Anda di halaman 1dari 18

MASLAHAT SEBAGAI METODE IJTIHAD

DAN TUJUAN UTAMA HUKUM ISLAM

Muhammad Ali Rusdi


Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare
Email: alirusdibedong@gmail.com

Abstract: Maslahat is the main goal in Islam, Allah teaches down the teachings
especially in the issue of Islamic law cannot be released for the benefit of human
beings, although there is a difference in the nature of the benefit from the aspect of the
source of maslahat, but the scholars agree in terms of the main purpose of Islamic law
is jalb al-mashalih wa daru al-mafasid, how Islamic law can as much as possible
provide benefits and goodness to humans while eliminating any possibility of damage
and danger to humans.

Abstrak: Maslahat merupakan tujuan utama dalam agama Islam, Allah menurunkan
ajaran terutama dalam masalah hukum Islam tidak bisa dilepaskan untuk kemaslahatan
manusia, walaupun terjadi perbedaan pada hakikat kemaslahatan dari segi sumber
maslahat, tetapi ulama bersepakat dalam hal tujuan utama hukum Islam adalah jalb al-
mashalih wa daru al-mafasid, bagaimana hukum Islam dapat sebanyak mungkin
memberikan manfaat dan kebaikan pada manusia sekaligus menghilangkan segala
kemungkinan terjadinya kerusakan dan bahaya bagi manusia.

Kata Kunci: Mursalah, Mulghah, Mu‟tabarah

I. PENDAHULUAN masing-masing manusia.


Terjadi perbedaan mendasar Perdebatan ini menimbulkan diskusi
dikalangan ulama terkait dengan yang sangat intens dikalangan penggiat
keabsahan maslahat dalam hukum Islam, hukum Islam, sehingga perlu sekali
perdebatan tersebut didasari pada untuk mengkaji masalah dalam berbagai
masalah siapakah yang berhak prespektif ulama.
menetapkan maslahat, apakah bisa
ditetapkan oleh Syari’ atau justru II. PEMBAHASAN
ditetapkan oleh manusia, bila yang A. Memaknai Konsep Maslahat
menetapkan adalah Syari’ berarti Secara etimologi mashlahah adalah
maslahat yang hanya yang memiliki dalil turunan dari kata shalaha, shad-lam-ha
saja, sedangkan bila yang menetapkan yang berarti (baik) yaitu lawan dari kata
adalah manusia, maka kemungkinan buruk atau rusak. Kata mashlahah
munculnya subjektivitas manusia akan adalah singular (mufrad) dari kata
muncul, maksudnya maka kemungkinan mashâlih yang merupakan masdar dari
maslahat akan digiring pada selera ashlaha yang bermakna mendatangkan
152 | Jurnal Syari’ah dan Hukum Diktum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2017 : 151 - 168

kemaslahatan. Sehingga kata didefinisikan dengan rumusan yang


mashlahah juga diartikan dengan al- cukup beragam di kalangan ulama,
shalâh yaitu kebaikan atau terlepas khususnya di kalangan ulama usul fiqh.
darinya kerusakan.1 Rumusan definisi maslahat antara lain
Ditinjau dari segi tashrîf atau dikemukakan oleh al-Gazâlî, al-THûfî,
morfologinya, kata mashlahah memiliki al-Syâthibî, al-Khawârizmî, al-„Izz al-
timbangan dan makna yang serupa Dîn bin „Abd al-Salâm, al-Tarakî, dan
dengan kata manfaat (manfa‘ah). Kata al-Rabî„ah.
mashlahah dan manfa‘ah bahkan telah 1. Al-Gazâlî (L 1058 M – W 1111 M)
menjadi kosa kata bahasa Indonesia, mendefenisikan bahwa menurut
dimana kata mashlahah menjadi asalnya maslahat berarti sesuatu
maslahat yang diartikan dengan sesuatu yang mendatangkan manfaat
yang mendatangkan kebaikan (keuntungan) dan menghindarkan
(keselamatan dan sebagainya), faedah, mudarat (bahaya/ kerusakan).
dan guna. Sehingga kemaslahatan berarti Namun, hakikatnya adalah ‘al-
kegunaan, kebaikan, manfaat, dan muhâfazhah ‘alâ maqsûd al-syar‘i
kepentingan.2 Dengan demikian, dapat (memelihara tujuan syarak).
dinyatakan bahwa mashlahah adalah Sementara tujuan syarak dalam
kebalikan dari makna mafsadah yang menetapkan hukum terdiri dari lima
berarti bahaya atau hal-hal yang merusak unsur, yaitu: memelihara agama,
dan membahayakan.3 jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Ungkapan bahasa Arab Maka semua hal yang memenuhi
menggunakan maslahat dalam arti unsur tersebut disebut sebagai
manfaat atau perbuatan dan pekerjaan maslahat, dan sebaliknya hal-hal
yang mendorong serta mendatangkan yang menyalahi unsur tersebut
manfaat kepada manusia.4 Sedangkan disebut mafsadat.6
dalam arti umum, maslahat diartikan 2. Al-Thûfî (L 675 M – W 716 M)
sebagai segala sesuatu yang bermanfaat menjelaskan bahwa maslahat dapat
bagi manusia, baik dalam arti menarik ditinjau dengan pendekatan adat,
atau menghasilkan seperti menghasilkan selain pendekatan syariat. Dalam
keuntungan atau kesenangan; atau dalam pendekatan adat, maslahat berarti
arti menolak atau menghindarkan, sebab yang mendatangkan kebaikan
seperti menolak kemudaratan atau dan manfaat, seperti perdagangan
kerusakan. Jadi setiap yang mengandung yang dapat mendatangkan
manfaat patut disebut maslahat, meski keuntungan. Sedangkan dalam
manfaat yang dimaksud mengandung pengertian syariat, maslahat adalah
dua sisi, yaitu mendatangkan kebaikan ibarat dari sebab yang membawa
dan menghindarkan bahaya atau kepada syariat dalam bentuk ibadah
kerusakan di sisi lain.5 atau adat. Definisi ini dipandang
Maslahat secara terminologi, sesuai dengan definisi al-Gazâlî
Muhammad Ali Rusdi, Maslahat sebagai Metode Ijtihad dan Tujuan Utama Hukum Islam | 153

bahwa maslahat dalam artian syariat kenikmatan tersebut. Pemaknaan ini


sebagai sesuatu yang dapat didasarkan pada pandangan dasar
membawa kepada tujuan syariat itu bahwa pada prinsipnya manfaat
sendiri.7 memiliki empat bentuk, yaitu:
3. Al-Syâthibî (W 1388 M) dalam al- kelezatan dan sebab-sebabnya serta
Muwâfaqât menjelaskan definisi kesenangan dan sebab-sebabnya.9
maslahat dari dua segi, yaitu dari 5. Al-Tarakî (L 1917 M – W 1979 M)
segi terjadinya maslahat dalam menguraikan bahwa maslahat adalah
kenyataan dan dari segi segala sifat yang terdapat dalam
tergantungnya tuntutan syariat pengaturan hukum bagi mukalaf
kepada maslahat. dalam bentuk penarikan manfaat
a. Dari segi terjadinya maslahat dan penolakan terhadap segala
dalam kenyataan, berarti sesuatu macam yang menyebabkan
10
yang kembali kepada tegaknya kerusakan.
kehidupan manusia, sempurna 6. Al-Rabî„ah menyatakan bahwa
hidupnya, tercapai apa yang maslahat adalah segala macam
diinginkan oleh syahwat dan manfaat yang dimaksudkan oleh
akalnya secara mutlak. Sang Pembuat Syariat terhadap
b. Dari segi tergantungnya tuntutan hamba-Nya untuk menjaga agama,
syariat kepada maslahat, yaitu diri, akal, keturunan dan harta
kemaslahatan yang merupakan mereka dan menolak apa saja yang
tujuan dari penetapan hukum mengancam atau
11
syariat. Untuk menghasilkan menghilangkannya.
kemaslahatan itu, Allah menuntut Mencermati beberapa definisi yang
manusia untuk melakukan dikemukakan ulama di atas, dapat
sesuatu agar undang-undang dan disimpulkan bahwa pada dasarnya
aturannya tetap berjalan lurus maslahat adalah sesuatu yang dianggap
sebagaimana mestinya.8 baik oleh akal karena mendatangkan
4. „Izz al-Dîn „Abd al-„Azîz bin „Abd kebaikan dan menghindarkan bahaya
al-Salâm (L 1181 M – W 1262 M) atau kerusakan bagi manusia, yang
dalam kitabnya Qawâ‘id al-Ahkâm sejalan dengan tujuan syariat dalam
fî Mashâlih al-Anâm memaparkan menetapkan hukum. Dari sini dapat
bahwa maslahat memiliki dua dipahami bahwa penekanan maslahat
bentuk makna, yaitu bentuk hakiki dalam tinjauan definisi syariat adalah
dan bentuk majasi. Maslahat dalam rujukan dari maslahat itu sendiri, yaitu
bentuk hakiki diartikan dengan tujuan syariat. Rujukan atau standar
kesenangan dan kenikmatan, inilah yang membedakan antara
sedangkan maslahat dalam bentuk maslahat dalam pengertian umum
majasi diartikan dengan sebab-sebab dengan maslahat dalam pengertian
yang mendatangkan kesenangan dan syariat. Maslahat dalam pengertian
154 | Jurnal Syari’ah dan Hukum Diktum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2017 : 151 - 168

umum hanya merujuk kepada tujuan syariat, bukan selera atau kehendak
pemenuhan kebutuhan manusia dan manusia yang bersifat pribadi dan sangat
berpeluang untuk mengikuti hawa nafsu relatif.12
atau syahwat. Sedangkan dalam Adanya pembatasan pada tujuan
pengertian syariat, maslahat harus syariat sebagai dasar maslahat, tidak
merujuk kepada tujuan syariat yang berimplikasi pada lahirnya dikotomi
lima, tanpa mengabaikan pemenuhan antara maslahat yang bersifat duniawi
kebutuhan manusia, yaitu memperoleh dan ukhrawi. Karena pada dasarnya, hal
kesenangan dan kebahagiaan serta apapun yang terkait kehidupan manusia
menghindarkan kesengsaraan. baik itu duniawi maupun ukhrawi,
Senada dengan hal tersebut, selama berada pada konteks memelihara
Mawardi Djalaluddin memaparkan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta,
pandangan al-Gazâlî bahwa maka itu disebut maslahat. Dan
kemaslahatan mesti sejalan dengan seterusnya, setiap usaha untuk mencegah
tujuan syariat, meskipun berkait dengan segala bentuk kemudaratan yang
tujuan-tujuan manusia, karena berkaitan dengan lima aspek tersebut
kemaslahatan manusia tidak selamanya juga dinamakan maslahat. Oleh karena
didasarkan pada kehendak syariat, itu, al-Syâthibî memperingatkan bahwa
karena seringkali didasarkan pada semestinya tujuan utama mencari
kehendak naluri subjektif atau berdasar kemaslahatan dan menolak kemudaratan
hawa nafsu. Mawardi Djalaluddin adalah demi tercapainya kebahagiaan
mencontohkan bahwa di zaman Jahiliah hidup di dunia dan akhirat.13
para wanita tidak mendapatkan harta Orientasi duniawi dan ukhrawi yang
pusaka, dengan alasan bahwa dalam melekat pada maslahat dalam syariat
pandangan orang Arab sebelum Islam, Islam tersebut merupakan intisari
hal tersebut dianggap maslahat. Dalam perbedaan antara hukum Islam dengan
tradisi Arab pra Islam, kaum lelaki hukum konvensional.14 Pernyataan „Izz
merupakan tulang punggung dalam al-Dîn „Abd al-„Azîz bin „Abd al-Salâm
melindungi, memelihara, berperang serta menegaskan hal ini dalam pernyataannya
meneruskan kepemimpinan dalam bahwa “Kemaslahatan adalah untuk
kelompok mereka, sementara wanita dunia dan akhirat. Jika kemaslahatan itu
hanya sekadara pemuas nafsu. Sehingga lenyap, maka rusaklah keduanya. Dan
menyogok, menipu, mengambil hak jika mafsadah telah muncul, maka
orang lain, berzina, bergonta-ganti teman hancurlah penghuninya”.15
wanita, meminum arak, dianggap Definisi maslahat dalam terminologi
maslahat oleh sebagian orang. Akan syariat adalah segala sesuatu yang
tetapi, hal-hal tersebut tidak sejalan berimplikasi kepada kebaikan dan
dengan syariat, maka tidak dapat manfaat atau menolak bahaya yang
dinamakan maslahat. Hal ini dimaksudkan oleh Syâri‘ untuk umat,
dikarenakan standar maslahat adalah baik untuk kepentingan dunia maupun
Muhammad Ali Rusdi, Maslahat sebagai Metode Ijtihad dan Tujuan Utama Hukum Islam | 155

akhirat, baik bersifat umum maupun rangka menjaga dan


khusus, baik berupa materi maupun non- mempertahankan maslahat agama.16
materi. Sa„îd Ramadhân al-Bûtî (L 1929 M
Definisi maslahat berdasarkan – W 2013 M) mengemukakan alasan
tinjauan syariat sebagaimana dijelaskan keistimewaan maslahat syariat
di atas, membuktikan keistimewaan dibandingkan dengan maslahat
maslahat syariat dibandingkan dengan konvensional, sebagai berikut:
maslahat secara umum atau 1. Pengaruh dan kesan kemaslahatan
keistimewaan hukum Islam hukum Islam tidak terbatas
dibandingkan dengan hukum waktunya di dunia, tetapi
konvensional. Keistimewaan maslahat memberikan pengaruh positif pada
syariat dibandingkan dengan maslahat kehidupan akhirat. Hal ini
secara umum, sebagaimana dijelaskan disebabkan oleh karena syariat
Yûsuf Hâmid yaitu sebagai berikut: Islam diciptakan untuk kebahagian
1. Standar ukuran dalam maslahat dunia dan akhirat.
adalah petunjuk syariat, bukan 2. Cakupan kemaslahatan hukum Islam
semata akal manusia, karena akal tidak hanya berdimensi dan
manusia tidak sempurna, bersifat berorientasi materi saja, tetapi juga
relatif dan subjektif, selalu dibatasi berdimensi ruhani dalam kehidupan
waktu dan tempat, serta selalu manusia.
terpengaruh lingkungan dan hawa 3. Dalam hukum Islam, kemaslahatan
nafsu. agama merupakan asas bagi
2. Adanya pembatasan antara maslahat kemaslahatan lain. Oleh karena itu,
dan mafsadah dalam pandangan jika terjadi pertentangan antara dua
syariat tidak terbatas untuk kemaslahatan, maka kemaslahatan
kepentingan dunia saja tetapi juga agama tidak boleh dikesampingkan
untuk akhirat; tidak hanya atau dikorbankan.17
kepentingan temporal sesaat tetapi
kepentingan sepanjang masa. Perbedaan pendapat di kalangan
3. Maslahat dalam arti syariat tidak ulama terkait dengan definisi maslahat
terbatas pada rasa enak dan tidak hanya bersifat redaksional, inti dan
enak dalam konteks fisik jasmani maksudnya sama yakni maslahat itu
saja, tetapi juga enak dan tidak enak seirama dan relevan dengan tindakan
dalam konteks mental-spiritual atau syarak yang sasaran utamanya untuk
secara ruhaniyah. mewujudkan terjaganya pemeliharaan
4. Maslahat syariat adalah asas dan inti agama, jiwa, akal, keturunan/
dari maslahat-maslahat lainnya. kehormatan, dan harta.
Sehingga maslahat agama harus
didahulukan, dan jika perlu B. Bentuk - Bentuk Maslahat
mengorbankan yang lain dalam Para ulama ushul fiqh
mengemukakan beberapa pembagian
156 | Jurnal Syari’ah dan Hukum Diktum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2017 : 151 - 168

maslahat berdasarkan tinjauan yang yang tidak dapat dipungkiri dan


berbeda, sehingga pembagian maslahat sangat dibutuhkan oleh manusia
pada dasarnya dapat ditinjau dari adalah kebutuhan memeluk
beberapa segi, yaitu: segi kualitas dan agama. Dalam rangka
kepentingannya, kandungan maslahat, memenuhi fitrah dan naluri
perubahan maslahat, dan konteks tersebut, maka Allah swt.
legalitas formal. mensyariatkan agama yang
1. Maslahat berdasarkan kualitas dan wajib dipelihara dan dijaga oleh
kepentingan kemaslahatan setiap orang dalam segala hal,
Pada dasarnya, pembagian maslahat baik dalam hal akidah, ibadah,
berdasarkan kualitas dan kepentingan maupun muamalah. Dari segi
kemaslahatan adalah pembagian yang al-wujûd, memelihara agama
sekaligus berimplikasi pada tingkatan ditempuh misalnya dengan
prioritas maslahat itu sendiri. Para ulama syariat salat, puasa, zakat, dan
membagi maslahat berdasarkan kualitas haji. Sedangkan dari segi al-
dan kepentingan kepada tiga tingkatan, ‘adam, disyariatkan jihad dan
yaitu: memerangi orang murtad.
a. Al-mashlahah al-dharûriyyah, yaitu 2) Memelihara jiwa. Hak hidup
kemaslahatan yang berhubungan juga merupakan hak paling
dengan kebutuhan pokok manusia, asasi bagi manusia. Dalam
baik terkait dengan dunia maupun rangka menjaga kemaslahatan
terkait akhirat. Kemaslahatan dalam dan keselamatan jiwa serta
hal ini adalah al-muhâfazhah al- kehidupan manusia, maka Allah
khamsah atau al-mashâlîh al- swt. mensyariatkan berbagai
khamsah yang mencakup: hukum yang terkait dengan hal
memelihara agama, jiwa, akal, tersebut. Dari segi al-wujûd,
keturunan, dan harta. Dalam Islam misalnya mensyariatkan
menjaga maslahat yang bersifat makan, minum, berpakaian, dan
dharûrî (primer), diperoleh dengan bertempat tinggal. Sedangkan
dua hal yaitu: mempertahankan dari segi al-‘adam, di dalam
eksistensi kemaslahatan yang sudah Islam dikenal hukum kisas, diat,
ada (jalb al-mashâlih); dan dan kafarat. Semua syariat
mengantisipasi atau mencegah hal tersebut dalam rangka
yang dapat merusak atau mempertahankan kehidupan
menghilangkan potensi (dar’u al- manusia.
mafâsid), atau dalam ungkapan al- 3) Memelihara akal. Tidak dapat
Syâthibî, jânib al-wujûd dan jânib dipungkiri bahwa akal
al-‘adam.18 merupakan satu faktor penentu
1) Memelihara agama. Salah satu utama bagi seseorang dalam
fitrah atau naluri kemanusiaan menjalani kehidupannya,
Muhammad Ali Rusdi, Maslahat sebagai Metode Ijtihad dan Tujuan Utama Hukum Islam | 157

sehingga Allah swt. menjadikan pencurian dengan ancaman


pemeliharaan akal sebagai salah hukuman dan konsekuensinya.19
satu hal dharûrî. Dari segi al- b. Al-mashlahah al-hâjiyyah, yaitu
wujûd, menjaga akal kemaslahatan yang dibutuhkan
diwujudkan misalnya dengan dalam menyempurnakan kebutuhan
menambah dan memperluas pokok atau mendasar sebelumnya
ilmu dan wawasan. Sedangkan yang berbentuk keringanan untuk
dari segi al-‘adam, Allah swt. mempertahankan dan memelihara
melarang meminum minuman kebutuhan dasar manusia. Dalil akan
keras, karena bisa mengganggu hal ini adalah bahwa agama
atau merusak fungsi akal dan dibangun atas prinsip dasar untuk
hidup manusia. mencegah kesulitan dan kesukaran
4) Memelihara keturunan. serta mendatangkan kemudahan.20
Berketurunan adalah masalah Persoalan hâjiyyât (sekunder)
pokok bagi manusia dalam menjadi salah satu lapangan dalam
menjaga kelangsungannya di pembahasan maslahat, yaitu dalam
muka bumi. Dari segi al-wujûd, menjaga pemenuhan dan
Islam mensyariatkan banyak penyempurnaan kebutuhan asasi.21
hal, mulai dari menjaga Dalam rangka mewujudkan
pandangan terhadap lawan jenis maslahat sekunder ini, Allah swt.
sampai kepada syariat nikah, mensyariatkan banyak hal dalam
persusuan, dan nafkah. berbagai bidang, termasuk ibadah,
Sedangkan dari segi al-‘adam, muamalah, dan lain-lain, yang
Islam melarang perzinaan, dan semuanya untuk menunjang
hal terkait seperti menuduh kebutuhan mendasar al-mashâlih al-
zina, serta segala konsekuensi khamsah. Dalam kaitan ibadah,
hukumnya. misalnya Islam memberi keringanan
5) Memelihara harta benda. Harta meringkas salat (salat jamak, salat
benda juga merupakan faktor qasar), dan opsi berbuka puasa bagi
yang sangat menentukan dalam orang yang sedang musafir. Dalam
kehidupan manusia, karena bidang muamalah, antara lain Islam
manusia tidak dapat hidup tanpa membolehkan berburu binatang,
harta. Dari segi al-wujûd, Islam melakukan jual beli pesanan (baî‘
mensyariatkan untuk al-salam), bekerja sama dalam
mendapatkan harta dengan cara pertanian (muzâra‘ah)22 dan
bermuamalah sesuai syariat, perkebunan (musâqah) . 23

misalnya berusaha atau


berbisnis untuk mendapatkan c. Al-mashlahah al-tahsîniyyah, yaitu
keuntungan. Sedangkan dari kemaslahatan yang bersifat
segi al-‘adam, Islam melarang pelengkap berupa keleluasaan yang
dapat melengkapi kemaslahatan
158 | Jurnal Syari’ah dan Hukum Diktum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2017 : 151 - 168

sebelumnya. Tahsîniyyah juga kemaslahatan tersebut. Maslahat al-


berhubungan dengan al-mashâlih al- dharûriyyah tidak sama nilainya dengan
khamsah, meski tahsîniyyah maslahat al-hâjiyyah dan al-tahsîniyyah.
merupakan kebutuhan manusia yang Oleh karena itu, jika terjadi benturan
tidak sampai kepada kebutuhan kepentingan antara satu kemaslahatan
dharûrî, juga tidak sampai kepada dengan kemaslahatan lainnya, maka
kebutuhan hâjî, namun kebutuhan kemaslahatan al-dharûriyyah harus lebih
ini perlu dipenuhi dalam rangka diprioritaskan dan didahulukan daripada
memberi kesempurnaan dan kemaslahatan al-hâjiyyah, dan
keindahan bagi hidup manusia. Al- kemaslahatan al-hâjiyyah harus
Syâthibî mengistilahkan hal-hal diprioritaskan dan didahulukan daripada
tahsîniyyah ini dengan makârim al- kemaslahatan al-tahsîniyyah. Hal ini
akhlâq.24 Dalam pandangan Ibn terjadi karena unsur-unsur yang terdapat
„Âsyûr, tahsîniyyah termasuk faktor dalam al-dharûriyyah menjadi dasar
penunjang dalam mencapai acuan maqâshid dalam menggapai
kehidupan pribadi yang bahagia kemaslahatan dunia dan akhirat,
serta tatanan kehidupan sementara dua komponen lainnya
bermasyarakat yang elok, aman dan berkapasitas sebagai pelengkap dan
tenteram, yang turut mencerminkan penyempurna.26 Skala prioritas yang
keindahan akhlak Nabi saw. dan sama juga berlaku dalam persoalan al-
agama Islam secara umum. dharûriyyât al-khamsah atau al-
Kaitannya dengan hal ini misalnya, mashâlih al-khamsah, maka secara
Islam menganjurkan memakan berurutan: memelihara agama, jiwa,
makanan yang bergizi, berpakaian akal, keturunan, dan harta, juga
yang bagus dengan menutup aurat, merupakan tingkatan skala prioritas jika
melakukan amalan-amalan sunnah terjadi perbenturan kepentingan dari hal-
sebagai ibadah tambahan, sampai hal tersebut.
pada hal-hal detail terkait adat 2. Maslahat berdasar kandungannya.
masyarakat, baik itu adat yang Berdasar kandungan maslahat atau
berlaku universal seperti berbusana hubungannya dengan umat atau individu
yang sopan, maupun adat yang tertentu, ulama ushul fiqh membagi dua
berlaku lokal seperti urusan macam maslahat, yaitu al-mashlahah al-
memanjangkan jenggot.25 ‘âmmah atau al-mashlahah al-kulliyyah
dan al-mashlahah al-khâshshah atau al-
Ketiga bentuk maslahat di atas, mashlahah al-juz‘iyyah.
secara berurutan menggambarkan a. Al-mashlahah al-‘âmmah atau al-
tingkatan peringkat kekuatan masing- mashlahah al-kulliyyah, yaitu
masing. Artinya, terdapat aturan kemaslahatan umum yang
tersendiri dalam menentukan sikap menyangkut kepentingan orang
dalam memberikan prioritas terhadap banyak. Contoh dari maslahat umum
Muhammad Ali Rusdi, Maslahat sebagai Metode Ijtihad dan Tujuan Utama Hukum Islam | 159

adalah menjaga agama agar tidak maslahatnya kepada manusia atau


lenyap, menjaga umat untuk tidak sebaliknya menimbulkan
tercarai berai, menjaga dua tanah kerusakan yang sangat
haram yaitu Makkah dan Madina, berbahaya, seperti halnya
agar tidak dikuasai non muslim, membunuh orang-orang yang
menjaga al-Qur‟an agar tidak hilang enggan membayar zakat pada
atau berubah dengan cara menjaga masa khalifah Abû Bakar ra.
para penghafal al-Qur‟an dan 2) Zhanniyyah adalah yang
mushaf, menjaga hadis-hadis Nabi ditunjukkan oleh dalil yang
saw. agar tidak tercampur dengan bersifat relatif, seperti yang
hadis palsu, dan maslahat lainnya ditunjukkan dalam sebuah hadis:
yang melibatkan orang banyak.27 ‫ال يقضي القاضي وهى غضبان‬
Kemaslahatan umum tidak (hendaklah seorang hakim tidak
selamanya berarti kepentingan untuk memutuskan suatu perkara dalam
semua orang, akan tetapi terkadang keadaan marah). Termasuk dalam
berbentuk kepentingan mayoritas umat hal ini, maslahat yang berdasar
saja. Misalnya, ulama membolehkan pada petunjuk dugaan akal,
membunuh penyebar bid„ah yang dapat seperti pada contoh kasus
merusak akidah umat, karena menjadikan anjing sebagai
menyangkut kepentingan orang penjaga rumah pada saat domisili
banyak. 28 dalam situasi mencekam.29
3) Wahmiyyah adalah berdasar pada
b. Al-mashlahah al-khâshshah atau al- adanya tanda-tanda maslahat dan
mashlahah al-juz‘iyyah, yaitu kebaikan, namun ternyata
maslahat yang bersifat individu atau mendatangkan mudarat. Misalnya
kepentingan segelintir orang. mengisap zat-zat berupa opium,
Maslahat ini terdiri dari tiga kokain, dan heroin, dimana ada
pembagian, yaitu: qath‘iyyah, anggapan bahwa dengan
zhanniyyah, dan wahmiyyah. menghisapnya bisa menjadi obat,
1) Qath‘iyyah adalah yang padahal tidak mendatangkan
ditunjukkan oleh dalil yang kebaikan melainkan mudarat.30
bersifat absolut dan tidak dapat 3. Maslahat berdasarkan perubahan
ditakwil lagi. Misalnya firman maslahat
Allah dalam QS Âli „Imrân/3: 97 Menurut Mushthafâ al-Syalabî,
tentang kewajiban berhaji kepada seorang guru besar ushul fiqh di
orang yang mampu saja. Universitas al-Azhar Kaior, terdapat dua
Termasuk dalam hal ini maslahat bentuk maslahat berdasarkan segi
yang berdasar pada petunjuk akal perubahan maslahat, yaitu al-mashlahah
sehat terhadap hal yang al-tsâbitah dan al-mashlahah al-
berimplikasi sangat besar mutagayyirah.
160 | Jurnal Syari’ah dan Hukum Diktum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2017 : 151 - 168

a) Al-mashlahah al-tsâbitah, yaitu segi langsung dan tidak langsung


kemaslahatan yang bersifat tetap petunjuk (dalil) terhadap suatu
dan tidak akan berubah sampai akhir maslahat, al-mashlahah al-
zaman. Misalnya kewajiban ritual mu‘tabarah terbagi dua yaitu al-
ibadah, seperti salat, puasa, zakat, munâsib al-mu’atstsir dan al-
dan haji. munâsib al-mulâ’im.33
b) Al-mashlahah al-mutagayyirah, 1) al-munâsib al-mu’atstsir, yaitu ada
yaitu kemaslahatan yang berubah- petunjuk langsung dari Syâri‘
ubah sesuai dengan perubahan (pembuat syariat) yang
tempat, waktu, dan subjek hukum. memerhatikan maslahat tersebut.
Kemaslahatan seperti ini berkaitan Maksudnya, ada petunjuk syariat
dengan permasalahan muamalah dan dalam bentuk nas atau ijmak yang
adat kebiasaan, seperti dalam menetapkan bahwa maslahat itu
masalah makanan yang berbeda- dijadikan alasan dalam menetapkan
beda antara satu daerah dan daerah hukum. Contoh dalil nas yang
lainnya. Menurut Mushthafâ al- menunjuk langsung kepada
Syalabî, pembagian ini penting maslahat, misalnya tidak baiknya
dalam kaitannya untuk memberikan mendekati perempuan yang sedang
gambaran batasan kemaslahatan haid dengan alasan bahwa haid itu
yang bisa berubah dan kemaslahatan adalah penyakit. Hal ini disebut
yang tidak bisa berubah.31 maslahat karena menjauhkan diri
4. Maslahat berdasarkan konteks dari kerusakan atau penyakit. Alasan
legalitas formal akan adanya penyakit itu yang
Standarisasi keserasian atau dikaitkan dengan larangan mendekat
keselarasan anggapan baik dari akal perempuan, disebut munâsib. Hal ini
dengan tujuan syariat dalam menetapkan dilegitimasi oleh QS al-Baqarah/2:
hukum atau ukuran munâsib maslahat 222 tentang perintah menjauhi
dengan tujuan Syâri‘ dalam menetapkan perempuan haid.34
syariat, melahirkan pembagian maslahat Contoh dalil dalam bentuk
dalam konteks sah tidaknya sebuah ijmak yang menunjuk langsung
maslahat, yang terdiri dari al-mashlahah kepada maslahat, misalnya
al-mu‘tabarah, al-mashlahah al-mulgâh, menetepkan adanya perwalian bapak
dan al-mashlahah al-maskût ‘anhâ.32 terhadap harta anaknya dengan ‘illat
a. Al-mashlahah al-mu‘tabarah, belum dewasa. Adanya hubungan
yaitu maslahat yang mendapatkan belum dewasa dengan hukum
petunjuk dari syâri‘, baik secara perwalian adalah maslahat atau
langsung maupun tidak langsung, munâsib.35
bahwa ada maslahat yang 2) Al-munâsib al-mulâ’im, yaitu
menjadi alasan dalam maslahat yang tidak ada petunjuk
menetapkan sebuah hukum. Dari langsung dari syariat baik dalam
Muhammad Ali Rusdi, Maslahat sebagai Metode Ijtihad dan Tujuan Utama Hukum Islam | 161

bentuk nas maupun ijmak tentang syariat sebagai alasan bagi


perhatian syariat terhadap maslahat hukum yang sejenis untuk
tersebut, melainkan secara tidak meninggalkan salat berjamaah,
langsung ada. Maksudnya, yaitu jamak salat. Dingin
meskipun syariat secara langsung memiliki substansi yang sama
tidak menetapkan suatu keadaan yang sama dengan perjalanan
menjadi alasan untuk menetapkan yaitu substansi menyulitkan;
hukum, namun ada petunjuk syariat sedangkan meninggalkan salat
bahwa keadaan itulah yang berjamaah sejenis dengan jamak
ditetapkan syariat sebagai alasan salat, yaitu sama-sama rukhshah
untuk hukum yang semisal. (keringanan) hukumnya.36
Umpamanya: Pemaparan tersebut, tampak
- Berlanjutnya perwalian bapak bahwa pada bentuk maslahat
atas gadisnya dengan alasan anak yang dalilnya tidak langsung itu
gadisnya itu belum dewasa. masih ada perhatian syariat
Belum dewasa menjadi alasan kepada maslahat tersebut,
bagi hukum yang sejenisnya, meskipun sangat kecil.
yaitu perwalian dalam harta milik b. Al-mashlahah al-mulgâh, atau
anak kecil. maslahat yang ditolak, adalah
- Bolehnya jamak salat bagi orang maslahat yang pada dasarnya
yang muqim (penduduk dianggap baik oleh akal, tetapi tidak
berdomisili) karena hujan. diperhatikan oleh syariat, bahkan
Keadaan hujan memang tidak ada petunjuk syariat yang
37
pernah dijadikan alasan untuk menolaknya. Hal ini berarti bahwa
hukum jamak salat, namun akal menganggapnya baik dan
syariat melalui ijmak menetapkan sejalan dengan syariat, namun
keadaan yang sejenis dengan ternyata syariat menetapkan hukum
hujan, yaitu safar (dalam yang berbeda dengan apa yang
perjalanan) menjadi alasan untuk dikehendaki oleh maslahat itu.
bolehnya jamak salat. Contohnya:
- Menetapkan keadaan dingin - Seorang raja atau orang kaya
menjadi alasan untuk halangan yang melakukan pelanggaran
salat berjamaah. Tidak ada hukum, yaitu mencampuri
petunjuk dari syariat yang istrinya di siang hari bulan
menetapkan dingin itu sebagai Ramadan. Untuk orang tersebut,
alasan untuk tidak ikut salat sanksi yang paling baik adalah
berjamaah. Namun ada petunjuk berpuasa dua bulan berturut-
syariat bahwa keadaan yang sama turut, karena cara inilah yang
subsntansinya dengan dingin, diperkirakan akan membuat jera
yaitu perjalanan yang dijadikan kepadanya untuk melakukan
162 | Jurnal Syari’ah dan Hukum Diktum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2017 : 151 - 168

pelanggaran. Pertimbangan ini anggurnya akan dikonsumsi atau


memang masuk akal, bahkan diproduksi menjadi minuman
sejalan dengan tujuan Syâri‘ memabukkan. Atau membuka
dalam menetapkan hukum, yaitu bisnis jual beli di dalam rumah
memberi efek jera kepada yang sulit untuk diakses dengan
hamba-Nya untuk melakukan alasan menghindari zina. Kedua
pelanggaran. Namun anggapan maslahat yang dimaksud dalam
akal tersebut, ternyata tidak kedua contoh tersebut adalah
demikian menurut Syâri‘, yang maslahat mulgât atau tertolak dan
justru membuat hukum yang tidak sesuai dengan prinsip
berbeda dengan itu, yaitu maslahat dan syariat.41
mewajibkan memerdekakan - Di masa sekarang, masyarakat
hamba sahaya, meskipun sanksi telah mengakui emansipasi wanita
ini dinilai kurang relevan untuk untuk menyamakan derajat wanita
membuat jera kepada orang kaya dengan laki-laki. Atas dasar itu,
atau orang berpangkat. 38 akal menganggap baik atau
Kaitannya dengan itu, al-Laits bin menganggap maslahat untuk
Sa„ad (seorang ahli fiqh mazhab Malikî menyamakan hak perempuan
di Spanyol) pernah menetapkan dengan laki-laki dalam
hukuman puasa dua bulan berturut-turut memperoleh harta warisan. Hal ini
kepada seorang penguasa Spanyol kala juga dianggap sejalan dengan
itu, yang melakukan hubungan seksual tujuan ditetapkannya hukum waris
dengan istrinya di siang hari bulan oleh Allah swt. untuk memberikan
Ramadan. Ulama memandang hukum hak waris kepada perempuan
tersebut bertentangan dengan hadis sebagaimana yang berlaku kepada
Rasulullah saw.,39 karena bentuk laki-laki. Namun Allah swt.
hukuman dalam hadis harus diterapkan ternyata menetapkan hukum yang
secara berurut. Apabila tidak mampu berbeda dengan apa yang dikira
memerdekakan hamba sahaya, baru baik oleh akal, yang menetapkan
dikenakan hukuman puasa dua bulan hak anak laki-laki dua kali lipat
berturut-turut. Karenanya, ulama usul dari hak anak perempuan
fiqh memandang bahwa mendahulukan sebagaimana ditegaskan dalam QS
hukuman puasa dua bulan berturut-turut al-Nisâ/4: 11, dan penegasan Allah
dari hukuman memerdekakan hamba swt. tentang hak waris saudara
sahaya merupakan maslahat yang laki-laki sebesar dua kali hak
bertentangan dengan kehendak syariat, saudara perempuan sebagaimana
sehingga dianggap maslahat yang ditolak ditegaskan dalam QS al-Nisâ‟/4:
syariat.40 176.42
- Melarang atau enggan menjual c. Al-mashlahah al-maskût ‘anhâ,
anggur dengan alasan takut yaitu maslahat yang didiamkan oleh
Muhammad Ali Rusdi, Maslahat sebagai Metode Ijtihad dan Tujuan Utama Hukum Islam | 163

syariat dimana keberadaannya tidak melihat kenyataan al-mashlahah al-


didukung oleh syariat dan tidak pula garîbah tidak demikian urgen untuk
dibatalkan atau ditolak oleh syariat menjadi bagian dari klasifikasi, maka
dengan dalil yang terperinci. terdapat pola klasifikasi lain yang secara
Maslahat dalam bentuk ini terbagi lebih cermat tidak menganggap al-
dua, yaitu: mashlahah al-maskût ‘anhâ sebagai
1) Al-mashlahah al-garîbah, klasifikasi yang berbanding dengan al-
yaitu maslahat yang asing atau mashlahah al-mu‘tabarah dan al-
sama sekali tidak ada mashlahah al-mulgâh, maka al-
dukungan dari syariat, baik mashlahah al-mursalahlah yang
secara detail maupun umum. langsung dijadikan klasifikasi tersendiri
Al-Syâthibî mengatakan bersama kedua klasifikasi tersebut. Hal
bahwa maslahat seperti ini inilah yang dipaparkan oleh Muammar
tidak ditemukan dalam Bakry dalam Fiqh Prioritas yang
praktik, meskipun ada dalam membagi maslahat berdasarkan konteks
teori.43 legalitas formal kepada tiga klasifikasi
2) Al-mashlahah al-mursalah yaitu al-mashlahah al-mu‘tabarah, al-
atau oleh beberapa ulama lain mashlahah al-mursalah, dan al-
diberi istilah berbeda, mashlahah al-mulgâh.48
misalnya al-munâsib al- Muammar Bakry memberikan
44 45
mursal, istishlâh, dan catatan tersendiri dalam hal prioritas
46
istidlâl al-mursal yaitu terkait ketiga klasifikasi tersebut.
maslahat yang tidak diakui Muammar Bakry menekankan bahwa
oleh dalil syariat atau nas jika terjadi perebutan kepantingan di
secara spesifik, akan tetapi antara maslahat tersebut dalam skala
didukung oleh sejumlah urutan (tafâdhul), yang paling utama
makna nas (al-Qur‟an dan didahulukan adalah maslahat mu‘tabar.
hadis Nabi saw.). Maslahat Dia mencontohkan kasus dâm
yang dimaksud adalah (penyembelihan hewan) bagi jamaah haji
maslahat yang secara umum yang diganti dengan sedekah kepada
ditunjuk oleh al-Qur‟an dan fakir miskin, dengan alasan antara lain
hadis, namun tidak dapat bahwa daging yang disembelih pada saat
dirujuk langsung kepada suatu itu banyak tidak disalurkan sebagaimana
ayat atau hadis baik melalui mestinya, sehingga mengakibatkan
proses bayânî maupun ta‘lîlî, pemborosan. Tindakan mengantisipasi
melainkan hanya dirujuk pemborosan dan pendistribusian daging
kepada prinsip umum yang tidak layak adalah langkah dalam
kemaslahatan yang dikandung mewujudkan maslahat mursalah, namun
oleh sejumlah nas.47 jika dilakukan justru akan mencederai
Kemungkinan dengan alasan bahwa maslahat mu‘tabarah yakni tujuan
164 | Jurnal Syari’ah dan Hukum Diktum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2017 : 151 - 168

pertama dan utama dari dâm yaitu III. PENUTUP


penyembelihan dan pengaliran darah Maslahat adalah sesuatu yang
hewan sebagaimana dilegalisasi oleh QS dianggap baik oleh akal karena
al-Baqarah/2: 196 dan QS al-Hajj/22: 37. mendatangkan kebaikan dan
Oleh karena mewujudkan maslahat menghindarkan bahaya atau kerusakan
mu‘tabarah lebih utama daripada bagi manusia, yang sejalan dengan
maslahat mursalah, maka dâm tetap tujuan syariat dalam menetapkan hukum.
harus berupa penyembelihan hewan di Dari sini dapat dipahami bahwa
tanah haram, dan didistribusikan secara penekanan maslahat dalam tinjauan
profesional agar meminimalisasi definisi syariat adalah rujukan dari
kemungkinan mafsadat yang maslahat itu sendiri, yaitu tujuan syariat.
49
ditimbulkannya. Rujukan atau standar inilah yang
Alasan mendahulukan maslahat membedakan antara maslahat dalam
mu‘tabarah antara lain; maslahat ini pengertian umum dengan maslahat
didukung oleh dalil syariah, karena ‘illah dalam pengertian syariat.
maslahat ini dinyatakan dalam teks yang Maslahat dapat ditinjau dari
mana tidak terjadi pada maslahat berbagai aspek ada dari segi kualitas dan
mursalah kecuali sebatas didukung oleh kepentingannya yang mengarahkan
maqâshid al-syarî‘ah.50 Hanya saja, kepada masalah dalam bentuk primer,
Muammar Bakry memberikan catatan sekunder dan trisier, sementara dari segi
khusus bahwa kaidah ini digunakan jika kandungan yang mengarahkan kepada
antara maslahat mursalah tidak lebih kemaslahatan umum yang menyangkut
tinggi nilainya daripada maslahat kepentingan orang banyak dan
mu‘tabarah, sebagaimana yang terjadi kemaslahatan khusus yang menyangkut
pada kasus tidak diberlakukannya kepentingan individu, sedangkan dalam
hukum potong tangan oleh „Umar. tinjauan perubahan maslahat maka
Sehingga jika maslahat lebih tinggi dari dimaksudkan konteks sah tidaknya
nas, maka yang didahulukan adalah sebuah maslahat yaitu al-mashlahah al-
maslahat. Hal ini berdasar pada kaidah: tsâbitah dan al-mashlahah al-
‫إذا تعارضت المصلحة مع النص ترجح المصلحة‬ mutagayyirah., dan konteks legalitas
‫المقطىع بها إذا كانت ضرورية ويرجح النص إذا‬ formal.
‫كانت تحسينية‬
Artinya: Catatan Akhir:
1
Apabila maslahah bertentangan Ahmad bin Fâris bin Zakariyyâ, Mu‘jam
dengan nas, maka maslahah yang Maqâyîs al-Lugah, Juz III (Bairût: Dâr al-Fikr,
1979), h. 303; Muhammad bin Mukrim bin
memiliki posisi dharû.riyyah lebih
Manzhûr, Lisân al-‘Arab, Juz II (Bairût: Dâr
unggul, dan nas lebih unggul jika SHâdir, 1414 H), h. 516; Abû „Abdillâh Zain al-
posisi maslahah hanya sekadar Dîn Muhammad bin Abû Bakr al-Râzî, Mukhtâr
tahsîniyyah.51 al-SHihâh (Bairût: al-Maktabah al-„Ashriyyah,
1999), h. 178.
1
Departemen Pendidikan dan
Muhammad Ali Rusdi, Maslahat sebagai Metode Ijtihad dan Tujuan Utama Hukum Islam | 165

Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia 146.


1
(Edisi II; Jakarta: Balai Pustaka, 1996), h. 634. Muhammad Sa„îd Ramadhân al-Bûthî,
1
Muhammad Mawardi Djalaluddin, al- Dhawâbith al-Mashlahah fî al-Syarî‘ah al-
Mashlahah al-Mursalah dan Pembaruan Hukum Islâmiyyah (Bairût: Muassasah al-Risâlah, t.th.),
Islam; Suatu Kajian terhadap Beberapa h. 44-60.
1
Permasalahan Fiqh (Yogyakarta: Kota Dalam ungkapan al-Syâthibî: 1)
Kembang, 2009), h. 25. murâ‘âtihâ min jânib al-wujûd; dan 2)
1
Abdul Aziz Dahlan,, dkk., Ensiklopedi murâ‘âtihâ min jânib al-‘adami. Lihat: Abû
Hukum Islam, Jilid IV (Jakarta: PT Ichtiar Baru Ishâq al-Syâthibî, al-Muwâfakât fî Ushûl al-
van Hoeve, 2001), h. 1143. Ahkâm, Juz II, h. 18.
1 1
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Jilid II Ahmad Abû Rahmah, al-Mashlahah al-
(Jakarta: Kencana, 2009), h. 345. Mursalah fî Ahkâm al-Siyâsah al-Syar‘iyyah fî
1
Abû Hâmid Muhammad Ibn Muhammad ‘Ahd al-Nabiyyi saw. (Gaza: al-Jâmi„ah al-
al-Gazâlî, al-Mustashfâ (Bairût: Dâr al-Kutub al- Islâmiyyah Gaza, 2010), h. 12-14; Abû Ishâq al-
„Ilmiyyah, 1993), h. 174. Syâthibî, al-Muwâfakât fî Ushûl al-Ahkâm, Juz
1
Najm al-Dîn al-THûfî, Risâlah fî Ri‘âyah II, h. 18-20.
1
al-Mashlahah (Libanon: al-Dâr al-Mashdariyyah Hal ini ditegaskan dalam beberapa ayat al-
al-Lubnâniyyah, 1993), h. 25; Yûsuf Hâmid al- Qur‟an, misalnya QS. al-Baqarah/2: 185, QS. al-
„Âlim, al-Maqâshid al-‘Âmmah li al-Syarî‘ah al- Mâ‟idah/5: 6, dan QS. al-Hajj/22: 78.
1
Islâmiyyah (Riyâdh: al-Dâr al-„Âlamiyyah li al- Nâjî al-Suwaid, Fiqh al-Muwâzanât baina
Kutub al-Islâmî, 1994), h. 138. al-Nazhariyyah wa al-Tathbîq (Bairût: Dâr al-
1
Abû Ishâq al-Syâthibî, al-Muwâfakât fî Kutub al-„Ilmiyyah, t.th.), h. 88.
1
Ushûl al-Ahkâm, Juz II (Bairût: al-Maktabah al- Muzâra‘ah adalah kontrak yang
Taufiqîyah, 2004), h. 44-46. ditandatangani antara pemilik tanah dengan
1
„Izz al-Dîn „Abd al-„Azîz bin „Abd al- pihak lain yang akan menjalankan proyek
Salâm al-Dimasyqî, Qawâ‘id al-Ahkâm fî penanaman dan penjagaan tanaman. Hasil yang
Mashâlih al-Anâm, Juz I (al-Qâhirah: Maktabah diperoleh dari kongsi antara kedua belah pihak
al-Kulliyyât al-Azhariyyah, 1991), h. 14. bergantung pada kesepakatan kongsi.
1 1
Sa„ad bin Nāsir al-Syassyarī, al- Musâqah adalah kontrak antara pemilik
Mashlahah ‘inda al-Hanâbilah (t.tp.: t.p.,t.th.), h. tanaman dengan pihak lain yang akan melakukan
2. proyek pemeliharaan, penjagaan dan segala kerja
1
Sa„ad bin Nāsir al-Syassyarī, al- yang diperlukan. Sebagai balasannya pihak
Mashlahah ‘inda al-Hanâbilah, h. 3. kedua akan mengambil kadar tertentu daripada
1
Muhammad Mawardi Djalaluddin, al- hasil yang diperoleh.
1
Mashlahah al-Mursalah dan Pembaruan Hukum Abû Ishâq al-Syâthibî, al-Muwâfakât fî
Islam; Suatu Kajian terhadap Beberapa Ushûl al-Ahkâm, Juz II, h. 22.
1
Permasalahan Fiqh, h. 27-28. Muhammad Thâhîr bin „Âsyûr, Maqâshid
1
Abû Ishâq al-Syâtibî, al-Muwâfakât fî al-Syarî‘ah al-Islâmiyyah (Cet. II; Urdun: Dâr
Ushûl al-Ahkâm, Juz II, h. 63. al-Nafâ‟is, 2001), h. 307-308.
1 1
Muhammad Mawardi Djalaluddin, al- Muammar Bakry, Fiqh Prioritas;
Mashlahah al-Mursalah dan Pembaruan Hukum Konstruksi Metodologi Hukum Islam dan
Islam; Suatu Kajian terhadap Beberapa Kompilasi Kaidah Prioritas Hukum Islam
Permasalahan Fiqh, h. 29-30. (Jakarta: Pustaka Mapan, 2009), h. 109-110.
1 1
„Izz al-Dîn „Abd al-„Azîz bin „Abd al- Muhammad THâhîr bin „Âsyûr, Maqâshid
Salâm al-Dimasyqî, Qawâ‘id al-Ahkâm fî al-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, h. 313.
1
Mashâlih al-Anâm, Juz I, h. 4. Muhammad Mawardi Djalaluddin, al-
1
Lihat: Yûsuf Hâmid al-„Âlim, al-Maqâshid Mashlahah al-Mursalah dan Pembaruan Hukum
al-‘Âmmah li al-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, h. 140- Islam; Suatu Kajian terhadap Beberapa
166 | Jurnal Syari’ah dan Hukum Diktum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2017 : 151 - 168

Permasalahan Fiqh, h. 33-34. Hukmi (Madinah al-Munawwarah, 1415 H), h.


1
Muhammad Thâhîr bin „Âsyûr, Maqâshid 283.
1
al-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, h. 315. Taqy al-Dîn „Alî bin „Abd al-Kâfî al-
1
Muhammad THâhîr bin „Âsyûr, Maqâshid Subkî, al-Ibhâj fî Syarh al-Minhâj, Juz III
al-Syarî‘ah al-Islâmiyyah, h. 315. (Bairût: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1995), h.
1
Abdul Aziz Dahlan, dkk., Ensiklopedi 177; „Abd al-Karîm Zaidân, al-Wajîz fî Ushûl al-
Hukum Islam, Jilid IV, h. 1145. Fiqh, h. 211.
1 1
„Abd al-Karîm Zaidân, al-Wajîz fî Ushûl „Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin
al-Fiqh (Bairût: Muassasah al-Risâlah, 1987), h. Qudâmah, Raudhah al-Nâzhir wa Jannah al-
276. Manâzhir fî Ushûl al-Fiqh ‘alâ Mazhab al-Imâm
1
„Abd al-Wahhâb Khallâf, ‘Ilm Ushûl al- Ahmad ibn Hanbal, Juz I (t.tp.: Muassasah al-
Fiqh wa Khulâshah Târîkh al-Tasyrî‘ (Mesir: Rayyân li al-THibâ„ah wa al-Nasyr wa al-Tauzî„,
Mathba„ah al-Madanî, t.th.), h. 83. 2002), h. 178.
1 1
„Abd al-Karîm Zaidân, al-Wajîz fî Ushûl Badr al-Dîn Muhammad bin „Abdullah al-
al-Fiqh, h. 208-209; „Abd al-Wahhâb Khallâf, Zarkasyî, al-Bahr al-Muhîth fî Ushûl al-Fiqh,
‘Ilm Ushûl al-Fiqh (al-Qâhirah: Maktabah al- Juz VIII (t.tp.: Dâr al-Kutaibî, 1994), h. 83.
1
Da„wah, t.th.), h. 71. Muhammad Mawardi Djalaluddin, al-
1
Amir Syarifuddin, Usul Fiqh, Jilid II, h. Mashlahah al-Mursalah dan Pembaruan Hukum
351-352. Islam; Suatu Kajian terhadap Beberapa
1
Amir Syarifuddin, Usul Fiqh, Jilid II, h. Permasalahan Fiqh, h. 45.
1
352-353. Muammar Bakry, Fiqh Prioritas;
1
Abû Hâmid Muhammad bin Muhammad Konstruksi Metodologi Hukum Islam dan
al-Gazâlî, al-Mustashfâ , h. 174. Kompilasi Kaidah Prioritas Hukum Islam, h.
1
Amir Syarifuddin, Usul Fiqh, Jilid II, h. 111.
1
353-354. Muammar Bakry, Fiqh Prioritas;
1
Hadis ini adalah hadis yang menjelaskan Konstruksi Metodologi Hukum Islam dan
tentang hukuman bagi orang yang berhubungan Kompilasi Kaidah Prioritas Hukum Islam, h.
seksual di siang hari Ramadan. Di dalam hadis 112-113.
1
disebutkan hukumannya secara berurutan adalah Muammar Bakry, Fiqh Prioritas;
memerdekakan budak, berpuasa dua bulan Konstruksi Metodologi Hukum Islam dan
berturut-turut, atau member makan 60 orang Kompilasi Kaidah Prioritas Hukum Islam, h.
fakir miskin. Lihat: Muhammad bin Ismâ„îl al- 113.
1
Bukhârî, SHahîh al-Bukhârî, Juz III (t.tp.: Dâr Muammar Bakry, Fiqh Prioritas;
Thûq al-Najâh, 1422 H), h. 32; Muslim bin al- Konstruksi Metodologi Hukum Islam dan
Hajjâj, Shahîh Muslim, Juz II (Bairût: Dâr Ihyâ Kompilasi Kaidah Prioritas Hukum Islam, h.
al-Turâts al-„Arabî, t.th.), h. 782. 114.
1
Muhammad Mawardi Djalaluddin, al-
Mashlahah al-Mursalah dan Pembaruan Hukum DAFTAR PUSTAKA
Islam; Suatu Kajian terhadap Beberapa
Permasalahan Fiqh, h. 42-43.
1
„Âlim, Yûsuf Hâmid al-. al-Maqâshid
„Alâ al-Dîn „Alî bin Sulaimân al-Mardâwî,
al-‘Âmmah li al-Syarî‘ah al-
al-Tahbîr Syarh al-Tahrîr fî Ushûl al-Fiqh, Juz
VII (Riyâdh: Maktabah al-Rusyd, 2000), h. 3394. Islâmiyyah, Riyâdh: al-Dâr al-
1
Ahmad Abû Rahmah, al-Mashlahah al- „Âlamiyyah li al-Kutub al-Islâmî,
Mursalah fî Ahkâm al-Siyâsah al-Syar‘iyyah fî 1994.
‘Ahd al-Nabiyyi saw., h. 18. „Âsyûr, Muhammad Thâhîr bin.
1
Ahmad bin Mahmûd bin „Abd al-Wahhâb
Maqâshid al-Syarî‘ah al-
al-Syanqîthî, al-Washf al-Munâsib li Syar‘ al-
Islâmiyyah, Urdun: Dâr al-
Muhammad Ali Rusdi, Maslahat sebagai Metode Ijtihad dan Tujuan Utama Hukum Islam | 167

Nafâ‟is, 2001. Mardâwî, „Alâ al-Dîn „Alî bin Sulaimân


Bakry, Muammar. Fiqh Prioritas; al-. al-Tahbîr Syarh al-Tahrîr fî
Konstruksi Metodologi Hukum Ushûl al-Fiqh, Riyâdh: Maktabah
Islam dan Kompilasi Kaidah al-Rusyd, 2000.
Prioritas Hukum Islam, Jakarta: Qudâmah, „Abdullah bin Ahmad bin
Pustaka Mapan, 2009. Muhammad bin. Raudhah al-
Bukhârî, Muhammad bin Ismâ„îl al-. Nâzhir wa Jannah al-Manâzhir fî
Shahîh al-Bukhârî, t.tp.: Dâr Ushûl al-Fiqh ‘alâ Mazhab al-
Thûq al-Najâh, 1422 H. Imâm Ahmad ibn Hanbal, t.tp.:
Bûthî, Muhammad Sa„îd Ramadhân al-. Muassasah al-Rayyân li al-
Dhawâbith al-Mashlahah fî al- Thibâ„ah wa al-Nasyr wa al-
Syarî‘ah al-Islâmiyyah, Bairût: Tauzî„, 2002.
Muassasah al-Risâlah, t.th. Rahmah, Ahmad Abû. al-Mashlahah al-
Dahlan, Abdul Aziz. dkk., Ensiklopedi Mursalah fî Ahkâm al-Siyâsah al-
Hukum Islam, Jakarta: PT Ichtiar Syar‘iyyah fî ‘Ahd al-Nabiyyi
Baru van Hoeve, 2001. saw., Gaza: al-Jâmi„ah al-
Departemen Pendidikan dan Islâmiyyah Gaza, 2010.
Kebudayaan, Kamus Besar Râzî, Abû „Abdillâh Zain al-Dîn
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Muhammad bin Abû Bakr al-.
Pustaka, 1996. Mukhtâr al-Shihâh. Bairût: al-
Djalaluddin, Muhammad Mawardi. al- Maktabah al-„Ashriyyah, 1999.
Mashlahah al-Mursalah dan Salâm al-Dimasyqî, „Izz al-Dîn „Abd al-
Pembaruan Hukum Islam; Suatu „Azîz bin „Abd al-. Qawâ‘id al-
Kajian terhadap Beberapa Ahkâm fî Mashâlih al-Anâm, al-
Permasalahan Fiqh, Yogyakarta: Qâhirah: Maktabah al-Kulliyyât
Kota Kembang, 2009. al-Azhariyyah, 1991.
Gazâlî, Abû Hâmid Muhammad Ibn Subkî, Taqy al-Dîn „Alî bin „Abd al-Kâfî
Muhammad al-. al-Mustashfâ, al-. al-Ibhâj fî Syarh al-Minhâj,
Bairût: Dâr al-Kutub al- Bairût: Dâr al-Kutub al-
„Ilmiyyah, 1993. „Ilmiyyah, 1995.
Hajjâj, Muslim bin al-. Shahîh Muslim, Suwaid, Nâjî al-. Fiqh al-Muwâzanât
Bairût: Dâr Ihyâ al-Turâts al- baina al-Nazhariyyah wa al-
„Arabî, t.th. Tathbîq, Bairût: Dâr al-Kutub al-
Khallâf, „Abd al-Wahhâb. ‘Ilm Ushûl al- „Ilmiyyah, t.th.
Fiqh wa Khulâshah Târîkh al- Syanqîthî, Ahmad bin Mahmûd bin „Abd
Tasyrî‘, Mesir: Mathba„ah al- al-Wahhâb al-. al-Washf al-
Madanî, t.th. Munâsib li Syar‘ al-Hukmi,
Manzhûr, Muhammad bin Mukrim bin. Madinah al-Munawwarah, 1415
Lisân al-‘Arab, Bairût: Dâr H.
SHâdir, 1414 H. Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh, Jakarta:
168 | Jurnal Syari’ah dan Hukum Diktum, Volume 15, Nomor 2, Desember 2017 : 151 - 168

Kencana, 2009. Thûfî, Najm al-Dîn al-. Risâlah fî


Syassyarī, Sa„ad bin Nāsir al-. al- Ri‘âyah al-Mashlahah. Libanon:
Mashlahah ‘inda al-Hanâbilah, al-Dâr al-Mashdariyyah al-
t.tp.: t.p.,t.th. Lubnâniyyah, 1993.
Syâthibî, Abû Ishâq al-. al-Muwâfakât fî Zaidân, „Abd al-Karîm. al-Wajîz fî
Ushûl al-Ahkâm, Bairût: al- Ushûl al-Fiqh, Bairût: Muassasah
Maktabah al-Taufiqîyah, 2004. al-Risâlah, 1987.
Zaidân, „Abd al-Karîm. al-Wajîz fî

Anda mungkin juga menyukai