Anda di halaman 1dari 4

PLATO DAN KEPEMIMPINAN POLITIK

Oleh : Gili Argenti


Pengajar FISIP Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA), Mahasiswa
Program Studi Doktor Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (UNPAD).
(Sumber : https://www.bantentribun.com/bicara/pr-031493353/plato-dan-kepemimpinan-politik)

Menurut Rapar (2002) Plato sebenarnya memiliki nama asli Aristokles, kata Plato
sendiri merupakan nama julukan, sebab ia memiliki dahi dan bahu sangat lebar,
dari kekhasan fisik akhirnya Aristokles memperoleh julukan Plato artinya si lebar.

Selain dikenal sebagai filsuf atau pemikir, Plato menjadi pelopor pendirian institusi
pendidikan atau sekolah. Plato dimasa hidupnya membeli sebuah lahan sangat
luas bernama Grove of Academus (Hutan Academus), ditempat ini kemudian Plato
mendirikan sekolah bernama akademi mengajarkan filsafat dan penelitian.

Akademi menurut Lavine (2003) menjadi cikal bakal lembaga perguruan tinggi
atau universitas pada abad pertengahan serta di abad modern. Istilah civitas
akademika lazim digunakan menyebutkan sekelompok manusia yang terlibat
dalam berbagai aktivitas pendidikan tinggi dan penelitian ilmiah, sebenarnya
bermula dari kata Academus yang dikembangkan oleh Plato

Plato (429-347 SM) merupakan salah satu filsuf dari kota Athena, tepatnya lima
abad sebelum masehi. Pemikiran filsafat Plato memiliki kontribusi penting dalam
perkembangan ilmu pengetahuan terutama ilmu politik. Salah satunya mengenai
konsep kepemimpinan atau kekuasaan politik.

KEKUASAAN POLITIK
Kekuasaan sendiri artinya kemampuan seseorang untuk mempengaruhi perilaku
orang lain, sehingga orang lain bertindak sesuai dengan keinginan seseorang
tersebut (Budiardjo, 2009).

Kekuasaan politik memiliki peran besar dalam menentukan arah kebijakan negara,
melalui kekuasaan besar dimiliki, seorang penguasa berusaha mengendalikan
perilaku warga negara melalui aparatur represif, agar menuruti dan mentaati
segala titah dan perintah dari sang penguasa. Syarat perintah yang harus ditaati
tentunya membawa kemaslahatan dan kebaikan, sedangkan perintah membawa
keburukan serta berdampak kejahatan bagi jalannya roda pemerintahan tidak
perlu dituruti, bahkan harus dikritisi dan ditolak sebagai bentuk kemandirian
masyarakat sebagai entitas civil society.

Begitu strategisnya peran sang penguasa dalam menentukan arah masa depan
sebuah negara, Plato membuat beberapa kriteria khusus harus dimiliki sang
penguasa. Bagi Plato penguasa atau jabatan pemimpin tidak sembarangan
diberikan kepada seseorang secara bebas, terdapat beberapa syarat-syarat mutlak
yang melekat harus dipenuhi seseorang sebelum menjadi penguasa politik.

KONSEP PEMIMPIN POLITIK PLATO


Pemikiran filsafat politik Plato dinarasikan dalam berbagai karya tulisnya seperti
Dialogue, Republic dan Apologia.

Menurut Suhelmi (2007) pemikiran plato dilatarbelakangi oleh situasi Athena yang tidak
stabil setelah mengalami penyerangan oleh Sparta. Negara Kota Athena menerapkan
sistem demokrasi akhirnya hancur dan porak-poranda akibat serangan brutal Negara Kota
Sparta, salah satu negara kota terkuat di Yunani Kuno, menerapkan sistem aristokrasi
militer, memiliki kebijakan bahwa semua warga negara ialah tentara yang bisa digerakan
secara massif kapan saja untuk berperang menyerang negara kota lain.

Pemikiran politik Plato merupakan jawaban atas kehancuran tanah kelahirannya akibat
invasi dari negara lain, maka tidak heran pemikiran filsafat politiknya mencita-citakan
bentuk pemerintahan ideal. Pemerintahan bisa keluar dari keterpurukan dan kegagalan
pengelolaan elit. Jadi inti dari gagasan Plato bagaimana pemerintahan ideal bisa terbentuk
menuju pemerintahan kuat, adil, setara, dan sejahtera.

Untuk mewujudkan pemerintahan ideal menurut Plato sang penguasa atau kepala negara
haruslah dipimpin oleh seorang filsuf (cerdik pandai atau cendikia), artinya posisi
penguasa tidak terbuka bagi semua orang, hanya orang bijak, pandai, dan berwawasan
luas yang pantas menduduki singgasana kekuasaan.

Mengapa Plato sangat mengagungkan filsuf berhak menjadi pemimpin atau penguasa?
Plato memiliki keyakinan setiap orang tidak mengetahui apa yang terbaik bagi hidup
mereka, orang paling mengetahui persoalan hidup adalah filsuf. Kaum cendikia ini dinilai
Plato memiliki pengetahuan luas, sehingga mampu menentukan arah kebijakan tepat dan
cepat, dari berbagai permasalahan muncul ditengah-tengah masyarakat.

Setelah terpilih pemimpin dari kalangan filsuf, menurut Plato (Sanjaya, 2016) sang
penguasa yang memimpin negara harus melakukan beberapa tindakan politik,
diantaranya : Pertama, penghapusan kepemilikan privat bagi dirinya, tidak boleh memiliki
kekayaan, supaya tidak terjadi konflik kepentingan. Kedua, rumah sang penguasa dibuat
oleh rakyat, serta mudah diakses dengan mudah, sehingga setiap orang bisa datang
kapanpun melakukan konsultasi. Ketiga, kebutuhan penguasa berserta pejabatnya
disediakan (gaji) oleh rakyat, supaya terjadi kontrak politik, sehingga penguasa bisa
dituntut bila mengabaikan aspirasi warga negaranya.

KONTEKTUALISASI PEMIKIRAN PLATO


Pemikiran filsafat politik Plato mengenai kepemimpinan atau kekuasaan politik memang
ditulis berabad-abad lampau, teks pemikiran dari Plato tentunya ditunjukan untuk
menjawab tantangan zaman ketika ia hidup. Tetapi teks tertulis hakikanya bisa ditafsirkan
secara kontektual.

Beberapa pemikiran Plato secara tidak langsung menjadi inspirasi kehidupan politik
modern. Misalnya ketika proses pemilihan seorang pemimpin negara diberbagai negara
demokrasi modern, diadakan debat antar kandidat, tujuannya agar publik bisa menilai
penguasaan calon penguasa mengenai berbagai persoalan ditengah-tengah masyarakat,
calon penguasa dalam debat kandidat dituntut memiliki penguasaan wawasan dan
pengetahuan luas, sehingga rakyat bisa melakukan penilaian siapa pantas menduduki
kursi kekuasaan.

Berikutnya sang penguasa ketika menjadi pemimpin politik, dirinya seutuhnya menjadi
milik rakyat, ia tidak boleh memiliki orientasi politik untuk kepentingan pribadi, ketika
menjadi penguasa sebenarnya kontrak politik sudah terjadi antara dirinya dengan rakyat.
Artinya sang penguasa mutlak harus merealisasikan apa menjadi keinginan dari para
pemilihnya, tidak boleh mengecewakan apalagi melanggar kesepakatan bersama.

Dari narasi singkat pemikiran politik Plato kita bisa menarik kesimpulan, konsep filsafat
politiknya mengenai kepemimpinan politik memiliki nilai moralitas politik baik, masih bisa
kita pelajari, kaji, dan dipraksisikan dalam kehidupan politik modern.

DAFTAR PUSTAKA
1. J.H. Rapar. 2002. Filsafat Politik Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiavelli
(Jakarta : Rajawali Press).
2. Lavine,T.Z. 2003. Plato Kebajikan Adalah Pengetahuan. (Yogyakarta : Penerbit
Jendela).
3. Suhelmi, Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat. (Jakarta : Gramedia Pustaka
Utama).
4. Sanjaya, Martin, 2016. Sejarah Pemikiran Politik Klasik Dari Prasejarah Hingga
Abad Ke-4 M. (Tangerang : Marjin Kiri).

Anda mungkin juga menyukai