Anda di halaman 1dari 5

TUGAS JALAN KERETA API

Dosen Pengampu : Awal Mansur., S.T., M.T

Disusun Oleh :

Yosepha Angela Manullang (198110129)


Riel Alvito Simbolon (198110015)
Dwiman Persatuan Lase (208110031)
Raples Manurung (208110017)
Khairil Miftah (208110015)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MEDAN AREA
MEDAN
2023
Sejarah Perkeretaapian Di Indonesia
Perkembangan Kereta Api di Indonesia

Pembangunan Rel Kereta Api Indonesia


Zaman Penjajahan
Kereta api di Indonesia mucul pada abad ke 19,
dalam bentuk kereta yang ditarik oleh lokomotif uap.
Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan
pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di
desa Kemijen hari Jumat tanggal 17 Juni 1864 oleh
Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Mr. L.A.J
Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai
oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische
Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin
oleh Ir. J.P de Bordes dari Kemijen menuju desa
Tanggung yang jaraknya kurang lebih 26 kilometer.
Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada Hari
Sabtu, 10 Agustus 1867.

Stasiun Kereta Api Semarang


Keberhasilan pihak NV. NISM
membangun jalan kereta api ini dilanjutkan.
Tanggal 10 Februari 1870 rel kereta api lainnya
dapat menghubungkan kota Semarang -
Surakarta sejauh 110 kilometer. Dengan
kesuksesan ini akhirnya banyak investor yang
terdorong minatnya untuk membangun jalan
kereta api di daerah lainnya. Tidak
mengherankan, kalau pertumbuhan panjang jalan
rel antara tahun 1864 - 1900 tumbuh dengan
pesat. Dari panjang hanya 25 kilometer di
tahun1864, berkembang menjadi 3.338 kilometer
di penghujung abad ke 19.
Selain di Pulau Jawa, pembangunan jalan kereta api juga dilakukan di Aceh di tahun 1874,
Sumatera Utara pada 1886, Sumatera Barat tahun 1891, dan di Sumatera Selatan pada tahun 1914. Tahun
1922, pembangunan jalan kereta api berlanjut hingga Celebes, Pulau Sulawasi. Jalan kereta api di
Sulawesi ini menghubungkan jarak 47 Km antara Makasar dengan Takalar, yang pengoperasiannya mulai
dilakukan tanggal 1 Juli 1923. Sedangkan di Pulau Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi
mengenai jalan kereta api jalur Pontianak-Sambas sejauh 220 Km sudah diselesaikan. Demikian juga di
pulau Bali dan Lombok, juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan kereta api.
Sampai dengan tahun 1939, panjang jalan kereta api di Indonesia mencapai 6.811 kilometer.
Tetapi, pada tahun 1950 panjangnya berkurang menjadi 5.910 kilometer. Hilangnya kurang lebih 901
kilometer ini diperkirakan disebabkan oleh pembongkaran yang dilakukan oleh Jepang, semasa masa
penjajahannya di Indonesia. Bongkaran jalan kereta api ini kemudian diangkut Jepang ke Myanmar (dulu
Burma) untuk membangun jalan kereta api di sana.
Semasa pendudukannya di Indonesia (tahun 1942-1943), Jepang juga ikut berkontribusi
membangun jalur kereta api. Sepanjang 83 kilometer jalur kereta api antara kota Bayah-Cikara dibangun
dan 220 kilometer antara Muaro-Pekanbaru.
Ironisnya, Jepang membangun jalan
kereta api jalur Muaro-Pekanbaru dengan
menggunakan teknologi seadanya dan
menggunakan tenaga penduduk Indonesia. Jalur
Muaro-Pekanbaru saat itu diprogramkan selesai
pembangunannya selama 15 bulan yang
memperkerjakan 27.500 orang, 25.000
diantaranya adalah Romusha. Jalan yang
melintasi rawa-rawa, perbukitan, serta sungai
yang deras arusnya ini, banyak menelan korban
yang hingga kini makamnya bertebaran
sepanjang Muaro- Pekanbaru.
Setelah Indonesia meraih kemerdekaannya dengan diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945,
karyawan KA yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA) mengambil alih kekuasaan
perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah itu terjadi pada tanggal 28 September 1945. Di
hari itu, AMKA menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada
di tangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan
perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta
Api di Indonesia, serta dibentuknya "Djawatan Kereta Api Republik Indonesia" (DKARI).

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERKERETAAPIAN


NOMOR : HK.209/3/19/DJKA/2022
TENTANG : PEDOMAN TEKNIS PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DI LINGKUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL PERKERETAAPIAN
Pedoman teknis penerapan manajemen risiko di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian
dimaksudkan sebagai acuan bagi seluruh pimpinan dan pegawai di lingkungan Direktorat Jenderal
Perkeretaapian dalam menerapkan manajemen risiko terkait dengan pelaksanaan fungsi/program/kegiatan
dalam upaya pencapaian tujuan dan sasaran unit kerja. Pedoman Teknis ini berlaku untuk penerapan
manajemen risiko di unit kerja eselon I, eselon II dan unit kerja mandiri/Balai di lingkungan Direktorat
Jenderal Perkeretaapian. Pedoman teknis ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas perencanaan,
mengoptimalkan kinerja, mendorong inovasi dan efektivitas pengendalian intern melalui penerapan
manajemen risiko yang sistematis, terstruktur, dan sinergis. Secara lebih rinci, tujuan penerapan
manajemen risiko di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian sebagai berikut :
A. Mengidentifikasi dan mengelola risiko dan meminimalisasi dampak yang ditimbulkannya;
B. Melindungi pimpinan dan pegawai unit kerja dari risiko signifikan yang dapat menghambat
pencapaian tujuan dan sasaran unit kerja;
C. Mengoptimalkan efektivitas, efisiensi, dan kepatuhan dalam pelaksanaan fungsi/program/kegiatan; dan
D. Menciptakan kesadaran dan kepedulian seluruh pimpinan dan pegawai akan pentingnya pengelolaan
risiko.

Anda mungkin juga menyukai