Anda di halaman 1dari 8

BAB IX

ETIKA POLITIK

A. PENDAHULUAN

E
tika Politik merupakan cabang filsafat yang sudah sangat tua,
kehadirannya bisa disejajarkan dengan kelahiran etika itu sendiri
(filsafat moral). Etika politik menyediakan landasan bagi
penerapan filsafat untuk persoalan-persoalan praktik yang berkaitan
dengan masalah politik. Para filsuf membahas mengenai masalah
politik ini secara panjang lebar di dalam buku mereka masing-masing,
misalnya Plato menulis buku yang berjudul Republic, mengemukakan
secara sistematis dan rasional system politik yang ideal. Sementara
Aristoteles, menulis buku yang berjudul Politics, dalam buku ini
Aristoteles mengemukakan contoh yang relevansinya terbatas pada
sebuah model negara-kota Yunani kuno yang merupakan perintis
system politik demokrasi modern.1
Kedudukan etika politik itu sendiri di dalam filsafat, kurang
lebih dapat dijelaskan, bahwa filsafat di bagi menjadi dua bagian yaitu
filsafat teoretis dan filsafat praktis. Etika dikategorikan sebagai filsafat
praktis, adapun etika itu sendiri dibagi menjadi dua, yaitu etika etika
umum dan etika khusus atau etika terapan. Sedangkan etika terapan itu
dibagi lagi menjadi beberapa bagian diantaranya etika sosial, di dalam
etika sosial itulah letak etika politik (lihat pembagian lebih lengkap di
dalam bagian etika sosial).

1
Dr. Stephen Palmquist, Pohon Filsafat: Teks Kuliah Pengantar Filsafat,
(Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar, 2007), hlm. 336-337

81
82 Etika Politik

B. POLITIK
Beberapa waktu terakhir ini politik menjadi suatu kata yang
paling populer, apalagi menjelang tahun pemilihan umum yang
kemudian dilanjutkan dengan pemilihan presiden. Tahun pemilihan
umum tersebut, kemudian orang menyebutkannya sebagai tahun
politik. Pada tahun politik tersebut orang berharap-harap cemas akan
apa yang akan terjadi pada saat tahun politik ini, banyak orang yang
mengamati berbagai perkembangan yang terjadi mulai dari businessman,
aktivis partai, pejabat, sampai rakyat biasa.
Sehingga tidak mengherankan bila Aristoteles menyebutkan
politik merupakan master of science, dalam arti pengetahuan tentang
politik merupakan kunci untuk memahami lingkungan. Selanjutnya
bagi Aristoteles, dimensi politik dalam keberadaan manusia merupakan
dimensi terpenting sebab ia mempengaruhi lingkungan lain dalam
kehidupan manusia. Aristoteles mengemukakan, politik berarti
mengatur apa yang sebaiknya kita lakukan dan apa yang sebaiknya
tidak dilakukan.2
Penjelasan di atas mungkin memperjelas mengenai apa itu
politik, selanjutnya Ramlan Surbakti menjelaskan mengenai politik ini
paling tidak melalui lima pandangannya mengenai politik, yaitu: (1)
politik merupakan usaha-usaha yang ditempuh warga negara untuk
membicarakan dan mewujudkan kebaikan bersama; (2) segala hal yang
berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan; (3) politik
sebagai segala kegiatan yang diarahkan untuk mencari dan
mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat; (4) sebagai kegiatan
yang berkaitan dengan perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum
dan (5) politik sebagai konflik dalam rangka mencari dan
mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting.3
Dari penjelasan di atas, maka dapat kita dapat simpulkan bahwa
politik berkaitan dengan usaha warga negara untuk mewujudkan
kebaikan bersama yang berkaitan penyelenggaraan negara dalam
rangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum serta
mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting dan juga
dalam rangka mempertahankan kekuasaan.

2
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, (Jakarta: Penerbit Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2010), hlm. 1-2
3
Ibid, hlm. 1-2
Etika Politik 83

C. ETIKA POLITIK
Etika politik sebagai bagian dari etika sosial yang membahas
mengenai kewajiban-kewajiban bidang kehidupan manusia dalam
bidangnya masing-masing, etika politik merupakan ‘filsafat moral’
mengenai kehidupan manusia dalam dimensi kehidupan politik.
Dengan demikian moral merupakan salah satu kunci untuk masuk
dalam pembahasan etika politik. Kata moral menunjuk pada manusia
sebagai manusia, sehingga apabila kita menambahkan di depan moral
dengan kewajiban. Maka kewajiban moral merupakan kewajiban
manusia sebagai manusia, adapun norma moral merupakan norma
untuk mengukur betul salah tindakan manusia sebagai manusia.4
Dengan demikian etika politik mempertanyakan tanggung jawab
dan kewajiban manusia sebagai manusia terhadap negara, hukum yang
berlaku dan lain sebagainya. Kebaikan manusia sebagai manusia dan
kebaikannya sebagai warga negara dalam hal ini tidak identik. Seperti
yang Aristoteles kemukakan, bahwa identitas antara manusia yang baik
dan warga negara yang baik hanya terdapat apabila negara sendiri
baik.5 Dengan demikian apabila negara itu buruk, maka orang yang
baik sebagai warga negara dalam hal ini hidup sesuai dengan aturan
negara tersebut, dengan sendirinya menjadi buruk. Hal ini dapat kita
lihat, misalnya di Afrika Selatan sebelum hukum politik aparteid
dihapus, warga negara Afrika Selatan yang baik adalah warga yang taat
pada hukum yang berlaku di negara itu, maka warga negara yang taat
hukum dengan sendirinya menjadi orang yang tidak baik, karena
hukum dalam negara tersebut tidak baik.
Seperti halnya etika terapan yang lain, etika politik tidak berada
pada tataran mencampuri politik praktis, tetapi lebih berfungsi
memberikan alat-alat teoritis dan mempertanyakan berbagai hal
mengenai legitimasi politik secara bertanggung jawab. Perkembangan
etika politik didasari atas ambruknya legitimasi kekuasaan yang
bersifat religius dan eliter, serta munculnya kesadaran akan kesalahan
dikhotomi moral dan politik.6

4
Frans Magnis Suseno, ETIKA POLITIK-Prinsip-prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 1987), hlm. 13-14
5
Aristoteles di dalam Frans Magnis Suseno, ETIKA POLITIK-Prinsip-prinsip
Moral dasar Kenegaraan Modern, hlm. 14-15
6
Hand Out Mata Kuliah ETIKA, Universitas Kristen Maranatha
84 Etika Politik

D. LEGITIMASI KEKUASAAN
Inti permasalahan etika politik adalah masalah legitimasi etis
kekuasaan yang dapat dirumuskan dalam pertanyaan, atas dasar hak
moral apa seseorang atau sekelompok orang memiliki wewenang untuk
berkuasa? Seberapa pun besarnya kekuasaan seseorang selalu akan
diperhadapkan pada tuntuntan untuk mempertanggungjawabkan.
Adapun mengenai tanggung jawab ini merupakan salah satu faktor
penentu dari sah tidaknya kekuasaan ini.7 Seorang penguasa yang tidak
sanggup mempertanggungjawabkan kekuasaannya, lambat laun ia tidak
akan memperoleh dukungan masyaraka dan pada akhirnya
menggoyahkan kedudukannya sebagai penguasa negara.
Pada Prinsipnya ada tiga macam legitimasi kekuasaan: (1)
legitimasi religius, (2) legitimasi eliter dan (3) legitimasi demokrasi.8
Legitimasi religius, merupakan legitimasi kekuasaan yang
paling kuno, dimana kekuasaan dipandang dan dihayati bersumber dari
alam gaib. Pemimpin rakyat atau raja dipandang sebagai perwujudan
dari kekuasaan yang ilahi, sebagai wadah yang dipenuhi dengan
kekuatan-kekuatan halus alam semesta, sehingga melalui dirinya
mengalir keamanan, ketentraman, kesejahteraan dan keadilan bagi
orang-orang yang dipimpinnya. Implikasi dari legitimasi kekuasaan
religius ini, penguasa berada melebihi penilaian moral, sehubungan raja
sendiri merupakan perwujudan dari kekuatan Ilahi yang tidak dapat
dituntut pertanggungjawabannya.9
Legitimasi eliter, mendasarkan hak untuki memerintah pada
kecakapan khusus suatu golongan untuk memerintah. Anggapan ini
didasari bahwa perlu adanya kecakapan khusus yang harus dimiliki
agar dapat memimpin seluruh rakyat. Dalam hal ini sekurang-
kurangnya ada empat macam legitimasi eliter, yaitu legimasi
aristokratis, pragmatis dalam hal ini golongan militer, ideologis dan
teknokratis. Aristokratis secara tradisional merupakan suatu golongan,
kasta atau kelas dalam masyarakat yang dianggap lebih unggul dari
masyarakat yang lainnya, sehingga golongan ini dianggap paling berhak

7
Frans Magnis Suseno, ETIKA POLITIK-Prinsip-prinsip Moral Dasar
Kenegaraan Modern,hlm. 30-31
8
Ibid, hlm. 54
9
Frans Magnis Suseno, KUASA DAN MORAL, (Jakarta: Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama, 1995), hlm. 1
Etika Politik 85

untuk memimpin. Adapun Pragmatis, merupakan golongan atau


kelompok secara de facto menganggap diri paling tepat memegang
kekuasaan dan sanggup untuk merebut kekuasaan dalam hal ini
golongan militer. Ideologis, legitimasi ini mengadaikan adanya suatu
ideologi negara yang mengikat seluruh masyarakat. Para pengemban
ideologi dianggap tahu bagaimana seharusnya kehidupan masyarakat
diatur dan berdsarkan monopoli pengetahuan itu mereka menganggap
diri berhak untuk menentukannya. Dalam hal ini contohnya adalah
pemimpin partai komunis yang berkuasa.
Sedang bentuk yang ketiga merupakan legitimasi demokrasi,
yang berdasarkan kedaulatan rakyat.

E. LEGITIMASI KEKUASAAN MENURUT ETIKA POLITIK MODERN


Pada pemaparan di atas telah dijelaskan mengenai legitimasi
kekuasaan, di mana atas dasar kuasanya tersebut negara dapat
‘memaksakan’ apa yang dikehendakinya kepada warganya. Pemaksaan
kehendak negara kepada warganya tersebut apakah dapat dikatakan
absah atau legitim. Penggunaan kekuasaan negara hanya absah apabila
beberapa syarat mutlak dipenuhi. Dengan demikian sebenarnya tidak
ada hak atas kekuasaan yang mutlak dan tidak terbatas. Berikut di
bawah ini ada tiga prasyarat keabsahan atau legitimasi kekuasaan
negara menurut etika politik modern, yaitu: (1) negara harus
mengusahakan kesejahteraan umum; (2) negara harus bersifat
demokratis dan (3) negara harus bersifat negara hukum. Secara rinci
akan dijelaskan di bawah ini:10

Sebelum menjelaskan tiga prasyarat legitimasi kekuasan negara


menurut etika politik modern dijelaskan terlebih dahulu dua prinsip
kehidupan bersama manusia, yaitu Prinsip solidaritas, bahwa dalam
sebuah masyarakat, masing-masing anggota bersama-sama
mengupayakan kesejahteraan bagi anggota masyarakat lainnya, senasib
sepenanggungan. Prinsip subsidiaritas, lembaga yang lebih tinggi
kedudukannya harus memberi bantuan kepada para anggotanya.

(1) Prinsip Kesejahteraan umum, tujuan negara yang terutama


adalah menciptakan kesejahteraan umum. Kondisi

10
Frans Magnis Suseno, ETIKA SOSIAL – Buku Panduan Mahasiswa PB I –
PBVI, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia, 1989), hlm. 116-123
86 Etika Politik

kesejahteraan umum ini berkaitan dengan pemenuhan kondisi


kehidupan sosial anggota masyarakatnya, sehingga dapat
mencapai keutuhan dan perkembangan kehidupan yang lebih
baik. Ada dua pengertian dalam kaitan negara mengupayakan
kesejahteraan umum ini, yaitu: (a) negara bukan tujuan pada
dirinya sendiri, melainkan negara adalah demi kesejahteraan
manusia dan masyarakat, dengan demikian tugas negara pada
hakikatnya adalah melayani. Dalam pengertian ini dipahami,
apabila negara mengadakan pungutan-pungutan berupa pajak
kepada warganya, bukan diartikan dalam kekuasaan negara
kepada warganya, akan tetapi lebih diartikan sebagai kesediaan
warga yang lain berkorban demi anggota masyarakat yang
lainnya. (b) dalam pengertian kesejahteraan umum ini, negara
tidak menyelenggarakan kesejahteraan masing-masing anggota
masyarakatnya secara langsung, akan tetapi masing-masing
individu mengupayakannya secara sendiri-sendiri, adapun
negara mengupayakan melalui fungsi subsidier (membantu,
menunjang), mengusahakan adanya semua kondisi yang
diperlukan agar para anggota masyarakat sendiri dapat
mengusahakan kesejahterannya.
(2) Negara Demokratis, Dalam negara demokratis ini ada
beberapa prinsip, yaitu Prinsip kedaulatan rakyat, mengatakan
bahwa rakyat sendiri berwenang untuk menentukan bagaimana
ia mau dipimpin dan oleh siapa. Setiap warga memiliki
kedudukannya yang sama sebagai manusia dan warga negara,
karenanya masing-masing tidak memiliki hak untuk
memerintah orang lain, sehingga untuk memerintah masyarakat
lainnya harus berdasarkan penugasan dan persetujuan para
warga masyarakat itu sendiri. Prinsip perwakilan, dalam hal ini
rakyat menjalankan kedaulatannya menurut prinsip
perwakilan, karena tidak mungkin dilakukan secara langsung
oleh masing-masing warga. Untuk memenuhi prinsip
pewakilan ini pemilihan umum merupakan sarana untuk
memilih wakit-wakil rakyat. Ciri-ciri negara demokratis, sebuah
negara belum dapat disebut demokratis hanya dengan
mengadakan pemilihan umum dan mempunyai lembaga-
lembaga perwakilan rakyat.
Etika Politik 87

(3) Negara Hukum. Tuntutan etis selain negara demokratis dalam


hal mengenai cara penyelenggaraan kekuasaan negara
berikutnya adalah negara harus taat pada hukum. Negara
harus berwujud negara hukum dan bukan negara kekuasaan.
Pemerintah taat pada hukum, pemerintah dalam hal ini harus
selalu bertindak dalam batas-batas hukum. Kalau pemerintah
tidak berdasarkan hukum, masyarakat tidak mempunyai
pegangan dan akibatnya pemerintah menjadi sewenang-
wenang. Taat pada hukum berart: negara selalu bergerak
dalam abats hukum dan dikontrol oleh lembaga kehakiman.
Kebebasan hakim, kebebasan hakim merupakan pilar utama bagi
sebuah Negara hukum. Hakim memiliki kebebasan dalam
menjatuhkan keputusan dari tekanan kekuasaan eksekutif atau
pemerintah. Hakim sepenuhnya bertanggung jawab terhadap
hukum yang berlaku menurut suara hatinya sendiri. Kebebasan
hakim dari tekanan, ancaman dan paksaan pemerinatah
merupakan tanda paling jelas sebuah negara yang sungguh-
sungguh berwujud negara hukum.

F. PENUTUP
Jelaslah bahwa politik berkaitan dengan usaha warga negara
untuk mewujudkan kebaikan bersama yang berkaitan penyelenggaraan
negara dalam rangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan umum
serta mempertahankan sumber-sumber yang dianggap penting dan juga
dalam rangka mempertahankan kekuasaan, hanya dalam
pelaksanaannya yang kita temui sering terjadi berbagai penyimpangan-
penyimpangan di dalam menjalankan kekuasaan dan dalam rangka
mempertahankan kekuasaannya. ETIKA POLITIK lebih kepada
menyediakan sebuah kondisi ideal berupa alat-alat teoritis yang
berguna untuk pelaksanaan menjalankan kekuasaan itu. Pada dasarnya
legitimasi menurut kekuasaan etika politik modern merupakan kondisi
ideal yang ditawarkan dalam menjalan kekuasaan tersebut.

G. PERLATIHAN
1. Menurut Aristoteles POLITIK merupakan Master of Science, jelaskan
ungkapan tersebut?
88 Etika Politik

2. Politik sering disalah artikan, sering politik diartikan dan


dihubungkan dengan kekuasaan. Sebenarnya politik memiliki nilai-
nilai luhur, jelaskanlah tujuan Politik tersebut?
3. Apa yang dimaksud dengan Etika Politik?
4. Apa yang dimaksud dengan legitimasi?
5. Jelaskan tiga legitimasi kekuasaan?
6. Dan jelaskan pula apa yang dimaksud dengan tiga legitimasi
kekuasaan menurut etika politik modern?
7. Dalam menjalankan tiga legitimasi kekuasaan menurut etika politik
modern tersebut terdapat dua prinsip?
8. Jelaskan dua prinsip kehidupan bersama dalam menjalankan tiga
legitimasi kekuasaan menurut etika politik modern?

Anda mungkin juga menyukai