Anda di halaman 1dari 17

Ahdafut Tarbiyah

‫ويف دار األرقم هذا كان النيب صلى اهلل عليه وسلم مستخفيا من قريش مبكة يدعو الناس فيها إىل اإلسالم يف أول‬
‫اإلسالم حىت خرج عنها وكانت داره مبكة على الصفا فأسلم فيها مجاعة كثرية‬

Di rumah Al-Arqam di Makkah inilah dahulu Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam sembunyi-sembunyi menghindari gangguan orang-
orang Quraisy; di rumah itu beliau menyeru (berdakwah, mengajar,
dan mentarbiyah, red.) orang-orang di masa-masa awal Islam;
sehingga banyak dari orang-orang yang masuk Islam di rumah
tersebut. Rumah Arqam bin Arqam berada di Makkah yang tepatnya
di atas bukit Shafa.” [1]
Tarbiyah qur’aniyah (pembinaan berbasis Al-Qur’an) tersebut dilakukan oleh
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam secara berkelanjutan. Hal ini tergambar dari
atsar berikut ini.

‫ ُك َّنا َنَتَعَّلُم ِم ْن َرُس وِل الَّلِه صلى اهلل عليه وسلم َعْش َر آَياٍت َفَم ا‬: ‫َعْن َأيِب َعْبِد الَّرَمْحِن الُّس َلِم ِّي َعْن اْبِن َم ْس ُعوٍد َقاَل‬
‫َنْع َلُم اْلَعْش َر اَّليِت َبْع َد ُه َّن َح ىَّت َنَتَعَّلَم َم ا ُأْنِزَل يِف َه ِذِه اْلَعْش ِر ِم ْن اْلَعَم ِل‬

Riwayat dari Abdul Rahman As-Sulamiy dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: “Kami dulu
belajar dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam 10 ayat, kami tidak mengetahui
10 ayat yang sesudahnya sehingga kami mempelajari pengamalan apa yang
diturunkan dalam 10 ayat ini.” (Ath-Thohawi w. 321H/ 933M, Musykilul Atsar, juz 3 halaman 478).
Gerakan dakwah kontemporer hendaknya mengambil faidah dari apa
yang pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
para sahabat tersebut. Tarbiyah dalam dakwah memiliki tujuan.
Pertama, menanamkan gambaran Islam secara jelas
(at-tashowwurul islami al-wadhih)

Yakni gambaran Islam yang menyeluruh (asy-syamil) dan benar (as-shahih). Terlebih lagi
di saat ‘buhul-buhul Islam’ mulai terlepas seperti saat ini. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam telah mengingatkan kondisi memprihatinkan ini dengan sabdanya,

: ‫ َوآِخ ُرُه َّن‬،‫ اُحلْك ُم‬:‫ َفَأَّوُهُلَّن َنْق ًض ا‬،‫ َتَش َّبَث الَّناُس ِباَّليِت َتِليَه ا‬،‫ َفُك َّلَم ا اْنَتَق َضْت ُعْرَوٌة‬،‫َلُتْنَق َض َّن ُعَرى اِإل ْس َالِم ُعْرَوًة ُعْرَوًة‬
‫الَّصَالُة‬

“Benar-benar buhul-buhul Islam akan terlepas satu demi satu. Setiap kali terlepas satu
buhul, manusia berpegang kepada buhul lainnya yang masih tersisa. Buhul yang
pertama kali terlepas adalah hukum, dan yang terakhir lepas adalah sholat.” (H.R.
Ahmad)
Melalui tarbiyah, gerakan dakwah harus menjelaskan kepada para
kadernya secara khusus dan kepada seluruh umat secara umum,
bahwa tidak ada pemisahan antara menegakkan hukum syariat
(politik) dengan menegakkan shalat (ibadah ritual).
Melalui tarbiyah, gerakan dakwah harus menjelaskan bahwa Islam itu mencakup seluruh
aspek kehidupan. Ustadz Hasan Al Banna rahimahullah menjelaskan hal ini dengan
kalimat ringkas:

“Islam adalah sistem yang syamil (menyeluruh) mencakup seluruh aspek kehidupan. Ia
adalah negara dan tanah air, pemerintahan dan umat, moral dan kekuatan, kasih sayang
dan keadilan, peradaban dan undang-undang, ilmu pengetahuan dan hukum, material
dan kekayaan alam, penghasilan dan kekayaan, jihad dan dakwah, serta pasukan dan
pemikiran. Sebagaimana ia juga aqidah yang murni dan ibadah yang benar, tidak kurang
tidak lebih”

Jadi, melalui sarana dakwah dan tarbiyah, gerakan dakwah dapat menanamkan
pemahaman kepada umat bahwa Islam adalah way of life, pedoman hidup, atau minhajul
hayah.
Kedua, membangun interaksi (at-tafa’ul).

Yakni interaksi internal (ad-dakhiliy) dan interaksi eksternal (al-kharijiy). Proses


tarbiyah diharapkan dapat membuahkan interaksi (pengaruh) internal,
sehingga di setiap pribadi muslim tertanam keyakinan (al-i’tiqad) yang menjadi
dasar (al-asas) tindakan. Melaui proses tarbiyah, pemikiran (al-fikr) akan
terwarnai dengan persepsi/gagasan (fikrah) yang lurus; dan perasaan (asy-
syu’ur) akan terarahkan selera (ad-dzauq) nya kepada selera Islam.
Yakni interaksi internal (ad-dakhiliy) dan interaksi eksternal (al-kharijiy). Proses tarbiyah
diharapkan dapat membuahkan interaksi (pengaruh) internal, sehingga di setiap pribadi
muslim tertanam keyakinan (al-i’tiqad) yang menjadi dasar (al-asas) tindakan. Melaui proses
tarbiyah, pemikiran (al-fikr) akan terwarnai dengan persepsi/gagasan (fikrah) yang lurus; dan
perasaan (asy-syu’ur) akan terarahkan selera (ad-dzauq) nya kepada selera Islam.

Jadi, melalui tarbiyah akan terbentuklah pribadi-pribadi yang memiliki tekad yang kuat (al-
azmu).

‫ِج‬ ‫ال‬ ‫ِل‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ِم‬ ‫ُأوُلو اْل ِم‬


‫َعْز َن ُّرُس َو َتْس َتْع ْل ُهَلْم‬ ‫َفاْص ْرِب َك َم ا َص َبَر‬
“Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-
rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka.” (Q.S.
Al-Ahqaf, 46: 35)
Melalui tarbiyah diharapkan akan muncul rijal (pribadi) yang tabah dan sabar; tsabat (kokoh)
dan hazm (teguh).
Proses tarbiyah diharapkan pula membuahkan interaksi (pengaruh)
eksternal. Dengan tarbiyah, karakter (simat) yang ada pada diri akan
terbentuk menjadi sikap (al-mauqif) yang terpuji; perilaku (as-suluk)
nya akan terarah menjadi perbuatan (al-amal) yang mulia. Jadi, melalui
proses tarbiyah akan terbentuklah orang-orang yang berkepribadian
Islam (as-syakhshiyah al-islamiyah).

‫ِص ْبَغَة الَّلِه َو َمْن َأْح َس ُن ِم َن الَّلِه ِص ْبَغًة َوْحَنُن َلُه َعاِبُد وَن‬
“Shibghah Allah, dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada
Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah Kami menyembah.” (Q.S. Al-
Baqarah: 138)
Ketiga, menggulirkan pergerakan (al-harakah).

• Melalui sarana tarbiyah, gerakan dakwah dapat melakukan upaya peningkatan


(at-tarqiyah) penguasaan teoritis (an-nadzariyah) dan pembinaan mental (al-
ma’nawiyah) sehingga mampu meningkatkan kapasitas diri (raf’ul mustawa).
• Melalui sarana tarbiyah, gerakan dakwah akan mampu melakukan mobilitas
(at-tausi’ah) dakwah. Melalui kader-kader yang tertarbiyah itulah gerakan
dakwah akan mapu melakukan maneuver (al-munawaroh), pengkaderan
(bina-ur rijal), dan penataan struktur (at-tandzimiyah) secara solid.
• Jadi, melalui sarana tarbiyah, gerakan dakwah akan leluasa melakukan
pengendalian dakwah (saitharatud dakwah). Dengan tarbiyah, pergerakan
dakwah akan berjalan lebih produktif (muntijah).
Apa jadinya jika gerakan dakwah tidak memiliki kader yang terbina atau tidak
memiliki generasi penerus perjuangan? Gerakan dakwah sesungguhnya sangat
berhajat terhadap eksisnya SDM yang berkualitas. Suatu hari Umar bin Khattab
berkata kepada orang ramai yang ada di sekitarnya, “Ungkapkan angan-angan
kalian!” Sebahagian dari mereka menyahut, “Aku berharap kalau saja rumah ini
penuh dengan emas, niscaya aku akan menginfakkannya di jalan Allah.” Umar
kemudian mengulangi perkataannya, “Ungkapkan angan-angan kalian!”
Seseorang berkata, “Aku berangan-angan seandainya rumah ini dipenuhi
dengan permata, intan dan mutiara, maka aku akan menginfakkannya di jalan
Allah dan aku akan bersedekah dengan harta itu.” Setelah itu, Umar berkata
lagi, “Ungkapkan angan-angan kalian!” Mereka menjawab, “Kami tidak tahu
apa lagi yang dapat kami ungkapkan, wahai Amirul Mukminin.” Umar
berkata, “Aku berangan-angan rumah ini dipenuhi dengan orang seperti Abu
Ubaidah bin Jarrah, Mu’adz bin Jabal, Salim hamba Abu Hudzaifah, dan
Hudzaifah bin Yaman.”
Keempat, membekali pengalaman (at-tajribah).

• Dengan tarbiyah para kader dakwah diarahkan untuk melakukan berbagai


pelaksanaan amal (at-tathbiqiyah). Dengan begitu mereka akan merasakan
secara langsung berbagai macam problematika pelaksanaan amal (al-
qadhaya at-tathbiqiyah). Berbagai macam praktek di lapangan tersebut
kemudian akan akan melahirkan kekuatan pengalaman (quwwatul khibrah).
• Gerakan dakwah tidak akan memiliki keterampilan dan kemampuan
melakukan penguasaan masyarakat, jika kader-kadernya tidak diterjunkan ke
tengah-tengah masyarakat; gerakan dakwah tidak akan memiliki
keterampilan dan kemampuan pengelolaan proyek-proyek amal—
pendidikan, sosial, politik, ekonomi, dll—jika kader-kadernya tidak
diterjunkan dalam proyek-proyek amal tersebut.
Kelima, menumbuhkan tanggung jawab (al-
mas’uliyah).

• Dengan tarbiyah yang berkelanjutan, seseorang akan menyadari tuntutan


syar’i (as-syar’iyyah) berdasarkan pemahamannya terhadap hukum-hukum
Islam (fiqhul ahkam), bahwa ia harus berkontribusi terhadap perjuangan
dakwah. Ia pun menyadari bahwa hal itu harus dipertanggung jawabkan di
hadapan Allah Ta’ala.
• Tarbiyah juga akan menanamkan kesadaran tanggung jawab struktural (at-
tandzimiyah) berdasarkan pemahaman dakwah (fiqhud da’wah) yang
dimilikinya, bahwa ia harus bekerja bersama organisasi dakwah (al-jama’ah)
dalam setiap tuntutan tahapan dakwah (fi ihtiyajatil marhalah).
Keenam, mengembangkan kemampuan (al-kafa’ah).

Dengan tarbiyah, kemampuan SDM dalam struktur organisasi


dakwah (fit tandzim) akan tumbuh berkembang. Baik berupa al-
kafa’ah ad-da’wah (kemampuan berdakwah), al-kafa’ah al-
ilmiyah (kemampuan ilmiyah), atau al-kafa’ah al-
faniyyah (kemampuan keterampilan/skill).
Referensi:

[1] Dikutip dari: Al-Arqam ibn Abi Arqam Shahibud Dar,


https://www.albayan.ae/across-the-uae/religion-and-life/2012-02-10
[2] Lihat pengertian ulul azmi dalam Zubdatut Tafsir, hal. 506, Darun
Nafais Yordania; Tafsir Jalalain, hal. 506, Darut Taqwa Kairo, dan Al-Qur’an & Tafsirnya
Jilid IX, hal. 299, Kemenag RI.
[3] Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW, hal. 542, oleh Mahmud al-Mashri.

Anda mungkin juga menyukai