Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH SEJARAH PERKERASAN JALAN INDONESIA

PEMBANGUNAN JALAN POS ANYER – BANYUWANGI

DISUSUN OLEH :
NATASHA GILBERT
1706987103

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS INDONESIA
FEBRUARI 2020
DEPOK
SEJARAH PEMBANGUNAN JALAN POS ANYER – BANYUWANGI

I. PENDAHULUAN
Jalan Raya Pos merupakan proyek utama yang dibangun dibawah perintah
Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Herman Willem Daendels (1762-1818).
Jalan ini membentang sepanjang utara Pulau Jawa, dari Anyer sampai Banyuwangi
di ujung timur Pulau Jawa. Daendels membangun jalur transportasi sepanjang
pulau Jawa untuk mempertahankan Jawa dari serangan Inggris dengan
memudahkan mobilisasi militer.
Pengerjaan jalan dengan medan paling berat yaitu, jalur Cisarua ke Cirebon.
Pembangunan ini berlangsung selama satu tahun, yaitu dari 1808 hingga 1809.
Proses pembangunan jalan ini tidak mudah akibat medan yang sangat berat
khusunya di jalur Bandung – Sumedang, yaitu harus menembus lereng gunung
yang bercadas, rawa – rawa, jurang, dan hutan. Selain itu, masalah perampasan
tanah, banyaknya korban manusia meninggal akibat kekejaman, jatah makanan
yang sangat minim, dan munculnya banyak penyakit menjadi akibat dari
pembangunan jalan ini.

II. PEMBANGUNAN JALAN RAYA DAENDELS


Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels menerima tugas utama
menyelamatkan pulau Jawa dari ancaman serangan Inggris dan membenahi sistem
administrasi pemerintahan di pulau Jawa. Pada 1807, Daendels menerima instruksi
dari Raja Belanda, Louis Napoleon untuk memperhatikan perbaikan dan
merancang sarana yang paling cocok melalui kesepakatan dengan para bupati
pribumi demi tercapainya kesejahteraan orang pribumi di Hindia Timur. Pada
1808, Daendels tiba di Anyer dan melanjutkan perjalanan ke Batavia. Kondisi jalan
dari Anyer menuju Batavia di musim hujan sangat buruk, berbeda dengan jalan
raya yang dibuat oleh Napoleon Bonaparte yang menghubungkan Paris dengan 25

2
kota lain di Eropa. Oleh karena itu, Daendels merencanakan pembuatan jalan raya
pos Anyer – Panarukan.
Pada 5 Mei 1808, Daendels tiba di Semarang dan Ia mengeluarkan perintah
untuk memperbaiki dan menghubungkan jalan – jalan desa yang telah ada. Karena
keterbatasan biaya, pemerintah hanya akan menanggung biaya pembangunan jalan
dari Batavia ke Buitenzorg (Bogor) dan petak-petak jalan di Priangan, yang
pelaksanaannya akan diatur oleh Gubernur Jenderal. Disediakan dana 30 ribu
ringgit untuk pembangunan jalur itu. Permintaan Daendels dengan Bupati
Semarang adalah proyek pembangunan jalan jalur Cirebon ke Surabaya dilanjutkan
oleh pejabat setempat. Karena keterbatasan biaya negara, pembangunan jalur
Cirebon ke Surabaya memanfaatkan sistem kerja wajib dibawah pejabat setempat
yang selama itu telah ada.

III. TAHAP PEMBANGUNAN JALAN JALUR CISARUA – CIREBON


Pada April 1808, Daendels meminta persetujuan pembangunan jalan raya di
sidang Dewan Hindia. Daendels berdiskusi tentang jalan raya yang akan dibuka ,
termasuk pengerahan tenaga kerja dengan anggaran yang sangat sedikit.
Pembangunan ini sangat diperlukan karena alasan ekonomi, yaitu untuk
meningkatkan pendapatan sehingga dapat mensejahterakan penduduk. Daendels
telah meminta pejabat Eropa dan penduduk pribumi untuk mulai meningkatkan
tanaman komoditi ekspor seperti kopi dan padi. Namun, tujuan ini tidak tercapai
akibat biaya pengangkutan yang sangat mahal akibat kondisi jalan yang sangat
buruk di musim hujan.
Alasan kedua adalah untuk kepentingan militer, khususnya untuk menjaga
mobilitas militer apabila Inggris menyerang pulau Jawa. Daendels merencanakan
pembuatan dua pangkalan armada laut di Teluk Manari (di Selat Madura) dan di
Teluk Meuwen (di Ujung Kulon). Diharapkan apabila jalan ini selesai dibuat, maka
pulau Jawa akan terhubungkan dari ujung Barat (Ujung Kulon) sampai ujung timur
(Surabaya), dan dapat ditempuh dalam waktu yang singkat. Daendels
mengeluarkan instruksi tanggal 5 Mei 1808 yang terdiri atas 10 pasal. Ia

3
menyerahkan kepada Komisaris Urusan Pribumi untuk membuka jalan raya dari
Buitenzorg ke Karangsambung melalui Cipanas, Cianjur, Bandung,
Parakanmuncang, dan Sumedang (pasal 1). Secara teknis, jalan ini harus dibuat 2
roed rijn dan setiap paal yang jaraknya 400 roed rijn dipasang tanda, untuk
memudahkan perawatan jalan bersama yang menjadi tanggung jawab antara distrik
dan penduduk (pasal 2). Pada kedua sisi jalan harus dibatasi lapisan batu agar jalan
tidak terkikis oleh air yang mengalir di waktu hujan. Dengan demikian jalan dapat
terus dimanfaatkan untuk pengangkutan yang menggunakan kereta kuda dan
gerobak setiap tahun.
Akibat medan jalan yang berat dan minimnya peralatan yang dimiliki
penduduk, maka penduduk dibebaskan dari penggarapan jalan di rawa-rawa,
sungai, atau lahan yang tergenang air. Untuk mengatasi kondisi ini, Gubernur
Jenderal menyerahkannya kepada Komisaris Urusan Pribumi (pasal 3).
Pembangunan jalan ini mengerahkan tenaga kerja sebanyak 1100 orang bujang
yang dikirim dari Jawa dibantu oleh masyarakat setempat. Jumlah tenaga kerja dan
upah tenaga kerja yang dikerahkan disesuaikan dengan medannya, dengan
komposisi sebagai berikut :
 Cisarua – Cianjur : 400 orang dengan upah 10 ringgit perak / orang
 Cianjur – Rajamandala : 150 orang dengan upah 4 ringgit perak/orang
 Rajamandala – Bandung : 200 orang dengan upah 6 ringgit perak/orang
 Bandung – Parakanmuncang : dengan upah 1 ringgit perak/orang
 Parakanmuncang – Sumedang : dengan upah 5 ringgit perak/orang
 Sumedang – Karangsambung : dengan upah 4 ringgit perak/orang
(pasal 4)
Untuk melaksanakan pembangunan jalan ini, Komandan Zeni, Kolonel
Lutzow, dan dengan dua orang insinyur diberi tugas untuk membuat rencana di
tempat dimana jalan akan dibuka, digali atau diratakan. Jalur Cisarua – Cianjur
ditangani oleh seorang insinyur. Jalur Parakanmuncang – Karangsambung
diserahkan kepada insinyur lain. Insinyur dibantu oleh seorang bintara yang cakap
dari pasukan artileri yang dipilih sendiri oleh kedua insinyur tersebut. Semua yang

4
terlibat dalam pembangunan jalan ini akan diberikan gaji sebesar ¼ ringgit perak
setiap hari. Sementara kepala dan perwira zeni akan memperoleh uang harian yang
jumlahnya disesuaikan dengan pangkat mereka (pasal 6).
Komisaris Urusan Pribumi bersama dengan bupati dan pengawas diizinkan
membagikan peralatan yang diperlukan dari gudang-gudang di Batavia untuk para
pekerja dalam membangun jalan (pasal 9). Bagian jalan yang telah selesai dibangun
oleh pekerja dari penduduk daerah sekitar kemudian diserahkan kepada bupati
tanpa mengganggu tanaman padi dan kopi (pasal 8).
Untuk menunjang kelancaran pembangunan proyek jalan ini, setiap minggu
Komisaris negara harus melaporkan kepada Gubernur Jenderal sejak awal dan
selama proses pembangunannya. Diharapkan dalam waktu satu tahun jalan ini akan
selesai dibuat dan difungsikan sesuai rencana yang telah ditetapkan (pasal 10).
Pembangunan jalan ini tidak semudah yang direncanakan. Jalur Cianjur ke
Sumedang mengalami kendala, khususnya dalam pembuatan jembatan (Jalur
Cianjur – Bandung) dan pemotongan lereng gunung (jalur Parakanmuncang –
Sumedang). Akibat beratnya medan yang ditembus, pada 28 Maret 1809
pemerintah menetapkan bahwa setiap kuli yang berasal dari daerah sekitar Batavia
(Batavia Ommelanden) dan Priangan akan diberikan 1 ½ pon beras setiap hari dan
5 pon garam setiap bulan secara gratis. Pada tanggal ini pula, pemerintah
mengeluarkan peraturan baru untuk pekerja yang berasal dari daerah Cirebon dan
Vorstenlanden yang memperbaiki jalan di Sumedang sebagai berikut :
 Mandor jalan akan menerima 3 ringgit
 Pekerja pembuat jalan akan menerima 2 ringgit uang perak
 Setiap kepala akan diberikan beras sebanyak 3 kantong sebagai
penyesuaian dasar pembayaran

Jalur Megamendung yang merupakan bagian dari jalur Cisarua – Cianjur harus
dikerjakan oleh 400 orang ditambah 500 orang dari Priangan Cirebon karena
medannya sangat berat, yaitu harus memotong lereng gunung. Para pekerja tersebut
semula akan dibayar dengan mata uang perak, sesuai dengan keputusan Gubernur

5
Jenderal. Namun, pembayaran digantikan dengan mata uang tembaga yang selisih
kursnya berubah.

Akibat banyaknya jembatan yang dibuat, pengurukan tanah di lembah,


pengikisan gunung, pembangunan jalan ini belum tuntas. Gubernur jenderal
mengeluarkan ketetapan tanggal 15 Maret 1810 bahwa Pasukan Zeni diizinkan
untuk memanfaatkan besi-besi yang ada di gudang negara dalam pembuatan
jembatan sungai Cicundel di Kabupaten Cianjur. Dengan dikeluarkannya ketetapan
ini, rencana pembangunan jalan jalur Cisarua ke Karangsambung tidak dapat
diselesaikan dalam waktu satu tahun seperti direncanakan semula.

6
Referensi
Marihandono, Djoko. 2005. Sentralisme Kekuasaan Pemerintahan Herman Willem
Daendels di Jawa 1808 – 1810: Penerapan Instruksi Napoleon Bonaparte.
Disertasi FIB-UI.
Leirissa, P. D. (2008, April). Mendekonstruksi Mitos Pembangunan Jalan Raya
Cadas Pangeran 1808: Komparasi Sejarah dan Tradasi Lisan. Refleksi
Keilmuwan Prof. Dr. R.Z. Leirissa, 1-11.

7
Lampiran

Gambar 1. Jalur jalan Cisokan Cianjur


Sumber : http://staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/artikelcadaspangeran.pdf

Gambar 2. Jalan Pos di Buitenzorg


Sumber : http://staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/artikelcadaspangeran.pdf

8
Gambar 3. Jalan Menuju Burgemeester Bandung
Sumber : http://staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/artikelcadaspangeran.pdf

Gambar 4. Bukit yang ditembus di Cadas Pangeran untuk dijadikan jalan (jalur atas)
Sumber : http://staff.ui.ac.id/system/files/users/dmarihan/material/artikelcadaspangeran.pdf

Anda mungkin juga menyukai