1. Ontologi
pada pertanyaan-pertanyaan seperti, apakah manusia itu? Apa yang dikatakan adil? Apa
ada itu? Ini semua adalah pertanyaan-pertanyaan yang dapat timbul bagi setiap orang
Ontologi adalah bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari
metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat. Obyek telaah ontologi
adalah yang ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontologi membahas tentang
yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang
Pertanyaaan mendasar yang muncul dalam tataran ontologi adalah untuk apa
penggunaan pengetahuan itu? Artinya untuk apa orang mempunyai ilmu apabila
b. Metafisika khusus yang mempersoalkan hakikat yang ada pada tiga bagian
2. Epistemologi
Epistemologi secara garis besar membahas segenap konsep proses dalam usaha
belum tentu benar, sedangkan benar selalu mempunyai dasar yang tepat. Logika tidak
mempersoalkan kebenaran sesuatu yang dipikirkan, tetapi membatasi diri pada ketepatan
pengetahuan dengan menggunakan metode ilmiah. Metode ilmiah dalam prosesnya untuk
menemukan pengetahuan yang dipercayai terdiri atas beberapa langkah tertentu yang
Sebagai cabang dari epistemologi, menurut The Liang Gie: Filsafat ilmu adalah
menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan
manusia.
3. Aksiologi
itu bagi kita? Tak dapat dipungkiri bahwa ilmu telah banyak mengubah dunia dalam
kehidupan yang duka. Namun apakah hal itu selalu demikian: ilmu selalu merupakan
berkat dan penyelamat bagi manusia. Seperti mempelajari atom, kita bisa memanfaatkan
wujud tersebut sebagai sumber energi bagi keselamatan manusia, tetapi dipihak lain hal
ini bisa juga berakibat sebaliknya, yakni membawa manusia kepada penciptaan bom atom
Jadi yang menjadi landasan dalam tataran aksiologi adalah untuk apa
etika? Bagaimana penentuan obyek yang diteliti secara moral? Bagimana kaitan prosedur
Persoalan utama pada nilai tersebut ada pada hakikatnya nilai itu sendiri, kriterianya dan
keberadaan suatu nilai dapat diartikan sebagai sifat yang melekat. Sifat yang melekat ini
berkaitan dengan persoalan baik atau jahat dan indah atau buruk. Baik atau jahat
persoalan seni.
B. Sejarah Perkembangan Filsafat Hukum
Pada zaman Yunani hiduplah kaum bijak yang disebut atau dikenal dengan
sebutan kaum Sofis. Kaum sofis inilah yang berperan dalam perkembangan sejarah
filsafat hukum pada zaman Yunani. Tokoh-tokoh penting yang hidup pada zaman ini,
Para filsuf alam yang bernama Anaximander (610-547 SM), Herakleitos (540-
475 SM), dan Parmenides (540-475 SM) tetap meyakini adanya keharusan alam ini.
Untuk itu diperlukan keteraturan dan keadilan yang hanya dapat diperoleh dengan nomos
yang tidak bersumber pada dewa tetapi logos (rasio). Anaximander berpendapat bahwa
keharusan alam dan hidup kurang dimengerti manusia. Tetapi jelas baginya, bahwa
Apabila hal ini terjadi, maka timbullah keadilan. Sementara itu, Herakleitos
berpandangan bahwa hidup manusia harus sesuai dengan keteraturan alamiah, tetapi
dalam hidup manusia telah digabungkan dengan pengertian-pengertian yang berasal dari
logos. Sedangkan Parmenides sudah melangkah lebih jauh lagi. Ia berpendapat bahwa
logos membimbing arus alam, sehingga alam dan hidup mendapat suatu keteraturan yang
Kondisi masyarakat pada saat kaum sofis ini hidup sudah terkonsentrasi ke
dalam polis-polis. Kaum sofis tersebut menyatakan bahwa rakyat yang berhak
menentukan isi hukum, dari sini mulai dikenal pengertian demokrasi, karena dalam
negara demokrasi peranan warga negara sangat besar pengaruhnya dalam membentuk
undang-undang. Dengan kata lain, kaum sofis tersebut berpendapat bahwa kebenaran
objektif tidak ada, yang ada hanyalah kebenaran subjektif, karena manusialah yang
Tetapi Socrates tidak setuju dengan pendapat yang demikian ini. Socrates
berpendapat bahwa hukum dari penguasa (hukum negara) harus ditaati, terlepas dari
hukum itu memiliki kebenaran objektif atau tidak. Ia tidak menginginkan terjadinya
anarkisme, yakni ketidakpercayaan terhadap hukum. Ini terbukti dari kesediaannya untuk
dihukum mati, sekalipun ia meyakini bahwa hukum negara itu salah. Dalam
Plato berpendapat bahwa penguasa tidak memiliki theoria sehingga tidak dapat
memahami hukum yang ideal bagi rakyatnya, sehingga hukum ditafsirkan menurut selera
dan kepentingan penguasa. Oleh karena itu, Plato menyarankan agar dalam setiap
penguasa tidak menafsirkan hukum sesuai kepentingannya sendiri. Pemikiran Plato inilah
yang menjadi cerminan bayangan dari hukum dan negara yang ideal.
berpendapat bahwa hakikat dari sesuatu ada pada benda itu sendiri. Pemikiran Aristoteles
sudah membawa kepada hukum yang realistis. Menurut Aristoteles, manusia tidak dapat
hidup sendiri karena manusia adalah mahkluk yang bermasyarakat (zoon politikon). Oleh
karena itu, perlu ketaatan terhadap hukum yang dibuat penguasa polis.
Hukum yang harus ditaati dabagi menjadi dua, yakni hukum alam dan hukum
positif. Dari gagasan Aristoteles ini, pengertian hukum alam dan hukum positif muncul,
kedua hukum tersebut memiliki pengertian yang berbeda. Menurut Aristoteles, hukum
alam ditanggapi sebagai suatu hukum yang selalu berlaku dan di mana-mana, karena
hubungannya dengan aturan alam, sehingga hukum tidak pernah berubah, lenyap dan
berlaku dengan sendirinya. Hukum alam berbeda dengan hukum positif yang seluruhnya
2. Zaman Pertengahan
Pemikiran-pemikiran yang telah digagas oleh para filsuf Yunani kuno diterjemahkan ke
dalam Bahasa arab untuk dipelajari dan dikembangkan oleh ilmuan Islam. Zaman ini
saat itu, sehingga ilmu pengetahuan berkembang begitu pesat sehingga menjadi pusat
peradaban dunia.
Para filsuf muslim yang terkenal diantaranya: Al-Kindi (Alkindus), Ar-Razi, Al-
3. Zaman Renaissance
bangsa Mongol. Abad pertengahan merupakan abad yang khas dalam sejarah manusia,
karena pada masa itu terjadi peristiwa menakjubkan yang berefek hingga saat ini, serta
dari perubahan ini, terjadi perubahan yang tajam dalam segi kehidupan manusia,
perkembangan teknologi yang sangat pesat, terjadinya perang dunia 1 dan 2 yang
Dalam pemikiran hukum, zaman ini ditandai dengan adanya pendapat bahwa
akal manusia inilah yang merupakan sumber-satu-satunya dari hukum yang berimplikasi
terhadap kemunduran pola pikir manusia yang berujung kembali kepada pencarian jati
diri manusia.
Hakikat dari ajaran aliran hukum alam/ hukum kodrat ini memandang bahwa
alam harus dipelihara oleh manusia untuk mencapai tujuan. Sehubungan dengan
perlunya kesadaran atas posisi manusia untuk menyesuaikan dengan kepentingan atau
tatanan normatif yang terdapat pada alam tersebut, maka tolak ukur aliran hukum alam
terhadap eksistensi hukum, terletak pada di mana apa yang dipandang sesuai dengan
kepentingan alam adalah kebaikan, maka lakukanlah kebaikan dan bertindak secara adil
dan apa yang jahat dan tidak adil harus dihindarkan. Hakikat ini merupakan aturan alam
semesta yang diciptakan oleh Tuhan, dalam hukum abadinya, sehingga norma-norma
dasar pada aliran hukum alam ini bersifat kekal, abadi, dan universal.
2) Aliran Hukum Positif
Aliran Positivisme ini sangat mengagungkan hukum tertulis, sehingga aliran ini
beranggapan bahwa tidak ada norma hukum di luar hukum positif, semua persoalan
dalam masyarakat diatur dalam hukum tertulis. Pandangan yang sangat mengagung-
agungkan hukum tertulis pada positifisme hukum ini, pada hakikatnya nya merupakan
penghargaan yang berlebihan terhadap kekuasaan yang menciptakan hukum tertulis itu,
sehingga dianggap kekuasaan ini adalah sumber hukum dari kekuasaan adalah hukum.
dapat dipisahkan dengan aspek moral. karena hadirnya hukum positif tidak dapat semata-
3) Mahzab Utilitarianisme
tujuan utama hukum. Adapun ukuran kemanfaatan hukum yaitu kebahagian yang
tergantung apakah hukum mampu memberikan kebahagian kepada manusia atau tidak.
Teori utilitarianisme yang digagas oleh Jeremy Bentham (juga John Stuart Mill
dan Rudolf von Jhering) adalah bentuk reaksi terhadap konsepsi hukum alam pada abad
ke delapan belas dan sembilan belas. Bentham mengecam konsepsi hukum alam, karena
menganggap bahwa hukum alam tidak kabur dan tidak tetap. Bentham mengetengahkan
gerakan periodikal dari yang abstrak, idealis, dan apriori sampai kepada yang konkret,
bahwa hukum itu tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat (das
Recht wird nicht gemacht, est ist und wird mit dem Volke). Dampak ajaran madzab ini
Inti ajaran Madzab Sejarah yang didirikan oleh Savigny ini terdapat dalam
bukunya 'von Beruf Ungerer Zeit fur Gesetzgebung und Rechtswissenschaft (Tentang
Tugas Zaman Kita Bagi Pembentuk Undang-undang dan Ilmu Hukum). antara lain
dikatakan: 'Das Recht wird nicht gemacht. est ist und wird mit dem volke (Hukum itu
dunia yang terdiri dari bermacam-macam bangsa itu mempunyai volgeist (jiwa rakyat)
yang berbeda-beda yang tampak dari perbedaan kebudayaan. Ekspresi itu juga tampak
pada hukum yang sudah barang tentu berbeda pula pada setiap tempat dan waktu. Isi
hukum yang bersumber dari pada jiwa rakyat itu ditentukan oleh pergaulan hidup
manusia dari masa ke masa (sejarah). Hukum menurut pendapat Savigny berkembang
dari suatu masyarakat yang sederhana yang pencerminannya tampak dalam tingkah laku
semua individu kepada masyarakat yang modern dan kompleks dimana kesadaran hukum
rakyat itu tampak pada apa yang diucapkan oleh para ahli hukumnya
C. Hubungan Filsafat Hukum Dengan Ilmu Hukum Dan Teori Hukum
Keterkaitan filsafat hukum dan ilmu hukum ialah bahwa filsafat hukum dan ilmu
hukum dapat menjadi salah satu sumber hukum (communis opinio doctorum). Hanya
hasil filsafat hukum dan ilmu hukum yang hampir diakui oleh semua sarjana hukum yang
Disisi lain, Ilmu hukum hanya memberikan jawaban sepihak dan hanya melihat
gejala-gejala hukum sebatas yang dapat dilihat oleh panca indra mengenai perbuatan-
dari hakekat tersebut luput dari penilaian–penilaian. Norma hukum Tidak termasuk dunia
kenyataan tapi masuk ke dalam seins (realita) atau solen (idealita). Jadi dalam kajian ilmu
hukum sein masuk dalam realita ilmu pengetahuan sedangkan solen masuk dalam realita
filsafat.
Sementara itu hubungan Teori Hukum dan Filsafat Hukum dapat dirangkum
sebagai sebuah hubungan meta-disiplin (filsafat hukum) terhadap disiplin objek (teori
hukum.
Dengan demikian pikiran spekulatif ini maka Filsafat Hukum dapat bersifat
rasional hanya atas dasar kriterianya sendiri, yang keberadaannya sendiri didiskusikan.
Sebaliknya Teori Hukum itu rasional atas dasar kriteria umum, yang diterima oleh tiap
orang.
Teori ilmu hukum bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik dan
memberikan penjelasan sejernih mungkin mengenai bahan hukum yang tersaji dalam
kegiatan yuridis di dalam kenyataan masyarakat objek telaahnya adalah gejala umum
dalam tatanan hukum positif yang meliputi analisis dalam hukum dan kritik ideologi
terhadap hukum.
Referensi
Gunarto. 2012. Filsafat Hukum dan Ilmu Hukum. Semarang: Universitas Islam Sultan
Agung
Ishaq. 2012. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.
Erwin, Muhammad. 2013. Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum. Jakarta:
Rajawali Pers.