Anda di halaman 1dari 12

MASLAHAH MURSALAH SEBAGAI DASAR HUKUM ISLAM

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
“Ushul Fiqh”
Dosen Pengampu :
Drs. Sutrisno Yusuf, M. Si.

Disusun Oleh :
1. Agus Nugroho (0223003/HTN)
2. Assifa Khoirunisa (0323001/PAI)
3. Chandra Ardhea Putri (0323005/PAI)
4. Kireina Anisa Alifa (0323009/PAI)
5. Abdurrohman Fauzannida (0323014/PAI)
6. Afina Azzahra Aufannida (0423001/ES)
7. Hendrik Yulianto (0423005/ES)
8. Ahmad khoirin (0423002/ES)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MULIA ASTUTI (STAIMAS)


WONOGIRI
TAHUN 2023/2024

KATA PENGANTAR

1
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan pertolongan dan
bimbingan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Maslahah Mursalah
Sebagai Dasar Hukum Islam”.

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah diutus Allah untuk membimbing umat manusia ke jalan yang
lurus yaitu agama Islam.

Kami sebagai penyusun makalah berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Penulis menyadarai masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam studi usul fikih dikenal dua istilah, yaitu pertama, al-adillah asysyar‘iyyah
yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan dalil hukum, dan kedua,
macâdir al-ahkâm yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan sumber
hukum Islam. Menurut Amir Syarifuddin, kedua istilah ini memiliki makna yang
tidak sinonim. Sumber hukum memiliki makna suatu wadah yang dari padanya
ditemukan dan ditimba norma hukum. Sedangkan dalil hukum memiliki makna
sesuatu yang menunjuki dan membawa kita dalam menemukan hukum.
Berdasarkan pengertian ini, Amir Syarifuddin menyimpulkan bahwa sumber
hukum itu hanya al-Quran dan as-Sunnah al-Maqbûlah, sedangkan dalil hukum itu
bisa al-Quran, as-Sunnah al-Maqbûlah, qiyâs, ijma‘, maslahah mursalah, syar‘un man
qablana, `urf dan seterusnya.1 Dalam studi ilmu usul fikih, maslahah mursalah
merupakan dalil hukum untuk menetapkan hukum atas persoalan-persoalan baru2
yang secara eksplisit tidak disebutkan di dalam alQuran dan as-Sunnah al-Maqbûlah,3
baik diterima maupun ditolak. Secara embrional, gagasan maslahah mursalah sebagai
dalil hukum ini muncul setelah wafatnya Nabi Muhammad saw.
Dengan wafatnya Nabi, secara serta merta wahyu telah berhenti dan sekaligus
sunnah Nabi sebagai rujukan setelah al-Quran telah berakhir pula. Pada saat yang
sama permasalahan terus muncul seiring dengan perjalanan waktu yang terus bergulir.
Ketika Nabi masih hidup, segala permasalahan yang muncul dapat dikonfirmasikan
kepada Nabi Untuk menetapkan permasalahan hukum baru yang belum ada
konfirmasinya di dalam al-Quran dan as-Sunnah al-Maqbûlah tersebut, para ulama
usul fikih menetapkannya dengan maslahah mursalah sebagai salah satu dalil hukum
untuk penetapan hukum meskipun sebagian ulama ada yang menolak keabsahannya.
Dengan kata lain, para ulama usul fikihbelum bersepakat secara bulat keabsahan
maslahah mursalah sebagai teknik penetapan hukum (aladillah al-mukhtalaf fîhâ).
Tulisan singkat ini mencoba menjelaskan maslahah mursalah sebagai dalil hukum
Islam.

4
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian mursalah ?
2. Apa saja persyaratan mursalah ?
3. Berapa pembagian mursalah ?

C. TUJUAN MASALAH
1. Mengetahui apa itu mursalah
2. Mengetahui syarat mursalah
3. Mengetahui ada berapa pembagian mursalah

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MASLAHAH MURSALAH


Maslahah Mursalah sendiri secara istilah terdiri dari dua kata yaitu Maslahah dan
Mursalah, kata Maslahah menurut bahasa adalah “manfaat” sedangkan kata Mursalah yaitu
“lepas” jadi kata Maslahah Mursalah menurut istilah adalah sesuatu yang dianggap Maslahah
namun tidak ada ketegasan hukum yang merealisasikannya dan tidak ada pula dalil tertentu
yang mendukung ataupun menolak dari perkara tersebut1
Menurut Abdul Wahab Khallaf Maslahah Mursalah yaitu segala sesuatu yang
dapat mendatangkan atau memberi kemaslahatan tetapi di dalamnya tidak terdapat
ketegasan atau doktrin hukum untuk menyatakannya dan juga tidak ada dalil atau nash
yang memperkuat (mendukung) atau menolaknya2
Secara etimologi, Maṣlahah sama dengan manfaat, baik dari segi lafal maupun
makna. Maṣlahah dapat juga diartikan sebagai manfaat atau suatu pekerjaan yang
mengandung manfaat. Apabila dikatakan bahwa perdagangan itu suatu kemaslahatan dan
menuntut ilmu itu suatu kemaslahatan, maka hal tersebut berarti bahwa perdagangan dan
menuntut ilmu keduanya itu penyebab diperolehnya manfaat lahir dan batin. Secara
terminologi, terdapat beberapa definisi Maṣlahah yang dikemukakan oleh beberapa ulama
Ushul Fiqh, namun seluruh definisi tersebut mengandung esensi yang sama. Imam al-
Ghazali, mengemukakan bahwa pada prinsipnya Maṣlahah adalah mengambil manfaat
dan menolak kemudaratan dalam rangka memelihara tujuantujuan syara3

1
Satria Effendi M. Zein, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2017), 135
2
Shidiq, Ushul Fiqh, 88
3
Aris, PEMIKIRAN IMAM SYAFI’I TENTANG KEDUDUKAN MASLAHAH MURSALAH SEBAGAI
SUMBER HUKUM (stain pare pare)

6
Dasar Hukum Maslahah Mursalah dilihat dari kepentingan dan kualitas Maslahah, ahli
ushul fiqh membagi Maslahah menjadi 3 tingkatan, yaitu:

a. Al-Maslahah al-Dharuriyat
Maslahah Dharuriyat adalah Maslahah yang berkaitan dengan kebutuhan dasar
manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan ini sangat penting bagi kehidupan
manusia, apabila tidak terpenuhi akan menimbulkan kehancuran, bencana dan
kerusakan terhadap kehidupan manusia. Kemaslahatan ini meliputi pemeliharaan
agama, diri, akal, keturunan dan harta. Contoh pemeliharaan keturunan dan harta
yaitu melalui kegiatan muamalah seperti interaksi dengan sesama manusia

b. Al-Maslahah al-Hajiyat
Maslahah Hajiyat adalah kemaslahatan yang menyempurnakan kemaslahatan
pokok dan juga menghilangkan kesulitan yang dihadapi manusia. Kemaslahatan
ini adalah ketentuan hukum yang mendatangkan keringanan bagi kehidupan
manusia. Dalam muamalat, keringanan ini terwujud dengan dibolehkan
melakukan jual beli salam, kerja sama pertanian dan perkebunan

c. Al-Maslahah al-Tahsiniyat
Maslahah tahsiniyat adalah kemaslahatan yang sifatnya pelengkap.
Kemaslahatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki budi pekerti. Apabila
kemaslahatan ini tidak terwujud dalam kehidupan manusia, maka tidak sampai
menimbulkan kerusakan dalam kehidupan manusia. Misalnya, dalam ibadah,
keharusan bersuci, menutup aurat dan memakai pakaian yang indah4

B. SYARAT MASLAHAH MURSALAH

Maslahah mursalah sebagai metode hukum yang mempertimbangkan adanya


kemanfaatan yang mempunyai akses secara umum dan kepentingan tidak terbatas, tidak
terikat. Dengan kata lain maslahah mursalah merupakan kepentingan yang diputuskan
bebas, namun tetap terikat pada konsep syari’ah yang mendasar. Karena syari’ah sendiri
ditunjuk untuk memberikan kemanfaatan kepada masyarakat secara umum dan berfungsi
untuk memberikan kemanfaatan dan mencegah kemazdaratan (kerusakan).
4
Firdaus, Ushul Fiqh: Metode Mengkaji Dan Memahami Hukum Islam Secara Komprehensif (Depok:
Rajawali Pers, 2017), 93 – 94

7
Menurut Jumhur Ulama bahwa Maslahah Mursalah dapat dijadikan sebagai sumber
hukum Islam bila memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Maslahah tersebut haruslah Maslahah yang haqiqi bukan hanya yang berdasarkan
prasangka dan merupakan kemaslahatan yang nyata, artinya dapat membawa
kemanfaatan dan menolak kemudharatan. Akan tetapi kalau hanya sekedar
prasangka adanya kemanfaatan atau prasangka adanya penolakan terhadap
kemudharatan, maka pembinaan hukum semacam itu adalah berdasarkan
prasangka saja dan tidak berdasarkan syariat yang benar.
2. Kemaslahatan tersebut merupakan kemaslahatan yang umum, bukan kemaslahatan
yang khusus baik untuk perseorangan atau kelompok tertentu, dikarenakan
kemaslahatan tersebut harus bisa dimanfaatkan oleh orang banyak dan dapat
menolak kemudharatan terhadap orang banyak pula.5
3. Kemaslahatan tersebut tidak bertentangan dengan kemaslahatan yang terdapat
dalam Al Qur’an dan Hadist baik secara dzahir atau batin .Oleh karena itu tidak
dianggap suatu kemaslahatan yang kontradiktif d engan nash seperti menyamakan
bagian anak laki-laki dengan perempuan dalam pembagian waris, walau
penyamaan pembagian tersebut berdalil kesamaan dalam pembagian.6

Dari ketentuan di atas dapat dirumuskan bahwa maslahah mursalah dapat dijadikan
sebagai landasan hukum serta dapat diaplikasikan dalam tindakan sehari-hari bila telah
memenuhi syarat sebagai tersebut di atas, dan ditambahkan maslahah tersebut merupakan
kemaslahatan yang nyata, tidak sebatas kemaslahatan yang sifatnya masih prasangka, yang
sekiranya dapat menarik suatu kemanfaatan dan menolak kemudaratan. Dan maslahah
tersebut mengandung kemanfa’atan secara umum dengan mempunyai akses secara
menyeluruh dan tidak melenceng dari tujuan-tujuan yang dikandung dalam al-Qur’an dan al-
Hadits.

C. PEMBAGIAN MASLAHAH MURSALAH

Maslahah mursalah dibagi menjadi dua bagian yaitu:


5
Hendri Hermawan Adinugraha dan Mashud, “Al-Maslahah Al-Mursalah Dalam Penentuan Hukum
Islam”, Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, https://jurnal.stie-aas.ac.id, diakses tanggal 20 September 2021.
6
Mukhsin Jamil (ed.), Kemaslahatan dan Pembaharuan Hukum Islam, Semarang:
Walisongo Press, 2008, hal. 24.

8
1. Maslahah dari segi tingkatannya
yang dimaksud dengan macam maslahah dari segi tingkatannya ialah berkaitan
dengan kepentingan yang menjadi hajat hidup manusia. Romli mengutip Mustafa Said
Al-Khind pada bukunya yang berjudul Athar Al-Ikhtilaf Fi Al-Qawaid AlUsuliyah Fi
Ikhtilaf Al-Fuqaha maslahah dilihat dari segi tingkatannya ini dapat dibedakan
menjadi tiga macam, yakni:
a. Maslahah Daruriyyah (‫) الضرورية املصاحل‬
Yang disebut dengan maslahah pada tingkatan ini ialah emaslahatan yang
menjadi dasar tegaknya kehidupan asasi anusia yang berkaitan dengan agama
maupun dunia. Jika ia uput dalam kehidupan manusia, maka mengakibakan
usaknya tatanan kehidupan manusia.
Maslahah daruriyyah itu adalah menyangkut kepentingan asasi yang sangat
bernilai, ia menyangkut persoalan-persoalan untuk terciptanya kelangsungan
hidup manusia, jika ia terganggu maka cederalah dan terganggulah kelangsungan
hidup yang akan mengakibatkan timulnya kerusakan (fitnah) dan bencana yang
besar secara luas.
Maslahah daruriyyah dishariatkan untuk melindungi dan menjamin kelestarian
agama (hifz al-din), melindungi jiwa (hifz Al-nafs), melindungi akal (hifz al-aql),
melindungi keturunan (hifz al-nasl), dan melindungi harta (hifz al-mal)
b. Maslahah Hajiyyah (‫) احالجية املصاحل‬
Yang dimaksud dengan maslahah hajiyyah jenis ini ialah persoalan-persoalan
yang dibutuhkan oleh manusia untuk menghilangkan kesulitan dan kesusahan
yang dihadapi. Dengan kata lain, maslahah ini lebih rendah tingkatannya dari
maslahah daruriyyah. Dalam rangka merealisasikan maslahah hajiyyah ini Allah
mensyariatkan berbagai transaksi, sepert jual beli, sewa menyewa, dan
memberikan beberapa keringanan (rukhsah), seperti kebolehan menjamak dan
menqashar shalat bagi musafir, kebolehan menunda pelaksanaan berpuasa
ramadhan bagi orang yang sedang hamil, menyusui dan sakit, seerta tidak
diwajibkannya shalat lima waku bagi orang yang sedang haid maslahah
daruriyyah.
Dalam rangka merealisasikan maslahah hajiyyah ini Allah mensyariatkan
berbagai transaksi, sepert jual beli, sewa menyewa, dan memberikan beberapa
keringanan (rukhsah), seperti kebolehan menjamak dan menqashar shalat bagi

9
musafir, kebolehan menunda pelaksanaan berpuasa ramadhan bagi orang yang
sedang hamil, menyusui dan sakit, seerta tidak diwajibkannya shalat lima waku
bagi orang yang sedang haid dan nifas
c. Maslahah Tahsiniyyah (‫)التحسينية املصاحل‬
Maslahah ini sering disebut dengan maslahah takmiliyah, yang dimaksud
dengan maslahah jenis ini ialah sifatnya untuk memelihara kebagusan dan
kebaikan budi pekerti serta keindahan saja. Dengan kata lain, maslahah ini lebih
rendah tingkatannya dari maslahah daruriyyah.
Dalam rangka merealisasikan maslahah hajiyyah ini Allah mensyariatkan
berbagai transaksi, sepert jual beli, sewa menyewa, dan memberikan beberapa
keringanan (rukhsah), seperti kebolehan menjamak dan menqashar shalat bagi
musafir, kebolehan menunda pelaksanaan berpuasa ramadhan bagi orang yang
sedang hamil, menyusui dan sakit, seerta tidak diwajibkannya shalat lima waku
bagi orang yang sedang haid dan nifas.
Kesemua maslahah yang dikategorikan kepada maslahah tahsiniyyah ini,
sifatnya hanya untuk kebaikan dan kesempurnaan. Sekiranya tidak dapat
diwujudkan dan dicapai oleh manusia tidaklah sampai menyulitkan dan merusak
tatanan kehidupan mereka, tetapi ia dipandang penting dan dibutuhkan7

2. Maslahah deri segi eksistensinya

a. Maslahah Mu’tabarah ( ‫)املعتربة املصاحل‬


Yang dimaksud dengan maslahah jenis ini ialah kemaslahatan yang terdapat
nash secara tegas menjelaskan dan mengakui keberadaannya. Dengan kata lain,
seperti disebutkan oleh Muhammad al Said Ali Abd Rabuh dalam bukunya yang
berjudul Buhus Fi Al-Adillah Al-Mukhtalaf Fiha Inda Usuliyin yang dikutip
Romli yaitu kemaslahatan yang diakui oleh syari dan terdapat dalil yang jelas
untuk memelihara dan melindunginya8.

‫َم َص ا ِلُح ِاعِتَبا ِر َها الَّش ا ِر ُع َو َقاَم الًد ِليُل الِمَع َّيُن ِم نُه على ِر َعا َيِتَها‬

7
Romli SA, Pengantar Ilmu Usul Fiqih Metodologi Penetapan Hukum Islam, (Depok:
Kencana, 2017), hl.194
8
Ibid. 195

10
Maslahah mu’tabarah adalah maslahah yang diakui oleh syari keberadaannya dan
terdapat dalil (nas) yang menyatakan untuk melindungi dan memeliharanya9
Jika syari menyebutkan dalam nash tentang hukum suatu peristiwa dan
menyebutkan nilai maslahah yang dikandungnya, maka hal tersebut disebut
dengan maslahah mu’tabarah, yang termasuk ke dalam semua maslahah ini ialah
semua kemaslahatan yang dijelaskan dan disebutkan oleh nash, seperti
memelihara agama, jiwa, keturunan, dan harta benda.

b. Maslahah Al-Mulghah ( ‫)امللغاة املصاحل‬


Yang dimaksud dengan maslahah ini ialah maslahah yang berlawanan dengan
ketentuan nash, dengan kata lain maslahah yang tertolak karena ada dalil yang
menunjukkan bahwa ia bertentangan dengan ketentuan dalil yang jelas10.
Contoh yang sering dirujuk dan ditampilkan oleh ulama usul ialah
menyamakan pembagian harta warisan antara seorang perempuan dan saudara
laki-lakinya. Penyamaan antara seorang perempuan dan saudara laki-laki tentang
warisan memang terlihat ada kemaslahatannya, tetapi berlawanan dengan
ketentuan dalil nas yang jelas dan terperinci, penyamaan anak laki-laki dan anak
perempuan dengan alasan kemaslahatan seperti inilah yang disebut dengan
Maslahah mulghah, karena bertentangan dengan nasyang sarih

c. Maslahah Mursalah
Yang dimaksud maslahah mursalah ini ialah maslahah yang secara eksplisit
tidak ada satu dalil pun baik yang mengakuinyamaupun menolaknya, tetap
keberadaannya sejalan dengan tujuan syariat. Secara lebih tegas maslahah
mursalah ini termasuk jenis maslahah yang didiamkan oleh nash. Romli mengutip
Abdul Karim Zaidan menyebutkan yang dimaksud dengan Maslahah mursalah

‫َم َص ا ِلُح َلم ُيَنِّص الًش ا ِر ُع َع َلى ِالَغا ِء َها َو َال ِاعِتَبا ِر َها‬
Maslahah mursalah adalah maslahah yang tidak disebutkan oleh nash baik
penolakannya maupun pengakuannya.

9
Romli SA, Pengantar Ilmu Usul Fiqih Metodologi Penetapan Hukum Islam, (Depok:
Kencana, 2017),.hl 195
10
Ibid.hl 195

11
Dengan demikian, maslahah mursalah ini merupakan maslahah yang sejalan
dengan tujuan syara’ yang dapat dijadikan dasar pijakan dalam mewujudkan
kebaikan yang dihajatkan oleh manusia serta terhindar dari kemudaratan 11. Diakui
hanya dalam kenyataannya jenis maslahah ini terus tumbuh dan berkembang
seiring dengan perkembangan masyarakat Islam yang dipengaruhi oleh perbedaan
kondisi dan tempat12.

Menurut Jalaluddin Abdurrahman yang dikutip Romli, bahwa maslahah mursalah ini
dapat dibedakan menjadi dua macam:13

1. Maslahah yang pada dasarnya secara umum sejalan dan sesuai dengan apa yang
dibawa oleh syariat.Maslahah yang sesuai dengan apa yang dibawa oleh syari’ dan
secara umum sejalan dengan cara (metode) yang telah digariskan oleh Allah.
Dengan kata lain, kategori maslahah jenis ini berkaitan dengan Maqasid Al-
Syari’ah, yaitu agar terwujudnya tujuan syaria yang bersifat daruri (pokok).
2. Maslahah yang sifatnya samar-samar dan sangat dibutuhkan kesungguhan dan
kejelian para mujtahid untuk merealisasinya dalam kehidupan.

11
Romli SA, Pengantar Ilmu Usul Fiqih Metodologi Penetapan Hukum Islam, (Depok: Kencana,
2017),hl 198
12
Ibid.hl 199
13
Ibid.hl 199

12

Anda mungkin juga menyukai