Setelah James Watt menemukan mesin uap tahun 1769, Nicolas Cugnot
pada saat yang sama membuat kendaraan beroda tiga berbahan bakar uap.
Orang-orang menyebut kendaraan itu sebagai kuda besi. Kemudian tahun
1804, Richard Trevithick membuat mesin lokomotif yang dirangkaikan dengan
kereta dan memanfaatkannya pada pertunjukan di depan masyarakat umum.
George Stephenson menyempurnakan lokomotif yang memenangi
perlombaan balap lokomotif dan digunakan di jalur Liverpool-Manchester,
Inggris Waktu itu lokomotif uap yang digunakan berkonstruksi belalang.
Penyempurnaan demi penyempurnaan dilakukan untuk mendapatkan
lokomotif uap yang lebih efektif, berdaya besar, dan mampu menarik kereta
lebih banyak.
Lokomotif UAP
Beberapa Jalur Kereta Api Ada beberapa jenis rel atau jalur kereta api.
Misalnya kereta api monorel (kereta api rel tunggal) adalah kereta api yang
jalurnya tidak seperti jalur kereta yang biasa dijumpai. Rel kereta ini hanya
terdiri dari satu batang besi. Letak kereta api didesain menggantung pada rel
atau di atas rel. Karena efisien, biasanya digunakan sebagai alat transportasi
kota khususnya di kota-kota metropolitan dunia dan dirancang mirip seperti
jalan layang.
Kemudian kereta api permukaan (surface) yakni kereta api yang berjalan di
atas tanah. Umumnya kereta api yang sering dijumpai adalah kereta api jenis
ini. Biaya pembangunannya untuk kereta permukaan adalah yang termurah
dibandingkan yang di bawah tanah atau yang layang. Di Indonesia, kereta api
ini yang paling banyak atau sering ditemukan. Kereta api layang berjalan di
atas dengan bantuan tiang-tiang, hal ini untuk menghindari persilangan
sebidang, agar tidak memerlukan pintu perlintasan kereta api. Biaya yang
dikeluarkan sekitar 3 (tiga) kali dari kereta permukaan. Kereta api bawah
tanah adalah kereta api yang berjalan di bawah permukaan tanah (subway).
Kereta jenis ini dibangun dengan membangun terowongan-terowongan di
bawah tanah sebagai jalur kereta api. Umumnya digunakan pada kota kota
besar seperti New York, Tokyo, Paris, Seoul dan Moskwa. Selain itu
digunakan dalam skala lebih kecil pada daerah pertambangan.
http://catatantresna.hol.es/2015/05/perkembangan-teknologi-perkeretaapian/
Perkeretaapian di Indonesia
Perjalanan panjang kereta api di Indonesia dimulai dari jaman penjajahan Belanda Tahun
1840 sampai dengan saat ini 2010, kita rasakan bersama belum mencapai pada tahap yang
membanggakan. Infrastruktur yang beroperasi semakin lama semakin turun jumlah maupun
kualitasnya dan belum pernah ada upaya untuk melakukan modernisasi. Hal ini secara
signifikan menyebabkan penurunan peran dari moda ini dalam konteks penyelenggaraan
transportasi nasional. Padahal dari sisi efisiensi energi dan rendahnya polutan (karbon) yang
dihasilkan, moda kereta api sangat unggul dibandingkan dengan moda yang lain. Artinya jika
diselenggarakan dengan baik dan tepat, moda ini pasti mampu menjadi leading
transportation mode khususnya sebagai pembentuk kerangka atau lintas utama transportasi
nasional.
Secara historis penyelenggaraan kereta api dimulai sejak zaman Pemerintah kolonial Hindia
Belanda (1840-1942), kemudian dilanjutkan pada masa penjajahan Jepang (1942- 1945) dan
setelah itu diselenggarakan oleh Pemerintah Indonesia (1945 – sekarang). Pada pasca
Proklamasi Kemerdekaan (1945-1949) setelah terbentuknya Djawatan Kereta Api Republik
Indonesia (DKARI) pada tanggal 28 September 1945 masih terdapat beberapa perusahaan
kereta api swasta yang tergabung dalam SS/VS (Staatsspoorwagen/Vereningde
Spoorwagenbedrijf atau gabungan perusahaan kereta api pemerintah dan swasta Belanda)
yang ada di Pulau Jawa dan DSM (Deli Spoorweg Maatschappij) yang ada di Sumatera Utara,
masih menghendaki untuk beroperasi di Indonesia. Berdasarkan UUD 1945 pasal 33 ayat (2),
angkutan kereta api dikategorikan sebagai cabang produksi penting bagi negara yang
menguasai hajat hidup orang banyak, oleh karena itu pengusahaan angkutan kereta api harus
dikuasai negara. Maka pada tanggal 1 Januari 1950 dibentuklah Djawatan Kereta Api (DKA)
yang merupakan gabungan DKARI dan SS/VS.
Pada tanggal 25 Mei 1963 terjadi perubahan status DKA menjadi Perusahaan Negara Kereta
Api (PNKA) berdasarkan PP No. 22 Tahun 1963. Pada tahun 1971 berdasarkan PP No. 61
Tahun 1971 terjadi pengalihan bentuk usaha PNKA menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api
(PJKA). Selanjutnya pada tahun 1990 berdasarkan PP No. 57 tahun 1990, PJKA beralih bentuk
menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka), dan terakhir pada tahun 1998 berdasarkan
PP No. 12 Tahun 1998, Perumka beralih bentuk menjadi PT.KA (Persero). Dalam
perjalanannya PT. KA (Persero) guna memberikan layanan yang lebih baik pada angkutan
kereta api komuter, telah menggunakan sarana Kereta Rel Listrik di wilayah Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang (Serpong) dan Bekasi (Jabodetabek) serta pengusahaan di bidang usaha
non angkutan penumpang membentuk anak perusahaan PT. KAI Commuter Jabodetabek
berdasarkan Inpres No. 5 tahun 2008 dan Surat Menneg BUMN No. S-653/MBU/2008 tanggal
12 Agustus 2008.
http://shinicikira.blogspot.co.id/2013/02/perkembangan-teknologi-transportasi.html
PERKEMBANGAN KERETA API DI INDONESIA
Kereta yang ditarik Kuda
Perkembangan transportasi kereta api menggunakan jalan rel bermula dari
dikembangkannya usaha untuk meningkatkan pelayanan transportasi yang meliputi antara lain
kuantitas pengangkutan, kecepatan perjalanan, dan keawetan sarana prasarananya. Awal mula
terciptanya jalan rel bisa dikatakan bermula di Inggris pada tahun 1630, abad ke 17, yaitu
dengan adanya pengangkutan batu bara. Hasil penambangan batu bara semula diangkut
dengan kereta yang ditarik kuda. Terdapat dua masalah berkaitan dengan penggunaan kereta
yang ditarik kuda ini, yaitu jalan yang dilalui cepat rusak dan kapasitas angkut yang rendah.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, pada jalan yang dilalui dipasang balok-balok
kayu membujur, dengan maksud dapat memberikan landasan yang lebih kuat dan memperkecil
hambatan antara roda dan permukaan jalannya. Dengan memasang balok-balok kayu
membujur tersebut kapasitas angkut seekor kuda yang menarik kereta bisa meningkat.
Balok-balok kayu membujur ini ternyata masih juga cepat rusak, baik oleh cuaca maupun
oleh beban kereta. Maka, balok-balok kayu ini berikutnya diganti dengan bantalan besi.
Penggantian dengan bahan dasar besi ini dimaksudkan untuk mengurangi gesekan ketika
gerbong-gerbong kereta bergerak. Meskipun sudah menggunakan batang besi, tetapi dengan
masih digunakannya bentuk roda biasa, masih terjadi melesetnya roda keluar dari batang besi.
Untuk menghindari melesetnya roda tersebut maka roda-roda diberi flens (flange), yang terjadi
pada tahun 1789.
http://syahbari.blogspot.co.id/2017/03/perkembangan-kereta-api.html
MAKALAH PERKERETA APIAN DI INDONESIA
Di luar Jawa, 12 Nopember 1876, Staats Spoorwegen juga membangun jalur Ulele-Kutaraja(Aceh).
Selanjutnya lintasan PaluAer-Padang (Sumatera Barat) pada Juli 1891, lintasan Telukbetung-
Prabumulih (Sumatera Selatan) tahun 1912, dan 1Juli 1923 membangun jalur Makasar-Takalar
(Sulawesi). Di Sumatera Utara, NV. Deli Spoorweg Mij juga membangun lintasan Labuan-Medan pada
25 Juli 1886. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, selain Staats Spoorwegen milik pemerintah,
sudah ada 11 perusahaan kereta api swasta di Jawa dan satu perusahaan swasta di Sumatera.
BAB II
PERMASALAHAN KERETA API.
Belum hilang dari ingatan kita ketika lima belas nyawa melayang pada 16 Juni 2003 akibat terjadinya
tabrakan antara kereta api (KA) dan bus pada perlintasan KA di daerah Gemolong, Sragen. Pasca
tragedi tersebut, kecelakaan KA dengan kendaraan umum terus-menerus terjadi. Keselamatan
perkeretaapian merupakan aspek yang amat krusial dalam pengoperasian kereta api (KA). Malfungsi
terhadap pengoperasian perkeretaapian akan mengakibatkan banyak terjadinya kecelakaan yang
amat fatal dan potensial merenggut nyawa manusia.
Persimpangan antara jalan raya dengan jalan rel KA merupakan fenomena yang unik dalam dunia
transportasi, sebab masing-masing moda transportasi tersebut memiliki sistem prasarana yang
berbeda, dioperasikan dengan sistem sarana yang berbeda pula, penanggung jawab dan
pengelolanya juga berbeda. Kedua moda transportasi dengan karakteristik yang berbeda tersebut
bertemu di persimpangan/pintu perlintasan (level crossing) sehingga daerah tersebut memiliki risiko
tinggi bagi semua perkeretaapian di dunia.
Potensi terjadinya kecelakaan yang disebabkan oleh perkeretaapian yang operasinya tidak dapat
dikontrol merupakan "sebagian permasalahan", sedangkan "sebagian permasalahan" lainnya yaitu
kendaraan jalan raya dapat dikatakan tidak sepenuhnya mampu dikontrol oleh satu entitas. Meskipun
aturan-aturan lalu lintas dan standar desain jalan raya dianggap sudah cukup mapan, namun
pergerakan pengguna jalan raya tidak diorganisasi dan dipantau oleh satu entitas spesifik yang sangat
ketat seperti halnya pergerakan KA. Kecelakaan pada pintu perlintasan KA tidak hanya dapat
mengakibatkan tewas atau terluka serius bagi para pengguna jalan raya atau penumpang KA. Tetapi
juga memberikan beban finansial yang berat akibat kerusakan harta benda dan armada serta
terhentinya pelayanan KA dan kendaraan jalan raya.
Di Indonesia sepanjang tahun 2002, telah terjadi sejumlah 231 kali kecelakaan KA, terdiri atas
tabrakan antara KA dengan KA 6 kali, tabrakan antara KA dengan kendaraan jalan raya di pintu
perlintasan (58), KA anjlok/terguling (69), kecelakaan KA akibat banjir/longsor (12), dan kecelakaan
lain-lain (86). Kecelakaan KA tersebut telah merenggut 76 nyawa meninggal, 114 orang luka berat
dan 58 orang luka ringan. Kecelakaan pada pintu perlintasan mencapai 25,11% dari keseluruhan
kecelakaan KA. Dari sejumlah 8.370 pintu perlintasan di Jawa dan Sumatera, yang dijaga 1.128
(13,48%) dan tidak dijaga 7.242 (86,52%).
Survei yang dilakukan oleh sebuah badan di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)
menunjukkan bahwa perkeretaapian Indonesia bersama Vietnam, Thailand, dan Bangladesh memiliki
kepadatan pintu perlintasan yang tinggi, persentase proteksi pada pintu perlintasan masih rendah,
dan tingkat kecelakaan tinggi. Sementara perkeretaapian India dan Iran memiliki proporsi tinggi pada
pintu perlintasan yang dijaga, memiliki kinerja yang baik pada aspek keselamatan di pintu perlintasan,
tingkat kecelakaan dan korban juga relatif rendah.
PT Kereta Api (PT KA) sebagai operator prasarana perkeretaapian memikul tanggung jawab untuk
menjamin bahwa operasi KA dapat terlindungi dari pelanggaran oleh pengguna jalan raya pada pintu
perlintasan. Meskipun kenyataannya di Indonesia dan banyak negara lain, undang-undang
memberikan prioritas terlebih dahulu untuk melintas kepada KA daripada pengguna jalan raya pada
perlintasan sebidang. Pemerintah (cq Departemen Perhubungan/Dephub) sebagai regulator dan
pemilik prasarana pokok, selain memikul beban finansial untuk menyediakan proteksi pada pintu
perlintasan dan bertanggung jawab dalam membuat regulasi. juga bersama instansi terkait lainnya
berkewajiban mendidik pengguna jalan raya untuk bertindak dan menggunakan pintu perlintasan
dengan aman.
1. Disiplin masyarakat yang masih rendah sehingga kerap terjadi pelanggaran masal oleh
pengendara kendaraan terhadap aturan-aturan yang terkait dengan tata cara penyeberangan
melalui pintu perlintasan.
2. Persepsi yang keliru dari pengendara kendaraan terhadap kondisi jalan, mekanisme operasi
KA yang mendekati pintu perlintasan (termasuk kemampuan pengereman KA), serta
kecepatan kendaraan dan kemampuan pengeremannya.
3. Malfungsi/kerusakan teknis pada kendaraan.
4. Tidak dipenuhinya standar pemeliharaan jalan raya oleh pemegang otoritas jalan raya pada
daerah di sekitar pintu perlintasan.
5. Buruknya pemeliharaan sistem proteksi dan sistem peringatan pada pintu perlintasan.
6. Human error yang dibuat oleh penjaga pintu perlintasan.
Kendala utama dalam menciptakan keselamatan di pintu perlintasan adalah etos keselamatan yang
berkembang dalam masyarakat kita secara umum masih rendah. Kepedulian dalam komunitas yang
lebih luas terhadap pentingnya hidup aman masih belum mengakar. Faktor seperti inilah yang
merupakan kendala terbesar bagi perkeretaapian untuk mengurangi insiden yang berakibat pada
terjadinya kecelakaan pada pintu perlintasan. Etos keselamatan ini perlu diupayakan agar
menjangkau masyarakat luas melalui program pendidikan keselamatan publik. Tingkat pendidikan
yang rendah mungkin merupakan kendala bagi efektivitas program pendidikan keselamatan publik.
Namun tidak ada bukti akurat yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dan kepedulian terhadap
keselamatan saling berkaitan.
Selain itu, penempatan papan tanda peringatan tentang keberadaan/lokasi pintu perlintasan terlalu
dekat dengan track KA. Bahkan tidak sedikit papan tanda (sideboard) yang dipasang hanya pada
salah satu sisi track KA, dan lokasi pemasangannya hanya berjarak dua meter dari rel terdekat.
Kombinasi dari faktor-faktor tersebut pada pintu perlintasan yang tak terproteksi dapat mengakibatkan
terjadinya situasi yang potensial mengancam hidup.
1. Meningkatkan disiplin pengendara kendaraan dan kepatuhan terhadap hukum pada pintu
perlintasan.
2. Modernisasi, penyempurnaan, dan peningkatan keandalan sistem peralatan teknis yang
dioperasikan pada pintu perlintasan.
3. Menerapkan metode yang tepat dalam pemeliharaan pintu perlintasan.
4. Pembentukan organisasi yang lebih baik dalam mengendalikan keselamatan lalu lintas pada
pintu perlintasan.
5. Mempercepat pembangunan grade separation pada pintu perlintasan yang memiliki klasifikasi
kepadatan lalu lintas yang amat tinggi.
6. Meningkatkan program pendidikan dan pelatihan, serta persyaratan kualifikasi bagi
pengendara kendaraan dan penjaga pintu perlintasan.
7. Memperbaiki sistem klasifikasi pintu perlintasan.
8. Menyebarkan bahan-bahan informasi kepada publik tentang aturan keselamatan pada pintu
perlintasan. Terakhir,
9. Memberikan prioritas yang tinggi pada anggaran penyempurnaan pintu perlintasan.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Melihat dari banyaknya berbagai macam kecelakan dalam dunia teranportasi di Indonesia dewasa ini
memerlukan adanya pengendalian manajemen tranportasi terutama pada bagaimana cara peran
control atau pengawasan dari pemerintah dan masyarakat sebagai pengguna tranportasi. Di tambah
lagi jika ditinjau dari beberapa informasi serta data-data nyata dilapangan yang ada sekarang ini
misalnya :
1. Kenyataan dilapangan ditemukannya penggunaan suku cadang pada kereta api yang selama ini
digunakan ternyata lebih banyak menggunakan barang-barang bekas, dalam artian untuk proses
penggantian suku cadang komponen kereta api, hanya mampu sampai dengan menggunakan suku
cadanga yang sudah usang kemudian diperbaik lagi dan digunakan kembali sebagai suku cadang
pengganti. contohnya:
Data yang diperoleh dari PT KA menyebutkan bahwa untuk suku cadang roda kereta api yang
digunakan pada kereta api kelas ekonomi dan kelas bisnis rata-rata menggunakan suku
cadang roda kereta api bekas, yang dimana suku cadang ini di perbaiki dari roda lama yang
hanya kuat untuk 8 tahun diperbaiki kembali untuk pergunakan hingga puluhan tahun.
Kemudian beberapa gerbong kereta api yang ada sekarang ini, bahkan merambak hingga
kelas esekutif, ada beberapa gerbong kereta yang dahulunya adalah gerbong kereta api lama
yang sudah sangat usang kemudian rombak kembali dibentuk sedemikian rupa hingga
berbentuk gerbong kelas esekutif dan pada akhirnya untuk di pergunakan kembali dengan
label gerbong kereta api yang baru
2. Kenyataan dilapangan perlu adanya peningkatan sumber daya dan peningkatan kapasitas
tranportasi secara keseluruhan dalam artian bahwa penigkatan sumber daya disini adalah dapat
meningkatkan kebutuhan transportasi dari segi jumlah armada yang ada, hingga sampai dengan
pemenuhan kapasitas suku cadang perbaikannya, dengan begitu armada tranportasi yang digunakan
merupakan armada yang paling terbaik untuk digunakan sebagai alat transportasi dan ini akan
berimbas pada penurunan tingkat resiko kecelakaan yang ada pada alat tranportasi kereta api dan
alat transportasi yang lain.
Peningkatan sumber daya juga dapat diartikan sebagai peningkatan sumber daya manusia, misalkan
sebagai berikut : pemerintah sebagai penentu kebijakan transportasi harus dapat mengetahui secara
keseluruhan bagaimana tingkat sumber daya manusia yang bekerja pada pengolahan jasa
transportasi apakah mampu bekerja dengan baik, tidak hanya sesuai dengan prosedur pelayanan
tranportasi tetapi juga mampu memahami bagaimana cara pengendalian pencegahan timbulnya
kecelakan ada dengan mengurangi tingkat kesalahan yang di lakukan oleh manusia. Dengan
melakukan diklat-diklat untuk meningkatkan etos kerja dari para pelaku pengelola jasa transportasi.
Contoh perlunya peningkatan Sumber Daya Manusia pada sektor pengelolaan transportasi di
Indonesia :
KNKT (Komisi Nasional Keselamatan Transportasi). Baru-bari ini melakukan beberapa kesalahan
yang sangat fatal, misalkan memberikan izin ketempat yang berbahaya bagi para wartawan hanya
untuk mencari berita yang paling terbaru, maka dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa KNKT
memerlukan peningkatan kualitas kerja dengan tidak mengabaikan keselamatan orang-orang yang
bekerja untuk meningkatkan kualitas transportasi serta para pengguna transportasi.
3. Keyataan di lapangan masih banyak terdapat pungli-pungli (pungutan liar) pada sarana transportasi
kereta api, misalkan pada stasiun kereta api Rangkas – Belitung, penggelola jasa PT. KA memberikan
biaya tiket jurusan Rangkas ke Belitung sebesar Rp 1500-Rp 2000, akan tetapi kenyataan yang ada
di lapangan ternyata terdapat punggutan-punggutan liar selain biaya tiket tersebut, sehingga biaya
yang harus dikeluarkan oleh satu orang penumpang mencapai Rp 2000-Rp 4000. Hal ini menunjukkan
penggelolaan pada stasiun tersebut masih jauh dari kesempurnaan peraturan yang ada.
Hal utama yang harus dilakukan untuk memperbaiki kualitas pengolahan transportasi kereta api serta
mampu menguranggi tingkat kecelakaan adalah dengan melakukan “PERAN PENGAWASAN”.
Dalam hal ini peran pengawasan dapat dilakukan baik oleh pemerintah dan masyarakat sebagai
pengguna jasa transportasi tersebut. Akan tetapi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku
di negara Indonesia ini, maka proposi utama dalam proses pengawasan dan penanggung jawab
utama adalah pemerintah, maka oleh karena itu pemerintahlah sebagai penentu kebijakan dalam
pengawasan dan penggelolaan transportasi.
Ditambah lagi untuk mempercepat perbaikan transportasi yang ada saat ini, secara keseluruhan perlu
adanya perombakkan pada manajemen dasar dari penggelolaan trasportasi di Indonesia, atau perlu
dilakukannya “Reformasi Regulasi” dalam artian bahwa perlu adanya perbaikan manajemen yang
sangat buruk saat ini. Point utama yang dapat dilakukan dalam waktu dekat ini adalah : perlu adanya
evalusi yaitu bagaimana peran dari pemerintah, terutama dalam menentukan arah kebijakan untuk
memperbaiki kualitas Sumber Daya dan kualitas sarana dan prasarana penunjang transportasi di
Indonesia.
http://mangihot.blogspot.co.id/2016/10/makalah-transportasi-kereta-api.html
SEJARAH KERETA API INDONESIA
Sejarah kereta api di indonesia dimulai dari Semarang. Mungkin NAMA Lawang
Sewu memang tak asing lagi bagi warga Kota Semarang. Bangunan bersejarah
tersebut merupakan salah satu tetenger kota, selain Tugu Muda, Museum
Mandala Bhakti, Pasar Bulu, dan Balai Kota..
Namun Lawang Sewu tak hanya terkait dengan peristiwa heroik pertempuran
lima hari. Lebih dari itu, bangunan unik tersebut tak bisa terlepas dari sejarah
perkeretapian di Indonesia. Menurut rangkuman sejarah yang disusun PT KA,
semula Lawang Sewu milik NV Nederlandsch Indische Spoorweg Mastshappij
(NIS), yang merupakan cikal bakal perkeretapian di Indonesia. Saat itu ibu kota
negeri jajahan ini memang berada di Jakarta. Namun pembangunan kereta api
dimulai di Semarang..
Berdasarkan surat Raja Djawa, 28 Mei 1842, diusulkan agar periode 1842–1862
persiapan pemasangan jaringan jalan rel dari Semarang ke Kedu dan beberapa
wilayah Kerajaan di Jawa dapat dilakukan. Dalam aturan tersebut ditetapkan
pula bahwa gerbong-gerbong untuk pengangkutan ditarik oleh kerbau,
sapi, atau kuda. Belum direncanakan penarikan oleh lokomotip sebagaimana
lazimnya kereta api sekarang. Usulan Raja Djawa ini tidak dipenuhi pada tahun
1846 Gubernur Jenderal Rochussen mengusulkan kepada Kerajaan Belanda
agar menolak usulan tersebut. Selanjutnya diusulkan untuk penyediaan dana
pemasangan rel di lintas Batavia–Bogor. Namun, tahun 1851, Gubernur
Jenderal Duymer van Twist meminta Kerajaan Belanda untuk
mempertimbangkan kembali pemberian konsesi pembangunan jalan rel kereta
kepada swasta. Akhirnya tahun 1857 didapat prinsip bahwa pembangunan jalan
rel bisa dilakukan lagi oleh swasta.
Tahun 1871 Bose, salah seorang penentang pembangunan jalan kereta swasta,
menyusun RUU pemasangan jalan rel kereta api negara. Tapi RUU itu tak
pernah muncul ke permukaan, karena Menteri Transportasi Belanda Fransen
van der Putte menariknya. RUU pemasangan rel lintas Surabaya–Pasuruan
dengan simpangan di Bangil dan Malang diusulkan Menteri Urusan Daerah
Jajahan Mr. Baron van Golstein. Tanggal 6 April 1875, pemerintah Hindia
Belanda menyatakan tanggal tersebut sebagai awal kehadiran kereta api
pemerintah di tanah jajahan yang diurus oleh suatu jawatan dipimpin oleh
seorang Inspektur jendral.
Tanggal 1 Maret 1885 Jawatan ini dihapus dan digabung dengan Departemen
van BOW atau Pekerjaan Umum. Dan 1 Juli 1909, Jawatan Kereta Api dan Tram
Negara digabung dengan Departemen Perusahaan Negara (Gouvernement
Bedrijven) yang dipimpin seorang Kepala Inspektur.
Tanggal 15 Maret 1924, ketika Kepala Inspektur Dinas Pengawsan Kereta Api
dan Tram dipimpin oleh Ir Staargaard, dengan seijin Pemerintah Belanda
melakukan pembagian wilayah pengawasan menjadi tiga: Eksploitasi Barat,
Tengah, dan Timur. tapi pada awal pelaksanaannya Kepala Eksploitasi
hanya sekedar pelaksana saja, yang tunduk kepada Kepala Inspektur di
Bandung.
Saat itu arsitek yang mendapat kepercayaan untuk membuat desain adalah Ir P
de Rieau. Ada beberapa cetak biru bangunan itu, antara lain A 387 Ned. Ind.
Spooweg Maatschappij yang dibuat Februari 1902, A 388 E Idem
Lengtedoorsnede bulan September 1902, dan A 541 NISM Semarang Voorgevel
Langevlenel yang dibuat tahun 1903. Ketiga cetak biru tersebut dibuat di
Amsterdam. Namun sampai Sloet Van Den Beele meninggal, pembangunan
gedung itu belum dimulai. Pemerintah Belanda kemudian menunjuk Prof Jacob
K Klinkhamer di Delft dan BJ Oudang untuk membangun gedung NIS di
Semarang dengan mengacu arsitektur gaya Belanda..
Lokasi yang dipilih adalah lahan seluas 18.232 meter persegi di ujung Jalan
Bojong, berdekatan dengan Jalan Pandanaran dan Jalan Dr Soetomo.
Tampaknya posisi itu kemudian mengilhami dua arsitektur dari Belanda
tersebut untuk membuat gedung bersayap, terdiri atas gedung induk, sayap
kiri, dan sayap kanan..
Setiap hari ratusan orang pribumi menggarap gedung ini. Lawang Sewu resmi
digunakan tanggal 1 Juli 1907. Dalam perkembangannya, Lawang Sewu juga
terkait dengan sejarah pertempuran lima hari di Semarang yang terpusat di
kawasan proliman (Simpanglima) yang saat ini dikenal sebagai Tugu Muda.
Pada peristiwa bersejarah yang terjadi 14 Agustus 1945 – 19 Agustus 1945 itu,
gugur puluhan Angkatan Muda Kereta Api (AMKA). Lima di antaranya
dimakamkan di halaman depan Lawang Sewu. Mereka adalah Noersam,
Salamoen, Roesman, RM Soetardjo, dan RM Moenardi. Kereta api kemudian
menyerahkan halaman depan seluas 3.542,40 meter persegi pada Pemda
Kodya Semarang. Sedangkan makam lima jenasah di halaman itu, 2 Juli 1975
dipindah ke Taman Makam.
Nama Bromo diambil dari salah satu gunung yang berada di kawasan Taman
Nasional Tengger Semeru, Jawa Timur. Panorama wisata gunung Bromo yang
memiliki ketinggian 2.392 m ini selain menyimpan makna ritual kultural dan
religius juga menyajikan keindahan kawah dan keasrian alam lingkungannya
yang membuat kawasan Gunung Bromo menjadi sangat terkenal dan menjadi
salah satu tujuan utama wisatawan domestik maupun mancanegara.
Semua ini sengaja didesain untuk membuat penumpang berada di dalam hotel
berjalan, sehingga perjalanan dengan Argo Bromo Anggrek diharapkan dapat
menghemat biaya akomodasi hotel dan setibanya di tujuan dalam kondisi segar.
Kata Argo digunakan sebagai nama dagang layanan kereta api eksekutif dan
penamaan Dwipangga memang sengaja dibedakan dengan argo lainnya yang
lazim menggunakan nama gunung mengingat nama Dwipangga dirasakan
sudah sangat melekat di benak pelanggan.
Kata Dwipangga diambil dari sebutan kendaraan Dewa Indra berupa gajah yang
setia dan mampu melindungi pengendaranya dalam segala cuaca, sehingga
menumbuhkan kebangsaan dan prestise agi penumpangnya.
Perjalanan sejauh 576 km ditempuh dalam waktu sekitar 8 jam dan hanya
berhenti di Stasiun Purwokerto, Klaten dan Yogyakarta.
Argo Dwipangga dengan kapasitas 400 tempat duduk dan membawa delapan
rangkaian kereta kelas eksekutif menawarkan alternatif perjalanan pada pagi
hari dari Stasiun Gambir ke Solo Balapan dan perjalanan pada malam hari dari
arah sebaliknya (berkebalikan dengan alternatif perjalanan yang ditawarkan
oleh KA Argo Lawu)
Kereta Api New Argo Jati sebagai kereta ramah lingkungan dengan berbagai
fasilitas lengkap yang akan setia menemani perjalanan.
New design Cabin yang memberikan rasa aman dan nyaman kepada
penumpang. Dilengkapi TV, Air Conditoner, Reclining Seat, Stop Kontak, Bagasi
yang Aman, Toilet yang bersih serta pelayanan restorasi dengan menggunakan
Kereta Makan yang memberikan nuansa khusus dalam perjalanan Cirebon-
Jakarta.
Pada tanggal 21 September 1996 dilekatkan nama KA Solo Jaya yang kemudian
pada akhirnya diganti sesuai dengan strategi dagang Argo dengan nama KA
Argo Lawu. KA Argo Lawu membawa rangkaian sebanyak delapan rangkaian
kelas eksekutif dan memiliki kapasitas 400 tempat duduk. Perjalanan Solo-
Jakarta (576 km) ditempuh dalam waktu kurang lebih tujuh jam tiga puluh
menit dan hanya berhenti di Stasium Klaten, Yogyakarta, Purwokerto dan
Cirebon.
KA Argo selain nama gunung juga merupakan nama dagang layanan kereta api
eksekutif yang dimaksudkan untuk menambah kebanggaan konsumennya.
Sedangkan nama lawu diambil dari nama sebuah gunung (Gunung Lawu) yang
terletak di sebelah timur laut Kota Surakarta (wilayah administratif Kaupaten
Karanganyar dan Magetan) yang memiliki ketinggian 3.245 km.
Dengan puncak berupa daratan yang berbukit-bukit dan sisa-sisa kawah yang
telah lama tidak aktif merupakan panorama yang sangat indah yang dapat kita
saksikan dari Lembah Tawangmangu dan Telaga Sarangan.
Argo selain berarti gunung juag merupakan nama dagang layanan kereta api
eksekutif. Kata Muria berasal dari nama gunung (Gunung Muria) yang memiliki
ketinggian 1.602m di atas permukaan laut (dpl) dan berada di sebelah Utara
Kota Kudus (69km dari arah Kota Semarang).
Kawasan gunung ini terkenal dengan berbagai satwa langka seperti : burung
plontang, elang muria, rusa dan kera. Demikian juga dengan Sindoro adalah
nama gunung dengan ketinggian 3.150m dpl, yang terletak di batas Kabupaten
Temanggung sebelah barat dan Wonosobo sebelah timur.
Gunung berupa Sirato ini juga dikenal dengan sebutan Sindoro atau Sendoro,
mempunyai beberapa kawah diantaranya Kawah Puncak; Segoro Wedi, Segoro
Banjaran, Kawah Utara, Kawah Selatan.
Perjalanan sejauh 445km ditempuh dalam waktu lima jam tiga puluh menit dan
hanya berhenti di Stasiun Tegal dan Pekalongan. Layanan kereta api yang
memiliki kapasitas 350 tempat duduk ini terdiri dari tujuh rangkaian kereta
kelas eksekutif.
Untuk perjalanan yang dilakukan pada siang hari, penumpang dapat menikmati
indahnya panorama di pesisir pantai utara khususnya diantara Pekalongan –
Semarang
Kapasitas angkut yang tersedia dalam satu kereta api ini mencapai 328 tempat
duduk (4 kereta eksekutif dirangkaikan dengan 2 kereta bisnis).
Gunung bertipr strato ini juga dikenal dengan sebutan sindoro atau sendoro,
mempunyai beberapa kawah diantaranya kawah puncak : segoro wedi, segoro
banjaran, kawah utara dan selatan.
Perjalanan sejauh 445 km ditempuh dalam waktu 5 jam 30 menit dan hanya
berhenti di stasiun tegal dan pekalongan. Layanan kereta api yang memiliki
kapasitas 350 tempat duduk ini terdiri dari 7 rangkaian kereta kelas eksekutif.
Untuk perjalanan yang dilakukan pada siang hari, penumpang dapat menikmati
indahnya panorama dipesisir pantai utara khususnya antara pekalongan dan
semarang.
Kata Argo digunakan sebagai nama dagang layanan kereta api eksekutif dan
kata Wilis diambil dari nama gunung Wilis yang memiliki ketinggian 2.169 m
dari permukaan laut dan merupakan tataran pegunungan yang panjang dengan
puncak ketinggian berada di kawasan Bajulan Nganjuk, Jawa Timur.
Kereta Argo Wilis dengan kapasitas angkut 400 tempat duduk (empat rangkaian
kelas eksekutif) menawarkan alternatif perjalanan di siang hari yang
memungkinkan pemerjalan menikmati indahnya panorama pegunungan di Bumi
Parahyangan, Banymas, Kali Serayu dan Kali Progo.
Selama ini Argo Wilis sering dipakai sebagai moda transportasi penghubung dari
Bandung ke objek wisata yang ada di Pulau Bali dan sebaliknya. Setibanya di
Surabaya biasanya penumpang transit di VIP room Stasiun Surabaya Gubeng
untuk meneruskan perjalanan ke Banyuwangi dengan KA Mutiara Timur Malam
dan sampai Banyuwangi pada pagi hari. Kemudian perjalanan dilanjutkan
dengan bus PT. KAI (Persero) menuju Denpasar, Bali. Demikian juga
sebaliknya, berangkat Banyuwangi dengan menggunakan KA Mutiara Timur
Malam untuk sampai di Surabaya Gubeng. Kemudian transit di VIP room
Stasiun Surabaya Gubeng dan meneruskan perjalanan menuju Madiun, Solo,
Yogyakarta, Kutoarjo, Tasikmalaya, ataupun bandung menggunakan KA Argo
Wilis.
Jika ingin berwisata dalam satu paket dari Bandung ke Yogyakarta, Solo,
Surabaya ataupun Denpasar begitupun sebaliknya, disarankan untuk
menggunakan KA argo Wilis.
Diikuti oleh peluncuran KA Argo Muria II pada tanggal 20 Mei 2001 yang
menawarkan alternatif perjalanan yang berkebalikan dengan Argo Mulia I yang
belakangan ini berganti nama menjadi KA Argo Sindoro.
Argo selain berarti gunung juag merupakan nama dagang layanan kereta api
eksekutif. Kata Muria berasal dari nama gunung (Gunung Muria) yang memiliki
ketinggian 1.602m di atas permukaan laut (dpl) dan berada di sebelah Utara
Kota Kudus (69km dari arah Kota Semarang).
Kawasan gunung ini terkenal dengan berbagai satwa langka seperti : burung
plontang, elang muria, rusa dan kera. Demikian juga dengan Sindoro adalah
nama gunung dengan ketinggian 3.150m dpl, yang terletak di batas Kabupaten
Temanggung sebelah barat dan Wonosobo sebelah timur.
Gunung berupa Sirato ini juga dikenal dengan sebutan Sindoro atau Sendoro,
mempunyai beberapa kawah diantaranya Kawah Puncak; Segoro Wedi, Segoro
Banjaran, Kawah Utara, Kawah Selatan.
Perjalanan sejauh 445km ditempuh dalam waktu lima jam tiga puluh menit dan
hanya berhenti di Stasiun Tegal dan Pekalongan. Layanan kereta api yang
memiliki kapasitas 350 tempat duduk ini terdiri dari tujuh rangkaian kereta
kelas eksekutif.
Untuk perjalanan yang dilakukan pada siang hari, penumpang dapat menikmati
indahnya panorama di pesisir pantai utara khususnya diantara Pekalongan –
Semarang.
http://bacaankeluarga.blogspot.co.id/2012/08/kereta-api-sejarah-kereta-api-dari-masa.html