Sementara itu, pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api negara
melalui Staatssporwegen (SS) pada tanggal 8 April 1875. Rute pertama SS meliputi
Surabaya-Pasuruan-Malang. Keberhasilan NISM dan SS mendorong investor swasta
membangun jalur kereta api seperti Semarang Joana Stoomtram
Maatschappij (SJS), Semarang Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS), Serajoedal
Stoomtram Maatschappij (SDS), Oost Java Stoomtram Maatschappij (OJS), Pasoeroean
Stoomtram Maatschappij (Ps.SM), Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM), Probolinggo
Stoomtram Maatschappij (Pb.SM), Modjokerto Stoomtram Maatschappij (MSM), Malang
Stoomtram Maatschappij (MS), Madoera Stoomtram Maatschappij (Mad.SM), Deli
Spoorweg Maatschappij (DSM).
Jalur kereta api Surabaya-Pasuruan sepanjang 63 km menjadi jalur kereta api pertama milik
perusahaan Negara Staatssporwegen (SS). (Sumber: media-kitlv.nl)
Selain di Jawa, pembangunan jalur kereta api dilaksanakan di Aceh (1876), Sumatera
Utara (1889), Sumatera Barat (1891), Sumatera Selatan (1914), dan Sulawesi (1922).
Sementara itu di Kalimantan, Bali, dan Lombok hanya dilakukan studi mengenai
kemungkinan pemasangan jalan rel, belum sampai tahap pembangunan. Sampai akhir tahun
1928, panjang jalan kereta api dan trem di Indonesia mencapai 7.464 km dengan perincian rel
milik pemerintah sepanjang 4.089 km dan swasta sepanjang 3.375 km.
Staatssporwegen meresmikan jalur trem pertama di Sulawesi. Jalur yang menghubungkan
Pasarbutung-Takalar sejauh 12 km.
Pada tahun 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang.
Semenjak itu, perkeretaapian Indonesia diambil alih Jepang dan berubah nama menjadi
Rikuyu Sokyuku (Dinas Kereta Api). Selama penguasaan Jepang, operasional kereta api
hanya diutamakan untuk kepentingan perang. Salah satu pembangunan di era Jepang adalah
lintas Saketi-Bayah dan Muaro-Pekanbaru untuk pengangkutan hasil tambang batu bara guna
menjalankan mesin-mesin perang mereka. Namun, Jepang juga melakukan pembongkaran rel
sepanjang 473 km yang diangkut ke Burma untuk pembangunan kereta api disana.
Logo Perusahaan dari masa ke masa. (Sumber: Lokomotif & Kereta Rel Diesel, Hartono)
Saat ini, PT Kereta Api Indonesia (Persero) memiliki tujuh anak perusahaan yakni PT
Reska Multi Usaha (2003), PT Railink (2006), PT Kereta Api Indonesia Commuter
Jabodetabek (2008), PT Kereta Api Pariwisata (2009), PT Kereta Api Logistik (2009), PT
Kereta Api Properti Manajemen (2009), PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (2015).
Jaringan rel
Pembangunan Tahap I terjadi tahun 1876-1888. Awal pembangunan rel adalah 1876,
berupa jaringan pertama di Hindia Belanda, antara Tanggung dan Gudang di Semarang pada
tahun 1876, sepanjang 26 km. Setelah itu mulai dibangun lintas Semarang - Gudang. Pada
tahun 1880 dibangun lintas Batavia (Jakarta) - Buitenzorg (Bogor) sepanjang 59 km,
kemudian dilanjutkan ke Cicalengka melalui Cicurug - Sukabumi - Cibeber - Cianjur -
Bandung. Pada tahun 1877 dibangun lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan dengan lintas
Surabaya - Cilacap lewat Kertosono - Madiun - Solo, dan juga lintas Jogya - Magelang.
Djogdja - Tjilatjap
Soerabaja - Pasoeroean - Malang
Madioen - Solo
Sidoardjo - Modjokerto
Modjokerto - Kertosono
Kertosono - Blitar
Kertosono - Madioen - Solo
Buitenzorg (Bogor) - Tjitjalengka
Batavia - Rangkasbitung
Bekasi - Krawang
Cicalengka - Cibatu (Garut) - Tasikmalaya - Maos - Banjarnegara
Cirebon - Semarang dan Semarang - Blora
Yogya - Magelang
Blitar - Malang dan Krian - Surabaya
Sebagian jalur Madura
Stasiun Bogor (Buitenzorg) dibangun tahun 1880 pada waktu membuat lintas
Buitenzorg - Soekaboemi - Tjiandjoer - Tjitjalengka. Namun jaringan kereta listrik hanya ada
di Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor) yang dibangun tahun 1918, kemudian tahun 1925
jaringan listrik juga dibuat ke Meester Cornelis (Jatinegara) ke Tandjoeng Priok.
Di Indonesia pernah ada lokomotif uap dari berbagai jenis, antara lain:
Tipe B
Tipe BB
Tipe C
Tipe CC
Tipe D
Tipe DD
Tipe F
Sebagian lokomotif uap yang pernah ada di Indonesia tersebut di atas (seri B, C, BB, CC,
DD, D dan F) telah dipajang di Museum Kereta Api Ambarawa dan Museum Transportasi
Taman Mini Indonesia Indah. Sebagian di antaranya sudah tidak diketahui lagi
keberadaannya karena tersisa fotonya saja.[4]
Sebagai salah satu model transportasi massal yang dipakai oleh jutaan masyarakat,
perkembangan perkeretaapian di Indonesia tak lepas dari sorotan dan kelemahan. Faktor yang
sering menjadi perhatian saat ini adalah tingkat kecelakaan yang masih relatif tinggi baik
gerbong yang anjlok, tabrakan antara kereta api dengan kereta api, tabrakan antara kereta api
dengan kendaraan lain, adanya banjir/longsor dan masalah lain yang sering dihadapi oleh
pengguna Kereta Api. Penyebab utama dari problematika ini dapat dilihat pada sarana dan
pemeliharaan rel yang tidak merata sehingga mengakibatkan berbagai masalah. Pada tahun
2009, tercatat 255 orang menjadi korban kecelakaan kereta api baik luka ataupun
tewas.[21] Sekitar 60 % kecelakaan kereta api terjadi di perlintasan kereta api, yang umumnya
tak memiliki palang pintu bahkan tak berpenjaga.[22] Sebanyak 2.923 palang pintu perlintasan
kereta api yang tersebar di pulau Jawa, tercatat sekitar 1.192 tidak dijaga petugas.[23] Artinya
40% perlintasan luput dari pengawasan pihak PT KAI yang bertanggung jawab penuh
menjamin keamanan dan keselamatan lalu lintas sebagaimana tercantum dalam UU Nomor
23 Tahun 2007 pasal 31, pasal 32, pasal 33, pasal 34 dan pasal 124 yang telah disahkan oleh
legislatif.