Anda di halaman 1dari 39

 

CIBATU-GARUT-CIKAJANG
MENUJU TITIK TERTINGGI STASIUN DI INDONESIA

Disusun oleh:
Aditya Dwi Laksana
Gurnito Rakhmat Wijokangko

Aditya Dwi Laksana dan Gurnito Rakhmat Wijokangko adalah insan pencinta kereta api, pemerhati sejarah
perkeretaapian Indonesia dan juga anggota Tim Penyusun Buku “The Beauty of Indonesian Railways”, buku
dokumenter Perkeretaapian Indonesia. Keduanya berkarya di Kereta Anak Bangsa, suatu gerakan kewirausahaan
di bidang karya kreatif dan edukatif bertema perkeretaapian.

Kereta Anak Bangsa@2016    0 
 

MENUJU TITIK TERTINGGI STASIUN DI INDONESIA

Jaringan Kereta Api Priangan

Jaringan perkeretaapian di Indonesia dibangun pada masa Pemerintahan Hindia


Belanda, yang dimulai dengan pembangunan jalur Kereta Api (KA) dari Semarang
menuju Solo-Yogyakarta serta selanjutnya dari Batavia (Jakarta) menuju
Buitenzorg (Bogor) yang keduanya dibangun oleh perusahaan KA milik swasta
Nederlandsch-Indische Spoorweg-Maatschappij (NISM) dan dioperasikan pada
tahun 1873. Pembangunan jalur KA Jakarta-Bogor terutama ditujukan untuk
pengangkutan hasil perkebunan dan juga untuk tujuan mobilitas pemerintahan
karena terdapat Istana Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Bogor (sekarang
menjadi Istana Bogor).

Dari Bogor, Staatsspoor-en Tramwegen in Nederlandsch-Indie (SS en T),


Perusahaan KA milik Pemerintah Hindia Belanda yang biasa disebut
Staatsspoorwegen (SS), di wilayahWesterlijnen (lintas barat), membangun jalur KA
menuju ke Preanger (Priangan), suatu daerah yang didominasi oleh dataran tinggi
dan pegunungan yang tanahnya sangat subur dengan hasil perkebunan yang
melimpah. Jalur ini dibangun melintasi Sukabumi, Cianjur hingga Bandung dan
kemudian dilanjutkan menuju ke Cicalengka (sekitar 27 km timur Kota Bandung).
Keberadaan jalur KA yang dibuka pada tahun 1884 ini, berdampak kepada
tumbuh berkembangnya Kota Bandung, yang juga mendapat sebutan sebagai
“Parijs van Java”. Stasiun Bandung sendiri telah dibuka pada tanggal 17 Mei
1884.

Stasiun Bandung pada tahun 1910. Sumber : http://media-kitlv.nl

Merujuk pada Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 1: Telaga Bakti Nusantara,


1997, dari Cicalengka, pembangunan jalur diteruskan hingga Cibatu dan
Warungbandrek dengan percabangan ke Garut yang dibuka pada tahun 1889,
tepatnya pada tanggal 14 Agustus 1889. Kemudian dari Warungbandrek,
dilanjutkan menuju Tasikmalaya yang dioperasikan pada tahun 1893. Setahun

Kereta Anak Bangsa@2016    1 
 

kemudian pada tahun 1894, jalur KA dari Tasikmalaya dilanjutkan


pembangunannya hingga ke Kesugihan, Jawa Tengah, untuk bersambung dengan
jalur SS yang telah dibangun sebelumnya dari Yogyakarta menuju Pelabuhan
Cilacap.

Rangkaian kereta api penumpang ditarik lokomotif uap di Pegunungan Priangan.


Sumber : Lokomotif Uap_ A.E.Durrant

Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) yang dijalankan oleh Pemerintah Hindia


Belanda menjadi latar belakang kebutuhan suatu sarana transportasi untuk
pengangkutan hasil perkebunan. Priangan, atau disebut juga Parahyangan, adalah
daerah di Provinsi Jawa Barat yang menjadi sentra hasil perkebunan kopi, karet,
kina dan teh. Daerah Priangan membentang dari Cianjur, Purwakarta, Bandung,
Sumedang, Garut, Tasikmalaya, Ciamis hingga Pangandaran.

Transportasi KA dibutuhkan terutama untuk mengangkut hasil perkebunan dari


daerah sentra perkebunan di pedalaman Priangan menuju ke pelabuhan laut
untuk kemudian diangkut dengan kapal untuk diekspor keluar Hindia Belanda,
terutama ke Eropa. Pada tahun 1884, Bandung telah terhubungkan Jalur KA
dengan Jakarta, sehingga hasil perkebunan Priangan dapat dibawa melalui
Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta. Sementara pada tahun 1894, jalur KA
menuju ke arah timur telah terhubungkan dengan Pelabuhan Cilacap dengan
melewati kota-kota Tasikmalaya, Ciamis dan Banjar. Dengan dibukanya jalur KA
Jakarta-Cikampek-Purwakarta-Padalarang pada tahun 1906, perjalanan KA lebih
dipersingkat lagi waktu tempuhnya menuju Pelabuhan Tanjung Priok.
Pengoperasian jalur KA Cikampek-Cirebon pada tahun 1912, memberikan
keterhubungan antara daerah Priangan dengan Pelabuhan Cirebon.

Untuk lebih mendekatkan akses KA dengan sentra perkebunan di pedalaman


Priangan, maka SS juga membangun jalur-jalur KA yang disebut juga lintas-lintas
cabang. Lintas cabang yang dibuka beserta tahun pembukaannya adalah
Cikudapateuh-Ciwidey (1921 dan 1924), Dayeuhkolot-Majalaya (1922), Rancaekek-
Tanjungsari (1921), Cibatu-Garut-Cikajang (1899 dan 1930), Tasikmalaya-

Kereta Anak Bangsa@2016    2 
 

Singaparna (1911), dan Banjar-Pangandaran-Cijulang (1916 dan 1921).


(De Stoomtractie op Java en Sumatra: JJG Oegema, 1982).

Peta Jaringan Perkeretaapian di Priangan digambarkan sebagai berikut:

Peta Jaringan KA Di Priangan tahun 1922. Sumber: http://maps.library-leiden.edu


 
=========================

Kereta Anak Bangsa@2016    3 
 

Kilas Riwayat Cibatu-Garut-Cikajang

Jalur Cibatu-Garut-Cikajang sepanjang 47 km merupakan salah satu diantara


banyak jalur KA di Priangan yang telah nonaktif puluhan tahun. Awalnya, SS
membangun jalur KA utama Cicalengka-Cibatu-Warungbandrek dengan
percabangan dari Cibatu ke Garut sejauh 19 km yang dibuka pada tahun 1889
(Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 1: Telaga Bakti Nusantara, 1997).
Kemudian SS melanjutkan pembangunan jalur dari Warungbandrek menuju
Tasikmalaya dan dibuka pada tahun 1893. Lama berselang, SS melanjutkan
pembangunan jalan rel dari Garut ke arah selatan hingga Cikajang sepanjang
28 km dan mengoperasikannya pada tahun 1930, tepatnya tanggal 31 Juli 1930.
Jalur Garut-Cikajang merupakan jalur KA yang terakhir dioperasikan di Pulau
Jawa pada masa Pemerintahan Hindia Belanda. Seperti halnya lintas cabang lain
di Priangan, jalur KA ini dibangun untuk membuka aksesibilitas wilayah selatan
Priangan serta kebutuhan pengangkutan hasil bumi, diantaranya teh, kina dan
karet.

Peta Jalur KA Cibatu-Cikajang disajikan sebagai berikut:

Tabel Jalur KA lintas cabang Cibatu-Garut-Cikajang beserta jarak dan tanggal


pembukaan adalah sebagai berikut:

No. Lintas Panjang Tahun Pembukaan


1. Cibatu-Garut 19 km 14 Agustus 1889
2. Garut-Cikajang 28 km 31 Juli 1930

Pada masa silam, Garut yang terletak sekitar 60 km dari Kota Bandung,
merupakan sentra perkebunan dan pertanian di kawasan timur Bandung.
Sedemikian mempesonanya alam di daerah ini hingga disebut “Swiss van Java”.

Kereta Anak Bangsa@2016    4 
 

Babancong Alun-Alun Garut.


Sumber : https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Babancong.jpg

Hingga sekarang, teh dan kina masih menjadi komoditas utama perkebunan di
Garut. Meski demikian, pada saat ini lahan perkebunan telah banyak berganti
menjadi lahan sayur mayur dan hortikultura.

Potensi perkebunan inilah yang menjadikan latar belakang SS saat itu untuk
membangun dan mengelola jalur KA di wilayah Garut. Menurut penuturan mantan
petugas KA yang tinggal di sekitar Stasiun Cikajang, selain untuk pengangkutan
penumpang, KA di jalur Cibatu-Garut-Cikajang semasa beroperasi juga
mengangkut hasil bumi seperti teh, karet, kentang, kayu mala dan kina. Hasil
bumi dimaksud dibawa ke Batavia (Jakarta) (Harian Kompas halaman 16, 14 April
2014).

Stasiun dan perhentian yang ada di sepanjang jalur Cibatu-Cikajang beserta


jaraknya merujuk pada Daftar Lintas (PJKA) adalah sebagai berikut:

Daftar Stasiun lintas Cibatu-Cikajang


Sumber: Daftar Lintas Jalur Rel Perusahaan Jawatan
Kereta Api (PJKA)

Kereta Anak Bangsa@2016    5 
 

Dalam bentuk infografis, stasiun dan perhentian di jalur Cibatu-Cikajang disajikan


sebagai berikut:

Stasiun Cibatu, yang merupakan titik awal jalur Cibatu-Garut-Cikajang, terletak


di lintasan jalur utama Bandung-Yogyakarta.

  

Foto Stasiun Cibatu di tahun 1980. Sumber: https://www.flickr.com/photos/steam_locos/7959518760

Stasiun ini juga erat dikaitkan dengan kisah kunjungan dari bintang komedian
Hollywood, Charlie Chaplin yang sempat berkunjung ke Cibatu, Garut hingga
2 kali yaitu pada tahun 1927 dan 1935 (Harian Kompas, halaman 1, tanggal
16 April 2014).

Kereta Anak Bangsa@2016    6 
 

Sedangkan Stasiun Cikajang yang terletak di Kecamatan Cikajang, Kabupaten


Garut, destinasi akhir jalur ini, merupakan stasiun yang terletak di titik tertinggi
di Indonesia, yaitu di ketinggian 1.246 m di atas permukaan laut. Ketinggian
stasiun ini sama dengan ketinggian Terowongan St Gotthard di Swiss.

Mantan petugas langsir stasiun ini menuturkan bahwa hingga tahun 1972, masih
terdapat 4 (empat) kali pemberangkatan KA dari stasiun ini. Pada masa
pendudukan militer Jepang dan pergerakan revolusi kemerdekaan, Stasiun
Cikajang juga sempat dibom, meski kemudian diperbaiki kembali. (Harian Kompas
halaman 16, 14 April 2014).

  

Foto Stasiun Cikajang saat pembukaan jalur Garut-Cikajang pada 31 Juli 1930.
Sumber: Het Indische Spoor In Oorlogstijd_ Jan de Bruin

Fakta sejarah lainnya adalah terkait dengan Stasiun Cisurupan, yang terletak
6 km di utara Cikajang. Pada masa perang mempertahankan kemerdekaan,
suasana Kota Bandung pada tahun 1946 sedemikian genting, sehingga
diputuskan Balai Besar Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) harus
dipindahkan keluar Kota Bandung. Dinas Administrasi dan Dinas Lalu Lintas
DKARI kemudian dipindahkan dari Bandung ke Cisurupan dan menempati hotel
yang ada di daerah itu (Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 2: Telaga Bakti
Nusantara, 1997). Dari Cisurupan, nantinya pada akhir tahun 1946 dipindahkan
ke daerah Gombong, Jawa Tengah guna mendekatkan ke Ibukota Republik
Indonesia di Yogyakarta dan memperkecil kemungkinan dapat dikuasai oleh pihak
Tentara Belanda.

Lokomotif yang banyak digunakan di jalur ini adalah lokomotif pegunungan tipe
mallet seri CC-50 dan seri CC-10. Lokomotif mallet adalah lokomotif yang
dirancang mampu melintasi jalur pegunungan yang berupa tanjakan, turunan,
tikungan tajam maupun tikungan besar, oleh karena itu susunan roda lokomotif
mallet berbeda dengan lokomotif lainnya, yaitu roda penggerak belakang tetap
pada tubuh lokomotif sedangkan roda penggerak depan bisa berbelok sesuai
tikungan rel.

Kereta Anak Bangsa@2016    7 
 

Lokomotif CC 10 saat masih beroperasi (foto kiri) dan gambar teknis lokomotif CC 10 (foto kanan).
Sumber : http://www.world‐railways.co.uk dan De Stoomtractie op Java en Sumatra_JJG Oegema

Lokomotif CC 50 saat masih beroperasi (foto atas) dan gambar teknis lokomotif CC 50 (foto bawah).
Sumber : http://www.world‐railways.co.uk dan De Stoomtractie op Java en Sumatra_JJG Oegema

Merujuk pada tabel Jadwal Perjalanan KA tahun 1931, yang diambil dari Officieele
Reisgids der Spoor en Tramwegen en Aansluitende Automobieldiensten op Java en
Madoera, tampak bahwa kereta penumpang yang digunakan untuk jalur Cibatu-
Cikajang adalah rangkaian kereta penumpang kelas 1, 2, 3 dan kelas 3 untuk
warga pribumi serta ada pula yang hanya kelas 2, 3 dan kelas 3 pribumi.

Dari tabel itu juga tergambarkan bahwa perjalanan yang ada adalah perjalanan
Cibatu-Garut dan Cibatu-Cikajang. Dalam satu hari, terdapat 5 kali perjalanan
Cibatu-Garut, dengan waktu tempuh rata-rata hampir 1 jam dan 5 kali perjalanan
Cibatu-Cikajang, dengan waktu tempuh 1,5 jam hingga 2 jam. Terdapat pula
perjalanan sebagian rute Garut-Cikajang.

Sementara untuk perjalanan Cikajang-Cibatu terdapat 6 kali perjalanan dan


untuk Cikajang-Garut terdapat 4 kali perjalanan.

Kereta Anak Bangsa@2016    8 
 

Tabel perjalanan KA Cibatu-Cikajang pp tahun 1931


Sumber : Officieele Reisgids der Spoor en Tramwegen en Aansluitende Automobieldiensten op Java en Madoera

Setelah pengambilalihan pengelolaan KA dari tangan pendudukan Jepang pada


bulan September 1945, perkeretaapian Indonesia dikelola oleh DKARI. Jalur KA
Cibatu-Garut-Cikajang kemudian dioperasikan oleh DKARI hingga Perusahaan
Jawatan Kereta Api (PJKA). KA masih beroperasi di lintas Cibatu-Garut-Cikajang
hingga tahun 1980-an. Pada kurun waktu tahun 1982-1983, jalur ini dihentikan
operasinya oleh PJKA. Ruas Garut-Cikajang lebih dahulu ditutup pada bulan
Nopember 1982, sedangkan penutupan ruas Cibatu-Garut dilakukan pada tanggal
9 Februari 1983.

Penyebab utama penghentian operasi di jalur ini adalah keterbatasan kondisi


sarana perkeretaapian terutama lokomotif uap. Lokomotif uap yang digunakan di
lintasan ini banyak dalam kondisi rusak atau kurang terawat, yang salah satu
penyebabnya adalah karena kualitas jenis bahan bakar yang digunakan, yaitu
residu, yang kurang baik.

Tahun 1970-an hingga 1980-an adalah masa penutupan banyak jalur-jalur KA


cabang di Indonesia, yang terutama karena kondisi sarana dan prasarana,
tingginya biaya operasional dan sulit bersaing dengan angkutan jalan raya.

Rangkaian KA saat masih beroperasi di lintas Cibatu-Garut-Cikajang. Sumber : http://www.world‐railways.co.uk


=========================

Kereta Anak Bangsa@2016    9 
 

Jejak Peninggalan Cibatu-Garut-Cikajang

Saat dilakukan penelusuran jalur KA nonaktif Cibatu-Cikajang sepanjang 47 km


pada tahun 2016 cukup banyak dijumpai peninggalan aset perkeretaapian masa
silam, baik berupa bekas bangunan stasiun, jembatan maupun peralatan
perkeretaapian masa lalu. Peta jalur KA nonaktif Cibatu-Cikajang disertai dengan
gambar peninggalan yang masih dapat dijumpai tergambar pada infografis di
bawah ini.

Cibatu-Garut

Titik awal jalur KA nonaktif Cibatu-Garut-Cikajang terletak di Stasiun Cibatu.


Percabangan menuju Garut berada di sisi timur stasiun Cibatu.

Kereta Anak Bangsa@2016    10 
 

  

Tampak depan Stasiun Cibatu.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Emplasemen Stasiun Cibatu saat beroperasi lokomotif uap tahun 1980 (kiri) dan kondisi pada tahun 2014
(kanan). Sumber: Degahk Photo (https://www.flickr.com) dan foto dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Selain bangunan stasiun, di area emplasemen Stasiun Cibatu masih ditemukan


peninggalan-peninggalan bersejarah saat lokomotif uap masih beroperasi seperti
bangunan dipo lokomotif, meja pemutar lokomotif (turntable) dan rumah sinyal.

Dipo lokomotif Cibatu tahun saat masih dihuni lokomotif uap (kiri) dan kondisi pada tahun 2014 (kanan).
Sumber: https://www.flickr.com/photos/steam_locos/7959518760 dan foto dokumentasi Kereta Anak Bangsa

Kereta Anak Bangsa@2016    11 
 

Turntable Stasiun Cibatu (kiri) dan potongan lokomotif uap CC 5030 di dipo lokomotif uap Cibatu (kanan) pada
tahun 2006. Sumber: foto dokumentasi Kereta Anak Bangsa

Menara air Stasiun Cibatu tahun 2006 (kiri)


Sumber: foto dokumentasi Kereta Anak Bangsa

Di sekitar area Stasiun Cibatu masih banyak dijumpai pula bangunan rumah-
rumah dinas. Salah satu rumah dinas tersebut digunakan sebagai kantor polisi.

  

Salah satu bekas rumah dinas di area Stasiun Cibatu.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Kereta Anak Bangsa@2016    12 
 

Di sisi timur Stasiun Cibatu, potongan rel ke arah Garut masih tampak terlihat di
dekat perlintasan jalan raya.

Potongan bekas rel menuju arah Garut selepas Stasiun Cibatu.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Selepas Stasiun Cibatu, terdapat bekas jembatan kereta api. Warga sekitar
menyebutnya dengan nama Jembatan Cigembreng atau Jembatan Cikoang.
Jembatan rangka baja tersebut kini masih digunakan oleh masyarakat sekitar
sebagai jalan penghubung dengan menambahkan papan kayu di tengahnya
sebagai lintasan pejalan kaki.

Jembatan Cigembreng atau Jembatan Cikoang saat masih beroperasi di tahun 1971.
Sumber: Sumber : Lokomotif Uap_ A.E.Durrant

Kereta Anak Bangsa@2016    13 
 

  

Bekas Jembatan Cigembreng atau Jembatan Cikoang.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Selepas Jembatan Cigembreng menuju ke arah Garut masih dijumpai potongan


rel.

Sepotong rel selepas Jembatan Cigembreng/Jembatan Cikoang.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Objek peninggalan selanjutnya yang masih dijumpai adalah Halte Pasir Jengkol.
Bekas Halte Pasir Jengkol masih cukup terawat, tulisan “Pasir Djengkol” masih
dapat dilihat di dinding bangunan halte. Bangunan bekas Halte Pasir Jengkol kini
dibiarkan dan tidak ditempati oleh warga sebagai tempat tinggal, karena pintu dan
jendela bekas Halte Pasir Jengkol sudah ditutup dengan tembok bata.

Kereta Anak Bangsa@2016    14 
 

  

Halte Pasir Jengkol semasa beroperasi (kiri) dan kondisi pada tahun 2016 (kanan).
Sumber: Brian Dunn dan foto dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Di bagian emplasemen, masih ditemukan jejak peninggalan yaitu berupa susunan


batu pondasi emplasemen.

    

Bekas emplasemen Halte Pasir Jengkol.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Selepas Halte Pasir Jengkol, jejak peninggalan yang dapat dijumpai selanjutnya
adalah sebuah jembatan rangka baja melintasi kali Citameng, warga menyebutnya
dengan jembatan KA Citameng.

Kereta Anak Bangsa@2016    15 
 

  

Bekas Jembatan KA Citameng.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Kemudian rel KA akan menyeberangi Jalan Raya Pasir Jengkol-Wanaraja. Di lokasi


ini potongan bekas rel masih dapat ditemukan.

Bekas potongan rel di Jalan Raya Pasir Jengkol-Wanaraja.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Kereta Anak Bangsa@2016    16 
 

Objek peninggalan selanjutnya adalah Stasiun Wanaraja. Bangunan stasiun masih


terlihat cukup terawat karena saat ini digunakan sebagai tempat tinggal.

  

Bekas Stasiun Wanaraja.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Menurut salah seorang warga sekitar dahulunya Stasiun Wanaraja memiliki dua
jalur. Bekas emplasemen Stasiun Wanaraja masih ditemukan jejaknya yaitu
berupa gundukan yang terbuat dari susunan pondasi batu bata.

Bekas emplasemen Stasiun Wanaraja.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Di sebelah timur laut Stasiun Wanaraja terdapat sebuah bangunan kecil yang
dahulunya digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan bakar untuk lokomotif
uap.

Kereta Anak Bangsa@2016    17 
 

  

Bekas tempat penyimpanan bahan bakar lokomotif uap.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Selain itu Stasiun Wanaraja juga memiliki gudang yang menyatu dengan
bangunan stasiun. Hal itu terlihat dengan pintu geser yang terdapat di Stasiun
Wanaraja yang merupakan ciri khas bangunan gudang.

  

Bekas gudang Stasiun Wanaraja.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Memasuki Kota Garut, jejak peninggalan yang dapat dijumpai yaitu sebuah pintu
perlintasan yang saat ini terletak di Jalan Guntur. Pintu perlintasan ini berbentuk
portal yang terbuat dari besi yang berjumlah empat buah. Di dekat palang pintu
perlintasan ini masih dapat dijumpai bekas pos jaga pintu perlintasan.

Kereta Anak Bangsa@2016    18 
 

     

Bekas palang pintu perlintasan dan pos penjaga perlintasan.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Di dekat pos perlintasan juga terdapat sebuah bekas sinyal mekanik. Bekas sinyal
mekanik itu kini kondisinya sudah penuh dengan karat.

    

Bekas sinyal mekanik di dekat bekas pos perlintasan.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Menjelang Stasiun Garut, masih dapat dijumpai bekas sinyal masuk mekanik yang
berbentuk unik. Sinyal mekanik berjenis sinyal tebeng ini kondisinya masih tegak
berdiri walaupun beberapa bagian sudah dipenuhi karat.

Kereta Anak Bangsa@2016    19 
 

  

Bekas sinyal masuk Stasiun Garut saat KA masih beroperasi (kiri) dan kondisi terkini tahun 2016 (kanan).
Sumber: Degahk Photo (https://www.flickr.com) dan foto dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Stasiun Garut

Jejak peninggalan di Kota Garut yang masih dapat dijumpai adalah Stasiun Kereta
Api Garut, yang kini area stasiun tersebut menjadi bagian dari kompleks pasar
Garut. Bangunan bekas stasiun kini digunakan sebagai markas sebuah organisasi
kemasyarakatan. Bangunan stasiun saat ini adalah bangunan dari tahun 1949,
perubahan dari bangunan awal pada tahun 1889.

Stasiun Garut yang dibangun pada tahun 1889. Sumber : Spoorwegstation op Java_ M.V.B de Jong

Kereta Anak Bangsa@2016    20 
 

 
Bangunan Stasiun Garut sejak tahun 1949. Sumber : Spoorwegstation op Java_ M.V.B de Jong

  

Tampak depan bekas Stasiun Garut tahun 2016. Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Bekas emplasemen Stasiun Garut yang luas pun kini telah berubah menjadi area
Pasar Garut.

  

Bekas emplasemen Stasiun Garut saat KA masih beroperasi pada tahun 1980 (kiri) dan kondisi terkini tahun 2016
(kanan). Sumber: Degahk Photo (https://www.flickr.com) dan foto dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Kereta Anak Bangsa@2016    21 
 

Selain itu, di dekat Stasiun Garut masih dijumpai ubin lantai yang menjadi ciri
khas lantai bangunan stasiun lama.

  

Bekas ubin lantai di dekat Stasiun Garut.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Di seberang Stasiun Garut, masih berdiri sebuah bangunan bekas gudang yang
menyatu dengan bangunan ruko di sekitar Pasar Garut. Sepotong rel ditemukan di
sekitar gudang.

Bekas gudang Stasiun Garut (kiri) dan sepotong rel (kanan).


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Beranjak ke sebelah barat Stasiun Garut masih dijumpai bangunan menara air
yang terletak tidak jauh dengan sumur air.

Kereta Anak Bangsa@2016    22 
 

     

Bekas menara air Stasiun Garut yang tidak jauh dari sumber airnya (sumur).
Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Tidak jauh dari area Stasiun Garut masih dijumpai bekas rel yang bercabang
menjadi wesel, bantalan rel yang terbuat dari besi dan beberapa patok rel.

  

Bekas bantalan besi dan potongan rel yang membentuk wesel.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Kereta Anak Bangsa@2016    23 
 

Masih di area Stasiun Garut, objek peninggalan selanjutnya adalah rumah dinas.
Rumah dinas yang saat ini masih bisa dijumpai di sekitar Stasiun Garut
berjumlah tiga buah dengan bentuk yang sama persis.

       

Bekas rumah dinas di area Stasiun Garut.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Garut-Bayongbong

Selepas Stasiun Garut, bekas jalan rel akan melintasi Sungai Cimanuk. Jembatan
rangka baja yang melintas di atas sungai tersebut masih dapat dijumpai.

  

Jembatan KA Cimanuk saat KA masih beroperasi tahun 1971 (kiri) dan kondisi terkini tahun 2016 (kanan).
Sumber: Lokomotif Uap_ A.E.Durrant dan foto dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Jejak peninggalan berupa bekas bangunan-bangunan stasiun di ruas selepas


Garut hingga Cikajang memiliki kemiripan desain dan ornamen bangunan.

Bangunan bekas perhentian Cireungit saat ini kondisinya tidak terawat. Atap
stasiun pun sudah tidak ada.

Kereta Anak Bangsa@2016    24 
 

  

Bekas perhentian Cireungit.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Perhentian ini memiliki emplasemen yang cukup lebar antara jalur satu dengan
bangunan utama stasiun. Sepotong rel juga ditemukan di area perhentian
Cireungit ini.

   

Bekas emplasemen Cireungit yang luas (kiri) dan sepotong rel di Cireungit (kanan).
Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Di bekas perhentian Cireungit juga terdapat bangunan rumah dinas.

Kereta Anak Bangsa@2016    25 
 

  

Bekas rumah dinas di area perhentian Cireungit.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Peninggalan selanjutnya adalah bekas Perhentian Ciroyom. Bentuk bangunannya


lebih kecil dari perhentian Cireungit. Kondisinya tidak terawat atap bangunan pun
sudah tidak ada karena terbakar. Namun di sisi bangunan masih terdapat nama
stasiun dengan ejaan lama yaitu “Tjirojom”.

  

Bekas perhentian Ciroyom.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Lain halnya dengan peninggalan selanjutnya yaitu bekas Halte Kamojang atau
Samarang. Bangunan halte masih utuh dan terawat, saat ini digunakan sebagai
rumah tinggal warga.

Kereta Anak Bangsa@2016    26 
 

  

Bekas Halte Kamojang.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Pada sisi stasiun masih dijumpai ciri khas sebuah stasiun yaitu sirip kayu dan
nama stasiun/halte “Kamojang” lengkap dengan ketinggian stasiun, yaitu 922 m di
atas permukaan laut. Selain itu, terdapat pula bekas peron yang terbuat dari batu-
batu.

     

Bekas sisi Halte Kamojang (foto kiri) dan emplasemen Halte Kamojang (foto kanan).
Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Kereta Anak Bangsa@2016    27 
 

Hal yang menarik adalah masih adanya bangunan gudang yang menyatu dengan
stasiun.

  

Bekas gudang Halte Kamojang.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Selain itu di area emplasemen masih ditemukan jejak bekas rel yang sudah tidak
ada bantalan rel nya. 

  

Bekas rel di area Halte Kamojang.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Selepas Kamojang rel menyeberangi jalan raya, bekas rel nya masih dapat
dijumpai hingga kemudian melewati jembatan KA. Warga sekitar menyebutnya
dengan Jembatan Rancamidin.

Kereta Anak Bangsa@2016    28 
 

  

Sepotong rel melintasi jalan raya (foto kiri) dan Bekas Jembatan Rancamidin (foto kanan).
Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Jejak peninggalan selanjutnya adalah bekas Perhentian Ciloyod (Cibodas). Bekas


perhentian ini kini juga dalam kondisi tidak terawat. Atap bangunan pun sudah
tidak ada. Kondisinya hampir sama dengan bekas perhentian Cireungit.

Bekas perhentian Ciloyod.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Tidak jauh dari bekas perhentian Ciloyod terdapat dengan bekas bangunan rumah
dinas yang masih tampak terawat.

Kereta Anak Bangsa@2016    29 
 

  

Bekas Rumah DInas di area Perhentian Ciloyod.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Selanjutnya bekas jalur KA melintasi Jembatan Ciroyom. Jembatan tersebut


melintasi sungai yang merupakan daerah aliran sungai (DAS) Cipanday. Di
pondasi jembatan terdapat dua pipa besi yang menonjol.

Jembatan Ciroyom saat KA masih beroperasi tahun 1980.


Sumber: Degahk Photo (https://www.flickr.com)

  

Bekas Jembatan Ciroyom (kiri) dan pipa besi pada pondasi jembatan (kanan).
Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Kereta Anak Bangsa@2016    30 
 

Menjelang stasiun Bayongbong terdapat jembatan KA Bayongbong. Jembatan ini


unik karena mempunyai ornamen lengkung setengah lingkaran pada ujung
pondasi jembatan.

  

Bekas Jembatan KA Bayongbong.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Selepas jembatan, bekas rel dan bantalan yang terbuat dari besi masih ditemukan
jejak nya.

   

Bekas rel dan bantalan besi memasuki Stasiun Bayongbong.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Kemudian rel akan bercabang membentuk wesel-wesel karena akan memasuki


stasiun.

Kereta Anak Bangsa@2016    31 
 

   

Bekas percabangan rel memasuki Stasiun Bayongbong.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Stasiun Bayongbong masih dapat ditemukan. Kondisi bangunan masih utuh. Atap
stasiun juga masih ada, namun sudah menempel dengan banyak bangunan lain di
sekitarnya.

    

Bekas Stasiun Bayongbong.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Stasiun Bayongbong memiliki ruang peralatan sinyal mekanik di dalamnya masih


terdapat dengan tuas handel untuk mengatur sinyal di Stasiun Bayongbong.

    

Bekas ruang peralatan sinyal Stasiun Bayongbong dan tuas sinyal.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Kereta Anak Bangsa@2016    32 
 

Cisurupan-Cikajang

Beranjak ke daerah Cisurupan, disini masih dijumpai bekas Stasiun Cisurupan.


Bekas Stasiun Cisurupan kini menjadi rumah tinggal. Di sisi stasiun masih
terlihat ciri khas stasiun berupa sirip papan kayu dan nama stasiun “Cisurupan”
yang hampir pudar.

  

Bekas Stasiun Cisurupan.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

       

Bekas bangunan Stasiun Cisurupan dari sisi samping tampak nama stasiun.
Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Kereta Anak Bangsa@2016    33 
 

Di emplasemen stasiun masih ada bekas rel yang sudah ditimbun untuk menjadi
jalan.

      

Bekas rel di area emplasemen Stasiun Cisurupan. Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Tidak jauh dari bekas stasiun, tepatnya di sebelah barat stasiun terdapat rumah
dinas yang kini menjadi rumah tinggal.

  

Bekas gudang yang kini sudah rata dengan tanah.


Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Selepas stasiun, sebelum sinyal masuk Stasiun Cisurupan dari arah Cikajang
terdapat jembatan rangka baja dengan bentuk yang melengkung. Warga
menyebutnya dengan Jembatan Cisurupan. Bekas sinyal masuk pun kini masih
berdiri tegak.

Kereta Anak Bangsa@2016    34 
 

 
Jembatan KA Cisurupan saat KA masih beroperasi tahun 1980. Sumber: Degahk Photo (https://www.flickr.com).
 

Bekas jembatan KA Cisurupan (kiri) dan bekas sinyal masuk Stasiun Cisurupan (kanan).
Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Peninggalan berikutnya adalah bekas bangunan Stasiun Cikajang, yang


merupakan penghujung dari jalur KA nonaktif ini. Sayangnya bangunan stasiun
sudah tidak terawat, atap bangunan pun sudah hilang.

  

Stasiun Cikajang saat masih beroperasi tahun 1980 (kiri) dan kondisi terkini tahun 2016 (kanan)
Sumber: http://www.world‐railways.co.uk dan foto dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Kereta Anak Bangsa@2016    35 
 

  

Stasiun Cikajang kondisi terkini tahun 2016


Sumber: foto dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

Bekas Tulisan Cikajang di dinding stasiun. Foto: dokumentasi Gurnito – Kereta Anak Bangsa

=========================

Kereta Anak Bangsa@2016    36 
 

Harapan Jalur Poros Selatan Jawa Barat

Pada masa lampau, SS membangun beberapa jalur KA cabang di wilayah selatan


Jawa Barat selain untuk tujuan pengangkutan hasil perkebunan dan kehutanan,
juga untuk membuka aksesibilitas ke daerah bagian selatan Jawa Barat.
Pemerintah Hindia Belanda tampaknya berniat untuk membuat konektivitas
antara jalur-jalur cabang sebagai bagian dari jaringan KA di Jawa Barat bagian
selatan.

Reaktivasi jalur KA Cibatu-Garut-Cikajang dapat menjadi bagian penting dari


pembangunan jalur KA poros selatan Pulau Jawa baik berupa reaktivasi jalur-jalur
KA nonaktif lainnya di Jawa Barat bagian selatan seperti Bandung-Ciwidey,
Tasikmalaya-Singaparna dan Banjar-Cijulang maupun pembangunan jalur
penghubung baru di lintas selatan Jawa Barat.

Keberadaan jalur KA poros selatan ini bermakna penting untuk membuka


aksesibilitas dan menggerakkan perekonomian di Jawa Barat bagian selatan.

Selanjutnya bila ditilik dari Peta Rencana Jaringan KA di Pulau Jawa yang
bersumber dari Rencana Induk Perkeretaapian Nasional (RIPNAS) 2030, terlihat
bahwa jalur KA Cibatu-Garut-Cikajang menjadi jalur yang akan direaktivasi oleh
Pemerintah hingga 2030, dan bahkan setelah tahun 2030, Pemerintah
merencanakan untuk membangun jalur baru KA di wilayah selatan Jawa Barat
yang terhubung dengan jalur KA lintas-lintas cabang yang telah direaktivasi.
Sehingga tidaklah berlebihan jika masyarakat menanti-nantikan kehadiran suatu
jaringan KA poros selatan Jawa Barat yang akan membuat mobilitas mereka lebih
efektif dan efisien.

Jakarta, 14 Oktober 2016


Aditya Dwi Laksana & Gurnito Rakhmat Wijokangko @ Kereta Anak Bangsa

Kereta Anak Bangsa@2016    37 
 

DAFTAR PUSTAKA

Bruin, Jan de. Het Indische Spoor In Oorlogstijd: de spoor- en


tramwegmaatschappijen in Nederlands-Indië in de vuurlinie, 1873-1949.
Uitgeverij Uquilar. Nederlands. 2003.
Cahyono, Artanto Rizky. Peta Jalur Kereta Api Di Jawa. 2012
De Jong, M.V.B. Spoorwegstations Op Java. De Bataafsche Leeuw. Amsterdam:
1993
Durrant, A.E. Lokomotif Uap. Elmar. Holland: 1989.
Oegema, J.J.G. De Stoomtractie Op Java en Sumatra. Kluwer Technische Boeken.
Netherlands: 1982.
Subarkah, Iman. Sekilas 125 Tahun Kereta Api Kita 1867 – 1992. Pusaka.
Bandung: 1992
Telaga Bakti Nusantara. Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid I dan II. Angkasa.
Bandung: 1997
Tunggal, Nawa dan Try Harijono. “Undang: Juru Langsir di Stasiun Tertinggi
Cikajang”. 2014. KOMPAS, 14 April 2014.
Tunggal, Nawa dan Try Harijono. “Susur Rel KA: Stasiun Tertinggi di Indonesia”.
2014. KOMPAS, 16 April 2014.
Tunggal, Nawa dan Try Harijono. “Susur Rel KA: Janji Manis untuk Wilhelmina”.
2014. KOMPAS, 16 April 2014.

Kereta Anak Bangsa@2016    38 

Anda mungkin juga menyukai