Anda di halaman 1dari 17

Sejarah Perkeretaapian di Indonesia

Pembangunan jembatan rel di wilayah Banyuwangi.

Pembangunan jembatan KA di Sumatra.

Jembatan Cikuda ketika masih aktif (1924)

Kehadiran kereta api pertama di Indonesia mulai hadir sejak Tanam Paksa hingga saat ini.
Perusahaan yang dinasionalisasikan, Djawatan Kereta Api (DKA) berdiri setelah
kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 28 September 1945 atau sekitar sebulan
setelah proklamasi. Di bawah ini adalah sejarah perkeretaapian di Indonesia pada rentang
tahun 1875-1925 dan dalam bentuk sketsa.

Pra-kemerdekaan
Gambaran keadaan kereta api di Indonesia pada masa djaman doeloe perlu dilestarikan,
sehingga generasi mendatang bisa menghayati dan betapa pentingnya pembangunan
kereta api. Memang pada masa itu nama kereta api sudah tepat, karena kereta dijalankan
dengan api dari pembakaran batu bara atau kayu. Sedangkan sekarang sudah memakai
diesel atau listrik, sehingga lebih tepat kalau disebut kereta rel, artinya kereta yang berjalan
di atas rel dengan diesel ataupun listrik. Informasi tersebut sangat langka.
Setelah Tanam Paksa diberlakukan oleh van den Bosch pada tahun 1825-1830, ide
tentang perkeretaapian Indonesia diajukan dengan tujuan untuk mengangkut hasil bumi dari
Sistem Tanam Paksa tersebut. Salah satu alasan yang mendukung adalah tidak optimalnya
lagi penggunaan jalan raya pada masa itu. Akhirnya, pada 1840, Kolonel J.H.R. Carel Van
der Wijck mengajukan proposal pembangunan jalur kereta api di Hindia Belanda.
Kereta api pertama di Indonesia dibangun tahun 1867 di Semarang dengan
rute Samarang - Tanggung yang berjarak 26 km oleh NISM, N.V. (Nederlands-Indische
Spoorweg Maatschappij) dengan lebar jalur 1.435 mm (lebar jalur SS - Staatsspoorwegen
adalah 1.067 mm atau yang sekarang dipakai), atas permintaan Raja Willem I untuk
keperluan militer di Semarang maupun hasil bumi ke Gudang Semarang. Kemudian dalam
melayani kebutuhan akan pengiriman hasil bumi dari Indonesia, maka Pemerintah Kolonial
Belanda sejak tahun 1876 telah membangun berbagai jaringan kereta api, dengan muara
pada pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya. Semarang meskipun
strategis, tetapi tidak ada pelabuhannya untuk barang, sehingga barang dikirim ke Batavia
atau Soerabaja.

Pembangunan pertama
Kehadiran kereta api di Indonesia diawali dengan pencangkulan pertama pembangunan
jalan kereta api di desa Kemijen, Jumat tanggal 17 Juni 1864, oleh Gubernur
Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai
oleh "Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij" (NIS) yang dipimpin oleh Ir. J.P de
Bordes dari Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas
jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.
Kereta listrik pertama beroperasi 1925 menghubungkan Weltevreden dengan
Tandjoengpriok
Keberhasilan swasta, NIS membangun jalan KA antara Stasiun Samarang-Tanggung, yang
kemudian pada tanggal 10 Februari 1870 dapat menghubungkan
kota Semarang - Surakarta (110 Km), akhirnya mendorong minat investor untuk
membangun jalan KA di daerah lainnya. Tidak mengherankan, kalau pertumbuhan panjang
jalan rel antara 1864 - 1900 tumbuh dengan pesat. Kalau tahun 1867 baru 25 km, tahun
1870 menjadi 110 km, tahun 1880 mencapai 405 km, tahun 1890 menjadi 1.427 km dan
pada tahun 1900 menjadi 3.338 km.

Perkembangan di luar Jawa.


Selain di Jawa, pembangunan rel KA juga dilakukan di Aceh (1874), Sumatra
Utara (1886), Sumatra Barat (1891), Sumatra Selatan (1914), bahkan
tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun jalan KA sepanjang 47 Km antara Makasar-
Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang-
Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan di Kalimantan, meskipun belum sempat
dibangun, studi jalan KA Pontianak - Sambas (220 Km) sudah diselesaikan. Demikian juga
di pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan KA.

Pendudukan Jepang
Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan KA di Indonesia mencapai 6.811 km. Tetapi,
pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 km, kurang lebih 901 km raib, yang
diperkirakan karena dibongkar semasa pendudukan Jepang dan diangkut ke Burma untuk
pembangunan jalan KA di sana.
Jenis jalan rel KA di Indonesia dibedakan dengan lebar sepur 1.067 mm; 750 mm (di Aceh)
dan 600 mm di beberapa lintas cabang dan tram kota. Jalan rel yang dibongkar semasa
pendudukan Jepang (1942 - 1943) sepanjang 473 km, sedangkan jalan KA yang dibangun
semasa pendudukan Jepang adalah 83 km antara Bayah - Cikara dan 220 km
antara Muaro - Pekanbaru. Ironisnya, dengan teknologi yang seadanya, jalan KA Muaro -
Pekanbaru diprogramkan selesai pembangunannya selama 15 bulan yang memperkerjakan
27.500 orang, 25.000 diantaranya adalah Romusha. Jalan yang melintasi rawa-rawa,
perbukitan, serta sungai yang deras arusnya ini, banyak menelan korban yang makamnya
bertebaran sepanjang Muaro - Pekanbaru.
Halte Si Loengkang di jalur Solok-Silungkang, ketika baru selesai dibangun.

Jaringan rel
Pengembangan jaringan rel kereta api 1875 - 1925 dalam 4 tahap, yaitu:
• 1875 - 1888,
• 1889 - 1899,
• 1900 - 1913
• 1914 - 1925.

Pembangunan jalur KA bergerigi di Kayu Tanam, Sumatra Barat.


Jaringan setelah tahun 1875 hingga tahun 1888
Pembangunan Tahap I terjadi tahun 1876-1888. Awal pembangunan rel adalah 1876,
berupa jaringan pertama di Hindia Belanda, antara Tanggung dan Gudang di Semarang
pada tahun 1876, sepanjang 26 km. Setelah itu mulai dibangun lintas Semarang - Gudang.
Pada tahun 1880 dibangun lintas Batavia (Jakarta) - Buitenzorg (Bogor) sepanjang 59 km,
kemudian dilanjutkan ke Cicalengka melalui Cicurug - Sukabumi - Cibeber - Cianjur -
Bandung. Pada tahun 1877 dibangun lintas Kediri - Blitar, dan digabungkan dengan lintas
Surabaya - Cilacap lewat Kertosono - Madiun - Solo, dan juga lintas Jogya - Magelang.
Hingga tahun 1888 jaringan rel terbangun adalah:
• Batavia - Buittenzorg - Sukabumi - Bandung - Cicalengka
• Batavia - Tanjung Priok dan Batavia - Bekasi
• Cilacap - Kutoarjo - Yogya - Solo - Madiun - Sidoarjo - Surabaya
• Kertosono - Kediri - Blitar
• Sidoarjo - Malang dan Bangil - Pasuruan - Probolinggo
• Solo - Purwodadi - Semarang dan Semarang - Rembang
• Tegal – Balapulang

Jaringan setelah tahun 1889 hingga tahun 1899


Hingga tahun 1899 jaringan rel terbangun adalah:
• Djogdja - Tjilatjap
• Soerabaja - Pasoeroean - Malang
• Madioen - Solo
• Sidoardjo - Modjokerto
• Modjokerto - Kertosono
• Kertosono - Blitar
• Kertosono - Madioen - Solo
• Buitenzorg (Bogor) - Tjitjalengka
• Batavia - Rangkasbitung
• Bekasi - Krawang
• Cicalengka - Cibatu (Garut) - Tasikmalaya - Maos - Banjarnegara
• Cirebon - Semarang dan Semarang - Blora
• Yogya - Magelang
• Blitar - Malang dan Krian - Surabaya
• Sebagian jalur Madura

Jaringan setelah tahun 1899 hingga tahun 1913


Hingga tahun 1913 jaringan rel terbangun adalah:
• Rangkasbitung - Labuan dan Rangkasbitung - Anyer
• Krawang - Cirebon dan Cikampek - Bandung
• Pasuruan - Banyuwangi
• Seluruh jaringan Madura
• Blora - Bojonegoro – Surabaya
Jaringan setelah tahun 1913 hingga tahun 1925
Hingga tahun 1925 jaringan rel terbangun adalah:
• Sisa jalur Pulau Jawa
• Elektrifikasi Jatinegara - Tanjung Priok
• Elektrifikasi Batavia - Bogor:
• Sumatra Selatan: Panjang - Palembang dan
• Sumatra Barat: sekitar Sawahlunto dan Padang
• Sumatra Utara: Tanjung Balai - Medan - Pematangsiantar; dan Medan - Belawan -
Pangkalansusu.
• Sulawesi: Makasar - Takalar dan rencana Makasar - Maros - Sinkang
• Sulawesi Utara: rencana Manado - Amurang
• Kalimantan: rencana Banjarmasin - Amuntai; dan rencana Pontianak - Sambas.
Untuk Kalimantan dan Sulawesi tidak terlaksana karena baru akan dimulai dibangun tahun
1941 dan Perang Dunia II meletus.

Masa Pembangunan Stasiun


Berikut daftar stasiun besar:
1. Stasiun Karanganyar - 1875
2. Stasiun Jakarta Kota - diresmikan 1929
3. Stasiun Tanjung Priok - 1914
4. Stasiun Gambir (dulu Weltevreden) - 1914
5. Stasiun Jatinegara (dulu Meester Cornelis)
6. Stasiun Manggarai - 1969
7. Stasiun Pasar Senen - 1916
8. Stasiun Cikampek - 1894
9. Stasiun Bogor - 1881
10. Stasiun Depok - 1881
11. Stasiun Bandung - 1887
12. Stasiun Yogyakarta - 1887
13. Stasiun Solo Balapan - 1876
14. Stasiun Semarang Tawang - 1873
15. Stasiun Cirebon - 1920
16. Stasiun Madiun - 1897
17. Stasiun Purwokerto - 1922
18. Stasiun Malang - 1941
19. Stasiun Surabaya Kota - 1878 dan renovasi 1911
20. Stasiun Surabaya Gubeng - 1913
21. Stasiun Pasar Turi - 1938
22. Stasiun Kertosono

Jaringan kereta listrik Batavia - Buitenzorg 1918


Stasiun Bogor (Buitenzorg) dibangun tahun 1880 pada waktu membuat lintas Buitenzorg -
Soekaboemi - Tjiandjoer - Tjitjalengka. Namun jaringan kereta listrik hanya ada di Batavia
(Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor) yang dibangun tahun 1918, kemudian tahun 1925 jaringan
listrik juga dibuat ke Meester Cornelis (Jatinegara) ke Tandjoeng Priok.

Armada
Berbagai lokomotif uap di Indonesia
Di Indonesia pernah ada lokomotif uap dari berbagai jenis, antara lain:
• Tipe B
• Tipe BB
• Tipe C
• Tipe CC
• Tipe D
• Tipe DD
• Tipe F

Sebagian lokomotif uap yang pernah ada di Indonesia tersebut di atas (seri B, C, BB, CC,
DD, D dan F) telah dipajang di Museum Kereta Api Ambarawa dan Museum Transportasi
Taman Mini Indonesia Indah. Sebagian di antaranya sudah tidak diketahui lagi
keberadaannya karena tersisa fotonya saja.
Jenis kereta 1876-1925
Kereta penumpang adalah sarana untuk mengangkut penumpang, sedangkan untuk
mengangkut barang disebut gerbong sedangkan untuk mengangkut barang cair
disebut ketel. Sejak dahulu, kereta dibuat secara lokal, dengan sasis dan
rangka baja sedangkan bodi dibuat dari kayu. Pada waktu itu belum ada pendingin udara,
sehingga kelas kereta dibedakan jenis kursi dan jumlah kursi per kereta. Kelas 1 terdapat 3
tempat duduk per baris, kelas 2 terdapat 4 tempat duduk per baris dan kelas 3 terdapat 5
tempat duduk per baris. Sehingga tiap kereta kelas 3 terdapat 60-72 tempat duduk,
sedangkan tiap kereta kelas 2 terdapat 24-32 tempat duduk dan kelas 1 terdapat 12 tempat
duduk. Biasanya kelas 1 dan kelas 2 menjadi satu, sedangkan kelas 3 tersendiri. Namun
kelas 1, kelas 2, dan kelas 3 dirangkai dalam satu rangkaian.
Jenis kereta dan lokomotif listrik 1925
Di Jabodetabek, KRL mulai dirintis tahun 1925. Awalnya, kereta tersebut ditarik
oleh lokomotif listrik, salah satunya seperti ESS 3201 yang kini masih terawat dengan baik
karena dilestarikan oleh Unit Heritage KAI sekarang.

Pasca-kemerdekaan
Periode DKARI
Perebutan kekuasaan
Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945,
perusahaan-perusahaan yang dahulu dimiliki oleh Belanda tidak serta-merta jatuh ke
tangan Indonesia. Bahkan tersiar kabar bahwa Belanda berkeinginan agar perusahaan
yang kelak disebut Djawatan Kereta Api (DKA) menjadi target pertama yang hendak direbut
Sekutu lalu dikembalikan ke Staatsspoorwegen (SS). Bahkan, Menteri Perhubungan saat
itu, Abikoesno Tjokrosoejoso, justru setuju apabila DKA dikembalikan ke tangan Belanda.
Pada tanggal 2 September 1945, Angkatan Pemoeda Indonesia (API) menyelenggarakan
pertemuan dengan grup revolusioner dari buruh DKA. Pertemuan dilangsungkan di
Gedung Menteng 31, Jakarta. API, organisasi revolusioner Indonesia, dipimpin
oleh Wikana, sedangkan buruh kereta yang hadir dipimpin oleh Legiman Harjono.
Kesepakatannya adalah merebut DKA. Untuk melaksanakan hal tersebut, tenaga
revolusioner dari API diperbantukan di DKA untuk menyiapkan aksi perebutan. Pada pukul
23.00, pertemuan lanjutan dilakukan di rumah dinas kepala Stasiun Manggarai dan
menghadirkan pegawai-pegawai DKA. Kesepakatannya adalah merebut stasiun DKA dari
tangan Jepang.
Keesokan harinya, pada 3 September 1945 pada pukul 09.30 hingga 12.00 kaum buruh
DKA melakukan aksi perebutan tersebut. Perebutan dilakukan di stasiun-stasiun di Jakarta.
Pada akhirnya, stasiun Jatinegara dan Manggarai berhasil direbut oleh kaum buruh,
menyusul kemudian Gambir, Tanjung Priok, Pasar Senen, Jakarta Kota, dan lain-lain.
Kantor DKA, bengkel, dan dipo lokomotif berhasil direbut. Di Stasiun Jakarta Kota, sempat
terjadi aksi bentrok dengan tentara Jepang. Begitu selesai melakukan aksi, kaum buruh
membentuk "Dewan Buruh" di perusahaan dan membentuk "Serikat Buruh Kereta Api
(SBKA).
Sementara itu, karyawan KA yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA)
juga mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Pada tanggal 14
Oktober hingga 19 Oktober meletuslah pertempuran di Kota Semarang. Perang ini
sebenarnya meletus pada 15 Oktober, namun pada 14 Oktober situasi sudah memanas.
Salah satu tujuannya adalah merebut Hoofdkantoor van de Nederlands-Indische Spoorweg
Maatschappij (Lawang Sewu). Banyak tokoh AMKA yang gugur dalam pertempuran ini.
Keberhasilan kaum buruh dan pemuda segera diikuti oleh perusahaan lainnya. Kaum buruh
pun membentuk beberapa serikat-serikat buruh.
Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan
sikap oleh Ismangil dan sejumlah anggota AMKA lainnya, menegaskan bahwa mulai tanggal
28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia. Orang
Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan perkeretaapian di
Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta
Api di Indonesia, serta dibentuknya "Djawatan Kereta Api Republik Indonesia" (DKARI).
Kecuali DKARI ada pula operator lain yang terpisah, Kereta Api Soematra Oetara Negara
Repoeblik Indonesia dan Kereta Api Negara Repoeblik Indonesia, yang kesemuanya
beroperasi di Sumatra. Selain itu, ada pula Verenigde Spoorwegbedrijf (VS) yang
merupakan gabungan dua belas operator kereta api swasta pada masa Hindia
Belanda. Pada akhirnya, DKARI dan Staatsspoorwegen en Verenigde
Spoorwegbedrijf (SS/VS) digabung menjadi satu sebagai Djawatan Kereta Api (DKA).

KLB 3 Januari 1946


Ketika Jakarta jatuh ke tangan Netherlands Indies Civil Administration (NICA), ibu
kota Indonesia pindah ke Yogyakarta. Pada tanggal 3 Januari 1946 pukul 18.00
WIB, Presiden Indonesia, Soekarno beserta keluarga dan rombongan pejabat berangkat
dari rumah kediaman di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, menuju stasiun Manggarai.
Rangkaian kereta penumpang terdiri atas delapan gerbong yang ditarik lokomotif C2849
eks-Staatsspoorwegen.
Suasana selama perjalanan keadaan sangat tegang. Di stasiun Manggarai, dilakukan
manuver langsir gerbong barang. Agar tidak mencurigakan, seluruh lampu gerbong
dibiarkan gelap gulita. Pada akhirnya, pada tanggal 4 Januari 1946 tiba di Kota
Yogyakarta dan untuk mengenangnya, diperkenalkanlah istilah kereta luar biasa (KLB).
Pada saat itu pula, ibu kota negara pindah ke Yogyakarta.
Dieselisasi
Pada tahun 1953, terjadi perpindahan era lokomotif uap ke lokomotif diesel di lingkungan
perkeretaapian Indonesia, dikenal dengan sebutan dieselisasi. Pada masa itu,
lokomotif CC200 didatangkan dari Alco-GE (Amerika Serikat) ke Indonesia. Lokomotif ini
memiliki dua kabin masinis dan bergandar Co'2'Co' (tiga bogie yang kedua bogie depan dan
belakangnya memiliki tiga gandar penggerak, sedangkan satu bogie tengah memiliki dua
gandar idle) karena rendahnya beban gandar.
Pada tahun 1955, CC200 menjadi andalan bagi kereta api pengangkut
rombongan Konferensi Asia Afrika di Kota Bandung. KLB ini berangkat dari Jakarta menuju
Bandung.
Kemudian, disusul dengan beberapa lokomotif diesel elektrik dan hidraulis,
seperti, BB200, BB300, serta D300.
Perusahaan negara
Nama DKA pun diubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) pada tahun 1960.
PNKA kemudian memasukkan perusahaan lainnya, seperti Deli Spoorweg
Maatschappij yang masih independen menjadi satu sehingga kereta api di Indonesia hanya
memiliki satu perusahaan operator. Pada masa ini, lokomotif diesel hidraulik menjadi
andalan bagi semua kereta api penumpang, barang maupun tugas langsir bersama
lokomotif diesel elektrik yang perlahan menggantikan tugas lokomotif uap. Seperti Bima
Kunting, Kebo Kuning, C300, D301, BB301, dan BB302 secara bertahap didatangkan.
serta beberapa Lokomotif diesel elektrik seperti BB201, BB202 yang diproduksi sejak
tahun 1967 oleh General Motors - Electro-Motive Division (EMD).
KA Bima
Pada tanggal 1 Juni 1967 PNKA mengoperasikan kereta api Bima rute Gambir-Surabaya
Gubeng pp. Kereta ini menggunakan rangkaian gerbong berwarna biru dan merupakan
kereta api pertama dengan sistem AC berfreon di Indonesia. Pada awal pengoperasiannya,
KA Bima mengikuti rute Bintang Sendja. Namun, beberapa minggu kemudian rutenya pun
diubah melewati Purwokerto dan Yogyakarta, hingga saat ini.
Perusahaan jawatan
Pada tanggal 15 September 1970, nama PNKA berubah menjadi Perusahaan Jawatan
Kereta Api (PJKA, Perjanka) selama dekade 1970-an hingga awal dekade 1990-an. PJKA
dipimpin oleh Kepala PJKA (Kaperjanka). Pada masa ini, perkeretaapian Indonesia
mengalami kemunduran. PJKA menganggap sejumlah jalur kereta api lintas cabang justru
tidak mendatangkan keuntungan secara ekonomis. Selain dari banyaknya penumpang
gelap, kerusakan lokomotif, maupun kerusakan prasarana perkeretaapian; persaingan
dengan mobil pribadi maupun angkutan umum telah mengakibatkan kerugian besar bagi
PJKA, sehingga PJKA merugi dan menutup beberapa jalur cabang tersebut.
Pada tahun 1981, PJKA terlibat dalam produksi film berjudul Kereta Api Terakhir yang
diproduksi oleh Pusat Produksi Film Negara, dan merupakan film unggulan pada masa itu.

Era lokomotif andalan kereta api


Pada tahun 1977-1978 dan 1983, lokomotif CC201 dan BB203 generasi pertama dan
kedua mulai diimpor dari GE Transportation. CC201 adalah lokomotif yang sangat
diandalkan pada masa itu karena berpengalaman menarik segala jenis KA mulai dari
eksekutif, bisnis, maupun ekonomi. PJKA melakukan pengelompokan CC 201 dan BB 203.
CC 201 hanya untuk jalur rel berat, sedangkan BB203 digunakan untuk rel ringan. Bentuk
dan mesin kedua lokomotif itu sama, tetapi hanya jumlah gandar penggeraknya yang
berbeda. Lokomotif BB 203 dilengkapi dengan empat gandar penggerak, sementara CC
201 dilengkapi dengan enam gandar penggerak. Sejak 1989, lokomotif BB 203 secara
bertahap dimodifikasi menjadi CC 201 dengan menambah dua gandar penggerak dan
mengatur keluaran daya dari 1500 HP menjadi 1950 HP.
Di Divisi Regional III Sumatra Selatan dan Lampung, diimporlah CC202 generasi pertama
pada tahun 1986. Dengan dilatarbelakangi meningkatnya kebutuhan angkutan batu bara,
lokomotif ini cukup menarik kereta Babaranjang. Selain itu, di Jawa diimporlah
lokomotif BB302, BB303, BB304, BB305, dan BB306. Pada masa itu, lokomotif diesel
hidraulis di Jawa merajai layanan kereta lokal.
Pada tanggal 6 Oktober 1976, beberapa saat setelah ditutupnya jalur kereta api Secang-
Kedungjati, Museum Kereta Api Ambarawa didirikan, menempati bekas stasiun Willem I
di Ambarawa. Di sinilah akhir riwayat sejumlah lokomotif uap yang berhenti beroperasi
menarik kereta api jarak dekat/lokal, barang maupun tugas langsir. Karena, pada
tahun 1980-an semua lokomotif uap dinyatakan tidak layak beroperasi untuk kereta api
komersial karena faktor usia.
Kemunduran
Pada masa itu, PJKA terus mengalami kerugian akibat kalah bersaing dengan mobil pribadi,
angkutan umum, maupun pesawat terbang. Oleh karena itu, pemerintah
mengeluarkan subsidi tahunan. Subsidi ini diformat untuk belanja pegawai serta pengurang
beban kerugian PJKA.
Terjadinya Tragedi Bintaro pada 19 Oktober 1987 merupakan peristiwa tragis yang
memperparah buruknya citra PJKA sebagai satu-satunya operator kereta api di Indonesia.
Dalam tragedi ini, ratusan orang tewas sedangkan sisanya luka-luka. Sejak tragedi itulah,
keamanan dan kenyamanan kereta api masih dipertanyakan.

Menjadi Perum
Pada tanggal 1 Agustus 1990, PJKA berubah menjadi Perusahaan Umum Kereta
Api (Perumka). Pada masa ini, kerugian-kerugian seperti yang dialami PJKA pada beberapa
tahun yang lalu dapat ditekan. Seluruh pegawainya masih berstatus PNS yang diatur
tersendiri dan diperbolehkan mencari laba.

CC201 05 (CC201 77 04) semasa berlogo Perumka dan sebelum dimutasi

Semua berubah pada armadanya

KRL Rheostatik dan KRL Holec. KRL yang di sebelah kiri dicat hijau putih
KA Bisnis Sawunggalih melintas Jembatan Sakalibel dengan cat putih-kuning.
Zaman Perumka biasa disebut "zaman merah biru" karena semua cat lokomotif yang
dioperasikan secara komersial diubah menjadi merah dan biru dengan logo Perumka putih
di depan dan belakangnya, serta di bawah kaca kabin masinis tepat di atas plat nomornya.
Selain itu, cat livery semua kelas kereta juga diubah, yakni untuk eksekutif dicat biru muda-
biru tua, bisnis dicat hijau tua-biru tua, ekonomi dicat merah tua-biru tua, serta kereta
pembangkit dan kereta bagasi dicat biru tua polos. Semua kereta memiliki garis putih
dengan logo Perumka merah. Pada masa ini, lokomotif diesel elektrik merajai
perkeretaapian Indonesia mulai dari kereta api eksekutif, bisnis, ekonomi jarak jauh bahkan
kereta barang sekalipun. sedangkan lokomotif diesel hidraulik perlahan mulai tergeser dan
menjadi penarik kereta api ekonomi jarak menengah, lokal/dekat, barang maupun
tugas langsir semenjak tenaga diesel hidraulik sudah tidak lagi cukup kuat menarik kereta
api jarak jauh dikarenakan faktor suku cadang.
Persero
Pada tanggal 24 Juli 1995 Perumka secara resmi berubah menjadi PT Kereta Api
(Persero (PT KA). Pada awal 1990-an dan 2000-an, PT KA tetap mempertahankan cat
merah-biru pada lokomotif-lokomotifnya, kecuali untuk CC 203.
Pada tahun 1995 lahir kereta api eksekutif argo buatan PT Inka Madiun, yang diberi
nama Argo Bromo dan Argo Gede. Semua kereta eksekutif argo terbaru tersebut dicat putih
abu-abu dengan garis biru-biru tua dengan logo PT KAI di kiri dan Departemen
Perhubungan di kanan. Selain itu, diimpor pula lokomotif CC 203 dari pabriknya, GE
Transportation langsung. Lokomotif ini memiliki desain yang aerodinamis.
Akibat hadirnya kereta argo ini, terjadi perubahan skema warna, dengan kereta kelas
eksekutif dan bisnis dicat dengan pola yang sama dengan kelas Argo namun dengan warna
krem-putih. Pada tahun 1997 muncul kereta api Argo Bromo Anggrek yang dicat warna
pink-putih. Sementara itu, kereta ekonomi sebenarnya dicat dengan warna putih-hijau
toska, namun pada akhirnya hanya KRL Rheostatik kelas ekonomi dan sebagian KRD yang
dicat dengan skema warna tersebut, sementara kereta ekonomi lainnya masih nyaman
dengan skema warna merah-biru dari sebelum tahun 1995. Livery yang sudah disebutkan
sebelumnya juga ditambah dengan dua garis, salah satunya berwarna biru muda dan satu
lagi berwarna biru tua.
Pada tahun 2006 ke atas, CC 201 dan sebagian besar lokomotif lainnya kemudian berganti
cat seperti CC 203, yakni putih bergaris biru muda-biru tua. Sementara itu terjadi perubahan
pada seluruh rangkaian kereta penumpang mulai dari eksekutif, bisnis, maupun ekonomi,
menjadi seperti yang dapat dilihat saat ini. Untuk lokomotif heritage
menggunakan livery PJKA.
Pada masa ini, PT KA memperkenalkan sistem PSO (public service obligation), terutama
untuk kereta api ekonomi. PSO ini menggantikan sistem subsidi yang sebelumnya
dilaksanakan. Pada tahun 2007 disahkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 yang
menghapus monopoli yang dilakukan oleh PT KA.
Transformasi dan digitalisasi
Era digitalisasi perkeretaapian Indonesia sudah muncul sejak 1980-an. Digitalisasi mulai
dirintis saat diluncurkannya lokomotif BB204 pada tahun 1980-an di Sumatra Barat.
Selanjutnya CC 204 dimodifikasi dari CC201 dengan menambahkan komputer BrightStar
Sirius sehingga dapat memitigasi kerusakan 45 menit sebelum kerusakan itu terjadi. Selain
itu, pada tahun 2006 hingga 2011, dibuatlah lokomotif dengan mendasarkan pada desain
CC203 dengan menambahkan komputer BrightStar Sirius di PT Inka sehingga terciptalah
CC204 batch II.
Pada dekade 2010-an telah banyak terjadi transformasi pada PT KA, lebih-lebih saat
dipimpin oleh Ignasius Jonan. Pada tahun 2010 nama PT KA berubah menjadi PT Kereta
Api Indonesia (Persero) (PT KAI). Keluhan masyarakat dengan tidak adanya AC pada
kereta ekonomi, maka pada tahun 2010 muncul kereta api ekonomi AC non-PSO dengan
hadirnya kereta api Bogowonto sebagai perintisnya.
Pada tanggal 28 September 2011, logo PT KAI berganti. Transformasi lain yang terletak
pada sistem pertiketan. Tiket yang semula hanya bisa dipesan di stasiun keberangkatan,
kini sudah dipesan di minimarket dan agen-agen tiket. Yang lebih hebatnya lagi, muncul
sistem boarding pass yang mengharuskan penumpang membawa bukti identitas diri. Selain
itu, pengelolaan stasiun kini sangat bagus. Semua kereta api jarak menengah maupun jauh
telah dipasangi AC. Digitalisasi lokomotif di Indonesia terus maju
sejak CC205 dan CC206 diimpor untuk memperkuat armada PT KAI saat ini.
Peringatan 75 tahun terbentuknya perusahaan
Dalam memperingati hari ulang tahun yang ke-75 pada 28 September 2020, PT KAI
meresmikan logo baru dengan bentuk tiga huruf "K", "A", dan "I" yang dibuat dengan tulisan
miring (menggambarkan karakter perusahaan yang progresif, terbuka, dan terpercaya).
Aksen bentuk rel kereta api pada huruf "A" melambangkan "harapan untuk memajukan
perusahaan sebagai ekosistem transportasi yang terbaik dan bersinergi" dan penggunaan
dua warna yang memiliki makna berbeda dari logo sebelumnya, yaitu gabungan kedua
warna ini mencermnikan "hubungan harmonis antara KAI dan seluruh pemangku
kepentingan sektor perkeretaapian", dengan warna biru (pada huruf "K" dan "I")
melambangkan "stabilitas, profesionalisme, amanah, dan kepercayaan diri dari
perusahaan", dan warna oranye (pada huruf "A") melambangkan "antusiasme, kreativitas,
dan tekad perusahaan".
Perkembangan dan Pemeliharaan
Sebagai salah satu model transportasi massal yang dipakai oleh jutaan masyarakat,
perkembangan perkeretaapian di Indonesia tak lepas dari sorotan dan kelemahan. Faktor
yang sering menjadi perhatian saat ini adalah tingkat kecelakaan yang masih relatif
tinggi baik gerbong yang anjlok, tabrakan antara kereta api dengan kereta api, tabrakan
antara kereta api dengan kendaraan lain, adanya banjir/longsor dan masalah lain yang
sering dihadapi oleh pengguna Kereta Api. Penyebab utama dari problematika ini dapat
dilihat pada sarana dan pemeliharaan rel yang tidak merata sehingga mengakibatkan
berbagai masalah. Pada tahun 2009, tercatat 255 orang menjadi korban kecelakaan kereta
api baik luka ataupun tewas. Sekitar 60 % kecelakaan kereta api terjadi di perlintasan kereta
api, yang umumnya tak memiliki palang pintu bahkan tak berpenjaga. Sebanyak 2.923
palang pintu perlintasan kereta api yang tersebar di pulau Jawa, tercatat sekitar 1.192 tidak
dijaga petugas. Artinya 40% perlintasan luput dari pengawasan pihak PT KAI yang
bertanggung jawab penuh menjamin keamanan dan keselamatan lalu lintas sebagaimana
tercantum dalam UU Nomor 23 Tahun 2007 pasal 31, pasal 32, pasal 33, pasal 34 dan
pasal 124 yang telah disahkan oleh legislatif.
Penambahan jalur baru
Sejak tahun 2015, pemerintah berencana untuk meningkatkan infrastruktur perkeretaapian
di Indonesia dengan menambah jalur baru, reaktifasi jalur nonaktif dan juga membuat jalur
ganda, tidak hanya di koridor pulau Jawa, tapi juga di koridor-koridor lainnya seperti Pulau
Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Papua
Berikut ini, pembangunan jaringan kereta di luar Jawa dari Program Strategis
Perkeretaapian 2015-2019:
Koridor Pulau Sumatra
Pembangunan Kereta Api Antar Kota/Trans Sumatra:
• Jalur KA baru Bireun-Lhokseumawe-Langsa-Besitang
• Jalur KA baru Rantauprapat-Duri-Dumai
• Jalur KA baru Duri-Pekanbaru
• Jalur KA baru Pekanbaru-Muaro
• Jalur KA baru Pekabaru-Jambi-Palembang
• Jalur KA baru Simpang-Tanjung Api-Api
• Jalur ganda KA Prabumulih-Kertapati
• Jalur ganda KA Baturaja-Martapura
• Jalur ganda KA Muara Enim-Lahat
• Jalur ganda KA Cempaka -Tanjung Karang
• Jalur ganda KA Sukamenanti-Tarahan
• Jalur KA baru Rejosari/KM3-Bakauheni
Reaktivasi Jalur KA:
• Binjai-Besitang
• Padang Panjang-Bukit Tinggi-Payakumbuh
• Pariaman-Naras-Sungai Limau
• Muaro Kalaban-Muaro
Pembangunan Kereta Api Perkotaan/Jalur Ganda/Elektrifikasi/Jalur Baru Akses ke
Pusat Kegiatan:
• Perkotaan Medan (Jalur Ganda KA Medan-Araskabu-Kualanamu)
• Perkotaan Padang (Padang-BIM dan Padang-Pariaman)
• Perkotaan Batam (Batam Center-Bandara Hang Nadim)
• Perkotaan Palembang (Monorel)
Pembangunan Kereta Api Akses Bandara:
• Bandara Kualanamu, Medan (peningkatan kapasitas)
• Bandara Internasional Minangkabau, Padang
• Bandara Hang Nadim, Batam
• Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II
Pembangunan Kereta Api Akses Pelabuhan:
• Pelabuhan Lhokseumawe
• Pelabuhan Belawan
• Pelabuhan Kualatanjung
• Pelabuhan Dumai
• Pelabuhan Tanjung Api-Api
• Pelabuhan Panjang
• Pelabuhan Bakauheni
Koridor Pulau Kalimantan
Pembangunan KA Khusus/Batubara/Akses Pelabuhan (Skema KPS):
• Muara Wahau-Muara Bengalon
• Murung raya-Kutai Barat-Paser-Panajam Paser Utara-Balikpapan
• Puruk Cahu-Mangkatib
Pembangunan Kereta Api Antar Kota/Trans Kalimantan:
• Jalur KA baru Tanjung-Paringin-Barabai-Rantau-Martapura-Banjarmasin
• Jalur KA baru Balikpapan-Samarinda
• Jalur KA baru Tanjung-Balikpapan
• Jalur KA baru Banjarmasin-Palangkaraya
• Jalur KA baru Palangkaraya -Sangau-Pontianak-Batas Negara
• Jalur KA baru Samarinda-Sangata-Tanjung Redep-Batas Negara
Pembangunan Kereta Api Akses Bandara:
• Bandara Syamsuddin Noor
Koridor Pulau Sulawesi
Pembangunan Kereta Api Antar Kota/Trans Sulawesi:
• Jalur KA baru Manado-Bitung
• Jalur KA baru Bitung-Gorontalo-Isimu
• Jalur KA baru Pare Pare-Mamuju
• Jalur KA baru Makassar-Pare Pare
• Jalur KA baru Makassar-Sungguhminasa-Takalar-Bulukumba-Watampone
• Jalur KA baru Mamuju-Palu-Isimu
Pembangunan Kereta Api Perkotaan:
• Perkotaan Makassar dan sekitarnya
• Perkotaan Manado
Pembangunan Kereta Api Akses Bandara/Pelabuhan:
• Bandara Sultan Hasanuddin
• Pelabuhan Garonggong, Pelabuhan New Makassar
• Pelabuhan Bitung
Koridor Pulau Papua
• Pembangunan Jalur KA baru di Papua baru direncanakan satu, yaitu untuk jalur Sorong-
Manokwari.

Anda mungkin juga menyukai