Anda di halaman 1dari 5

Sejarah perkerasan jalan

Sejarah perkerasan jalan dimulai bersamaan dengan sejarah umat manusia itu
sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari kebutuhan hidup dan berkomunikasi
dengan sesama. Pada awalnya jalan hanyalah berupa jejak manusia yang mencari
kebutuhan hidup atau sumber air. Setelah manusia mulai hidup berkelompok
jejak – jejak itu berubah menjadi jalan setapak. Dengan mulai dipergunakannya
hewan sebagai alat transportasi, jalan mulai dibuat rata. Jalan yang diperkeras
pertama kali ditemukan di Mesopotamia berkaitan dengan ditemukannya roda
sekitar Masehi.

Konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada zaman keemasan


Romawi. Pada saat itu telah mulai dibangun jalan – jalan yang terdiri dari
beberapa lapis perkerasan. Perkembangan konstruksi jalan seakan terhenti dengan
mundurnya kekuasaan Romawi sampai awal abad ke-18. Pada saat itu beberapa
ahli dari Perancis dan Skotlandia menemukan sistem – sistem konstruksi
perkerasan jalan yang sebagian sampai saat ini masih umum digunakan di
berbagai negara di dunia.
Perkerasan jalan dengan menggunakan aspal sebagai bahan pengikat telah
ditemukan pertama kali di Babylon pada 625 tahun sebelum Masehi, tetapi
perkerasan jenis ini tidak berkembang sampai ditemukannya kendaraan bermotor
bensin oleh Gottlieb Daimler dan Karl Benz pada tahun 1880. Mulai tahun 1920
sampai sekarang teknologi konstruksi perkerasan dengan menggunakan aspal
sebagai bahan pengikat maju pesat.

Pembangunan tepatnya pelebaran Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) oleh
perintah Gubernur Jenderal (Maarschalk en Gouverneur Generaal) Herman
Willem Daendels merupakan salah satu karya yang paling fenomenal di
Indonesia. Jalan raya yang panjangnya lebih kurang mencapai 1.000-km ini
melintasi berbagai kota penting di pulau Jawa, terutama pusat-pusat pemerintahan
maupun kerajaan dimasa itu, yaitu dari Anyer di Banten hingga Panarukan di
Jawa Timur. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jalan ini menjadi jalan
raya nasional pertama di Indonesia.

Melalui sistem kerja paksa, seluruh rute jalan raya tersebut dapat diselesaikan
dalam tempo 1 (satu) tahun saja, yaitu pada tahun 1809.Pembangunan
dilaksanakan dengan membagi seluruh ruas jalan ke dalam berpuluh-puluh
segmen, yaitu dengan cara menugaskan setiap kepala pemerintahan setempat
untuk bertanggung jawab atas keterbangunnya Jalan Raya Pos itu di wilayah
mereka.

Pengerahan besar-besaran jumlah tenaga kerja dilakukan karena terdapat


ancaman dari Daendels untuk membunuh para pekerja maupun mandor termasuk
kepala pemerintahan setempat bila target pembangunan tidak tercapai. Tujuan
pembangunan jalan ini lebih ditekankan pada fungsi strategi militer pemerintah
Hindia-Belanda yaitu mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris Raya.

Dengan adanya jalur transportasi ini, pemerintah Hindia-Belanda berharap:

1) Mobilisasi bantuan militer saat musuh menyerang menjadi lebih cepat;

2) Dapat mengontrol pergerakan orang-orang pribumi dengan adanya patroli-


patroli militer;
3) Mempersingkat waktu tempuh komoditas perkebunan hasil sistem tanam
paksa (cuultur-stelsel)dari tempat produksi hingga pelabuhan ekspor,;

4) Perkembangan informasi yang terjadi begitu cepat dapat diketahui dengan


segeramelalui jasa pengiriman kabar/surat.

Tidak banyak literatur yang menulis secara rinci sejarah pembuatan berikut
spesifikasi teknis Jalan Raya Pos. Akan tetapi bila menilik dari fungsi dan waktu
pembuatan, dapat diperkirakan jalan tersebut menggunakan metode Telford-
Macadam atau paling tidak mendekati teknik tersebut.

Metode tersebut ditemukan pada akhir abad ke-18 di Eropa. Beberapa


literatur menyatakan, jalan ini dibangun tanpa perencanaan yang terlalu teknis,
baik secara geometris maupun metode perkerasan yang akan digunakan.

Thomas Telford(1757-1834) yang berkebangsaan Inggris menciptakan


konstruksi perkerasan jalan dengan menggunakan prinsip berdesak-desakannya
batu seperti pada jembatan lengkung karena ia memang ahli jembatan lengkung
dari batu. Kemiripan jalan yang ia rancang dengan jembatan lengkung adalah
penampang jalan bila dilihat secara melintang. Saat jalan (lengkungan) menerima
beban, maka konstruksi lengkung seolah melendut searah gaya/beban. Saat itu
terjadi, batu-batu menjadi terdesak dan saling merapat sehingga konstruksi
menjadi lebih kokoh. Namun, perkerasan ini dirasakan kurang praktis dan
memakan waktu yang cukup banyak karena batu-batu yang digunakan harus
disusun dengan tangan satu per-satu.

Konstruksi perkerasan menggunakan semen atau concrete pavement mulai


dipergunakan di Indonesia secara besar-besaran pada awal tahun 1970 yaitu
padapembangunan Jalan Tol Prof. Sediyatmo. Metode ini selain menghasilkan
jalan yang relatif tahan terhadap air musuh utama aspal juga dapat dikerjakan
dalam waktu yang cukup singkat.

Awal tahun 1970 Indonesia mulai membangun jalan – jalan dengan


klasifikasi yang lebih baik, hal ini ditandai dengan diresmikannya jalan tol
pertama pada tanggal 9 Maret 1978 sepanjang 53 km, yang menghubungkan kota
Jakrta – Bogor – Ciawi dan terkenal dengan nama Jalan Tol Jagorawi.

Menurut Sukirman (1999), sejarah perkerasan jalan dimulai bersamaan


dengan searah umat manusia itu sendiri yang selalu berhasrat untuk mencari
kebutuhan hidup dan berkomunikasi dengan sesame. Dengan demikian
perkembangan jalan saling berkaitan dengan perkembangan umat manusia.
Perkembangan teknik jalan seiring dengan berkembangnya teknologi yang
ditemukan umat manusia. Pada awalnya jalan hanyalah berupa jejak mannusia
yang mencari kebutuhan hidup ataupun sumber air. Setelah manusia mulai hidup
berkelompok jejak - jejak itu berubah menjadi jalan setapak.

Dengan mulai dipergunakannya hewan – hewan sebagai alat transportasi, jalan


mulai dibuat rata. Jalan yang diperkeras pertama kali ditemukan di Mesopotamia
berkaitan dengan ditemukannya roda sekitar 3500 tahun sebelum masehi.
Konstruksi perkerasan jalan berkembang pesat pada zaman keemasan Romawi.
Pada saat itu telah mulai dibangu jalan – jalan yang terdiri dari beberapa lapis
perkerasan. Perkembangan konstruksi jalan seakan terhenti dengan mundurnya
kekuasaan romawi sampai awal abad ke 18.

Pada saat itu beberapa ahli dari Perancis, Skotlandia menemukan sistim –
sistim konstruksi perkerasan jalan yang sebagian sampai saat ini masih umum di
gunakan di Indonesia maupun dinegara – negara lain di dunia. Menurut Sukirman
(1999), berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dapat
dibedakan atas :

a. Konstruksi perkerasan lentur (Flexible Pavement) 5 Perkerasan yang


menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisanlapisan perkerasan
bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.

b. Konstruksi perkerasan kaku (Rigit Pavement) Perkerasan yang


menggunakan semen (Portland Cement) sebagai bahan pengikatnya. Pelat beton
dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasat dengan atau tanpa lapis
pondasi bawah.Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
c. Konstruksi perkerasan komposit (Composite Pavement) Perkerasan kaku
yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur
diatas perkerasan kaku atau perkerasan kaku diatas perkerasan lentur. Sesuai
dengan pembatasan masalah, maka untuk pembahasan selanjutnya hanya akan
dibahas tentang konstruksi perkerasan lentur(Flexible Pavement) saja.

Anda mungkin juga menyukai