ECON 6066
Macro and Micro Economics
Week 10
Short Run Economic Fluctuations
Mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang penentu permintaan agregat dan penawaran
agregat jangka panjang dan jangka pendek, serta mampu menjelaskan pengaruh kebijakan
moneter dan fiskal terhadap permintaan agregat.
OUTLINE MATERI :
Jika biaya produksi suatu output meningkat, maka keuntungan atas suatu unit output
menurun, dan jumlah output yang ditawarkan pada setiap tingkat harga menurun.
Dapat disimpulkan bahwa kurva penawaran agregat jangka pendek bergeser ke kiri ketika
biaya produksi meningkat dan ke kanan ketika biaya menurun.
Pergeseran kurva penawaran agregat jangka pendek berasal dari :
- tenaga kerja
- Modal
- Sumber Daya Alam.
- Teknologi.
- Tingkat Harga yang Diharapkan.
- Kenaikan tingkat harga yang diharapkan mengurangi jumlah barang dan jasa yang
ditawarkan dan menggeser kurva penawaran agregat jangka pendek ke kiri.
- Penurunan tingkat harga yang diharapkan meningkatkan jumlah barang dan jasa
yang ditawarkan dan menggeser kurva penawaran agregat jangka pendek ke kanan.
Faktor-faktor yang menyebabkan kurva penawaran jangka pendek bergeser adalah factor
yang mempengaruhi biaya produksi;
1. tingkat kekakuan pasar tenaga kerja
2. perkiraan inflasi
3. upaya pekerja untuk mendorong upah riil mereka
4. perubahan biaya produksi yang tidak berkaitan dengan upah (seperti biaya energi).
Pada gambar 10.8b. tampak bahwa dengan adanya kenaikan di dalam jumlah uang beredar,
telah menyebabkan kurva permintaan agregat (AD) bergeser dari AD0 (Ms0) ke ADl, (Msl),
yang selanjutnya mengakibatkan tingkat harga (P) naik dari P0 ke P1, dan pendapatan (Y) juga
naik dari Y0 ke Y1.
Sebaliknya, apabila sekarang pemerintah menjalankan suatu kebijakan moneter kontraktif
(contractionary monetary policy) yaitu dengan mengurangi jumlah uang beredar (Ms) di dalam
perekonomian, dalam kerangka model AS-AD akan menyebabkan kurva AD bergeser ke kiri.
Dengan kurva AS yang tertentu, bergesernya kurva AD ke kiri akan menyebabkan tingkat
harga dan pendapatan turun (lihat gambar 10.9a dan 10.9b)
Kurva permintaan agregat menunjukan jumlah permintaan barang dan jasa dalam
perekonomian pada setiap tingkat harga. Seperti telah kita pelajari pada pembahasan
sebelumnya, kemiringan kurva permintaan agregat bergerak menurun karena tiga alasan
sebagai berikut:
1. Pengaruh kekayaan: Tingkat harga yang lebih rendah menaikkan nilai riil uang yang
dipegang oleh rumah tangga, sedangkan kesejahteraan yang lebih tinggi ini mendorong
belanja konsumen.
2. Pengaruh suku bunga: Tingkat harga yang lebih rendah menurunkan suku bunga karena
orang berusaha untuk meminjamkan kelebihan uang yang mereka pegang, sedangkan
suku bunga yang lebih rendah mendorong pengeluaran untuk investasi.
3. Pengaruh nilai tukar: Apabila tingkat harga yang lebih rendah menurunkan tingkat suku
bunga, investor memindahkan sebagian dari dana mereka ke luar negeri dan
menyebabkan mata uang domestik mengalami depresiasi relatif dengan mata uang
asing. Depresiasi ini membuat barang-barang didalam negeri menjadi lebih murah
dibandingkan dengan barang-barang luar negeri dan akibatnya mendorong belanja
ekspor neto.
Teori preferensi likuiditas (theory of liquidity preference) –teori Keynes yang menyatakan
bahwa suku bunga berubah-ubah untuk membuat jumlah uang yang beredar dan permintaan
uang menjadi seimbang.
Sekarang, mari kita kembangkan teori preferensi likuiditas dengan memperhatikan jumlah
uang yang beredar dan permintaan uang serta bagaimana masing-masing bergantung pada suku
bunga.
Bagian pertama dari teori preferensi likuiditas adalah jumlah uang yang beredar. Seperti
telah kita bahas, jumlah uang yang beredar dikendalikan oleh Bank Sentral. Karena ditetapkan
oleh kebijakan bank sentral, jumlah uang yang beredar tidak dipengaruhi oleh variabel-variabel
ekonomi lainnya. Secara khusus jumlah uang yang beredar tidak bergantung pada suku bunga.
Setelah bank sentral memutuskan kebijakannya, jumlah uang yang beredar tidak berubah, tanpa
memandang suku bunga yang berlaku. Kita menggambarkan jumlah uang yang beredar tetap
dengan kurva penawaran vertikal.
Bagian ke dua dari teori preferensi likuiditas adalah permintaan uang. Meskipun ada
banyak faktor yang memengaruhi jumlah permintaan uang, faktor yang digaris bawahi oleh
teori preferensi likuiditas adalah suku bunga. Alasannya adalah suku bunga merupakan biaya
kesempatan untuk memiliki uang. Artinya, apabila kita memiliki kekayaan berupa uang tunai
didompet, bukan berupa obligasi berbunga, kita kehilangan bunga yang seharusnya kita
peroleh. Kenaikan suku bunga menaikkan biaya kepemilikan uang sehingga mengurangi
jumlah permintaan uang. Penurunan suku bunga mengurangi biaya kepemilikan uang dan
menaikkan jumlah permintaan. Oleh karena itu, kurva permintaan uang miring ke bawah.
Analisis pengaruh suku bunga terhadap permintaan agregat barang dan jasa dapat
dirangkum menjadi 3 langkah, (1) tingkat harga yang lebih tinggi meningkatkan permintaan
uang, (2) permintaan uang yang lebih tinggi menyebabkan suku bunga menjadi lebih tinggi,
(3) suku bunga yang lebih tinggi mengurangi jumlah permintaan barang dan jasa. Hasil akhir
analisis ini adalah hubungan negatif antara tingkat harga dan jumlah permintaan barang dan
jasa yang diilustrasikan oleh kurva permintaan agregat yang miring ke bawah.
Sejauh ini, kita telah menggunakan teori preferensi likuiditas untuk menjelaskan
bagaimana jumlah keseluruhan permintaan barang dan jasa dalam perekonomian berubah
seiring dengan berubahnya tingkat harga. Artinya, kita mengamati pergerakan disepanjang
kurva permintaan agregat yang miring ke bawah. Namun, teori ini juga menjelaskan beberapa
peristiwa lain yang mengubah jumlah permintaan barang dan jasa. Setiap jumlah permintaan
barang dan jasa berada pada tingkat harga tertentu, kurva permintaan agregat pun bergeser.
Satu variabel penting yang menggeser kurva permintaan agregat adalah kebijakan
moneter: Apabila bank sentral menaikkan jumlah uang yang beredar, suku bunga turun dan
jumlah permintaan barang dan jasa untuk tingkat harga tertentu naik yang menyebabkan kurva
permintaan agregat bergeser ke kanan. Sebaliknya, apabila bank sentral menurunkan jumlah
uang yang beredar, suku bunga naik dan jumlah permintaan barang dan jasa untuk tingkat harga
tertentu turun, yang menyebabkan kurva permintaan agregat bergeser ke kiri.
Keputusan bank sentral untuk menargetkan suku bunga pada dasarnya tidak mengubah analisis
kita terhadap kebijakan moneter. Teori preferensi likuiditas memberi satu prinsip
Hasilnya, perubahan kebijakan moneter dapat dipandang, baik sebagai target suku bunga yang
berubah-ubah maupun sebagai perubahan jumlah uang yang beredar. Prinsipnya: Perubahan
kebijakan moneter yang bertujuan untuk memperluas permintaan agregat dapat dijabarkan,
baik sebagai kenaikan jumlah uang yang beredar atau sebagai penurunan suku
bunga. Perubahan kebijakan moneter yang bertujuan untuk menurunkan permintaan
agregat dapat dijabarkan, baik sebagai penurunan jumlah uang yang beredar maupun sebagai
kenaikan suku bunga.
Ketika mengubah jumlah uang yang beredar atau tingkat pajak, pemerintah mengubah kurva
permintaan agregat dengan memengaruhi keputusan belanja perusahaan atau rumah tangga.
Sebaliknya, ketika mengubah belanja barang dan jasanya sendiri, pemerintah mengubah kurva
permintaan agregat secara langsung.
Ada dua efek ekonomi makro yang menyebabkan pergeseran kurva permintaan agregat
berbeda dengan perubahan belanja pemerintah. Pertama –efek pengganda. Kedua –efek
pembatasan paksa.
Angka penting dalam rumus ini adalah kecenderungan konsumsi marginal (marginal
propensity to consume –MPC).
Pengganda = 1 / (1 – MPC)
Akibat efek penggandaan, satu dolar belanja pemerintah dapat menghasilkan lebih dari
satu dolar permintaan agregat. Namun, dasar pemikiran dari efek penggandaan ini tidak
terbatas pada perubahan belanja pemerintah. Sebaliknya, logika tersebut berlaku
terhadap segala peristiwa yang mengubah semua komponen PDB –konsumsi, investasi,
belanja pemerintah, atau ekspor neto.
Sebagai contoh, anggap bahwa ledakan pasar saham meningkatkan kekayaan rumah
tangga dan meningkatkan belanja barang dan jasa mereka sebesar $20 miliar.
Tambahan belanja rumah tangga ini meningkatkan pendapatan nasional yang kemudian
Efek pembatasan paksa (crowding out effect) –imbangan permintaan agregat yang
muncul apabila kebijakan fiskal yang mengekspansi menaikkan suku bunga dan
akibatnya menurunkan belanja investasi.
Tingkat pendapatan yang lebih tinggi menggeser kurva permintaan uang ke kanan, suku bunga
harus naik untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Kenaikan suku bunga
menurunkan jumlah permintaan barang dan jasa, terutama barang-barang investasi. Sebagian
dari investasi yang mendesak mengimbangi ekspansi fiskal, permintaan agregat.
Apabila Negara menaikkan belanjanya sebesar $20 miliar, permintaan agregat barang dan jasa
dapat naik sebesar lebih kurang dari $20 miliar, tergantung apakah efek penggandaan atau efek
pemaksaan lebih besar.
Perangat kebijakan fiskal penting lainnya, selain tingkat belanja pemerintah, adalah tingkat
perpajakan. Penurunan pajak meningkatkan belanja konsumen dan menggeser kurva
permintaan agregat ke kanan. Kanaikan pajak menekan belanja konsumen dan menggeser
kurva permintaan agregat ke kiri.
Keynes dan banyak pengikutnya berpendapat bahwa permintaan agregat berfluktuasi akibat
gelombang pesimisme dan optimisme yang irasional. Pada prinsipnya, pemerintah dapat
mengubah kebijakan moneter dan fiskalnya untuk merespon gelombang optimisme dan
pesimisme ini sehingga menstabilkan ekonomi. Sebagai contoh, ketika orang bersikap pesimis
secara berlebihan, bank sentral dapat meningkatkan jumlah uang yang beredar untuk
menurunkan suku bunga dan meningkatkan permintaan agregat. Ketike mereka bersikap
optimis secara berlebihan, bank sentral dapat mengurangi jumlah uang yang beredar untuk
meningkatkan suku bunga dan menurunkan permintaan agregat.
Para kritikus kebijakan stabilisasi berpendapat bahwa karena keterlambatan selalu ada, bank
sentral tidak seharusnya berusaha untuk memperbaiki perekonomian. Kebijakan fiskal juga
Kelambanan kebijakan fiskal dan moneter ini menyebabkan masalah karena sebagian prakiraan
ekonomi sangat tidak tepat. Apabila para peramal dapat memprediksi kondisi perekonomian
setahun sebelumnya maka pembuat kebijakan moneter dan fiskal dapat memandang ke depan
saat membuat kebijakan tersebut. Dalam kasus ini, pemerintah dapat menstabilkan
perekonomian meskipunmenghadapi kelambanan. Hal terbaik yang dapat dilakukan
pemerintah setiap saat adalah merespon perubahan ekonomi ketika terjadi.
Stabilisator Otomatis
Stabilisator otomatis tidak cukup tangguh untuk mencegah resesi sepenuhnya. Meskipun
demikian, tanpa stabilisator otomatis, output dan lapangan kerja jauh lebih rawan. Oleh karena
itu, banyak ekonom yang menentang legislasi yang mengharuskan pemerintah menetapkan
anggaran seimbang, seperti yang diusulkan oleh sebagian politisi. Ketika perekonomian
mengalami resesi, pajak menurun, belanja pemerintah meningkat, dan anggaran pemerintah
besar kemungkinan mengalami defisit. Jika pemerintah menghadapi aturan anggaran
berimbang yang ketat maka pemerintah dapat terpaksa mencari cara untuk menaikkan pajak
atau mengurangi belanja selama resesi. Dengan kata lain, aturan anggaran berimbang dapat
menghapuskan stabilisator ekonomi.
1. N. Gregory Mankiw. (2018). Principles of Economics. 08. Cengage Learning Asia Pte
Ltd. Singapore. ISBN: 978-981-4780-35-3