Anda di halaman 1dari 8

PERKERASAN JALAN RAYA

DISUSUN OLEH :

TEGUH SOLAFIDE GULO


170310039

DOSEN PENGASUH :
Ir. OLOAN SITOHANG, MT

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS


SUMATERA UTARA
FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK SIPIL
T.A.2017/2018
SEJARAH PENEMUAN DAN PERKEMBANGAN JALAN RAYA

Sejarah perkembangan jalan raya berawal seiring sejarah manusia itu sendiri yang selalu
memiliki keinginan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan berinteraksi dengan sesamanya.
Maka dapat dikatakan perkembangan jalan raya terjadi seiring dengan perkembangan
peradaban umat manusia. Perkembangan teknik atau cara pembuatan jalanterjadi seiring
dengan melesatnya teknologi yang dikembangkan oleh umat manusia.

Jalan pada awalnya hanyalah berupa jejak atau bekas lewatnya orang-orang yang mencari
kebutuhan hidup. Misalnya bahan makanan, pakaian, hewan buruan, maupun sumber air.
Manakala umat manusia mulai hidup dalam kelompok, jejak-jejak yang tadi kemudian
berubah menjadi jalan kasar/jalan setapak. Kemudian, saat mulai hewan-hewan dimanfaatkan
sebagai alat transportasi, maka jalan perlulah dibuat lebih bagus atau rata. Sejarah perkerasan
jalan pertama kali dijumpai di Mesopotamia, bersamaan dengan penemuan roda sekitar 3500
Sebelum Masehi.
Pada zaman keemasan Romawi, konstruksi perkerasan jalan berkembang dengan pesat. Kala
itu telah mulai dibangun jalan-jalan yang terdiri dalam bentuk beberapa lapisan perkerasan.
Tetapi perkembangan konstruksi perkerasan jalan terhenti sementara saat kekuasaan Romawi
runtuh sampai awal abad ke 18. Pada saat itu, beberapa bangsa seperti Perancis dan
Skotlandia diketahui menemukan sistem-sistem konstruksi perkerasanjalan yang sedikit lebuh
maju. sebagian besar sampai saat ini masihumum digunakan di negara berkembang seperti
Indonesia maupun dinegara-negara lain di dunia.

Beberapa tokoh yang berperan dalam perkembangan konstruksi jalan raya:


· John Louden Mac Adam (1756-1836), adalah orang Skotlandia yang memperkenalkan
konstuksi perkerasan yang terdiri dan batu pecah atau batu kali, pori-pori diatasnya ditutup
dengan batu yang lebih kecil/halus. Jenis perkerasan ini terkenal dengan nama Perkerasan
Macadam. Agar terbentuk lapisan yang kedap air, maka di atas lapisan macadam diberi
lapisan atas yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat dan ditaburi pasir kasar.
· Pierre Marie Jerome Tresaguet (1716-1796) dan Perancis mengembangkan sistim lapisan
batu pecah yang dilengkapi dengan drainase, kemiringan melintang serta mulai rnenggunakan
pondasi dari batu.
· Thomas Telford- (1757-1834) dari Skotlandia membangun jalan mirip dengan apa yang
dilaksanakan Tresaguet. Konstruksi perkerasannya terdiri dari batu pecah berukuran 15/20
sampai 25/30 yang disusun tegak. Batu-batu kecil diletakkan di atasnya untuk menutup pori-
pori yang ada dan memberikan permukaan yang rata. Sistim ini terkenal dengan nama sistim
Telford. Jalan-jalan di Indonesia yang dibuat pada jaman dahulu sebagian besar merupakan
sistim jalan Telford, walaupun diatasnya telah diberikan lapisan atas dengan pengikat aspal.

Sejarah Perkembangan Pembangunan Jalan Raya di Indonesia

Perkembangan Jalan dalam Peradaban Manusia.


Jalan raya yang pada hakikatnya dibangun untuk memenuhi kebutuhan manusia, mulai
dibangun seiring dengan keberadaan manusia sendiri. Jalan pada awalnya hanya berupa jejak
manusia yang berkeliling ke daerah sekitar untuk mencari kebutuhan hidup. Jejak ini
berfungsi sebagai penuntun arah bagi manusia. Seiring dengan bertambahnya jumlah
manusia, manusia melakukan aktivitas untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya secara
berkelompok. Perpindahan secara berkelompok ini kemudian menghasilkan jejak dengan
jumlah yang lebih banyak. Selain itu, jalan yang juga berfungsi sebagai petunjuk arah
membuat jejak-jejak kaki lebih sering dilalui oleh orang, sehingga jejak-jejak kaki ini
kemudian berubah menjadi jalan setapak, yang belum rata. Seiring dengan berkembangnya
sarana transportasi sederhana, seperti kuda, mulai dibuat jalan yang lebih rata.
Sementara bangsa Romawi mulai membangun jalan dengan pengaturan lapisan yang
lebih baik dan perencanaan yang lebih matang, pembangunan jalan di Indonesia berkembang
sedikit demi sedikit walaupun belum dibangun dengan perkerasan dan perencanaan yang baik
seperti bangsa Romawi.

Pada ranah internasional, pada tahun 1595, ditemukan danau aspal Trinidad oleh Sir
Walter Religh. Bahan temuan ini mengawali sejarah teknologi perkerasan yang digunakan
untuk lapisan permukaan jalan. Pada tahun 1764, Pierre Marie Jereme Tresaquet dari
Perancis memperkenalkan konstruksi jalan dengan pendekatan ilmiah. Konstruksi jalan yang
direncanakan meliputi lapisan bawah berupa batuan besar yang dilapisi oleh kerikil sebagai
lapisan atas. Lapisan bawah ini didasarkan pada teori bangsa Romawi, yaitu lapisan bawah
tersebut digunakan untuk mentransfer berat jalan itu sendiri dan berat beban yang melaluinya
ke permukaan tanah. Selain itu, lapisan bawah ini dapat melindungi tanah dari deformasi
karena berat yang dibebankan padanya dibuat merata.

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 1

Jalan Raya Pos (De Groote Postweg)


Pembangunan—tepatnya pelebaran1—Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) oleh
perintah Gubernur-Jenderal (Maarschalk en Gouverneur Generaal) Herman Willem
Daendels merupakan salah satu karya yang paling fenomenal di Indonesia. Jalan raya yang
panjangnya lebih kurang mencapai 1.000-km ini melintasi berbagai kota penting di pulau
Jawa, terutama pusat-pusat pemerintahan maupun kerajaan di masa itu, yaitu dari Anyer di
Banten hingga Panarukan di Jawa Timur. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jalan ini
menjadi jalan raya nasional pertama di Indonesia. Melalui sistem kerja paksa, seluruh rute
jalan raya tersebut dapat diselesaikan dalam tempo 1 (satu) tahun saja, yaitu pada tahun
1809.1 Pembangunan dilaksanakan dengan membagi seluruh ruas jalan ke dalam berpuluh-
puluh segmen, yaitu dengan cara menugaskan setiap kepala pemerintahan setempat untuk
bertanggung jawab atas keterbangunnya Jalan Raya Pos itu di wilayah mereka. Pengerahan
besar-besaran jumlah tenaga kerja dilakukan karena terdapat ancaman dari Daendels untuk
membunuh para pekerja maupun mandor termasuk kepala pemerintahan setempat bila target
pembangunan tidak tercapai.
Tujuan pembangunan jalan ini lebih ditekankan pada fungsi strategi militer pemerintah
Hindia-Belanda yaitu mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris Raya. Dengan
adanya jalur transportasi ini, pemerintah Hindia-Belanda berharap:
1) mobilisasi bantuan militer saat musuh menyerang menjadi lebih cepat;
2) dapat mengontrol pergerakan orang-orang pribumi dengan adanya patroli-patroli militer;
3) mempersingkat waktu tempuh komoditas perkebunan hasil sistem tanam paksa (cuultur-
stelsel) dari tempat produksi hingga pelabuhan ekspor, sehingga barang ekspor tidak
rusak dan tidak jatuh harganya di pasaran; dan
4) perkembangan informasi yang terjadi begitu cepat dapat diketahui dengan segera melalui
jasa pengiriman kabar/surat.

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 2


Tidak banyak literatur yang menulis secara rinci sejarah pembuatan berikut spesifikasi
teknis Jalan Raya Pos. Akan tetapi bila menilik dari fungsi dan waktu pembuatan, dapat
diperkirakan jalan tersebut menggunakan metode Telford-Macadam atau paling tidak
mendekati teknik tersebut. Metode tersebut ditemukan pada akhir abad ke-18 di Eropa.
Beberapa literatur menyatakan, jalan ini dibangun tanpa perencanaan yang terlalu teknis, baik
secara geometris maupun metode perkerasan yang akan digunakan.
Thomas Telford (1757-1834) yang berkebangsaan Inggris menciptakan konstruksi
perkerasan jalan dengan menggunakan prinsip berdesak-desakannya batu seperti pada
jembatan lengkung karena ia memang ahli jembatan lengkung dari batu. Kemiripan jalan
yang ia rancang dengan jembatan lengkung adalah penampang jalan bila dilihat secara
melintang. Saat jalan (lengkungan) menerima beban, maka konstruksi lengkung (seolah)
melendut searah gaya/beban. Saat itu terjadi, batu-batu menjadi terdesak dan saling merapat
sehingga konstruksi menjadi lebih kokoh. Namun, perkerasan ini dirasakan kurang praktis
dan memakan waktu yang cukup banyak karena batu-batu yang digunakan harus disusun
dengan tangan satu per-satu.
Pada saat yang bersamaan, tepatnya pada tahun 1815, pria Skotlandia, John London
McAdam (1756-1836) memperkenalkan konstruksi perkerasan jalan dengan prinsip tumpang
tindih menggunakan batu-batu pecah. Konstruksi ini terdiri dari gradasi ukuran tumpukan
batuan, yang berada di dasar perkerasan adalah batu dengan ukuran yang terbesar.

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 3

berukuran 3 dan batu dengan ukuran terkecil berada di permukaan perkerasan. Mc Adam
juga membuat permukaan jalan lebih tinggi dari lingkungan sekelilingnya, sehingga air dapat
mengalir dan tidak merusak permukaan jalan. Keunggulan perkerasan jalan metode ini
adalah dapat dibuat dengan bantuan dengan mesin sehingga metode ini dianggap sangat
berhasil. Kedua metode perkerasan tersebut selanjutnya lazim digunakan bersamaan pada
sebuah konstruksi jalan raya. Oleh karena itu, kemudian dikenal metode perkerasan jalan
Telford-Macadam seperti tersebut di atas. Kata Macadam berasal dari nama McAdam.

Dengan sistem perkerasan jalan seperti ini, pengguna jalan seperti para penunggang
kuda, kereta kuda, kendaraan militer, maupun gerobak pengangkut barang dapat bergerak
dengan lebih leluasa. Setelah terbangunnya Jalan Raya Pos yang juga terkadang dikenal
dengan Jalan Daendels ini, perjalanan darat Surabaya-Batavia yang sebelumnya harus
ditempuh dalam waktu 40 (empat puluh) hari bisa dicapai dalam waktu 7 (tujuh) hari saja.

Era Baru Metode Perkerasan Jalan Raya


Sejak tahun 1830-an dimana kereta api dan infrastrukturnya dibangun dimana-mana—
termasuk di Pulau Jawa sistem perkerasan jalan raya dengan metode
perkerasan ini tetap dikenal hingga ditemukannya kendaraan seperti sepeda maupun
kendaraan bermotor pada akhir abad ke-19.
Jalur kereta api Hindia-Belanda di Pulau Jawa yang berkembang pesat
pada tahun 1893 yang menghubungkan kota Jakarta/Batavia-Bogor/Buitenzorg-Bandung-
Cilacap-Yogyakarta-Surakarta-Surabaya-Probolinggo.

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 4


Pada awal abad ke-20 saat kendaraan bermotor mulai banyak dimiliki masyarakat, timbul
pemikiran untuk membangun jalan raya yang lebih menyamankan dan aman. Kendaraan
dengan mesin yang dapat melaju lebih kencang memberikan guncangan yang lebih keras dan
ini sangat tidak nyaman bagi para pengendara saat berjalan pada jalan raya yang ada, hal ini
yang kemudian melahirkan metode perkerasan baru. Di Barat, konstruksi jalan raya telah
dikaji secara mendalam dimana mereka mulai memperhatikan seperti:
1) perhitungan tebal perkerasan;
2) konstruksi perkerasan dan lapisan penutup;
3) perencanaan geometris.
Teknologi ini segera menyebar ke seluruh dunia bersamaan dengan penjajahan maupun
kolonialisme yang terjadi di sebagian besar wilayah dunia, termasuk Indonesia di bawah
penjajahan Belanda. Bentuk konstruksi perkerasan jalan raya yang lazim bahkan hingga saat
ini adalah seperti di bawah ini.

A1
A2
B1
B2
C
Keterangan:
A : Lapisan Penutup/Aspalan
A1 : Lapisan Penutup (Surface)
A2 : Lapisan Pengikat (Binder)
B : Perkerasan
B1 : Perkerasan Atas (Base)
B2 : Perkerasan Bawah (Sub-Base)
C : Tanah Dasar (Sub-Grade)

Konstruksi perkerasan berlapis-lapis seperti ini dikenal dengan konstruksi sandwich atau
kue lapis, merupakan suatu konstruksi plaat elastis yang terletak pada suatu landasan yang
elastis pula (tanah dasar). Konstruksi seperti ini termasuk sistem konstruksi statis tak tentu

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 5

(statisch onbepaald) bertingkat banyak. Perbedaan kondisi tersebut dengan konstruksi statis
tertentu—misalnya pada jembatan gelagar—adalah:
a) pada konstruksi statis tertentu pembagian kekuatan-kekuatan (momen-momen dan gaya-
gaya) dari muatan pada bagian-bagian konstruksi dan pandemen tidak bergantung pada
kekuatan dan ukuran (E dan I) bagian/batang konstruksi tersebut, sehingga perhitungan
menjadi lebih sederhana; sementara
b) pada konstruksi statis tidak tertentu pembagian kekuatan dari muatan pada bagian
konstruksi dan pandemen tergantung pada kekuatan dan ukuran (E dan I) dari bagian
konstruksi tersebut, sehingga perhitungan menjadi rumit.

Perkembangan Metode Perkerasan Jalan Raya di Indonesia


Selanjutnya, perkembangan cara perhitungan tebal konstruksi perkerasan di Indonesia
dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu
Tahap ke-1 : menitikberatkan kepada pengalaman-pengalaman di lapangan, sehingga
rumus/perhitungan yang diperoleh adalah rumus-rumus empiris;
Tahap ke-2 : menitikberatkan kepada teori dan analisis meski hanya merupakan teori
pendekatan yang dilengkapi dengan pengalaman; rumus yang diperoleh
adalah rumus-rumus teoretis yang dilengkapi dengan koefisien-koefisien
hasil pengalaman untuk keperluan praktik disertai pula dengan grafik atau
nomogram;

Sejarah Perkembangan Jalan Raya di Indonesia 6

Tahap ke-3 : mengembangkan rumus-rumus teoretis tersebut di atas dengan percobaan


yang intensif di laboratorium sehingga menghasilkan rumus/persamaan
analitis yang dilengkapi dengan rumus empiris laboratorium.

Pada tahun 1980-an diperkenalkan perkerasan jalan dengan aspal emulsi dan butas, tetapi
dalam pelaksanaan atau pemakaian aspal butas terdapat permasalahan dalam hal variasi kadar
aspalnya yang kemudian disempurnakan pada tahun 1990 dengan teknologi beton mastik.
Perkembangan konstruksi perkerasan jalan menggunakan aspal panas (hot mix) mulai
berkembang di Indonesia pada tahun 1975, kemudian disusul dengan jenis yang lain seperti
aspal beton (asphalt concrete/AC) dan lain-lain. Teknik-teknik tersebut kebanyakan hanya
mengembangkan jenis lapisan penutup tempat dimana muatan/beban langsung
bersinggungan. Perkembangan dan inovasi tersebut dilakukan demi menjaga keamanan dan
kenyamanan pengguna jalan sekaligus diharapkan dapat mereduksi biaya pembuatan maupun
perawatan (maintenance).
Konstruksi perkerasan menggunakan semen sebagai bahan pengikat telah ditemukan
pada tahun 1828 di London tetapi konstruksi perkerasan ini baru mulai berkembang pada
awal 1900-an. Konstruksi perkerasan menggunakan semen atau concrete pavement mulai
dipergunakan di Indonesia secara besar-besaran pada awal tahun 1970 yaitu pada
pembangunan Jalan Tol Prof. Sediyatmo. Metode ini selain menghasilkan jalan yang relatif
tahan terhadap air—musuh utama aspal—juga dapat dikerjakan dalam waktu yang cukup
singkat.

Anda mungkin juga menyukai