Anda di halaman 1dari 3

Nama : Pranantha Dertha Leo

NIM : 235040207141001
Kajian Ringkas Mengenai
Negara Meritokrasi dalam Filsafat Politik Plato

Kalau sebuah negara (meritokrasi?) yang bisa berkuasa atau menjadi pejabat
hanya orang-orang yang memiliki kekayaan harta dan benda, saya pastika yang
tidak memiliki kekayaan harta dan benda hanya akan menjadi pesuruh atau kuli.

Kenapa korupsi selalu menjadi seperti agenda utama para pejabat? banyak
yang mengatakan karena modal politik sangat mahal untuk melabel diri sebagai
pejabat, dengan demikian harus mengembalikan modal atau mengumpulkan modal
untuk kompetisi selanjutnya.

Mari berfilsafat membicarakan pikiran plato. Segala hal yang muncul sebagai
pertanyaan harus dicurigai, sebelum menanyakan negara yang baik itu seperti apa
sih ? harus tau kebaikan itu apa sih ? kebaikan itu yang kayak gimana sih ? barulah
kita bisa menyambung dengan pertanyaan selanjutnya, negara yang baik itu apa
sih ? orang-orang berbendera palu arit lantang bersuara bahwa negara yang baik ya
komunisme, “sama rata tak ada kelas diantara kita”. Si paling liberal dan kapitalis
membalas, “idealnya tujuanmu itu hanya membuat kita mirip ternak, membuat orang
malas berkompetisi”.

Saat-saat seperti inilah perang adu mulut dan argument akan terjadi, hingga
perang senjata paling ampuh pun akan diluncurkan demi membela apa yang mereka
yakini seperti tingkah blok Barat dan Timur waktu perang dingin. Jutaan tentara dan
sipil tewas.

Kekhawatiran akan lebih muncul ketika sebuah negara dikuasai oleh elite –
elite feodal yang tak punya integritas. Elite yang tak punya rasa malu, mengemis
suara dikala menjelang pemilihan lalu membuan muka setelah disumpah. Apalagi
bila isinya hanya rebutan kekuasaan, rebutan kursi.

Lalu publik menyimpulkan tentang negara Meritokrasi, yang dimana sebuah


negara akan lebih menekankan kepantasan kepada seseorang untuk menempati
suatu posisi dalam suatu organisasi atau negara. Dalam hal kepantasan ini diartikan
sebagai potensi atau kualitas seorang individu yang mumpuni tanpa memandang
latar belakang, etnis, atau status sosial mereka apalagi relasi keluarga.

Pernah sekali plato mengatakan dalam bukunya Politeia (Republic) :

Hanya jika para filosof menjadi raja dalm negara, atau jika mereka
yang kita sebut raja dan penguasa menjadi filsuf, dan jika kekuasaan
dan filsafat menjadi satu ditangan yang sama, maka barulah negara
dan juga kemanusiaan dapat terbebas dari segala kekacauan.

Terkesan congkak saat kita membaca tulisan Plato itu, pemimpin harus
paham segala hal tentang filsafat, artinya harus seorang filsuf yang mnjadi
pemimpin. Mungkin kita perlu menganalisa lebih dingin lagi untuk konteks pemikiran
Plato ini.

Filsafat hari ini dengan filsafat Yunani kuno sudah sangat berbeda, filsafat
zaman dulu mencakup semua ilmu pengetahuan. Sekarang beda, filsafat dengan
sains saja sudah dipisah

Pemerintahan zaman plato hidup, terbagi menjadi tiga Lembaga yakni


assembly, konsul, dan mahkamah. Ketiga ini mirip seperti legislative, yudikatif, dan
eksekutif tetapi rakyat dapat memegang langsung ketiga lembaga ini. Jadi siapapun
bisa membuat kebijakan. Demikian plato berpikir bahwa dalam hal ini kurang efektif
karna semua orang bisa ikut-ikutan meski dengan pengetahuan yang minim.

Maka dari itu plato menulis dalam bukunya Politeia:

Apa yang hendak kita cari adalah suatu pola ideal tentang apakah
keadilan dan ketidakadilan itu pada dirinya dan menggambarkan
seandainya memang ada, seperti apakah orang yang dengan
sempurna dikatakan sebagai adil dan seperti apakah orang yang tidak
adil itu.

Dengan mengarahkan pandangan kita pada suatu model, maka kita


dapat melihat bahwa semakin kita mendekati kesempurnaan itu, maka
kita juga mengambil bagian yang semakin besar darinya. Bukankah
tujuan kita itu untuk membuktikan bahwa dalam praktiknya model ideal
itu dapat terwujud?

Artinya, plato memakai keahlian sebagai prasyarat untuk sebagai pemimpin, bukan
pengusaha kaya raya atau relasi keluarga tetapi karena dia adalah seorang
negarawan.
Reference

https://nalarpolitik.com/negara-meritokrasi-dalam-filsafat-politik-plato/

Anda mungkin juga menyukai