Terdapat beberapa ungkapan Makna filsafat dari beberapa ahli diantaranya, Socrates
mendifinisikan filsafat sebagai proses mempertanyakan tentang hakikat alam dan berupaya
menjawabnya dengan menggunakan logos/rasio ketimbang mitos. Lebih lanjut Socrates Plato
mendefinisikan filsafat sebagai kajian tentang sebab-musabab yang hakiki dari segala sesuatu
yang ada. Aristoteles memaknai filsafat sebagai upaya mencari prinsip-prinsip dan penyebab-
penyebab bagi berbagai realita yang ada. Aristoteles merupakan seorang pemikir yang kritis,
banyak melakukan penelitian dan mengembangkan pengetahuan pada masa hidupnya. Tulisan
Aristoteles yang terkenal hingga sekarang ialah mengenai logika yang disebut analitika.
Analitika ini bertujuan mengajukan syarat-syarat yang harus dipenuhi pemikiran yang yang
bermaksud mencapai kebenaran (Poedjiadi, 2014). Sebagai sintesis dari semua definisi ini,
Suriasumantri (2009) menyatakan bahwa salah satu makna filsafat yaitu suatu cara berpikir yang
radikal dan menyeluruh, cara berpikir yang mengupas sesuatu sedalam-dalamnya. Lebiha jauh
Djamaris (2011) menyatakan bahwa makna hakiki dari filsafat ialah cara mencari kebebanaran
melalui pengamatan dan berpikir secara kritis, terbuka, toleran, tanpa prasangka, dan bebas dari
mitos. Berfilsafat pada hakikatnya adalah berpikir secara mendasar (radikal), menyeluruh
(komprehensif), dan spekulatif (Rapar, 1995).
2. Kemukakan gagasan-gagasan filsuf yunani klasik yang relevan dengan kajian sains.
a) Thales (624-545 SM), berpikiran bahwa asas pertama alam semesta itu ialaha air. Air yang
senantiasa bergerak dan tidak pernah diam dipandangnya sebagai asas kehidupan segala
yang ada.
b) Anaximenes (585-528 SM) berpandangan bahwa udara sebagai asas pertama. Pandangan
ini dikemukakan dengan landasan pemikiran bahwa manusia dan semua mahkluk hidup itu
bernapas, yaitu mengambil udara yang melingkupi alam semesta.
c) Heraklitus (535-475 SM)mempunyai konjektur api sebagai elemen material alam semesta.
Adapun perubahan itu berlaku di bawah suatu hukum yang disebutnya logos, artinya
pikiran yang benar.
d) Empedokles (495-435 SM) menyimpulkan bahwa akar segala sesuatu yang membentuk
realita alam ada empat elemen dasar permanen, yakni api, udara, tanah dan air.
Rekombinasi dari keempatnya membentuk material di alam semesta (Southwell, 2013).
e) Leucippus (450-420 SM) dan muridnya yakni Democritus (460 – 370 SM) memunculkan
teori awal atomisme, atau ide bahwa segala materi terdiri atas partikel yang sangat kecil
yang tidak dapat dipecah lagi. Partikel-partikel tersebut terpisahkan satu sama lain oleh
ruang kosong. Jika zat-zat mempunyai karakteristik berbeda, itu karena dibangun oleh
campuran atom-atom yang berbeda. Sedangkan filsuf-filsuf alam sebelum Leucippus
memandang segala materi di alam dapat dipechkan secara tidak berkesudahan.
f) Phytagoras (580-500 SM), menyatakan bahwa alam ini tersusun sebagai bilangan-bilangan,
oleh karenanya, manusia akan memperoleh pengetahuan tentang alam ini melalui
pengetahuannya mengenai bilangan.
g) Socrates, plato dan aristoteles. Pada zaman Socrates (469-399 SM) dipandang orang yang
paling bjaksana. Ia sangat berpengetahuan, namun ia sendiri selalu mengaku tidak tahu
apa-apa. Ia mengembangkan tradisi dialog dan berpikir kritis, mempertanyakan dari segala
ha khususnya argument dan konsistensi berpikir.
h) Aristoteles (384-322 SM) berargumen bahwa pengetahuan tentang dunia dating melalui
pengelaman yg diintepretasi oleh nalar (reason). Walaupun ia adalah peserta didik plato,
tapi pendekatannyaberbeda terhadap pemerolehan pengetahuan.
Sejak kelahirannya filsafat memainkan tiga peran utama dalam sejarah perkembangan
manusia, yakni pembebas dan pembimbing (Rapar, 1995). Filsafat dengan sifat rasionalnya telah
membebaskan manusia dari belenggu terhadap intelektualitas manusia sebagai akibat dari
kepercayaan terhadap mistis, mitos dan tahayul yang sebelumnya mentradisi. Filsafat
membebaskan manusia dari cara berpikir yang tidak sistematis dan tidak jernih dan cara berpikir
yang tidak kritis dalam menerima kebenaran-kebenaran semu. Filsafat membimbing manusia
untuk mengembangkan cara berpikir integral (menyeluruh), kritis, analitis, dan logis.
Ilmu dan aplikasinya dalam teknologi semakin pesat perkembangannya, jauh meninggalkan
filsafat sebagai induknya. Namun demikian, bukan berarti filsafat di masa kini tidak berguna.
Filsafat senantiasa mempertanyakan hal-hal yang tidak dikaji dalam ilmu, yakni hakikat seluruh
realita. Selain itu karena sifat kajiannya yang mendasar dan menyeluruh, filsafat dipandang
mampu mengevaluasi dan mengoreksi asas dan praksis ilmu serta penerapannya dalam
teknologi.
Epistemologi (episteme = pengetahuan; logos = ilmu) ialah cabang filsafat yang bertalian
dengan teori pengetahuan, yang meliputi sumber, penemuan, kesahihan, dan limitasi
pengetahuan. Metafisika (di sebalik fisika) adalah kajian filsafat yang mendasar dan
komprehensif mengenai seluruh realita atau tentang keberadaan (segala sesuatu yang ada, atau
being), yang mencakup metafisika umum (ontologi) dan metafisika khusus (a.l. kosmologi dan
teologi). Ontologi (ontos: keberadaan, logos = ilmu) berfokus pada kajian tentang hakikat
keberadaan. Hal senada juga diungkapkan oleh syafii (2004), obyek telaah ontologi adalah yang
ada tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, ontology membahas tentang yang ada secara
universal, yaitu berusaha mencari inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas
dalam semua bentuknya. Aksiologi (aksio; manfaat, logos; ilmu) merupakan cabang filsafat yang
mengkaji manfaat atau nilai ilmu. Logika berkenaan dengan kaidah-kaidah formal inferensi
(penyimpulan) untuk mencapai kebenaran secara rasional, antara lain silogisme. Seperti
mempelajari atom kita bisa memanfaatkan wujud tersebut sebagai sumber energy bagi
keselamatan manusia, tetapi di pihak lain hal ini bias juga berakibat sebaliknya, yakni membawa
manusia kepada penciptaan bom atom yang menimbulkan malapetaka (syafii, 2004).
6. Kemukakan esensi pemikiran filosofis dari berbagai aliran (paham) tentang isu metafisika
dan isu epistemology.
a. Materialisme merupakan salah satu paham metafisika yang memandangsegala sesuatu yang
wujud di alam adalah materi dan gaya yang bekerja terhadap materi tersebut. Materialisme
tergolong monism, yakni pandangan bahwa hanya ada satu jenis substansi yang wujud,
yakni materi. Pikiran dan kesadaran hanyalah merupakan penjelmaan dari materi dan
berpulang ke materi. Misalnya fisiologi dan perilaku manusia dapat dijelaskan dengan
menggunakan teori fisika dan kimia, seperti sifat jantung dapat dianalisis sebagai pompa dan
sirkulasi darah sebagai aliran fluida.
c. Determinisme, merupakan salah satu paham metafisika yang memandang segala sesuatu
ada sebabnya. Tidak ada suatu kejadian di alam yang terlepas dari hokum sebab-akibat.
Aplikasi paham ini keperilaku manusia menjadi kontroversi, sehingga muncul paham
indeterminisme yang menyangkal bahwa seluruh kejadian di alam semata-mata tunduk
kepada hokum sebab-akibat. Dalam berbagai kasus menurut paham indeterminisme terdapat
kejadian yang bergantung pada dirinya sendiri, atau keinginan bebas (free-will), yang tidak
bersebab pada kejadian sebelumnya.
f. Realisme, suatu pandangan epistemologi yang menyatakan bahwa terdapat realita yang
bebas dari minda (mind-independent reality). Obyek-obyek terpisah dari, dan independen
dari, minda kita. Implikasinya adalah obyek-obyek yang diketahui adalah nyata dalam
dirinya sendiri, keberadaannya tidak bergantung pada pikiran orang yang mengetahuinya.
Alam tetap wujud sebelum pikiran menyadarinya, dan akan tetap wujud setelah pikiran
berhenti menyadarinya.
Referensi
Alisjahmaba, S.T. (1981). Pembimbing kefilsafa metafisika. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat.
Djamaris, M. (2011). Ilmu, filsafat, dan filsafatilmu. Dalam S.A. Akhadiah & W. D. Listyasar,
Filsafat ilmu lanjutan (hlm.101-131). Jakarta : Kencana.
Firman, harry. (2019). Pengantar Filsafat Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung : Sekolah
Pascasarjana UPI.
Musdiani. (2011). Aliran-aliran dalam filsafat. Jurnal Visipena. Vol. II No. 2 ISSN. 2086-1397.
Southwell, G. (2013). 50 philosophy of science ideas you really need to know. London. Quercus
Editions.
Suriasumantri, J. S. (2009). Tentang hakekat ilmu. Dalam J. S. Suriasumantri (Ed). Ilmu dalam
perspektif. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Suriasumantri, J.S. (2009). Filsafat ilmu : Sebuah pengantar popular. Jakarta : Pustaka Sinar
Harapan
Syafii, Inu Kencana. (2004). Pengantar filsafat. Cet. I: Bandung : Refika Aditama.