang kemudian
dibulatkan dengan pengertian, maka jalan yang ditempuhnya adalah metode induktif
dan definisi. Induksi yang dimaksudkan Socrates adalah memperbandingkan secara
kritis. Ia tidak berusaha mencapai yang umumnya dari jumlah satu-satunya; ia mencari
persamaan dan diuji pula dengan saksi dan lawan saksi. Begitulah Socrates mencapai
pengertian. Dengan melalui induksi sampai pada definisi.
Model mencari kebenaran dengan cara berdialog atau tanya jawab tersebut,
tercapai pula tujuan yang lain, yaitu membentuk karakter. Oleh karena itu Socrates
mengatakan bahwa budi adalah tahu, maksudnya budi-baik timbul dengan
pengetahuan. Budi ialah tahu, adalah inti sari dari ajaran etika Socrates. Orang yang
berpengetahuan dengan sendirinya berbuat baik. Paham etikanya ini merupakan
kelanjutan dari metodenya. Induksi dan definisi menuju kepada pengetahuan yang
berdasarkan pengertian. Dari mengetahui beserta keinsafan moril tidak boleh tidak
mesti timbul budi. Siapa yang mengetahui hukum, mestilah bertindak sesuai dengan

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


5

pengetahuannya. Tidak mungkin ada pertentangan antara keyakinan dan perbuatan.


Oleh karena budi berdasar atas pengetahuan, maka budi dapat dipelajari.
Penjelasan di atas memberikan penegasan bahwa ajaran etika Socrates bersifat
intelektual dan rasional. Oleh karena budi adalah tahu, maka siapa yang tahu akan
kebaikan dengan sendirinya mesti dan harus berbuat yang baik. Apa yang pada
hakekatnya baik, adalah juga baik untuk siapa pun. Oleh karena itu, menuju kebaikan
adalah yang sebaik-baiknya untuk mencapai kesenangan hidup.
Menurut Socrates, manusia itu pada dasarnya baik. Seperti dengan segala benda
yang ada itu ada tujuannya, begitu juga dengan hidup manusia. Keadaan dan tujuan
manusia adalah kebaikan sifatnya dan kebaikan budinya. Socrates percaya akan adanya
Tuhan. Alam ini teratur susunannya menurut ujud yang tertentu.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


6

3.2.2 Plato

Gambar 3.2.2 Relief Plato

Plato dilahirkan di Athena pada tahun 427 SM dan meninggal pada tahun 387
SM pada usia 80 tahun. Ia berasal dari keluarga aristokrasi yang secara turun temurun
memegang peranan penting dalam politik Athena. Sejak usia 20 tahun, Plato
mengikuti pelajaran Socrates dan pengaruhnya demikian kuat, sehingga menjadi
muridnya yang setia. Sampai akhir hidupnya, Socrates tetap menjadi pujaannya.
Tidak lama setelah Socrates meninggal, Plato pergi dari Athena. Mula-mula ia pergi ke
Megara, tempat Euklides mengajarkan filsafatnya. Dari Megara pergi ke Kyrena, di
sana ia memperdalam pengetahuannya tentang matematika kepada Theodoros.
Kemudian, ia pergi ke Italia Selatan dan terus ke Sirakusa.
Karena tuduhan bahwa Plato berbahaya bagi kerajaan, Plato akhirnya ditangkap
dan dijual sebagai budak. Tetapi kemudian, Plato diselamatkan oleh muridnya yang
bernama Annikeris dengan cara dibelinya. Murid-murid Plato yang ada di Athena
mengumpulkan uang untuk menggantinya, tetapi Annikeris tidak mau menerimanya.
Akhirnya uang itu dibelikan sebidang tanah yang selajutnya diserahkan kepada
Plato. Di tanah itulah, dibangun rumah dan pondok-pondok. Tempat itu kemudian
diberi nama ‘Akademia’, yang di bawahnya tertulis “Orang yang tidak tahu
matematika jangan masuk ke sini’. Di tempat itulah, sejak usia 40 tahun, pada tahun

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


7

387 SM sampai meninggalnya dalam usia 80 tahun Ia mengajarkan filsafatnya dan


mengarang tulisan yang terkenal sampai sekarang.
Intisari pemikiran filsafat Plato adalah pendapatnya tentang Idea.
Konsep ‘pengertian’ yang dikemukakan Socrates diperdalam oleh Plato menjadi
idea. Idea itu berbeda sekali dengan ‘pendapat orang- orang’. Berlakunya idea itu tidak
bergantung kepada pandangan dan pendapat orang banyak. Idea timbul semata-mata
dari kecerdasan berpikir.’Pengertian’ yang dicari dengan pikiran adalah idea. Idea
pada hakekatnya sudah ada.
Berpikir dan mengalami menurut Plato adalah dua macam jalan yang berbeda
untuk memperoleh pengetahuan. Pengetahuan yang dicapai dengan berpikir lebih
tinggi nilainya dari pengetahuan yang diperoleh dengan pengalaman. Untuk
menggambarkan hubungan antara pikiran dan pengalaman, Plato menjelaskannya
dengan menyatakan adanya dua macam dunia, yaitu dunia yang kelihatan dan
bertubuh dan dunia yang tidak kelihatan dan tidak bertubuh. Dunia yang tidak
kelihatan dan tidak bertubuh adalah dunia idea, dunia imateril, tetap dan tidak berubah-
ubah.
Idea dalam paham Plato tidak saja pengertian jenis, tetapi juga bentuk dari
keadaan yang sebenarnya. Idea bukanlah suatu pikiran, melainkan suatu realita.
Hubungan antara dunia yang nyata dan dunia yang tidak bertubuh menurut Plato serupa
dengan hubungan konsep ‘menjadi’ dalam pemikiran Herakleitos dengan konsep
‘ada’ dalam pemikiran
Parmenides. Idea menjadi dasar bagi yang ada; dunia atas idea menguasai kenyataan-
kenyataan dalam dunia yang lahir, yang timbul, dan yang lenyap. Semua pengetahuan
adalah tiruan dari yang sebenarnya, yang timbul dalam jiwa sebagai ingatan kepada
dunia yang asal. Di sini jiwa sebagai ‘penghubung’ antara dunia idea dan dunia
yang bertubuh.
Segala pengetahuan adalah bentuk daripada ingatan, demikian kata Plato.
Idea merupakan suatu kesatuan yang di dalamnya terdapat peringkatan derajat.
Idea yang tertinggi adalah idea kebaikan, disusul kemudian dengan idea keindahan.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


8

Pemikiran etika Plato, sama dengan Socrates, juga bersifat intelektual dan rasional.
Dasar ajarannya adalah mencapai budi baik. Budi adalah tahu, oleh karena itu, orang
yang berpengetahuan dengan sendirinya berbudi baik. Sebab itu, sempurnakanlah
pengetahuan dengan pengertian.
Tujuan hidup adalah untuk mencapai kesenangan, tetapi kesenangan hidup di
sini bukanlah memuaskan hawa nafsu. Kesenangan hidup diperoleh dengan
pengetahuan yang tepat tentang nilai barang-barang yang dituju. Di bawah cahaya idea
kebaikan dan keindahan orangharus mencapai terlaksananya keadilan dalam pergaulan
hidup. Antara kepentingan orang-orang dan kepentingan masyarakat tidak boleh ada
pertentangan. Manusia yang disinari oleh idea kebaikan, tidak dapat tidak akan
mencintai kebaikan. Keinginannya tidak lain kecuali naik ke atas. Syarat untuk itu
adalah dengan mengasah ‘budi’. Budi adalah tahu, siapa yang tahu akan yang
baik, tidak akan dan tidakdapat menyimpang dari itu. Siapa yang cinta akan idea,
pasti menuju kepada yang baik. Siapa yang hidup dalam dunia idea, tidak dapat berbuat
jahat. Maka, untuk mencapai budi baik berarti menanam keinsafan untuk memiliki idea
dengan pikiran.
Peraturan yang menjadi dasar untuk mengurus kepentingan umum, menurut
Plato, tidak boleh diputus oleh kemauan atau pendapat orang seorang atau oleh rakyat
seluruhnya, melainkan ditentukan oleh suatu ajaran yang berdasarkan pengetahuan
dengan pengertian. Pemerintahan harus dipimpin oleh idea yang tertinggi, yaitu idea
kebaikan.
Tujuan pemerintahan yang benar adalah mendidik warga negara mempunyai
budi. Manusia memperoleh budi yang benar hanya dari pengetahuan, oleh karena itu
ilmu harus berkuasa di dalam negara. Plato mengatakan bahwa ‘kesengsaraan dunia
tidak akan berakhir, sebelum filosof menjadi raja atau raja-raja yang filosof. Negara
yang ideal harus berdasar pada keadilan. Keadilan adalah hubungan antara orang-orang
yang bergantung pada suatu organisasi sosial’. Sebab itu masalah keadilan dapat
dipelajari dari struktur masyarakat. Oleh karena struktur masyarakat bergantung
kepada kelakuan manusia, maka kelakuan manusia itulah yang harus dibangun

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


9

dan dibentuk melalui pendidikan. Negara, menurut Plato adalah manusia dalam ukuran
besar. Kita tidak dapat mengharapkan negara menjadi baik, apabila kelakuan warga
negara tidak bertambah baik.
Pembagian pekerjaan merupakan dasar untuk mencapai perbaikan hidup dan
jalan bagi tercapainya keadilan. Plato, membagi warga negara ke dalam tiga golongan;
a) Golongan rakyat jelata, yang meliputi petani, pekerja, tukang, dan
saudagar. Mereka merupakan dasar ekoomi bagi masyarakat dan
memiliki hak milik dan berumah tangga.
b) Golongan penjaga atau pembantu dalam urusan negara. Golongan ini
bertugas untuk mempertahankan negara dari serangan musuh, dan
menjamin peraturan dapat berlaku dalam kehidupan masyarakat.
Mereka tidak boleh memiliki harta perorangan dan keluarga. Mereka
tinggal dalam asrama, hidup dalam sistem komunisme yang seluas-
luasnya, meliputi perempuan dan anak-anak. ‘Milik’ bersama atas
perempuan tidak berarti bahwa mereka dapat memuaskan hawa
nafsunya. Hubungan mereka dengan perempuan diatur oleh negara.
c) Golongan pemerintah atau filosof. Mereka terpilih dari yang paling
cakapan terbaik dari kelas penjaga, setelah menempuh pendidikan dan
latihan special untuk tugas tertentu. Tugas mereka adalah membuat
undang-undang dan mengawasi pelaksanaannya. Mereka harus
menyempurnakan budi yang tepat sesuai dengan golongannnya, yaitu
budi kebijaksanaan.
Semua golongan dari semua kelas adalah alat semata-mata untuk kesejahteraan
semuanya. Kesejahteraan semua orang itulah yang menjadi tujuan sebenarnya.
Golongan pengusaha menghasilkan, tetapi tidak memerintah; golongan penjaga
melindungi, tetapi tidakmemerintah; dan golongan cerdik pandai diberi makan dan
dilindungi, dan meereka memerintah.
Pendidikan menjadi urusan yang terpenting bagi negara. Pendidikan anak-anak
dari umur 10 tahun ke atas menjadi urusan negara, supaya mereka terlepas dari

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


10

pengaruh orang tuanya. Dasar yang utama bagi anak-anak adalah olah raga dan musik.
Dari usia 16 smpai 18 tahun diberi pelajaran matematik untuk mendidik jalan
pikirannya. Pada usia 18-20 diberi pendidikan kemiliteran. Setelah mereka bekerja
selama 15 tahun dan memasuki usia 50, mereka diterima dalam lingkungan
pemerintahan dan filosof.
Intisari pandangan Plato tentang negara dilandasi oleh pendapatnya
tentang dunia yang terdiri dari dua macam, yaitu :
a) Dunia cita (ideenwerwld) yaitu “kenyataan sejati” yang ada dalam alam tersendiri
terpisah dari “dunia palsu” dan bersifat immateriil,
b) Dunia alam (natuurwereld) yaitu dunia fana yang palsu dan bersifat materiil.

Sehubungan dengan dunia cita tersebut, maka terdapat tiga jenis cita-cita mutlak,
yaitu:
1 Cita kebenaran (logika)
2 Cita keindahan (estetika)
3 Cita kesusilaan (etika)

Ketiga cita tersebut merupakan pedoman bagi tingkah laku manusia, kerena
ternyata, bahwa manusia itu mempunyai tiga macam kemampuan, yaitu:
1) Pikiran demi mencari kebenaran
2) Resa demi mencari keindahan
3) Kemauan demi mencari kesusilaan

Perilaku manusia dan cita-cita tersebut harus dijalani manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi kebutuhan hidup tersebut manusia tidak bisa
melakukan sendiri, dan sesuai keahliannya masing-masing manusia saling membantu
dengan pembagian tugas masing-masing.
Menurut plato, negara harus dapat memelihara dan merupakan satu kesatuan,
karena merupakan suatu keluarga yang besar. Maka luas suatu negara diukur, supaya

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


11

memungkinkan negara tersebut dapat mengurus kesatuan itu. Karena itu, negara tidak
boleh mempunyai daerah yang luasnya tidak tertentu.
Negara yang ada di dunia ini sifatnya tidak sempurna karena merupakan
bayangan belaka dari negara yang senpuna, yang ada dalam dunia cita itu. Tujuan
negara adalah untuk mencapai, mempelajari, dan mengetahui cita yang sebenarnya.
Masyarakat baru berbahagia bilamana pengetahuannya tidak terbatas kepada bayangan
saja, tapi juga mengenal yang sebenarnya.
Mengenai negara sempurna dan baik itu yang besifat ideal etis diperlukan beberapa
syarat :
1) Negara harus dijalankan oleh pegawai khusus
2) Pemerintah harus ditujukan segala-galanya demi kepentingan umum
3) Harus dicapai kesempurnaan susila dari rakyat

Adapun tiga kelas dalam negara idealestis yaitu;


1) The ruler atau para penguasa
2) The guardians atau para pengawal negara
3) The artisans atau para pekerja

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


12

3.2.3 Aristoteles

Gambar 3.2.3 Aristoteles

Aristoteles lahir di Stageria di Semenanjung Kalkidike, Trasia (Balkan)


pada tahun 384 SM., dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM., di usianya ke-63.
Bapaknya adalah seorang dokter dari raja Macedonia, Amyntas II. Sampai usia 18
tahun ia mendapatkan pendidikan langsung dari ayahnya tersebut. Setelah sang ayah
meninggal, Aristoteles pergi ke Athena dan berguru kepada Plato di Akademia. Dua
puluh tahun lamanya ia menjadi murid Plato. Ia rajin membaca dan mengumpulkan
buku sehingga Plato memberinya penghargaan dan menamai rumahnya dengan
‘rumah pembaca’. Aristoteles sependapat dengan gurunya (Plato), bahwa tujuan yang
terakhir dari filsafat adalah pengatahuan tentang ‘adanya’ (realitas) dan ‘yang umum’.
Ia memiliki keyakinan bahwa kebenaran yang sebenarnya hanya dapat dicapai dengan
jalan pengertian. Bagaimana memikirkan ‘adanya’ itu? Menurut Aristoteles ‘adanya’
itu tidak dapat diketahui dari materi atau benda belaka; dan tidak pula dari pikiran
semata-mata tentang yang umum, seperti pendapat Plato. ‘Adanya’ itu terletak dalam
barang-barang satu-satunya, selama barang itu ditentukan oleh yang umum.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


13

Aristoteles memiliki pandangan yang lebih realis daripada Plato.


Pandangannya ini merupakan akibat dari pendidikan orang tuanya yang
menghadapkannya kepada bukti dan kenyataan. Aristoteles terlebih dahulu
memandang kepada yang kongkrit, yang nyata. Ia mengawalinya dengan fakta-fakta,
dan fakta-fakta tersebut disusunnya menurut ragam dan jenis atau sifatnya dalam suatu
sistem, kemudian dikaitkannya satu sama lain.
Logika. Aristoteles terkenal sebagai ‘bapak’ logika. Logika tidak lain dari
berpikir secara teratur menurut urutan yang tepat atau berdasarkan hubungan
sebab dan akibat. Ia sendiri memberi nama model berpikirnya tersebut dengan nama
‘analytica’, tetapi kemudian lebih populer dengan dengan sebutan ‘logika’. Intisari dari
ajaran logikanya adalah silogistik, atau dapat juga digunakan kata ‘natijah’ daalam
bahasa Arab. Silogistik maksudnya adalah ‘uraian berkunci’, yaitu menarik kesimpulan
dari pernyataan yang umum atas hal yang khusus, yang tersendiri. Misalnya: Semua
manusia akan mati (umum); Aristoteles adalah seorang manusia (khusus); Aristoteles
akan mati (kesimpulan). Pertimbangan ini, yang berdasarkan kenyataan umum,
mencapai kunci keterangan terhadap suatu hal, yang tidak dapat disangkal
kebenaranya.
Pengetahuan yang sebenarnya, menurut Aristoteles, berdasar pada
pembentukan pendapat yang umum dan pemakaian pengetahuan yang diperoleh itu
atas hal yang khusus. Misalnya, ‘korupsi itu buruk’; untuk membuktikan pernyataan
yang sifatnya umum tersebut dapat diperoleh dari kasus yang menunjukkan bahwa
‘korupsi itu ternyata telah merugikan negara dan kesejahteraan warga negara’.
Pengetahuan yang umum bukanlah tujuan itu sendiri, tetapi merupakan jalan untuk
mengetahui keadaan yang konkrit, yang merupakan tujuan ilmu yang sebenarnya.
Pengalaman, menurut Aristoteles, hanya menyatakan kepada kita ‘apa yang
terjadi’; sedangkan pengertian umum menerangkan ‘apa sebab itu terjadi’. Pengertian
ilmiah mencari yang umumnya, karena itu diselidikinya sebab-sebab dan dasar-dasar
dari segala yang ada. Memperoleh pengertian, yaitu menarik kesimpulan atas suatu hal

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


14

yang individual, yang spesifik, yang tersendiri, yang particular, dari yang umum, dapat
dipelajari dan diajarkan caranya kepada orang lain.
Aristoteles membagi logika dalam tiga bagian, yaitu mempertimbangkan,
menarik kesimpulan, dan membuktikan atau menerangkan. Suatu pertimbangana itu
‘benar’, apabila isi pertimbangan itu sepadan dengan keadaan yang nyata. Pandangan
ini sepadan dengan pendapat Sokrates yang menyatakan bahwa ‘buah pikiran yang
dikeluarkan itu adalah gambaran dari keadaan yang objektif.
Menarik kesimpulan atas yang satu dari yang lain dapat dilakukan dengan dua
jalan. Pertama,dengan jalan silogistik, atau disebut juga apodiktik, atau deduksi. Kedua,
menggunakan cara epagogi atau induksi. Induksi bekerja dengan cara menarik
kesimpulan tentang yang umum dari pengetahuan yang diperoleh dalam pengalaman
tentang hal-hal yang individiil atau partikular. Menurut Aristoteles, realitas yang
objektif tidak saja tertangkap dengan ‘pengertian’, tetapi juga sesuai dengan dasar-
dasar metafisika dan logika yang tertinggi.
Dasar metafisika dan logika tersebut ada tiga.
a) Pertama, semua yang benar harus sesuai dengan ‘adanya’ sendiri.
Tidak mungkin ada kebenaran kalau di dalamnya ada pertentangan.
Keadaan ini disebut sebagai hukum identika.
b) Kedua, apabila ada dua ‘pernyataan’ tentang sesuatu, di mana yang satu
meng’ia’kan dan yang lain menidakkan, tentu hanya satu yang benar.
Keadaan ini disebut hukum penyangkalan.
c) Ketiga, antara dua pernyataan yang bertentangan ‘mengiakan dan
meniadakan’, tidak mungkin ada pernyataan yang ketiga. Keadaan
ini disebut hukum penyingkiran yang ketiga.
Menurut Aistoteles, ‘adanya’ yang sebenarnya adalah ‘yang umum’ dan
pengetahuan tentang hal tersbut adalah ‘pengertian’. Dalam hal ini pendapatnya sama
dengan Plato. Adapun yang ditentang dari pendapat Plato adalah adanya perpisahan
yang absolut antara yang umum dan yang khusus, antara idea dan gambarannya,
antara pengertian dan pemandangan, dan antara ada dan menjadi.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


15

Idea, ‘yang umum’, adalah sebagai ‘adanya’ yang sebenar-benarnya, sebab dari
segala kejadian. Ilmu harus menerangkan, bagaimana datangnya hal-hal yang khusus
dan kelihatan itu dari yang umum yang diketahui dengan pengertian. Tugas ilmu adalah
‘menyatakan’, bahwa menurut logika pendapat yang khsusus (dari pengalaman) tidak
boleh tidak datang dari pengetahuan pengertian yang umum.
Metafisika Aristoteles berpusat pada persoalan ‘barang’ (materi) dan ‘bentuk’.
‘Barang’ atau ‘materi’ dalam pengertian Aristoteles berbeda dengan pendapat umum
tentang materi. Barang adalah materi yang tidak mempunyai ‘bangun’, substansi
belaka, yang menjadi pokok segala-galanya. ‘Bentuk’ adalah ‘bangunnya’. Barang atau
materi tidak mempunyai sifat yang tertentu, karena tiap-tiap penentuan kualitatif
menunjukkan bentuknya. Marmer misalnya bukanlah benda, melainkan materi untuk
memperoleh bentuk tertentu seperti tonggak marmer, patung marmer, meja
marmer dan seterusnya.
Barang atau materi adalah sesuatu yang dapat mempunyai bentuk ini dan itu.
Barang atau materi hanya ‘kemungkinan’ atau ‘potensia’. Bentuk adalah pelaksanaan
dari kemungkinan itu, aktualita. Hal ‘yang umum’ terlaksana dalam ’yang
khusus’. Dengan ‘bentuk’pikiran seperti itu, Aristoteles dapat memecahkan masalah
yang pokok dalam filsafat teoritika Yunani, yaitu memikiran ‘adanya’ begitu rupa,
sehingga dari ‘adanya’ dapat diterangkan proses ‘menjadi’ dan ‘terjadi’. ’Menjadi’
adalah pelaksanaan keadaan yang sebenarnya dalam kenyataan. Dipandang dari sudut
tersebut, segala perubahan tak lain dari pembentukan materi, pelaksanaan sesuatunya
yang sudah ada dalam kemungkinan.
Ketika muncul pertanyaan: ‘bagaimana terjadi dari kemungkinan saja satu
pelaksanaan?’. Jawaban Aristoteles adalah ‘dari sebab yang menggerakkan’. Sebab
yang menggerakkan itu adalah Tuhan. Sebab-gerak yang pertama yang immaterial,
tidak bertubuh, tidak bergerak, dan tidak digerakkan, cerdas sendirinya. Sebab-gerak
yang pertama itu adalah Tuhan, Nus. Kepada Tuhan atau Nus itu Aristoteles
memberikan segala sifat, yang diberikan oleh Plato kepada Idea Kebaikan, yaitu tetap

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


16

selama-lamanya, tidak berubah-ubah, terpisah dari yang lain tetapi sebab dari segala-
galanya. Nus ini disamakan pula dengan pikiran murni, pikir daripada pikir.
Semua perubahan itu ada empat sebabnya yang pokok ;
a) ’Barang’ atau ‘materi’ yang memungkinkn terjadi sesuatu atasnya, disebut
sebab-barang.
b) Bentuk, yang terlaksana di dalam barang, sebab-bentuk.
c) Sebab yang datang dari luar, disebut sebab-gerak.
d) Tujuan, yang dituju oleh perubahan dan gerak, disebut seba-tujuan. Misa,
rumah, mesti meliputi empat prinsip di atas. Materi atau barang, adalah seperti
kayu, batu, besi, dan bahan lainnya. Bentuk, adalah pengertian rumah. Sebab-
gerak ialah tukang pembuat rumah. Tujuan adalah rumah yang sudah jadi.
Aristoteles berpendapat bahwa segala yang terjadi di dunia ini adalah suatu
perbuatan yang terwujud karena Tuhan Pencipta alam. Selain itu, bahwa tiap-tiap yang
hidup di ala mini merupakan suatu organism yang berkembang masing-masing
menurut suatu gerak-tujuan. Alam tidak berbuat dengan tidak bertujuan. Oleh karena
itu, Aristoteles dipandang sebagai pencetus ajaran tujuan, teleologi. Aristoteles dengan
pandangannya ini telah meletakkan dasar bagi ‘prinsip perkembangan’.
Filsafat alam, alam meliputi semua yang berhubungan dengan materi dan badan-
badan yang begerak dan diam. Karena waktu merupakan ukuran gerak terhadap yang
dahulu dan yang kemudian, maka waktu menjadi tidak berhingga, tidak ada awalnya
dan tidak ada akhirnya. Lebih dari itu dinyatakan bahwa alam ada untuk selama-
lamanya.
Seluruh alam adalah suatu organisme yang besar, disusun oleh Tuhan penggerak
pertama menjadi suatu kesatuan menurut tujuan yang tertentu.
Dunia tersusun menurut tujuan yang tertentu dengan kedudukan makhluk yang
bertingkat-tingkat. Dalam susunan yang bertingkat itu, yang rendah mengabdi dan
memberikan jasa kepada yang di atasnya. Tanaman memberikan jasa kepada
binatang, binatang kepada manusia, kaum perempuan kepada kaum laki-laki, dan
badan kepada jiwa.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


17

Aristoteles mengemukakan ada tiga jenis jiwa yang berurutan sifat kesempurnaannya.
a) Jiwa tanaman, yang tujuannya menghasilkan makanan dan melaksanakan
pertumbuhan.
b) Jiwa hewan, selain melaksanakan pertumbuhan, jiwa hewan mempunyai
perasaan dan keinginan dan mendorong jiwa sanggup bergerak.
c) Jiwa manusia, yang selain dari mempunyai perasaan dan keinginan juga
mempunyai akal.
Bentuk jiwa yang sesuai bagi manusia menurut Aristoteles adalah roh atau
pikiran. Ia membedakan dua macam roh, yaitu roh yang bekerja dan roh yang
menerima. Apabila roh yang bekerja dapat member isi kepada roh yang menerima,
maka lenyaplah yang kemudian ini. Roh yang bekerja memperoleh bentuknya yang
sempurna. Selain itu, ada yang disebut roh praktis, yaitu roh yang mengemudikan
kemauan dan perbuatan manusia. Berbeda dengan Demokritos dan Plato yang
menyatakan bahwa pusat kemauan terletak di otak, menurut Aristoteles pusat kemauan
itu terletak di hati.
Etika, etika Aristoteles pada dasarnya serupa dengan etika Sokrates dan Plato.
Tujuannya adalah untuk mencapai eudaemonie, kebahagiaan sebagai ‘barang yang
tertinggi’ dalam kehidupan. Hanya saja, ia memahaminya secara realis dan sederhana.
Ia menekankan kepada kebaikan yang tercapai oleh manusia sesuai dengan jenisnya
laki-laki atau perempuan, derajatnya, kedudukannya, atau pekerjaannya. Tujuan
hidup adalah untuk merasakan kebahagiaan. Oleh karena itu ukurannya lebih praktis.
Tujuan hidup bukanlah untuk mengetahui apa itu budi, tetapi bagaimana
menjadi orang yang berbudi. Oleh karena itu, tugas dari etika adalah mendidik
kemauan manusia untuk memiliki sikap yang pantas dalam segala perbuatan. Orang
harus mempunyai pertimbangan yang sehat, tahu menguasai diri, pandai mengadakan
keseimbangan antara keinginan dan cita-cita. Manusia yang tahu menguasai diri, hidup
sebagaimana mestinya, tidak terombang-ambing oleh hawa nafsu, tidak tertarik oleh
kemewahan.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


18

Aristoteles mengambil ajaran jalan tengah. Tiap-tiap budi perangai yang baik harus
duduk sama tengah antara dua sikap yang paling jauh tentangnya, misalnya berani
antara pengecut dan nekat; suka member antara kikir dan pemboros; rendah hati antara
berjiwa budak dan sombong; hati terbuka antara pendiam dan pengobrol.
Ada tiga hal yang perlu dipenuhi untuk mencapai kebahagiaan hidup ;
a) Pertama, manusia harus memiliki harta secukupnya, supaya hidupnya
terpelihara.
b) Kedua, alat yang terbaik untuk mencapai kebahagiaan adalah persahabatan.
c) Ketiga, keadilan. Keadilan dalam arti pembagian barang yang seimbang
sesuai dengan tanggung jawab dan keadilan dalam arti memperbaiki
kerusakan yang ditimbulkan.
Kebahagiaan akan menimbulkan kesenangan jiwa. Kesenangan jiwa ini akan
mendorong seseorang untuk bekerja lebih giat.
Negara, pelaksanaan etika baru akan sempurna apabila dilaksanakan di dalam
negara. Manusia adalah zoon politikon, makhlukn sosial. Ia tidak dapat berdiri sendiri.
Hubungan manusia dengan negara adalah sebagai bagian terhadap seluruhnya. Tujuan
negara adalah mencapai keselamatan untuk semua penduduknya, memperoleh ‘barang
yang tertinggi’, yaitu kebahagiaan. Keadilan adalah unsur negara yang esensil, untuk
mencapai kebahagiaan. Kewajiban negara adalah mendidik rakyat berpendirian
tetap, berbudi baik, dan pandai mencapai yang sebaik-baiknya.
Aristoteles menentang adanya penumpukkan capital pada seseorang. Oleh karena itu
ia mencela profesi pedagang. Ia sangat menentang tukar-menukar dengan cara riba.
Ia bahkan menganjurkan supaya negara mengambil tindakan yang tepat
untuk mepengaruhi penghidupan sosial, dan ukurannya adalah kepentingan yang
sama tengah. Bagi Aristoteles, tiang masyarakat adalah kaum menengah yang berbudi
baik. Menurut pendapatnya, ‘perbudakan adalah cetakan alam’; sebagian manusia ada
yang lahir untuk menjadi tuan dan sebagian menjadi budak yang mengerjakan
pekerjaan kasar. Perbudakan akan hilang apabila sudah terdapat alat otomtis yang
melakukan pekerjaan dengan sendirinya.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


19

Aristoteles mengemukakan tiga bentuk negara ;


a) Monarki atau basilea.
b) Aristokrasi, yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang sedikit
jumlahnya.
c) Politea atau timokrasi, yaitu pemerintahan berdasarkan kekuasaan
keseluruhan rakyat. Dalam istilah sekarang disebut demokrasi.
Dari tiga bentuk negara tersebut, yang terbaik menurutnya adalah kombinasi
antara aristokrasi dan demokrasi. Kombinasi antara aristokrasi dan demokrasi adalah
yang sebaik-baiknya. Dalam pandangan ini ternyata Aristoteles pun mengambil jalan
tengah.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


20

3.2.4 Epicurus (341-270 SM)

Gambar 3.2.3 Relief Epicurus

Teori yang dikemukakan oleh Epicurus adalah teori individualistik. Masyarakat


ada karena adanya kepentingan manusia. Setiap orang pada prinsipnya mencari
keuntungan dan kebaikan bagi diri sendiri (All men are essentially selfish and seek only
their own good). Sehingga yang memiliki kepentingan bukan masyarakat sebagai
kesatuan tetapi manusia-manusia warga masyarakat. Negara juga tersusun atas
kepentingan-kepentingan tersebut/
Pendapatnya menyimpang dari pendapat umum yang terdapat di yunani ada
waktu itu. Sebab, menurut pendapatnya, masyarakat itu ada karena adanya kepentinag
manusia sehingga yang berkepentingan bukanlah masyarakatnya sebagai satu
kesatuan, tetpai manusia-manusia itu yang merupakan bagian dari masyarakat itu.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


21

3.2.5 Zeno (Κ 300 SM)

Gambar 3.2.4 Relief Zeno

Zeno melihat kodrat manusia terletak pada budi manusia yang merupakan zat
hakikat sedalam-dalamnya dari manusia. Sedangkan agama bersifat pantheistisch,
yaitu Tuhan berada di mana-mana. Tuhan merupakan kodrat itu sendiri. Sehingga
kodrat manusia juga merupakan sebagian dari Tuhan itu sendiri. Hukum yang lahir dari
akal budi manusia juga sebagian dari kodrat Tuhan. Karena Tuhan bersifat kekal dan
langgeng, maka hukum juga bersifat kekal dan langgeng. Negara adalah bagian
dari Tuhan yang pantheistich. Sehingga negara tidak perlu dibatasi berdasarkan
wilayah tertentu atau atas dasar nasionalisme yang dipandang emosional dan kolot.
Warga negara tidak perlu mencintai negaranya, namun hanya sekedar mentaati
undang-undang.
Pahamnya mengenai kenegaraan didasarakan pada sifat kosmopolitis, yang
tidak mengenal perasaan kebangsaan, sehinggga negara tidak usah didasarkan pada
perasaan kebangsaan yang merupakan perasaan yang bersifat sentimen dan kolot. Dan
karena setiap orang berpikiran sehat, maka haruslah diusahakan suatu negara yang
meliputi selurauh dunia atau negara yang merupakan negara dunia.
Meskipun demikian oarang tidak perlu mencintai negara, akan tetapi cukup
dengan mencintai dan menaati undang-undang, sebab syarat”cinta” kepada negara
merupakan syarat yang terberat bagi para warganya. Paham Zeno tersebut tidak
terbatas kepada polis seperti pada Plato, Aristoteles serta Socrates, melainkan bersifat
negara dunia sehingga terdapat universalisme yang meliputi seluruh manusia, dan
mengenai batin yang merupakan budi dari manusia itu.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


22

3.2.6 Polybios (204-122 SM) akhir masa Yunani

Gambar 3.2.6 Polybios

Bentuk negara tertua menurut Polybios adalah monarki, yaitu pemerintahan


yang dijalankan oleh satu orang. Namun pemerintahan ini kemudian dijalankan dengan
tidak baik oleh penggantinya (pewarisnya) dengan bertindak semena-mena dan
demi kepentingan sendiri. Negara dengan pemerintahan ini disebut dengan bentuk
negara tirani.
Rakyat memilih dan mengangkat beberapa orang dari kaum cerdik pandai
untuk memerintah, maka muncullah bentuk negara aristokrasi. Pemerintahan
aristokrasi ini kemudian mengalami kemunduran karena kaum cerdik pandai ternyata
kemudian memerintah demi kepentingan sendiri tanpa memperhatikan kepentingan
umum dan hukum yang berlandaskan keadilan. Bentuk negara ini disebut oligarki.
Pemerintahan oligarki yang buruk menimbulkan perlawanan rakyat hingga
memperoleh kemenangan yang kemudian membentuk pemerintahan rakyat.
Pemerintahan ini dipegang oleh dan untuk rakyat, yang disebut bentuk negara
demokrasi. Apabila bentuk demokrasi mengalami kemunduran, karena kemampuan
memerintah yang kurang dari rakyat sehingga muncul kondisi chaos, maka disebut

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


23

bentuk negara okhlokrasi. Pemerintahan okhlokrasi ini menimbulkan keinginan rakyat


untuk adanya perbaikan, kemudian muncul “primus inter pares” seorang warga yang
berani memimpin negara itu, maka bentuk negara kembali menjadi monarki.
Polybios sangat terkenal dengan teori perkembangan pertumbuhan dan
kemerosotan atas bentuk-bentuk pemerintahan dengan memerhatikan faktor-faktor
pisikologi tersebut, yang dinamakan teori perjalanan siklus. Artinya, diantara bentuk-
bentuk pemerintahan satu sama lainnya ada suatu hubungan sebab akibat.

Skema Teori Perjalanan Siklus

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


24

3.3 Zaman Romawi


Tidak banyak terdapat perkembangan pemikiran kenegaraan yang muncul.
Tokoh pemikir yang utama pada masa Romawi yang dikena hingga saat ini adalah
Cicero dan Ulpianus. Seperti halnya, Polybius, Cicero mempercayai teori sejarah
perputaran konstitusi (the historical cycle of constitutions) dan konstitusi yang baik
adalah perpaduan dari beberapa bentuk (the excellence of the mixed constitution).
Konstitusi Romawi dalam pandangannya merupakan yang paling baik dan stabil dari
pengalaman pemerintahan yang pernah ada.
Karena tidak adanya pemikir masa itu, namun rakyat romawi menginginkan
prinsip demokrasi masa Polis Yunani diterirapkan, muncullah doktrin Caesarismus
yang memunculkan Kaesar sebagai penguasa mutlak. Caesarismus adalah model
perwakilan di mana Kaesar menghisap kedaulatan rakyat. Model ini dibenarkan oleh
Ulpianus dengan dalil bahwa kedaulatan rakyat itu diberikan kepada Prinsep atau raja
melalui suatu perjanjian yang termuat dalam undang-undang yang disusun olehnya dan
termaktub dalam lex regina (hukum perdata). Setelah kekuasaan diberikan kepada
Princep, maka rakyat tidak dapat lagi mengambil ataupun meminta
pertanggungjawaban perbuatan Princep.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


25

3.4 Zaman Abad Pertengahan


Abad Pertengahan (479-1492 M) juga dapat dikatakan sebagai “Abad
kegelapan”, karena pada abad ini peran gereja sangat dominan, sehingga sangat
membelenggu kehidupan manusia, ilmu pengetahuan tidak berkembang, sehingga para
ahli fikir tidak bisa bebas dalam mengembangkan pemikirannya. dalam perjalanannya
kita dapat menyelidiki beberapa orang tokoh filsuf yang menyumbangkan
pemikirannya dalam bidang negara dan hukum.
Menurut Herman (2007-27), pada zaman ini dikenal aliran filsafat patristik dan
skolastik berdasarkan Theos. Filsuf terkenal pada masa ini adalah Agustinus (354-43
SM) dan Thomas Aquinas (1225-1275) yang memunculkan ajaran Tomisme. Selain
itu, dikenal juga filsuffilsuf muslim pada zaman keemasan abad pertengahan, yaitu Al-
Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusjd, dan Al-Ghazali yang menunjukkan hubungan
mata rantai dengan sejarah filsafat Yunani (adanya semboyan mitos-logos-theos).
Thomas Aquinas (1225-1227) merupakan murid dari Albertus Agung yang
mengembangkan pemikiran Aristoteles. Filsafatnya adlah theologis yang memadukan
pemikiran Agustinus dan Neo Platomisme dengan mempergunakan pemikiran
Arilstoteles.
Pada zaman ini merurpakan keruntuhan kerajaan Romawi-Barat. Ada yang
menarik pada jaman ini yaitu dengan keberadaan perebutan kekuasaan yang dilakukan
oleh pihak Kerajaan dengan Dewan Greja. Hal ini terjadi akibat teori Teokratis yang
berkembang pada jaman tersebut dimana Kehendak Tuhan dan wewenang raja
berbanding lurus dengan Paus (pimpinan Gereja).
Pada prinsipnya Teokratis merupakan paham dimana terbentuknya negara
merupakan KehendakTuhan yang tidak bisa diganggu-gugat atau dapat diartikan para
cendikiawan dan keadaan sosial masyarakat masih sangat kolot.
Dengan adanya perdebatan yang demikian maka timbulah dua macam hukum :
a) Hukum yang mengatur kenegaraan atau keduniawian.
b) Hukum yang mengatur keagamaan atau kerokhanian.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


26

Di samping itu ada juga dua kodifikasi hukum, yaitu :


1) Corpu Juris (dikeluarkan Raja)
2) Corpu Juris Canonnici (dikeluarkan oleh Gereja / Paus)
Corpu Juris yang telah menjadi kodifikasi ini berisi tentang :
a) Instrument , merupakan sebuah ajaran tetapi mempunyai kekuatan mengikat
seperti Undang-undang.
b) Pandecten, merupakan penafsiran belaka yang dilakukan oleh para sarjana.
c) Codex, merupakan perundang-undangan yang dibentuk oleh kerajaan.
d) Novellen, merupakan tambahan pada suatu peraturan tertentu.

Tipe negara abad pertengahan ini bersifat dualisme antara rakyat dan
pemerintah seperti yang dikatakan Machiavelli kalau negara ini bukan republik pasti
monarkhi. Dimasa Pertengahan inilah peralihan sistem Monarkhi ke sistem Republik
atau Diktator ke Demokrasi. Ada sebagian wilayah yang menginginkan demokrasi itu
hidup seutuhnya ada pula yang menjaga sistem kemonarkhian. Ciri negara pada masa
ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari tipe negara romawi kuno. Pada zaman ini
dikenal pula hukum perdata dan diterima sebagai dasar-dasar bernegara pada abad
pertengahan.
Secara garis besar ciri-ciri negara pada abad pertengahan adalah:\
a) Dualisme, yaitu adanya perlawanan antara penguasa dan yang dikuasai yang
diistilahkan dengan rex (hak raja) dan regnum (hak rakyat)
b) Feodalisme, yaitu penguasa berdasarkan teori patrimonial dari hukum perdata,
dengan berslogan every man must have a lord
c) Perlawanan antara gereja-gereja dan negara yang kemudian melahirkan teori
teokratis dan teori secularisme (yaitu pemerintahan yang meliputi urusan
keagamaan dan kenegaraan).
d) Standenstaats, yaitu sifat negara berdasarkan lapisan-lapisan yang ada dalam
masyarakat misalnya bangsawan, rakyat, kota, gereja. Dari lapisan-lapisan itu

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


27

muncul ide perwakilan yang kemudian dilengkapi dengan teori-teori yang


timbul tentang concili-concili yang diadakan oleh gereja katolik.
Pada teori kenegaraan abad pertengahan ini dijumpai dua aliran yaitu ;
1) Ajaran yang merupakan lanjutan dari absolutisme romawi kuno yang
dibawakan oleh Machiavelli dalam bidang politik kemudian dilanjutkan dengan
bidang yuridis oleh Jean Bodin mengenai teori kedaulatan,
2) Ajaran kaum monarchomachen yang berdasarkan teori kedaulatan rakyat,
sebelum dibelokan menjadi absolutisme melalui Lex-Regia nya negaranya.

Setelah masa jaman pertengahan ini berlangsung, pada akhir perkembanganya


mulai bermunculan cendikiawan yang memberikan teori-teori baru dalam terbentuknya
Negara.

3.4.1 Santo Augustinus

Gambar 3 4 1 Santo Agustinus


Menurutnya penguasa tunggal, monarki, merupakan representasi Tuhan di
dunia. Ia melihat wewenang representasi Tuhan tersebut mesti diikuti oleh rakyat
umum atas dasar nilai kebaikan dan kepatuhan bersama. Augustinus memiliki pendapat
atau teori dimana terjadinya suatu Negara merupakan kehendak tuhan dan raja juga
paus merupakan wakil Tuhan yang memiliki kewenangan tanpa batas. Selanjutnya

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


28

pendapat Agustinus lebih condong kepada Gereja dimana kedudukan Paus lebih tinggi
dari Raja karena negara merupakan alat yang dimiliki Gereja untuk membasmi musuh-
musuh Gereja (Kerajaan Tuhan).
Selanjut ia melihat konsep negara dengan wewenang terletak pada rakyat luas
(demokrasi), sebagai suatu negara yang tidak ideal karena negara demokrasi
merupakan refleksi negara duniawi yang penuh dengan kekacauan, pertikaian, dan
peperangan.Ia menganggap bahwa perbudakan adalah sesuatu yang terjadi secara
alamiah, yang mesti diterima oleh para budak. Perbudakan menurutnya adalah salah
satu upaya untuk menebus dosa.

3.4.2 Jhon Salisbury

Gambar 3.4.2 Jhon Salisbury

Jhon S memberikan pemikiran yang berlawanan dengan Agustinus. Pendapat


dia Gereja seharusnya memberikan kedamaian dan ketentraman pada masyarakat
bukan hanya memberikan kebiadapan dan kebobrokan. Dari segi sosial-etis Jhon
berpendapat bahwa jika masing-masing orang itu bekerja untuk kepentingan sendiri,
maka kepentingan masyarakat akan terpelihara dengan baik. Dari stagemen ini mulai

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


29

muncul “masyarakat” dimana bukan pembicaraan antara penguasa Greja dan Kerajaan.
Jhon S juga mulai memberikan pendapat dimana Raja yang tidak adil merupakan tirani
dan halal untuk dihakimi atau dibunuh, akan tetapi timbul pertanyaan siapa yang harus
mengawasi Raja? Pemikiran ini belum dapat terjawab pada jaman pertengahan tetapi
gagasan ini akan sangat berarti pada perkembangan pemikiran berikutnya.

3.4.3 Thomas Aquinas

Gambar 3.4.3 Thomas Aquinas

Dalam tulisannya De Regimine Principum memiliki pandangan mengenai


Negara,yaitu :
1. Negara bersifat hierarki, dimana ada yang memerintah, menata pemerintahan
dan ada yang mentaatinya. Dalam hubungannya dengan kekuasaan Tuhan,
tujuan akhir hidup manusia adalah kesenangan dan kebaikan terhadap Tuhan,
maka contoh dari kekuasaan Tuhan di dunia ini adalah pemuka agama, paus,
petrus,dll.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


30

2. dalam mencapai semua kebaikan untuk mencapai kebahagiaan bersama, maka di


lakukan tukar menukar terhadap sesama untuk memperoleh keuntungan.
3. Manusia adalah kebahagiaan abadi, maksudnya adalah tuntutan agar setiap
manusia mendahulukan kesejahteraan umum daripada memntingkan
kepentingan individu dan harus taat terhadap negara.
4. Negara memiliki fungsi spiritual keagamaan yang sakral.
5. Negara, merupakan bayangan sempurna kekuasaan dari kerajaan Tuhan, dan
kekuasaan negera bersifat subordinatif terhadap kekuasaan Tuhan. Ketika negara
sebagai lembaga social-teologis membuat suatu UU (lex humana) maka negara
tidak boleh melampaui kewenangan yang diberikan oleh Tuhan. 8. Thomas
Aquinas mengatakan bahwa masyarakatlah yang menjadi pemimpin bagi suatu
bangsa. Mereka berhak menentukan pemerintahan. Ia melihat kekuasaan
pemerintahan dari dua sisi yaitu kuasa ada sejauh berasal dari Yang Mutlak
(Sang Pencipta) dan berasal dari rakyat.
6. Adapun bentuk negara yang ideal menurut Aquinas adalah :Monarki, menurut
Thomas adalah bentuk negara yang terbaik.
Konsep negara yang digagas oleh Thomas Aquinas didasari dari
argumennya tentang hukum alam. Manusia, dijelaskan oleh Aquinas, sebagai
seorang individu yang hidup dalam alam bebas sehingga memungkinkan juga
mengalami dan menyelesaikan setiap tantangan dan kekacauan. Hal tersebut dapat
dilakukan oleh manusia karena, menurut Aquinas, manusia adalah makhluk yang
paling unggul dibanding dengan makhluk lainnya. Penalaran, intelegensi, dan akal
budi (reason) yang menjadikan manusia dapat menyelesaikan tantangan dan
kekacauan yang terjadi di dalam alam bebas, terlebih sebagai modal untuk
memenuhi berbagai macam kebutuhan hidup. Hal ini berbeda dengan makhluk
lainnya yang hanya diberi kemampuan insting (instinct) belaka. Keunggulan
manusia yang lainnya yakni ia yang bersifat sosial dan politis. Bagi Aquinas,
manusia membutuhkan interaksi dan kerja sama dengan manusia lain untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal tersebut yang disebut oleh Aquinas bahwa

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


31

manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (man is a social and political
animal). Sifat-sifat alamiah manusia inilah yang kemudian menjadi gagasan
Aquinas dalam tesisnya akan eksistensi negara.
Dalam pandangannya akan kehidupan manusia, Aquinas juga melihat
adanya hukum yang mengatur. Hukum alam (natural law) adalah satu gagasan dari
Thomas Aquinas yang menjelaskan bagaimana kehidupan manusia dalam
kehidupan di dunia diatur.
Kembali lagi ke dalam keunggulan yang dimiliki manusia sebagai makhluk yang
unggul. Hukum alam merupakan hukum yang lahir dari kegiatan akal dan budi
manusia yang dituntun oleh Tuhan, di mana Tuhan memiliki partisipasi dalam
Hukum yang Abadi yang mewujudkan diri dalam rasio makhluk hidup. Inilah yang
menjadi ciri khas pemikir zaman skolastik di mana alam pikiran manusia masih
sangat terikat oleh ikatan doktrin keagamaan, dalam hal ini adalah Katolik Roma.
Dirincikan lebih lanjut oleh Aquinas bahwa hukum alam teraplikasi dalam
kemampuan di mana manusia mengenal apa yang baik dan apa yang jahat.
Menurutnya, sesuatu yang baik adalah yang sesuai dengan kecenderungan alam
dan harus dilakukan oleh manusia. Sebaliknya, sesuatu yang jahat adalah sesuatu
yang tidak sesuai dengan hukum alam. Bentuk inilah yang mengingat setiap
masyarakat, sehingga Aquinas memandang perlu suatu sistem yang mengatur dan
memuat prinsip-prinsip hukum alam tersebut.
Dalam perkembangannya, manusia membutuhkan lembaga sosial manusia
yang paling tinggi dan luas yang berfungsi menjamin manusia untuk memenuhi
kebutuhan fisiknya yang melampaui kemampuan lingkungan sosial yang lebih
kecil seperti desa dan kota. Di situlah yang menjadi alasan terbentuknya negara. Ia
dipandang bukan hanya sebagai saran pengikat masyarakat politik, namun juga
sebagai lembaga yang menjamin manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Aquinas merincikan lebih lanjut bagaimana bentuk negara yang ia cita-
citakan. Baginya, negara merupakan bagian integral dari alam semesta sehingga
negara juga memiliki sifat dan karakter yang serupa dengan semesta. Negara juga

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


32

dicita-citakan Aquinas berbentuk hierarki, di mana yang berada di atas memiliki


fungsi untuk memerintah, menata, membimbing, dan mengatur yang berada di
bawah atau lebih rendah.
Gagasannya akan negara memang tidak berbeda jauh dengan apa yang digagas
Aristoteles. Setidaknya hal tersebut dapat terlihat kesamaannya antara Aquinas
dengan Aristoteles ketika menyangkut jumlah penguasa (satu orang/beberapa
orang/banyak orang), dan tujuan yang hendak dicapai oleh negara (negara
dipandang memiliki tujuan untuk kepentingan penguasanya atau kepentingan dan
kesejahteraan umum (bonum commune).
Setidaknya Aquinas menggagas empat bentuk negara.
a) Monarki.
Negara dengan bentuk ini akan diperintah oleh satu orang dengan tujuannya
yakni mencapai kebaikan dan kesejahteraan umum (bonum commune).
Namun Aquinas tak mengingkari bahwa negara dengan bentuk monarki
seperti ini memungkinkan terjadinya penyimpangan ke arah tirani, yakni
munculnya penguasa tunggal yang hanya memikirkan keuntungan sendiri
sebagai tujuan negara dan bertindak bengis.
b) Aristokrasi.
Bentuk ini menekankan kepemimpinan negara yang dipegang oleh
golongan bangsawan (aristokrat) dan bertujuan untuk mencapai kebaikan
dan kesejahteraan umum (bonum commune). Namun, tak menutup
kemungkinan hal tersebut dapat menyimpang. Semula yang digagas yakni
kepemimpinan oleh sekelompok bangsawan, namun bergeser menjadi
orang-orang yang memiliki kekayaan berlimpah yang justru memimpin
kendali negara. Hal tersebut justru dipandang Aquinas sebagai hal yang
berbahaya. Karena, selain akan terbentuknya kesenjangannya yang semakin
luas (golongan borjuis dan proletariat), akan terjadi pula di mana para
pemimpin tersebut akan menindas rakyat melalui sektor ekonomi karena
mereka yang memiliki kekayaan.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


33

c) Timokrasi atau politea.


Pada bentuk ini dijelaskan bahwa negara bertujuan untuk mencapai
kebaikan bersama yang tercapai jika pemimpinnya terdiri dari banyak
orang. Sedangkan sebaliknya, ketika negara dipimpin beberapa orang,
bentuk tersebut dinamakan Aquinas sebagai bentuk negara
demokrasi. Bentuk negara ini, jika tidak diawasi dengan baik, akan
berdampak pada munculnya negara Tirani. Sehingga, dalam negara yang di
mana dipimpin oleh banyak atau beberapa orang, rakyat penting untuk
melakukan kontrol atas jalannya pemerintah tersebut.
d) Demokrasi.
Bentuk negara di mana terdapat hak kontrol dari warga masyarakat kepada
pemerintah yang sedang berjalan.
Dari berbagai penjelasan berbagai bentuk negara, Aquinas menyebutkan
bahwa negara dengan penguasa tunggal yang menjadi bentuk negara terbaik. Hal
tersebut dilandasi berbagai faktor, seperti sinergisitas dengan hukum alam yang
sudah Aquinas jabarkan. Hukum tersebut menuntut bahwa alam selalu diperintah
oleh satu pengendali. Berlawanan dari hal tersebut, tirani dianggap oleh Aquinas
sebagai bentuk negara yang paling buruk. Begitu juga dengan demokrasi, walaupun
Aquinas masih bisa memaklumi keburukannya jika dibandingkan dengan Tirani
karena dalam demokrasi tidaklah ditemukan terjadinya penyelewengan kekuasaan
yang dilakukan oleh satu orang, berbeda dengan tirani.
Aquinas merincikan lebih lanjut berbagai faktor yang harus dijalankan
ketika negara monarki, yang dianggap paling baik oleh Aquinas, dijalankan;
a) Pentingnya pemilihan pemimpin yang dilakukan oleh pemimpin-
pemimpin masyarakat yang dipilih berdasarkan kompetensi dan
kualitasnya yang baik. Hal tersebut bertolak belakang dengan tradisi
yang terjadi di zaman Thomas Aquinas di mana pemimpin hanya dipilih
berdasarkan keturunan darah. Hal tersebut dinilai Aquinas dapat
mengecilkan peluang atau potensi pemimpin menjadi penguasa tirani.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


34

b) Pentingnya membatasi kekuasaan dari penguasa yang sudah terpilih. Hal


tersebut harus dilakukan karena Aquinas kerap kali melihat bahwa
penguasa tunggal yang memiliki kekuasaan yang besar dan tak terbatas
justru melakukan penyimpangan di dalam negara. Maka penting bagi
Aquinas untuk terlaksananya pembagian kekuasaan dalam sistem
pemerintahan.

Walaupun pada prinsipnya masih berpendapat condong kepada Teokratis akan tetapi
mulai meninggalkan paham Teokratis. Thomas juga membagi hukum menjadi 4
golongan :
1) Hukum Abadi, hukum yang berakar dalam jiwa Tuhan
2) Hukum Alam
3) Hukum Positif, hukum soal kedunawian.
4) Hukum Tuhan, kumpulan wahyu-wahyu yang membimbing manusia kea rah
kesucian dan sebagai pelengkap hukum positif.

3.4.4 Marsiglio di Padua (Marsilius)

Gambar 3.4.4 Marsiglio di Padua (Marsilius)

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


35

Marsilius merupakan pemikir yang mulai memikirkan subyek Negara juga


merupakan peran serta dari masyarakat atau individu-individu secara jelas, bukan lagi
merupakan bentuk kekuasaan absolute oleh seseorang atau lahirnya Negara yang
merupakan kehendak Tuhan (Teokratis)
Pendapat yang terkenal adalah “terbentuknya Negara itu sebenarnya berdasarkan
perjanjian antara orang-orang, yang hidup bersama guna menyelengarakan
perdamaian.”

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


36

3.4.5 Plotinus

Plotinus
Dikenal dengan Neoplatonisme, aliran yang berupaya menggabungkan
ajaran Plato dan Aristoteles dikenal dengan sebutan neoplatonisme, yang merupakan
puncak terakhir dalam sejarah filsafat Yunani.aliran ini bermaksud menghidupkan
kembali filsafat Plato. tetapi itu tidak berarti bahwa pengikut-pengikutnya tidak
dipengaruhi oleh filsuf-filsuf lain, seperti Aristoteles misalnya dan aliran Stoa. ajaran
plotinus tentang negara tidak begitu banyak ditemukn dalam referensi sejarah. Ia hanya
mengatakan Bahwa seseorang adalah wajar memenuhi tugas-tugasnya sebagi warga
negara sekalipun ia tidak tertarik pada masalah politik.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


37

3.5 Zaman Renaissance

Masa Zaman ini selalu dipertentangkan dengan zaman pertengahan. Tokoh-


tokoh pada zaman ini antara lain adalah ;
1) Niccolo Machiavelli
2) Jean Bodin
3) Aliran Monarchomachen

3.6 Zaman Modern


Tipe negara Abad Modern ini berlaku asas demokrasi, yang dimana tampuk
pemerintahannya bercabang dari rakyat, dianut oleh paham negara hukum, susunan
negaranya kesatuan dan didalam Negara hanya ada satu pemerintahan yaitu,
pemerintahan pusat yang mempunyai wewenang tertinggi.
Sifat pokok pada Negara modern adalah tipe negara hukum, sebagaimana dirumuskan
oleh kaum borjuis illegal yaitu Negara hukum yang demokratis. Menurut ajaran
Rousseau jika hanya demokrasi dalam suatu Negara maka peluang untuk absolute
demokrasi sangat besar sebab bagaimanapun juga suara terbanyak akan absolute dan
minoritas selalu tertindas. Guna menjaga Negara demokrasi yang menimbulkan
kekuasaan absolute maka diberikan unsure Negara hukum yang nerfungsi membatasi
Negara demokrasi.
Dengan demikian ciri pokok Negara demokrasi yang berdasarkan hukum adalah:
a) Kekuasaan tertinggi bersumber dari rakyat dengan demikian menimbulkan
pemerintahan dari rakyat.
b) Negara demokrasi
c) Sistem dan lembaga perwakilan

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


38

Paham yang menghadirkan unsur hukum dalam menjaga demokrasi itu adalah
konstitusionalisme. Dengan demikian dari semua tipe-tipe negara itu terdapat ciri-ciri
yang pokok yaitu:
a) Negara Timur Kuno : teokrasi yang absolute
b) Negara Yunani Kuno : negara kota dan demokrasi langsung
c) Negara Romawi Kuno : permulaan berciri primus inter pares kemudian
berubah menjadi raja-raja absolute.
d) Negara Abad Pertengahan : teokrasi, feudal dan dasar dualisme dalam
negara.
e) Negara Modern : kedaulatan rakyat, demokrasi, sistem dan lembaga
perwakilan.

3.6.1 Thomas Hobbes ((1588-1679 M)

Gambar 3.6.1 Thomas Hobbes

Thomas Hobbes lahir di Inggris pada 5 April 1588 dan meninggal pada 4
Desember 1679. Ia adalah seorang anak pendeta. Hobbes dibesarkan oleh saudara
ayahnya dan pernah belajar di perguruan tinggi Oxford, tetapi ia merasa bahwa
pendidikan di perguruan tinggi ini kurang member manfaat. Waktu Hobbes lahir Ratu

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


39

Elisabeth I sedang menundukkan golongan Katolik dengan kejam, Irlandia dan


Skotlandia ditaklukkan. Keadaan ini semakin meluas di bawah pemerintah raja-raja
dari keluarga Stuart yang menggantikannya. Inggris semakin terpecah karena
pertentangan antara Gereja Anglikan resmi dan golongan Katolik, dan antaran raja
dengan parlemen. Keadaan itu dikonstatir oleh Hobbes, dan sunguh pun ia tidak ikut
dalam percaturan politik itu, tetapi memperagakan kehadirannya dalam bentuk tulisan
yang mengandung buah pikiran tentang masyarakat dan negara.
Pada mulanya Hobbes tidak melibatkan diri dalam pergolakan-pergolakan yang
terjadi. Kedudukannya pada masa itu adalah sebagai sekretaris seorang bangsawan.
Karena itu ia memperoleh kesempatan untuk mengelilingi Eropa dan berkenalan
dengan tokoh-tokoh filsafat dan ilmuan. Kemudian ia terjun dalam percaturan politik,
sebagai seorang pembela dari hak-hak pemerintah raja Inggris. Dalam tahun 1640
ketika kedudukan Charles I sudang goncang, Hobbes terpaksa Hobbes melarikan diri
de Perancis. Selama di Perancis ia menjadi guru Charles, putra Inggris putra Cherles I
yang kemudian menjadi raja Charles II. Di samping itu ia berhasil menulisnya dua
karyanya yang menyebabkan ia terkenal dilapangan filsafat Negara dan ukum yaitu De
Cive, tentang warga Negara pada tahun 1642, Leviatan diterbitkan pada tahun 1651.
Leviatan merupakan karya Hobbes yang utama tentang Negara yang diperluas dari
gagasan pokok yang telah dikemukakannya sembilan tahun sebelumnya dalam buku
De Cive. Buku tersebut mengandung filsafat negara yang paling menantang,
konsepnya berani, argumentasinya taat azas dan kesimpulannya tidak kenal
kompromi. Karena itu sangat menarik perhatian para pembaca. Setelah ia meninggal
buku tersebut ditempatkan di daftar buku terlarang baik oleh Gereja Katolik maupun
Gereja Anglikan. Hobbes menggabarkan Negara sebagai makhluk raksasa dan
menakutkan yang menggelitimasikan diri karena hanya kemampuannya untuk
mengancam.
Dalam merekayasa negara Hobbes mempergunakan paham perjanjian oleh pihak
negara. Negara berasal dari suatu perjanjian bebas antara individu-individu yang
belum bermasyarakat. Sebelum perjanjian sosial ada, manusia diandaikan hidup dalam

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


40

keadaan pra masyarakat atau state of nature, kondisi di mana terdapat kebebasan
mutlak dari setiap individu (absolute freedom). Manusia berada dalam kedudukan yang
sama, dan melakukan berbagai cara untuk membela haknya. Mereka berada dalam
situasi persaingan. Akibatnya individu-individu saling curiga mencurigai dan bersikap
bagaikan serigala terhadap manusia lainnya (homo homini lupus).
Teori perjanjian sosial ada karena state of nature dianggap tidak layak lagi, sebab lebih
banyak kerugiannya daripada kebaikan. Untuk itu perlu ada negara yang mengatur
kesejahteraan untuk semua. Segera bertugas mengatur masyarakat sehingga
masyarakat tidak lagi punya kebebasan mutlak. Jadi pembatasan kebebasan untuk
kepentingan bersama.
Menurut Hobbes bila tidak ada negara, maka manusia akan punah, negara
didirikan untuk menjamin eksistensi manusia. Akan tetapi setelah tercipta, maka
penguasa politik (negara) mempunyai kekuasaan mutlak (absolute power).
Kemutlakan wewenang negara dimaksudkan agar manusia dapat hidup tentram, teratur
dan damai.
Sifat mutlak negara menyebabkan apa yang harus dianggap adil ditentukan
negara. Negara punya wewenang penuh untuk menetapkan apa yang buruk dan apa
yang baik, dan sebagainya. Di samping itu negara tidak punya kewajiban untuk
memberikan pertanggungjawaban tindakannya. Hal ini bisa terjadi karena individu-
individu telah menyerahkan semua haknya pada negara. Adanya absolute power
menjadikan negara Hobbes benar-benar sebagai Sang Leviathan.
Hobbes menggambarkan negara sebagai yang menakutkan untuk menjadikan
masyarakat taat. Ancaman negara sedemikian rupa akan dapat menghentikan
kekacauan antara manusia, sebab taat berarti hidup, sedangkan membangkang berarti
mati. Kelemahan konsepsi negara Hobbes terutama terletak pada tidak adanya lembaga
kontrol, karena pembatalan terhadap penyalahgunaan kekuasaan hanya tergantung dari
kesadaran penguasa. Di samping itu kekuasaan negara hanya berdasarkan perasaan
takut warga negara (rakyat). Negara yang hanya mendasarkan kemampuan untuk
mengancam, secara struktural rapuh sifatnya dan negara mustahil bisa bertahan lama.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


41

Menurut Hobbes, pada dasarnya dalam kondisi alamiah, sebelum terbentuknya


suatu negara dan kekuasaan superior, manusia cenderung bertindak sebebas mungkin
dan berusaha mempertahankannya dengan cara menguasai orang lain. Kehendak untuk
dapat memepertahankan kebebasan mereka pada dasarnya didorong oleh kehendak
mereka untuk menyelamatkan diri mereka masing-masing. Dengan adanya persaingan
untuk dapat menyelamatkan diri mereka masing-masing, konflik antar manusia tidak
dapat dihindari. Oleh karena itu menurut Hobbes, kondisi manusia secara alami tidak
ada yang namanya kepemilikan, keadilan ataupun ketidakadilan, dan yang ada
hanyalah peperangan, kekuatan dan penipuan dalam usaha menyelamatkan diri mereka
masing-masing. Keinginan atau hasrat yang dimaksud Hobbes adalah kekuasaan,
kekayaan, pengetahuan dan kehormatan, sementara keengganan yang dimaksud adalah
hidup sengsara dan mati. Selain itu, juga dengan cara setiap anggota masyarakat saling
membuat kesepakatan untuk melepaskan hak-hak mereka dan kemudian disalurkan
pada beberapa orang atau lembaga untuk dapat dijalankan dengan baik tanpa
menimbulkan benturan. Semakin kompleksnya persaingan antar manusia yang terjadi,
semakin meningkatkan keengganan manusia untuk sengsara dan mati. Sehingga pada
kondisi alamiah, manusia dengan akalnya berusaha untuk saling menghindari
peperangan yang terjadi sebagai akibat benturan.
Selanjutnya yaitu kekuasaan yang tertib dan kuat adalah kekuasaan yang berada
dibawah satu orang yang diberikan kedaulatan oleh rakyatnya. Setelah rakyatnya
memberikan hak-haknya pada sang penguasa, rakyat tidak dapat lagi menarik hak
tersebut apalagi mendapatkan hak tersebut kecuali sang penguasa memberikannya.
Dengan kondisi yang demikian, rakyat akan tertib karena takut akan kekuasaan di luar
kontrak yang dijalankan karena rakyat tidak dapat menggangu-gugat. Kondisi inilah
yang sebenarnya oleh Hobbes disebut sebagai kontrak sosial.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


42

3.6.2 John Locke (1632-1704 M)

Gambar 3.6.2 John Locke

Locke sebenarnya juga bertolak dari pengandaian keadaan alamiah manusia.


Bagi Locke manusia secara alamiah adalah baik dan bebas untuk menentukan dirinya
dan menggunakan miliknya dengan tidak tergantung pada hak orang lain. Ia percaya
bahwa dalam absolute freedom tersebut tidak ada absolute chaos, dan state of war ala
Hobbes tidak sama dengan state of nature Locke berpendapat bahwa : manusia adalah
makhluk sosial, digerakkan oleh ration bukan nafsu. Manusia punya kalkulasi dengan
tidak sembarang membunuh, dan merugikan orang lain. Ada hukum alam, di mana
orang tidak boleh mengambil lebih dari pada apa yang dibutuhkannya.
Setelah lahirnya ekonomi uang, maka bats alamiah tersebut menjadi hilang.
Sifat iri dan memusuhipun muncul. Keadaan alamiah berganti menjadi keadaan perang,
state of war. Masyarakat yang dikuasai ekonomi uang tidak akan dapat bertahan lama,
tanpa pembentukan negara yang akan menjamin milik pribadinya. Dengan demikian
negara didirikan untuk melindungi hak milik pribadi.
Kebebasan yang diciptakan Locke adalah kebebasan hak miliki (materialistis
sekularistis). Oleh karena negara sebagai pelindung makan pengawasan terhadap
penguasa politik sangat penting. Untuk itu, berbeda dengan Hobbes, Locke
mengadakan pembagian kekuasaan dalam negara menjadi tiga Badan, yaitu kekuasaan
legislatif (kekuasaan politik tertinggi yang bertugas membuat Undang-undang).

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


43

Pelaksanaan Undang-undang diserahkan kepada Badan eksekutif, dan masalah urusan


luar negara pada kekuasaan federatif.
Kelemahan yang tampak adalah Locke belum mencantumkan Badan pengawas
bagi terselenggaranya Undang-undang dengan baik dan lancar, yang kemudian dikenal
dengan Badan yudikatif. Pemikiran Locke ini disempurnakan kelak oleh Montesqieu
dengan Trias politiknya yang terkenal itu. Fungsi Badan Yudikatif terutama untuk
mencegah salah satu Badan di atas menjadi terlalu kuat dan menghancurkan
masyarakat.
Locke juga memisahkan antara agama dan negara pemisahan ini disebabkan
oleh berbedanya wewenang negara itu dengan wewenang agama. Wewenang negara
adalah bidang kehidupan duniawi, sedangkan wewenang agama adalah membimbing
manusia di jalan keselamatan kekal. Namun persoalannya tidaklah sesederhana
demikian, sebab adakalanya agama turut mengimplikasikan diri pada sikap-sikap dan
tuntutan-tuntutan yang menyangkut segala dimensi kehidupan, termasuk hidup
bernegara. Akibatnya hubungan agama dan negara oleh liberalisme itu menjadi
dangkal, tidak realistik, dan ideologis. Di samping itu, hak asasi dasar yang
dicanangkan Locke pun akhirnya tampak lebih menguntungkan golongan borjuis, agar
kebebasan berusaha dan untuk mengakumulasikan modal terjamin.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


44

3.6.3 Roun-Jacques Rousseau (1712-1778 M)

Gambar 3.5.3 Roun-Jacques Rousseau

Rousseau memandang manusia alamiah sebagai orang hidup polos, mencintai


diri secara spontan. Ia bebas dari segala wewenang lain dan secara hakiki sama
kedudukannya. Kepolosan alamiah ini menjadi hilang setelah terjadi proses
pemasyarakatan manusia. Manusia adalah makhluk sosial yang untuk menjamin
kebutuhan hidup bermasyarakat. Adanya dilema tersebut melahirkan pemikiran bagi
Rousseau untuk menunjukkan beragama negara seharusnya supaya manusia di
dalamnya tetap bebas dan alamiah.
Rousseau percaya bahwa negara sebagai kehendak umum (volonte generale),
yaitu kehendak bersama semua individu yang mengarah pada kepentingan bersama,
kepentingan umum. Itu berarti kehendak negara oleh kehendak rakyat. Ketaatan
kepada negara berarti juga menaati diri mereka sendiri. Oleh sebab itu Rousseau
menganut paham negara Republik.
Bagi Rousseau manusia memasukkan diri seluruhnya ke dalam negara. Negara
itu total karena identik total dengan rakyat. Negara adalah kehendak rakyat sendiri, ia
menolak adanya lembaga perwakilan rakyat, berdasarkan pemikiran tersebut,
Rousseau merupakan pendukung demokrasi langsung. Undang-undang dibuat dalam
pertemuan seluruh rakyat. Permasalahan yang timbul, adalah bagaimana cara

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019


45

pelaksanaan demokrasi langsung dalam negara yang berpenduduk banyak. Hal ini
ternyata kurang kesewenangan, yaitu kehendak umum diidentikkan dengan kehendak
dan mayoritas, sehingga tampak golongan minoritas diabaikan dan dicap sebagai orang
yang belum sadar. Minoritas akhirnya dipaksa menyesuaikan diri, dan kalau tidak mau,
akan dihancurkan. Walaupun demikian Rousseau telah berjasa dalam melahirkan
negara republik, sebagai urusan seluruh masyarakat. Kegagalan demokrasinya
terutama pada keinginannya untuk mencapai identitas total antara kehendak rakyat dan
negara. Konsekuensi keinginannya itu membuka kemungkinan bagi kekuasaan total
atas rakyat.

Ilmu Negara Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai 2019

Anda mungkin juga menyukai