Anda di halaman 1dari 77

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Dakwah Rasul Saw. Metode Supremasi Ideologi Islam

 Garis Besar [halaman 1]


 Pembangkitan [18]
 Tuntunan [25]
 Memulai [27]
 Berkembang [30]
 Pergolakan Pemikiran (ash-Shira’ al-Fikri) [42]
 Perjuangan Politik (al-Kifah as-Siyasi) [43]
 Menggalang Kekuatan Riil [56]
 Memenuhi Kewajiban Penerapan Sistem Islam [66]
 Daftar Bacaan [72]

Garis Besar

Rasulullah Saw. adalah kepala negara Daulah Islamiyyah pertama kali.


Beliau Saw., selain sebagai pembawa dan penyampai risalah, juga sebagai
penguasa (hakim) yang menerapkan hukum-hukum Islam yang Beliau bawa
sebagai bagian dari risalah Islam. Hukum-hukum Islam sebagian besar
diturunkan di Madinah setelah Rasulullah Saw. menempuh perjuangan selama
sekitar 13 tahun di kota Mekkah mendakwahkan Islam kepada masyarakat
Quraisy dan seluruh kabilah Arab yang setiap tahun berkunjung ke kota
Mekkah. Di Madinah itulah Rasulullah Saw. mendapatkan kekuasaan dari para
kepala suku di kota Madinah, khususnya Aus dan Khazraj yang paling
dominan dan berkuasa di Madinah. Dan syariat Islam telah diturunkan
seluruhnya hingga akhir masa kehidupan Beliau Saw. di mana wilayah
kekuasaan Beliau Saw. telah meliputi seluruh jazirah Arab (kurang lebih 2,95
juta km persegi, lebih besar dari 3 kali luas gabungan wilayah Jerman dan
Perancis).

1
Allah Swt. berfirman:
‫يت لَ ُك ُم‬
ُ ‫ض‬ ََ َ ْ ُ ‫ْت لَ ُك ْم ِدينَ ُك ْم َوأَتْ َم ْم‬
ِ ‫ت َعلَْي ُكم نِ ْعمتِي ور‬ ُ ‫﴿ الْيَ ْوَم أَ ْك َمل‬
﴾ ‫اْل ْس ََل َم ِدينًا‬ِْ
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu.” (QS. Al-Maidah [5]: 3)
Rasulullah Saw. wafat dalam keadaan umat dan negara Islam yang
masih baru itu sangat kuat dan siap untuk memikul beban risalah menyebarkan
Islam ke seluruh dunia sebagai wujud risalah yang rahmatan lil ‘alamin. Para
sahabat yang jumlahnya paling tidak sekitar 60 ribu orang adalah kader-kader
unggulan yang siap untuk menaklukkan dunia, membebaskan bangsa-bangsa
dari belenggu penguasa yang zalim dan cara hidup jahiliyah. Sejarah pun
membuktikan bahwa berbagai penaklukan oleh daulah Islam yang
menjadikannya negara terluas adalah terjadi di masa sahabat Rasulullah Saw.
Oleh karena itu, di masa kerinduan akan kejayaan Islam telah kembali
menggema dalam pikiran dan perasaan umat, maka tidak ada metode (thariqah)
perjuangan yang harus ditempuh untuk mewujudkan hal itu, kecuali mengikuti
metode (thariqah) perjuangan Rasulullah Saw. Sebab, secara syar’i, Allah Swt.
telah memerintahkan kaum muslimin untuk meneladani Beliau Saw.
ِ ِ ‫﴿لََق ْد َكا َن لَ ُكم فِي رس‬
﴾ٌ‫سنَة‬ ْ ‫ول اللَّه أ‬
َ ‫ُس َوةٌ َح‬ َُ ْ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu..” (QS. Al-Ahzab [33]: 21)
Secara faktual, satu-satunya gerakan Islam yang berhasil menegakkan
pemerintahan yang dalam tempo singkat mencapai capaian yang luar biasa
adalah gerakan yang ditempuh oleh Rasulullah Saw. beserta para sahabatnya.
Ingat, Rasulullah Saw. tidak berawal sebagai kepala negara. Dakwah Beliau
berawal dari seorang diri, bagian kecil dari masyarakat Mekkah, lalu menjadi
sebuah kelompok (kutlah), dan kemudian menjadi penguasa dengan bai’at yang
diberikan oleh para pemimpin suku Aus dan Khazraj dari Madinah.
Apa benar Rasulullah Saw. membentuk kelompok politik (kutlah
siyasi)? Bukankah belum ada parlemen dan pemilu pada waktu itu? Kalau
kelompok atau partai politik dimaknai sebagai peserta pemilu yang kemudian

2
masuk parlemen dan membuat undang-undang dan mengangkat kepala
pemerintahan, maka Rasulullah Saw. tidak melakukan itu. Tapi kalau
kelompok atau partai politik dipahami sebagai kumpulan ide (afkar) dan orang-
orang yang mengimani ide-ide itu serta berjuang untuk mewujudkan ide-ide itu
di tengah-tengah masyarakat, Rasulullah Saw. dan para sahabat melakukan hal
itu.
Ketika turun firman Allah Swt.:
﴾‫ع بِ َما تُ ْؤَم ُر‬
ْ ‫اص َد‬
ْ َ‫﴿ف‬
“Sampaikanlah secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan
kepadamu….” (QS. Al-Hijr [15]: 94)
Rasulullah Saw. bersama para sahabat bersama-sama menuju Ka’bah dengan
formasi yang belum pernah dikenal oleh orang Arab sebelumnya. Mereka
berbaris dalam dua barisan yang dikepalai oleh Umar bin Khaththab dan
Hamzah bin Abdul Muthalib. Mereka ber-thawaf mengelilingi Ka’bah (lihat:
An Nabhani, Ad Daulah al Islamiyyah hlm. 15).
Bagaimana sebenarnya tahap dakwah dalam perjuangan yang ditempuh
Rasulullah Saw. dan para sahabatnya? Pertama, tahap pembinaan dan
pengkaderan (marhalah tatsqif); kedua, tahap interaksi dan perjuangan
(marhalah tafaul wal kifah); ketiga, tahap penerimaan kekuasaan (marhalah
istilamul hukm) untuk menerapkan Islam secara praktis dan menyeluruh,
sekaligus menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Pertama, Tahap Pembinaan Dan Pengkaderan (Tatsqif)
Tahap ini dimulai sejak Beliau Saw. diutus menjadi rasul. Pada tahap
ini Rasulullah Saw. melakukan pembinaan para kader dan membuat kerangka
tubuh gerakan. Ketika turun firman Allah Swt. dalam surat Al Muddatsir (surat
yang turun setelah surat Iqra’/ al-Qalam, lihat: Manna’ Khalil Qatthan,
Mabahits fi Ulumil Qur’an, terj. hal.92):“Hai orang yang berselimut,
bangunlah, lalu berilah peringatan!” (TQS. al-Muddatstsir: 1-2), Beliau Saw.
mulai mengajak masyarakat untuk memeluk Islam. Dimulai dari istrinya
Khadijah ra., sepupunya Ali bin Abi Thalib ra., mantan budaknya Zaid bin
Haritsah, dan sahabatnya Abu Bakar Ash-Shiddiq ra., lalu Beliau menyeru
seluruh masyarakat. Beliau berkeliling mendatangi rumah-rumah mereka.
Beliau Saw. menyampaikan: “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian
untuk menyembah-Nya dan janganlah kalian menserikatkan-Nya dengan
sesuatu apapun.” Beliau menyeru manusia, mengikuti ayat di atas.

3
Setelah Rasulullah Saw. mengajak penduduk Mekkah untuk masuk
Islam, sebagian orang menerima dan beriman kepadanya lalu masuk Islam dan
sebagian yang lain menolaknya. Rasul mengumpulkan orang-orang yang
beriman di sekeliling Beliau dalam suatu kelompok atas dasar agama baru itu
secara rahasia. Para sahabat Beliau apabila hendak berjamaah shalat mereka
pergi ke padang-padang rumput dan menyembunyikan sholat mereka dari
kaum mereka. Kepada orang-orang yang baru masuk Islam, Rasulullah Saw.
mengutus orang yang sudah lebih dulu masuk Islam dan faqih dalam dinul
Islam untuk mengajarkan Al-Qur’an. Beliau Saw. pernah mengirim Khabbab
bin al-Arat untuk mengajarkan al-Qur’an kepada Fathimah binti al-Khaththab
dan suaminya, Sa’id bin Zaid di rumahnya. Ketika Umar bin Khaththab (kakak
Fathimah) memergoki mereka sedang belajar di rumah Said, di mana Khabbab
membacakan Al-Qur’an kepada mereka, Umar pun masuk Islam.
Beliau Saw. menjadikan rumah Al Arqam bin Abil Arqam (Daar al-
Arqam) sebagai markas kutlah (kelompok dakwah) dan madrasah bagi dakwah
baru ini. Di rumah Arqam itulah Rasulullah Saw. mengumpulkan para
shahabat, mengajar Islam kepada mereka, membacakan Al-Qur’an kepada
mereka, menjelaskannya, memerintahkan mereka untuk menghafal dan
memahami al-Qur’an. Dan setiap kali ada yang masuk Islam, langsung
digabungkan ke Darul Arqam. Beliau Saw. di markas pengkaderan itu selama 3
tahun membina (yutsaqqif) kaum muslimin generasi pertama itu, sholat
bersama mereka, tahajud di malam hari yang lalu diikuti oleh para sahabat,
Beliau Saw. membangkitkan keruhanian mereka dengan sholat, membaca al-
Qur’an, membina pemikiran mereka dengan memperhatikan ayat-ayat Allah
dan meneliti ciptaan-ciptaan-Nya, dan membina akal pikiran mereka dengan
makna-makna dan lafazh-lafazh Al-Qur’an serta pemahaman dan pemikiran
Islam, dan melatih mereka untuk bersabar terhadap berbagai halangan dan
hambatan dakwah, dan mewasiatkan kepada mereka untuk senantiasa taat dan
patuh sehingga mereka benar-benar ikhas lillahi ta’ala (lihat: Taqiyuddin An
Nabhani, Ad Daulah Al Islamiyah, hal.11-12). Rasul tetap merahasiakan
aktivitas bersama para pengikutnya, dan terus melakukan upaya-upaya
pengkaderan dan pembinaan (tatsqiif) hingga turun firman Allah Swt.:
ِ ْ ‫ع بِ َما تُ ْؤَم ُر َوأَ ْع ِر‬
َ ‫ض َع ِن ال ُْم ْش ِرك‬
﴾‫ين‬ ْ ‫اص َد‬
ْ َ‫﴿ف‬

4
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.”
(QS. al-Hijr: 94)
Tahap Kedua, Tahap Interaksi Dan Perjuangan (Marhalah Tafaul
wal Kifah)
Meskipun aktivitas pada tahap pertama dilakukan dengan sembunyi-
sembunyi, akan tetapi masyarakat Mekah mengetahui bahwa Muhammad
Rasulullah Saw. telah membawa agama baru. Mereka juga mengetahui banyak
orang masuk Islam. Kafir Mekah pun tahu bahwa Rasulullah dan kutlah-nya
merahasiakan kutlah dan pemelukan agamanya. Ini menunjukkan bahwa
masyarakat Makkah telah tahu adanya agama dan dakwah baru serta kutlah
baru, sekalipun mereka tidak tahu, di mana mereka berkumpul, dan siapa saja
di antara orang-orang mukmin yang berkumpul.
Setelah masuk Islamnya Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin
Khaththab (3 hari setelah masuk Islamnya Hamzah), turun firman Allah Swt.:
ِ‫اك الْمست ه ِزئ‬ ِ
َ ْ َ ْ ُ َ َ‫ين ! إِنَّا َك َف ْي ن‬
! ‫ين‬ َ ‫ض َع ِن ال ُْم ْش ِرك‬ْ ‫ع بِ َما تُ ْؤَم ُر َوأَ ْع ِر‬
ْ ‫اص َد‬
ْ َ‫﴿ف‬
﴾‫ف يَ ْعلَ ُمو َن‬َ ‫س ْو‬ ِ ِ َّ ِ َّ
َ َ‫ين يَ ْج َعلُو َن َم َع الله إلَ ًها ءَا َخ َر ف‬ َ ‫ا لذ‬
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang
diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.
Sesungguhnya Kami memelihara kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang
memperolok-olokkan (kamu), yaitu orang-orang yang menganggap adanya
tuhan yang lain di samping Allah, maka mereka kelak akan mengetahui
(akibat-akibatnya)” (QS. al-Hijr: 94-96)
Beliau Saw. pun menerangkan perintah Allah Swt. secara terang-
terangan. Beliau Saw. pun menampilkan kutlahnya secara terang-terang kepada
seluruh masyarakat, sekalipun masih ada sebagian kaum muslimin yang
menyembunyikan ke-Islamannya bahkan sampai penaklukan kota Makkah.
Setelah aksi menampilkan kutlah secara terang-terangan di Ka’bah, terjadilah
pergesekan dakwah dan kelompok dakwah dengan masyarakat Makkah dan
para pemimpinnya yang sangat cinta kepada kepemimpinan sistem jahiliyyah.
Perjuangan kelompok dakwah Nabi dan para sahabat pun berubah dari fase
rahasia (daur al istikhfa) ke fase terang-terangan (daur al-I’lan). Berpindah
dari fase mengkontak orang-orang yang memiliki kesediaan menerima Islam
ke fase berbicara kepada masyarakat secara menyeluruh.

5
Mulailah terjadi benturan (ishthidam/ clash) antara iman dengan
kekufuran di masyarakat, dan mulailah terjadi pergesekan (ihtikak) antara ide-
ide yang benar dengan ide-ide yang rusak, dan mulailah tahap kedua, yaitu
tahap interaksi dan perjuangan (marhalah tafaul wal kifah). Pada tahap ini
mulailah orang-orang Kafir Quraisy melawan dakwah dan menyakiti
Rasulullah Saw. dan kaum muslimin dengan berbagai macam cara.
Periode inilah yang paling berat yang dihadapi Rasul dan para sahabat
sepanjang perjuangan mereka. Gembong kekufuran Abu Jahal pernah
melempar Beliau Saw. dengan isi perut hewan sembelihan mereka.
Semua itu justru hanya menambah kesabaran dan kesungguhan Beliau
Saw. dalam dakwah. Kaum muslimin pun menghadapi berbagai ancaman dan
gangguan. Setiap kabilah menyiksa dan memfitnah anggota sukunya yang
masuk Islam. Sampai-sampai salah seorang budak Habsyi, Bilal bin Rabbah
ra., mereka lempar di atas padang pasir, di bawah terik matahari, mereka tindih
dadanya dengan batu, dan mereka biarkan di situ agar mati, tidak lain karena
dia tetap mempertahankan kalimat tauhid: ahad-ahad! Summayyah istri Yasir
ra., mereka siksa hingga mati karena tidak mau kembali (murtad) dari agama
Islam kepada agama nenek moyang mereka. Kaum muslimin secara umum
dihinakan dan disiksa. Namun mereka bersabar menerima cobaan itu dalam
rangka menggapai ridho Allah Swt.
Rasulullah Saw. dan para sahabat menghadapi berbagai perlawanan
dakwah yang dilancarkan oleh orang-orang Kafir Quraisy, baik itu penyiksaan
fisik (at ta’dziib) , propaganda busuk (ad da’aawah/ad di’ayah) untuk
menyudutkan Islam dan kaum muslimin di dalam negeri dan luar negeri,
maupun blokade total (al muqatha’ah), dengan sikap sabar dan terus
berdakwah menegakkan agama Allah Swt. tanpa kekerasan. Tatkala Rasul
melihat Yasir dan istrinya dibantai disiksa oleh orang-orang Quraisy, Beliau
Saw. tidak menggerakkan kaum muslimin untuk melakukan perlawanan fisik
terhadap mereka. Beliau Saw. bersabda:
ِ ‫ك لَ ُكم ِمن‬ِ ِ ‫اس ٍر فَِإ َّن مو ِع َد ُكم ال‬
ِ ‫آل ي‬
»‫اهلل َش ْيئًا‬ َ ْ ُ ‫ْجنَّة إِنِّ ْي الَ أ َْمل‬
َ ُ َْ َ َ ‫ص ْب ًرا‬
َ«
“Bersabarlah wahai keluarga Yasir, sesungguhnya janji Allah untuk kalian
adalah Surga. Sesungguhnya aku tidak memiliki sesuatu apapun dari Allah.”
Ketika mendengar janji surga itu, Sumayyah, istri Yasir yang sedang disiksa
oleh kafir Quraisy, mengatakan: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
melihatnya secara nyata!” (lihat: An Nabhani, Ad Daulah Al Islamiyah, hal.18)

6
Pertanyaan kita, mengapa Rasulullah Saw. yang terkenal sempurna
akhlaqnya, bahkan sudah mendapatkan gelar al Amin (yang terpercaya), kok
dimusuhi begitu rupa oleh orang-orang Quraisy? Benturan yang dilakukan oleh
kafir Quraisy terhadap dakwah Islam adalah hal yang wajar. Sebab, Rasulullah
Saw. mengemban dakwah dan menampilkan kelompok yang mengemban
dakwah bersama Beliau Saw. dalam bentuk yang menantang. Lebih dari itu,
substansi dakwah itu sendiri adalah perjuangan dan perlawanan terhadap status
quo Quraisy dan masyarakat Makkah.
Sebab substansi dakwah adalah menyeru kepada mentauhidkan Allah
dan seruan ibadah hanya kepada-Nya serta seruan untuk meninggalkan
penyembahan kepada berhala dan seruan untuk melepaskan diri dari sistem
kehidupan jahiliyah mereka yang rusak. Maka terjadilah benturan dengan
Quraisy secara total. Bagaimana mungkin tidak terjadi benturan, padahal
Rasulullah Saw. membodohkan impian mereka, merendahkan tuhan-tuhan
mereka, dan mencela kehidupan murahan mereka, dan mengkritik tatanan
kehidupan mereka yang zalim. Dan Al-Qur’an pun turun menyerang mereka
dengan jelas. Allah Swt. berfirman:
﴾‫َّم‬
‫ن‬ ‫ه‬
َ ‫ج‬ ‫ب‬ ‫ص‬ ‫ح‬ ‫ه‬ ِ ‫﴿إِنَّ ُكم وما تَ ْعب ُدو َن ِمن ُد‬
ِ َّ‫ون الل‬
َ َ ُ َ َ ْ ُ ََ ْ
“Sesungguhnya kalian dan apa (berhala) yang kalian sembah selain Allah
adalah umpan Jahannam.” (QS. Al-Anbiyaa’ [21]: 98)
﴾‫َّاس فَ ََل يَ ْربُو ِع ْن َد اللَّ ِه‬
ِ ‫﴿وَما ءَاتَ ْيتُ ْم ِم ْن ِربًا لِيَ ْربُ َو فِي أ َْم َو ِال الن‬
َ
“Dan apa yang kalian berikan berupa riba untuk menambah harta kekayaan
manusia, maka tidak menambah pada sisi Allah.” (QS. ar-Rûm [30]: 39)
ِ َّ ِ ‫﴿ويل لِل‬
ُ ُ‫َّاس يَ ْستَ ْوفُو َن ! َوإِذَا َكال‬
‫وه ْم‬ ِ ‫ين إِذَا ا ْكتَالُوا َعلَى الن‬
َ ‫ين ! الذ‬َ ‫ْمطَِّفف‬ ُ ٌ َْ
﴾ ‫وه ْم يُ ْخ ِس ُرو َن‬
ُ ُ‫أ َْو َوَزن‬
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang
apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila
mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (QS.
al-Muthafifîn [83]: 1-3)
Oleh karena itu, orang-orang Quraisy pun menghadang dakwah.
Mereka menyakiti Rasulullah Saw. dan para sahabat. Mereka menyiksa,

7
mengembargo, dan membuat propaganda untuk melawan Beliau Saw. dan
agama yang dibawanya. Namun itu semua tidak menyurutkan langkah dakwah
Rasulullah Saw. Beliau Saw. tetap menyerang mereka, terus melawan
pandangan-pandangan yang salah, dan menghancurkan aqidah-aqidah yang
rusak, dan bersungguh-sungguh menempuh jalan penyebaran dakwah. Beliau
Saw. mendakwahkan Islam dengan jelas, tanpa tedeng aling-aling, tanpa
merendahkan diri, tanpa cenderung kepada kekufuran, dan tanpa menjilat
gembong-gembong kekufuran.
Hal itu Beliau lakukan sekalipun menghadapi berbagai gangguan dari
Quraisy, meskipun menghadapi berbagai kesulitan. Dan dakwah yang Beliau
lakukan di tengah berbagai kesulitan itu justru membuat Islam dari hari ke hari
menyebar ke seluruh masyarakat Arab, sehingga banyak para penyembah
berhala dan orang-orang Nasrani masuk Islam, bahkan para pembesar Quraisy
pun mendengarkan Al-Qur’an dan hati mereka berdebar-debar. Sejarah
mencatat bahwa tiga orang gembong kafir Quraisy, yaitu Abu Sufyan bin Harb,
Abu Jahal Amru bin Hisyam, dan Al Akhnas bin Syariq secara terpisah selama
tiga malam berturut-turut mendengar Rasulullah Saw. membaca Al-Qur’an di
rumahnya. Rasulullah Saw. biasanya menghabiskan sebagian besar malamnya
dengan qiyamul lail dan membaca Al-Qur’an secara tartil.
Perjuangan dakwah Rasulullah Saw. dan para sahabat pada tahap kedua
ini dilakukan dengan cara tanpa kekerasan. Beliau Saw. melakukan pergulatan
pemikiran (shiraul fikri) dan perlawanan politik (kifah siyasi) tanpa
menggunakan kekuatan fisik, tanpa mengangkat senjata, meskipun setiap lelaki
Arab pada waktu itu sudah terbiasa menunggang kuda dan memainkan senjata.
Pergulatan pemikiran yang Beliau lakukan melawan kekufuran itu
tergambar pada ayat-ayat yang turun di tahap kedua ini yang banyak
mengetengahkan celaan-celaan terhadap ‘aqidah, sistem, adat-istiadat kafir
Mekah yang rusak, seperti firman Allah Swt.:
‫ات بِغَْي ِر ِعل ٍْم‬ َ َ ْ َ
ِ ‫﴿وجعلُوا لِلَّ ِه ُشرَكاء ال‬
ٍ َ‫ْج َّن و َخلَ َق ُهم و َخرقُوا لَهُ بنِين وب ن‬
ََ َ َ َ َ ََ َ
﴾‫ص ُفو َن‬ِ ‫س ْبحانَهُ وتَعالَى َع َّما ي‬
َ ََ َ ُ
“Dan mereka (orang-orang musyrik) menjadikan jin itu sebagai sekutu bagi
Allah, padahal Allah-lah yang menciptakan jin-jin itu. Dan mereka berbohong
(dengan mengatakan): “Bahwasanya Allah mempunyai anak laki-laki dan

8
perempuan,” tanpa (berdasar) ilmu. Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari sifat-
sifat yang mereka nisbatkan.” (QS. al-An„âm [6]: 100)

“Katakanlah: “Siapakah Tuhan langit dan bumi?” Katakanlah: “Allah.”


Katakanlah: “Maka patutkah kalian menjadikan pelindung-pelindung kalian
dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak
(pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?” Katakanlah: “Adakah sama
orang yang buta dan yang dapat melihat, atau samakah antara gelap-gulita dan
terang-benderang? Apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah
yang dapat menciptakan sesuatu seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu
serupa menurut pandangan mereka?” Katakanlah: “Allah adalah Pencipta
segala sesuatu dan Dialah Tuhan Yang Maha Esa lagi Mahaperkasa.” (QS. ar-
Ra„d [13]: 16)
Dalam bidang sosial, Allah Swt. antara lain berfirman:
‫يم ! يَتَ َو َارى ِم َن‬ ِ ِ
ٌ ‫َح ُد ُه ْم ب ْاْلُنْ ثَى ظَ َّل َو ْج ُههُ ُم ْس َودِّا َو ُه َو َكظ‬ ِّ ُ‫﴿وإِذَا ب‬
َ ‫ش َر أ‬ َ
‫اء‬ ‫س‬ ‫ََل‬
َ ‫أ‬ ِ
‫اب‬ ‫ُّر‬ ‫الت‬ ‫ي‬ِ‫ون أَم ي ُد ُّسهُ ف‬
ٍ ‫ه‬ ‫ى‬ ‫ل‬
َ ‫ع‬ ‫ه‬ ‫ك‬
ُ ‫س‬ِ ‫شر بِ ِه أَيم‬ ِّ ‫ب‬ ‫ا‬ ‫م‬ ِ ‫الْ َقوِم ِمن س‬
‫وء‬
ََ َ َْ ُ َ ُ ُْ َ ُ َ ُ ْ ْ
﴾‫َما يَ ْح ُك ُمو َن‬
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak
perempuan, hitamlah (merah-padamlah) mukanya dan dia sangat marah. Dia
menyembunyikan diri dari orang banyak karena buruknya berita yang
disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung
kehinaan ataukah akan menguburnya dalam tanah. Ketahuilah, alangkah
buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS. an-Nahl [16]: 58-59)

9
ِ‫صنًا لِتبت غُوا َعرض الْحياة‬ ِ
ََ َ َ ََْ ُّ ‫﴿وََل تُ ْك ِرُهوا فَ تَ يَاتِ ُك ْم َعلَى الْبِغَاء إِ ْن أ ََر ْد َن تَ َح‬
َ
ُّ
﴾‫الدنْ يَا‬
“Dan janganlah kalian memaksa budak-budak wanita kalian untuk melakukan
pelacuran, sedangkan mereka sendiri menginginkan kesucian, karena kalian
hendak meraih keuntungan duniawi.” (QS. an-Nûr [24]: 33)

“dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan,


Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu
mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya
maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang
benar." Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu
memahami(nya).” (QS. al-An„âm [6]: 151)
Al-Qur‟an juga telah menyerang habis adat-istiadat yang rusak,
membuat-buat hukum sekehendaknya. Dalam hal ini, Allah Swt. antara lain
berfirman:

10
“Dan mereka mengatakan: "Inilah hewan ternak dan tanaman yang dilarang;
tidak boleh memakannya, kecuali orang yang kami kehendaki," menurut
anggapan mereka, dan ada binatang ternak yang diharamkan menungganginya
dan ada binatang ternak yang mereka tidak menyebut nama Allah waktu
menyembelihnya, semata-mata membuat-buat kedustaan terhadap Allah. Kelak
Allah akan membalas mereka terhadap apa yang selalu mereka ada-adakan.
Dan mereka mengatakan: "Apa yang ada dalam perut binatang ternak ini
adalah khusus untuk pria kami dan diharamkan atas wanita kami," dan jika
yang dalam perut itu dilahirkan mati, maka pria dan wanita sama-sama boleh
memakannya. Kelak Allah akan membalas mereka terhadap ketetapan mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-An„âm
[6]: 138-139)
Dalam perlawanan politik (kifah siyasi) yang dilakukan oleh Rasulullah
Saw. dan para sahabat, para pemimpin Quraisy yang tersinggung dengan
dakwah Islam dan yang sangat khawatir kedudukan mereka tergeser dengan
berkembangnya dakwah Islam dan terus bertambah banyaknya orang-orang
Quraisy yang masuk Islam telah melakukan berbagai makar untuk
menyudutkan Rasulullah Saw., menghentikan langkah Beliau Saw., dan
menjegal dakwah Islam.
Abû Jahal, Abû Sufyân, „Umayyah ibn Khalaf, Wâlid ibn Mughîrah,
dan yang lainnya berkumpul di Dâr an-Nadwah untuk merundingkan perilaku
Muhammad Saw. dan dakwahnya yang baru itu, sebelum orang-orang Arab
datang ke Makkah untuk berhaji.
Pada saat itu, dakwah Muhammad Saw. telah menyusahkan mereka,
membuat mereka susah tidur, serta mengguncang kepemimpinan mereka atas
Makkah. Oleh karena itu, mereka ingin mengambil satu pendapat yang bisa
mendustakan dakwah baru itu dan mendistorsikan pemikiran-pemikirannya.
Setelah melakukan dialog dan diskusi, merekapun sepakat untuk
mempengaruhi orang-orang Arab yang datang dan memperingatkan mereka
agar tidak mendengarkan “ocehan” Muhammad Saw. Sebab, Muhammad
Saw. dianggap memiliki kata-kata yang menyihir; sering mengatakan kata-kata

11
yang dapat memisahkan seseorang dari istrinya, dari keluarganya, dan bahkan
dari kaumnya.
Allah Swt. menyingkapkan persekongkolan ini kepada Rasulullah Saw.
dalam firman-Nya:

َ ‫ف قَ َّد َر ! ثُ َّم قُتِ َل َك ْي‬


‫ف قَ َّد َر ! ثُ َّم نَظََر ! ثُ َّم‬ َ ‫﴿إِنَّهُ فَ َّك َر َوقَ َّد َر ! فَ ُقتِ َل َك ْي‬
‫ال إِ ْن َه َذا إََِّّل ِس ْح ٌر يُ ْؤثَ ُر ! إِ ْن َه َذا‬ ْ ‫س َر ! ثُ َّم أَ ْدبَ َر َو‬
َ ‫استَ ْكبَ َر ! فَ َق‬ َ َ‫س َوب‬ َ َ‫َعب‬
﴾‫ُصلِ ِيه َس َق َر‬
ْ ‫ش ِر ! َسأ‬ َ َ‫إََِّّل قَ ْو ُل الْب‬
“Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan. Maka celakalah dia,
bagaimana dia menetapkan? Kemudian celakalah dia, bagaimanakah dia
menetapkan? Kemudian dia memikirkan, lalu dia bermuka masam dan
merengut. Dia lantas berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri.
Selanjutnya dia berkata: “(al-Qur’an) ini tidak lain hanyalah sihir yang
dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan
manusia.” Aku akan memasukkannya ke dalam (Neraka) Saqar.” (QS. al-
Mudatstsir [74]: 18-26)
Para pemimpin Quraisy itupun satu persatu dilucuti jati diri mereka
oleh Al-Qur’an (lihat Ahmad Mahmud, Dakwah Islam, hal 119-120). Tentang
Abu Lahab, Allah Swt. berfirman:
﴾‫ب‬ ٍ ‫ت يَ َدا أَبِي لَ َه‬
َّ َ‫ب َوت‬ ْ َّ‫﴿تَب‬
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab…” (QS. Al Lahab [111]: 1)
Tentang pembesar dari Bani Makhzum, Walid bin Al Mughirah, Allah
Swt. berfirman:
﴾‫ودا‬ ُ ‫ت َو ِحي ًدا ! َو َج َعل‬
ً ‫ْت لَهُ َم ًاَّل َم ْم ُد‬ ُ ‫﴿ذَ ْرنِي َوَم ْن َخلَ ْق‬
“Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya
sendirian. Dan Aku telah jadikan baginya harta benda yang banyak.” (QS. Al
Muddattsir [74]: 11-12)
Terhadap Abu Jahal, Allah Swt. berfirman:

12
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami
tarik ubun-ubunnya, yaitu ubun-ubun yang mendustakan lagi durhaka.” (QS.
Al Alaq [96]: 15-16)
Menghadapi tindakan keras orang-orang Quraisy, sempat muncul
keinginan para sahabat untuk menggunakan kekerasan/senjata. Mereka
memohon kepada Rasulullah Saw. agar mengizinkan hal itu. Tapi Rasulullah
Saw. mencegah keinginan mereka seraya bersabda (lihat: Ahmad Mahmud,
Dakwah Islam, terj. 121):

ُ ‫﴿إِنِّ ْي أ ُِم ْر‬


﴾‫ فَالَ تُ َقاتِلُوا الْ َق ْوَم‬،‫ت بِال َْع ْف ِو‬
“Aku diperintahkan untuk menjadi seorang pemaaf. Oleh karena itu, jangan
memerangi kaum itu.” (HR. Ibnu Abi Hatim, An Nasai, dan Al Hakim)
Bahkan ketika Rasulullah Saw. telah mendapatkan baiat dari orang-
orang Anshar di Aqobah dan mereka meminta izin kepada Rasul untuk
memerangi orang-orang Quraisy, Beliau Saw. menjawab: “Kami belum
diperintahkan untuk (aktivitas) itu, maka kembalilah kalian ke hewan-hewan
tunggangan kalian.” Dikatakan, „Maka, kamipun kembali ke peraduan kami,
lalu tidur hingga tiba waktu subuh.” (Sirah Ibnu Hisyam bi Syarhi al-Wazir al-
Maghribi, jilid I/305)
Bahkan dalam pergulatan politik antara kelompok kafirin dengan
kelompok mukminin, mereka menggunakan peristiwa politik internasional
untuk melemahkan lawan. Ini terjadi ketika terjadi perang antara Persia dan
Romawi di Syam di mana tentara Romawi dikalahkan oleh tentara Persia.
Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Syihab, berkata, “Kami
mendapatkan kaum musyrikin tengah berdebat dengan kamu muslimin. Saat itu
mereka masih berada di Mekah dan sebelum Rasulullah melakukan hijrah.
Orang-orang musyrik berkata, “Romawi telah menyatakan dirinya sebagai
ahlul kitab, dan sungguh mereka telah dikalahkan oleh Majusi (Persia).
Sedangkan kalian yakin bahwa kalian akan mengalahkan keduanya dengan
kitab yang diturunkan kepada Nabi kalian. Bagaimana kalian dapat
mengalahkan Romawi dan Majusi? Kami pasti mengalahkan kalian.” Maka
turunlah firman Allah Swt.:

13
! ‫ض َو ُه ْم ِم ْن بَ ْع ِد غَلَبِ ِه ْم َسيَ غْلِبُو َن‬ ِ ‫وم ! فِي أَ ْدنَى ْاْلَ ْر‬ ُ ‫الر‬
ُّ ‫ت‬ ِ ‫﴿الم ! غُلِب‬
َ
! ‫ح ال ُْم ْؤِمنُو َن‬ ٍِ ِ ِ ِ ِ ِ‫ض ِع ِسن‬
ُ ‫ين للَّه ْاْلَ ْم ُر م ْن قَ ْب ُل َوم ْن بَ ْع ُد َويَ ْوَمئذ يَ ْف َر‬
َ ْ ِ‫فِي ب‬
ِ َّ ‫شاء وهو الْع ِزيز‬ ِ
﴾‫يم‬ُ ‫الرح‬ ُ َ َ ُ َ ُ َ َ‫ص ُر َم ْن ي‬ ْ َ‫بِن‬
ُ ‫ص ِر اللَّه يَ ْن‬
“Alif Laam Miim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat,
dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi.
Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari
(kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman,
karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Ruum [30]: 1-5)
Namun demikian orang-orang Quraisy yang berhati beku itu tak bisa
menerima kebenaran Islam yang dibawakan oleh Rasulullah Saw. dan para
sahabat. Lebih-lebih setelah wafatnya paman Beliau Saw., Abu Thalib, salah
seorang pemuka Quraisy yang selama ini mendukung dakwah Nabi,
melindungi Beliau Saw., dan menjadi mediator antara para pemimpin Quraisy
dengan keponakannya. Mereka melakukan tindakan yang lebih keras, tanpa
sungkan-sungkan lagi.
Rasulullah Saw. pun mengontak para pemimpin Qabilah di sekitar
Makkah untuk mengajak mereka masuk Islam dan melindungi Beliau Saw. dan
melindungi dakwah Islam serta siap menanggung resiko melawan kebengisan
orang-orang Quraisy. Rasul juga menyeru para pemuka kabilah-kabilah Arab.
Beliau berkata kepada mereka, “Ya Bani fulan! Saya adalah utusan Allah bagi
kalian, dan menyeru kepada kalian untuk beribadah kepada Allah dan tidak
menyekutukan-Nya, dan agar kalian meninggalkan apa yang kalian sembah,
beriman kepadaku dan percaya kepadaku, dan janganlah kalian mencegah aku,
sampai aku menjelaskan apa yang telah disampaikan Allah kepadaku.” Akan
tetapi paman Beliau Saw., Abu Lahab, berdiri di belakang Beliau, membantah
dan mendustakan perkataan Beliau Saw. Tak satupun kabilah menerima
Beliau.
Dalam Sirah Ibnu Hisyam diriwayatkan, “Zuhri menceritakan, bahwa
Rasulullah Saw. mendatangi secara pribadi Bani Kindah, akan tetapi mereka
menolak Beliau. Beliau juga mendatangi Bani Kalban akan tetapi mereka
menolak. Beliau juga mendatangi Bani Hanifah, dan meminta kepada mereka

14
nushrah dan kekuatan, namun tidak ada orang Arab yang lebih keji
penolakannya terhadap Beliau kecuali Bani Hanifah. Beliau juga mendatangi
Bani „Aamir bin Sha‟sha‟ah, mendo‟akan mereka kepada Allah, dan meminta
kepada mereka secara pribadi. Kemudian berkatalah seorang laki-laki dari
mereka yang bernama Biharah bin Firas, “Demi Allah, seandainya aku
mengabulkan pemuda Quraisy ini, sungguh orang Arab akan murka.”
Kemudian ia berkata, “Apa pendapatmu, jika kami membai‟atmu atas urusan
kamu, kemudian Allah memenangkanmu atas orang yang menyelisihimu,
apakah kami akan diberi kekuasaan setelah engkau? Rasulullah Saw. berkata
kepadanya, “Urusan itu hanyalah milik Allah, yang Ia berikan kepada siapa
yang dikehendaki.” Bahirah berkata, “Apakah kami hendak menyerahkan
leher-leher kami kepada orang Arab, sedangkan jika Allah memenangkan
kamu, urusan bukan untuk kami.” Kami tidak butuh urusanmu.”
Adapun nama-nama kabilah yang pernah didatangi Rasulullah Saw. dan
menolak adalah, (1) Bani „Aamir bin Sha‟sha‟ah, (2) Bani Muharib bin
Khashfah, (3) Bani Fazaarah, (4) Ghassan, (5) Bani Marah, (6) Bani Hanifah,
(7) Bani Sulaim, (8) Bani „Abas, (9) Bani Nadhar, (10) Bani Baka‟, (11) Bani
Kindah, (12) Kalb, (13) Bani Harits bin Ka‟ab, (14) Bani „Adzrah, (15) Bani
Hadhaaramah.
Beliau Saw. selain aktif mendakwahi kabilah-kabilah di Mekah, Beliau
juga mendakwahi kabilah-kabilah di luar Mekah yang datang tiap tahun ke
Mekah, baik untuk berdagang maupun untuk mengunjungi Ka‟bah, di jalan-
jalan, pasar „Ukadz, dan Mina. Di antara orang-orang yang diseru Rasul
tersebut ada sekelompok orang-orang Anshor. Kemudian mereka menyatakan
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Setelah mereka kembali ke Madinah mereka menyebarkan Islam di
Madinah. Momentum penting lain sebagai pertanda dimulainya babak baru
dakwah Rasul adalah Bai‟at „Aqabah I dan II. Dua peristiwa ini, terutama
Bai‟at „Aqabah II telah mengakhiri tahap kedua dari dakwah Rasul, yakni
tahap interaksi dan perjuangan (marhalah Tafa’ul wal Kifah) menuju Tahap
ketiga, yaitu tahap Penerimaan Kekuasaan (Istilaam al-Hukmi). Dalam
tahap ketiga ini Rasul hijrah ke Madinah, negeri yang para pemimpin dan
mayoritas masyarakatnya telah siap menerima Islam sebagai metode kehidupan
mereka, yaitu kehidupan yang (1) asas peradabannya adalah kalimat tauhid
Lailahaillallah Muhammadurrasulullah; (2) standar perbuatan (miqyasul
a’mal) dalam interaksi kehidupan mereka adalah halal-haram; dan (3) makna

15
kebahagiaan (ma’na sa’aadah) mereka adalah mendapatkan ridho Allah.
Masyarakat yang kokoh inilah yang siap membawa risalah Islam ke seluruh
dunia.
Oleh karena itu, dengan bukti kesuksesan yang jelas dicapai oleh
partainya Rasulullah Saw. dalam perjuangan Beliau Saw., di samping tuntunan
dan tuntutan agar kita meneladani perjuangan Beliau Saw., maka tidak ada
jalan lain untuk mengembalikan kedaulatan Islam di muka bumi ini selain jalan
yang telah ditempuh Rasulullah Saw. Untuk menyegarkan kembali gambaran
kita tentang perjalanan dakwah Rasulullah Saw. tersebut perlu kita perhatikan
bagan di bawah ini:
Bagan Perjalananan Dakwah Rasulullah Saw.
Tahapan Aksi Target Tantangan
metode
1. Pembinaan - melakukan 1. Membentuk 1. Proses kaderisasi
dan rekrutmen secara kelompok yang yang masih awal
Pengkaderan individual dan terorganisir (hizb dan bergerak agak
mengumpulkan as-siyasi) yang siap lambat
mereka dalam mengemban
kelompok terorganisir dakwah yang politis
- melakukan dan ideologis
pembinaan intensif 2. Membentuk
terhadap sahabat- kader yang
sahabat sebagai keder memiliki pola pikir
awal dan pola tindak
Islam
2. Interaksi 1. Menyampaikan 1. Membentuk 1. Perlawanan dan
dan dakwah secara kesadaran umum penindasan dari
Perjuangan terbuka dalam rangka dan opini umum di penguasa-penguasa
Politik pembinaan umat tengah masyarakat Makkah:
2. menyerang ide-ide tentang Islam dan penganiyaan,
(keyakinan, tradisi, kerusakan sistem propaganda di
hukum-hukum) yang jahiliyah dalam dan di luar
rusak di tengah 2. Penerimaan Mekkah,
masyarakat Makkah masyarakat pemboikotan total

16
3. Membongkar terhadap ide-ide 2. Masyarakat
kepalsuan para Islam dan Mekkah yang masih
penguasa Makkah penolakan mereka belum bisa
4. Mendatangi elit-elit terhadap ide-ide menerima ide-ide
politik yang jahiliyah. perubahan
berpangaruh di 3. Gerakan massal Rasulullah dan
masyarakat berupa dukungan masih mendukung
dan tuntutan rezim penguasa
penerapan Islam. jahiliyah
4. Mengambil alih
kekuasaan dari
penguasa status quo
(jahiliyah)
3. 1. Rasulullah Berdirinya Daulah 1. Daulah Islam
Penerimaan mendirikan negara Islam yang yang masih awal
Kekuasaan Islam dan didasarkan pada sehingga mendapat
dan membangun aqidah Islam dan ganggunan
Penerapan masyarakat Islam menerapkan stabilitas baik dari
hukum oleh 2. Menerapkan hukum-hukum dalam ataupun dari
Negara hukum-hukum Islam Islam yang kuat luar
secara kaffah 2. Koalisi musuh-
3. Menyebarkan musuh daulah Islam
dakwah Islam ke baik dalam opini
seluruh penjuru alam maupun perang
4. Konsolidasi dan fisik
pengembangan daulah
Islam hingga menjadi
adidaya
Siapapun yang menghendaki dan merindukan hidup dengan Islam
secara kaffah sebagaimana yang diwajibkan, maka keberadaan negara Khilafah
Islamiyyah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebab Khilafah-lah, institusi wajib
untuk menerapkan syariah secara total (kaffah). Kita mesti yakin berjuang
karena metodenya telah jelas yaitu metode perjuangan pemikiran dan politik
yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw., bukan dengan cara-cara demokrasi
yahudi maupun revolusi sosialis atheis yang tidak ada asal-usulnya dari Islam.

17
WalLâhu a’lam bish-shawâb. Wallahu muwaffiq ila aqwamit thariiq.
Wahuwa khairun haafizho wahuwa arhamur raahimin! Walhamdulillahirabbil
‘alamin!

Pembangkitan

Untuk membangkitkan umat, umat perlu meyakini bahwa paradigma


mendasar untuk meraih kebangkitan adalah ideologi (mabda’) yang merupakan
satu kesatuan dari ide (fikrah) dan metode (thariqah). Islam merupakan
ideologi karena terdiri dari ide dasar (aqidah) dan berbagai sistem kehidupan
(syariah) yang bersumber dari ide dasar tersebut. Selain itu ideologi tersebut
berisi konsep dan metode untuk mewujudkannya.
Pemikiran Islam akan mewujudkan ketinggian berpikir (ar-raqi al-fikr)
yang memiliki karakter mendalam (‘umuq) dan menyeluruh (syumul).
Pemikiran Islam adalah setiap pemikiran yang digali dari Islam. Pemikiran
Islam mencakup pemikiran tentang akidah dan pemikiran tentang syariat.
Perubahan pemikiran dengan Islam berarti mengubah akidah masyarakat
menjadi akidah Islam, dan aturannya pun menjadi aturan Islam.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam


secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)
Kaum sekular Barat mampu bangkit dengan ideologi Kapitalisme. Uni
Soviet mampu bangkit dengan memeluk ideologi Sosialisme. Namun,
kebangkitan dengan kedua ideologi tersebut adalah kebangkitan semu belaka.
Fakta empirik menunjukkan ideologi-ideologi batil ini justru menimbulkan
efek kesengsaraan dan penderitaan bagi umat manusia. Akibatnya, Sosialisme
kemudian hancur setelah berkuasa selama 74 tahun. Ideologi Kapitalisme juga
di ambang keruntuhan. Akidah yang mendasari kedua ideologi itu tidak sesuai
dengan fitrah manusia dan tidak memuaskan akal.
Akidah dari Sosialisme-komunis adalah materialisme yang menafikan
adanya sang Pencipta. Adapun akidah dari ideologi Kapitalisme adalah

18
sekularisme. Meski mengakui adanya Tuhan, ideologi ini mengharuskan umat
manusia membuat aturannya sendiri, menolak campur-tangan Tuhan dalam
peraturan kehidupan masyarakat dan negara. Ini juga tidak sesuai fitrah
manusia yang serba lemah dan terbatas, yang sangat membutuhkan aturan dari
Tuhan Yang Maha Bijaksana.
Kebangkitan hakiki adalah yang pernah dialami bangsa Arab saat
mereka mengambil Islam sebagai ideologi individu, masyarakat dan negara.
Kebangkitan ini dipimpin oleh Rasulullah Saw. Bangsa yang dulunya Jahiliyah
berubah menjadi bangsa berperadaban tinggi dan mulia, bahkan kemudian
berhasil menaungi dan menerangi separuh dunia. Kebangkitan ini laksana
perubahan dari kegelapan menuju cahaya.
Islam adalah sistem hidup yang sempurna. Firman Allah Swt.:
‫اا ِكْلَنَو اًن ااِك ُك ِّلا َو ْل ٍءا‬ ‫ِك‬
‫َو اَوَنَّزاْلَو ا َوَوْل َو ا اْل َو َو‬
“Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala
sesuatu..” (TQS. An-Nahl [16]: 89)
Perkara apapun ada hukum Islamnya, dan problematika apa saja, atau apapun
tantangan yang dihadapi kaum Muslim, akan dapat dipecahkan dan dijawab
oleh Dinul Islam.
Akidah Islam memiliki karakteristik sebagai akidah ruhiyah sekaligus
akidah ri’ayah yang haq. Akidah ini memancarkan sebuah sistem (aturan)
kehidupan yang menyeluruh, mengatur urusan pribadi, keluarga maupun
negara; termasuk sistem sosial, pemerintahan, ekonomi, pendidikan, politik
dalam dan luar negeri, sanksi hukum dan sebagainya. Sebagai contoh: Islam
memerintahkan untuk melakukan shalat dan puasa. Lalu untuk melangsungkan
generasi penerus, Islam memerintahkan supaya menikah dengan lawan jenis.
Dalam rangka untuk menjamin sebuah pernikahan itu, Islam juga
memerintahkan sejumlah sanksi berupa hukum cambuk dan rajam bagi pelaku
zina. Islam juga memerintahkan untuk memperoleh harta secara halal. Lalu
untuk menjamin kepemilikan harta tersebut, Islam memerintahkan hukuman
potong tangan bagi pencuri.
Ideologi Islam telah menorehkan tinta emas sejarah peradaban umat
manusia ketika diterapkan selama berabad-abad lamanya. Banyak bukti historis
menunjukkan kemajuan peradaban Islam mulai dari bidang politik, ekonomi
hingga sains dan teknologi. Meski kaum orientalis berusaha
menyembunyikannya, kegemilangan peradaban Islam tak mampu ditutupi.

19
Islam telah mampu mensejahterakan, memberi rasa nyaman dan memberi
kebahagiaan bagi umat manusia. Sejarahwan Barat seperti Will Durrant
sekalipun tak sanggup menahan tutur-katanya untuk memberikan pujian
kekaguman pada peradaban Islam, seperti dia ungkapkan dalam The Story of
Civilization.
Telah disadari sepenuhnya bahwa Rasulullah Saw. dahulu berdakwah
kepada orang-orang kafir, dan kita sekarang mengemban dakwah kepada kaum
muslimin agar mereka selalu mengikatkan diri kepada hukum-hukum Islam,
dan berjuang bersama-sama untuk menerapkan kembali sistem Islam termasuk
sistem pemerintahan sesuai dengan hukum-hukum yang telah diturunkan
Allah. Negeri-negeri kaum muslimin sekarang –sangat disayangkan– ternyata
tidak memenuhi syarat sebagai Darul Islam. Masyarakat yang ada di dalamnya
tidak hidup dalam pengaturan sistem Islam.
Saat ini yang menjadi common enemy bagi umat adalah ideologi
kapitalisme. Berakidahkan sekularisme, kapitalisme beserta berbagai sistemnya
menguasai dan menjajah dunia, menjadi akar masalah dunia saat ini,
menyebabkan berbagai macam masalah terus bermunculan. Mereka
menjalankan metode hagemoni baik militer, politik, pemikiran maupun
ekonomi.
Hubungan antara para penguasa dengan bangsa mereka saat ini berjalan
di atas paradigma merendahkan dan mengeksploitasi bangsa-bangsa,
meremehkan berbagai kemaslahatan mereka dan menjauhkan umat dari
ideologinya. Sementara hubungan antara para penguasa di negeri Islam dengan
tuan-tuan negara adidaya mereka tegak di atas landasan bahwa mereka
menerapkan apa yang didiktekan kepada mereka dan menjaga berbagai
kepentingan tuan-tuan mereka. Mereka menjadi alat negara-negara imperialis
untuk merusak Islam, mengokohkan hagemoni pemikiran barat dan
membangun peradaban barat dengan segenap pemahamannya baik dalam
bidang pemerintahan, ekonomi maupun sosial.
Berbagai pandangan rusak mulai banyak muncul setelah berakhirnya
penerapan sistem Islam oleh Daulah Khilafah Islamiyah yang telah
berlangsung selama lebih dari 1300 tahun. Setelah diruntuhkannya Khilafah
pada 1924 oleh Inggris, sekutu-sekutu, dan antek-anteknya; masyarakat
Muslim tidak bisa lagi menyaksikan kesempurnaan penerapan sistem hukum
Islam.

20
Ditambah lagi ada upaya negara-negara kafir untuk mengikis habis
seluruh sistem hukum Islam hingga ke simbol-simbolnya. Semua ini
mengakibatkan sebagian masyarakat benar-benar “buta” terhadap hukum-
hukum Islam yang seharusnya menjadi keyakinan dan tolok-ukur mereka.
Aktivitas yang mengabaikan hukum-hukum syariah Islam adalah
tindakan pragmatis yang justru jauh dari Islam. Misalnya, seorang penguasa
yang menyatakan tidak akan menerapkan syariah Islam dalam kekuasaannya,
atau sikapnya yang tetap mempertahankan segala perjanjian internasional yang
ada, termasuk Perjanjian Camp David yang melegitimasi negara zionis Israel
pencaplok negeri Muslim, gubernur yang turut menerapkan hukum-hukum
tidak-Islam. Ini semua tentunya tidak termasuk aktivitas politik yang syar’i,
melainkan hanya aktivitas politik pragmatis yang bertentangan dan bahkan
mengkhianati Islam.
Pada saat keadaan masyarakat bertentangan dengan Islam, maka
sesungguhnya tidak diperbolehkan menakwilkan Islam agar sesuai dengan
keadaan, sebab dengan usaha ini berarti telah mengubah Islam, menyimpang
dari Islam. Seharusnya, keadaan masyarakatlah yang harus diubah sehingga
sesuai dengan Islam dan diatur menurut syari’at Islam.
Mengubah masyarakat bukanlah menghancurkan masyarakat,
melainkan mengganti sistem kehidupan yang ada di tengah masyarakat.
Mengubah masyarakat berarti mengubah isinya, yakni mengubah kepribadian
para anggota masyarakat, pemikiran masyarakat (baik akidah maupun syariat),
perasaan masyarakat, dan sistem (nizham) yang mengatur berbagai interaksi
sosial, politik, ekonomi, dan budaya masyarakat.
Jika Anda meletakkan api di bawah periuk sehingga bisa memanaskan
air sampai mendidih, maka air yang mendidih ini berubah menjadi uap yang
akan mendorong tutup periuk, menghasilkan gerakan yang mendorong.
Demikian pula halnya dengan masyarakat, jika di tengah mereka diletakkan
mabda’ (ideologi) Islam maka “panas” dari mabda’ (ideologi) tersebut akan
menghasilkan dorongan bagi umat untuk bergerak berdakwah, amar ma’ruf
nahi mungkar. Sebab itu, dakwah harus disebarluaskan ke seluruh Dunia Islam
dalam upaya melanjutkan kehidupan Islam.
Kebangkitan dan perubahan hakiki sejatinya mengubah ketundukan
manusia kepada sesama makhluk menjadi ketundukan manusia hanya kepada
Allah Swt. Pencipta manusia. Hal ini ditunjukkan oleh tegaknya syariah Islam
sebagai wujud ketundukan manusia pada hukum-hukum-Nya. Keadaan ini

21
akan melahirkan keamanan lahir dan batin dalam berbagai bidang. Allah Swt.
berfirman:

“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di
antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di
bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka
berkuasa; Dia benar-benar akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
Dia ridhai untuk mereka; dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap
menyembah Aku tanpa mempersekutukan Aku dengan sesuatupun. Siapa saja
yang kafir sesudah janji itu, mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (QS. an-
Nur [24]: 55)
Dalam ayat tersebut Allah Swt. menjanjikan empat hal yang saling
terkait. Pertama: kekuasaan/kekhilafahan (istikhlaf). Kedua: peneguhan ajaran
Islam (tamkinu ad-din). Ketiga: keamanan (al-amnu). Keempat: ibadah dan
tidak syirik. Ujung dari semua ini adalah “Mereka tidak takut kecuali kepada-
Ku” (Tafsir ath-Thabari, XIX/210).
Inilah kebangkitan hakiki. Ayat itu menegaskan adanya keterkaitan
yang kuat antara kekuasaan Khilafah, penerapan syariah Islam, keamanan,
serta kesejahteraan baik dalam hal materi, ruhiyah, akhlak maupun
kemanusiaan (insaniyah). Dengan perkataan lain, perubahan yang hakiki hanya
ada dalam penerapan syariah lewat kekuasaan Khilafah. Rasulullah Saw. pun
bersabda:

َ ‫آخ ِر أ َُّم ِ ِْت َخلِْي َفةٌ ََْيثُ ْو الْ َم‬


‫ال َحثْ يًا الَ يَعُدُّهُ َع َد ًدا‬ ِ ‫ي ُكو ُن ِِف‬
ْ ْ َ
“Akan ada pada akhir umatku seorang khalifah yang memberikan harta secara
berlimpah dan tidak terhitung banyaknya.” (HR. Muslim)

22
Jalan kebangkitan umat Islam adalah jalan yang satu, yakni dengan
melanjutkan kehidupan Islam. Dan tidak ada jalan menuju kelanjutan
kehidupan Islam melainkan dengan adanya Daulah Islamiyah. Dan tidak ada
jalan lain menuju ke arah itu kecuali jika kita bertakwa mengambil Islam
secara paripurna (kâmilan) sesuai Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, yakni kita
mengambilnya sebagai Aqidah, dan menjadikannya sudut pandang kehidupan,
dan juga menerapkan keseluruhan sistemnya.
Itu berarti bertaqwa menerapkan syariah Islam secara totalitas dalam
semua urusan. Untuk itu mutlak memerlukan kekuasaan. Rasul Saw. telah
mencontohkan bagaimana Beliau memohon kekuasaan kepada Allah Swt.
untuk mewujudkan hal itu.

“…dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.”


(TQS. al-Isra‟ [17]: 80)
Imam Qatadah menjelaskan: “Nabi Saw. menyadari bahwa tidak ada
daya bagi Beliau dengan perkara ini kecuali dengan sulthân (kekuasaan).
Karena itu Beliau memohon kekuasaan yang menolong untuk Kitabullah,
untuk hudûd Allah, untuk kewajiban-kewajiban dari Allah dan untuk tegaknya
agama Allah. (Imam ath-Thabari, Tafsîr ath-Thabarî)
Dalam mewujudkan kebangkitan, umat perlu memahami realitas buruk
yang hendak diubah, perlu memahami realitas baik yang dituju, perlu
menempuh jalan perubahan itu sesuai dengan jalan yang dicontohkan
Rasulullah Saw., perlu adanya kekuasaan untuk keberhasilan kebangkitan itu.
Kekuasaan itu tidak ada artinya jika bukan sulthân[an] nashîr[an]
(kekuasaan yang menolong). Kekuasaan yang menolong itu hanyalah
kekuasaan yang sedari awal memang ditujukan untuk menolong agama Allah
Swt., Kitabullah dan untuk menegakkan syariah-Nya. Kekuasan seperti ini
hanyalah kekuasaan yang Islami sejak dari asasnya, bentuknya, sistemnya,
hukumnya, perangkat-perangkatnya, struktur dan semua penyusunnya.
Kekuasaan yang menolong seperti itu sepeninggal Nabi disebut Khilafah
Rasyidah „ala minhâj an-nubuwwah. Karena itu sebagaimana Nabi Saw.
berjuang untuk mewujudkan Negara Islam yang awalnya hanya seluas
Madinah, kitapun harus berjuang untuk menerapkan syariah secara total
dengan menegakkan kembali Khilafah Rasyidah ‘ala minhâj an-nubuwwah.
Agenda ini harus menjadi agenda vital umat untuk segera diwujudkan,

23
menghindarkan umat dari terjerumus pada sistem-sistem non-Islam, mencegah
semakin kuatnya pengaruh kebathilan kaum kafir imperialis dan sistemnya di
negeri-negeri kaum Muslim.
Sejak diutus, Rasulullah Saw. melakukan perubahan pemikiran dalam
diri bangsa Arab saat itu. Pemikiran Lâ ilâha illallâh yang Beliau Saw.
tanamkan mengubah mereka yang sebelumnya menyembah patung dan jin
beralih pada penyembahan kepada Allah Swt. semata.
Rasulullah telah mengubah pandangan mereka tentang kehidupan, dari
cara pandang yang dangkal menuju cara pandang yang mendalam lagi jernih
yang merupakan cerminan dari akidah Islam. Pandangan mereka tidak sebatas
dunia, melainkan justru menembus negeri akhirat. Rasulullah Saw. mengubah
pemikiran masyarakat bahwa Allah Swt. tidaklah menciptakan jin dan manusia
kecuali untuk beribadah kepada-Nya.
Ikatan-ikatan kepentingan atau asas manfaat, kesukuan, dan patriotisme
kebangsaan harus berubah menjadi ikatan Islam ideologis yang memandang
semua kaum mukmin bersaudara laksana satu tubuh. Juga, melalui penanaman
pemikiran akidah dan syariat Rasulullah berhasil mengubah tolok ukur
aktivitas kehidupan masyarakat dari manfaat-egoisme ke tolok ukur halal-
haram, dari hawa nafsu ke wahyu Allah.
Masyarakat Arab pra Islam yang sebelumnya membangun hubungan
kenegaraan di atas kepentingan materi, kebanggaan dan ketamakan menjadi
tegak di atas asas penyebaran akidah dan syariat Islam dan mengembannya ke
seluruh umat manusia.
Begitu pula, pemikiran Islam yang ditanamkan Rasul tentang
kehidupan setelah dunia telah mengubah persepsi tentang kebahagiaan pada
diri umat, dari sekedar pemenuhan syahwat dengan segala kenikmatan dunia
beralih kepada mencari ridha Allah Swt.
Nampaklah generasi kaum muslim binaan Nabi tidak takut akan
kematian, dan berharap syahid di jalan Allah Swt. Sebab, mereka memahami
bahwa dunia ini hanyalah jalan menuju Akhirat. Demikianlah, lewat pemikiran
Islam baik berupa akidah maupun syariah, Rasulullah Saw. berhasil
membentuk pemahaman, tolok ukur dan keyakinan masyarakat ketika itu
menjadi Islam.

24
Tuntunan

Rasulullah Saw. adalah teladan abadi bagi umat Islam dalam semua
aspek kehidupan. Allah Swt. telah memerintahkan umat Islam untuk
mengambil apapun tuntunan dari Rasulullah Saw.
Firman Allah Swt:

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya.” (QS. [59] Al Hasyr: 7)

“Katakanlah, „Inilah jalanku. Aku dan orang-orang yang mengikutiku


mengajak (kalian) kepada (agama) Allah dengan hujjah (bukti) yang nyata,”
(TQS. Yusuf [12]: 108)
Hukum asal semua perbuatan adalah terikat dengan syariah. Sehingga,
seorang Muslim harus mempelajari tentang shalat dari dalil-dalilnya,
mempelajari tentang zakat ataupun berhaji dari dalil-dalilnya, dan mempelajari
tentang penegakan Khilafah dari dalil-dalilnya yaitu dari perbuatan Rasulullah
Saw. Tahapan-tahapan dakwah ideologis politis yang ditempuh Rasulullah
Saw. dalam mengubah masyarakat menuju tegaknya Daulah Islam harus
dijalankan pula oleh umat.
Dengan kata lain, metode menegakkan Khilafah Islamiyyah harus
sejalan dengan thariqah yang telah diwahyukan Allah Swt. kepada Nabi Saw.
Tidak ada satupun urusan umat manusia, termasuk metode menegakkan
Khilafah Islamiyyah, yang tidak dijelaskan oleh al-Quran dan Sunnah, baik
penjelasannya itu bersifat global maupun rinci.
Imam Asy Syafi‟iy rahimahullah di dalam Kitab al-Umm menyatakan:

25
ِ
‫ف أ َْه ُل‬ْ ‫اْلنْ َسا ُن أَ ْن يُْت َرَك ُس ًدى } فلم ََيْتَل‬ ِْ ‫ب‬ َْ ‫قال اللَّهُ عز وجل { أ‬
ُ ‫ََي َس‬
‫الس َدى الذي ََل يُ ْؤَمُر َوََل ينهى َوَم ْن أَفْ ََت أو‬ ُّ ‫َن‬ َّ ‫يما َعلِ ْمت أ‬ ِِ ِ
َ ‫العلم بالْ ُقْرآن ف‬
‫الس َدى‬ُّ ‫َج َاز لِنَ ْف ِس ِه أَ ْن يَ ُكو َن يف َم َع ِاِن‬ ِِ ِ
َ ‫َح َك َم ِبَا مل يُ ْؤَمْر به فَ َق ْد أ‬
“Allah Swt. berfirman [ayahsab al-insaan an yutrak suday/ apakah manusia
menyangka dibiarkan tanpa dimintai pertanggungjawaban] (TQS. al-Qiyamah
[75]: 36). Para ahli ilmu tidak pernah berselisih pendapat wajibnya
mengamalkan Al-Quran, pada semua apa yang aku ketahui, bahwasanya
makna kata “suday” adalah perkara yang tidak diperintah dan dilarang.
Barangsiapa berfatwa atau menghukumi sesuatu tidak berdasarkan apa yang
diperintahkan (wahyu Allah Swt.), maka ia telah membolehkan pada dirinya
“makna-makna suday”. (Imam Asy Syafi’iy, al-Umm, Juz 7/298)
Allah Swt. tidak membiarkan manusia hidup tanpa larangan dan
perintah-Nya. Seorang Muslim diperintahkan untuk memastikan bahwa seluruh
perbuatannya bersumber dari wahyu Allah Swt., dan tidak bersumber pada
hawa nafsu, atau ajaran-ajaran selain Islam.

“Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan Allah)


yang kamu membacanya?, bahwa di dalamnya kamu benar-benar boleh
memilih apa yang kamu sukai untukmu?” (QS. Al-Qalam: 37-38)

“Atau apakah kamu memperoleh janji yang diperkuat dengan sumpah


dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat; sesungguhnya kamu benar-
benar dapat mengambil keputusan (sekehendakmu)?” (QS. Al-Qalam: 39)
Umat Islam dilarang mengambil metode atau manhaj kebangkitan umat
dari orang-orang kafir, seperti menggunakan jalan demokrasi, maupun metode
ala orang sosialis.
Rasulullah Saw. pernah membuat garis di depan para sahabatnya
dengan satu garis lurus di atas pasir, sementara di kanan kiri itu Beliau
menggariskan garis-garis yang banyak. Lalu Beliau bersabda, “Ini adalah
jalanku yang lurus, sementara ini adalah jalan-jalan yang di setiap pintunya

26
ada setan yang mengajak ke jalan itu.” Kemudian Nabi Saw. membaca QS. al-
An’am [6]: 153.

“dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus,
maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain),
karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian
itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al-An’am: 153)
Selain itu, Allah Swt. telah mengancam siapa saja yang menyalahi
perintah Rasulullah Saw. dengan ancaman musibah dan adzab yang pedih.

“maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan


ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. An-Nur [24]: 63)
Tidak ada satupun tahapan metode menegakkan negara dari Rasulullah
Saw. kecuali dijelaskan dalam sīrah (perjalanan dakwah) Beliau. Kaum
Muslimin tentu harus mempelajari dan mendalami metode ini serta
menerapkannya tanpa penyimpangan sedikitpun.
Sirah Nabawiyyah selama berasal dari riwayat yang shahih maka
terhitung sebagai dalil syara’ dan bisa digunakan sebagai hujjah (argumen). Ia
tak ubahnya seperti hadits Nabi Saw. yang lain, karena di dalamnya juga
mengandung perkataan, perbuatan, dan persetujuan Rasulullah Saw. (An-
Nabhani, Asy-Syakhshiyyah Al-Islamiyyah, juz 1 hlm 352).

Memulai

Perjuangan Rasulullah Muhammad Saw. dalam mengubah dunia


dimulai di Makkah, dan berbuah setelah hijrah ke Madinah. Keberhasilan ini
tidak mungkin terjadi bila Rasul tidak menempuh fase pengkaderan dan
pembinaan di Makkah yang memang memakan waktu cukup lama, yaitu 13

27
tahun. Waktu sepanjang itu diperlukan untuk menanamkan fikrah Islam di
tengah masyarakat.
Dalam mengawali langkah dakwahnya, Rasulullah Saw. mendatangi
orang-orang terdekat Beliau dan melakukan kontak dengan orang-orang
Makkah untuk mengajari mereka al-Qur’an. Rumah al-Arqam bin Abi al-
Arqam (Dar al-Arqam) di sebelah barat bukit Shafa oleh Beliau dijadikan
sebagai pusat pembinaan (Al-‘Allamah Shafiyyu ar-Rahman al-Mubarakfuri,
ar-Rahiq al-Makhtum: Bahts[un] fi as-Sirah an-Nabawiyyah ‘ala Shahibiha
Afdhala as-Shalata wa as-Salam, Dar Ihya’ at-Turats, Beirut, t.t. hal. 80).
Pembinaan awal yang masih tersembunyi ini berlangsung selama 3 tahun.
Sejak diangkat menjadi Nabi dan Rasul di tahun 622 M, Nabi
Muhammad adalah sel pertama partai. Dari sel pertama ini, Baginda Saw.
membentuk sel-sel berikutnya. Istri Beliau Khadijah, sahabat Beliau Abu
Bakar, maulanya Zaid bin Haritsah, dan sepupu Beliau ‘Ali bin Abi Thalib
direkrut dan dibina, hingga menjadi sel-sel berikutnya. Setelahnya Abu Bakar
merekrut ‘Utsman bin Madz’un, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Thalhah bin
‘Ubaidillah, ‘Ustman bin ‘Affan, dan generasi awal Islam yang lainnya.
Pembinaan akidah dan syariah dilakukan hingga terbentuk para kader
berkepribadian Islam. Rasulullah Saw. membina mereka untuk meningkatkan
taraf berpikir dan merefleksikan ayat-ayat al-Qur’an yang diturunkan Allah
Swt. Beliau menanamkan keyakinan yang kokoh kepada mereka sehingga
bekas-bekas paham kekufuran dan konsep-konsep kejahiliyahan lenyap dalam
diri mereka dan digantikan dengan Islam. Ketika ayat-ayat tentang aqidah
turun, sedangkan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum belum banyak turun,
maka kaum Muslim –saat itu– bertanggung jawab terhadap Islam seluruhnya,
yaitu sampai pada batas-batas yang telah dijelaskan nash-nash syara’ yang
telah turun.
Seorang Muslim memiliki kesadaran bahwa menegakkan Islam dalam
seluruh aspek kehidupan merupakan kewajiban bagi dirinya dan berdiam diri
terhadap ‘aqidah dan sistem kufur adalah kemaksiatan. Seorang Muslim
menjadikan ‘aqidah Islam sebagai pandangan hidupnya dan syariah Islam
sebagai tolok ukur perbuatannya, menggunakan pandangan Islam ketika
melihat suatu pemikiran, kejadian, ataupun perbuatan.
Setiap pelajaran Islam merupakan pelajaran yang bersifat amaliyah
(praktis) dan berpengaruh, dengan tujuan untuk diterapkan dalam kehidupan
dan dikembangkan di tengah-tengah umat.

28
Merekapun memiliki pola jiwa yang Islami (nafsiyah Islamiyah),
sehingga akan menjadikan kecenderungannya senantiasa mengikuti Islam, serta
menentukan langkah-langkahnya atas dasar Islam. Mereka ridha kepada
sesuatu yang diridhai Allah dan Rasul-Nya, marah dan benci kepada hal-hal
yang membuat Allah dan Rasul-Nya murka. Mereka mendapatkan “celupan”
Islam, menyatu dengan Islam.
Dengan begitu mereka mampu menjadi orang-orang yang pantas dan
layak mengemban dakwah Islam dan mampu memikul beban dakwah. Melalui
aktivitas ini para kader ditempa dengan pemahaman Islam hingga berubah
secara fundamental menjadi kader yang mujahid (pejuang), muta’abbid (ahli
ibadah), mufakkir (pemikir), dan siyasi (politisi). Misalnya, Beliau telah
menjadikan Umar bin al-Khaththab dari seseorang yang pernah mengubur anak
perempuannya hidup-hidup hingga menjadi seseorang yang rela mengorbankan
jiwa dan hartanya demi tegaknya Islam. Umar ra. menjadi seseorang
sebagaimana yang disabdakan Rasulullah Saw., “Tidak ada satu setanpun yang
berjumpa denganmu pada suatu lorong jalan melainkan dia akan mencari
lorong lain yang tidak kamu lalui.” (Shahih Bukhari no.3051)
“dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam pernah
berdo’a:
‫ك بِأَِِب َج إه ٍل أ إَو بِعُ َمَر بإ ِن‬
َ ‫ْي إِلَإي‬
ِ ‫الر ُجلَ إ‬
َّ ‫ب َه َذيإ ِن‬
ِّ ‫َح‬ ِ ِ ‫اللَّه َّم أ‬
ِ‫َعَّز إ‬
َ ‫اْل إس ََل َم بأ‬ ُ
ِ َّ‫اْلَط‬
‫اب‬ ‫إ‬
"Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu di antara kedua orang yang
paling Engkau cintai, Abu Jahal atau Umar bin Khaththab." Ibnu Umar
berkata: "Dan ternyata yang lebih Allah cintai di antara keduanya adalah Umar
bin Khaththab." (Sunan Tirmidzi no.3614)
Para Sahabat menjadi kelompok dakwah atau partai politik (hizb)
ideologis yang secara solid dan berjamaah bergerak, supaya pemikirannya
mewujud dalam realitas kehidupan masyarakat. Dakwah politik ini adalah
amar ma’ruf nahi munkar kepada kekuasaan. Sebuah Hizb ar-Rasul, yang
dibangun dengan serius, cermat dan rapi. Mereka diikat oleh ikatan akidah,
dengan fikrah (pemikiran) dan thariqah (metode) yang sama. Semuanya
tunduk dan taat pada kepemimpinan Nabi Saw. Mereka dipersiapkan sebagai
pilar-pilar yang akan menjadi penopang ketika masyarakat dan Daulah Islam
terbentuk. Dengan demikian bukan hanya Rasulullah Saw. seorang diri yang

29
melakukan dakwah pembinaan tersebut, para Sahabat lain pun mencari dan
membina orang yang baru masuk Islam. Sebagai contoh, Beliau pernah
mengutus Khabbab bin al-Arat untuk mengajarkan al-Qur’an kepada Fathimah
binti al-Khaththab dan suaminya, Said bin Zaid, di rumahnya.
Dari Abu Dzar ra., Rasul Saw. pernah bersabda:

“Hendaklah kamu melakukan amar makruf nahi munkar. Jika tidak


maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara
kalian, kemudian orang-orang yang baik di antara kalian berdo’a dan tidak
dikabulkan.”
Kurang lebih tiga tahun jumlah pengikut Beliau sebelum memasuki
tahap interaksi dengan masyarakat secara terbuka ada sekitar 40 orang. Jika
dirata-rata dalam sebulan hanya ada satu hingga dua orang yang masuk Islam.
Orang yang terakhir masuk Islam di fase ini adalah Umar bin Khattab.
Kemudian merekapun keluar mengumumkan dakwah terang-terangan kepada
orang-orang musyrik. (lihat: Imam al-Hakim, al-Mustadrak ‘alâ ash-
Shahîhayn)

Berkembang

Tanpa kesadaran wajibnya berhukum dan menerapkan hukum Allah


Swt. di segala bidang, Islam yang komprehensif tidak akan pernah bisa
diwujudkan di tengah-tengah masyarakat. Kesadaran inipun tidak akan
mewujudkan peradaban Islam jika hanya dimiliki oleh individu atau
sekelompok individu belaka. Kesadaran ini harus dijadikan sebagai “kesadaran
umum” melalui dakwah yang bersifat terus-menerus. Dari sini maka
perjuangan menegakkan syariah dan Daulah Islam harus berwujud amal
jama’i, mewujudkan Islam sebagai sistem hidup yang akan digunakan untuk
mengatur berbagai urusan dan kemaslahatan umat. Dengan kata lain, harus ada
gerakan Islam yang ikhlas yang ditujukan untuk membina dan memimpin umat

30
dalam perjuangan agung ini. Oleh karenanya, dalam aktivitas penyadaran ini,
mutlak dibutuhkan kehadiran sebuah partai politik ideologi Islam.
Firman Allah Swt.:
ِ ‫اْل ِْي ويأْمرو َن بِالْمعر‬
‫وف َويَْن َه ْو َن َع ِن الْ ُمْن َك ِر‬ ِ ِ
ُْ َ ُ ُ َ َ َْْ ‫َولْتَ ُك ْن مْن ُك ْم أ َُّمةٌ يَ ْدعُو َن إ ََل‬
‫َوأُولَِ َ ُ ُم الْ ُم ْ ِ ُ و َن‬
“Hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyerukan kebajikan
dan melakukan amar makruf nahi mungkar; merekalah orang-orang yang
beruntung” (QS. Ali Imran [3]: 104)
Maksud ayat ini adalah, hendaknya ada kelompok dari umat Islam yang
siap sedia menjalankan tugas tersebut: mendakwahkan Islam dan melakukan
amar makruf nahi munkar. (lihat: Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, QS.
Ali Imran [3]: 104. Lihat juga: Imam Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, QS. Ali
Imran [3]: 104; Imam Suyuthi, Tafsir Jalâlayn, dan kitab-kitab tafsir lainnya)
Setidaknya harus ada sekelompok dari umat Islam yang terus memenuhi seruan
ayat ini.
Imam Ali ash-Shabuni juga menyatakan, “Maksudnya, hendaknya
dirikanlah kelompok dari kalian (umat Islam) untuk berdakwah menuju Allah;
untuk mengajak pada setiap kebajikan dan mencegah setiap kemungkaran.”
(Imam Ali ash-Shabuni, Shafwat at-Tafâsir, 1/221)
Kewajiban berdakwah secara jamâ’i juga didasarkan pada fakta sejarah
perjuangan Rasulullah Saw. dan para Sahabat ra. Nabi Saw. dan para Sahabat
merupakan gambaran faktual perjuangan kolektif. Rasulullah Saw.
berkedudukan sebagai pemimpin bagi kutlah (kelompok) Sahabat di periode
Makkah. Beliau memimpin para Sahabat untuk mengganti kekuasaan sistem
kufur saat itu. (lihat: Ibn Hisyam, As-Sîrah an-Nabawiyyah. Bandingkan pula
dengan Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Ad-Dawlah al-Islâmiyyah, hlm. 13-14)
Berdasarkan kaidah ushul fiqh, mâ lâ yatimmu al-wâjib illâ bihi fahuwa
wâjib (Kewajiban yang tidak bisa sempurna tanpa sesuatu maka sesuatu itu
hukumnya wajib), mendirikan dan bergabung dengan gerakan Islam hukumnya
wajib, yaitu bahwa tanpa gerakan dakwah yang sistematis maka sistem Islam
takkan bisa ditegakkan.

31
Hadits dari Hudzaifah bin al-Yaman:

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian melakukan


amar ma'ruf dan nahi munkar, atau Allah akan mendatangkan siksa dari sisi-
Nya yang akan menimpa kalian. Kemudian setelah itu kalian berdoa, maka
(doa itu) tidak dikabulkan.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

“Wahai segenap manusia, menyerulah kepada yang ma'ruf dan


cegahlah dari yang mungkar sebelum kamu berdo'a kepada Allah dan tidak
dikabulkan serta sebelum kamu memohon ampunan dan tidak diampuni. Amar
ma'ruf tidak mendekatkan ajal. Sesungguhnya para rabi yahudi dan rahib
nasrani ketika mereka meninggalkan amar makruf dan nahi mungkar dilaknat
oleh Allah melalui ucapan nabi-nabi mereka. Mereka juga ditimpa bencana dan
malapetaka. ” (HR. Ath-Thabrani)
Gerakan Islam yang harus dijalankan oleh kaum Muslim adalah
gerakan Islam yang berlandaskan akidah Islam; bukan partai sekularisme,
sosialisme, freemasonry, maupun berpaham kebangsaan/ ashobiyah.
Gerakan/partai Islam itu juga harus bertujuan mengajak manusia menuju Islam
serta syariah Islam, melakukan amar makruf nahi mungkar.

32
Di dalam Tafsir ath-Thabari disebutkan: “Abu Ja‟far menyatakan,
“…yakni adanya jamaah (kelompok) yang menyeru manusia menuju kebaikan
(al-khair), yakni Islam dan syariah Islam yang telah disyariatkan Allah atas
hamba-Nya serta melakukan amar makruf nahi munkar, yakni memerintahkan
manusia untuk mengikuti Nabi Muhammad Saw. dan agamanya yang berasal
dari sisi Allah Swt. dan mencegah kemungkaran; yakni mereka mencegah dari
ingkar kepada Allah serta (mencegah) mendustakan Nabi Muhammad Saw.
dan ajaran yang dibawanya dari sisi Allah…” (Imam ath-Thabari, Tafsîr ath-
Thabari, QS. Ali Imran [3]: 104)
Partai ideologi Islam harus memiliki “masterplan” atau fikrah, yakni
rincian berbagai ide, konsep dan gagasan –berdasarkan dalil-dalil Islam yang
rinci– yang akan ditawarkan sebagai solusi dari berbagai permasalahan
kehidupan. Dengan begitu, ketika kelompok dakwah/partai politik tersebut
berhasil menegakkan kekuasaan Islam, maka konsep tersebut langsung bisa
dilaksanakan (applicable).
Setelah Rasulullah Saw. membina para Sahabat selama 3 tahun, Allah
Swt. memerintahkan Beliau untuk keluar secara terang-terangan (Al-Hafidh
Ibn Jarir at-Thabari, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, Dar al-Fikr, Beirut, t.t. Juz
III, hal. 402) sekaligus partai yang solid dan kuat itu menentang pemikiran-
pemikiran non-Islam serta para elit politiknya yang memberlakukan sistem
aturan kufur kepada masyarakat Makkah.
Hamzah bin „Abdul Muthallib masuk Islam, dan tiga hari kemudian
„Umar bin al-Khatthab juga memeluk Islam. Ini terjadi pada bulan Dzulhijjah,
tahun ke-5 bi’tsah. (Al-„Allamah Shafiyyu ar-Rahman al-Mubarakfuri, ar-
Rahiq al-Makhtum: Bahts[un] fi as-Sirah an-Nabawiyyah ‘ala Shahibiha
Afdhala as-Shalata wa as-Salam, Dar Ihya‟ at-Turats, Beirut, t.t. hal. 89-90).
Jika proses ini berjalan baik maka opini di tengah-tengah masyarakat akan
didominasi oleh opini Islam. Aktivitas membina kader dakwah juga terus
dilakukan untuk terus memantapkan pengemban dakwah yang ada, juga untuk
memperbanyak kuantitas mereka. Dengan itu, proses memahamkan masyarakat
dengan Islam bisa semakin intensif.
Nabi Saw. pernah menyampaikan Islam dengan cara mengumpulkan
masyarakat di Bukit Shafa di mana Beliau langsung terang-terangan
menampakkan risalahnya, menyampaikan kepada mereka bahwa sesungguhnya
Beliau adalah seorang Nabi yang diutus, dan Beliau meminta agar mereka

33
mengimaninya; juga pernah dengan mengundang makan bersama. Ini
merupakan bentuk pembinaan umum (tatsqif jama’i).
Imam al-Bukhari telah mengeluarkan riwayat dari Ibn Abbas ra. ia
berkata:
ِ ِ ِ ‫ا﴿وأَلْت ِذراع‬:‫َل َّم ا َلَن َل ا‬
‫نَّمِباعليهاا صالةاوا سالما‬ ُّ ِ ‫اصع َلداا‬،﴾ ‫َل‬ ‫ني‬
‫َل‬ ‫ب‬
‫ر‬‫َل‬ ‫َن‬‫ق‬
‫ْت‬ ‫أل‬
‫َل‬ ‫اا‬ ‫ك‬
‫َل‬ ‫ت‬
‫َل‬‫ري‬ ‫ش‬
‫َل ْت َل ْت َل َل‬
ِ ُ‫ي»ا–اِبط‬ ‫اع ِد ٍّيا‬ ِ ِ
‫شا–ا‬ ‫وناقَُنَلريْت ٍر‬ ُ ‫ايَل ابَلِ َل‬،‫ا«يَل ابَلِ اف ْت ٍرر‬:‫افَل َلج َلع َللايَنُنَل دي‬، ‫ص َلف‬ ‫َلعلَلىاا َّم‬
‫ا‬،‫اه َلو‬ ِ‫اَيْترجاأَلرسلارس اوًلا‬ ِ ‫ح َّمَّتااجتَل عواافَلجعلاا َّمرجلاإِ َلذ َل‬
ُ ‫ام‬ ‫ااَلْتايَل ْتستَلط ْتعاأ ْتَلن َل ُ َل ْت َل َل َل ُ َل َل َل‬
‫ر‬ ‫ظ‬
ُ ‫ن‬
‫ْت‬ ‫َن‬‫ي‬ ُ ُ ‫َل ْت َل ُ َل َل َل‬
ُ ‫اخْتي االابِ َلو ِادياتُِر‬
‫يدا‬ ‫َلن َل‬‫َلخبَلَنْترتُ ُك ْتماأ َّم‬
‫ا«أ َلَلرأَليْتَنتَل ُك ْتماَل ْتواأ ْت‬:‫افَلَن َل َلاا‬،‫ش‬ ‫فَل َلج اَلاأَلبُوا َلَل ٍر َلاوقَُنَلريْت ٌش‬
‫ا‬، ‫اص ْتدقا‬ِ ‫كاإَِّمًل‬ ِ ‫اأَل ُكْتنتمام‬،‫أ ْتَلناتُغِرياعلَلي ُكم‬
‫اعلَلْتي َل‬
‫اجَّمربْتَننَل َل‬
‫ام َل‬،‫ا َلَن َلع ْتم َل‬:‫صدِّق َّمي؟»اقَل ُوا‬ ‫َل َل ْت ْت ُ ْت ُ َل‬
‫كا‬ ‫اتَلَنبًّ اَل َل‬:‫يد»افَلَن َل َلااأَلبُوا َلَل ٍرا‬ ‫ااا َل ِد ٍرا‬ ‫اع َلذ ٍر‬ ‫نيايَل َلد ْتي َل‬
ِ
‫ا«فَلِ ِّ ا َلذ ٌشيراَل ُك ْتمابَلَن ْت َل‬:‫قَل َلاا‬
ِ ِ ِ
‫اعْتنهُا‬
‫ام اأ ْتَلغ َلَن َل‬ ‫ا﴿تَلَنبَّم ْت ايَل َلدااأَِلِبا َلَل ٍر َلاوتَل َّم َل‬:‫اأَل َلَلذاا َلَل ْتعتَلَننَل ؟افَلَننَلَنَلَل ْتا‬،‫َلس اَلراا يَلَن ْتوم‬
.﴾ ‫اك َلس‬ ‫َلم ُهُ َلاوَلم َل‬
“Ketika turun ayat (artinya) “Dan berilah peringatan kepada kerabat
terdekatmu” (TQS. Asy-Syu’araa’: 214), Nabi Saw. naik ke bukit Shafa, dan
Beliau mulai menyeru: “Wahai Bani Fihrin, wahai Bani Adi –untuk satu marga
Quraisy- sehingga mereka berkumpul, dan jika seorang laki-laki tidak bisa
keluar dia mengirim utusan untuk melihat apa itu. Lalu datanglah Abu Lahab
dan Quraisy, maka Beliau bersabda: “Bagaimana pendapatmu seandainya aku
beritahukan bahwa pasukan ada di lembah ingin menyerang kalian, apakah
kalian membenarkanku?” Mereka berkata: “Benar, kami tidak punya
pengalaman denganmu kecuali engkau jujur.” Beliau bersabda: “Aku memberi
peringatan kepada kalian di depan azab yang pedih.” Maka Abu Lahab
berkata: “Celakalah kamu sepanjang hari, apakah untuk ini engkau
mengumpulkan kami?” Maka turunlah ayat (artinya): “Binasalah kedua tangan
Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya
harta bendanya dan apa yang ia usahakan.” (TQS. al-Masad [111]: 2)
Imam Muslim telah mengeluarkan dari Ibn Abbas, ia berkata:

34
‫ك ِامْتنَن ُه ُما‬ ِ ‫ا‬:ُ‫َ َّم ا ََن َ ا ِ ِا ْتا ا‬
َ َ‫اوَرْت ط‬،﴾ َ ‫ني‬ َ ِ‫كا ْتْلَقْتَنَرب‬َ َ‫اع ِش َريت‬
َ ‫﴿وأَْت ْتر‬ َ َ َ ‫َ ْت‬
‫ا‬:‫ا ََن َهَ َا‬، َ ‫ل‬ ‫ا َ َر َ َار ُ ُوا اِاععليا لصالاو لصالا َ َّم ا َ ِ َ ا َّم‬،‫ني‬ ِ
َ ‫ْت ُ ْت عَل‬
‫ا‬،‫ا َ ْتجَ َ ُ اإَِْتل ِي‬، ٌ ‫ا ُُمَ َّم‬: ُ َ‫ا َم ْتنا َ َ ا َّم ِيا ََن ْتهِ ُ ؟اق‬: ُ ‫ا ََن َق‬،»‫« َ ا َ َ َ ْتا‬
‫ا َ ابَِِنا‬،‫ف‬ ٍ َ‫ا اب ِِناع ِامن‬،‫ا اب ِِنا َُص ٍن‬،‫ا اب ِِنا َُص ٍن‬،‫ا« اب ِِنا َُص ٍن‬:‫ََن َق َاو‬
َ ‫َ َ َْت‬ َ َ َ َ َ َ
‫اَتْتُر ُ ا‬
َ ‫َنا َ ْتل اص‬ ‫ا«أ ََرأَْتَنَ ُك ْتماَ ْت اأَ ْت ََنْترتُ ُك ْتماأ َّم‬:‫ا ََن َق َاو‬،‫ا َ ْتجَ َ ُ اإَِْتل ِي‬،»‫َعْت ِا ْت ُ طَّمعِ ِا‬
‫ا‬:‫اقَ َاو‬، ‫كا َك ِبا‬ َ ‫اععَْتل‬ َ َ‫اجَّمربْتَنن‬
َ ‫ا َم‬: ُ َ‫ل ِّق َّمي؟»اق‬
ِ ‫اأَ ُكْتن مام‬،‫بِل ْت ِحا َ ا ْتْل ِل‬
َ ُ ‫ُ ْت‬ ََ َ َ
ٍ ِ ٍ َ ‫« َِ ِّ ا َ ِ راَ ُكمابَننيا َ ياع‬
‫كاأ ََم ا‬ َ َ‫اتََنًّ ا‬:‫ا ََن َق َواأَبُ ا ََ ٍا‬:‫اقَ َاو‬،»‫اا َ ا‬ َ ‫ٌ ْت َ ْت َ َ ْت‬
‫ا َك َ ا‬، ‫اُثَّماقَ َالا ََننََنََ ْت ا َ ِ ِا ُّل َرالُاتََنَّم ْت ا َ َ اأَِِبا ََ ٍ َاوقَ ْت اتَ َّم‬، ُ ََِ ‫ََجَ ْت ََننَ اإَِّمَّلا‬
.ِ‫َع َ ُ اإِ َ ا ِ ِرا ُّل َراال‬ ‫قََنَرأَا ْتْل ْت‬
“Ketika turun ayat (artinya): “Dan berilah peringatan kepada kerabatmu yang
terdekat” dan tokoh-tokohmu di antara mereka yang ikhlas. Rasulullah Saw.
keluar hingga Beliau naik ke bukit Shafa dan berteriak: “Wahai pagi”. Mereka
berkata: “Siapa yang berteriak itu?” Mereka mengatakan: “Muhammad.” Lalu
mereka berkumpul kepada Beliau. Maka Beliau bersabda: “Ya bani fulan, ya
bani Fulan, ya bani Fulan, ya bani Abdu Manaf, ya bani Abdul Muthallib.”
Mereka pun berkumpul kepada Beliau. Lalu Beliau bersabda: “Bagaimana
pendapat kalian seandainya aku beritahukan bahwa sepasukan berkuda keluar
di balik gunung ini apakah kalian membenarkan aku?” Mereka menjawab:
“Kami tidak punya pengalaman denganmu kecuali engkau benar.” Beliau
bersabda: “Maka aku memberi peringatan kepada kalian di depan azab yang
sangat pedih.” Ibn Abbas berkata: “Maka Abu Lahab berkata: “Celakalah
kamu, apakah engkau mengumpulkan kami untuk ini?” Kemudian turun surat
ini “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.
Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan.”
(TQS. al-Masad [111]: 2) Demikianlah al-A’masy membaca surat ini hingga
akhir surat.

35
‫)‪Ahmad bin Yahya bin Jabir bin Dawud al-Baladzuri (w. 279 H‬‬
‫‪meriwayatkan dalam kitabnya “Jamal bin Ansâb al-Asyrâf” ia berkata:‬‬
‫‪“Muhammad bin Sa’ad dan al-Walid bin Shalih telah menceritakan kepadaku‬‬
‫‪dari Muhammad bin Umar al-Waqidi dari Ibn Abiy Sabrah dari Umar bin‬‬
‫‪Abdullah dari Ja’far bin Abdullah bin Abi al-Hakam, ia berkata:‬‬
‫ِ‬
‫ني﴾‪ ،‬ا ْشتَ َّد‬ ‫ك ْاْلَقْ َربِ َ‬‫﴿وأَنْذ ْر َع ِش َريتَ َ‬‫َِّب عليو الصالة والسالم َ‬ ‫ت َعلَى النِ ِّ‬ ‫لَ َّما نََزلَ ْ‬
‫ول اللَّ ِو عليو الصالة والسالم ‪،‬‬ ‫ك علَي ِو وض َ ِ‬ ‫ِ‬
‫َصبَ َح َر ُس ُ‬‫اق بِو َذ ْر ًعا… فَلَ َّما أ ْ‬ ‫َذل َ َ ْ َ َ‬
‫اف‪،‬‬‫ب َ ِ َ ب ِ عب ِد الْم َّلِ ِ ‪ .‬فَحضروا وم هم ِع َّدةٌ ِمن ب ِ عب ِد منَ ٍ‬
‫ْ َ َْ َ‬ ‫َ َُ َ َ َ ُ ْ‬ ‫َ َْ ُ‬ ‫ََ‬
‫ول اللَّ ِو عليو الصالة والسالم‬ ‫َجي ُ ُه ْم َخَْ َسةٌ َوأ َْربَ ُو َن َر ُجال… فَ َج َم َ ُه ْم َر ُس ُ‬ ‫و َِ‬
‫َ‬
‫ُوم ُن بِِو َوأَتَ َوَّك ُل َعلَْي ِو‪َ ،‬وأَ ْش َه ُد أَ ْن‬
‫َْح ُده‪ ،‬وأَستَ ِينُو وأ ِ‬ ‫ال‪ِ ِ ْ « :‬‬ ‫َانِيَةً‪ ،‬فَ َ َ‬
‫اْلَ ْم ُد للَّو أ ْ َ ُ َ ْ ُ َ‬
‫الرااِ َد َ ْ ِذ ُ أ َْىلَوُ‪َ .‬واللَّ ِو‬ ‫ال‪َّ ِ« :‬ن َّ‬ ‫ك لَوُ»‪ َُّ .‬قَ َ‬ ‫ِلَوَ ِ اللَّوُ َو ْ َدهُ َش ِر َ‬
‫َّاس‪َ ،‬ما غررت م َواللَّ ِو‬ ‫ت الن َ‬
‫لَو َك َذبت الن ِ‬
‫َّاس ََجي ًا‪َ ،‬ما َك َذبْتُ ُ ْم‪َ .‬ولَ ْو َغَرْر ُ‬ ‫ْ ُْ َ‬
‫َّاس َكافَّةً‪َ .‬واللَّ ِو‪،‬‬ ‫اصةً َوِ َ الن ِ‬ ‫ول اللَّ ِو ِلَْي ُ ْم َ َّ‬ ‫ِلَوَ ِ ُى َو‪ ِّ ِ ،‬لََر ُس ُ‬ ‫الَّ ِذ‬
‫ُب ِِبَا تَ ْ َملُو َن‪،‬‬
‫اس ُ َّ‬ ‫ِ‬
‫لَتَ ُموتُ َّن َك َما تَنَ ُامو َن‪َ ،‬ولَتُْب َثُ َّن َك َما تَ ْستَ ْي ظُو َن‪َ ،‬ولَتُ َح َ‬
‫ِ‬ ‫ان ِ سانًا وبِ ُّ ِ‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫السوء سوءا‪َ .‬و نَّ َها لَْل َجنَّةُ أَبَ ًدا‪َ ،‬والن ُ‬
‫َّار أَبَ ًدا‪.‬‬ ‫َولَتُ ْجَزُو َّن با ِإل ْ َس ْ َ َ‬
‫ِ‬ ‫َوأَنْتُ ْم ْل ََّو ُل َم ْن أُنْ ِذ ُر»‪ .‬فَ َ َ‬
‫ال أَبُو َال ٍ ‪َ “ :‬ما أَ َ َّ ِلَْي نَا ُم َ َاونَتَ َ‬
‫ك‬
‫ِ‬ ‫صيحتِك‪ ،‬وأَش َّد تَ ِ ِ ِ‬ ‫ِ ِ‬
‫ك‪َ .‬وَى ُؤ ء بَنُو أَبِ َ‬
‫يك‬ ‫صد َ نَا ْلَد ثِ َ‬ ‫ك‪َ ،‬وأَقْ بَ لَنَا لنَ َ َ َ َ ْ‬ ‫َوُمَرافَ َدتَ َ‬
‫َسَرعُ ُه ْم ِ َ َما حت ‪ .‬فامض ملا‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ُْتَم ُو َن‪َ .‬وََِّّنَا أَنَا أَ َ ُد ُى ْم‪َ ،‬غْي َر أَ ِّ َواللَّو أ ْ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫ك‪َ ،‬غْي َر أَ ِّ أَج ُد نَ ْفسي تُ َِّوعُ‬ ‫أمرت بو‪ .‬فو اهلل‪ ،‬أ ََز ُال أَ ُ و ُ َ‬
‫ك َوأ َْمنَ ُ َ‬

‫‪36‬‬
‫”ى َروتَر َركَّط َرمى اْب َرق ْب ُممى‬.‫وى َرَرْب يِلى‬ ‫يِل يِل‬ ‫يِل يِل‬
‫وى َرَر ى َر ى َر َر‬ ‫يِل ى َر َراى يِليى َرْب ى اْب ُم َّط يِل ى َر َّط ىَرُم َر‬
‫اىه يِلذهيِل َرىو اَّط يِلى‬ ‫يِل يِل‬
‫ى“ َر ىبَريِلِنى َرْب ى اْب ُم َّط يِل َر‬:‫َر ًم ىاَر ِّيًم اى َرْبِّيَر ىَريِل ى َرَر ٍب ى َريِل َّط ُمى َر َراى‬
‫ى نى س ت هى يِل َرئيِل ٍبذاى‬.‫اىخ ُمذو ى َرَر ى َر َر ْبيِلى َرِّيْب َرلى ْبَرنى أخذى ى هى ري م‬ ‫اس ْبءَرةُم ُم‬‫َّط‬
.» ‫ى«و هللاىا ى َر ىبَريِلق َر‬: ‫ى َرويِل ْبنى َر َرِّي ْب تُم ُم هُمى ُمتيِلْبتُم ْبىم”ى َرِّي َرق َراىَربُم ىط ا‬.‫ُمايِلْبتُم ْبىم‬
“Ketika turun kepada Nabi Saw. ayat (artinya) “Dan berilah peringatan
kepada kerabat terdekatmu,” hal itu menjadi hal yang berat dan membuat dada
Beliau terasa sempit… ketika pagi hari Rasulullah Saw. mengutus kepada Bani
Abdul Muthallib. Lalu mereka hadir dan bersama mereka sejumlah orang dari
Bani Abdu Manaf, semuanya empat puluh lima orang … lalu Rasulullah
mengumpulkan mereka kedua kalinya. Dan Beliau bersabda: “Segala puji
hanya bagi Allah aku memuji-Nya. Aku meminta pertolongan-Nya dan aku
beriman kepada-Nya dan bertawakal kepada-Nya. Aku bersaksi bahwa tiada
tuhan kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya”. Kemudian Beliau
bersabda: “Sesungguhnya seorang pemimpn tidak membohongi warganya.
Dan demi Allah seandainya aku berdusta kepada seluruh manusia, aku tidak
akan berdusta kepada kalian. Seandainya aku menipu manusia niscaya aku
tidak akan menipu kalian. Demi Allah yang tiada tuhan melainkan Dia,
sesungguhnya aku adalah Rasulullah kepada kalian secara khusus dan kepada
manusia seluruhnya. Demi Allah tidaklah kalian mati seperti kalian tidur, dan
sungguh kalian akan dibangkitkan seperti kalian dibangunkan, dan sungguh
kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kalian perbuat, dan
sungguh kalian diberi balasan atas kebaikan dengan kebaikan dan keburukan
dibalas keburukan. Dan sungguh adalah Surga itu kekal dan Neraka itu kekal.
Dan kalian sungguh adalah orang pertama-tama yang aku peringatkan.” Lalu
Abu Thalib berkata: “Alangkah senang bagi kami membantu dan menyertaimu
dan kami menyambut nasihatmu dan sangat membenarkan pembicaraanmu.
Dan mereka anak bapak moyangmu berkumpul. Melainkan aku adalah salah
seorang dari mereka. Hanya saja aku, demi Allah, yang paling cepat kepada
apa yang engkau sukai. Jalankan apa yang diperintahkan kepadamu. Demi
Allah aku akan terus menjaga dan melindungimu. Hanya saja aku tidak
menemukan diriku suka untuk meninggalkan agama Abdul Muthallib hingga

37
aku mati di atas apa sebagaimana dia.” Kaum itu berbicara lembut. Kecuali
Abu Lahab, ia berkata: “Wahai bani Abdul Muthallib, ini demi Allah adalah
keburukan. Tindaklah dia sebelum dia ditindak oleh selain kalian. Jika kalian
menyerahkan dia saat itu, kalian dihinakan. Dan jika kalian melindunginya
maka kalian diperangi.” Abu Thalib berkata: “Demi Allah sungguh kami akan
melindunginya selama kami ada.”

“Dan katakanlah: "Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang


menjelaskan." (QS. Al-Hijr: 89)
Berbekal wahyu, Beliau dan para Sahabat menyinggahi pasar-pasar,
Baitullah dan tempat-tempat yang sering dituju oleh masyarakat, untuk
mendakwahkan Islam secara terang-terangan; mereka turun ke jalan dalam dua
barisan yang dikepalai oleh Umar ra. dan Hamzah ra., berjalan mengelilingi
Ka’bah menyuarakan Islam.
Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad bin Ishaq bin Musa bin
Mihran al-Ashbahani (w. 430 H) meriwayatkan di dalam kitabnya “Hilyatu al-
Awliyâ’ wa Thabaqâtu al-Ashfiyâ’ dari Ibn Abbas, ia berkata:
‫ أَس ْل لَس َسم‬:‫ “ِض َس ِّي َس ْل ٍء ُتِّي َس ْل َس ُت َسو َس َسا‬:‫َس َسْل ُت ُت َس َس َس ِض َس اُت َسَت َس َسا َسْل ُت‬
‫وا اِض‬ ‫ أَسْل َسن َس ُت ُت‬: ‫َسْلَس ُت َسَتْللِض ِضَس َس َسِض أَسَّي ٍءا ُتَّي َس َس َس اُت َس ْل ِض ِض ْلِض ْل َس ِضا… ل‬
‫ ُته َسو ِضِف َسد ِض ْل َسْل َس ِضم ْل ِضن ْل َسْل َس ِضم ِضْل َس‬: ‫ل ا َس َس ْل أُت ْل ِض‬ ‫ل ل‬
‫ك َس ُت‬ ‫ أَس ْل َسه ُت أ ْلَسن َسَل إِضَس َس إِضَّيَل اُت َس ْلح َس هُت َسَل َس ِض َس‬: ‫ل َس َسَسَسَتْل ُت َّي َس … َسَت ُت ْلل ُت‬ ‫َّي‬
‫ َس َسكَّيَتَس أ ْلَسه ُتل َّي ِض َس ْلكِض َسريًد َسِض َس َسه أ ْلَسه ُتل‬:‫َسن ُتَس َّي ًد َسْل ُت هُت َس َس ُت وُت ُت َس َسا‬
‫َسأَس ْل َسه ُت أ َّي‬
‫وا اِض أَسَس ْللَس َسلَسى ْلْلَس ِّيق إِض ْلن ُتمْلتَتَس َس إِض ْلن َسحِض َس‬ ‫ َس َس ُت َس‬: ‫ َسَت ُت ْلل ُت‬:‫ْل َس ْلل ِض ِض َس َسا‬
:‫تُّتم َس إِض ْلن َسحِض تُت ْلم» َس َسا‬ ‫ِض‬ ‫ِض ِض ِض ِض ِض‬ ‫ « َتلَسى َّي ِض‬:‫َس َسا‬
‫َسَت ْل ل َس ه إ َّي ُتك ْلم َسلَسى ْلْلَس ِّيق إ ْلن ُتم ْل‬ ‫َس َس‬
‫ِض‬ ‫ِض‬
‫ك ِض ْلْلَس ِّيق َستَس ْلخ َسج َّين َسَس ْل ْلجَس هُت ِضِف َس َّي ْل ِض‬
‫ْي‬ ‫َس‬ ‫ُت‬ ‫ َس َسم ِضَل ْل تِض َس ُت َس َّي َسَت َس َس َس‬: ‫َسَت ُت ْلل ُت‬

38
‫ َح ََّّت َد َخ ْلنَا‬،‫ني‬ِ ‫يد الطَّ ِح‬ ِ ‫ لَه َك ِدي ٌد َك َك ِد‬،‫ وأَنَا ِِف ْاْلخ ِر‬،‫ََحزةُ ِِف أَح ِد ِِها‬
ُ َ َ َ َ َْ
‫صْب ُه ْم‬ ِ ‫ فَأَصاب ْت هم َكآبةٌ ََل ي‬،َ‫َل ُريش وإِ ََل ََحْزة‬ ِ ْ ‫ فَنَظَر‬:‫اا‬ ِ ْ‫ال‬
ُْ َ ُْ ََ َ َ ٌ َْ ََّ ‫ت إ‬ َ َ َ ،‫د‬َ َْ
ُ‫ َوفَ َّر َق اهلل‬،‫وق‬ َ ‫وا اهللِ عليه الصالة وال الم يَ ْوَمئِ ٍذ الْ َف ُار‬ ُ ‫ فَ َ َّ ِاِن َر ُس‬،‫ِمثْ لَ َها‬
ِ ‫اا ِّق والْب‬
” ِ ‫اا‬ َ َ َْ ‫ني‬ َ ْ َ‫ب‬
“Aku bertanya kepada Umar ra.: “Karena apa engkau dipanggil al-Faruq?”
Umar menjawab: “Hamzah masuk Islam tiga hari sebelumku. Kemudian Allah
melapangkan dadaku untuk Islam … Aku katakan: “Di mana Rasulullah Saw?”
Saudariku berkata: “Beliau di Dar al-Arqam di bukit Shafa” lalu aku
mendatangi rumah itu… Lalu aku katakan: “Aku bersaksi bahwa tidak ada
tuhan kecuali Allah semata tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.” Umar berkata: “Maka penghuni
rumah itu bertakbir dengan takbir yang bisa didengar oleh orang yang ada di
masjid.” Umar berkata: “Lalu aku katakan: “Ya Rasulullah bukankah kita di
atas kebenaran jika kita mati dan jika kita hidup?” Beliau menjawab: “Benar
dan demi Dzat yang jiwaku ada di genggaman tangan-Nya, sungguh kalian di
atas kebenaran, jika kalian mati dan jika kalian hidup.” Umar berkata: “Maka
aku katakan: “Lalu mengapa kita bersembunyi? Demi Dzat yang mengutusmu
dengan membawa kebenaran, sungguh engkau keluar.” Maka kami keluar
dalam dua barisan, Hamzah di salah satunya dan aku di barisan satunya lagi. …
Sampai kami masuk ke masjid.” Umar berkata: “Maka Quraisy melihat
kepadaku dan kepada Hamzah, dan mereka ditimpa kesedihan yang belum
pernah menimpa mereka. Maka Rasul menyebutkan pada hari itu al-Faruq dan
memisahkan antara kebenaran dan kebatilan.”
Di dalam al-Mustadrak ‘alâ ash-Shahîhayn karya al-Hakim dinyatakan:
… ،‫ َوَكا َن بَ ْد ِريًّا‬،‫ َع ْن َجدِّهِ ْاْل َْرقَ ِم‬،‫َع ْن ُعثْ َما َن بْ ِن َع ْب ِد اللَّ ِو بْ ِن ْاْل َْرقَ ِم‬
َّ ‫آوى فِي َدا ِرهِ ِع ْن َد‬
‫الص َفا َحتَّى‬ َ ‫ول اللَّو صلى اهلل عليو وسلم‬
ِ ُ ‫وَكا َن رس‬
َُ َ

39
‫ َوَكا َن‬،‫ين َر ُج اًل ُم ْسلِ َم ْي ِن‬ ِ ِ َّ‫ْخط‬ ِ
َ ‫آخ َرُى ْم إِ ْس ًَل اما ُع َم ُر بْ ُن ال‬
َ ‫اب تَ َك َاملُوا أ َْربَع‬
ِ ‫…فَ لَ َّما َكانُوا أَرب ِعين َخرجوا إِلَى الْم ْش ِركِين ر‬
،‫ض َي اللَّوُ َع ْن ُه ْم‬ ََ ُ ُ َ َ َْ
“Dari Utsman bin Abdullah bin al-Arqam dari kakeknya al-Arqam, dan ia
Badriyan, dan Rasulullah Saw. berlindung di rumahnya di bukit Shafa sampai
genap empat puluh orang muslim, dan yang terakhir keislamannya adalah
Umar bin al-Khaththab radhiyallâh ‘anhum. Ketika mereka empat puluh orang
mereka keluar kepada orang-orang musyrik…”
Al-Hakim berkata: “ini adalah hadits shahih sanadnya, tetapi al-Bukhari dan
Muslim tidak men-takhrij-nya” dan disepakati oleh adz-Dzahabi.
Dalam Thabaqât al-Kubrâ karya Ibn Sa’ad: ia berkata …. dari Yahya
bin Imran bin Utsman bin al-Arqam, ia berkata; “aku mendengar kakekku
Utsman bin al-Arqam mengatakan:
‫ت َد ُارهُ بِ َم َّكةَ َعلَى‬ ْ َ‫ َوَكان‬،‫َسلَ َم أَبِ ْي َسابِ ُع َس ْب َع ِة‬
ْ ‫ أ‬،‫اْل ْسًلَِم‬ ِْ ‫أَنَا اِبْ ُن َس ْب َع ِة فِي‬
‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم يَ ُك ْو ُن فِ ْي َها أ ََّو َل‬ ِ َّ ‫ و ِىي‬،‫الص َفا‬
َ ‫الد ُار الَّت ْي َكا َن النَّبِ ُّي‬ َ َ َّ
َ‫ال لَْي لَة‬َ َ‫ َوق‬،‫َسلَ َم فِ ْي َها قَ ْوٌم َكثِْي ٌر‬ ِْ ‫َّاس إِلَى‬
ْ ‫اْل ْسًلَِم َوأ‬
ِ ِ ِْ
َ ‫ َوف ْي َها َد َعا الن‬،‫اْل ْسًلَم‬
‫اْلثْ نَ ْي ِن فِ ْي َها‬:
ِْ “ ‫ك‬ ِ ‫اَللَّه َّم أ‬: ‫عم ِر ب ِن‬
َ ‫الر ُجلَْي ِن إِلَْي‬
َّ ‫ب‬ َ ‫اْل ْسًلَ َم بِأ‬
ِّ ‫َح‬ ِْ ‫َع َّز‬ ُ ْ َُ
‫ش ٍام‬َ ‫اب أ َْو َع ْم ُرو بْ ِن ِى‬ ِ َّ‫اب ِم َن الْغَ ِّد فَ َج ”الْ َخط‬ ِ َّ‫اء ُع َمر بْ ُن الْ َخط‬
ُ َ
ِ
‫ت بُ ْك َراة‬ َ ‫ َو َخ َر ُج ْوا م ْن َها فَ َكبَّ ُرْوا َوطَافُ ْوا الْبَ ْي‬،‫َسلَ َم فِي َدا ِر ْاْل َْرقَ ِم‬
ْ ‫فَأ‬
ِ َ‫اْلسًلَِم ظ‬
‫اى ِريْ َن‬ ْ ِْ ‫ت َد ُار ْاْل َْرقَ ِم َد َار‬ ْ َ‫…و ُد ِعي‬
َ
“Aku anak orang ketujuh di dalam Islam, bapakku masuk Islam sebagai orang
ketujuh, rumahnya di Mekah di bukit shafa, dan itu adalah rumah yang Nabi
Saw. ada di situ pada awal Islam, di situ beliau mengajak orang kepada Islam
dan di situ banyak orang telah masuk Islam. Beliau pada satu malam Senin
berdoa: “Ya Allah muliakan Islam dengan salah satu laki-laki yang lebih
Engkau sukai: Umar bin al-Khathab atau Amru bin Hisyam (Abu Jahal).” Lalu

40
Umar bin al-Khathab datang besoknya pagi-pagi lalu dia masuk Islam di rumah
al-Arqam dan mereka keluar dari situ, mereka meneriakkan takbir dan
berthawaf mengelilingi Baitullah terang-terangan dan rumah al-Arqam disebut
Dar al-Islam…”
Ibn Ishaq berkata di as-Sîrah an-Nabawiyyah:

“Umar berkata pada saat demikian: “Demi Allah, sungguh kita dengan Islam
lebih berhak untuk menyeru… dan sungguh agama Allah akan nampak di
Mekah, jika kaum kita ingin zalim terhadap kita maka kita lawan mereka dan
jika kaum kita berlaku fair kepada kita maka kita terima dari mereka.” Lalu
Umar dan sahabat-sahabatnya keluar dan mereka duduk di Masjid. Ketika
Quraisy melihat Islamnya Umar maka jatuhlah (apa yang ada) di tangan
mereka.”
Juga dinyatakan topik dua shaf barisan itu di karya Taqiyuddin al-
Maqrizi dalam Imtâ’ al-Asmâ’; Husain bin Muhammad ad-Diyar Bakri dalam
Tarîkh al-Khamîs fî Ahwâl Anfusi an-Nafîs; Muhammad Abu Syuhbah dalam
as-Sîrah an-Nabawiyyah ‘alâ Dhaw’ al-Qur’ân wa as-Sunnah; Shafiyur-
Rahman al-Mubarakfuri dalam ar-Rahîq al-Makhtûm… dan selain mereka.
Mereka terus mengungkap kebusukan akidah dan pranata Jahiliah.
Akibatnya, Nabi Saw. dan para Sahabat harus menghadapi berbagai macam
penolakan, bantahan, intimidasi dan penindasan dari kaum kafir Quraisy.
Namun, Beliau dan Sahabat terus bersabar hari demi hari hingga tiba
pertolongan Allah Swt. yang telah dijanjikan.
Beliau berupaya menumbuhkan kesadaran umum (al-wa’yu al-âm)
masyarakat tentang kerusakan tatanan Jahiliyah saat itu sekaligus
menumbuhkan harapan dan keyakinan masyarakat terhadap ajaran Islam yang
Beliau dakwahkan. Untuk menumbuhkan kesadaran tersebut Rasulullah Saw.
menempuh beberapa hal secara bersamaan.

41
Pergolakan Pemikiran (ash-Shira’ al-Fikri)
Rasulullah Saw. senantiasa melakukan pergolakan pemikiran terhadap
berbagai ide dan pandangan Jahiliyah, baik berupa pemahaman (mafahim),
tolok ukur (maqayis), maupun keyakinan (qana’at). Beliau mengungkapkan
secara lantang kebathilan konsep ketuhanan kaum kafir.
“dari Rabi'ah bin 'Abbad berkata; saya melihat Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam di Dzil Majaz, menyeru orang-orang masuk Islam
dan di belakangnya seorang laki-laki berwajah putih bersih dan berkata; jangan
sesekali laki-laki ini menghalangi kalian dari agama nenek moyang kalian."
Saya (Rabi'ah bin 'Abbad) bertanya, siapakah ini?, mereka menjawab,
pamannya, Abu Lahab.” (HR. Ahmad no.15446)
Beliau juga menentang sikap hidup kafir Quraisy yang merasa aib bila
memiliki bayi perempuan hingga mereka harus membunuhnya. Ayat-ayat
Allah juga menyerang para pemimpin dan tokoh Quraisy, memberinya predikat
sebagai orang-orang bodoh termasuk kepada nenek moyang mereka. Pada saat
kaum kafir -yang arogan terhadap ideologi Islam- meminta agar Nabi Saw.
menunjukkan mukjizat seperti para nabi terdahulu, maka dijawab sesuai
wahyu.

“Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak
(pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya
aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-
banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah
pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang
beriman.” (QS. al-A’raf [7] ayat 188)
Partai politik ideologi Islam harus menentang dan menjelaskan
kebathilan segala ide atau pandangan yang lahir dari akidah kufur. Partai
ideologi Islam harus memandang bahwa dirinya wajib menyelamatkan umat

42
manusia seluruhnya dari ide-ide kufur dan syirik meskipun kekufuran dan
kemusyrikan itu menampilkan diri dalam berbagai bentuk dan wajah.
‫] ُيِر ُيي َنوا ْنَنوا ُي ْن ِر ُي وا ُي َنواواِراِرَن ْنْف َن ِروا ِر ْنا[ا‬
“Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut
(ucapan-ucapan) mereka.” (QS. at-Taubah [9]: 32)
Di masa sekarang paham-paham bathil itu contohnya kapitalisme,
sekularisme, pluralisme, sosialisme, liberalisme. Demikian juga terhadap
berbagai ide yang lahir darinya seperti demokrasi, kebebasan HAM, kesetaraan
jender, dan sebagainya. Apabila hal ini dilakukan secara terus-menerus maka
masyarakat akan dapat memahami kerusakan berbagai sistem aturan yang
bersumber dari ide-ide kufur tersebut.
Pada faktanya kerusakan demi kerusakan akan semakin banyak
dihasilkan oleh sistem yang tidak Islami, hari demi hari masyarakat akan
semakin merasakan dampak buruknya di berbagai bidang. Dengan dakwah
Islam yang politis (siyâsiyah) ideologis (mabda’i) maka masyarakat semakin
dapat memahami dan meyakini keunggulan sistem Islam apabila diterapkan
sebagai solusi wajib.

Perjuangan Politik (al-Kifah as-Siyasi)


Aktivitas al-kifah as-siyasi merupakan aktivitas yang ditujukan untuk
menyikapi realitas politik kekinian yang terjadi pada saat tertentu. Rasulullah
Saw. −sesuai ayat yang diturunkan Allah Swt.− mengkritik kebiasaan
mencurangi timbangan, kebiasaan transaksi riba. Begitu juga dengan kebiasaan
mereka yang menjerumuskan budak wanita dalam pelacuran dilawan oleh
Rasulullah Saw. dengan menyampaikan terang-terangan ayat dari Allah Swt.
Partai ideologi Islam harus menjelaskan bahaya konsep dan tata aturan
non-Islam serta pertentangannya dengan syariah Islam kepada masyarakat.
Masyarakat yang telah menerima Islam tentu rela beramal mendukung
perjuangan mengikuti metode dakwah Rasul Saw. dan akan memberikan
kekuasaan untuk tegaknya sistem Islam. Mereka adalah umat yang mau
bergerak, berjuang dan menuntut perubahan bukan karena emosionalitas
apalagi karena urusan perut melainkan karena keimanan; karena menyadari
bahwa bahwa sistem Islam wajib berkuasa. Mereka menjadikan urusan Islam
sebagai perkara utama dalam hidupnya dan siap ketika harus mengembannya
ke seluruh penjuru dunia.

43
Membongkar Konspirasi (Kasyf al-Khuthath). Rasulullah Saw. sering
menyampaikan wahyu terkait rencana jahat kaum kafir. Beliau, misalnya,
membeberkan rencana jahat para tokoh Quraisy seperti Abu Jahal, Abu Sufyan,
Umayyah ibn Khalaf, dan Walid bin Mughirah yang sering bermusyawarah di
Darun Nadwah.
Jika semua aktivitas itu dilakukan secara intensif dan massif maka,
insyaAllah, taraf berpikir umat akan makin meningkat. Pembelaan dan
dukungan terhadap ideologi Islam beserta para pejuangnya akan semakin
kokoh dan besar. Sebab, di mata umat akan semakin tampak siapa sebenarnya
yang berjuang untuk membebaskan mereka dari kezaliman, kebodohan,
kesesatan.
Semua proses tersebut niscaya akan mendapat tantangan dan halangan
dari pihak-pihak yang tidak ingin sistem Islam tegak. Para penguasa sistem
kufur di Makkah juga melakukan berbagai strategi dan makar -memutar otak
untuk mencari cara yang halus maupun yang paling kasar- untuk menghalangi
tegaknya Islam sekaligus mempertahankan sistem bukan-Islam yang ada, dan
itu berarti mereka rela dengan dampak lestarinya berbagai kerusakan di tengah
masyarakat.
Para elit politik kota Makkah dan sistem hidup mereka terguncang atas
perjuangan Muhammad Saw. dan kelompoknya. Mula-mula mereka
melontarkan isu bahwa Muhammad Saw. adalah orang gila.
Contoh bantahan atas tuduhan palsu mereka:

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Maka


kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir)pun akan melihat;
siapa di antara kamu yang gila.” (QS. Al-Qalam: 4-6)

“Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat


dari jalan-Nya; dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk.” (QS. al-Qalam: 7)

44
“Para utusan Quraisy masuk ke rumahnya (Abu Thalib), di antara
mereka terdapat Abu Jahal. Mereka mengatakan: “Wahai Abu Thalib,
keponakanmu telah mencela tuhan-tuhan kami, ia mengatakan begini dan
begitu, serta berbuat seperti ini dan seperti itu, maka panggil dan laranglah ia!”
… “Abu Thalib berkata: “Wahai keponakanku, sesungguhnya kaummu
mengadukanmu, mereka menuduh bila dirimu telah mencela tuhan-tuhan
mereka sambil mengatakan begini dan begini, serta berbuat seperti ini dan ini.”
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Wahai pamanku, aku
hanya menginginkan dari mereka satu kalimat saja, yang dengannya orang-
orang Arab beragama dan dengannya orang-orang asing (kafir) mengeluarkan
jizyah pada mereka.” Mereka berkata; “Kalimat apakah itu?” Beliau bersabda:
“Laa ilaaha illallah.” (HR. Ahmad no.3244)
Juga disebutkan: “Abu Thalib berkata: "Wahai keponakanku, kau ada
perlu dengan kaummu? Beliau menjawab: “Sesungguhnya aku menginginkan
satu kalimat mereka yang dijadikan agama oleh bangsa arab, dan orang non-
arab (yang kafir) akan membayar jizyah kepada mereka." Abu Thalib bertanya:
“Satu kalimat?” Beliau menjawab: "Satu kalimat." Beliau bersabda: "Wahai
paman, ucapkan: Laa ilaaha illallah,” Abu Isa berkata: Hadits ini hasan
shahih.” (HR. Tirmidzi no.3156)
Kaum musyrik menganggap Islam aneh, tidak sesuai keumuman.

“Mengapa ia (Muhammad) menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja?


Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS.
Shaad: 5)

“Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata): "Pergilah kamu


dan tetaplah (menyembah) tuhan-tuhanmu,” (QS. Shaad: 6)

45
“Maka mereka akan bertanya: "Siapa yang akan menghidupkan kami
kembali?" Katakanlah: "Yang telah menciptakan kamu pada kali yang
pertama." Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu
dan berkata: "Kapan itu (akan terjadi)?" Katakanlah: "Mudah-mudahan waktu
berbangkit itu dekat,” (QS. Al-Isra’: 51)

“Dan mereka berkata: "Mengapa al-Qur’an ini tidak diturunkan kepada seorang
pembesar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini?” (QS. Az-Zukhruf:
31)

“Mengapa al-Qur’an itu diturunkan kepadanya di antara kita?" Sebenarnya


mereka ragu-ragu terhadap al-Qur’an-Ku, dan sebenarnya mereka belum
merasakan azab-Ku.” (QS. Shaad: 8)
Beliau juga dituduh sebagai penyihir yang bisa memecah-belah bangsa
Arab. Tujuannya, agar orang-orang Arab tidak mendekati, apalagi
mendengarkan kata-kata Muhammad.

“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan


(rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: “Ini adalah
seorang ahli sihir yang banyak berdusta.” (QS. Shaad: 4)

46
“dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): "Sesungguhnya kamu akan
dibangkitkan sesudah mati", niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata:
"Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.” (QS. Hud: 7)

“Bahkan mereka berkata (pula): "(al-Qur’an itu adalah) mimpi-mimpi yang


kalut, malah diada-adakannya, bahkan dia sendiri seorang penyair, maka
hendaknya ia mendatangkan kepada kita suatu mukjizat, sebagaimana rasul-
rasul yang telah lalu diutus.” (QS. Al-Anbiya’: 5)

“Maka hendaklah mereka mendatangkan kalimat yang semisal al-Qur’an itu


jika mereka orang-orang yang benar.” (QS. Ath-Thuur: 34)
Tuduhan-tuduhan semacam itulah jenis ujian yang ringan yang dialami
Baginda Rasulullah Saw. dan para Sahabat.
Tatkala para pembesar Quraisy melihat bahwa Muhammad tidak
berpaling sedikitpun dari jalannya, para pengikutnya tetap menjadi penjaga
yang terpercaya untuk Islam, tidak takut di jalan Allah terhadap celaan orang-
orang yang suka mencela; mereka lalu berpikir keras untuk membenamkan
dakwah Muhammad Saw. dengan berbagai cara. Secara ringkas ada empat cara
yang mereka lakukan: mengolok-olok, mendustakan dan melecehkan Rasul;
membangkitkan keragu-raguan terhadap ajaran Rasul dan melancarkan
propaganda dusta; menentang al-Qur’an dan mendorong manusia untuk
menyibukkan diri menentang ayat-ayat al-Qur’an; menyodorkan beberapa
bentuk penawaran agar Rasul mau berkompromi, yang tujuan akhirnya adalah
menyimpangkan bahkan menghentikan perjuangan Beliau. (lihat: Syaikh
Shafiy ar-Rahman al-Mubarakfuri, ar-Rahîq al-Makhtûm)

47
Para elit politik Makkah mendatangi Rasul dan menawarkan kepadanya
dunia, harta dan kekuasaan agar Rasul Saw. bersedia meninggalkan seruannya.
Dan mereka gagal.

“Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah).


Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap
lunak (pula kepadamu). (QS. al-Qalam: 8-9)

“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang dzalim, yang


menyebabkan kamu disentuh api Neraka, dan sekali-kali kamu tiada
mempunyai seorang penolongpun selain Allah, kemudian kamu tidak akan
diberi pertolongan.” (TQS. Hud [11]: 113)
“Ketika menjelang wafatnya Abu Tholib, Rasulullah
Shallallahu'alaihiwasallam mendatanginya dan ternyata sudah ada Abu Jahal
bin Hisyam dan 'Abdullah bin Abu Umayyah bin Al Mughirah. Maka
Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam berkata, kepada Abu Tholib: "Wahai
pamanku katakanlah laa ilaaha illallah, suatu kalimat yang dengannya aku
akan menjadi saksi atasmu di sisi Allah." Maka berkata, Abu Jahal dan
'Abdullah bin Abu Umayyah: "Wahai Abu Thalib, apakah kamu akan
meninggalkan agama 'Abdul Muthalib?" Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam terus menawarkan kalimat syahadat kepada Abu Tholib dan bersamaan
itu pula kedua orang itu mengulang pertanyaannya yang berujung Abu Tholib
pada akhir ucapannya tetap mengikuti agama 'Abdul Muthalib dan enggan
untuk mengucapkan laa ilaaha illallah.” (Shahih Bukhari no.1272)

“Dan mereka berkata: "Jika kami mengikuti petunjuk bersama kamu,


niscaya kami akan diusir dari negeri kami.” (QS. Al-Qashash: 57)

48
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya
akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta
merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-
ayat Kami; mereka itu tempatnya ialah Neraka, disebabkan apa yang selalu
mereka kerjakan.” (QS. Yunus: 7-8)
Fitnah dan ujian pernah dilakukan terhadap Baginda Nabi Saw. oleh
Abu Lahab dan istrinya; Abu Jahal dan istrinya; Uqbah bin Abi Mu'aith, Ubay
bin Khalaf, Umayyah bin Khalaf. Salah seorang dari mereka pernah melempar
Nabi Saw. dengan isi perut hewan sembelihan saat Beliau sedang shalat.
“dari Ibnu Abbas, ia berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah
melakukan shalat, kemudian Abu Jahl datang dan berkata; bukankah aku telah
melarangmu melakukan hal ini? bukankah aku telah melarangmu melakukan
hal ini? bukankah aku telah melarangmu melakukan hal ini? Kemudian Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam pergi dan Beliau membentaknya, lantas Abu Jahl
katakan; "Engkau tahu bahwa tidak ada yang mempunyai komunitas bicara
lebih banyak daripadaku." Maka Allah menurunkan ayat (artinya): “Maka
biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami akan
memanggil malaikat Zabaniyah." (QS. Al-'Alaq: 17-18),” Ibnu Abbas berkata;
demi Allah apabila ia memanggil golongannya niscaya ia akan disiksa malaikat
Zabaniyah Allah.” (HR. Tirmidzi no.3272)
“dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, mengenai kutipan ayat
(artinya): "Kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah" (QS. Al-„Alaq: 18), ia
berkata: “Abu Jahl berkata: “Apabila aku melihat Muhammad sedang
melakukan shalat niscaya akan aku injak lehernya. Kemudian Nabi shallallahu
'alaihi wasallam berkata: "Seandainya ia melakukannya niscaya para Malaikat
akan menyambarnya dengan jelas." (Sunan Tirmidzi no.3271)
“dari 'Abdullah bin Mas‟ud radhiallahu 'anhu berkata: "Ketika
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sedang sujud (di dekat Ka‟bah), di
sekeliling Beliau ada orang-orang Musyrikin Quraisy lalu datang 'Uqbah bin

49
Abi Mu'ayth datang dengan membawa jeroan (isi perut) hewan sembelihan lalu
meletakkannya pada punggung Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan Beliau
tidak mengangkat kepala Beliau hingga akhirnya datang Fathimah
Alaihissalam membuangnya dari punggung Beliau dan berseru memanggil
orang yang telah melakukan perbuatan itu. Kemudian Beliau berdo'a: "Ya
Allah, aku serahkan (urusan) para pembesar Quraisy kepada-Mu. Ya Allah aku
serahkan (urusan) Abu Jahal bin Hisyam, 'Utbah bin Rabi'ah, Syaibah bin
Rabi'ah, 'Uqbah bin Abu Mu'aith, Umayyah bin Khalaf atau Ubay bin Khalaf
kepada-Mu." Dan sungguh aku melihat mereka terbantai dalam perang
Badar...” (Shahih Bukhari no.2948)
Semua itu dialami Baginda Rasulullah Saw., betapapun mulianya
kedudukan Beliau dan betapapun agungnya kepribadian Beliau di tengah-
tengah masyarakat.
Karena itu, wajar jika para Sahabat Beliau, apalagi orang-orang lemah
di antara mereka, juga mendapat banyak gangguan atau siksaan, yang tak kalah
kejam dan mengerikan.
Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhu: … “Abu
Jahal berkata; "Wahai Abu Shafwan (Umayyah bin Khalaf), siapakah orang
yang bersamamu ini?" Umayyah berkata; "Dia adalah Sa'ad (Sa'ad bin
Mu'adz)" Abu Jahal berkata kepada Umayyah: "Mengapa kamu biarkan dia
thawaf dengan aman. Sungguh kalian telah membantu orang yang keluar dari
agamanya dan kalian juga telah berjanji untuk menolong dan membantu.
Sungguh demi Allah, kalau kamu bukan bersama Abu Shafwan, kamu tidak
akan bisa kembali kepada keluargamu dengan selamat." Maka Sa'ad berkata
kepadanya dengan meninggikan suaranya; "Demi Allah, seandainya engkau
menghalangiku thawaf pasti aku akan menghalangimu mengambil jalan ke
Madinah dengan cara yang lebih keras." Umayyah berkata kepada Sa'ad:
"Jangan kamu tinggikan suaramu di hadapan Abu Al Hakam (Abu Jahal)
karena dia adalah pembesarnya penduduk lembah ini (Makkah)." Sa'ad
berkata; "Biarkanlah kami, wahai Umayyah. Demi Allah, sungguh aku telah
mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda (bahwa):
sesungguhnya mereka (kaum Muslimin) akan memerangi kamu." Umayyah
bertanya; "Di Makkah?" Sa'ad menjawab: "Aku tidak tahu." Hal ini membuat
Umayyah sangat kaget. … “(akhirnya) Allah membunuhnya di medan perang
Badar.” (Shahih Bukhari no.3656) Abu Jahal dan Ummayah terbunuh di
perang Badar.

50
Bilal bin Rabbah pernah disiksa secara kejam oleh Umayah bin Khalaf
al-Jamhi. Bilal dibaringkan di bawah terik matahari dalam kelaparan,
kemudian sebuah batu besar diletakkan di dadanya.
Hal yang sama menimpa keluarga Yasir ra., bahkan lebih tragis. Abu
Jahal menyeret mereka ke tengah padang pasir yang panas membara dan
menyiksa mereka dengan kejam. Yasir ra. meninggal dunia ketika disiksa.
Istrinya, Sumayyah (ibu 'Ammar), juga menjadi syahidah. Siksaan terhadap
Ammar bin Yasir juga semakin keras. (Ibn Hisyam, Sîrah Ibn Hisyam, 1/319;
Muhammad al-Ghazaliy, Fiqh as-Sîrah hlm. 82)
Dakwah Islamnya Nabi Muhammad Saw. dan para sahabat ra.
mengalami berbagai ujian, penindasan, stigmatisasi negatif, hingga
pemboikotan. Beliau “hanya” menyampaikan saja dengan lisan, tanpa
kekerasan (lâ mâaddiyah); menyampaikan akidah dan syariah Islam;
menyampaikan apa yang harus diyakini dan apa yang harus diingkari;
menyampaikan apa yang harus dikerjakan dan apa yang harus ditinggalkan.
Beliau menyerukan La ilaha illaLlah Muhammadur rasuluLlah. Mayoritas
tokoh dan masyarakat Makkah tidak mau mendukung dakwahnya Nabi
Muhammad Saw. dan para Sahabat ra.
Rasulullah Saw. tidak pernah melakukan peperangan sama sekali
sebelum berdirinya negara Islam, yakni Nabi Saw. tidak menjadikan perang
sebagai cara untuk mendirikan negara, bahkan Nabi Saw. melarang hal itu
dengan sangat keras.
Disebutkan dalam Shahīh Al-Bukhāri dari Khabbab bin Al-Arat yang
berkata: “Kami pernah mengadu kepada Rasulullah Saw., ketika itu Beliau
sedang berada di bawah naungan Ka’bah dengan berbantalkan kain selimut
Beliau. Kami berkata: “Apakah tidak sebaiknya Engkau memohonkan
pertolongan buat kami? Apakah tidak sebaiknya engkau berdo’a memohon
kepada Allah untuk kami?”
Beliau bersabda: “Dahulu ada seorang laki-laki dari ummat sebelum kalian,
dibuatkan lubang di tanah untuknya lalu ia dimasukkan di dalamnya, lalu
diambilkan gergaji, kemudian gergaji itu diletakkan di kepalanya lalu ia
dibelah menjadi dua, namun hal itu tidak menghalanginya dari agamanya. Dan
ada lagi yang disisir dengan sisir dari besi mengenai tulang dan urat di bawah
dagingnya, namun hal itu tidak menghalanginya dari agamanya. Demi Allah,
sungguh urusan (sistem Islam) ini akan sempurna sehingga orang yang
mengendarai unta berjalan dari Shan’a ke Hadhramaut, tidak ada yang

51
ditakutinya melainkan Allah, atau terhadap serigala atas kambing-kambingnya,
akan tetapi kalian sangat tergesa-gesa.”
Juga disebutkan dalam Tafsīr Ibnu Katsīr dari Ibnu Abbas bahwa Abdul
Rahman bin Auf dan para sahabatnya datang kepada Nabi Saw. di Makkah dan
berkata: “Wahai Rasulullah, kami dahulu berada dalam kemuliaan padahal
kami orang-orang musyrik, kemudian tatkala kami beriman kami menjadi
hina.” Beliau bersabda: “Sesungguhnya aku diperintahkan untuk memberi
maaf, maka janganlah memerangi mereka.”
Di zaman itu problem sosial-ekonomi sama seperti sekarang. Kaum
Muslim saat itu bahkan pernah diboikot oleh kafir Qurays selama sekitar tiga
tahun lamanya. Namun, Nabi Saw. tidak mengubah aktivitas dakwahnya
dengan bermanis muka, memberantas kemiskinan terlebih dahulu,
memberantas buta huruf terlebih dahulu, tidak menyinggung sistem kufur,
berbasa-basi, berpura-pura, berkompromi demi mendapat ridhanya para
pembesar kafir Qurays. Sama sekali Rasulullah Saw. tidak pernah terlibat
dalam musyawarah para pejabat musyrik Quraisy di Darun-Nadwah. Beliau
juga tidak pernah mengkompromikan risalah Islam dengan keinginan mereka.
Syara’ memang tidak membolehkan mengambil sarana yang haram untuk
memenuhi suatu kewajiban. Beliau tidak menoleh sedikitpun, kecuali kepada
risalah Islam, tanpa senjata apapun kecuali keyakinannya yang amat mendalam
terhadap risalah Islam yang dibawanya.
Patut dicatat, bahwa Beliau Saw. tetap teguh tidak mau sedikitpun
berkompromi dengan sistem kufurnya para petinggi Makkah meskipun dengan
begitu akibatnya Beliau dan para Sahabat menghadapi penindasan, syariah
Islam sedikitpun tidak bisa diberlakukan dalam pemerintahan, jajaran penguasa
musyrik terus menjalankan hukum-hukum kufur, dan mayoritas penduduk
Makkah tetap musyrik.
Jika umat Islam tidak bersabar dengan metode yang sahih maka
perjuangan dakwah Islam tidak akan berhasil menang dengan pertolongan
Allah Swt.

“Jika mereka mendurhakaimu maka katakanlah: "Sesungguhnya aku


tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Asy-
Syu’araa: 216)

52
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang nyata,
orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami berkata:
"Datangkanlah al-Qur’an yang lain dari ini atau gantilah dia." Katakanlah:
"Tidaklah patut bagiku menggantinya dari pihak diriku sendiri. Aku tidak
mengikut kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Sesungguhnya aku takut
jika mendurhakai Tuhanku kepada siksa hari yang besar (kiamat).” (QS.
Yunus: 15)

“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang


telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong
terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi
sahabat yang setia.” (QS. Al-Isra’: 73)

“Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu,


akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang
dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allah kepada mereka.
Tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allah.

53
Dan sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul
itu.” (QS. Al-An’am: 34)

“Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana


diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan
janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan.” (QS. Hud: 112)

“Mereka memikirkan tipudaya. Allah menggagalkan tipudaya itu. Allah


adalah sebaik-baik Pembalas tipudaya.” (QS. al-Anfal [8]: 30)
Petinggi yang zalim –berdampak atas orang banyak dengan
kezalimannya– tak layak diikuti dan harus dipahamkan kepada umat
penyimpangannya:

“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina;
yang banyak mencela, yang kian kemari menghambur fitnah; yang banyak
menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa; yang
kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya; karena dia mempunyai
(banyak) harta dan anak.” (QS. Al-Qalam: 10-14)

“Maka serahkanlah (ya Muhammad) kepada-Ku (urusan) orang-orang yang


mendustakan perkataan ini (al-Qur’an). Nanti Kami akan menarik mereka

54
dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan) dari arah yang tidak mereka
ketahui,” (QS. Al-Qalam: 44)
Karena itu, merupakan keharusan untuk menjelaskan dan membongkar
makar, tipudaya dan strategi mereka. Dengan begitu, umat selamat dari makar
mereka dan tidak bisa dijadikan alat oleh mereka. Ini merupakan bagian dari
perjuangan politik (kifâh as-siyasî) yang harus dilakukan.
Meski dakwah politik itu berat dan sungguh tidak mudah, di balik itu
dakwah politik mempunyai keutamaan yang justru tidak sedikit. Mereka yang
melaksanakannya insyaAllah akan mendapat pahala yang agung (tsawab[un]
‘azhim) karena dianggap melakukan jihad yang paling utama (afdhal al-jihad).
Kalaupun sampai mati dalam menjalankan dakwah politik, itu bukan mati
konyol atau mati sia-sia, melainkan mati syahid yang sangat mulia di sisi Allah
Swt. InsyaAllah.
Al-Hafizh Abu Zakariya bin Syarf an-Nawawi dalam Riyaadh ash-
Shaalihiin menyebutkan:
Hadits dari Abu Sa’id al-Khudri ra., Nabi -shallallaahu ‘alayhi wa sallam-,
pernah bersabda:
‫َأْف َأ ُلة ْفاِد َأ ِداة َأ ِد َأ ة َأ ْف ٍل ة ِدْف َأ ة ُل ْف َأ ٍلاة َأ اِدٍلة‬
“Jihad yang paling utama adalah perkataan yang haq kepada penguasa yang
zhalim.” (HR. Imam at-Tirmidzi dalam Bab. al-Fitan No.2175 dan Abu
Dawud)
Hadits dari Abu Abdullah Thariq bin Syihab al-Bajali bahwa seorang pria
bertanya kepada Nabi -shallallaahu ‘alayhi wa sallam-: “Jihad apa yang paling
utama?” Nabi -shallallaahu ‘alayhi wa sallam- menjawab:
‫َأ ِد َأ ُلة َأ ٍّق ة ِدْف َأ ة ُل ْف َأ ٍلاة َأ اِدٍلة‬
“Perkataan yang haq di hadapan penguasa yang zhalim.” (Imam an-Nasa’i
meriwayatkannya dalam Bab Fadhl Man Takallama bil Haq ’Inda Imaam
Jaa’ir; Imam al-Mundziri menyatakan dalam at-Targhiib bahwa sanad hadits
ini shahih (Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan at-Tirmidz, al-Hafizh al-
Mubarakfuri, juz. VI/ hlm. 396)
Menjelaskan hadits ini, Dr. Mushthafa al-Bugha menuturkan:
“Sesungguhnya perbuatan menyuruh kepada yang ma’ruf dan melarang dari
yang mungkar di hadapan penguasa yang zhalim termasuk seutama-utamanya
jihad, karena perbuatan tersebut menunjukkan sempurnanya keyakinan

55
pelakunya, di mana ia menyampaikannya di hadapan penguasa yang zhalim
nan otoriter dan ia tak takut terhadap kejahatan dan penindasannya, bahkan ia
menjual dirinya untuk Allah (berkorban demi memperjuangkan agama Allah),
… dan dalam perkara ini terdapat bahaya yang lebih besar ketimbang bahaya
peperangan di medan perang.” (Nuzhat al-Muttaqiin Syarh Riyaadh ash-
Shaalihiin, Dr. Mushthafa al-Bugha dkk., juz. I/ hlm. 216-217)
Dalam riwayat lainnya dari Imam at-Tirmidzi, dari Abu Sa’id al-
Khudri:
‫ِإ ّنا ِإ ْن َأ ْن َأ ِإ ْناِإ َأ ِإا َأ ِإ َأ ُة َأ ْن ٍل ِإْن َأ ُة ْن َأ ٍلا َأ اِإٍل‬
“Sesungguhnya di antara seagung-agungnya jihad adalah menyampaikan
kalimat yang adil di hadapan penguasa yang zhalim.” (HR. At-Tirmidzi)
Al-Hafizh Abu al-A’la al-Mubarakfuri (w. 1353 H) menjelaskan
bahwa: “(‫ )كلمة عدل‬yakni kalimat yang benar sebagaimana dalam riwayat
lainnya dan maksudnya adalah kalimat yang mengandung faidah menyuruh
kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar baik berupa lafazh di
lisan atau yang semakna dengannya seperti tulisan dan yang semisalnya.”
(Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan at-Tirmidzi, al-Hafizh al-Mubarakfuri, juz.VI/
hlm.396)

Menggalang Kekuatan Riil

Kemenangan perjuangan Rasulullah tidak bisa dilepaskan dari usaha


untuk meminta pertolongan (thalabun-nushrah) yang Beliau lakukan pada
tahun ke-8 kenabian, khususnya setelah wafatnya paman Nabi Saw., Abu
Thalib, dan istri tercintanya, Khadijah ra., serta semakin meningkatnya
gangguan dari kaum Quraisy. Itu terjadi di penghujung fase kedua dalam
thariqah (metode) dakwah Rasulullah Saw., yaitu fase interaksi dengan
masyarakat (at-tafa’ul ma’a al-ummah). Thalabun-nushrah kepada ahl al-
quwwah (para pemilik kekuatan riil) ditempuh guna mendapatkan perlindungan
bagi dakwah dan jalan meraih kekuasaan (istilam al-hukmi) bagi penerapan
sistem Islam.
Konsolidasi dua kekuatan, yaitu kekuatan politik partai ideologi Islam
beserta umat di satu sisi, dan kekuatan militer (ahl an-nushrah) di sisi lain,

56
mutlak diperlukan untuk menjamin suksesnya peralihan kekuasaan (istilam al-
hukm) untuk Islam.
Ibnu Saad dalam kitabnya At-Thabaqat, sebagaimana ditulis Ahmad al-
Mahmud dalam kitab Ad-Da’wah ila al-Islam, menyebutkan Rasulullah Saw.
mendatangi tak kurang dari 15 kabilah para pemilik kekuatan riil dan
pengaruh; di antaranya Kabilah Kindah, Hanifah, Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah,
Kalb, Bakar bin Wail, Hamdan, dan lain-lain. Kepada setiap kabilah,
Rasulullah Saw. mengajak mereka masuk Islam sekaligus konsekuensinya
yaitu memberikan nushrah kepada perjuangan dakwah, memberikan kekuasaan
dengan bai’at mereka dan kaumnya kepada Beliau dengan kerelaan dan
kesadaran.
Kabilah-kabilah di luar Makkah biasa datang ke Pasar ‘Ukadz, maka
Beliau Saw. berdakwah juga di sana. Banyak kabilah dari luar Makkah datang
tiap tahun ke Makkah baik yang datang untuk berdagang maupun yang hendak
melakukan ibadah di sekitar Ka’bah, maka Beliau Saw. juga berdakwah di
jalan-jalan dan Mina.
‫ أخرج احلاكم وأبو نعيم والبيهقي عن‬:)220‫ ص‬/7‫جاء يف فتح الباري (ج‬
‫ «ملا أمر اهلل نبيه أن يعرض‬:‫علي بن أيب طالب – رضي اهلل عنه – قال‬
ِّ
‫نفسه على القبائل خرج وأنا معه وأبو بكر إىل مىن» وروى ابن كثًن عن علي‬
‫ «ملا أمر اهلل نبيه أن يعرض نفسه على قبائل العرب‬:‫– رضي اهلل عنه – قال‬
‫خرج وأنا معه وأبو بكر حىت دفعنا إىل جملس من جمالس العرب» والعرض‬
‫على القبائل يعين أن يعرض النيب صلى اهلل عليه وآله وسلم نفسه ودعوته‬
‫ فطلب النصرة هذا‬.‫على رؤساء القبائل ليقدموا احلماية والسند له ولدعوته‬
‫ وإمنا هو حكم شرعي أمر اهلل به نبيه فهو العالج‬،‫ليس جمرد رأي أو أسلوب‬
.‫الشرعي أو الطريقة الشرعية لتحقيق هدف شرعي‬

57
“Disebutkan di dalam Kitab Fath al-Baariy, Juz 7/220: “Imam al-
Hakim, Abu Nu‟aim, dan al-Baihaqiy mengeluarkan sebuah riwayat dari „Ali
bin Abi Thalib ra., bahwasanya ia berkata, “Ketika Allah memerintahkan Nabi-
Nya untuk menawarkan dirinya kepada kabilah-kabilah, maka Beliau dan saya,
dan Abu Bakar keluar menuju Mina.”
“Imam Ibnu Katsir menuturkan riwayat dari Ali bin Abi Thalib ra.,
bahwasanya ia berkata, “Ketika Allah Swt. memerintahkan Nabi-Nya untuk
menawarkan dirinya kepada kabilah-kabilah Arab, maka Beliau dan saya, dan
Abu Bakar keluar, hingga kami berkunjung dari satu majelis ke majelis lain
dari majelis-majelisnya orang Arab.”
“Yang dimaksud dengan [“menawarkan diri kepada para kabilah”]
adalah Nabi Saw. menawarkan dirinya dan dakwahnya kepada pemimpin-
pemimpin kabilah, agar mereka memberikan perlindungan dan dukungan
kepada Beliau dan dakwahnya. Thalabun Nushrah ini, bukanlah sekedar
pendapat atau cara (uslub), akan tetapi ia adalah hukum syariat yang
diperintahkan Allah Swt. kepada Nabi-Nya. Thalabun Nushrah adalah solusi
syar‟iy, atau metode syar‟iy untuk merealisasikan tujuan-tujuan syar‟iy.”
(Syaikh Mahmud ‟Abd al-Karim Hasan, Al-Taghyiir, hal.56)
Dari Jabir bin Abdullah berkata bahwa Nabi
Shallallahu'alaihiwasallam menawarkan dirinya kepada orang-orang pada
musim Haji, dengan bersabda: "Adakah orang yang mau membawaku kepada
kaumnya, karena orang-orang Quraisy telah melarangku untuk menyampaikan
firman Rabb-ku AzzaWaJalla?" (HR. Ahmad no.14659)
“(Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam) mengikuti mereka di tempat
mereka singgah, di pasar, di Majannah, Ukazh dan di tempat mereka singgah di
Mina dengan menyerukan: “Siapa yang memberi perlindungan dan
menolongku sehingga saya dapat menyampaikan risalah-risalah Rabb-ku
AzzaWaJalla, dia akan mendapatkan Surga” (HR. Ahmad no.14126 dari Jabir
bin Abdullah)
Diriwayatkan: “Beliaupun meminta mereka untuk membenarkan
Beliau, dan memberikan perlindungan kepadanya.” (Ibn Hisyam, As-Sirah an-
Nabawiyyah, II/36)
Riwayat dari Az-Zuhri yang dikutip oleh Ibnu Qoyyim:

58
‫وكان ممن يسمى لنا من القبائل الذين أتاهم رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم‬
‫ودعاهم وعرض نفسه عليهم بنو عامر بن صعصعة وحمارب بن حصفة وفزارة‬
‫وغسان ومرة وحنيفة وسليم وعبس وبنو النضر وبنو البكاء وكندة وكلب‬
‫واحلارث بن كعب وعذرة واحلضارمة فلم يستجب منهم أحد‬
“Dan di antara yang disebutkan kepada kami dari nama kabilah-kabilah yang
didatangi Rasulullah Saw., Beliau seru mereka, dan Beliau tawarkan diri
Beliau kepada mereka, adalah: Bani Amir bin Sha‟sha‟ah, Muharib bin
Hashafah, Fazarah, Ghassan, Murrah, Hanifah, Sulaim, „Abas, Bani An-Nadhr,
Bani Al-Baka‟, Kindah, Kalb, Al-Harits bin Ka‟ab, „Adzrah, dan Al-
Hadharamah. Dan tidak satupun dari mereka yang menerima (tawaran Nabi
Saw. tersebut).” (Ibnu Qoyyim Al-Jauziyyah, Zad Al-Ma’ad, juz 3 hal.38)
Disebutkan di beberapa riwayat ada kabilah-kabilah tertentu yang
melakukan negosiasi dari tawaran Rasulullah Saw. tersebut. Di antaranya
adalah Bani „Amir bin Sha‟sha‟ah berikut ini:
‫عن الزهري أن رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم أتى بين عامر بن صعصعة‬
‫فدعاهم إىل اهلل عز وجل وعرض عليهم نفسه فقال له رجل منهم – يقال له‬
‫ ألكلت به‬، ‫ واهلل لو أين أخذت هذا الفىت من قريش‬: – ‫بيحرة بن فراس‬
‫ مث أظهرك اهلل على من‬، ‫ مث قال أرأيت إن حنن بايعناك على أمرك‬، ‫العرب‬
‫ أيكون لنا األمر من بعدك ؟ قال األمر إىل اهلل يضعه حيث يشاء‬، ‫خالفك‬
‫ فإذا أظهرك اهلل كان األمر لغرينا ال‬، ‫فقال له أفتهدف حنورنا للعرب دونك‬
‫ فأبوا عليه‬، ‫حاجة لنا بأمرك‬
“Dari Az-Zuhri, bahwa Rasulullah Saw. suatu ketika mendatangi Bani Amir
bin Sha‟sha‟ah, kemudian menyeru mereka kepada Allah Swt. dan

59
menawarkan diri Beliau kepada mereka, lalu berkata seorang laki-laki dari
mereka –dikenal dengan nama Biharah bin Firas-: “Demi Allah jika aku
mengambil pemuda ini dari tangan suku Quraisy niscaya aku akan memakan
(memerangi) bangsa Arab,” kemudian dia melanjutkan: “Bagaimana
pendapatmu, jika kami membai’atmu atas urusanmu (yang kamu tawarkan) itu
kemudian Allah Swt. memenangkanmu dari siapa-siapa yang menentangmu,
apakah sepeninggalmu urusan itu (kekuasaan) menjadi milik kami?” Nabi Saw.
menjawab: “Urusan itu kembali kepada Allah Swt., Dia akan memberikannya
kepada siapa-siapa yang dikehendaki-Nya.” Kemudian dia berkata: “Apakah
engkau hendak mengorbankan leher-leher kami bagi suku-suku Arab demi
melindungimu, tapi jika Allah memenangkanmu nanti urusan itu diberikan
kepada selain kami, kami tidak butuh pada urusanmu itu,” maka mereka
enggan menerima tawaran tersebut.” (Ibnu Hisyam, As-Siroh An-Nabawiyyah,
juz 1 hal.424-425)
Ibnu Hisyam berkata: Rasulullah berada di tempat-tempat istirahat para
kabilah Arab (pada musim haji) kemudian Beliau bersabda, “Hai Bani Fulan
Aku ini adalah RasulAllah (yang diutus) kepada kalian, yang memerintahkan
kalian agar kalian menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan
sesuatu apapun, dan meninggalkan apa yang kalian sembah selain Dia. Yaitu,
beragam sembahan ini. Hendaklah kalian beriman kepadaku, membenarkan
aku, dan melindungi aku sehingga aku (mampu) menyampaikan dari Allah
apa-apa yang aku diutus dengannya.” (Sirah Ibnu Hisyam bi Syarhi al-Wazir
al-Maghribi, jilid I/285)
Dan Ibnu Hisyam berkata lagi: Itulah yang dilakukan Rasulullah Saw.
setiap kali menemui orang-orang (para kabilah arab). Ketika orang-orang
berkumpul di saat musim haji, Beliau mendatangi dan menyeru mereka untuk
beriman kepada Allah dan kepada Islam, serta menawarkan diri Beliau (untuk
dilindungi) pada mereka dan menjelaskan (pada mereka) hal-hal yang Beliau
bawa dari Allah, berupa petunjuk dan rahmat. Dan apabila Beliau mendengar
seorang ternama dan terhormat datang ke Mekah, pasti Beliau mendatanginya
dan menyerunya kepada Allah, dan menawarkan Islam kepada mereka.
Ibnu Hisyam berkata, bahwa Beliau mendatangi kabilah Kilab di
tempat-tempat istirahat mereka, yang dikenal sebagai Bani Abdillah. Kemudian
Rasulullah menyeru mereka agar beriman kepada Allah Swt. dan menawarkan
diri Beliau pada mereka. Bahkan sampai berkata pada mereka, “Ya Bani
Abdillah, sesungguhnya Allah azza wa jalla telah memberi kebaikan kepada

60
nama bapak kalian.” (Sirah Ibnu Hisyam bi Syarhi al-Wazir al-Maghribi, jilid
I/286)
Meski berulang ditolak, menghadapi berbagai kesulitan, dan kesusahan,
Rasulullah Saw. tetap saja mengusahakan pertolongan kekuatan riil hingga
berhasil setelah sekitar 3 tahun. Rasulullah Saw. tidak berusaha menggantinya
dengan metode lain. Kabilah Tsaqif di Thaif membuat kaki Beliau berdarah-
darah. Satu kabilah lainnya menolak Beliau. Kabilah lainnya memberikan
syarat kepada Beliau. Meski demikian, Beliau terus teguh di atas thariqah yang
telah diwahyukan oleh Allah kepada Beliau. Pengulangan perkara yang di
dalamnya ada kesulitan merupakan qarinah (indikasi) yang jazim (tegas) yang
menunjukkan secara syar’i, bahwa perkara itu adalah fardhu sebagaimana yang
ada dalam ketentuan ushul. (lihat: al-‘Alim ‘Atho bin Kholil, Taisir Al-Wushul
ila Al-Ushul, hlm.21) Thalabun-nushrah merupakan perintah Allah Swt.,
bukan inisiatif Rasulullah Saw. sendiri atau sekadar tuntutan keadaan.
Daulah Islam haruslah ditegakkan dengan benar, secara syar’i, sehingga
menjadi negara yang agung bobotnya, kuat kekuasaannya. Negara yang tidak
di bawah kendali atau dominasi negara lain, mandiri militernya, sanggup
menerapkan Islam di dalam negeri dan mengembannya ke luar negeri dengan
dakwah dan jihad futuhat. Negara yang membuat negara-negara kafir gemetar.
Negara Islam yang dicintai oleh Allah Swt., Rasul-Nya dan kaum Mukmin;
yang memasukkan kebahagiaan di hati kaum Muslim dan memasukkan
kemuliaan di negeri mereka.
Rasulullah akhirnya mendapat kesempatan berbicara dengan
sekelompok yang datang dari Yatsrib (Madinah) ke kota Makkah yang
merupakan sekutu Quraisy. Mereka dipimpin oleh Abu al-Haisar dan Anas bin
Rafi’. Bersamanya ikut sekelompok orang dari Bani Asyhal, termasuk Iyas bin
Mu’adz. Mereka merupakan representasi dari kabilah Khazraj yang merupakan
kabilah Madinah yang kuat dan ahli perang. Kemudian Rasulullah berbicara
dengan sekelompok pemuka Khazraj yang berjumlah 6 orang. Merekapun rela
dengan tugas meyakinkan kaumnya. Sehingga pertolongan/perlindungan
(nushrah) didapatkan melalui mereka.
Patut dicatat, sekelompok dari kabilah Khazraj tersebut mau menerima
dakwah Rasulullah Saw. meskipun mereka mengetahui bahwa Beliau Saw.
beserta gerakannya dipandang sebelah mata oleh mayoritas warga, ditolak,
didustakan, dilarang dan ditindas oleh para petinggi Makkah.

61
Pada tahun berikutnya, mereka kembali menemui Rasulullah Saw.
Jumlah mereka pada saat itu adalah 12 orang. Pada pertemuan itu terjadilah
peristiwa Bai’at Aqabah I.
“'Ubadah bin Ash Shamit adalah sahabat yang ikut perang Badar dan
juga salah seorang yang ikut bersumpah pada malam Aqobah, dia berkata;
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda ketika berada di
tengah-tengah sebagian sahabat:
‫بَايِعُ ِوِن َعلَى أَ ْن ََل تُ ْش ِرُكوا بِاللَّ ِو َشْيئًا َوََل تَ ْس ِرقُوا َوََل تَ ْزنُوا َوََل تَ ْقتُلُوا أ َْوََل َد ُك ْم‬
ٍ ‫ان تَ ْفت رونَو ب ْي أَي ِدي ُكم وأَرجلِ ُكم وََل تَعصوا ِِف معر‬ ٍ
‫وف فَ َم ْن‬ ُْ َ ُ ْ َ ْ ُ ْ َ ْ ْ َ ْ َ ُ ُ َ َ‫َوََل تَأْتُوا بِبُ ْهت‬
ِ ِ
‫ب ِِف الدُّنْيَا فَ ُه َو‬ َ ‫ك َشْيئًا فَعُوق‬ َ ‫اب ِم ْن َذل‬ َ ‫َص‬
ِ
َ ‫َجُرهُ َعلَى اللَّو َوَم ْن أ‬
ِ
ْ ‫َو ََف مْن ُك ْم فَأ‬
‫ك َشْيئًا ُُثَّ َستَ َرهُ اللَّوُ فَ ُه َو إِ ََل اللَّ ِو إِ ْن َشاءَ َع َفا‬ ِ
َ ‫اب ِم ْن ذَل‬ َ ‫َص‬ َ ‫َك َّف َارةٌ لَوُ َوَم ْن أ‬
ُ‫َعْنوُ َوإِ ْن َشاءَ َعاقَبَو‬
“Berbai'atlah kalian kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu
apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kalian, tidak
membuat kebohongan yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian,
tidak bermaksiat dalam perkara yang ma'ruf. Barangsiapa di antara kalian yang
memenuhinya maka pahalanya ada pada Allah dan barangsiapa yang
melanggar dari hal tersebut lalu Allah menghukumnya di dunia maka itu
adalah kafarat baginya, dan barangsiapa yang melanggar dari hal-hal tersebut
kemudian Allah menutupinya (tidak menghukumnya di dunia) maka urusannya
kembali kepada Allah, jika Dia mau dimaafkannya atau disiksanya." Maka
kami membai'at Beliau untuk perkara-perkara tersebut.” (Shahih Bukhari
no.17)
Lalu dikirimlah Mush’ab bin Umair ke kota Madinah untuk membina
orang-orang yang telah memeluk Islam, menyebarluaskan risalah Islam, meraih
dukungan dari tokoh-tokoh kabilah, dan mempersiapkan pondasi masyarakat
untuk membangun peradaban Islam dalam format Daulah Islamiyah. Pada
musim haji tahun berikutnya datang 73 laki-laki dan 2 orang wanita dari
Madinah. Mereka bersedia menyerahkan loyalitasnya hanya kepada Allah dan
Rasul-Nya, serta siap sedia untuk membela dan memperjuangkan risalah Islam

62
dari ancaman musuh-musuh Islam. Peristiwa tersebut dikenal sebagai Bai’at
Aqabah II.
Pada tahun ke-12 kenabian, Rasulullah mendapatkan nushrah dari
kaum Anshar. Kaum yang juga telah dibina itu menyerahkan kekuasaan
mereka di Yatsrib (Madinah) kepada Rasulullah Saw. tanpa syarat. Kaum
Anshar termasuk para petingginya ridha dengan sistem yang diridhai Allah dan
Rasul-Nya serta meninggalkan sistem kufur sepenuhnya.
Keberhasilan thalab an-nushrah ini ditandai dengan peristiwa Bai’at
‘Aqabah I dan II. Bai’at ‘Aqabah I adalah bai’at oleh kaum Anshar untuk
menyatakan keIslaman, disertai dengan segala konsekuensinya, seperti
meninggalkan zina, tidak mencuri, dan sebagainya. Sedangkan Bai’at ‘Aqabah
II adalah bai’at untuk memberikan perlindungan kepada Nabi dan Islam,
sebagaimana melindungi diri, harta dan keluarga mereka. Karena itu, Bai’at II
ini menandai penyerahan kekuasaan dari kaum Anshar kepada Nabi Saw.
secara de yure.
Dari Jabir bin Abdullah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Kalian (kaum Anshor) berbaiat kepadaku untuk
mendengar dan taat baik dalam keadaan semangat maupun malas, dan berinfak
baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Untuk ber-amar ma'ruf dan nahi
munkar. Kalian berkata karena Allah untuk tidak takut karena Allah terhadap
orang yang mencela. Kalian menolongku dan menghalangi (musuh) jika saya
datang kepada kalian sebagaimana kalian melindungi kalian sendiri, istri-istri
kalian dan anak-anak kalian. Niscaya kalian mendapatkan Syurga." (HR.
Ahmad no.13934)
Sebelum kekuasaan Islam terwujud memang telah terjadi pembinaan
Islam yang sangat intensif di tengah-tengah masyarakat Madinah oleh Sahabat
Beliau Saw., Mush’ab bin Umair ra. Akhirnya, Islam menjadi opini umum di
tengah-tengah masyarakat Madinah kurang lebih hanya dalam waktu 1 tahun.
Pada saat itulah, para pemimpin dari suku Aus dan Khazraj akhirnya
memberikan penuh dukungan dan kekuasaannya kepada Nabi Saw. melalui
peristiwa Baiat Aqabah II di Bukit Aqabah. Daulah Islam ditegakkan, dengan
izin Allah, melalui tangan-tangan ksatria yang perdagangan dan jual-beli tidak
bisa melenakan mereka dari mengingat Allah.
Setelah Bai’at Aqabah II itu, Nabi Saw. menyuruh para sahabat untuk
hijrah ke Madinah. Baginda Saw. dengan ditemani Abu Bakar ra. kemudian
menyusul mereka.

63
“dari 'Aisyah radliallahu 'anha, dia berkata, "Abu Bakar pernah
meminta izin kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam untuk hijrah ketika
gangguan (orang-orang Quraisy) semakin menjadi-jadi, lalu Beliau bersabda
kepadanya: "Berdiam saja dulu." Abu Bakar berkata, "Wahai Rasulullah,
apakah anda hendak menunggu perintah (Allah)?" Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Aku berharap hal itu." (Shahih Bukhari no.3784)
Suraqah bin Ju'syam berkata: “Aku berkata kepada Beliau (Saw.):
"Sesungguhnya kaum anda telah membuat sayembara berhadiah atas engkau."
Lalu aku menceritakan kepada mereka apa yang sedang diinginkan oleh orang-
orang atas diri Beliau. Kemudian aku menawarkan kepada mereka berdua
perbekalan dan harta bendaku, namun keduanya tidaklah mengurangi dan
meminta apa yang ada padaku. Akan tetapi Beliau berkata: "Rahasiakanlah
keberadaan kami." (Shahih Bukhari no. 3616) Lalu Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam melanjutkan perjalanan.
Ibnu Syihab berkata; telah mengabarkan kepadaku 'Urwah bin Az
Zubair: “Kaum Muslimin di Madinah telah mendengar keluarnya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam dari Makkah, dan mereka setiap pagi pergi ke
Harrah untuk menyambut kedatangan Beliau sampai udara terik tengah hari
memaksa mereka untuk pulang. Pada suatu hari, ketika mereka telah kembali
ke rumah-rumah mereka, setelah menanti dengan lama, seorang laki-laki
Yahudi naik ke atas salah satu dari benteng-benteng mereka untuk keperluan
yang akan dilihatnya, tetapi dia melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam dan shahabat-shahabatnya berpakaian putih yang hilang timbul
ditelan fatamorgana (terik panas). Orang Yahudi itu tidak dapat menguasai
dirinya untuk berteriak dengan suaranya yang keras: "Wahai orang-orang Arab,
inilah pemimpin kalian yang telah kalian nanti-nantikan." Serta merta Kaum
Muslimin berhamburan mengambil senjata-senjata mereka dan menyongsong
kedatangan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di punggung Harrah.
Beliau berdiri berjajar dengan mereka di sebelah kanan hingga Beliau singgah
di Bani 'Amru bin 'Auf. Hari itu adalah hari Senin bulan Rabi'ul Awwal.”
(Shahih Bukhari no. 3616)
Sesampainya, Beliau disambut sebagai seorang pemimpin dan kepala
negara Islam, de facto. Semuanya ini membutuhkan waktu, karena memang
Nabi Saw. hendak mewujudkan negara, membangun masyarakat dan
peradaban yang luhur nan mulia.

64
Allah Swt. memberikan janji pertolongan-Nya kepada umat Islam yang
berjuang sesuai tuntunan-Nya.
‫َو َوَوَيْن ُص َو َّن اُص َو ْن َوَيْن ُص ُصُص ِإ َّن اَو َوَو ِإ ٌّي َو ِإي ٌزي‬
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al
Hajj: 40)
‫َو َو َّن ْن ُص ِإَّن ِإ ْن ِإ ِإن لَّن ِإ ِإ َّن لَّن َو َو ِإي ٌزي َو ِإ ٌزي‬
“Kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Anfal [8]: 10)
Jadi, thalabun-nushrah adalah ujung dari satu-satunya metode sahih
dalam usaha meraih kekuasaan untuk Islam, karena hal ini ditunjukkan secara
nyata oleh Baginda Rasulullah Saw. dalam perjuangannya.

“Katakanlah, “Kebenaran telah datang dan kebathilan telah lenyap. Sungguh,


kebatilan itu pasti lenyap.” (QS. al-Isra’ [17]: 81)
Tugas umat Islam adalah menyampaikan kebenaran apa adanya. Ketika
kebenaran tampak maka kebathilan akan lenyap. Kebathilan hanya akan
tampak kebathilannya dan akan kalah ketika kebenaran disuarakan dengan
lantang.

“Sebenarnya Kami melontarkan yang haq kepada yang bathil lalu yang haq itu
menghancurkannya, maka dengan serta merta yang bathil itu lenyap. Dan
kecelakaanlah bagimu disebabkan kamu mensifati (Allah dengan sifat-sifat
yang tidak layak bagi-Nya).” (QS al-Anbiya’ [21]:18)
Tanpa amar ma’ruf nahi munkar yang terang maka kebathilan akan
terus merajalela. Diam dari menyatakan kebenaran adalah amalan yang buruk.
Membiarkan kebathilan adalah amalan yang buruk.

65
Harus diingat, thalabun nushrah adalah aktivitas politik, bukan
aktivitas militer. Aktivitas militer bisa dilakukan bersama ahlun-nushrah
setelah terwujud kekuasaan dan kekuatan riil itu bagi Islam. Setelah tegaknya
daulah Islam tentu kekuatan militer menjadi kebutuhan yang wajib untuk terus
diperkuat.

Memenuhi Kewajiban Penerapan Sistem Islam

Telah ada teladan dari Rasulullah Saw. mengenai Penerimaan


Kekuasaan (Istilamil Hukmi) dan Penerapan Sistem Islam secara utuh serta
menyeluruh (Tathbiq Ahkamul Islam), lalu pengembanannya sebagai risalah ke
seluruh penjuru dunia, hingga terus dilanjutkan oleh para khalifah pengganti
Beliau sebagai kepala negara.
Setelah proses thalabun-nushrah berhasil, tahapan selanjutnya adalah
penerapan syariah Islam sebagai hukum dan perundang-undangan bagi
masyarakat dan negara secara kaffah. Sebagaimana yang pernah dilaksanakan
oleh Rasulullah Saw. dan para sahabat, setelah Beliau mendapatkan Bai’atul
Aqabah II, Beliau melanjutkan dengan hijrah ke Madinah. Di Madinah inilah
Rasulullah Saw. dapat memulai peradaban baru, menerapkan syariah Islam
secara kaffah dalam institusi negara, yakni Daulah Islamiyah. Penerapan
syariah Islam ini ditandai dengan pemberlakuan Piagam Madinah yang wajib
ditaati oleh seluruh warga negara, baik Muslim maupun non-Muslim.
Sistem Negara Khilafah Islam tegak di atas empat pilar: (1) As-
Siyaadah (kedaulatan) berada di tangan syara’; (2) As-Sulthon (kekuasaan)
berada di tangan rakyat; (3) Mengangkat satu orang Khalifah fardhu atas
seluruh kaum Muslim; (4) Hanya Khalifah yang berhak mengadopsi hukum
syariah (An-Nabhani, Muqoddimah ad-Dustur, hlm 109). Jika salah satu saja
dari empat pilar tersebut tiada, maka suatu pemerintahan tidak bisa disebut
sebagai pemerintahan Islam (An-Nabhani, Ad-Daulah Al-Islamiyyah, hlm 201).
1) As-Siyaadah (kedaulatan) berada di tangan syara’
Kedaulatan adalah otoritas absolut tertinggi, sebagai satu-satunya
pemilik hak untuk menetapkan hukum segala sesuatu dan perbuatan (Al-
Kholidi, Qowaid Nizhom al-Hukm fi al-Islam, hal. 24). Berdasarkan firman
Allah Swt.:

66
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang
sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik.” (QS. al-An’am [6]:
57)
Karena penetapan hukum hanya milik Allah Swt. semata, maka peran
penguasa (khalifah) dalam sistem pemerintahan Islam hanya sebagai
pelaksana, tanpa memiliki wewenang sedikitpun untuk membuat-buat hukum.
Dan haram hukumnya bagi penguasa untuk memberhentikan pelaksanaan
hukum-hukum Islam, untuk kemudian berhukum dengan selainnya.
Imam Ibnu Katsir berkata:
، ‫ينكر تعاىل على من خرج عن حكم ا﵁ ا﵀كم املشتمل على كل خري‬
، ‫الناىي عن كل شر وعدل إىل ما سواه من اآلراء واألىواء واالصطالحات‬
‫ … فال حيكم بسواه يف قليل‬، ‫اليت وضعها الرجال بال مستند من شريعة ا﵁‬
‫ يبتغون‬: ‫اىلِيَّ ِة يَْب غُو َن ﴾ أي‬ ِ ‫اْل‬
َْ ‫ ﴿ أَفَ ُح ْك َم‬: ‫ قال ا﵁ تعاىل‬، ‫وال كثري‬
‫َح َس ُن ِم َن اللَّ ِو ُح ْك ًما لَِق ْوٍم‬
ْ ‫ ﴿ َوَم ْن أ‬. ‫ وعن حكم ا﵁ يعدلون‬، ‫ويريدون‬
، ‫ ومن أعدل من ا﵁ يف حكمو ملن َعقل عن ا﵁ شرعو‬: ‫يُوقِنُو َن ﴾ أي‬
. ‫وآمن بو وأيقن وعلم أنو تعاىل أحكم احلاكمني‬
“Allah mengingkari siapa-siapa (penguasa) yang tidak menerapkan hukum
Allah Swt. yang jelas, komprehensif meliputi setiap kebaikan dan mencegah
dari setiap keburukan, serta berpaling kepada selainnya yang berupa pendapat,
hawa nafsu, dan istilah-istilah yang dibuat oleh manusia tanpa bersandar
kepada syari’at Allah Swt., … maka tidak boleh berhukum dengan selain
hukum Allah Swt., baik sedikit maupun banyak. Allah Swt. berfirman (yang
artinya): “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki,” atau: yang
mereka kehendaki dan mereka mau, sedangkan dari hukum Allah Swt. mereka
berpaling. “dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah

67
bagi orang-orang yang yakin?” atau: siapakah yang lebih adil syari‟atnya
daripada hukum Allah Swt. bagi siapa-siapa yang berfikir tentang Allah Swt.,
mengimani-Nya, dan yakin serta tahu bahwa Allah Swt. adalah seadil-adilnya
hakim.” (Al-Marja’ As-Sabiq, juz 3 hal. 131)
2) As-Sulthon (kekuasaan) berada di tangan rakyat
Bahwa pengangkatan seorang kepala negara (khalifah) dalam
pemerintahan Islam tidak lain adalah berdasarkan pilihan umat dengan metode
bai‟at. Baik dari mayoritas umat, atau yang mewakili mereka yaitu ahlu al-
halli wa al-‘aqdi; dan khalifah hanya mengambil kekuasaan melalui bai‟at
umat ini (An-Nabhani, Muqoddimah ad-Dustur, hal.111; dan Hizbut
Tahrir, Ajhizah Daulah al-Khilafah, hal. 20).
Di antara yang menggambarkan bahwa khalifah dipilih oleh umat
adalah hadits shahih dari Abu Hurairah ra. berikut:
ِ ِ
َّ َِ‫ِب َوإِنَّهُ ََل ن‬
‫ِب‬ َ َ‫وس ُه ْم ْاْلَنْبِيَاءُ ُكلَّ َما َهل‬
ٌّ َِ‫ك ن‬
ٌّ َِ‫ِب َخلَ َفهُ ن‬ ُ ‫يل تَ ُس‬
َ ‫ت بَنُو إ ْسَرائ‬ ْ َ‫« َكان‬
»‫اا ُوا بِبَ ْي َ ِ ْاْل ََّوِا َ ْاْل ََّوِا‬ َ َ ‫بَ ْ ِ َو َسيَ ُ و ُو ُخلَ َفاءُ َيَ ْ ُُرو َو َااُوا َ َما تَْ ُ ُرنَا‬
“Dahulu Bani Israel, (urusan) mereka dipelihara dan diurusi oleh para nabi,
setiap kali seorang nabi meninggal digantikan oleh nabi yang lain.
Sesungguhnya tidak ada nabi lagi sesudahku. Sementara yang akan ada adalah
para khalifah, yang jumlah mereka banyak. Mereka (para sahabat) berkata:
„Lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami?‟ Rasulullah Saw. bersabda:
“Penuhilah baiat yang pertama lalu yang pertama.” (HR. Bukhari)
3) Mengangkat satu orang Khalifah fardhu atas seluruh kaum
Muslim
Jumlah khalifah di setiap masa tidak boleh lebih dari satu. Berdasarkan
hadits shahih riwayat Muslim berikut:
‫اآلخَر ِ ْن ُه َما‬ ِ ْ َ‫إِ َذا بُويِ َع ِِلَلِْي َفت‬
ِ ْ‫ْي َا ْ تُلُوا‬
ْ
“Jika dibai’at dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari
keduanya.” (HR. Muslim no.1853, Ahmad dan Abu „Awanah)
Imam An-Nawawi (w. 676 H) berkata:

68
‫ سواء‬، ‫واتفق العلماء على أنو ال جيوز أن يعقد خلليفتني يف عصر واحد‬
‫اتسعت دار اإلسالم أم ال‬
“Para ulama sepakat bahwa tidak boleh diakadkan untuk dua Khalifah pada
satu masa baik Dâr al-Islam itu luas atau tidak.” (An-Nawawi, Syarh An-
Nawawi ‘ala Muslim, juz 12 hlm. 232)
Imam As-Sinqithi (w. 1393 H) menyatakan:
‫ بل‬، ‫ أنو ال جيوز تعدد اإلمام األعظم‬: ‫قول مجاىري العلماء من املسلمني‬
‫ وأن ال يتوىل على قطر من األقطار إال أمراؤه املولون من‬، ‫جيب كونو واحدا‬
‫ حمتجني مبا أخرجو مسلم يف صحيحو من حديث أيب سعيد اخلدري‬، ‫قِبَلِ ِو‬
‫ إذا بويع خلليفتني‬:‫ قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم‬:‫رضي اهلل عنو قال‬
. ‫فاقتلوا اآلخر منهما‬
“Pendapat jumhur „ulama muslimin: Bahwa berbilangnya Al-Imam al-A‟zham
(Khalifah) adalah tidak boleh, bahkan wajib berjumlah satu, dan hendaknya
tidak berkuasa atas wilayah-wilayah (kekuasaan kaum muslimin) kecuali
umara‟ yang diangkat oleh khalifah, mereka (jumhur „ulama) berhujjah dengan
hadits sahih dikeluarkan oleh Imam Muslim, dari Abu Sa‟id Al-Khudri ra.,
bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Jika dibai‟at dua Khalifah maka bunuhlah
yang terakhir (diba‟at) di antara keduanya.” (As-Sinqithi, Adhwa’ Al-Bayan fii
Idhoh Al-Quran bi Al-Quran, juz 3 hlm. 39)
4) Hanya Khalifah yang berhak mengadopsi hukum syariah
Satu-satunya yang berhak mengadopsi hukum syari‟ah untuk kemudian
diterapkan atas kaum muslim adalah khalifah, berdasarkan ijma’ shahabat.
Misalnya, saat pemerintahan Abu Bakar, Beliau menetapkan ucapan talak
sebanyak tiga kali dihukumi talak satu. Namun, saat pemerintahan Umar bin
Al-Khaththab, Beliau menetapkan ucapan talak sebanyak tiga kali dihukumi
talak tiga. Tidak ada satupun sahabat Nabi Saw. yang mengingkari tindakan
keduanya. Dengan demikian, telah terjadi Ijma’ Shahabat dalam dua perkara.
Pertama: Khalifah berhak mengadopsi dan menetapkan hukum syariah yang

69
diberlakukan secara umum kepada seluruh rakyat. Kedua: wajib atas rakyat
menaati Khalifah dalam hukum-hukum publik yang telah diberlakukan. (lihat:
An-Nabhani, Muqoddimah ad-Dustur, hal. 17)
Selain penerapan syariah Islam untuk pengaturan kehidupan
masyarakat di dalam negeri, Rasulullah Saw. juga menerapkan syariah Islam
untuk politik luar negerinya.
Allah Swt. mengizinkan dan memerintahkan kaum Muslim untuk
melakukan berbagai aktivitas fisik (militer) untuk melawan kekuatan militer
kufur maupun untuk membuka daerah-daerah sistem kufur agar tunduk di
bawah kekuasaan Daulah Islamiyah (Darul Islam). Dalilnya adalah ayat-ayat
yang mewajibkan jihad (misalnya QS. At Taubah [9]: 29) yang pengamalannya
telah dicontohkan Rasulullah Saw. dengan melakukan berbagai futuhat
(penaklukan) baik ke Jazirah Arab maupun ke luar Jazirah Arab semata-mata
untuk menyebarluaskan Islam. (lihat: Taqiyuddin An Nabhani, Ad Daulah Al
Islamiyyah, hlm. 155)
Firman Allah Swt:

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena


sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar
Maha Kuasa menolong mereka itu.” (TQS. Al-Hajj [22]: 39)
Ayat ini diturunkan selepas Beliau berhijrah ke Madinah dan menjadi
kepala negara di sana, lalu Beliau segera setelah itu mempersiapkan dan
membangun kekuatan militer.
Diriwayatkan Imam Muslim bahwa Rasul Saw. pernah bersabda:
“Serulah mereka masuk Islam; jika mereka setuju, terimalah dan lindungilah
mereka,
َّ ‫وك فَاقْ بَ ْل ِمْن ُه ْم َوُك‬
‫ف َعْن ُه ْم فَِإ ْن ُه ْم‬ َ ُ‫َجاب‬ ِ ِْ ‫فَِإ ْن ُهم أَب وا فَس ْل ُهم‬
َ ‫اْلْزيَةَ فَإ ْن ُه ْم أ‬ ْ َ َْ ْ
‫ااَ ِ ْ بِاالَّ ِ َوقَااِْل ُه ْم‬
ْ َ‫أَبَ ْوا ف‬
Jika mereka menolak (yaitu tetap kafir), bebankan jizyah pada mereka. Jika
mereka setuju, terimalah dan lindungilah mereka. Namun, jika mereka
menolak, memohonlah kepada Allah dan perangilah mereka.” (HR. Muslim)

70
Rasulullah Saw. bersabda:
ِ ِ ‫اَل إِ ََل أَ جن ي َقاتِل‬
َّ ‫آخُر أ َُّم ِِت الد‬ َّ‫اض ُمجن ُذ بَ َعثَِِن الل‬
ٍ ‫اد َم‬ ِ‫اْل‬
ُ‫ال الَ يُجبطلُه‬
َ ‫َّج‬ َ ُ ٰ َ ‫ع‬
َ ‫ت‬
َ ‫ه‬
ُ ُ ‫ه‬َ ‫ج‬
‫َج ج ُ َجااٍِر َالَ َ جد ُل َ ِاد ٍل‬
“Jihad itu tetap berlangsung sejak Allah Swt. mengutusku hingga umatku yang
terakhir memerangi Dajjal. Kewajiban jihad ini tidak akan gugur oleh
kezaliman pemimpin yang zalim, dan tidak pula oleh keadilan pemimpin yang
adil.” (HR. Abu Dawud)
Beliau mengorganisasi banyak peperangan, baik yang dipimpin
langsung oleh Beliau maupun para Sahabatnya. Menurut catatan Khaththab,
perang (ghazwah) yang dipimpin sendiri oleh Rasulullah sebanyak 28 kali
(Mahmud Syith Khaththab, Ar-Rasûl al-Qâid, Dar al-Fikr (2002), hlm.420),
sementara detasemen (saraya) dan perang yang dipimpin oleh sahabat
sebanyak 15 kali (Mahmud Syith Khaththab, Ar-Rasûl al-Qâid, Dar al-Fikr
(2002), hlm.322). Dengan demikian selama kepemimpinan Beliau di Madinah,
rata-rata dalam setahun ada 4 kali pengerahan pasukan.

Metode penegakan Islam tuntunan Rasulullah Saw. tersebut secara


rasional akan mengantarkan perjuangan penegakan Khilafah pada titik
keberhasilannya. Pasalnya, proses pembinaan dan penyadaran umat akan
mewujudkan kesadaran bahwa menegakkan syariah dan Khilafah merupakan
kewajiban asasi bagi tiap Muslim, dan bahwa berdiam diri terhadap akidah dan
sistem kufur adalah kemaksiatan. Kesadaran inilah yang akan mendorong umat
untuk berjuang menegakkan syariah dan Khilafah secara sungguh-sungguh dan
konsisten. Kesadaran tersebut juga akan melahirkan dukungan dari elemen
umat Muslim yang saat ini secara riil memiliki kekuasaan dan kekuatan. Tanpa
adanya kesadaran dan dukungan seperti ini, maka Khilafah tidak akan pernah
bisa diwujudkan.
Namun, tentu tidak sekadar alasan rasional tersebut. Yang lebih
penting, ketiga tahapan dalam metode tersebut merupakan metode syar’i dalam
penegakan Khilafah yang mengharuskan setiap Muslim terikat padanya.
Setelah Nabi Saw. wafat, Islam sebagai tuntunan hidup telah
diwariskan oleh Nabi kepada para sahabat dan umat Islam dengan gamblang
(muhajjat al-baidha’). Nabi pun telah menjelaskan, baik secara lisan maupun

71
praktis, mekanisme pengangkatan Khalifah, melalui bai‟at. Para sahabat pun
memahami dengan tepat mekanisme ini. Karena itu, setelah Nabi Saw. mereka
segera memilih dan membai‟at Abu Bakar sebagai Khalifah. Hal yang sama
juga dilakukan oleh kaum Muslim setelah wafatnya Abu Bakar. Mereka segera
membai‟at „Umar bin al-Khatthab, dan begitu seterusnya.
Dengan demikian bisa disimpulkan, bahwa Islam mempunyai metode
baku dalam meraih kekuasaan (istilam al-hukm). Islam juga mempunyai
metode baku dalam mengangkat pemimpin (nashb al-imam). Islam telah
menetapkan thalab an-nushrah sebagai metode baku dalam meraih kekuasaan,
bukan yang lain.
Dengan penerapan Islam secara kaffah, insyaAllah keagungan Islam
akan tampak dalam penerapannya di dalam negeri dan juga akan tampak dari
meluasnya Islam ke seluruh penjuru dunia, untuk menebar rahmat-Nya.

“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)

Daftar Bacaan
 Ahmad Mahmud, ad-Da’wah ila al-Islam terjemahan
 Hizbut-Tahrir.or.id
 Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah terjemahan
 Mediaumat.com

Buku ini disusun oleh: Annas I. Wibowo


30 Juni 2016

BUKU Kewajiban Syariah Islam


http://www.mediafire.com/download/c9pjhhm73259hh7/BUKLET+Kewajib
an+Syariah+Islam+plus+cover.doc

BUKU Sistem Negara Khilafah Dalam Syariah Islam


http://www.mediafire.com/download/5r72p780sv4oobh/BUKLET_Sistem_
Negara_Khilafah_Dalam_Syariah_Islam_plus_cover.docx

72
BUKLET Ulama Dan Hizbut Tahrir KUMPULAN TESTIMONI
http://www.mediafire.com/download/kt6nahd09e1p9bl/BUKLET+Ulama+D
an+Hizbut+Tahrir+KUMPULAN+TESTIMONI+plus+cover.doc

Beberapa buku yang telah diterbitkan oleh Hizbut Tahrir


(sebagian bisa diunduh di hizbut-tahrir.or.id)

1) Kitab Nizhâm al-Islâm (Peraturan Hidup Dalam Islam)


2) Kitab Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm (Sistem Pemerintahan Islam)
3) Kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm (Sistem Ekonomi Islam)
4) Kitab An-Nizhâm al-Ijtimâ‘î fî al-Islâm (Sistem Pergaulan Pria-Wanita
Dalam Islam)
5) Kitab At-Takattul al-Hizbî (Pembentukan Partai Politik)
6) Kitab Mafâhm Hizbut Tahrîr (Pokok-Pokok Pikiran Hizbut Tahrir)
7) Kitab Ad-Dawlah al-Islamiyyah (Daulah Islam)
8) Kitab Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah (Kepribadian Islam, tiga jilid)
9) Kitab Mafâhîm Siyâsah li Hizbut Tahrir (Pokok-Pokok Pikiran Politik Hizbut
Tahrir)
10) Kitab Nadharât Siyâsiyah li Hizbut Tahrir (Beberapa Pandangan Politik
Menurut Hizbut Tahrir)
11) Kitab Muqaddimah ad-Dustûr (Pengantar Undang-Undang Dasar Negara
Islam)
12) Kitab Al-Khilâfah (Khilafah)
13) Kitab Kayfa Hudimat al-Khilâfah (Dekonstruksi Khilafah: Skenario di Balik
Runtuhnya Khilafah Islam)
14) Kitab Nizhâm al-‘Uqûbât (Sistem Peradilan Islam)
15) Kitab Ahkâm al-Bayyinât (Hukum-Hukum Pembuktian Dalam Pengadilan)
16) Kitab Naqd al-Isytirâkiyyah al-Marksiyah (Kritik Atas Sosialisme-Marxis)
17) Kitab At-Tafkîr (Nalar Islam: Membangun Daya Pikir)
18) Kitab Al-Fikr al-Islâmî (Bunga Rampai Pemikiran Islam)
19) Kitab Naqd an-Nadhariyah al-Iltizâmi fî Qawânîn al-Gharbiyyah (Kritik Atas
Teori Stipulasi Dalam Undang-Undang Barat)

73
20) Kitab Nidâ’ Hâr (Seruan Hangat Dari Hizbut Tahrir Untuk Umat Islam)
21) Kitab As-Siyâsah al-Iqtishâdhiyyah al-Mutsla (Politik Ekonomi Islam)
22) Kitab Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah (Sistem Keuangan Dalam Negara
Khilafah)

74

Anda mungkin juga menyukai