RELEVANSI SISTEM DEMOKRASI DI rakyat, rakyat berkuasa, pemerintah rakyat dan (Jegalus, 2013).
Ajaran Aristoteles tentang
INDONESIA DITINJAU DALAM oleh rakyat. metafisika kemudian di kembangkan lebih PANDANGAN ARISTOTELES lanjut oleh St. Thomas Aquinas pada abad Dari pengertian diatas kita paham bahwa pertengahan. Aristoteles juga banyak menulis Oleh : Ahmad Ahimsa demokrasi adalah bagian dari khazanah gagasannya dengan melihat berbagai persoalan pembuatan keputusan kolektif. Demokrasi yang berkembang pada masanya, termasuk Pendahuluan mengejawantakan keinginan bahwa keputusan- masalah etika dan politik, yang tertuang dalam Demokrasi sebagai suatu sistem telah dijadikan keputusan seperti itu, yang mempengaruhi dua karya monumentalnya yakni, alternatif dalam berbagai tatanan aktivitas perkumpulan secara keseluruhan, harus Nicomachean Etics dan La Politica (Koten, bermasyarakat dan bernegara di beberapa diambil oleh semua anggotanya, dan bahwa 2010). Negara. Seperti diakui oleh Moh. Mahfud MD, masingmasing anggota harus mempunyai hak ada dua alasan dipilihnya demokrasi sebagai yang sama dalam proses Salah satu teks filsafat yang paling menarik sistem bermasyarakat dan bernegara. Pertama, pengambilan/pembuatan keputusan-keputusan tentang demokrasi di masa Yunani Kuno hampir semua negara didunia ini telah tersebut. Dengan kata lain, demokrasi adalah karya Aristoteles La Politica yang menjadikan demokrasi sebagai asas yang mencangkup prinsip kembar control rakyat disebut sebagai Politeia, atau Politics. Buku fundamamental.; Kedua, demokrasi sebagai atas proses pembuatan keputusan kolektif dan tersebut juga amat menantang untuk dibaca. asas kenegaraan secara esensial telah kesamaan hak-hak dalam menjalankan kendali katanya wkwk.... Di satu sisi, buku tersebut memberikan arah bagi peranan masyarakat itu. Sejauh prinsip-prinsip ini dilaksanakan berbicara soal prinsip-prinsip teoritis bagi tata untuk menyelenggarakan Negara sebagai dalam proses pembuatan keputusan suatu politik negara ataupun pemerintahan. Di sisi organisasi tertingginya. Oleh karena itu, perkumpulan, kita bisa menyebut perkumpulan lain, buku tersebut juga banyak berbicara soal diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang itu demokratis. situasi aktual masyarakat Yunani Kuno yang benar pada warga masyarakat tentang Konsep Demokrasi Ala Aristoteles memang menggunakan sistem demokrasi demokrasi. dalam pemerintahannya. Di dalam berbagai analisis maupun teori Pengertian demokrasi dapat dilihat dari tentang demokrasi, pemerintahan demokratis Aristoteles memulai dengan pengandaian dasar tinjauan bahasa (epistemologis) dan istilah di masa Yunani Kuno selalu menjadi bahan tentang apa itu negara, dan siapa itu manusia. (terminologis). Secara epistemologis kajian yang menarik. Baginya, adanya negara adalah sesuatu yang “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal Dalam sejarah filsafat bahkan ilmu alamiah, karena manusia, pada hakekatnya, dari bahasa Yunani yaitu ”demos” yang berarti pengetahuan umum lainnya, nama Aristoteles adalah mahluk politis. Dengan kata lain, rakyat atau penduduk suatu tempat dan sering mendapat tempat. Ia salah satu dari karena manusia, secara alamiah, adalah “cretein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan sedikit orang yang meninggalkan pengaruh mahluk politis, maka negara, sebagai atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demos- yang besar bagi kemajuan dunia. Bersama komunitas politis, pun juga adalah sesuatu cratein atau demos-cratos adalah keadaan Plato gurunya, ia menelurkan beragam gagasan yang ada secara alamiah. “Dengan demikian,” Negara di mana dalam sistem pemerintahannya tentang manusia, tentang dunia dan terlebih tulis Aristoteles, “adalah jelas bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan karnya besarnya yang terkenal yaitu Metafisika negara(Polis) adalah ciptaan dari alam, dan tertinggi berada dalam keputusan bersama manusia secara alamiah adalah binatang yang Dengan berpijak pada pengandaian, bahwa bahasa filsafat, memberikan “alasan adanya” politis.” Lalu, bagaimana dengan orang-orang manusia adalah mahluk politis, dan bahwa kekuasaan itu. Poin ini, pada hemat saya, yang tak punya negara, atau yang tak negara adalah sesuatu yang alamiah, penting untuk diperhatikan oleh para penguasa tergabung dengan komunitas politis tersebut? Aristoteles menegaskan, bahwa di dalam politis di seluruh dunia, terutama untuk para Aristoteles secara jelas membedakan antara negara, selalu ada struktur kekuasaan, yakni tiran yang memerintah dengan tangan besi dan orang-orang yang tak memiliki negara secara antara yang memerintah, dan yang diperintah. penindasan. Tidak ada kekuasaan yang bisa sengaja di satu sisi, dan orang-orang yang Hubungan antara pemerintah dan yang bertahan, tanpa publik yang mendukung terpaksa tidak memiliki negara. Orang-orang diperintah ini memiliki beberapa model. Model kekuasaan itu. Maka, tidak ada tiran yang akan yang memilih untuk tak bernegara, bagi pertama adalah model yang primitif, di mana terus bertahan, selama ia terus menindas dan Aristoteles, adalah orang-orang yang jahat, politik ditujukan untuk sepenuhnya mengabaikan kepentingan rakyat banyak. yang sekaligus tidak mengenal hukum, pecinta kepentingan pemerintah, atau penguasa. Model Kekuasaan, pada dirinya sendiri, sudah selalu perang dan kekacauan, serta kejam. ini disebutnya sebagai model hubungan tuan melahirkan kontrol, yakni kepentingan publik Benarkah manusia adalah mahluk politis, dan budak. “Kekuasaan dari seorang tuan,” itu sendiri. Dari sudut pandang ini, tirani, dalam arti mahluk yang membentuk polis, atau demikian tulis Aristoteles, “walaupun budak ataupun bentuk kekuasaan yang menindas kota, atau komunitas politis? Benarkah bahwa dan tuan secara alamiah memiliki kepentingan lainnya, secara niscaya akan menghancurkan dia, secara alamiah, terdorong untuk hidup yang sama, bagaimanapun juga selalu dirinya sendiri. bersama manusia-manusia lainnya dalam satu memihak pada kepentingan tuan.” Walaupun komunitas? Ini jelas merupakan pengandaian begitu, tuan tetap harus memikirkan dan antropologis dari filsafat politik Aristoteles. mempertimbangkan kepentingan budaknya. Model kekuasaan kedua, menurut Aristoteles, Dan, menurut saya, ini bukan hanya konsep Jika budak hancur, maka kepentingan tuan pun adalah model rumah tangga, yakni antara teoritis, melainkan juga selalu berpijak pada tidak akan terpenuhi. Tanpa budak, tidak ada orang tua dan anaknya di dalam sebuah pengalaman nyata manusia-manusia konkret di tuan. “Jika budak hancur”, demikian tulisnya, keluarga. Di dalam model ini, kekuasaan dunia. Tidak ada satu pun manusia yang hidup “maka kekuasaan sang tuan pun ikut hancur digunakan untuk memenuhi kepentingan tanpa komunitas. Identitasnya sebagai bersamanya.” semua pihak, terutama pihak yang dipimpin. manusia, termasuk kediriannya, pun diberikan Pada titik ini, menurut saya, Aristoteles Orang tua memimpin rumah tangga untuk oleh komunitas tempat ia hidup dan memberikan argumen yang amat baik tentang kebaikan anak-anaknya, dan bukan untuk berkembang. Ada hubungan timbal balik hakekat kekuasaan, yakni, pada hakekatnya, kebaikan orang tuanya semata. Logikanya antara manusia dan komunitasnya. Di satu sisi, kekuasaan itu bersifat timbal balik. Di satu sisi, begini, karena orang tua memperhatikan manusia menciptakan komunitasnya. Di sisi publik membutuhkan penguasa, pemerintah, kepentingan anak-anaknya, maka, secara tidak lain, ia pun diciptakan oleh komunitasnya. dan pemimpin untuk menjalankan rutinitas langsung, kepentingan mereka pun terpenuhi, Dalam arti ini, saya sepakat dengan hidup sehari-hari, dan menjamin, bahwa semua dan semua pihak akhirnya mendapatkan Aristoteles, bahwa dorongan untuk kebutuhannya, sedapat mungkin, terpenuhi. Di kepuasan. “Pemerintahan yang terdiri dari istri menciptakan tata politik, yakni sebagai sisi lain, penguasa, pemerintah, ataupun para dan anak dan rumah tangga, yang disebut juga manusia manusia politis, adalah kodrat alamiah pemimpin membutuhkan publik untuk manajemen rumah tangga”, demikian tulis manusia. melegitimasi kekuasaannya, atau, dalam Aristoteles, “ada pertama-tama untuk kebaikan dari pihak yang diperintah atau juga demi kebaikan kedua belah pihak, tetapi secara juga di jaman Aristoteles hidup, banyak Etika dan Politik sangat memiliki hubungan esensial untuk kebaikan yang diperintah.” Jika penyelewengan yang terjadi di dalam politik yang erat satu dengan yang lainnya. Hubungan model ini diterapkan di level politik, yakni demokratis. Misalnya, sang penguasa politis tersebut ada berdasarkan pengembangan yang lebih masyarakat luas, maka yang tercipta ingin tetap berada sebagai penguasa, bukan dilakukan Aristoteles tentang Politik yang kemudian adalah tata politik demokratis. Di karena untuk melayani kepentingan rakyatnya, berkembang berdasarkan pada prinsip Etika. dalam politik demokratis, menurut Aristoteles, melainkan untuk memperkaya diri, maupun Etika merupakan suatu kebaikan, hal ini dapat negara bergerak di dalam kerangka prinsip kelompoknya. Padahal, mereka sebenarnya dimengerti bahwa setiap tindakan, kegiatan, kesetaraan antara manusia. Penguasa pun tidak tahu, bahwa jika memerintah dengan jelek, mengarah kepada tujuan mengejar kebaikan. lagi digilir berdasarkan darah ataupun maka setelah turun dari kursi pemerintahan, Dengan demikian kebaikan merupakan apa kekuatan militer, melainkan dipilih bergantian mereka akan dibenci. Demi kebaikan seluruh yang “dituju“ dan “dikejar”. Hubungan yang di antara orang-orang terbaik yang ada di rakyat, dan kebaikan dirinya sendiri, maka nampak antara Etika dan Politik yakni, dalam dalam masyarakat tersebut. Para penguasa seorang penguasa politis harus memerintah Nichomachean Ethics, bahwa segala sesuatu dipilih, karena mereka dianggap bisa dengan baik dan adil. yang memiliki hubungan dengan aktivitas, memberikan yang terbaik untuk masyarakat, kegiatan, tindakan seseorang selalu tertuju dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan kepada kebaikan tertentu atau yang disebut masyarakat luas. Dengan menjalankan Hubungan Etika-Politik Menurut dengan Etika. Sedangkan dalam Politics, peranannya, sang penguasa, yang dipilih secara Aristoteles terdapat dua tesis yakni: tesis pertama yakni bergantian, pun mendapatkan keuntungan bahwa persekutuan aktivitas kehidupan berlimpah. “Seperti situasi alamiahnya,” Pandangan Aristoteles mengenai hubungan bersama, lahir dan dibangun dengan tujuan demikian tulis Aristoteles, “orang akan etika dan juga politik, Ia berpendapat bahwa menggapai pada tujuan kebaikan tertentu pula, bergantian melayani sebagai penguasa, dan politik dan etika bukan hanya berhubungan sedangan tesis kedua Polis yang merupakan sekali lagi, orang lain akan memperhatikan satu dengan yang lain, melainkan terutama persekutuan sebagai puncak utama dalam kepentingannya, sama seperti dia, ketika ia politik mengandaikan etika, dan etika kehidupan bersama, sehingga tujuan yang pasti memimpin, memperhatikan kepentingan mengalami pencetusan kesempurnaanya dalam yakni untuk mengejar dan mendapatkan mereka.” Inilah politik yang ideal menurut politik. Dalam pandangan Aristoteles, kebaikan yang tinggi. Dengan demikian, Aristoteles. hubungan etika dan politik dapat disimak politik yang merupakan suatu sistem dalam Gagasan ini, pada hemat saya, merupakan dengan gamblang dan tegas dari kalimat tata hidup bersama dalam polis, tunduk kepada pikiran dari teori demokrasi. Penguasa pertama (pembuka) buku etika, Nicomachen Etika serta mengandaikan bahwa Etika memimpin rakyat untuk kebaikan rakyatnya, Ethics, dan kalimat pembuka buku politiknya, kebaikan sekaligus merupakan pencak dan ketika ia menjadi rakyat kembali, dan politics. Etika Aristoteles adalah etika kesempurnaan cetusan Etika. Dengan demikian penguasa lain yang memimpin, ia pun, si kebaikan, artinya dia menggariskan bahwa dapat dipahami bahwa pendapat Aristoteles mantan penguasa politik, akan diperhatikan setiap aktivitas memiliki tujuan mengejar tentang hubungan Etika dan Politik yakni, kepentingannya. Seluruh praktek demokrasi kebaikan. Maka, kebaikan adalah “itu yang adanya hubungan dalam realitas bahwa Etika yang terjadi di dunia sekarang ini sebenarnya dituju atau ini yang dikejar.” merupakan pendasaran dari Politik (bdk. berpijak pada prinsip ini. Tentu saja, seperti Dewantara, 2018: 53-54) orang, dan mengabdi pada kepentingan banyak memperhatikan kepentingan bersama. Aristoteles juga mendefinisikan beberapa orang, disebut sebagai monarki. Pimpinannya Pemerintahan monarki dengan mudah bentuk pemerintahan. Baginya, setiap bentuk adalah raja. Pemerintahan yang dipimpin oleh dipelintir menjadi tirani, di mana satu orang pemerintahan harus didasarkan pada suatu beberapa orang, dan mengabdi pada penguasa memerintah dengan sewenang- hukum, atau konstitusi. Konstitusi inilah yang kepentingan bersama, adalah aristokrasi. wenang, tanpa memperhatikan kepentingan disebut etika. Penguasa politis, atau Pimpinannya adalah orang-orang terbaik yang bersama, dan hanya memperhatikan pemerintah, adalah otoritas tertinggi dalam ada di masyarakat tersebut. Sementara, kepentingan sang raja sendiri. Pemerintahan suatu negara yang menentukan segalanya. pemerintahan yang dijalankan oleh banyak aristokrasi dengan mudah dipelintir menjadi Penguasa politis itu bisa terdiri dari satu orang, orang, yang mewakili semua orang, disebut oligarki, dimana beberapa orang memerintah beberapa orang, atau semua orang. Pada titik juga sebagai pemerintahan konstitusi, atau dengan sewenang-wenang, hanya ini, Aristoteles membedakan antara demokrasi. Di dalam sistem politik semacam memperhatikan segelintir orang-orang kaya pemerintahan yang sejati, dan pemerintahan ini, satu orang, atau bahkan beberapa orang, saja. Sementara, pemerintahan demokrasi bisa yang sesat. Pemerintahan yang sejati menjadi dianggap tidak mampu menjamin, bahwa dengan mudah tergelincir menjadi kepentingan bersama sebagai titik pijak semua kepentingan bersama bisa terwujud. Maka, pemerintahan anarki, atau pemerintahan oleh kebijakannya. Sementara, pemerintahan yang mereka perlu mendapatkan bantuan dari orang- orang-orang yang bergantung pada negara, dan sesat menjadikan kepentingan satu orang, atau orang lainnya. tak mampu berdiri sendiri. golongan tertentu, sebagai titik pijak kebijakannya. Pemerintahan yang sejati, dan Kondisi Demokrasi di Indonesia pemerintahan yang sesat, bisa dipimpin oleh “Satu orang atau beberapa orang”, demikian satu orang, beberapa orang, atau semua orang. tulis Aristoteles, “mungkin memiliki Di Indonesia sekarang ini, demokrasi adalah keunggulan di beberapa bidang; namun sistem politik yang digunakan. Namun, “Pemerintahan yang sejati”, demikian tulis dengan bertambahnya jumlah maka semakin argumen sentral Aristoteles, yakni demokrasi Aristoteles, “dengan demikian, adalah sulit bagi mereka untuk mencapai sebagai komunitas orang-orang bebas, pemerintahan dimana satu, atau beberapa, kesempurnaan di berbgai bidang keuggulan, belumlah menjadi roh demokrasi di Indonesia. atau banyak, memerintah dengan pandangan walaupun mungkin ini adalah keunggulan Warga negaranya masih hidup dalam pada kepentingan bersama; tetapi militer, yang merupakan kegemaran dari kungkungan mitos serta kungkungan hasrat pemerintahan yang melihat hanya pada massa.” untuk mengumpulkan harta benda dan uang.. kepentingan pribadi, baik itu kepentingan Dalam konteks ini, rakyat adalah penguasa satu, beberapa, atau banyak orang, adalah tertinggi yang menjamin, bahwa para penguasa Namun, kebebasan apakah yang dimaksud oleh suatu kesesatan.” politis harus memperhatikan kepentingan Aristoteles? Apakah bebas sebebas-bebasnya, bersama. di mana orang bisa melakukan apapun yang ia Aristoteles membedakan beberapa bentuk mau? Pada hemat saya, berpijak pada konsep pemerintahan yang sejati, yakni pemerintahan Dari ketiga bentuk sistem politik ini, semuanya manusia menurut Aristoteles, yakni sebagai yang mengabdi pada kepentingan rakyat bisa terpelintir menjadi pemerintahan yang mahluk rasional, atau hewan yang rasional, banyak. Pemerintahan yang dipimpin oleh satu sesat, yakni pemerintahan yang tidak kebebasan Aristotelian dapat dilihat sebagai kemampuan manusia untuk mengambil jarak sesungguhnya menjadi sistem politik di utamanya bukan untuk melayani, melaikan dari dunia sekitarnya, dan membuat penilaian Indonesia sekarang ini adalah oligarki, yakni untuk mencari kekuasaan. Duduk di kursi rasional. Dengan penilaian rasional ini, pemerintahan oleh beberapa orang kaya untuk empuk dengan gaji yang selangit. Kiranya manusia memutuskan, tindakan apa yang akan kepentingan orang-orang kaya juga. pandangan Aristoteles perlu di refleksikan oleh ia lakukan. Dalam konteks Indonesia, Kepentingan bersama nyaris tak pernah jadi masyarakat. Keterarahan politik kepada etika kebebasan semacam ini masih langka. Di pertimbangan, kecuali kepentingan bersama ini mengandung banyak implikasi, dan salah dalam berpikir dan membuat keputusan, orang tersebut secara langsung beririsan dengan satu diantaranya adalah mengedepankan masih diperbudak oleh doktrin-doktrin mitos, kepentingan para orang-orang kaya. Sekarang kebaikan. Kebaikan tentu tidak menyertakan maupun hasrat dari dalam dirinya untuk ini, para penguasa politik adalah orang-orang keburukan dalam dirinya. Melepaskan segala mendapatkan uang lebih banyak. Dua hal ini yang kaya secara ekonomi, sehingga mereka yang buruk dalam perpolitikan, seperti suap, mengaburkan kemampuannya untuk punya modal untuk ikut pemilu, atau pilkada. saling menghasut, fitnah, saling jegal dan mengambil jarak dari dunia. Dua hal ini, Tidak hanya itu, para calon kepala daerah masih banyak lagi. Politik di Indonesia kurang menurut saya, juga mengaburkan maupun presiden pun adalah orang-orang kaya baik, atau bisa dikatakan politik kotor kemampuannya untuk berpikir rasional. yang ketika menjabat nanti, juga memikirkan dikarenakan perpolitikan dilepaskan dari etika. Demokrasi, menurut Aristoteles, adalah kepentingan diri dan golongannya, supaya Etika-politik menurut Aristoteles jika komunitas dari orang-orang bebas, yakni mereka bisa lebih kaya. Mungkin... Dalam diterapkan di Indonesia sungguhlah luar biasa, orang-orang yang mampu mengambil jarak semua proses ini, kepentingan rakyat banyak ketika setiap pribadi mampu merefleksikan dari dunia, mempertimbangkan secara rasional pun semakin terpinggirkan. Pada hemat saya, bahwa segala pekerjaan kita kerjakan demi keputusannya, dan bertindak. Selama orang- keadaan ini tidak akan banyak berubah sampai kebaikan, maka para elit yang telah melakukan orang Indonesia masih berada di bawah pola kurang lebih sepuluh tahun ke depan. penyelewengan juga tidak ada. Pesta berpikir mitologis religius dan ekonomis, demokrasi yang selama ini terjadi pastinya selama itu pula, kita tidak akan menjadi juga pesta yang bersih, masyarakat benar-benar masyrakat demokratis. Kemudian berkaitan dengan etika-politik, merayakan kemenangan para pemimpin atas kiranya politik di Indonesia masih terkesan pilihan dari rakyat sendiri yang sungguh- rebutan. Memerebutkan kursi-kursi empuk di sunggu mampu mewujudkan aspirsi rakyat. Melihat pembagian tipe-tipe sistem politik elit politik sana. Padahal, menurut pandangan Pesta demokrasi bukan hanya dinikmati oleh menerut Aristoteles, Apakah Indonesia bisa Ariestoteles etika politik itu saling elit politik, tetapi di rasakan juga oleh dibilang sebagai negara demokrasi? Ataukah, berhubungan. Etika adalah perbuatan baik, masyarakat, masyarakat tidak hanya Indonesia kini sudah menjadi semacam perbuatan baik untuk menuju pada tujuan yang menggunkan suaranya, tetapi terdapat umpan oligarki? Pembagian sistem-sistem politis yang baik. Sedangkan, politik yang dipandang oleh balik didalamnya, bukan money politik. Setiap dilakukan oleh Aristoteles, pada hemat saya, Aristoteles adalah politik yang penuh dengan pemimpin atau para calon pemimpin yang amatlah masuk akal dan relevan, terutama kesantuanan. Karena politik itu terarah pada hendak mencalonkan diri untuk menjadi untuk melihat situasi politik kita sekarang di etika, maka hendaknya politik juga mengarah pemimpin di negara ini, hendaknya Indonesia. Sekarang ini, di Indonesia, pada kebaikan. Namun kenyataannya, apakah menggunakan pandangan Aaristoteles ini, demokrasi hanyalah nama untuk pencitraan politik di Indonesia seperti itu? Kiranya belum, melakukan politik dengan tujuan kebaikan. semata, dan tidak memiliki isi yang asli. Yang masih banyak sekali elit politik yang tujuan Penutup Aristoteles adalah politik yang penuh dengan kesantuanan. Karena politik itu terarah pada etika, maka hendaknya politik juga mengarah Demokrasi menurut Aristoteles tertuang dalam pada kebaikan karyanya La Politica, Di dalam politik demokratis, menurut Aristoteles, negara bergerak di dalam kerangka prinsip kesetaraan SALAM DEMOKRASI !! antara manusia. Penguasa pun tidak lagi digilir berdasarkan darah ataupun kekuatan militer, melainkan dipilih bergantian di antara orang- Referensi orang terbaik yang ada di dalam masyarakat tersebut. Para penguasa dipilih, karena mereka Fadil, M. (2012). Bentuk Pemerintahan dalam dianggap bisa memberikan yang terbaik untuk Pandangan Aristoteles. KYBERNAN: Jurnal Ilmiah masyarakat, dan memenuhi kebutuhan- Ilmu Pemerintahan, 3(1), 1-9. kebutuhan masyarakat luas. Dengan menjalankan peranannya, sang penguasa, yang Namang, R. B. (2020). Negara dan Warga Negara dipilih secara bergantian, pun mendapatkan Perspektif Aristoteles. Jurnal Ilmiah Dinamika keuntungan berlimpah. Sosial, 4(2), 247-266.
Di Indonesia sekarang ini, demokrasi adalah Wattimena,A.A,Reza.2012.“Demokrasi
sistem politik yang digunakan. Namun, Menurut Aristoteles” argumen sentral Aristoteles, yakni demokrasi https://rumahfilsafat.com/2012/08/15/demokra sebagai komunitas orang-orang bebas, si-menurut-aristoteles-bagian-1/,diakses pada 8 belumlah menjadi roh demokrasi di Indonesia. Juli 20223 pukul 16.00 Warga negaranya masih hidup dalam kungkungan mitos serta kungkungan hasrat untuk mengumpulkan harta benda dan uang. Ladiqi, S., & Wekke, I. S. (2018). Gambaran Kemudian berkaitan dengan etika-politik, Demokrasi, Demokrasi, dan kiranya politik di Indonesia masih terkesan Perkembangan. Yogyakarta: Penerbit GB [Gawe Buku]. Tersedia secara online juga di: http://www. rebutan. Memerebutkan kursi-kursi empuk di academia. elit politik sana. Padahal, menurut pandangan edu/36308314/GAMBARAN_DEMOKRASI_DEMO Ariestoteles etika politik itu saling GRAFI_DAN_PERKEMBANGAN [diakses di berhubungan. Etika adalah perbuatan baik, Bandung, Jawa Barat, Indonesia: 14 Desember perbuatan baik untuk menuju pada tujuan yang 2017]. baik. Sedangkan, politik yang dipandang oleh