Anda di halaman 1dari 36

MATA KULIAH

FILSAFAT ILMU LANJUTAN

Dosen Pengampu : Dr. Cyrus Lalompoh, M.Pd


Mahasiswa : A.L. Grace Katuuk
RASIONALISME KLASIK
DAN
MODERN
Filsafat adalah hasil akal seorang manusia yang
mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan
sedalam-dalamnya.

Filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan


sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
CABANG DAN ALIRAN FILSAFAT
 
Menurut Suriasumantri (2000:32), pokok
permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi
yakni :
 apa yang disebut benar dan apa yang disebut
salah (logika),
 mana yang dianggap baik dan mana yang
dianggap buruk (etika),
 apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk
jelek (estetika).
tentang teori ada, tentang
hakikat keberadaan zat, tentang
hakikat keberadaan zat dan
pikiran yang semuanya
terangkum dalam metafisika 

Metafisika adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan proses


analitis atas hakikat fundamental mengenai keberadaan dan realitas
 yang menyertainya.
Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari penjelasan asal
atau hakekat objek (fisik) di dunia. Metafisika adalah studi
keberadaan atau realitas.
Ada tiga landasan filsafat yaitu
ontologis,  epistemologi, dan
aksiologis.
Menurut Praja (2003:91-189) ada 10 aliran
dalam filsafat, yaitu :

Rasionalisme, merupakan aliran filsafat yang sangat mementingkan rasio.


Dalam rasio terdapat ide-ide dan dengan itu orang dapat membangun
suatu ilmu pengetahuan tanpa menghiraukan realitas di luar rasio.

Empirisme, aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan berasal dari


pengalaman sehingga pengenalan inderawi merupakan pengenalan yang
paling jelas dan sempurna.

Kritisisme, merupakan aliran filsafat yang menyelidiki batas-batas


kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Oleh karena
itu, kritisisme sangat berbeda corak dengan rasionalisme yang
mempercayai kemampuan rasio secara mutlak.
Idealisme, adalah aliran filsafat yang menganggap bahwa realitas ini terdiri
dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda
material dan kekuatan.
Positivisme. Positivisme berasal dari kata “positif”, yang artinya dengan
faktual, yaitu apa yang berdasarkan fakta-fakta, menyelidiki fakta-fakta
dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta. Pengetahuan tidak boleh
melebihi fakta. Positivisme hanya, mengandalkan fakta-fakta belaka
bukan berdasarkan pengalaman, seperti empirisme.
Naturalisme, merupakan paham yang berpendirian bahwa setiap bayi lahir
dalam keadaan suci dan dianugerahi dengan potensi insaniyah yang
dapat berkembang secara alamiah. Karena itu, pendidikan pada
dasarnya sekedar merupakan suatu proses pemberian kemudahan agar
anak berkembang sesuai dengan kodrat alamiahnya.
Materialisme, merupakan aliran yang menganggap bahwa dunia ini tidak
ada selain materi atau nature (alam) dan dunia fisik adalah satu. Faham
materialisme ini tidak memerlukan dalil-dalil yang muluk-muluk dan
abstrak, juga teorinya jelas berpegang pada kenyataan-kenyataan yang
jelas dan mudah dimengerti.
Intusionalisme, adalah suatu aliran atau faham yang menganggap
bahwa intuisi (naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan
kebenaran. Intuisi termasuk salah satu kegiatan berfikir yang tidak
didasarkan pada penalaran dan tidak bercampur aduk dengan
perasaan.

Fenomenalisme, adalah aliran atau faham yang menganggap bahwa


Fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan
kebenaran. Seorang Fenomenalisme suka melihat gejala, berbeda
dengan seorang ahli ilmu positif yang mengumpulkan data, mencari
korelasi dan fungsi, serta membuat hukum-hukum dan teori.
Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti.

Sekularisme, merupakan suatu proses pembebasan manusia dalam


berpikirnya dan dalam berbagai aspek kebudayaan dari segala
yang bersifat keagamaan dan metafisika,
Rasionalisme merupakan salah satu aliran ilmu filsafat
yang beranggapan bahwa rasio atau akal adalah
sumber tertinggi segala ilmu pengetahuan.

Kebenaran menurut rasionalisme harus berdasarkan


pada intelektualitas, sehingga perkembangan ilmu
pengetahuan dapat dieksplorasi melalui gagasan-
gagasan intelektual manusia.

Rasionalisme juga menekankan bahwa akal sebagai


sumber utama pengetahuan yang dapat mendahului
pengamatan indrawi.
Tokoh-tokoh rasionalisme yang hidup di
era Klasik seperti Plato dan di era Modern
seperti Rene Descartes dan Baruch
Spinoza sama-sama meyakini hal tersebut,
walaupun memiliki perbedaan pemikiran.
Hegel, yang merupakan tokoh idealisme
juga sebenarnya mementingkan rasio
sebagai sumber ilmu pengetahuan.
 Beberapa ajaran pokok Rasionalisme :

- Rasionalisme percaya bahwa melalui proses pemikiran abstrak,


kita dapat mencapai kebenaran fundamental, yang tidak dapat
disangkal : pertama, mengenai apa yang ada serta strukturnya,
dan kedua, mengenai alam semesta pada umumnya.

- Rasionalisme percaya bahwa beberapa kebenaran tentang


realitas dapat dicapai tanpa menggunakan metode empiris
( berdasarkan pengalaman).

- Rasionalisme percaya bahwa pikiran mampu mengetahui


beberapa kebenaran tentang realitas, mendahului pengalaman
apapun juga. Pengetahuan yang diperoleh tanpa pengalaman
disebut dengan pengetahuan “a priori”.
- Rasionalisme percaya bahwa akal budi atau rasio adalah sumber utama
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah system
deduktif (proses dari satu atau lebih pernyatan umum/premis untuk
mencapai kesimpulan logis tertentu) yang dapat dipahami secara rasional
yang hanya secara tidak langsung berhubungan dengan pengalaman
indrawi.

- Rasionalisme percaya bahwa kebenaran tidak diuji melalui verifikasi


indrawi, akan tetapi melalui kriteria konsistensi logis. Kaum Rasionalisme
menentukan kebenaran yang didasarkan atas konsistensi antara
pernyataan yang satu dengan pernyataan yang lain, atau kesesuaian
antara pernyataan (teori) dengan kesepakatan (consensus ) para ilmuwan.

- Rasionalisme percaya bahwa alam semesta (realitas) mengikuti hukum-


hukum alam yang rasional, karena alam semesta adalah system yang
dirancang secara rasional, yang aturan-aturannya sesuai dengan logika
matematika.
RASIONALISME KLASIK
 
 Plato
Plato (427-347 SM) berasal dari keluarga aristokraso yang
turun menurun memegang peranan penting dalam politik
Athena. Plato pun bercita-cita sejak mudanya untuk menjadi
orang Negara, tetapi perkembangan politik di masanya tidak
memberikan kesempatan baginya untuk mengikuti jalan hidup
yang diinginkan. Nama asli Plato adalah Aristokles. Plato
merupakan nama pemberian guru senamnya. Plato dalam
bahasa Yunani berasa; dari kata benda “platos”
(kelebarannya/lebarannya) yang dibentuk dari kata sifat “platus”
(lebar). Plato memperoleh nama baru tersebut dikarenakan
bahunya yang lebar, sepadan dengan badannya yang tinggi
dan tegap. Julukan tersebut begitu cepat popular dan menjadi
panggilannya sehari-hari, bahkan menjadi nama resmi yang
diabadikan lewat seluruh karyanya
Pandangan Plato tentang filsafat dipengaruhi oleh
beberapa filsuf pra-Socrates, yaitu :

a. Pythagoras (keabadian jiwa, mistisisme, matematika),


b. Parmenides (yang memberi Plato pemikiran tentang kenyataan yang
abadi,yang tidak berubah oleh waktu sebagai realitas yang paling
dasar, yang oleh Plato disebut dunia idea/.akal sebagai kenyataan yang
abadi),
c. Heracleitos (dunia empirisme hanyalah sebuah doxa/pendapat), yang
memberi Plato dasar pemikiran tentang tidak adanya sesuatu yang
permanen dalam dunia fisik, karena itu pengetahuan tentang dunia
empiris hanyalah sekedar doxa (pendapat) dan bukan episteme
(pengetahuan yang sempurna).
.d. Socrates (problem etika/moral). ,
. Socrates, yang memberikan pengaruh kepada Plato tentang
problem etika(moral) serta perlunya tujuan kehidupan di dunia,
karenanya perlunya menggeluti pengetahuan tentang idea “yang baik”
yang menjadi tujuan semua idea.
Plato sebagai pendiri Epistemologi dan Teori Pengetahuan Plato

Plato dianggap salah seorang pendiri epistimologi, karena ia yang


dianggap paling awal yang mempertanyakan: “apa yang dapat kita
ketahui?”; “bagaimana kita mengetahui?” dan “kapan satu pengetahuan
dinyatakan benar?” adapun teori pengetahuan Plato merupakan upaya
untuk memecahkan pertentangan antara pemikiran Heracleitos dengan
pemikiran Parmenides. Heracleitos menyatakan bahwarealitas adalah
sesuatu yang senantiasa berubah (panta rhei kai uden
menei ),sementara disisi lain, Parmenides menyatakan bahwa realitas
adalah sesuatu yangt tidak berubah, sesuatu yang tetap, dan yang
abadi. Menurut Plato, realitas yang senantiasa berubah adalah realitas
“dunia fisis” (fenomena alam) sedangkan realitasyang sempurna,
realitas yang tidak berubah, terdapat dalam “dunia idea”.
Plato menolak relativisme dan perspektivisme
epistimologis yang muncul dari pemikiran Heracleitos
(kelak pemikiran ini muncul pada Neitzsche), dan
mendukung Socrates,gurunya yang sangat
dihormatinya, yang menyatakan adanya kepastian
dan objektivisme (etis). Pengetahuan menurut Plato
bukanlah hasil pengamatan indra(kritik terhadap
Heracleitos), sebab dunia yang kita amati hanya
sebagai bayangan  dunia idea.
Ideologi yang menyembunyikan ideologi telah
mengubah tradisi-tradisipengetahuan pluralistik yang
kompleks menjadi pemikiran monolitik berdasarkan
kelasdan diubah menjadi sebuah tradisi keunggulan
universal.
 Pemikiran-pemikiran Plato yang terkenal, meliputi:

Pemikiran tentang pengetahuan melalui dunia idea


 
Plato menyatakan bahwa fenomena alam (dunia fisis) merupakan realitas
yang dapat berubah-ubah, sedangkan dunia  Idea  merupakan realitas yang
sempurna dan tidak dapat berubah. Fenomena-fenomena yang dapat kita
amati menurutnya adalah bayangan dari dunia Idea yang  bersifat kabur.
Sehingga, pengetahuan yang diperoleh melalui jalur tersebut tidak dapat
membuka  jalan bagi pemahaman yang sesungguhnya (episteme). Kriteria
pengetahuan yang sejati (dunia  Idea) adalah harus pasti dan abadi. Menurut
Plato, alur pemikiran manusia dari tidak tahu menjadi tahu dilalui melalui
dua tahap, yaitu doxa (pendapat) dan episteme (pengetahuan sejati).  Doxa
 berhubungan dengan objek-objek particular yang dapat dipersepsikan,
sedangkan episteme  berhubungan dengan objek-objek asli (arkhai). Objek
doxa meliputi Eikasia (imajinasi) dan Pistis (objek fisis/pengamatan tentang
benda), sedangkan episteme  meliputi Dianoya (pemikiran matematis)
dan Noesis (ketajaman intuisi). Alur tersebut menunjukkan bahwa bagi Plato
intuisi yang berasal rasio (akal) manusia adalah dunia Idea yang merupakan
kebijakan tertinggi sebuah  pengetahuan.
Pemikiran tentang manusia
 
Pemikiran Plato tentang manusia bersifat dualistik dengan memisahkan
antara jiwa/roh/pikiran dengan tubuh. Menurutnya, di satu sisi manusia
merupakan eksistensi yang immaterial , abadi dan tak berubah, sementara
disisi lain manusia merupakan badan yang terperangkap dalam empiri dan
 bias hancur setelah meninggal.

Plato membagi jiwa/roh/pikiran menjadi tiga elemen, yaitu


• nous (pikiran),
• thomus  (semangat atau keberanian) dan
• ephitumia  (nafsu).
 
Hubungan ketiga elemen tersebut digambarkan oleh Plato seperti seseorang
yang sedang menunggang kereta dengan dua kuda bersayap. Seseorang
tersebut digambarkan sebagai nous. Kuda yang berwarna putih dan  berhati
mulia sebagai thomus yang selalu ingin berlari keatas, sedangkan kuda yang
berwarna hitam dan jahat/liar sebagai epithumia yang selalu ingin berlari
kebawah. Kuda yang liar dan jahat membuat kesalahan, sehingga membuat
mereka jatuh ke bawah (bumi) dan terpenjara dalam tubuh.
Berdasarkan ketiga elemen tersebut, Plato juga mengkelompokkan
manusia menjadi tiga kelas.

Pertama, kelompok yang jiwanya lebih dominan pada epitumia,


terdiri dari para petani dan  pekerja yang bertugas memenuhi
kebutuhan seluruh negara karena dianggap keutamaannya adalah
hawa-nafsu, tempatnya di perut.

Kedua, kelompok yang jiwanya lebih dominan pada thomus, terdiri


dari penjaga dan prajurit yang bertugas menjaga keamanan Negara
karena dianggap keutamaannya adalah keberanian, tempatnya di
dada.

Ketiga, kelompok yang jiwanya lebih dominan pada logos, terdiri


dari pemimpin, kaum intelektual dan filsuf yang bertugas
memerintah secara arif dan bijaksana karena dianggap
keutamaannya adalah kebijaksanaan, tempatnya di kepala
Pemikiran tentang Etika
 
Etika yang digagas oleh Plato tentu saja bersifat intelektual
dan rasional dengan tujuan untuk mencapai budi baik.
Orang yang memiliki intelektualitas tinggi dianggap Plato
dengan sendirinya akan berbudi baik. Pemikirannya
tentang etika juga terlihat melalui alegori gua Plato (the
allegory of the cave) yang dituliskan pada bukunya
berjudul Republic.
Ada beberapa penafsiran yang dirasakan relevan dengan situasi kehidupan kita
sekarang terkait alegori gua Plato tersebut. Penafsiran tersebut adalah sebagai
berikut.:
 
a. Sebagai kritik tajam atas kehidupan/pemahaman yang dangkal. Kebenaran
dan kebaikan baik adalah sesuatu yang memuaskan. Secara tidak sadar kehidupan
manusia penuh ilusi dan pengetahuan yang dangkal.

b. Kiasan kehidupan politis yang berbicara seenaknya. Ilmuwan dan politisi


terkurung dalam gua bayangan ideologi dan teori-teorinya.

c.  Kritik terhadap realisme naif, yang menganggap bahwa pernyataan kita sebagai
sesuatu penjelasan realitas sesungguhnya.

d. Kritik terhadap pandangan ilmu pengetahuan teknologi sebagai alat


pemenuhan kebutuhan yang dangkal, tanpa mempertimbangkan
kebutuhan yang lebih mendalam seperti persoalan etis, religius dan
lingkungan secara lebih luas.

e.  Perlunya seorang ilmuwan bebas atau merdeka dari bayangan dan ilusi-ilusi.
Lalu memberikan pencerahan dan membantu masyarakat keluar dari berbagai
dogmatisme, ketertutupan dan ketidakberesan.
Dapat disimpulkan bahwa dari pemikiran
Plato menurutnya akal budi memiliki
kedudukan tertinggi, sementara hasrat secara
serampangan cenderung menuntut
pemenuhan keinginannya, sedangkan jiwa
memiliki dimensi irasional, karena itu perlu
bimbingan dan pengawasan akal budi.
 
RASIONALISME MODERN
•       Rene Descartes
Rene Descartes adalah merupakan tokoh yang disebut terlebih
dahulu. Descartes dilahirkan pada tanggal 31 Maret 1596 di
sebuah bandar kecil La Haye, di Touraine, Prancis.
Descartes mempelajari ilmu filsafat, yang meliputi asas yang
kukuh mengenai logik deduktif dan etika Aristotle, teori
saintifik Aristotle, dan metafisik Aristotle dan Thomas Aquinas
sebagaimana yang ditafsirkan oleh ahli-ahli teologi yang
mengakibatkan Descartes jatuh cinta dengan filsafat dan
mengandaikan bahwa hidup tanpa berfilsafat adalah seperti
hidup dengan mata yang tertutup (to live without philosophizing is
to live with closed eyes).
Ia meninggal pada tahun 1650 karena komplikasi penyakit yang
dialaminya akibat memberikan pelajaran filsafat kepada Ratu
Kristina dari Swedia pada jam enam pagi setiap hari.
Rene Descartes berusaha
mengembangkan metode filsafat yang
menjamin pengetahuan yang pasti
secara mutlak tentang dunia. Ia
menyatakan bahwa cogito ergo sum (“aku
berpikir, maka aku ada”).
Rasionalismenya memberikan pengaruh
yang sangat besar pada perkembangan
filsafat modern selanjutnya. Ia seorang
matematikawan yang mengembangkan
geometri analitis. Karya
utamanya : meditation on First Philosophy,
Discourse on Method, Principle of
Philosophy.
Descartes mengawali filsafat modern dengan menapaki
masalah epistemologi dengan mencoba menemukan
fondasi bagi kebenaran ilmu pengetahuan yang absolut
dan pasti.
Frans M. Suseno mengemukakan pemikiran filsafat
Descartes sebagai berikut.
            “Descartes mengemukakan kesangsian metodis,
karena ia tidak puas dengan filsafat-filsafat pada
zamannya. Filsafat itu terlalu tergantung pada dalil-dalil
filsuf-filsuf zaman dahulu, seperti Aristoteles. Filsafat
sebagai ilmu tidak boleh bertolak dari pengandaian
apapun. Apa yang diajarkannya harus langkah demi
langkah dipertanggungjawabkan. Filsafat harus
menyangsikan segala-galanya. Tidak boleh ada sesuatu
apa pun yang begitu saja diterima. Dalam kesangsian itu
akan kelihatan apa yang dapat bertahan dan yang tidak.”
Cogito Ergo Sum adalah sebuah metode yang
menjunjung tinggi suatu keraguan untuk
mengungkapkan suatu kebenaran. Segala
sesuatu haruslah diragukan agar memperoleh
kebenaran. Namun, satu  hal yang tidak
dapat dia ragukan adalah rasa ragu itu
sendiri. Inilah yang menjadi basis filsafat
Descartes, yaitu saya ragu maka saya berpikir
dan saya berpikir adalah ada.
Metode keraguan Descartes bertolak
dari kenyataan di mana manusia kerap
tertipu oleh pengamatan
(pengalaman). Ia terus meragukan
segala hal secara sistematis, sehingga
sesuatu yang salah akan tampak
sebagai kebenaran. Baginya, eksistensi
yang berpikir (thinking being)
merupakan fondasi yang mutlak bagi
semua pengetahuan.
Selain Cogito Ergo Sum, karya terkenal yang lain dari Descartes
adalah Discourse de la Methode dan Meditationes de prima
philosophia.  Ia membedakan tiga ide dalam diri manusia,
yakni :
-          Innate ideas adalah ide atau pemikiran bawaan sejak
manusia tersebut dilahirkan.
-          Adventitious idea adalah ide yang berasal dari luar diri
manusia
-          Factitious idea adalah ide yang dilahirkan oleh pikiran itu
sendiri.
Dengan metode Descartes itulah akhirnya memunculkan
kembali bahwa segala sesuatu haruslah dipecahkan dengan
rasio. Jadi dapat dikatakan bahwa proses memperoleh
pengetahuan atau ilmu secara sistematis dan lebih khusus
dalam ranah filsafat haruslah dilakukan lebih dulu dengan
metode keraguan untuk memilah-milah.
• Baruch Spinoza
Spinoza (1632-1677) dilahirkan dari keluarga Yahudi. Ia melarikan diri
dari Spanyol dan tinggal di Amsterdam, dan kemudian dipaksa
meninggalkan Amsterdam sebagaiakibat pemikiran bebasnya.
Sinagognya pun mengucilkannya, bahkan ada usahauntuk
membunuhnya. Ketidaksenangan atas pemikiran Spinoza juga
meuncul darikaum Kristen ortodoks karena pemikirannya dianggap
dan dikategorikan ateis. Iaseorang yang jujur, sopan, pemikir bebas
dan menolak pembatasan, termasukmenolak jabatan di Universitas
Heidelberg, dengan alasan jabatan itu sebagai posisi resmi. Spinoza
menulis tentang etika dan berusaha untuk menyusun satu
geometrifilsafat. Etikanya mencoba untuk menjelaskan secara
matematis bagaimana menjalanihidup yang baik dan bermoral, dan
menerima konsep ide yang terpilah sebagaisesuatu yang benar. Sistem
filsafatnya tersusun berdasarkan definisi dan aksioma-aksioma.
Sistemnya menjelaskan kenyataan dalam dunia yang secara
ketatditentukan tata dan hubungan ide-ide, sama dengan tata dan
hubungan benda-benda.
Ia menolak dualisme Descartes (yang mengemukakan bahwa
substansi ‘tubuh dan jiwa’ merupakan dua substansi yang berbeda)
.
Sebagai seorang rasionalis, Spinoza tidak
menempatkan hasil pengamatan indrawi sebagai
pengetahuan yang sempurna (sejati). Ia
membedakan tiga tarafpengetahuan, yaitu: (1) taraf
pengetahuan indrawi atau imajinasi, (2) taraf
refleksi yangberkaitan dengan prinsip-prinsip, dan
(3) taraf intuisi. Pengetahuan sejati hanya
yangberkaitan dengan intuisi dan refleksi. Spinoza
bukan Cuma dikenal sebagai filsuf, akantetapi juga
sebagai seorang psikolog. Ia mengemukakan cara
mendapatkan pemahaman intelektual, imajinasi,
intelek, dan intuisi
Bagi Spinoza hanya ada satu substansi, yaitu Tuhan.
Dan satu substansi ini meliputi baik dunia maupun
manusia. Itulah sebabnya pendirian Spinoza disebut
penteisme yang rasional, Tuhan disamakan dengan
segala sesuatu yang ada. Spinoza juga beranggapan
bahwa satu substansi itu mempunyai ciri-ciri yang tak
terhingga jumlahnya. Namun demkikian kita hanya
mengenal dua ciri saja, pemikiran dan keluasan. Pada
manusialah kedua ciri tersebut terdapat bersama-sama
pemikiran (jiwa) dan serentak juga keluasan tubuh.
Seperti Descartes, dia mulai dengan ide-ide yang jelas
dan nyata, gagasan-gagasan yang dipikirkannya
terbukti benar dengan sendirinya. Ide dasar berkenaan
dengan subtansi yang didefinisikannya sebagai “yang
berada oleh dirinya sendiri dan dimengerti oleh dirinya
sendiri; yakni sesuatu dimana konsep untuk
formasinya tidak memerlukan hal lain.
Apa yang coba Spinoza buktikan adalah hanya
ada satu subtansi, dan subtansi ini dapat
dipandang sebagai Allah atau alam. Sebab apa
saja yang ada, berada di dalam Allah, dan tanpa
Allah tidak ada sesuatupun dipahami atau dapat
dipahami. Spinoza juga segera memberikan
suatu argumen yang lain yakni Allah tidak
berada di luar alam melainkan di dalam alam.
Allah adalah penyebab yang selalu ada dan
bukan penyebab sementara segala sesuatu. Baik
kita berbicara tentang Allah atau alam,
sebenarnya kita sedang berbicara tentang hal
yang sama. Perbedaannya berada pada satu
tekanan. Berbicara tentang Allah menaruh
perhatian pada penyebab ; berbicara tentang
alam pada hasil akhir.
• George Wilhelm Friedrich Hegel
Hegel (1770-1831) dilahirkan di Stuttgart, jerman bagian selatan. Ia adalah
anakpertama dari tiga bersaudara dari keluarga kelas menengah. Keluarganya
sebenarnyaberasal dari Austria namun seperti kaum protestan lainnya pada abad
ke-16, merekamelarikan diri dari kaum katolik Austria dan akhirnya menetap di
satu wilayah Lutherandi Jerman. Ia belajar filsafat dan teologi di Tuebingen
(1788-1793). Ia tinggal seasrama dengan Hoelderlin dan Schelling. Hoelderlin
kemudian terkenal sebgai penyair besar Jerman sementara Schelling menjadi
seorang filsuf terkenal seperti Hegel.Pada tahun 1801-1807 Hegel pergi ke Jena
dan mulai mengajar filsafat diUniversitas Jena tanpa gaji dan hanya dibayar oleh
mahasiswa yang mengikutikuliahnya. Hegel menjadi profesor pada tahun 1805.
Sewaktu kota Jena disusuki Nepoleon pada tahun 1806, Hegel lari ke Nurenberg
dimana ia menjadi rektorgymnasium, menjadi editor sebuah surat kabar di
Hamburg (1806-1816), dan menjadi profesor filsafat di Heidelberg dan kemudian
di Universitas Berlin. Di Universitas Berlin, Hegel sangat terkenal, mahasiswa
datang dari mana-mana untuk mendengar kuliahnya. Hegel meninggal dunia di
Berlin pada tahun 1831.
Hegel selalu berbicara tentang : yang absolut,
ide, yang satu, roh-dunia (selalu dalam huruf
besar). Ini merujuk pada tuhan, walaupun
bukan tuhan seperti pandangan pendeta
(agamawan) umumnya. Roh absolut adalah
yang menyelimuti, mengatur, dan
membimbing seluruh realitas. Dengan
penalaran, kita tidak perlu menyelidiki yang
absolut itu; kita adalah bagian darinya, dan
merupakan ekspresi dari-Nya.
Antara pandangan idealism (ontology) dengan pandangan rasionalisme
(epistemology), yaitu sama-sama meyakini bahwa idea adalah realitas
yang sungguh ada. Karena itu, posisi kaum Rasionalis dan Idealis sama-
sama tertuju pada yang metafisis (supernatural, adikodrati), bukan yang
empiris (hal yang berhubungan dengan pengalaman).
Jadi, system ide-ide atau gagasan lebih mendahului data/persepsi
indrawi.
Kaum Rasionalisme (Plato, Descartes, Hegel) menjadikan rasio sebagai
dasar (fundasi) yang terpercaya bagi ilmu pengetahuan. Ilmuwan
dianggap dapat menjelaskan realita (ontology) secara pasti dengan cara
melakukan penalaran sesuai dengan hokum-hukum logika (deduktif).
Jika seseorang dapat menyusun pemikiran secara sistematis dan logis,
maka pemikiran seperti itu merupakan penghadiran (representasi)
realitas/objek sebagaimana adanya.
Dasar atau asumsi pemikirannya adalah realitas itu tertata secara rasional
dan harmonis.
Hegel dengan jelas mengemukakan bahwa : semua yang rasional itu real,
dan yang real itu rasional. Karena itu ilmu pengetahuan yang dihasilkan
secara rasional pun pasti sesuai dengan realitas (obyektif).
 

Anda mungkin juga menyukai