Anda di halaman 1dari 8

RELEVANSI HUBUNGAN ETIKA-POLITIK MENURUT ARISTOTELES BAGI

KEHADIRAN POLITIK KEBOHONGAN DI INDONESIA

Oleh
Karolin Bera (16.2889)

Abstrak
Politik merupakan hal yang harus ada dalam suatu negara entah dalam kenyataan baik
atau buruk dan puas atau tidaknya kita. Kodrat sosial manusia menuntut manusia untuk
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kalau negara dan politik sudah menjadi tuntutan
kodrat tidak ada jalan lain selain untuk memenuhinya. Tetapi, tetap harus ada usaha untuk
memperbaiki negara dan politik yang kurang sesuai dengan tujuannya. Agar usaha itu jangan
hanya membabi-buta, maka juga diperlukan perenungan soal etika politik dalam hal ini
berkaitan dengan pandangan Aristoteles tentang hubungan etika dan politik. Kehadiran
politik kebohongan menjadi dasarnya. Pertanyaan penting tentang kebohongan adalah kenapa
orang bisa berbohong? Apa motivasi orang untuk berbohong? Apa keutungan yang didapat
seseorang jika dirinya suka berbohong? Kenapa orang tidak takut berbohong? Rentetan
pertanyaan ini menjadi hal penting yang harus dikaji melihat kebohongan yang diucapkan
oleh tokoh publik. Rasa takut yang kemudian dirangsang untuk memuncak hingga melebihi
nilai-nilai kenajikan yang ada dalam setiap idividu manusia, yang kemudian dikapitalisasi
oleh politisi melampaui atas kepatutan hingga memunculkan rasa kebencian.

Kata kunci : Politik; Etika Politik menurut Aristoteles; Politik Kebohongan

I. PENDAHULUAN
Politik pada dasarnya merupakan suatu fenomena yang berkaitan dengan manusia
yang selalu hidup bermasyarakat. Pada kodratnya ia adalah makhluk sosial yang selalu
hidup dinamis dan berkembang. Karena itulah politik menjadi gejala yang dapat
mewujudkan diri manusia dalam rangka proses perkembangannya. Manusia adalah intu
utama dari politik, maka apapun alasannya tidak akan meninggalkan faktor manusia. Oleh
karena itu “politik” yang berasal dari kata “politic” (Inggris) menunjukkan sifat pribadi
atau perbuatan, dalam bahasa Latin dikenal dengan “politicus” dan bahasa Yunani
(Greek) “politicos” yang di artikan sebagai relating to a citizen. Kedua kata ini berasal
dari kata “polis” yang memiliki makna city yaitu kota. Istilah politikberkembang
sedemikian rupa dan kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan mempunyai 3
arti (WJS Poerwadarminta, 183: 763) yaitu : “segala urusan dan tindakan /kebijaksanaan,
siasat dsb mengenai pemerintahan suatu negara terhadap negara lain, tipu muslihat atau
kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama bagi sebuah disiplin pengetahuan yaitu
ilmu politik.
Dalam kehidupan masyarakat istilah “politik” pertama dikenal pada masa Plato
dalam bukunya yang berjudul “Politeia” yang dikenal dengan istilah “Republik” dan
selanjutnya berkembang melalui karya Aristoteles yang dikenal dengan “Politica”. Karya
Plato dan Aristoteles dipandang sebagai titik pangkal pemikiran politik dalam sejarah
perkembangannya, dimana dalam hal ini dapat diketahui bahwa politik merupakan istilah
yang digunakan sebagai konsep pengaturan masyarakat, sebab dalam kedua karya ini
membahas soal-soal yang berkaitan dengan masalah bagaimana pemerintahan itu
dijalankan agar dapat terwujud sebuah kelompok masyarakat politik atau suatu organisasi
negara yang baik.

II. PEMBAHASAN
1. Politik Kotor
Dewasa ini perkembangan politik lebih mengarah pada aspek negatifnya yang
mana hal ini terjadi karena dicemari oleh mentalitas, sikap dan perilaku yang tidak
terpuji. Sehingga citra politik yang hidup dalam masyarakat adalah : politik kotor,
atau sebatas upaya untuk mengejar posisi politis tertentu untuk memperkaya diri
atau untuk memperoleh keuntungan tertentu. Hal ini juga tidak mengherankan,
karena kekuasaan sering menjadi godaan terbesar. Kotornya politik bukan hanya
karena rakyat di permainkan tetapi juga karena perjuangan untuk kepentingan
pribadi dan dilaksanakan dengan cara-cara yang dapat dikatakan sebagai tindakan
kriminal atau tanpa pemulihan keadilan, meskipun dalam konteks negara hukum
dan berlakunya undang-undang tanpa pandang bulu. Namun demikian undang-
undang sendiri masih ada yang diterapkan secara diskriminatif.
Pembenaran terhadap prinsip “politik itu kotor” juga berasal dari paham
pemikiran yang memisahkan antara moral dan politik. Moral sebagai lapangan
pertimbangan dosa dan tidak dosa. Sedangkan politik sebagai lapangan kekuasaan
melulu. Dalam upaya mengejar dan membela kekuasaan, pertimbangan dosa atau
tidak dosa dipisahkan karena bukan hanya menganggu tekad untuk memutuskan
tindakan melainkan juga tidak menjadi relevan. Paham pemikiran ini diambil dari
pandangan Machiavelian.

2. Hubungan Etika dan Politik Menurut Aristoteles


Hubungan antara etika dan politik menjadi tema penting yang harus
diperhatikan karena secara langsung menyentuh kodrat hidup bersama dari manusia.
Hal ini pula menjadi komplek karena melihat dari realitas peradaban hidup manusia.
Tujuan etika bersifat praktis yang mana menganytar orang untuk bertindak baik dan
menjadi baik. Dalam KBBI kata politik memiliki banyak defenisi, yaitu :
1) Pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti sistem
pemerintahan dan dasar-dasar pemerintahan).
2) Segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai
pemerintahan negara atau terhadap negara lain.
3) Kebijakan atau cara bertindak dalam mengahadapi dan menangani suatu
masalah.
Dari defenisi tersebut dapat ditarik dua kesimpulan yaitu :
 Politik itu menuyangkut tata hidup bersama. Terkait dengan sistem dan dasar
pemerintahan, kebijakan, dan tindakan bersama.
 Politi itu menyentuh bidang intelektual (pengetahuan) dan praksis (tindakan
dalam mengahadapi sesuatu).

Perlunya perpaduan antara etika dan politik menjadi hal yang sangat penting.
Munculnya politik kebohongan dan juga beberapa isme baru yang pula menjadi
dasar mentalitas perilaku demikian dan juga menjadi sumber politik tanpa etika.
Perlu ditekankan bahwa bangsa kita mempunyai etika dan berpegang teguh pada
tradisi etis.
Etika sebagai ilmu praktis banyak berhubungan dengan ilmu-ilmu filsafat lain
yang juga memiliki karakter praktis, seperti politik dan hukum. Menurut Aristoteles,
etika dan politik sangat berhubungan satu dengan yang lain. Letak hubungan ini
terlihat dari cara bagaimana Aristoteles mengembangkan teori politiknya dengan
berangkat dari prinsip etikanya (Nicomachen Ethics). Bagi Aristoteles politik dan
etika bukan hanya berhubungan satu dengan yang lain melainkan terutama politik
mengandaikan etika, dan etika mengalami pencetusan kesempurnaannya dalam
politik. Etika Aristoteles adalah etika kebaikan, artinya dia menggariskan bahwa
setiap aktivitas memiliki tujuan mengejar kebaikan. Apapun aktivitas itu tentulah
mengejar kebaikan. Maka, kebaikan adalah menjadi sesuatu yang dituju atau
dikejar. Titik tolak Aristoteles yang mengedepankan telos (tujuan) ini dapat
dipandang sebagai cikal bakal teologisme etika.
Persisnya hubungan etika dan politik menurut pandangan Aristoteles dapat
kita lihat dalam Nicomachean Ethics, segala sesuatu yang berhubungan dengan
aktivitas selalu menuju kepada suatu kebaikan tertentu (etika). Dalam Politics,
persekutuan aktivitas hidup bersama apa pun lahir dan dibangun dengan tujuan
menggapai tujuan kesempurnaan hidup bersama, dan tentunya tujuan itu mengejar
kebaikan tertinggi. Dengan demikian , politik adalah sistem tata hidup bersama
dalam polis tunduk pada etika dan mengandaikan etika kebaikan sekaligus
merupakan puncak kesempuranaan cetusan etika.
Kesimpulan dari pandangan Aristoteles dalam kaitannya dengan hubungan
etika dan politik adalah sangat berhubungan. Dalam Aristoteles ada jembatan di
antara politik dan etika yaitu “Politik mengandaikan Etika” atau tak terpisah.
Karena etika terdahulu yang harus dimiliki dan tentu akhirnya mampu membangun
kebaikan bersama.

3. Kehadiran Politik Kebohongan Di Indonesia


Politik dan kebohongan menjadi hal tidak bisa dipisahkan dimana keduanya
saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Namun demikian di Indonesia, politik
juga masih dipercaya sebagai jalan strastegis untuk menemukan kebajikan dan
membawa perubahan. Kerap kali sering kita jumpai secara langsung praktik-praktik
politik yang bercampur dengan kebohongan, dan ini dilakukan oleh tak sedikit
orang. Kesan hubungan antara politik dan kebohongan, tidak berdiri sendiri, ada
banyak faktor yang mendorongnuya sehingga satu-dua politisi seakan wajib untuk
mengabungkan keduanya. Dalam upaya mencapai target menang dan ambisi meraih
kekuasaan. Politik juga berarti kekuasaan, dimana kekuasaan yang dimaksudkan
untuk memperjuangkam kepentingan umum di salah gunakan untuk kepentingan
lain. Kekuasaan menjadi godaan sudah terlihat sehingga ada trias politika yang
membatasi dengan membagi-bagi kekuasaan agar tidak pada satu tangan yang
dapat berbuat semaunya.
Kasus Ratna Sarumpaet menjadi luka bagi politik Indonesia. Kebohongan
yang diberikannya membuat dirinya hancur. Secara khusus hal ini menjadi luka pula
bagi politik Indonesia atas tata perilaku elite politik yang berkata tidak benar atau
berbohong. Tentu hal ini menjadi penganjal bagi publik atau masyarakat Indonesia
yang mana semakin membawa trauma terhadap politik kotor. Padahal politik,
sebagai sumber utama legitimasi memerlukan etika dan kebaikan. “Politik tanpa
kebaikan adalah politik yang tidak berprinsip”, ungkap Mahatma Gandhi (1869-
1948). Menurutnya perilaku ini adalah tujuh dosa sosial yang harus dijauhi umat
manusia. Politik tak berprinsip adalah politik yang hanya mengaktualisasikan hasrat
untuk berkuasa. Makhluk penguasa layaknya binatang buas yang memakan akal
budi manusia ketika menemukan orang yang biasa menjilat, oportunis, egois,
pramatis, dan suka asal bicara maka itulah duplikat politikus tuna etika.

4. Relevansi Hubungan Etika-Politik Menurut Aristoteles Bagi Kehadiran Politik


Kebohongan Di Indonesia
Pandangan Aristoteles bahwa manusia itu merupakan makhluk yang berada
dalam polis dimana manusia berkehendak untuk menggapai apa yang baik dan polis
itu sendiri berasal dari berbagai manusia , maka konsekuensinya: polis itu sendiri
harus terarah kepada kebaikan. Aristoteles tidak melepaskan politik dari etika.
Politik adalah sistem hidup bersama dalam polis yang hendak merengkuh kebaikan.
Dalam hal ini politik sangat mengandaikan etika, karena didasarkan kepada etika.
Politik hanya mungkin ada karena kebaikan, dan ia hanyalah konsekuensi logis dari
kehendak bersama para warga yang terarah pada kebaikan.
Dewasa ini bangsa Indonesia menghadapi berbagai situasi yang sulit.
Kesulitan dalam bidang ekonomi yang membelit mempengaruhi aspek hidup
lainnya. Kemiskinan semakin meningkat. Hal ini pula diperparah dengan kompetisi
para elit politik dalam mengejar kekuasaan yang tak kunjung padam. Masyarakat
Indonesia adalah masyarakat yang majemuk yang mana didalamnya terdapat
berbagai agama, suku, ras dan perilaku. Politik menjadi hal yang penting dalam
menanggapi kemajemukan ini dengan mengupayakan untuk mencapai kebaikan
bersama dan tentunya secara nyata dan sadar. Kebaikan yang dimaksud tentu adalah
soal etika, sehingga memperlihatkan bahwa sesungguhnya politik tidak boleh lepas
dari etika. Kita lahir dalam situasi hidup yang tidak lepas dari kehidupan yang
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini yang menjadi jawaban ialah
ajaran sosial Gereja yaitu : “bonum commune”. Artinya bahwa kepentingan umum,
kesejahteraan bersama sebagai ringkasan dari segala sesuatu yang kita butuhkan
untuk hidup layak sebagai manusia juga sebagai peluang untuk kita berkembang,
dan menjadi hal yang sulit apabila kita mengusahakan atau mengupayakannya
sendiri-sendiri.
Kehadiran politik kebohongan sendiri terutama dalam kalangan dalam
kalangan politisi memperlihatkan bahwa kurangnya kesadaran akan arti sejati dari
keberadaan politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Politik menjadi cara manusia untuk memiliki kekuasaan. Kekuasaan yang
seharusnya untuk memperjuangkan kepentingan umum atau bersama disalah
gunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu. Politik berkaitan
dengan kekuasaan sehingga akhirnya dilakukan berbagai cara untuk mencapainya
termasuk menyatakan kebohongan. Kebohongan adalah tindakan yang tidak
mendidik dan akan merusak kehidupan bangsa dan negara atau membentuk
mentalitas manusia yang semakin rendah. Etika kemudian menjadi hilang dimana
tindakan yang dilakukan meninggalkan kebaikan yang menjadi tujuan dari etika itu
sendiri. Indonesia dalam perkembangan politiknya masih memisahkan antara politik
dan etika. Seperti dalam dunia kehidupan, dalam politik juga mestinya tidak boleh
terjadi kebohongan, menipulasi, yang man pada kahirnya bisa menciptakan
kesalahpahaman. Oknum praktisi politik harus mengerti dan menghargai bahwa
setiap kebohongan yang mereka ciptakan tidak haya berdampak bagi hancurnya
kehidupan bangsa dan negara. tetapi juga berimbas pada marwah politik serta
mempengaruhi tingkat kepercapacaan public.
Oleh karena itu pandangan Aristoteles dalam kaitan dengan hubungan etika
dan politik ini perlu di sadari secara khusus dalam upayan untuk mengembangkan
kehidupan bangsa dan negera untuk menjapai kesejahteraan bersama. Untuk
mewujudkan kesejahteraan bersama ini, maka diperlukan mentalitas yang sesuai,
yakni keprihatinan efektif untuk kesejahteraan bersama, semangat gotong royong,
prinsip solidaritas yang membuat manusia , terutama pimpinan yang menentukan
tahu, mau, mampu dan sanggup mengutamakan kepentingan umum si atas
kepentingan diri sendiri atau golongan.
III. PENUTUP
Keterarahan politik kepada etika tentu akan mengimplikasikan pengedepanan
kebaikan. Kebaikan yang tentu tidak menyertakan keburukan untuk hadir
didalamnuya. Jika keburukan tidak disertakan maka segala upaya, cara, tinfkah laku
berpolitik yang buruk harus pula di tolak. Intimidasi, fitnah, saling jegal, suap, saling
menghasut, penculikan para aktivis, pelesakan bom, dan lain sebagainya semestinya
dikubur dalam menghidupi suatu realitas politik yang baik dan benar.
Aristoteles menyumbangkan permata yang sangat berharga bagi kehidupan
politik Indonesia dewasa ini. Ungkapan yang mengatakan bahwa “politik itu kotor”
sudah tentu tidak layak untuk diperdengarkan lagi. Politik menjadi kotor karena ia
dilepaskan dari etika dan bahkan etika dibuang ke tempat sampah atau etika dikubur
sedalam-dalamnya. Ia menjadi kotor dan tidak terlihat karena manusia yang ada
didalamnya kemudian bebas berbuat apa saja demi mencapai ambisinya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Dewantara W. Agustinus. 2018. Pendidikan Kewarganegaraan.


Sinaga B. Anicetus . 2004. Etos Dan Moralita politik. Kanisius

Dewantara, A. W. (2015). Pancasila Sebagai Pondasi Pendidikan Agama Di


Indonesia. CIVIS, 5(1/Januari).
Dewantara, A. W., & Alam, F. M. D. I. P. MAKALAH STUDI KASUS MENANGGAPI
ISU POLITIK DI ZAMAN HOAKS.

https://media.neliti.com/media/publications/57805-ID-pengaruh-politik-dalam-pembentukan-
hukum.pdf

https://aceh.tribunnews.com/2018/10/08/politik-kebohongan
https://www.medcom.id/oase/fokus/0kpzDo0N-bahaya-politik-kebohongan

Anda mungkin juga menyukai