UNTAD
NIM: B40118224
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Plato dan Aristoteles adalah pemikir pada masa Yunani, yang dibesarkan pada
peradaban Yunani. Aristoteles dikenal sebagai pemikir emperis-realis berbeda dengan
Plato yang berfikir utopis dan idealis. Bisa jadi pemikiran Aristoteles adalah bentuk
protes terhadap pemikiran dan gagasan Plato. Aristoteles adalah murid dari Plato,
sementara Plato sangat dipengaruhi pemikirannya oleh Socrates, baik gagasan, ide
dan nilai-nilai yang disampaikan oleh Socrates, semuanya ditulis oleh Plato dalam
bentuk buku, terutama karyanya yang fenomenal sampai sekarang.( Widagdo,2015)
Keterkaitan antara hukum kekuasaan dan demokrasi pada masa Yunani, bisa dilacak
dari cerita cerita turun temurun atau tradisi lisan, serta peninggalan artefak atau bukti
lain yang masih bisa dilacak. Meski tidak lengkap, yang jelas persoalan hukum,
kekuasaan dan demokrasi, telah dilaksanakan di era, zaman atau masa Pra Socrates
Demokrasi dan kekuasaan saling terkait erat, sebab cita-cita tertinggi negara hukum
adalah berlakunya atau terlaksananya demokrasi. Demokrasi adalah inti setiap negara
hukum. Hukum dipergunakan untuk melegitimasi kekuasaan, agar kekuasaan tersebut
bisa diakui, sebaliknya hukum dipergunakan untuk mengontrol kekuasaan agar tidak
bertentangan dengan demokrasi. Penguasa tidak bisa mempergunakan kekuasaannya
dengan semena-mena tanpa dasar hukum atau atas nama demokrasi
Kebebasan dan demokrasi sering dipakai secara timbal balik, tetapi keduanya tidak
sama. Demokrasi sesungguhnya adalah seperangkat gagasan dan prinsip mengenai
kebebasan, tetapi juga mencakup seperangkat prosedur (hukum) dan praktek
(kekuasaan) yang terbentuk melalui sejarah panjang dan sering berliku-liku.
Salah satu unsur penegak demokrasi adalah negara hukum. Konsepsi negara hukum
mengandung pengertian, bahwa memberikan perlindungan hukum bagi warga negara
melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak dan penjaminan Hak
Asasi Manusia (HAM). Terminologi politik yang dominan dalam suatu negara
hukum adalah pemilu, demokrasi dan kekuasaan. Ada kaitan erat antara hokum dan
kekuasaan. Hukum dan kekuasan ibarat dua sisi sekeping uang logam, di mana ada
hukum, disitu ada kekuasaan. Demikian juga dengan demokrasi. Demokrasi
merupakan elemen penting yang menjadi cita-cita setiap negara yang mengatas
namakan negara hukum.
Bagaimana konsep negara dan hukum menurut Socrates, Plato dan Aristoteles.
1.3 Tujuan
Untuk mengkaji secara mendalam tentang konsep negara dan hukum menurut
Socrates, Plato dan Aristoteles.
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
Dalam logika klasik (Logika Aristoteles), dikenal istilah silogisme atau proses
bernalar. Silogisme Kategoris adalah struktur suatu deduksi berupa suatu proses logis
yang terdiri dari tiga bagian, dan masing-masing bagiannya berupa pernyataan
kategoris (pernyataan tanpa syarat). Tegasnya menurut Socrates negara ideal atau
masyarakat ideal itu lebih dikendalikan oleh kaidah-kaidah agama dari pada kaidah-
kaidah hukum.
Socrates berpendapat, bahwa dalam mencari kebenaran itu ia tidak memikir sendiri,
melainkan setiap kali berdua dengan orang lain, dengan jalan tanya jawab. Orang
yang kedua itu tidak dipandangnya sebagai lawannya, melainkan sebagai kawan yang
diajak bersama-sama mencari kebenaran.Aristoteles melihat keadilan dari sudut hak,
sedangkan Plato memandangnya dari sudut kewajiban. Ini merupakan perbedaan
yang jelas ketika keadilan merupakan hak maka dibutuhkan hukum yang tegas agar
hak tersebut dapat terjaga dengan baik
Kelebihan teristimewa yang dimiliki manusia adalah mampu berpikir (berakal); dan
itu yang membedakannya dengan makhluk-makhluk lainnya. Potensi itulah yang oleh
Socrates, Plato, dan Aristoteles, yang dikenal dengan julukan The Gang of
Three, tunjukkan semasa hidup.
Pada hakekatnya, semua manusia di dunia ini memiliki tujuan hidup dari masing-
masingnya. Tujuan yang demikian ini tak pernah lepas dari apa yang diperbuatnya
dalam tindakan, entah dalam taraf individu atau pun kelompok sosial.
Dengan tujuan itu pula, manusia pada akhirnya menjadi yang “seutuhnya”: memiliki
kebebasan dalam taraf kemanusiaannya. Hal itu tentu saja didapati dari hasil berpikir
dari waktu ke waktu; apa yang dahulu dianggap mustahil, sekarang bisa dilakukan.
Untuk mengetahui dari mana semua itu bermula, menarik kiranya menyimak sejarah
mengenai bagaimana kemampuan berpikir manusia itu terus berkembang dari masa
ke masa. Bahwa pengetahuan itu semakin hari semakin bertambah seiring
berkembangnya perjalanan hidup seorang manusia.
Dalam hal ini, ada beberapa tokoh yang begitu dikenal sebagai pemikir di zamannya,
yakni mereka yang biasa dikenal dengan sebutan The Gang of Three: Socrates, Plato,
dan Aristoteles. Ketiga pemikir ini dianggap berperan dominan dalam membentuk
pola pikir orang-orang Barat.
Dari ketiganya, Socrates, Plato, dan Aristoteles, merupakan guru sekaligus murid.
Mereka juga hendak memperlihatkan bagaimana peran seorang guru dan juga peran
seorang murid. Dalam hal ini, murid tak selamanya harus mengekor pada guru, begitu
pun guru tak selamanya harus memaksakan kehendak kepada sang murid. Semuanya
berlanjut pada hasil berpikir yang kritis, tidak turun dari langit secara tiba-tiba (taken
for granted), melainkan hasil dari pergulatan dan pergumulan pemikiran dengan
realitas kehidupan sehari-harinya.
A. Socrates
Tahun 469 SM Socrates seorang filsuf terkemuka lahir. Socrates sangat kritis dan
mempertahankan kebenaran tentang segala sesuatu. Tidak mudah percaya pada
kebenaran dan kebajikan begitu saja tanpa melakukan penyelidikan. Sehingga akal
sangat penting dan digunakan secara terus menerus untuk meragukan dan bertanya
dan selalu bertanya sampai kebenaran dan kebajikan benar-benar dipahami. Sifat dan
metode pencarian kebenaran yang dilakukan oleh Socrates inilah yang disebut
skeptisisme. Sebagai filsuf pencari kebenaran hakiki, Socrates bertentangan dengan
kaum Sofis dan penguasa negara. Ia mengecam kaum Sofis karena mencari
keuntungan dari pengajaran mereka, mengutamakan kepentingan praktis dari teori,
mengabaikan metafisika maupun filsafat terlalu mengutamakan retorika serta
demagogi politik. Karena dianggap sesat dan menyesatkan masyarakat oleh penguasa
politik dan konspirasi kaum Sofis maka Socrates dijatuhi hukuman mati dengan
meminum racun, 399 SM. Kematiannya tragis karena ia dijatuhi hukuman mati tanpa
bisa membela dirinya di pengadilan.
B. Plato
Atas dasar itulah Plato melihat pentingnya lembaga pendidikan bagi kehidupan
negara. Hal ini mendorong Plato untuk mendirikan sekolah atau akademi
pengetahuan. Pendapat Plato bahwa negara ideal adalah negara yang penuh kebajikan
di dalamnya maka yang berhak menjadi penguasa dalam negara adalah orang yang
mengerti sepenuhnya mengenai prinsip kebajikan yaitu seorang rajafilsuf (The
Philosopher King). Raja filosof ini dianalogikan oleh Plato sebagai seorang dokter
yang memahami gejala penyakit di tengah-tengah masyarakatnya serta mampu
memberikan penawar atau solusi bagi penyakit tersebut.9 Plato tidak membatasi kelas
penguasa dan pembantu penguasa itu musti laki-laki, perempuan pun mendapatkan
kedudukun yang serupa untuk bisa menjadi seorang raja filosof.
Plato juga menegaskan bahwa munculnya negara karena adanya hubungan timbal
balik dan rasa saling membutuhkan antara manusia. Adanya perbedaan bakat dan
kemampuan baik bagi masyarakat karena akan menciptakan saling ketergantungan
dalam arti positif di antara anggota masyarakat. Dengan bakat dan kemampuan yang
berbeda maka setiap orang akan memproduksi barang dan jasa yang berbeda untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Sehingga memungkinkan terjadinya.
Negara Ideal menurut Plato adalah sebuah negara yang berdasarkan prinsip larangan
kepemilikan pribadi dalam hal harta, uang, keluarga, anak dan istri. Hal ini disebut
Robert Nisbet ‘nihilisme sosial’. Nihilisme Sosial menurut Plato menghindarkan
negara dari berbagai pengaruh erosif dan destruktif yang pada akhirnya akan
menciptakan disintegrasi negara kota.
C. Aristoteles
Salah satu karya besar Aristoteles dalam bidang pemikiran ketatanegaraan yang
monumental adalah Politics. The Athenian Constitution, merupakan kumpulan
kuliah-kuliahnya di Lyceum dan membahas konsep-konsep dasar dalam ilmu politik
yaitu asal mula negara, negara ideal, warga negara ideal, pembagian kekuasaan
politik, keadilan dan kedaulatan, penguasa yang ideal, konstitusi, revolusi kaum
miskin dan uraian tentang tata cara dalam memelihara stabilitas negara.
Menurut Aristoleles kemunculan negara tidak dapat dipisahkan dari watak manusia.
Manusia merupakan zoon politicon artinya makhluk berpolitik. Karena watak
tersebut maka terciptanya negara adalah untuk aktualisasi watak manusia tersebut.
Selanjutnya Aristoteles juga menganalogikan manusia sebagai sebuah organisme.
Negara lahir dalam bentuk sederhana kemudian tumbuh dan berkembang menjadi
dewasa dan kemudian hancur dan tenggelam dalam sejarah. Keluarga merupakan unit
persekutuan terendah dan yang tertinggi adalah negara.
Aristoteles juga mengeluarkan gagasan tentang kriteria sebuah negara idel. Negara
yang ideal menurut Aristoteles adalah ukuran atau luas wilayah tidak terlalu luas dan
terlalu kecil. Negara terlalu kecil dianggap sulit untuk mempertahankan diri
sedangkan negara yang terlalu luas mudah dikuasai oleh negara lain. Sehingga dari
segi ukuran negara ideal adalah seperti polis atau city state. Hal inilah yang
menyebabkan Aristoteles berbeda pendapat dengan Alexander Agung yang ingin
memperluas negara berbentuk Imperium.
Negara adalah lembaga politik yang memiliki tujuan untuk mensejahterakan seluruh
warga negaranya. Tujuan negara sama dengan tujuan manusia yaitu agar manusia
mencapai kebahagiaan (cudai-monia). Maka negara bertugas untuk mengusahakan
kebahagiaan para warganya.13 Negara yang baik adalah negara yang sanggup
mencapai tujuan-tujuan negara sedangkan negara yang buruk adalah negara yang
gagal melaksanakan cita-cita itu. (pureklolon, 2020)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Socrates berpendapat, bahwa dalam mencari kebenaran itu ia tidak
memikir sendiri, melainkan setiap kali berdua dengan orang lain, dengan
jalan tanya jawab.
2. Plato berpendapat bahwa keindahan yang sesungguhnya terletak pada dunia
ide. Ia berpendapat bahwa Kesederhanaan adalah ciri khas dari keindahan, baik
dalam alam semesta maupun dalam karya seni.
3. Dalam logika klasik (Logika Aristoteles), dikenal istilah silogisme atau
proses bernalar.
4.
3.2 Saran
Saran saya semoga jauh lebih baik lagi
DAFTAR PUSTAKA