Anda di halaman 1dari 13

148 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 147 - 160

ISTISHLAH DAN APLIKASINYA DALAM PENETAPAN


HUKUM ISLAM

Nur Asiah
UIN Alauddin Makassar Dpk Universitas Hasanuddin
Email: asiah.amin76@gmail.com

Abstract: In essence, all the laws that have been established by God Almighty it
has benefits because all legal aspects either the command or prohibition provides
benefits in human beings. However, when humans find a problem that does not
have sharih argument,then benefit consideration and prevention of damages
becomes urgent in law enforcement.In its application as evidence, scholars are
divided into two groups: first, scholars who received istishlah as evidence under
the condition that the beneficiaries is essential and it is not the alleged
beneficiaries, it is general, personal, and it is not contrary to the arguments of
syara’.Secondly, scholars who deny the application of istishlah as evidence in
establishing Islamic law.

Abstrak: Pada hakikatnya, semua hukum yang telah ditetapkan oleh Allah swt.
itu mengandung maslahat, karena seluruh aspek hukum baik itu perintah maupun
larangan memberikan manfaat pada diri manusia. Akan tetapi ketika manusia
terbentur pada suatu masalah yang tidak terdapat dalil sharihnya maka
pertimbangan kemaslahatan dan pencegahan terhadap kemudharatan kemudian
menjadi hal yang urgen dalam penetapan hukum. Akan tetapi dalam aplikasinya
sebagai hujjah, ulama terbagi menjadi dua golongan: pertama, ulama yang
menerima istishlah sebagai hujjah dengan ketentuan yakni maslahat itu adalah
maslahat hakiki dan bukan dugaan, bersifat umum dan bukan pribadi dan tidak
bertentangan dengan dalil syara’. Kedua, ulama yang menolak aplikasi istishlah
sebagai hujjah di dalam penetapan hukum Islam.

Kata kunci: Istishlah, Metode Penetapan, Hukum Islam

I. PENDAHULUAN Salah satu contoh yaitu ketika


Pada dasarnya, semua hukum Allah memerintahkan kepada semua
yang telah ditetapkan oleh Allah swt. hamba-Nya untuk melaksanakan shalat.
kepada hamba-Nya terkandung Dibalik perintah shalat itu terkandung
mashlahah baik hukum yang berbentuk banyak manfaat yang bisa dirasakan
perintah maupun larangan. Tidak satu secara langsung oleh manusia, di
pun yang luput dari mashlahah. Oleh antaranya ialah bahwa dengan shalat
karena seluruh perintah Allah bagi dapat menimbulkan ketenangan rohani
hamba-Nya pada hakikatnya dan kebersihan jiwa.
mengandung manfaat bagi diri manusia Begitu pun dengan semua
baik secara langsung atau tidak. Hanya larangan-larangan-Nya terkandung
saja merasakan manfaat itu ada yang kemaslahatan bagi manusia yakni
seketika itu juga dan ada pula yang terjaga dari perbuatan yang mengarah
dirasakan setelahnya.1 pada kebinasaan atau kerusakan bagi
149 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 147 - 160

dirinya. Sebagai contoh pada juga harus diperhitungkan oleh


pelarangan meminum minuman keras. kalangan mujtahid di dalam menggali
Nilai mashlahahnya adalah bahwa dan menetapkan hukum baru bagi
dengan menjauhi perilaku menenggak hukum yang tidak memiliki kepastian
minuman keras akan menghindarkan secara sharih dari Al-Qur’an, sunnah,
seseorang dari mabuk yang dapat maupun ijma sharih. Mashlahah inilah
merusak tubuh, jiwa (mental) dan akal yang kemudian dikenal dengan istilah
manusia. Mengenai mashlahah, Amir istishlah atau mashlahah mursalah
Syarifuddin menyatakan bahwa semua yaitu mashlahah yang selaras dan
ulama sepakat tentang adanya sejalan dengan tujuan-tujuan syara’
kemaslahatan yang terkandung di tetapi tidak didukung oleh sumber dalil
dalam hukum-hukum yang telah yang khusus yang sifatnya
ditetapkan oleh Allah swt. Hanya saja, melegitimasi maupun menolak
masih terdapat polemik di kalangan mashlahah tersebut. Akan tetapi sejauh
ulama terkhusus mengenai maksud mana istishlah atau mashlahah
Allah dalam membuat ketetapan mursalah ini diakui kehujjahannya?
hukum. Di antaranya, ada yang Hal ini pun masih menjadi
berpendapat bahwa tujuan Allah pertentangan di kalangan ulama fiqh.
membuat ketetapan hukum adalah Ada golongan yang menolak istishlah
untuk mendatangkan mashlahah. Di dalam penetapan hukum dan ada pula
sisi lain, ada yang menganggap bahwa golongan yang menganggap istishlah
Allah menetapkan hukum bukan hanya dapat diterima dan dijadikan sebagai
semata-mata untuk mendatangkan salah satu metode dalam menetapkan
mashlahah tetapi memang murni hukum.
karena iradat dan qudrat-Nya.2 Bertitik tolak dari uraian
Terlepas dari perbedaan tersebut di atas maka pembahasan
tersebut, yang jelas bahwa dalam setiap dalam tulisan ini akan dititikberatkan
perbuatan yang mengandung nilai-nilai pada uraian tentang pengertian
kebaikan bagi manusia maka biasanya istishlah, kehujjahan dan syarat-syarat
perbuatan tersebut diikat oleh hukum penerapan istishlah dengan pendekatan
syara dalam bentuk perintah. yang digunakan adalah metode
Sebaliknya, pada setiap perbuatan yang deskriptif-analisis.
terkandung nilai keburukan bagi
manusia maka perbuatan tersebut juga II. PEMBAHASAN
diikat oleh hukum syara dalam bentuk
larangan. A. Pengertian Istishlah
Adapun hukum syara itu sendiri Dari segi bahasa, istishlah yang
akan selalu selaras dengan akal biasa juga disebut mashlahah mursalah
manusia ataupun sebaliknya. Akan berasal dari kata mashlahah dan
tetapi ketika manusia terbentur pada mursalah. Mashlahah berasal dari kata
suatu masalah yang tidak terdapat shalahah dengan tambahan alif pada
hukum syara’nya secara pasti, maka awalnya berarti baik, lawan kata dari
hukum apa yang akan ditetapkan? Hal mafsadah yang berarti rusak. Atau
inilah yang menjadi perdebatan yang dalam arti yang lain yakni al-shalah
berkepanjangan di kalangan ulama. artinya manfaat atau terlepas dari
Dari sini tampaknya mashlahah itu kerusakan.3 Mashlahah dalam arti
150 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 147 - 160

umum adalah semua yang Di dalam ayat ini terdapat kata


mendatangkan manfaat bagi manusia. ishlah yang berarti berbuat baik dan
Jadi segala yang bisa menimbulkan kata mushlih artinya orang yang
manfaat disebut mashlahah. Dengan berbuat baik.
lain perkataan di dalam mashlahah Dari segi penamaan, sebagian
terkandung dua hal pokok yakni pakar ushul menggunakan kata
mendatangkan kebaikan dan menolak istishlah seperti kebanyakan ulama
mafsadah. Hanabilah. Dan ada juga yang
Mursalah artinya lepas, tidak menamainya dengan mashlahah
terikat. Jika dikaitkan dengan kata mursalah. Tetapi ada pula yang
mashlahah maksudnya adalah terlepas menyebut dengan mashlahah
dari keterangan yang menunjukkan muthlaqah. Meski berbeda, tetapi
boleh atau tidaknya dilakukan.4 penamaan itu tidak membawa pada
Dalam defenisi lain adalah perbedaan pengertian secara esensial.
lepas dari dalil-dalil Al-Qur’an, Sunnah Adapun defenisi istishlah
dan ijma’ sharih akan tetapi tetap menurut terminologi para ahli, terdapat
terikat dengan maqashid al-syar’i atau perbedaan rumusan di kalangan ulama.
tujuan-tujuan syara’. Jadi mashlahah Di antaranya adalah:
mursalah dapat diartikan dengan suatu 1. Menurut Al-Gazali, Istishlah
ketetapan hukum yang diambil adalah mashlahah yang tidak
berdasarkan pada kemaslahatan memiliki bukti dari syara’ dalam
manusia karena tidak terdapat dalil- bentuk nash tertentu yang
dalil syara’ yang menetapkan boleh menunjukkan batalnya dan tidak
atau tidaknya sesuatu itu dilakukan. pula diperhitungkannya.6
Wahab Khallaf menyebutkan 2. Menurut Abd. Wahab Khallaf,
bahwa istishlah menurut bahasa adalah Mashlahah mursalah adalah
‫ طلب اإلصالح‬/ mencari kebaikan.5 mashlahah yang tidak
Sebagai dasar pengambilan kata disyariaatkan oleh syari’ dan
mashlahah adalah sesuai dengan tidak terdapat dalil syara’ untuk
firman Allah swt. di dalam QS. Al- mengakui atau menolaknya.7
Baqarah [2], 220: 3. Menurut Muh. Adib Shaleh,
‫ َويَسْأَلُونَكَ ع َِن ْاليَتَا َمى قُلْ إِصْ ال ٌح لَهُ ْم‬... Mashlahah mursalah adalah
‫خَ ْي ٌر َوإِ ْن تُخَالِطُوهُ ْم فَإ ِ ْخ َوانُ ُك ْم َو ه‬
‫َّللاُ يَ ْعلَ ُم‬ mashlahah yang termasuk dalam
ْ ْ pembentukan hukum (oleh
... ‫ح‬ِ ِ‫ال ُم ْف ِس َد ِمنَ ال ُمصْ ل‬ syari’) dan sesuai dengan
Terjemahnya: tujuannya, dan tidak mempunyai
dalil secara khusus dari syara’
“...dan mereka bertanya
untuk diterima atau ditolaknya.8
kepadamu tentang anak yatim,
4. Menurut Abu Zahrah, Istishlah
katakanlah berbuat baik kepada
adalah mashlahah yang sejalan
mereka adalah lebih baik, dan
dengan maqashid al-syari’ dan
jika kamu bergaul dengan
tidak ada petunjuk tertentu yang
mereka, maka mereka adalah
membuktikan diakuinya atau
saudaramu. Dan Allah
ditolaknya.9
mengetahui siapa yang membuat
kerusakan dari yang
Selain dari beberapa rumusan di
mengadakan perbaikan...”.
151 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 147 - 160

atas, masih banyak rumusan lainnya Khalifah Abu bakar yang tidak
tentang mashlahah mursalah, tetapi dilakukan pada masa Nabi.
mengingat pengertiannya hampir sama, Alasan yang mendorong sahabat
maka tidak perlu disebutkan semua. semata-mata karena mashlahat,
Sebab meskipun berbeda, namun yaitu untuk menjaganya dari
perbedaannya itu tidak sampai kepunahan dan oleh karena
membawa perbedaan hakikatnya. banyaknya huffadz yang gugur
Dari beberapa definisi di atas dalam perang
dapat dipahami bahwa mashlahah 2. Kebijakan Khalifah Umar bin
mursalah atau istishlah adalah cara Khattab kepada para pegawai
menetapkan hukum terhadap suatu negeri untuk memisahkan harta
peristiwa yang tidak terdapat dalil kekayaan pribadinya dengan
syara’ yang bersifat melegitimasi atau harta yang di dapat dari
menolaknya dengan pertimbangan kekuasaannya agar mereka dapat
dapat mewujudkan kemaslahatan atau konsentrasi dalam pelaksanaan
menghindarkan keburukan bagi tugasnya dan tercegah dari
manusia dengan tetap selaras dan tindakan manipulasi dan korupsi.
sejalan dengan maqashid al-syari’. 3. Pentadwinan Al-Qur’an menjadi
Pada dasarnya pembentukan satu mushaf dan penyeragaman
hukum itu bertujuan untuk merealisir qira’ah pada masa Khalifah
kemaslahatan manusia yakni menarik Utsman bin Affan.
manfaat, menghilangkan kesusahan dan 4. Penetapan hukum bakar terhadap
menolak kemudharatan. Kemaslahatan kelompok Syi’ah Rafidhah pada
itu sendiri tidak terbatas jumlahnya dan masa Ali bin Abi Thalib.
tidak terhingga jenisnya. Ia senantiasa
bertambah dan berkembang mengikuti B. Kehujjahan Istishlah
situasi dan kondisi masyarakat. Mengenai kehujjahan istishlah,
Penetapan suatu hukum adakalanya terdapat perbedaan di kalangan ulama
memberi manfaat kepada suatu dalam hal boleh atau tidaknya
masyarakat pada masa tertentu, tetapi menggunakan mashlahah dalam
pada masa lain kemaslahatan tersebut menanggulangi suatu persoalan.
dianggap sudah tidak cocok lagi. Beberapa di antaranya sebagai berikut:
Adapun kemaslahatan yang 1. Imam Malik dan Imam Ahmad
sangat diperlukan oleh masyarakat dan serta para pengikut mazhabnya,
muncul setelah selesainya wahyu mereka berpendapat bahwa
diturunkan dan tidak ada dalil yang istishlah adalah salah satu
memerintahkan agar diperhatikan atau metode yang diakui oleh syariat
tidak, inilah yang disebut dengan untuk menetapkan hukum yang
istishlah. tidak ada nashnya. Dan
Di antara contoh penerapannya mashlahah yang dianggap sah
adalah praktek-praktek para sahabat untuk ditentukan menjadi hukum
dalam berbagai hal karena adanya syar’i adalah mashlahat yang
alasan maslahat secara mutlak, bukan
tidak mempunyai ketentuan
karena adanya dalil yang menunjukkan syara’. Ulama Malikiyah dan
hukum hal tersebut seperti: Hanabilah menerima bahkan
1. Penulisan mushaf pada masa menerapkan istishlah sebagai
152 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 147 - 160

dalil dalam menetapkan hukum. dan sejenisnya yang disimpulkan


Argumennya bahwa mashlahah pada hukum-hukum yang
al-mursalah adalah induksi dari disyariatkan untuk menarik
logika sekumpulan nash, dan manfaat dan menolak mafsadat.
bukan dari nash yang rinci seperti Menurutnya lagi, istishlah bukan
halnya qiyas. hanya dalil asasi bagi syariat dan
Untuk menjadikan mashlahah al- sarana untuk menentukan hukum
mursalah sebagai dalil dalam secara umum baik yang ada nash
menetapkan hukum, ulama atau pun tidak tetapi juga
Malikiyah dan Hanabilah termasuk muamalat maupun
menetapkan syarat-syarat sebagai siyasah. Singkatnya, di mana ada
berikut: Pertama, maslahat itu mashlahah di situ ada syariat
adalah maslahat yang hakiki dan Allah.
bukan maslahat dugaan semata; 4. Imam Hanafi dan penganut
Kedua, maslahat itu adalah mazhabnya. Pandangan ulama
bersifat umum, bukan maslahat Hanafiyah terhadap istishlah ini
pribadi; dan ketiga, pembentukan terdapat perbedaan. Ada yang
hukum berdasarkan kemaslahatan mengatakan bahwa ulama Hanafi
tidak bertentangan dengan hukum tidak menggunakannya, tetapi
atau prinsip berdasarkan nash sebagian yang lain sepakat
atau ijma’. menggunakannya. Tampaknya,
2. Imam Syafi’i dan sebagian pendapat kedua lebih tepat
pengikut mazhabnya. Ulama mengingat kedekatan metode
golongan Syafi’iyah pada istishlah yang mirip dengan
dasarnya juga menjadikan metode istihsan yang sangat
mashlahah sebagai salah satu populer di kalangan ulama
dalil syara’ meski ada sebagian Hanafiah.10
yang tidak membolehkan. Imam
Syafi’i mengkategorikannya ke Dari beberapa perbedaan
dalam bagian qiyas. Untuk itu pendapat di kalangan ulama mengenai
ada beberapa syarat yang penggunaan istishlah sebagai hujjah
ditetapkan untuk menjadikan dalam penetapan hukum, maka dapat
istishlah sebagai hujjah dalam diklasifikasi ke dalam dua golongan:
mengtistimbatkan hukum, yakni: 1. Golongan yang menerima dan
mashlahah itu sejalan dengan menggunakan istishlah sebagai
jenis tindakan syara’, tidak hujjah dalam mengistinbatkan
bertentangan dengan nash syara’, hukum.
dan termasuk dalam kategori 2. Golongan yang menolak
mashlahah yang dharury, baik menggunakan istishlah sebagai
maslahat umum maupun hujjah dalam penetapan hukum.
maslahat pribadi. Golongan ini terbagi lagi menjadi
3. Imam al-Thufy, salah seorang dua, yaitu golongan yang
pengikut Imam Hanbaliy menolak sama sekali penggunaan
berpendapat bahwa istishlah istishlah di antaranya ulama
adalah dalil syara’ yang pokok Syi’ah dan ulama kalam
yang memuat aturan muamalah Mu’tazilah, dan golongan yang
153 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 147 - 160

tidak sepenuhnya menolak karena mengacu pada penggunaan


masih tetap menerima daya nalar. Nabi sendiri tidak
kemungkinan penggunaan membebaninya untuk mencari
istishlah seperti ulama dari dukungan nash.
kelompok moderat. c. Berdasarkan amaliah dan
praktek para sahabat yang
Berikut uraian dan argumen menggunakan istishlah
dari masing-masing golongan sebagai suatu keadaan yang
mengenai kehujjahan istishlah dalam telah diakui bersama tanpa
penetapan hukum Islam: saling menyalahkan. Di
1. Golongan yang Menerima dan antaranya: 1) Keputusan Umar
Menggunakan Istishlah Sebagai bin Khattab untuk tidak
Hujjah. memberi zakat pada muallaf
Ulama yang termasuk ke dengan dasar kemaslahatan
dalam golongan ini di antaranya orang banyak menuntut untuk
adalah ulama Malikiyah. Adapun hal itu; 2) Pengumpulan Al-
dasar argumen dari golongan ini Qur’an pada masa Abu Bakar
adalah sebagai berikut: as-Shiddiq atas saran Umar
a. Al-Qur’an menunjukkan bin Khattab sebagai salah satu
bahwa setiap hukum mashlahat untuk melestarikan
mengandung kemaslahatan Al-Qur’an, dan penulisan Al-
bagi umat manusia di dunia Qur’an pada satu logat bahasa
dan akhirat. Jumhur Ulama pada masa Utsman bin Affan
sepakat bahwa Rasulullah itu sebagai maslahat demi
tidak akan jadi rahmat apabila menghindari terjadinya
bukan dalam rangka perbedaan bacaan Al-Qur’an
memenuhi kemaslahatan umat di kalangan umat Islam.
manusia bahkan alam semesta. d. Adanya mashlahah yang
Firman Allah dalam QS. al- sesuai dengan maqashid al-
Anbiya’ [21], 107: syari’. Artinya menggunakan
َ‫َو َما أَرْ َس ْلنَاكَ إِال َرحْ َمةً لِ ْل َعالَ ِمين‬ mashlahah berarti akan
merealisasikan tujuan-tujuan
syara’. Sebaliknya jika
Terjemahnya: mengindahkan mashlahah
“Dan Tiadalah Kami mengutus berarti mengindahkan tujuan
kamu, melainkan untuk (menjadi) syara’. Sedang tujuan
rahmat bagi semesta alam.” mengindahkan syara’ itu
sendiri adalah perbuatan yang
b. Adanya taqrir (legitimasi)
batal.ini berarti bahwa
Rasulullah saw. atas
mashlahah pada dasarnya
penjelasan Muaz bin Jabal
tidak keluar dari prinsip-
yang akan menempuh ijtihad
prinsip syara’ bahkan
bi al-ra’yi jika tidak
sebaliknya terjadi sinkronisasi
menemukan ayat Al-Qur’an
antara mashlahat dengan
dan al-Sunnah untuk
maqashid al-syari’.
menyelesaikan sebuah kasus
e. Jika dalam kondisi tertentu
hukum. Penggunaan ijtihad ini
154 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 147 - 160

penetapan hukum tidak boleh menganggapnya sebagai hujjah


menggunakan istishlah maka syar’iyyah adalah sebagai
tentu akan menyeret umat ke berikut:
dalam kesulitan padahal Allah a. Kemaslahatan yang dirasakan
menghendaki kemudahan manusia itu senantiasa tumbuh
untuk hamba-hamba-Nya dan dan terus bertambah. Jika
menjauhkan kesulitan seperti sekiranya hukum tidak
di tegaskan dalam QS. Al- menampung dan menetapkan
Baqarah [2],185: kemaslahatan manusia yang
... ‫َّللاُ بِ ُك ُم ْاليُس َْر َوال ي ُِري ُد بِ ُك ُم ْال ُعس َْر‬
‫ ي ُِري ُد ه‬... dapat diterima, berarti syariat
Terjemahnya: Islam itu kurang sempurna,
padahal nyatanya kan tidak
“... Allah menghendaki demikian.
kemudahan bagimu, dan tidak b. Sejarah membuktikan bahwa
menghendaki kesukaran para sahabat, tabi’in dan
bagimu...” imam-imam mujtahid telah
Dan hadis Nabi saw. pun menetapkan hukum-hukum
demikian, sebagaimana sabdanya dengan berdasar pada
yang diriwayatkan oleh Sayyidah kemaslahatan. Faktanya, Abu
Aisyah : Bakar memerintahkan untuk
‫إنه ما خير بين أمرين إال اختار أيسرهما‬ menyusun mushaf yang
‫مالم يكن إثما‬ sebelumnya tidak terkumpul
dengan dalih maslahat agar
f. Adanya masa yang senantiasa Al-Qur’an dapat terjaga
berubah dengan berbagai kelestraiannya. Serta beberapa
problem yang semakin contoh yang telah disebutkan
berkembang pula sesuai pada uraian sebelumnya.
dengan perubahan masa.
Terkadang penetapan hukum 2. Golongan yang Menolak
memang memberi manfaat Penggunaan Istishlah Sebagai
pada suatu masyarakat Hujjah dan Argumentasinya
tertentu, tetapi pada Ada beberapa golongan
masyarakat lain hukum itu yang terkenal menolak istishlah
tidak sesuai lagi. Di sinilah untuk dijadikan sebagai dalil
perlu adanya reformasi dalam syara’. Alasan penolakannya
penetapan hukum untuk sama dengan alasan penolakan
menghadapi zaman yang terhadap istihsan. Termasuk
selalu berubah dan dalam golongan ini adalah ulama
berkembang sehingga terbukti Hanabilah, dan sebagian ulama
bahwa ajaran islam memang Syafi’i (golongan moderat),
sifatnya universal dan berlaku ulama Syi’ah dan Mu’tazilah
sepanjang masa. (golongan ekstrim).11
Adapun yang dijadikan
Adapun alasan Jumhur argumennya sebagaimana yang
ulama menerima istishlah dikemukakan berikut adalah :
sebagai dalil syara’ dan a. Mashlahah tidak mendapat
155 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 147 - 160

pengakuan tersendiri dari nash kepastian hukum. Ini tentunya


akan berefek pada tidak relevan dengan prinsip
mengamalan hukum yang hukum syara’ yang universal
berlandaskan pada kehendak dan meliputi umat secara
hati dan menurut hawa nafsu. keseluruhan.
Ada kemungkinan hukum
diterapkan seenaknya saja Memperhatikan perbedaan
(talazzus). pendapat di kalangan ulama dalam
b. Mashlahah, yang kalaupun pengalaman istishlah dengan argumen
diterima karena alasan masing-masing, baik yang menerima
mu’tabarah, maka ia termasuk maupun yang menolak, tampaknya
dalam kategori qiyas dalam tidak membawa pada perbedaan secara
arti luas. Seandainya tidak ada prinsip. Amir Syarifuddin mengatakan
petunjuk syara’ yang bahwa pada dasarnya golongan yang
membenarkannya, maka tidak menerima pun menerima istishlah itu
mungkin ia disebut sebagai tidak secara mutlak. Dalam hal ini
suatu mashlahah. Dengan ditetapkan beberapa syarat yang berat.
demikian mengamalkan suatu Sebaliknya golongan yang menolak
yang terlepas dari petunjuk pun tidak sepenuhnya menolak.
syara’ berarti mengakui bahwa Penolakan mereka dilatari oleh adanya
Al-Qur’an dan al-Sunnah itu kekhawatiran dari kemungkinan
telah sempurna dan meliputi terpelesetnya pada jurang kesalahan
seluruh hal. dan kelainan jika sampai menetapkan
c. Mengamalkan mashlahah hukum dengan dasar dan hawa nafsu
tanpa berpegang pada nash saja. Seandainya kekhawatiran ini
bisa berakibat munculnya dapat dihindarkan, tentu yang menolak
suatu penyimpangan dari pun dapat menggunakan istishlah
hukum syara’ yakni sikap dalam ijtihadnya.12
yang bebas dalam menetapkan Ulama yang mengamalkan
hukum yang dapat istishlah itu terbatas pada masalah-
mengakibatkan seseorang masalah yang berada di luar wilayah
teraniaya atas nama hukum. ibadah, alasannya karena mashlahah
Ini tentu menyalahi prinsip itu sendiri didasarkan pada
penetapan hukum dalam Islam pertimbangan rasio mengenai baik atau
yakni tidak boleh merusak buruknya suatu peristiwa, sedang akal
juga tidak ada yang dirusak. itu sendiri tidak dapat melakukan hal
d. Seandainya mashlahat itu itu untuk masalah yang berhubungan
digunakan sebagai sumber dengan ibadah. Jadi segala yang
hukum pokok yang dependen bersifat ta’abbudi dan tauqifi hanya
(berdiri sendiri), maka ada diikuti apa adanya berdasarkan
kemungkinan hukum syara’ petunjuk syara’ yang telah ada nash.
akan berubah disebabkan Dalam penerimaan istishlah,
berubahnya waktu, tempat, maka dapat dipahami beberapa hal
dan karena berlainan antara sebagaimana yang dikutip dari Wahab
seseorang dengan orang Khallaf berikut:
lainnya. sehingga tiada 1. Syara’ yang berkaitan dengan
156 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 147 - 160

masalah muamalah, bila ternyata umat Islam dapat ditempatkan dalam


ditetapkan dengan nash yang tatanan hukum agama, sebagai dasar
bersifat qath’i atau ijma’ sharih. dalam melakukan ijtihad. dan untuk
Maka tidak dibolehkan mengeliminasi serta menghilangkan
melakukan ‘udul (pindah) kepada kekuatiran dapat terseret kepada sikap
hukum yang lain kecuali jika ada talazzus dan menuruti nafsu, maka
pengecualian karena darurat. dalam melakukan ijtihad dengan
Dengan demikian istishlah pun menggunakan istishlah sebaliknya
tidak berlaku -meski berkaitan dilakuakan secara bersama-sama.
dengan muamalah- disebabkan
adanya ketetapan nash yang pasti. C. Syarat-Syarat Istishlah
2. Masalah yang berkaitan dengan Dalam rangka menghindari
muamalah dan tidak ditemukan terjadinya penetapan hukum syara’
hukumnya dalam nash yang yang mengikuti hawa nafsu, ulama
bersifat qath’i atau ijma’ sharih yang menggunakan istishlah sebagai
tetapi ada kemungkinan hujjah menetapkan berbagai
ditetapkan lewat qiyas, maka persyaratan yang ketat. Syarat-syarat
kemungkinan itu harus ditempuh. tersebut adalah yang dikemukakan oleh
Jika ternyata tidak para ulama, di antaranya adalah:
memungkinkan dengan qiyas, 1. Imam Malik dan imam mazhab yang
maka boleh menggunakan menerima dalil istishlah
istishlah atau apa saja yang bisa menguraikan syarat sebagai berikut:
dianggap dapat menolak bahaya a. Adanya relevansi antara
dan mendatangkan manfaat bagi mashlahah yang di pandang
umat. sebagai sumber hukum yang
3. Ketentuan darurat yang dependen dengan tujuan syara’.
digunakan sebagai ganti nash b. Bahwa mashlahah itu harus
pada poin 1 di atas, dan ketentuan logis-masuk akal (rationable)
mashlahah yang dijadikan dan memiliki sifat yang sesuai
sebagai landasan hukum dengan pemikiran rasional jika
pengganti dari nash pada poin b diperhadapkan kepada kelompok
maka keduanya harus dilakukan rasionalis.
oleh segolongan ulama yang c. Penetapan mashlahah ini adalah
khusus membidangi masalah dalam rangka mengangkat
syariat islam, bukan pada kesulitan yang terjadi dan
individu sebab dikuatirkan akan menimpa umat.14
muncul talazzus dan hawa nafsu
pribadi sehingga sesuatu yang 2. Abd. Wahab Khallaf, menerangkan
mafsadah dianggap sebagai syarat-syarat istishlah sebagai
mashlahah atau sebaliknya. berikut:
Mengingat kekuatiran inilah a. Penetapan maslahat benar-benar
sehingga sebagian ulama dilakukan setelah melalui proses
menolak kehujjahan istishlah.13 istiqra’ (penelitian empiris)
sehingga maslahat tersebut benar-
Dengan demikian dalam upaya benar hakiki, bukan mashlahah
mencari solusi agar seluruh tindakan yang bersifat dugaan/angan
157 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 147 - 160

semata (wahmiah). memberi manfaat dan


b. Maslahat yang dimaksud adalah menghindarkan mudharat bagi
kemaslahatan umum, bukan mayoritas umat.
bersifat individual. Jadi 3. Penetapan hukum bagi suatu
mashlahah harus menguntungkan mashlahah harus sejalan dan selaras
bagi mayoritas umat dan bukan dengan tujuan-tujuan syara’ dan
berdasar pada kepentingan tidak kontradiktif dengan dalil-dalil
minoritas. syara’ (Al-Qur’an, al-Sunnah, dan
c. Pembentukan hukum bagi ijma’sharih ).
mashlahah itu tidak bertentangan 4. Tujuan dari penetapan mashlahah
dengan hukum atau prinsip yang ini adalah untuk mengangkat
telah ditetapkan oleh nash atau kesulitan dan kepelikan yang
ijma’ sharih.15 menimpa umat pada masa tertentu.

3. Amir Syarifuddin merumuskan D. Macam-Macam Stishlah


syarat-syarat istishlah sebagai berikut: 1. Mashlahah yang Diakui Ajaran
a. Mashlahah mursalah merupakan Syari’ah
mashlahah yang hakiki dan a. Mashlahah al-Dharuriyyah.
berlaku umum, dapat diterima Mashlahah al-Dharuriyyah
oleh rasio bahwa ia dapat adalah kemaslahatan yang
mendatangkan manfaat dan berhubungan dengan kebutuhan
menghindarkan mudharat bagi pokok umat manusia di dunia dan
manusia. di akhirat. Kemaslahatan seperti
b. Apa yang dinilai oleh rasio ini ada lima, yaitu: memelihara
sebagai suatu mashlahah yang agama, memelihara jiwa,
hakiki yang sejalan dengan memelihara akal, memelihara
maqashid al-syari’ dalam keturunan, dan memelihara harta.
penetapan hukum tidak Kelima kemaslahatan ini, disebut
kontradiktif dengan dalil syara’ dengan al-mashalih al-khamsah.
yang ada. Dharuriyyah (bersifat
c. Mashlahah mursalah tersebut mutlak) karena menyangkut
diberlakukan pada suatu kondisi komponen kehidupannya sendiri
yang memerlukan yang jika sebagai manusia, yakni hal-hal
hanya dengan cara ini masalah yang menyangkut terpelihara
bisa selesai dan menghindarkan dirinya (jiwa, raga, dan
umat dari kesulitan dan kehormatan) akal pikirannya,
16
kepelikan. harta bendanya, nasab
keturunannya dan kepercayaan
Dari beberapa rumusan ulama agamanya. Permasalahan di
di atas maka dapat dipahami bahwa ataslah yang merupakan dasar
syarat-syarat untuk melakukan istishlah mashlahah.
secara umum adalah: b. Mashlahah al-Hajiyah.
1. Mashlahah tersebut adalah Mashlahah al-Hajiyah
mashlahah yang hakiki yang telah adalah kemaslahatan untuk
melalui proses istiqra’. menyempurnakan kebutuhan
2. Mashlahah tersebut harus logis, pokok, untuk menghindarkan
158 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 147 - 160

kesulitan dan kemadharatan bertentangan dengan mashlahah yang


dalam kehidupannya. Misalnya, diakui terutama pada tingkat pertama
dalam bidang ibadah diberi (daruriyyah). Mashlahah ini
keringanan meringkas shalat disebut mashlahah al-mulghah.
(qashr) dan berbuka puasa bagi Mashlahah al-Mulghah adalah
orang yang sedang musafir. kemaslahatan yang ditolak oleh syara’,
Dalam bidang mu’amalah karena bertentangan dengan ketentuan
dibolehkan berburu binatang dan syara’. Misalnya, syara’ menentukan
memakan makanan yang baik- bahwa orang yang melakukan
baik, dibolehkan jual beli hubungan seksual di siang hari bulan
pesanan (bay’ al-salam), dan Ramadhan dikenakan hukuman dengan
kerjasama dalam pertanian memerdekakan budak, atau puasa dua
(muzara’ah) serta perkebunan bulan berturut-turut, atau memberikan
(musaqqah). Hal ini disyari’atkan makan 60 orang fakir miskin (HR. al-
Allah untuk mendukung Bukhari dan Muslim). Al-Laits ibn
kebutuhan mendasar al-mashalih Sa’ad, menetapkan hukuman puasa dua
al-khamsah di atas. bulan berturut-turut bagi seseorang
c. Mashlahah al-Tahsiniyyah. yang melakukan hubungan seksual
Mashlahah al-tahsiniyyah dengan istrinya di siang hari
adalah kemaslahatan yang Ramadhan. Para ulama memandang
merupakan kebutuhan pelengkap hukum ini bertentangan dengan hadis
dalam rangka memelihara sopan Rasulullah di atas, karena bentuk-
santun dan tata-krama dalam bentuk hukuman itu harus ditetapkan
kehidupan. Misalnya, dianjurkan secara berurut. Kemaslahatan seperti
memakan makanan yang bergizi, ini, menurut kesepakatan para ulama,
berpakaian yang bagus-bagus, disebut dengan mashlahah al-
melakukan ibadah-ibadah sunat mulghah dan tidak bisa dijadikan
sebagai amal tambahan, dan landasan hukum.
berbagai cara menghilangkan 3. Mashlahah yang Tidak Terikat pada
najis dari badan manusia. Jenis Pertama dan Kedua.
Mashlahah yang tidak terikat
Ketiga kemaslahatan ini perlu pada jenis pertama dan kedua disebut
dibedakan, sehingga seorang Muslim dengan Mashlahah al-Mursalah.
dapat menentukan prioritas dalam Mashlahah al-Mursalah adalah
mengambil suatu kemaslahatan kemaslahatan yang keberadaannya
sebelumnya. Misalnya, kemaslahatan tidak didukung syara’ dan tidak pula
dharuriyyah harus lebih didahulukan dibatalkan/ditolak syara’ melalui dalil
dari kemaslahatan hajiyyah, dan yang rinci. Kemashlahatan dalam
kemaslahatan hajiyyah harus lebih bentuk ini terbagi ke dalam dua macam
didahulukan dari kemaslahatan yaitu:
tahsiniyyah. a. Mashlahah al-gharibah, yaitu
2. Mashlahah yang Tidak Diakui kemashlahatan yang asing, atau
Ajaran Syari’ah kemashlahatan yang sama sekali
Yang dimaksud dengan tidak ada dukungan dari syara’,
Mashlahah yang tidak diakui ajaran baik secara rinci maupun secara
syari’ah adalah sesuatu yang umum. Para ulama ushul fiqh
159 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 147 - 160

tidak dapat mengemukakan ekstrem yakni ulama Syi’ah dan ulama


contoh pastinya. Bahkan Imam Mu’tazilah.
Syathibi mengatakan bahwa Adapun syarat-syarat yang
kemaslahatan seperti ini tidak harus dipenuhi oleh orang yang ingin
ditemukan dalam praktek, melakukan ijtihad dengan
sekalipun ada dalam teori. menggunakan metode istishlah ialah
b. Mashlahah al-Mursalah, yaitu bahwa mashlahah tersebut adalah
kemaslahatan yang tidak mashlahah yang hakiki yang telah
didukung oleh sekumpulan melalui proses istiqra’, mashlahah
makna nash yang rinci, tetapi tersebut harus logis, memberi manfaat
didukung oleh sekumpulan dan menghindarkan dari kemudharatan
makna nash (ayat atau hadis). bagi mayoritas umat, penetapan hukum
itu harus selalu sejalan dan selaras
Najm al-Din al Thufi, tidak dengan tujuan-tujuan syara’ dan tidak
membagi mashlahah tersebut, bertentangan dengan dalil-dalil syara’
sebagaimana yang dikemukakan para serta tujuan dari penetapan hukum
ahli ushul fiqh di atas. berdasarkan istishlah tidak lain adalah
Menurutnya, mashlahah merupakan untuk menghilangkan kesulitan dan
dalil yang bersifat mandiri dan kesusahan yang menimpa umat.
menempati posisi yang kuat dalam
menetapkan hukum syara’, baik Catatan Akhir:
mashlahah itu mendapat dukungan dari
syara’ maupun tidak. 1
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh II,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 322.
III. KESIMPULAN 2
Ibid.
Istishlah atau yang biasa juga 3
Ibid., h. 323.
disebut mashlahah al-mursalah 4
Ibid., h. 332.
merupakan salah satu alternatif dalam 5
Abd. Wahab Khallaf, Mashadir al-
menetapkan hukum terhadap suatu
Tasyri’ al-Islamiy fi Ma La Nashsha Fiqh
peristiwa yang tidak terdapat dalil (Kuwait: Dar al-Qalam, 1972).
syara’ yang bersifat melegitimasi atau 6
Amir Syarifuddin, op. cit., h. 333.
menolaknya dengan pertimbangan
7
dapat mewujudkan kemaslahatan atau Abd. Wahab Khallaf, Ilmu Uhul
menghindarkan keburukan bagi Fiqh, Alih Bahasa Halimuddin, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1993), h. 98.
manusia dengan tetap selaras dan 8
sejalan dengan maqashid al-syari’. Muh. Adib Shaleh, Mashadir al-
Tasyri’ al-Islamiy wa Manahij al-Istimbath.
Tentang kehujjahan istishlah, (Damsyiq: Al-Ta’awunah, 1968), h. 438.
ulama terbagi kedalam dua golongan: 9
Ulama Malikiyah, termasuk di Muhammad Abu Zahrah. Ushul
Fiqh, Alih Bahasa Saifullah Ma’shum,
dalamnya ulama Hanafiyah menerima (Jakarta: PT. Pusaka Pirdaus, 1994), h. 427.
istishlah untuk diaplikasikan sebagai 10
hujjah, dan ulama Syafi’iyah dan ulama Abd. Wahab Khallaf, 1972, lot. cit.
11
Hanabilah yang menolak istishlah Amir Syarifuddin, op. cit., h. 340.
untuk dijadikan hujjah dalam 12
Ibid.
penetapan hukum, termasuk 13
Abd. Wahab Khallaf, 1972, op. cit.
diantaranya golongan yang paling
160 | Jurnal Hukum Diktum, Volume 14, Nomor 2, Desember 2016: 147 - 160

14
Muhammad Abu Zahrah, op. cit., h.
427.
15
Abd. Wahab Khallaf, 1972, op. cit.
16
Amir Syarifuddin, op. cit., h. 342.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Abd. Majid. Ushul Fiqh.


Pasuruan: PT. Garuda Buana
Indah, 1994.

Abu Zahrah, Muhammad. Ushul Fiqh,


Alih Bahasa Saifullah
Ma’shum. Jakarta: PT. Pusaka
Pirdaus, 1994.

Nasrun, Harun. Ushul Fiqh I. Jakarta:


Logos Wacana Ilmu, 1997.

Khallaf, Abd. Wahab. Mashadir al-


Tasyri’ al-Islamiy fi Ma La
Nashsha Fiqh. Kuwait: Dar al-
Qalam, 1972.

---------, Ilmu Uhul Fiqh, Alih Bahasa


Halimuddin. Jakarta: Rineka
Cipta, 1993.

Shaleh, Muh. Adib. Mashadir al-


Tasyri’ al-Islamiy wa Manahij
al-Istimbath. Damsyiq: Al-
Ta’awunah, 1968.
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh
II, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.

Anda mungkin juga menyukai