Anda di halaman 1dari 6

RELEVANSI SISTEM DEMOKRASI DI rakyat, rakyat berkuasa, pemerintah rakyat dan (Jegalus, 2013).

Ajaran Aristoteles tentang


INDONESIA DITINJAU DALAM oleh rakyat. metafisika kemudian di kembangkan lebih
PANDANGAN ARISTOTELES lanjut oleh St. Thomas Aquinas pada abad
Dari pengertian diatas kita paham bahwa pertengahan. Aristoteles juga banyak menulis
Oleh : Ahmad Ahimsa demokrasi adalah bagian dari khazanah gagasannya dengan melihat berbagai persoalan
pembuatan keputusan kolektif. Demokrasi yang berkembang pada masanya, termasuk
Pendahuluan mengejawantakan keinginan bahwa keputusan- masalah etika dan politik, yang tertuang dalam
Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan keputusan seperti itu, yang mempengaruhi dua karya monumentalnya yakni,
alternatif dalam berbagai tatanan aktivitas perkumpulan secara keseluruhan, harus Nicomachean Etics dan La Politica (Koten,
bermasyarakat dan bernegara di beberapa diambil oleh semua anggotanya, dan bahwa 2010).
Negara. Seperti diakui oleh Moh. Mahfud MD, masingmasing anggota harus mempunyai hak
ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai yang sama dalam proses Salah satu teks filsafat yang paling menarik
sistem bermasyarakat dan bernegara. Pertama, pengambilan/pembuatan keputusan-keputusan tentang demokrasi di masa Yunani Kuno
hampir semua negara didunia ini telah tersebut. Dengan kata lain, demokrasi adalah karya Aristoteles La Politica yang
menjadikan demokrasi sebagai asas yang mencangkup prinsip kembar control rakyat disebut sebagai Politeia, atau Politics. Buku
fundamamental.; Kedua, demokrasi sebagai atas proses pembuatan keputusan kolektif dan tersebut juga amat menantang untuk dibaca.
asas kenegaraan secara esensial telah kesamaan hak-hak dalam menjalankan kendali katanya wkwk.... Di satu sisi, buku tersebut
memberikan arah bagi peranan masyarakat itu. Sejauh prinsip-prinsip ini dilaksanakan berbicara soal prinsip-prinsip teoritis bagi tata
untuk menyelenggarakan Negara sebagai dalam proses pembuatan keputusan suatu politik negara ataupun pemerintahan. Di sisi
organisasi tertingginya. Oleh karena itu, perkumpulan, kita bisa menyebut perkumpulan lain, buku tersebut juga banyak berbicara soal
diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang itu demokratis. situasi aktual masyarakat Yunani Kuno yang
benar pada warga masyarakat tentang Konsep Demokrasi Ala Aristoteles memang menggunakan sistem demokrasi
demokrasi. dalam pemerintahannya.
Di dalam berbagai analisis maupun teori
Pengertian demokrasi dapat dilihat dari tentang demokrasi, pemerintahan demokratis Aristoteles memulai dengan pengandaian dasar
tinjauan bahasa (epistemologis) dan istilah di masa Yunani Kuno selalu menjadi bahan tentang apa itu negara, dan siapa itu manusia.
(terminologis). Secara epistemologis kajian yang menarik. Baginya, adanya negara adalah sesuatu yang
“demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal Dalam sejarah filsafat bahkan ilmu alamiah, karena manusia, pada hakekatnya,
dari bahasa Yunani yaitu ”demos” yang berarti pengetahuan umum lainnya, nama Aristoteles adalah mahluk politis. Dengan kata lain,
rakyat atau penduduk suatu tempat dan sering mendapat tempat. Ia salah satu dari karena manusia, secara alamiah, adalah
“cretein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan sedikit orang yang meninggalkan pengaruh mahluk politis, maka negara, sebagai
atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demos- yang besar bagi kemajuan dunia. Bersama komunitas politis, pun juga adalah sesuatu
cratein atau demos-cratos adalah keadaan Plato gurunya, ia menelurkan beragam gagasan yang ada secara alamiah. “Dengan demikian,”
Negara di mana dalam sistem pemerintahannya tentang manusia, tentang dunia dan terlebih tulis Aristoteles, “adalah jelas bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan karnya besarnya yang terkenal yaitu Metafisika negara(Polis) adalah ciptaan dari alam, dan
tertinggi berada dalam keputusan bersama
manusia secara alamiah adalah binatang yang Dengan berpijak pada pengandaian, bahwa bahasa filsafat, memberikan “alasan adanya”
politis.” Lalu, bagaimana dengan orang-orang manusia adalah mahluk politis, dan bahwa kekuasaan itu. Poin ini, pada hemat saya,
yang tak punya negara, atau yang tak negara adalah sesuatu yang alamiah, penting untuk diperhatikan oleh para penguasa
tergabung dengan komunitas politis tersebut? Aristoteles menegaskan, bahwa di dalam politis di seluruh dunia, terutama untuk para
Aristoteles secara jelas membedakan antara negara, selalu ada struktur kekuasaan, yakni tiran yang memerintah dengan tangan besi dan
orang-orang yang tak memiliki negara secara antara yang memerintah, dan yang diperintah. penindasan. Tidak ada kekuasaan yang bisa
sengaja di satu sisi, dan orang-orang yang Hubungan antara pemerintah dan yang bertahan, tanpa publik yang mendukung
terpaksa tidak memiliki negara. Orang-orang diperintah ini memiliki beberapa model. Model kekuasaan itu. Maka, tidak ada tiran yang akan
yang memilih untuk tak bernegara, bagi pertama adalah model yang primitif, di mana terus bertahan, selama ia terus menindas dan
Aristoteles, adalah orang-orang yang jahat, politik ditujukan untuk sepenuhnya mengabaikan kepentingan rakyat banyak.
yang sekaligus tidak mengenal hukum, pecinta kepentingan pemerintah, atau penguasa. Model Kekuasaan, pada dirinya sendiri, sudah selalu
perang dan kekacauan, serta kejam. ini disebutnya sebagai model hubungan tuan melahirkan kontrol, yakni kepentingan publik
Benarkah manusia adalah mahluk politis, dan budak. “Kekuasaan dari seorang tuan,” itu sendiri. Dari sudut pandang ini, tirani,
dalam arti mahluk yang membentuk polis, atau demikian tulis Aristoteles, “walaupun budak ataupun bentuk kekuasaan yang menindas
kota, atau komunitas politis? Benarkah bahwa dan tuan secara alamiah memiliki kepentingan lainnya, secara niscaya akan menghancurkan
dia, secara alamiah, terdorong untuk hidup yang sama, bagaimanapun juga selalu dirinya sendiri.
bersama manusia-manusia lainnya dalam satu memihak pada kepentingan tuan.” Walaupun
komunitas? Ini jelas merupakan pengandaian begitu, tuan tetap harus memikirkan dan
antropologis dari filsafat politik Aristoteles. mempertimbangkan kepentingan budaknya. Model kekuasaan kedua, menurut Aristoteles,
Dan, menurut saya, ini bukan hanya konsep Jika budak hancur, maka kepentingan tuan pun adalah model rumah tangga, yakni antara
teoritis, melainkan juga selalu berpijak pada tidak akan terpenuhi. Tanpa budak, tidak ada orang tua dan anaknya di dalam sebuah
pengalaman nyata manusia-manusia konkret di tuan. “Jika budak hancur”, demikian tulisnya, keluarga. Di dalam model ini, kekuasaan
dunia. Tidak ada satu pun manusia yang hidup “maka kekuasaan sang tuan pun ikut hancur digunakan untuk memenuhi kepentingan
tanpa komunitas. Identitasnya sebagai bersamanya.” semua pihak, terutama pihak yang dipimpin.
manusia, termasuk kediriannya, pun diberikan Pada titik ini, menurut saya, Aristoteles Orang tua memimpin rumah tangga untuk
oleh komunitas tempat ia hidup dan memberikan argumen yang amat baik tentang kebaikan anak-anaknya, dan bukan untuk
berkembang. Ada hubungan timbal balik hakekat kekuasaan, yakni, pada hakekatnya, kebaikan orang tuanya semata. Logikanya
antara manusia dan komunitasnya. Di satu sisi, kekuasaan itu bersifat timbal balik. Di satu sisi, begini, karena orang tua memperhatikan
manusia menciptakan komunitasnya. Di sisi publik membutuhkan penguasa, pemerintah, kepentingan anak-anaknya, maka, secara tidak
lain, ia pun diciptakan oleh komunitasnya. dan pemimpin untuk menjalankan rutinitas langsung, kepentingan mereka pun terpenuhi,
Dalam arti ini, saya sepakat dengan hidup sehari-hari, dan menjamin, bahwa semua dan semua pihak akhirnya mendapatkan
Aristoteles, bahwa dorongan untuk kebutuhannya, sedapat mungkin, terpenuhi. Di kepuasan. “Pemerintahan yang terdiri dari istri
menciptakan tata politik, yakni sebagai sisi lain, penguasa, pemerintah, ataupun para dan anak dan rumah tangga, yang disebut juga
manusia manusia politis, adalah kodrat alamiah pemimpin membutuhkan publik untuk manajemen rumah tangga”, demikian tulis
manusia. melegitimasi kekuasaannya, atau, dalam Aristoteles, “ada pertama-tama untuk kebaikan
dari pihak yang diperintah atau juga demi
kebaikan kedua belah pihak, tetapi secara juga di jaman Aristoteles hidup, banyak Etika dan Politik sangat memiliki hubungan
esensial untuk kebaikan yang diperintah.” Jika penyelewengan yang terjadi di dalam politik yang erat satu dengan yang lainnya. Hubungan
model ini diterapkan di level politik, yakni demokratis. Misalnya, sang penguasa politis tersebut ada berdasarkan pengembangan yang
lebih masyarakat luas, maka yang tercipta ingin tetap berada sebagai penguasa, bukan dilakukan Aristoteles tentang Politik yang
kemudian adalah tata politik demokratis. Di karena untuk melayani kepentingan rakyatnya, berkembang berdasarkan pada prinsip Etika.
dalam politik demokratis, menurut Aristoteles, melainkan untuk memperkaya diri, maupun Etika merupakan suatu kebaikan, hal ini dapat
negara bergerak di dalam kerangka prinsip kelompoknya. Padahal, mereka sebenarnya dimengerti bahwa setiap tindakan, kegiatan,
kesetaraan antara manusia. Penguasa pun tidak tahu, bahwa jika memerintah dengan jelek, mengarah kepada tujuan mengejar kebaikan.
lagi digilir berdasarkan darah ataupun maka setelah turun dari kursi pemerintahan, Dengan demikian kebaikan merupakan apa
kekuatan militer, melainkan dipilih bergantian mereka akan dibenci. Demi kebaikan seluruh yang “dituju“ dan “dikejar”. Hubungan yang
di antara orang-orang terbaik yang ada di rakyat, dan kebaikan dirinya sendiri, maka nampak antara Etika dan Politik yakni, dalam
dalam masyarakat tersebut. Para penguasa seorang penguasa politis harus memerintah Nichomachean Ethics, bahwa segala sesuatu
dipilih, karena mereka dianggap bisa dengan baik dan adil. yang memiliki hubungan dengan aktivitas,
memberikan yang terbaik untuk masyarakat, kegiatan, tindakan seseorang selalu tertuju
dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kepada kebaikan tertentu atau yang disebut
masyarakat luas. Dengan menjalankan Hubungan Etika-Politik Menurut dengan Etika. Sedangkan dalam Politics,
peranannya, sang penguasa, yang dipilih secara Aristoteles terdapat dua tesis yakni: tesis pertama yakni
bergantian, pun mendapatkan keuntungan bahwa persekutuan aktivitas kehidupan
berlimpah. “Seperti situasi alamiahnya,” Pandangan Aristoteles mengenai hubungan bersama, lahir dan dibangun dengan tujuan
demikian tulis Aristoteles, “orang akan etika dan juga politik, Ia berpendapat bahwa menggapai pada tujuan kebaikan tertentu pula,
bergantian melayani sebagai penguasa, dan politik dan etika bukan hanya berhubungan sedangan tesis kedua Polis yang merupakan
sekali lagi, orang lain akan memperhatikan satu dengan yang lain, melainkan terutama persekutuan sebagai puncak utama dalam
kepentingannya, sama seperti dia, ketika ia politik mengandaikan etika, dan etika kehidupan bersama, sehingga tujuan yang pasti
memimpin, memperhatikan kepentingan mengalami pencetusan kesempurnaanya dalam yakni untuk mengejar dan mendapatkan
mereka.” Inilah politik yang ideal menurut politik. Dalam pandangan Aristoteles, kebaikan yang tinggi. Dengan demikian,
Aristoteles. hubungan etika dan politik dapat disimak politik yang merupakan suatu sistem dalam
Gagasan ini, pada hemat saya, merupakan dengan gamblang dan tegas dari kalimat tata hidup bersama dalam polis, tunduk kepada
pikiran dari teori demokrasi. Penguasa pertama (pembuka) buku etika, Nicomachen Etika serta mengandaikan bahwa Etika
memimpin rakyat untuk kebaikan rakyatnya, Ethics, dan kalimat pembuka buku politiknya, kebaikan sekaligus merupakan pencak
dan ketika ia menjadi rakyat kembali, dan politics. Etika Aristoteles adalah etika kesempurnaan cetusan Etika. Dengan demikian
penguasa lain yang memimpin, ia pun, si kebaikan, artinya dia menggariskan bahwa dapat dipahami bahwa pendapat Aristoteles
mantan penguasa politik, akan diperhatikan setiap aktivitas memiliki tujuan mengejar tentang hubungan Etika dan Politik yakni,
kepentingannya. Seluruh praktek demokrasi kebaikan. Maka, kebaikan adalah “itu yang adanya hubungan dalam realitas bahwa Etika
yang terjadi di dunia sekarang ini sebenarnya dituju atau ini yang dikejar.” merupakan pendasaran dari Politik (bdk.
berpijak pada prinsip ini. Tentu saja, seperti Dewantara, 2018: 53-54)
orang, dan mengabdi pada kepentingan banyak memperhatikan kepentingan bersama.
Aristoteles juga mendefinisikan beberapa orang, disebut sebagai monarki. Pimpinannya Pemerintahan monarki dengan mudah
bentuk pemerintahan. Baginya, setiap bentuk adalah raja. Pemerintahan yang dipimpin oleh dipelintir menjadi tirani, di mana satu orang
pemerintahan harus didasarkan pada suatu beberapa orang, dan mengabdi pada penguasa memerintah dengan sewenang-
hukum, atau konstitusi. Konstitusi inilah yang kepentingan bersama, adalah aristokrasi. wenang, tanpa memperhatikan kepentingan
disebut etika. Penguasa politis, atau Pimpinannya adalah orang-orang terbaik yang bersama, dan hanya memperhatikan
pemerintah, adalah otoritas tertinggi dalam ada di masyarakat tersebut. Sementara, kepentingan sang raja sendiri. Pemerintahan
suatu negara yang menentukan segalanya. pemerintahan yang dijalankan oleh banyak aristokrasi dengan mudah dipelintir menjadi
Penguasa politis itu bisa terdiri dari satu orang, orang, yang mewakili semua orang, disebut oligarki, dimana beberapa orang memerintah
beberapa orang, atau semua orang. Pada titik juga sebagai pemerintahan konstitusi, atau dengan sewenang-wenang, hanya
ini, Aristoteles membedakan antara demokrasi. Di dalam sistem politik semacam memperhatikan segelintir orang-orang kaya
pemerintahan yang sejati, dan pemerintahan ini, satu orang, atau bahkan beberapa orang, saja. Sementara, pemerintahan demokrasi bisa
yang sesat. Pemerintahan yang sejati menjadi dianggap tidak mampu menjamin, bahwa dengan mudah tergelincir menjadi
kepentingan bersama sebagai titik pijak semua kepentingan bersama bisa terwujud. Maka, pemerintahan anarki, atau pemerintahan oleh
kebijakannya. Sementara, pemerintahan yang mereka perlu mendapatkan bantuan dari orang- orang-orang yang bergantung pada negara, dan
sesat menjadikan kepentingan satu orang, atau orang lainnya. tak mampu berdiri sendiri.
golongan tertentu, sebagai titik pijak
kebijakannya. Pemerintahan yang sejati, dan Kondisi Demokrasi di Indonesia
pemerintahan yang sesat, bisa dipimpin oleh “Satu orang atau beberapa orang”, demikian
satu orang, beberapa orang, atau semua orang. tulis Aristoteles, “mungkin memiliki Di Indonesia sekarang ini, demokrasi adalah
keunggulan di beberapa bidang; namun sistem politik yang digunakan. Namun,
“Pemerintahan yang sejati”, demikian tulis dengan bertambahnya jumlah maka semakin argumen sentral Aristoteles, yakni demokrasi
Aristoteles, “dengan demikian, adalah sulit bagi mereka untuk mencapai sebagai komunitas orang-orang bebas,
pemerintahan dimana satu, atau beberapa, kesempurnaan di berbgai bidang keuggulan, belumlah menjadi roh demokrasi di Indonesia.
atau banyak, memerintah dengan pandangan walaupun mungkin ini adalah keunggulan Warga negaranya masih hidup dalam
pada kepentingan bersama; tetapi militer, yang merupakan kegemaran dari kungkungan mitos serta kungkungan hasrat
pemerintahan yang melihat hanya pada massa.” untuk mengumpulkan harta benda dan uang..
kepentingan pribadi, baik itu kepentingan Dalam konteks ini, rakyat adalah penguasa
satu, beberapa, atau banyak orang, adalah tertinggi yang menjamin, bahwa para penguasa Namun, kebebasan apakah yang dimaksud oleh
suatu kesesatan.” politis harus memperhatikan kepentingan Aristoteles? Apakah bebas sebebas-bebasnya,
bersama. di mana orang bisa melakukan apapun yang ia
Aristoteles membedakan beberapa bentuk mau? Pada hemat saya, berpijak pada konsep
pemerintahan yang sejati, yakni pemerintahan Dari ketiga bentuk sistem politik ini, semuanya manusia menurut Aristoteles, yakni sebagai
yang mengabdi pada kepentingan rakyat bisa terpelintir menjadi pemerintahan yang mahluk rasional, atau hewan yang rasional,
banyak. Pemerintahan yang dipimpin oleh satu sesat, yakni pemerintahan yang tidak kebebasan Aristotelian dapat dilihat sebagai
kemampuan manusia untuk mengambil jarak sesungguhnya menjadi sistem politik di utamanya bukan untuk melayani, melaikan
dari dunia sekitarnya, dan membuat penilaian Indonesia sekarang ini adalah oligarki, yakni untuk mencari kekuasaan. Duduk di kursi
rasional. Dengan penilaian rasional ini, pemerintahan oleh beberapa orang kaya untuk empuk dengan gaji yang selangit. Kiranya
manusia memutuskan, tindakan apa yang akan kepentingan orang-orang kaya juga. pandangan Aristoteles perlu di refleksikan oleh
ia lakukan. Dalam konteks Indonesia, Kepentingan bersama nyaris tak pernah jadi masyarakat. Keterarahan politik kepada etika
kebebasan semacam ini masih langka. Di pertimbangan, kecuali kepentingan bersama ini mengandung banyak implikasi, dan salah
dalam berpikir dan membuat keputusan, orang tersebut secara langsung beririsan dengan satu diantaranya adalah mengedepankan
masih diperbudak oleh doktrin-doktrin mitos, kepentingan para orang-orang kaya. Sekarang kebaikan. Kebaikan tentu tidak menyertakan
maupun hasrat dari dalam dirinya untuk ini, para penguasa politik adalah orang-orang keburukan dalam dirinya. Melepaskan segala
mendapatkan uang lebih banyak. Dua hal ini yang kaya secara ekonomi, sehingga mereka yang buruk dalam perpolitikan, seperti suap,
mengaburkan kemampuannya untuk punya modal untuk ikut pemilu, atau pilkada. saling menghasut, fitnah, saling jegal dan
mengambil jarak dari dunia. Dua hal ini, Tidak hanya itu, para calon kepala daerah masih banyak lagi. Politik di Indonesia kurang
menurut saya, juga mengaburkan maupun presiden pun adalah orang-orang kaya baik, atau bisa dikatakan politik kotor
kemampuannya untuk berpikir rasional. yang ketika menjabat nanti, juga memikirkan dikarenakan perpolitikan dilepaskan dari etika.
Demokrasi, menurut Aristoteles, adalah kepentingan diri dan golongannya, supaya Etika-politik menurut Aristoteles jika
komunitas dari orang-orang bebas, yakni mereka bisa lebih kaya. Mungkin... Dalam diterapkan di Indonesia sungguhlah luar biasa,
orang-orang yang mampu mengambil jarak semua proses ini, kepentingan rakyat banyak ketika setiap pribadi mampu merefleksikan
dari dunia, mempertimbangkan secara rasional pun semakin terpinggirkan. Pada hemat saya, bahwa segala pekerjaan kita kerjakan demi
keputusannya, dan bertindak. Selama orang- keadaan ini tidak akan banyak berubah sampai kebaikan, maka para elit yang telah melakukan
orang Indonesia masih berada di bawah pola kurang lebih sepuluh tahun ke depan. penyelewengan juga tidak ada. Pesta
berpikir mitologis religius dan ekonomis, demokrasi yang selama ini terjadi pastinya
selama itu pula, kita tidak akan menjadi juga pesta yang bersih, masyarakat benar-benar
masyrakat demokratis. Kemudian berkaitan dengan etika-politik, merayakan kemenangan para pemimpin atas
kiranya politik di Indonesia masih terkesan pilihan dari rakyat sendiri yang sungguh-
rebutan. Memerebutkan kursi-kursi empuk di sunggu mampu mewujudkan aspirsi rakyat.
Melihat pembagian tipe-tipe sistem politik elit politik sana. Padahal, menurut pandangan Pesta demokrasi bukan hanya dinikmati oleh
menerut Aristoteles, Apakah Indonesia bisa Ariestoteles etika politik itu saling elit politik, tetapi di rasakan juga oleh
dibilang sebagai negara demokrasi? Ataukah, berhubungan. Etika adalah perbuatan baik, masyarakat, masyarakat tidak hanya
Indonesia kini sudah menjadi semacam perbuatan baik untuk menuju pada tujuan yang menggunkan suaranya, tetapi terdapat umpan
oligarki? Pembagian sistem-sistem politis yang baik. Sedangkan, politik yang dipandang oleh balik didalamnya, bukan money politik. Setiap
dilakukan oleh Aristoteles, pada hemat saya, Aristoteles adalah politik yang penuh dengan pemimpin atau para calon pemimpin yang
amatlah masuk akal dan relevan, terutama kesantuanan. Karena politik itu terarah pada hendak mencalonkan diri untuk menjadi
untuk melihat situasi politik kita sekarang di etika, maka hendaknya politik juga mengarah pemimpin di negara ini, hendaknya
Indonesia. Sekarang ini, di Indonesia, pada kebaikan. Namun kenyataannya, apakah menggunakan pandangan Aaristoteles ini,
demokrasi hanyalah nama untuk pencitraan politik di Indonesia seperti itu? Kiranya belum, melakukan politik dengan tujuan kebaikan.
semata, dan tidak memiliki isi yang asli. Yang masih banyak sekali elit politik yang tujuan
Penutup Aristoteles adalah politik yang penuh dengan
kesantuanan. Karena politik itu terarah pada
etika, maka hendaknya politik juga mengarah
Demokrasi menurut Aristoteles tertuang dalam pada kebaikan
karyanya La Politica, Di dalam politik
demokratis, menurut Aristoteles, negara
bergerak di dalam kerangka prinsip kesetaraan SALAM DEMOKRASI !!
antara manusia. Penguasa pun tidak lagi digilir
berdasarkan darah ataupun kekuatan militer,
melainkan dipilih bergantian di antara orang- Referensi
orang terbaik yang ada di dalam masyarakat
tersebut. Para penguasa dipilih, karena mereka Fadil, M. (2012). Bentuk Pemerintahan dalam
dianggap bisa memberikan yang terbaik untuk Pandangan Aristoteles. KYBERNAN: Jurnal Ilmiah
masyarakat, dan memenuhi kebutuhan- Ilmu Pemerintahan, 3(1), 1-9.
kebutuhan masyarakat luas. Dengan
menjalankan peranannya, sang penguasa, yang
Namang, R. B. (2020). Negara dan Warga Negara
dipilih secara bergantian, pun mendapatkan Perspektif Aristoteles. Jurnal Ilmiah Dinamika
keuntungan berlimpah. Sosial, 4(2), 247-266.

Di Indonesia sekarang ini, demokrasi adalah Wattimena,A.A,Reza.2012.“Demokrasi


sistem politik yang digunakan. Namun, Menurut Aristoteles”
argumen sentral Aristoteles, yakni demokrasi https://rumahfilsafat.com/2012/08/15/demokra
sebagai komunitas orang-orang bebas, si-menurut-aristoteles-bagian-1/,diakses pada 8
belumlah menjadi roh demokrasi di Indonesia. Juli 20223 pukul 16.00
Warga negaranya masih hidup dalam
kungkungan mitos serta kungkungan hasrat
untuk mengumpulkan harta benda dan uang. Ladiqi, S., & Wekke, I. S. (2018). Gambaran
Kemudian berkaitan dengan etika-politik, Demokrasi, Demokrasi, dan
kiranya politik di Indonesia masih terkesan Perkembangan. Yogyakarta: Penerbit GB [Gawe
Buku]. Tersedia secara online juga di: http://www.
rebutan. Memerebutkan kursi-kursi empuk di
academia.
elit politik sana. Padahal, menurut pandangan edu/36308314/GAMBARAN_DEMOKRASI_DEMO
Ariestoteles etika politik itu saling GRAFI_DAN_PERKEMBANGAN [diakses di
berhubungan. Etika adalah perbuatan baik, Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 14 Desember
perbuatan baik untuk menuju pada tujuan yang 2017].
baik. Sedangkan, politik yang dipandang oleh

Anda mungkin juga menyukai