DISUSUN OLEH :
DOSEN PENGASUH :
Ir. OLOAN SITOHANG, MT
Sejarah perkembangan jalan raya berawal seiring sejarah manusia itu sendiri yang selalu
memiliki keinginan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan berinteraksi dengan sesamanya.
Maka dapat dikatakan perkembangan jalan raya terjadi seiring dengan perkembangan
peradaban umat manusia. Perkembangan teknik atau cara pembuatan jalanterjadi seiring
dengan melesatnya teknologi yang dikembangkan oleh umat manusia.
Jalan pada awalnya hanyalah berupa jejak atau bekas lewatnya orang-orang yang mencari
kebutuhan hidup. Misalnya bahan makanan, pakaian, hewan buruan, maupun sumber air.
Manakala umat manusia mulai hidup dalam kelompok, jejak-jejak yang tadi kemudian
berubah menjadi jalan kasar/jalan setapak. Kemudian, saat mulai hewan-hewan dimanfaatkan
sebagai alat transportasi, maka jalan perlulah dibuat lebih bagus atau rata. Sejarah perkerasan
jalan pertama kali dijumpai di Mesopotamia, bersamaan dengan penemuan roda sekitar 3500
Sebelum Masehi.
Pada zaman keemasan Romawi, konstruksi perkerasan jalan berkembang dengan pesat. Kala
itu telah mulai dibangun jalan-jalan yang terdiri dalam bentuk beberapa lapisan perkerasan.
Tetapi perkembangan konstruksi perkerasan jalan terhenti sementara saat kekuasaan Romawi
runtuh sampai awal abad ke 18. Pada saat itu, beberapa bangsa seperti Perancis dan
Skotlandia diketahui menemukan sistem-sistem konstruksi perkerasanjalan yang sedikit lebuh
maju. sebagian besar sampai saat ini masihumum digunakan di negara berkembang seperti
Indonesia maupun dinegara-negara lain di dunia.
Pada ranah internasional, pada tahun 1595, ditemukan danau aspal Trinidad oleh Sir
Walter Religh. Bahan temuan ini mengawali sejarah teknologi perkerasan yang digunakan
untuk lapisan permukaan jalan. Pada tahun 1764, Pierre Marie Jereme Tresaquet dari
Perancis memperkenalkan konstruksi jalan dengan pendekatan ilmiah. Konstruksi jalan yang
direncanakan meliputi lapisan bawah berupa batuan besar yang dilapisi oleh kerikil sebagai
lapisan atas. Lapisan bawah ini didasarkan pada teori bangsa Romawi, yaitu lapisan bawah
tersebut digunakan untuk mentransfer berat jalan itu sendiri dan berat beban yang melaluinya
ke permukaan tanah. Selain itu, lapisan bawah ini dapat melindungi tanah dari deformasi
karena berat yang dibebankan padanya dibuat merata.
berukuran 3 dan batu dengan ukuran terkecil berada di permukaan perkerasan. Mc Adam
juga membuat permukaan jalan lebih tinggi dari lingkungan sekelilingnya, sehingga air dapat
mengalir dan tidak merusak permukaan jalan. Keunggulan perkerasan jalan metode ini
adalah dapat dibuat dengan bantuan dengan mesin sehingga metode ini dianggap sangat
berhasil. Kedua metode perkerasan tersebut selanjutnya lazim digunakan bersamaan pada
sebuah konstruksi jalan raya. Oleh karena itu, kemudian dikenal metode perkerasan jalan
Telford-Macadam seperti tersebut di atas. Kata Macadam berasal dari nama McAdam.
Dengan sistem perkerasan jalan seperti ini, pengguna jalan seperti para penunggang
kuda, kereta kuda, kendaraan militer, maupun gerobak pengangkut barang dapat bergerak
dengan lebih leluasa. Setelah terbangunnya Jalan Raya Pos yang juga terkadang dikenal
dengan Jalan Daendels ini, perjalanan darat Surabaya-Batavia yang sebelumnya harus
ditempuh dalam waktu 40 (empat puluh) hari bisa dicapai dalam waktu 7 (tujuh) hari saja.
A1
A2
B1
B2
C
Keterangan:
A : Lapisan Penutup/Aspalan
A1 : Lapisan Penutup (Surface)
A2 : Lapisan Pengikat (Binder)
B : Perkerasan
B1 : Perkerasan Atas (Base)
B2 : Perkerasan Bawah (Sub-Base)
C : Tanah Dasar (Sub-Grade)
Konstruksi perkerasan berlapis-lapis seperti ini dikenal dengan konstruksi sandwich atau
kue lapis, merupakan suatu konstruksi plaat elastis yang terletak pada suatu landasan yang
elastis pula (tanah dasar). Konstruksi seperti ini termasuk sistem konstruksi statis tak tentu
(statisch onbepaald) bertingkat banyak. Perbedaan kondisi tersebut dengan konstruksi statis
tertentu—misalnya pada jembatan gelagar—adalah:
a) pada konstruksi statis tertentu pembagian kekuatan-kekuatan (momen-momen dan gaya-
gaya) dari muatan pada bagian-bagian konstruksi dan pandemen tidak bergantung pada
kekuatan dan ukuran (E dan I) bagian/batang konstruksi tersebut, sehingga perhitungan
menjadi lebih sederhana; sementara
b) pada konstruksi statis tidak tertentu pembagian kekuatan dari muatan pada bagian
konstruksi dan pandemen tergantung pada kekuatan dan ukuran (E dan I) dari bagian
konstruksi tersebut, sehingga perhitungan menjadi rumit.
Pada tahun 1980-an diperkenalkan perkerasan jalan dengan aspal emulsi dan butas, tetapi
dalam pelaksanaan atau pemakaian aspal butas terdapat permasalahan dalam hal variasi kadar
aspalnya yang kemudian disempurnakan pada tahun 1990 dengan teknologi beton mastik.
Perkembangan konstruksi perkerasan jalan menggunakan aspal panas (hot mix) mulai
berkembang di Indonesia pada tahun 1975, kemudian disusul dengan jenis yang lain seperti
aspal beton (asphalt concrete/AC) dan lain-lain. Teknik-teknik tersebut kebanyakan hanya
mengembangkan jenis lapisan penutup tempat dimana muatan/beban langsung
bersinggungan. Perkembangan dan inovasi tersebut dilakukan demi menjaga keamanan dan
kenyamanan pengguna jalan sekaligus diharapkan dapat mereduksi biaya pembuatan maupun
perawatan (maintenance).
Konstruksi perkerasan menggunakan semen sebagai bahan pengikat telah ditemukan
pada tahun 1828 di London tetapi konstruksi perkerasan ini baru mulai berkembang pada
awal 1900-an. Konstruksi perkerasan menggunakan semen atau concrete pavement mulai
dipergunakan di Indonesia secara besar-besaran pada awal tahun 1970 yaitu pada
pembangunan Jalan Tol Prof. Sediyatmo. Metode ini selain menghasilkan jalan yang relatif
tahan terhadap air—musuh utama aspal—juga dapat dikerjakan dalam waktu yang cukup
singkat.