PEMBAHASAN
A. Kerangka Teoritis
bukanlah produk pemikiran ulama yang kaku dan bersifat final. Fiqh merupakan
proses pemikiran yang tidak pernah selesai dan butuh upaya kontekstual di tiap
waktu dan tempat, termasuk dalam status hukum vaksin tetanus toksoid (TT).
Hukum Islam (Fiqh) dalam pembentukannya, tidak hanya terbatas pada Al-Quran
dan Hadis (sunah) semata, tetapi juga mempertimbangkan tempat dan kondisi sosial
yang ada. Oleh karena itu, untuk menghubungkan pemikiran yang sifatnya statis
dengan realita empiris yang selalu berubah dan dinamis, diperlukan kemampuan
dalam menggali sebuah hukum yang dalam Islam disebut Ijtihad.1 Ijtihad dilakukan
oleh para mujtahid, benar benar menjadi sebuah alat yang efektif untuk menjawab
masalah yang diharapkan oleh seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia. Produk
pemikiran hukum Islam merupakan interaksi antara nalar kaum muslim dan kondisi
zaman berdasarkan petunjuk wahyu yang azali dan kekal sebagaimana dijelaskan
1
Abdul Halim Uways (1998). Fiqh Statis dan Dinamis. Bandung: Pustaka Hidayah. Hal 217
2
Abdul Salam Arief (2003). Pembaruan Pemikiran Hukum Islam. Yogyakarta: LESFI. Hal. 15
9
10
Oleh karena itu, kontekstual Hukum Islam (Fiqh) ala Indonesia merupakan
kebutuhan yang sangat signifikan agar hukum Islam menjadi solusi dalam melihat
keadaan dan kondisi bangsa Indonesia. Kontekstual hukum Islam dengan melihat
berbagai macam kondisi sosial yang ada di Indonesia, diharapkan mampu melahirkan
hukum dan pemikiran pembaharu yang lebih relevan dengan kondisi dan budaya
sumber dan metode penggalian hukum yang sesuai dengan kondisi masyarakat
Indonesia. Dalil-dalil yang dimaksud adalah Al-Quran, Hadis (sunah), Ijma’, Qiyas,
Istihsan, al-Maslahah wal Mursalah, Syaz al-Zariah, Istishab, ‘Urf, dan Syar’u man
Qablana.4
Adanya dalil-dalil ini dirasa sangat urgen dalam upaya kontekstual hukum Islam
ulama Fiqh klasik dalam berbagai status hukum tertentu. Dalam bahasa yang lebih
mudah, upaya kontekstual hukum Islam ini tidak lagi hanya menggunakan metode
Qauli sebagai pijakan, akan tetapi lebih diarahkan pada metode Manhaji.
kata kerja “salaha” dan “saluha” yang secara etimologis berarti manfaat, faedah,
bagus, baik, patut, layak, sesuai. Dari sudut pandang ilmu morfologi, kata
3
Hasan Turabi (2003). Fiqh Demokratis. Bandung: ARASY. Hal. 13
4
Habib As-Siddiqi (2001). Syariat Islam Menjawab Tantangan Zaman. Jakarta: Bulan Bintang. Hal 12
11
“maslahah” satu pola dan semakna dengan kata “manfa’ah”. Kedua kata ini telah
Dari segi bahasa, kata “maslahah” adalah seperti lafaz “al-manfa’at”, baik
artinya maupun wazan-nya (timbangan kata), yaitu kalimat masdar yang sama
artinya dengan “al-naf’u”. Bisa juga dikatakan bahwa “maslahah” itu merupakan
bentuk tunggal dari kata “al-masalih”. Sedangkan arti dari manfaat sebagaimana
yang dimaksudkan oleh pembuat hukum syara’ (Allah SWT) yaitu sifat menjaga
agama, jiwa, akal, keturunan, dan hartanya untuk mencapai ketertiban nyata
antara Pencipta dan makhlukNya. Ada pula ulama yang mendefinisikan kata
kenikmatan.6
Prof. Dr. Rachmat Syafe’i dalam bukunya yang berjudul “Ilmu Ushul Fiqh”
kemaslahatan yang tidak mempunyai dasar dalil, tetapi juga tidak ada
pembatalnya. Jika terdapat suatu kejadian yang tidak ada ketentuan syariat dan
tidak ada ‘illat yang keluar dari syara yang menentukan kejelasan hukum kejadian
tersebut, kemudian ditemukan sesuatu yang sesuai dengan hukum syara, yakni
5
Asmawi (2011). Perbandingan Ushul Fiqh. Jakarta: Penerbit Amzah. hal 127.
6
Muhammad bin ‘Ali Al-Shaukani (1999). Irshad al-Fuhul Ila Tahqiq Al-Haq min‘ Ilmi Al-Usul Jilid 2.
Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah. Hal. 269
7
Rachmat Syafe’i (2010). Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta: Prenada Media Group. Hal. 117
12
Menurut Sayfuddin Abi Hasan Al-Amidi seorang ahli ushul fiqh, maslahah al-
mursalah ialah kemaslahatan yang telah disyariatkan oleh syara dalam wujud
itu disebut mutlak lantaran tidak terdapat dalil yang menyatakan benar dan salah.8
manusia. Artinya, dalam rangka mencari sesuatu yang menguntungkan, dan juga
menguntungkan pada suatu saat, akan tetapi pada suatu saat yang lain justru
dalam kitab karangan Abu Zahrah yang berjudul, “Ushul fiqh” menjelaskan
menolak dari dalil-dalil pokok yang telah ditetapkan dan tidak pula
8
Sayfuddin Abi Hasan Al Amidi (1972). Al-Ahkam fi usul al-Ahkam, Juz 3. Riyad: Muassasah AlHalabi. Hal.
142
9
Miftahul Arifin (1997). Ushul fiqh: Kaidah-kaidah Penerapan Hukum Islam. Suabaya: Citra Medika. Hal.
143
13
sudah ada, dan sekiranya apabila tidak menggunakan teori itu secara rasional,
Menurut teori ushul fiqh, jika ditinjau dari segi ada atau tidaknya dalil yang
macam, yaitu:
diakui secara eksplisit oleh syara dan ditunjukkan oleh dalil (Nash) yang
spesifik. Disepakati oleh para ulama, bahwa maslahah jenis ini merupakan
hujjah shar’iyyah yang valid dan otentik. Manifestasi organik dari jenis al-
maslahah ini ialah aplikasi qiyas. Sebagai contoh, di dalam QS. Al-Baqarah
@@س @ ا@ َء@ فِ@ ي @َ @ِّض@ ۖ قُ@ ْ@ل@ هُ@ َ@و@ َأ ًذ@ ى@ فَ@ا@ ْع@ تَ@ ِز@ لُ@و@ا@ ا@ل@ن
ِ @ك@ َع@ ِ@ن@ ا@ ْل@ َم@ ِ@ح@ ي َ @ََ@و@ يَ@ ْس@ َأ لُ@و@ن
@ط@ ه@ُ@@@@ ْ@ر@ َ@ن@ ۖ فَ@@@@@ِإ َذ@ ا@ تَ@ طَ@ هَّ@ ْ@ر@ َ@ن ْ @َا@ ْل@ َم@ ِح@ ي@ض@ ۖ َ@و@ اَل تَ@ ْق@ َر@ ب@ُ@@@@و@هُ@ َّن@ َ@ح@ تَّ@ ٰ@ى@ ي
ِ
َّ
@ب@ ا@ل@ت@ َّو@ ا@بِ@ ي@ َ@ن هَّللا َّ ۚ ُ هَّللا
@ُّ @ث@ َم@@@@@@@ َر@ ك@ ُم@ ُ@ ِإ ن@ َ@ يُ@ ِ@ح َأ @ @فَ@@@@@@@ ْأ تُ@و@هُ@ن@ ِم@ @ن@ َ@ح@ ْي
ُ ْ َّ
۲۲۲ @ب@ ا@ ْل@ ُم@ تَ@ طَ@ هِّ@ ِر@ ي@ َن @ُّ @َ@و@ يُ@ ِح
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah:
"Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu
menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah
suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”.
(QS. Al-Baqarah 2:222)
14
Dari ayat tersebut terdapat norma bahwa isteri yang sedang menstruasi
(haid) tidak boleh (haram) disetubuhi oleh suaminya karena faktor adanya
tidak diakui oleh syara, bahkan ditolak dan dianggap batil oleh syara’.
porsi hak kewarisan laki-laki harus sama besar dan setara dengan porsi hak
oleh Allah SWT, sehingga al-maslahah yang seperti inilah yang disebut
diakui secara eksplisit oleh syara dan tidak pula ditolak dan dianggap batil
oleh syara, akan tetapi masih sejalan secara substantif dengan kaidah-kaidah
perpajakan tidak diakui secara eksplisit oleh syara dan tidak pula ditolak dan
dianggap palsu oleh syara. Akan tetapi kebijakan yang demikian justru
maslahah al-mursalah.
15
manusia tidak bisa hidup dengan tentram apabila kemaslahatan ini tidak
dimilikinya.
mengalami kesulitan apabila melakukan ibadah secara normal, dalam hal ini
10
Muhammad bin Husain bin Hasan Al-Jizani (2008). Mu‘alim Usul Al-Fiqh. Riyad: Dar Ibnu Al-Jauzi. Hal
235
16
manusia terhindar dan bebas dari keadaan yang tidak terpuji. Dengan
manusia.
Menurut para ulama usul, sebagian ulama menggunakan istilah maslahah al-
mursalah itu dengan kata al-munasib al-mursal. Ada pula yang menggunakan al-
istislah dan ada pula yang menggunakan istilah al-istidlal al-mursal. Istilah-istilah
mempunyai tinjauan yang berbedabeda. Setiap hukum yang didirikan atas dasar
pentingnya pembuatan akta nikah tersebut. Kemaslahatan ditinjau dari sisi ini
2) Melihat sifat yang sesuai dengan tujuan syara’ (al-wasf al-munasib) yang
sesuai dengan tujuan syara’, antara lain untuk menjaga status keturunan. Akan
17
tetapi sifat kesesuaian ini tidak ditunjukkan oleh dalil khusus. Inilah yang
oleh dalil khusus. Dalam hal ini adalah penetapan suatu kasus bahwa hal itu
diakui sah oleh salah satu bagian tujuan syara’. Proses seperti ini dinamakan
Apabila hukum itu ditinjau dari segi yang pertama, maka dipakai istilah
maslahah al-mursalah. Istilah ini yang paling terkenal. Bila ditinjau dari segi
yang kedua, dipakai istilah al-munasib al-mursal. Istilah tersebut digunakan oleh
Ibnu Hajib dan Baidawi (Al-Qadi Al-Baidawi: 135). Untuk segi yang ketiga
dipakai istilah al-istislah yang dipakai oleh Imam Ghazali dalam kitab Al-
Mustashfa (Al-Ghazali: 311) atau dipakai istilah al-istidlal al-mursal, seperti yang
Jika melihat permasalahan umat yang semakin kompleks, teori Maslahah al-
mursalah bisa dijadikan untuk menetapkan hujjah dari istinbat hukum karena pada
dasarnya Allah SWT telah menciptakan segala hal di dunia ini tidak sia-sia
sehingga tidak ada manfaat yang tidak bisa diperoleh darinya, sebagaimana firman
@ا@لَّ@ ِذ@ ي@ َ@ن@ يَ@ ْذ@ ُك@ ُر@ و@ َ@ن@ هَّللا َ@ قِ@ يَ@ا@ ًم@ ا@ َو@ قُ@ ُع@ و@ ًد@ ا@ َو@ َع@ لَ@ ٰ@ى@ ُج@ نُ@@@و@بِ@ ِه@ ْم@ َ@و@ يَ@ تَ@فَ@ َّك@ ُر@ و@ َ@ن@ فِ@ ي
@ُ ت@ ٰهَ@@ َذ@ ا@ بَ@@ ا@ ِط@ اًل
َ @َس @ ْب@ َ@ح@ ا@ن
@ك ِ @ت@ َ@و@ ا@َأْل ْ@ر
@َ @ض@ َ@ر@ بَّ@نَ@@ا@ َم@@ ا@ َ@خ@ لَ@ ْق ِ @ق@ ا@ل@ َّس@ َم@ ا@ َو@ ا ِ @َ@خ@ ْل
۱۹۱ @ِفَ@قِ@نَ@ا@ َع@ َذ@ا@ َ@ب@ ا@ل@نَّ@ا@ر
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran 3:191)
11
Abi Ishaq Al-Shatibi (2005). Al-Muwafaqat fii Ushul Al-Syari'at Juz I. Kairo : Dar Al Hadits, 2005. Hal. 39
18
ushul fiqh terkait maslahah al-mursalah. Akan tetapi pada hakikatnya adalah satu,
yaitu setiap manfaat yang di dalamnya terdapat tujuan syara’ secara umum,
namun tidak terdapat dalil yang secara khusus menerima atau menolaknya.
adalah suatu sifat yang sesuai dengan hukum, tetapi belum tentu diakui atau
umum, tetapi tidak ada dasar yang secara khusus menjadi bukti diakui atau
Ijma’, tetapi tidak dipandang dari ketiga dasar tersebut secara khusus dan
tidak juga melalui metode qiyas, maka dipakailah maslahah mursalah. Dari
(mencari dalil) dari Nash syara’ yang tidak merupakan dalil tambahan
terhadap Nash syara’, tetapi ia tidak keluar dari Nash syara’. Menurut
tidak ada jalan bagi siapapun untuk berselisih dalam mengikutinya, bahkan
mursalah merupakan setiap prinsip syara’ yang tidak disertai bukti Nash
khusus, namun sesuai dengan tindakan syara’ serta maknanya diambil dari
dalil-dalil syara’. Prinsip yang dimaksud tersebut adalah sah sebagai dasar
hukum dan dapat dijadikan rujukan sepanjang ia telah menjadi prinsip dan
digunakan syara’ yang qat’i . Adapun kesimpulan dari pendapat Imam Asy-
a. Maslahah mursalah adalah suatu maslahah yang tidak ada Nash tertentu,
b. Kesesuaian maslahah dengan syara’ tidak diketahui dari satu dalil dan
tidak dari Nash yang khusus, melainkan dari beberapa dalil dan Nash
mursalah, yaitu suatu maslahah yang sesuai dengan tujuan, prinsip dan dalil-
dijadikan sumber hukum oleh kalangan para ulama memicu perhatian para ulama
12
Abi Muhammad Izzuddin Abdul Aziz (1990), Qawa‘id al-Ahkam fi Masalih al-Anam, Juz 1 Beirut: Al-
Muassasah Al-Rayyan. Hal. 41.
20
ahli ushul fiqh untuk mengkaji teori fiqh tersebut lebih lanjut. Beberapa pendapat
1) Al-Qadi dan beberapa ahli fiqh lainnya menolak kehujjahan maslahah al-
mursalah menjadi sumber hukum Islam dan menganggap sebagai sesuatu yang
mendekati hukum yang shahih. Hal ini senada dengan pendapat Al-Juwaini.
4) Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa bila kecocokannya itu ada dalam tahap
tahsin atau tazayyun (perbaikan), tidaklah dipakai sampai ada dalil yang lebih
jelas. Adapun bila neraca pada martabat penting maka boleh memakainya,
tetapi harus memenuhi beberapa syarat. Beliaupun berkata, jangan sampai para
Selain istilah ushul fiqh, istilah lain yang harus dipahami adalah istilah qawaid
13
Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad At-Tilmisani (2003). Miftah Al-Wusul. Beirut: Muassasah Al-
Rayyan. Hal. 752
21
dijadikan jalan untuk tercipta darinya hukum-hukum juz’i.14 Hal senada juga di
sampaikan oleh ‘Ali bin Muhammad al-Jurjani yang menyatakan bahwa kaidah
kecil yang lebih terperinci (al-Juz’iyyat).15 Dalam dua perspektif ini dapat
dipahami bahwa kaidah fiqh merupakan sebuah kaidah besar yang mampu
istilah umum yang diketahui oleh sebagian besar kalangan. Kaidah kulliyyah
fiqh yang menjadi pedoman dalam menetapkan hukum pada setiap peristiwa fiqh,
baik yang ditunjuk oleh Nash yang sharih (jelas) maupun yang belum ada
hukumnya.16
Kaidah Kulliyyah Fiqhiyyah ini tidak lain adalah prinsip-prinsip umum yang
Oleh karena itu, walaupun kaidah ini berjumlah 5 (lima), tetapi dapat dijadikan
Bahkan, ada yang mengembalikan masalah-masalah fiqh itu hanya kepada kaidah
14
Ahmad Muhammad Al-Syafi‘i (1983). Usul al-Fiqh Al-Islami. Kairo: Muassasah Thaqafah Al-Islamiyyah.
Hal. 4
15
Ali bin Muhammad Al-Jurjani (t.t). Kitab al-Ta‘rifat. Jeddah: al-Haramayn. Hal. 171
16
Ach. Fajruddin Fatwa (2013). Usul Fiqh Dan Kaidah Fiqhiyah. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press. Hal.
146
22
penyakit dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah
bibit penyakit tersebut diharapkan tubuh dapat menghasilkan zat anti yang pada
saatnya nanti digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang
dengan cara Vaksinasi, yaitu memasukkan vaksin (materi antigen; virus yang
telah dimatikan atau telah “dilemahkan”) pada tubuh untuk menghasilkan sistem
kekebalan terhadap penyakit, infeksi, dan atau virus tertentu pada tubuh itu. 19
dapat mencegah sampai 96%.20 Sehingga apabila terkena penyakit, penderita itu
tidak akan sakit separah mungkin ketika penderita tidak mendapatkan imunisasi.
dari serangan penyakit, yang tergantung pada vitalitas tubuh itu sendiri. Jika
vitalitas tubuh dalam keadaan baik, maka tubuh akan bertahan terhadap penyakit
begitu juga sebaliknya, jika vitalitas tubuh dalam keadaan kurang baik maka
17
Ach. Fajruddin Fatwa (2013). Usul Fiqh Dan Kaidah Fiqhiyah... Hal. 146
18
Y. Agus Sudarmanto (1997). Petunjuk Praktis Imunisasi. Semarang: PT. Trubus Agriwidya. Hal. 1
19
Ahmad Syarifuddin (2009). Imunisasi Anak Cara Islam. Sukoharjo: Tiga Satu Tiga. Hal.42
20
Dede Kurniasih dkk. (2006). Panduan Imunisasi. Jakarta: PT Sarana Kinasih Satya Sejati. Hal. 5
23
vitalitas tubuh agar menjadi lebih baik dengan menggunakan berbagai jenis
vaksin, ketika keadaan imun di dalam tubuh tetap dalam keadaan baik. Sebagian
dan thoyyib (baik), makan teratur, istirahat cukup, menjaga kebersihan diri dan
Vaksin toksoid, dibuat dari bahan toksin bakteri: tindakan vaksin dapat
tetanus jika digunakan secara benar dapat meminimalkan tubuh untuk terjangkit
penyakit tetanus.21 Tetanus adalah penyakit yang ditandai dengan kejang otot
(kekakuan otot) tanpa disertai gangguan kesadaran. Sesuai yang dijelaskan oleh
Widiyono :
Penyakit tetanus merupakan penyakit infeksi dan dapat menular pada setiap
orang. Dalam penyakit tetanus ini dikenal dengan dua jenis imunisasi sebagai
pencegahannya, yaitu imunisasi aktif dan imunisasi pasif. Vaksin yang digunakan
dalam imunisasi aktif ialah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah
21
Samsul Ridjal Djauzi (2003). Konsensus Imunisasi Dewasa. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 3
22
Widoyono (2005). Penyakit Tropis Epidemiologi Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya.
Jakarta: Erlangga. Hal. 29
24
yaitu bentuk kemasan tunggal, kombinasi dengan vaksin Difteri (Vaksin DT), dan
Pertusis (DPT).
Vaksin untuk imunisasi pasif dikenal dengan nama ATS (Anti Tetanus Serum).
Serum anti tetanus ini diperoleh dengan pengolahan serum yang berasal dari kuda
yang telah mendapat imunisasi aktif tetanus. Serum kuda yang telah diolah itu
mengandung banyak zat anti tetanus.23 Jenis vaksin ini dapat dipakai untuk
sapi, dan saluran pencernaan hewan dan manusia. Penyakit ini juga dikenal rahang
terkunci, karena gejala utamanya adalah otot-otot, terutama otot rahang menjadi
1) Tetanus Berat, tubuh kaku dan sering kejang spontan, tanpa rangsangan
2) Tetanus Sedang, tubuh kaku, tanpa kejang spontan dan hanya kejang apabila
dirangsang
3) Tetanus Ringan, kekakuan hanya tampak pada trismus, tanpa ada kejang.
Vaksin Tetanus Toksoid merupakan vaksin yang terbuat dari toksin (racun)
yang dihasilkan oleh bakteri Clostridium Tetani yang kemudian telah dilemahkan
sehingga tidak berbahaya bagi manusia. Clostridium Tetani adalah bakteri gram
positif berbentuk batang, bersifat anaerob dan dapat menghasilkan spora dengan
bentuk drumstick. Bakteri ini sensitif terhadap suhu panas dan tidak bisa hidup
dalam lingkungan beroksigen. Sebaliknya, spora tetanus sangat tahan panas dan
23
Ardjatmo Tjokronegoro dkk. (1987). Imunisasi. Jakarta: Gaya Baru. Hal. 20
24
Stephanie Cave dan Deborah Mitchell (2006). Vaksinasi Pada Anak. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hal. 128
25
kebal terhadap beberapa antiseptik. Banyak terdapat pada kotoran dan debu jalan,
Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui luka dan dalam suasana
dalam sirkulasi darah dan limfa. Toksin tetanus kemudian menempel pada
reseptor di sistem saraf. Gejala utama penyakit ini timbul akibat toksin tetanus
inhibisi. Akibatnya terjadi kontraksi dan spastisitas otot yang tidak terkontrol,
kejang dan gangguan saraf otonom. Perawatan luka merupakan pencegahan utama
adalah organisme atau bagian dari organisme penyebab penyakit. Ketika antigen
melawan antigen tersebut. Protein ini berikatan dengan antigen sehingga merusak
menghasilkan sel memori. Sel-sel ini berada di aliran darah, terkadang hingga
seumur hidup manusia tersebut siap melakukan respons imun protektif yang
sangat cepat bilamana ada antigen yang sama seperti sebelumnya yang masuk ke
dalam tubuh. Respons kekebalan tubuh yang sangat cepat ini menyebabkan
infeksi yang sedianya muncul, tidak terbentuk. Kondisi demikian dikatakan imun
setiap dosis tunggal dan 60 IU bersama dengan toksoid Difteri dan vaksin
bila jadwal pemberian ternyata terlambat. Efektivitas vaksin ini cukup baik, ibu
1) Hindarkan penderita dari rangsangan, baik berupa cahaya atau lampu, rangsang
sentuh, dan suara. Sebaiknya penderita dirawat yang di ruangan yang minim
pencahayaan.
dengan antitoksin, yaitu anti tetanus serum (ATS) dan tetanus toksoid (TT)
pemberian ATS atau TT tergantung penilaian dokter terhadap luka, dilihat dari
benar seperti datang ke dokter pada awal kejadian atau setelah lama kemudian.
4) Meskipun tetanus penyakit yang berbahaya, namun jika cepat didiagnosis dan
1) Perawatan luka terutama pada luka tusuk, luka yang kotor, atau luka yang
3) Pencegahan dengan pemberian ATS, efektif hanya pada luka baru (kurang
Di masa kini, pasangan yang hendak menikah sudah mulai akrab dengan
premarital test atau tes kesehatan pranikah. Salah satu yang harus dipenuhi dan
merupakan aturan wajib dari pemerintah adalah Vaksin Tetanus Toksoid (TT). 25
Agama(KUA). Vaksin yang di keluarkan oleh pihak berwenang dalam medis ini
sudah menjadi aturan resmi pemerintah sejak tahun 1986. Meskipun suntikan TT
pernah di dapat masa kecil, perempuan yang hendak menikah wajib mendapat
infeksi tetanus.
25
Abdul Bari, dkk. (2001). Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina
Pustaka. Hal. 198
28
Kesehatan No. 02 tahun 1989 tentang Imunisasi Tetanus Toksoid Calon Pengantin
pelaksanaan.
3) Melaporkan secara berkala hasil pelaksanaan instruksi ini kepada Dirjen Bimas
Islam dan Urusan Haji dan Dirjen PPM & PLP sesuai tugas masing-masing.26
landasan salah satu syarat administrasi pernikahan yang dibutuhkan oleh KUA
terhadap pasangan yang akan menikah, yaitu adanya surat atau kartu bukti
berhak dan wajib untuk menjaga dan memelihara kesehatan demi tercapainya
26
Kementerian Agama RI (2010). Himpunan Peraturan perundang-undangan Perkawinan Edisi 2010.
27
Indan Entjang (2000). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hal.26
29
sehat).
dan tindakan yang diperlukan jika ada gejala penyakit yang dirasakan (perilaku
sakit).
dipastikan, agar dapat ditangani dan pulih seperti sedia kala, atau penyakit
Dari ketiga jenis usaha ini, usaha pencegahan penyakit (preventif) menjadi
tempat yang utama. Karena dengan usaha pencegahan akan diperoleh hasil yang
lebih baik, serta memerlukan biaya yang lebih murah dibandingkan dengan usaha
B. Dasar Konseptual
mencapai kebahagiaan, merupakan bagian dari ajaran agama, dan menjadi dasar untuk
Pernikahan ialah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan sebagai suami istri. Ikatan lahir batin dalam definisi ini menunjukkan
bahwa hubungan suami istri tidak boleh semata berupa ikatan lahir saja hidup bersama
dalam ikatan formal, akan tetap keduanya harus membina ikatan batin. Ikatan lahir
mudah sekali terlepas jika tidak diikuti oleh ikatan batin. Ikatan lahir dan batinlah
yang menjadi fondasi yang kokoh dalam membangun dan membina keluarga yang
28
Indan Entjang (2000). Ilmu Kesehatan Masyarakat... Hal. 13
30
bahagia dan kekal.29 Mengingat rumah tangga adalah bagian terkecil dari kehidupan
sosial, maka rumah tangga adalah penentu keselamatan dan kesehatan kehidupan
masyarakat. Tentunya sebelum suami dan istri menyediakan sarana kesehatan jiwa
untuk pasangan hidup dan anak-anaknya ia harus mampu membuktikan bahwa dirinya
Imunisasi adalah salah satu cara untuk menimbulkan atau meningkatkan kekebalan
seseorang terhadap salah satu penyakit sehingga bila terpapar dengan penyakit tersebut
orang tersebut hanya akan sakit ringan/tidak sakit. Imunisasi tetanus toksoid adalah
proses untuk membangun kekebalan tubuh sebagai upaya pencegahan terhadap infeksi
tetanus. Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung toksoid tetanus yang telah
(hifdz nafs), akal (hifdz aql), keturunan (hifdz nasl), dan harta benda mereka (hifdz
mal). Apa saja yang menjamin terlindungnya lima perkara ini adalah maslahat bagi
sebagai mudarat yang harus disingkirkan. Dalam proses pemeliharaan pasangan dan
prosedur pernikahan.32
29
Eka Febriati (2017). SKRIPSI Perspektif Hukum Islam tentang Pemeriksaan Kesehatan (Studi di KUA dan
Puskesmas Pekalongan, Lampung Timur). Lampung: Fakultas Syariah UIN Raden Intan Lampung. Hal. 27
30
Idham Pontoh (2013). Dasar-dasar Ilmu Kesehatan. Jakarta: Inmedia. Hal. 128
31
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2009)
32
Muhammad Abu Zahrah (2000). Ushul Fiqh. Jakarta: Pustaka Firdaus Cet. ke 6, Hal.423-424
31
permasalahan yang sama. Penelitian sebelumnya ini perlu disebutkan dalam penelitian
untuk mempermudah pembaca melihat dan menilai perbedaan teori yang digunakan
kesehatan pranikah berperan penting dan dapat dianggap sebagai langkah awal
keluarga, karena kesehatan merupakan indikator dari keluarga sakinah. Oleh karena
2. Huda Muhammad (2008) meneliti tentang Tinjauan Mazhab Maliki dan Mazhab
yang konkret. Pola pikir yang digunakan adalah pola pikir deduktif, yaitu
mengkemukakan teori yang bersifat umum, dalam hal ini adalah teori maslahah
mursalah, kemudian ditarik pada permasalahan yang lebih khusus tentang pendapat
mazhab Maliki dan mazhab Syafi’i. Dalam skripsi ini lebih diarahkan pada
pembahasan dua tokoh Ushul Fiqh yang sangat populer. Jadi, penekanan dari
skripsi ini lebih ditujukan kepada kajian tokoh, tanpa ada usaha penerapan
3. Ali Safuan Effendi (2008), meneliti tentang Maslahah Mursalah sebagai Sumber
penelitian ini lebih ditekankan pada pembahasan salah satu teori Ushul Fiqh.
Penelitian ini fokus pada kajian teoritis tanpa ada penekanan pada penerapan teori
Dari beberapa penelitian di atas hampir sama kajiannya dengan penelitian yang
akan diteliti tentang metode ijtihad hukum dengan metode Maslahah Mursalah dan
kesehatan dalam Premarital Test. Namun, penelitian yang akan dilakukan peneliti
lebih difokuskan pada bagaimana hukum suntik TT yang dijadikan sebagai syarat
membedakan judul skripsi ini dengan judul skripsi yang pernah ditulis sebelumnya.