Anda di halaman 1dari 8

ARTIKEL ILMIYAH

AKHALAK SEBELUM ILMU

Pendahuluan
Dizaman modern saat ini, di mana dalam berbagai bidang mulai dari informasi,
transportasi, ekonomi, pariwisata telah mengalami sebuah perkembangan yang sangat pesat. Hal
ini di sebabkan karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju dan
canggih. Banyak para peneliti dan pengembang teknologi yang berlomba-lomba membuat
inovasi baru untuk mempermudah kehidupan manusia dengan menciptakan berbagai produk
teknologi. Mereka rela mengorbankan waktu, tenaga, bahkan harta untuk mewujudkannya.
Berkembangnya teknologi ini secara tidak langsung telah mengubah pola pikir manusia. Dimana
Ilmu pengetahuan dan teknologi ini adalah segalanya.
Inilah yang membuat mereka mengikuti setiap perkembangan dari teknologi terutama
teknologi informasi yang muncul dan berkembang setiap harinya. Dari situlah banyak nilai-nilai
yang mulai mempengaruhi seperti munculnya paham skuler, positivis, pragmatis, permisif dan
menjauhnya manusia dengan Tuhannya. Dan hal ini juga terjadi kepada seorang muslim
sehingga membuat mereka melenceng dari ajaran agama dan bahkan sampai keluar dari ajaran
islam. Maka untuk mencegah hal itu terjadi di perlukannya sebuah perisai diri, yaitu dengan
Adanya akhlak yang baik.
Kenapa harus akhlak yang yang baik?, karena dengan tertanamnya akhlak yang baik
dalam diri kita akan menuntun kepada ajaran yang benar. Akhlak merupakan salah satu khazanah
intelektual muslim yang kehadirannya hingga saat ini dirasakan dan sangat diperlukan. Akhlak
dilihat secara historis dan teologis ada untuk mengawal dan memandu perjalanan umat Islam
agar bisa selamat di dunia dan di akhirat. Maka tidak heran jika dikatakan bahwa misi utama dari
kerasulan Muhammad saw adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, begitulah yang
telah disabdakan oleh beliau, dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan
dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang mulia. Hingga hal ini membuat
Allah swt sendiri memuji akhlak mulia Nabi Muhammad saw. Hingga Allah berfirman dan
menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai Uswatun Hasanah.
Ini di buktikan dalam sejarah, semasa hidup Nabi Muhammad ia tidak pernah, meminum
khamr, berjudi, mengunjungi tempat-tempat hiburan padahal itu adalah sesuatu yang wajar dan
sudah menjadi kebiasaan masyarakat kala itu. Hal ini juga di lakukan Nabi Muhammad SAW
sebelum beliau di angkat menjadi rosul. Inilah bukti pentingnya akhlak yang baik yang harus di
miliki setiap muslim.
Menurut Ibnu Maskawaih beliau memandang akhlak berupa keadaan alam bawah sadar
yang memiliki spirit atau pengaruh bagi manusia dalam berprilaku tanpa perlu melalui
pertimbangan. Inilah mengapa peran dari akhlak sangatlah penting, jika didalam diri kita sudah
tertanam akhlak yang baik tanpa kita sadari secara tidak langsung rohani dan jasmani ini akan
menolak saat kita berada dalam jalan yang salah.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Dr. Rubino, MA (Universitas Medan Area 29
Oktober 2019) yang berjudul “Pentingnya Penanaman Akhlak Sosial Dalam Kehidupan”. Dia
mengatakan “Sesungguhnya proses pembelajaran bukan hanya transfer ilmu, karena transfer
ilmu bisa dilakukan dengan media apa saja. Tapi yang tidak bisa dilakukan oleh media-media itu
adalah menciptakan akhlak. Ketika setiap orang bertanggung jawab terhadap dirinya untuk
berakhlak yang baik, maka itu akan berdampak baik di tengah-tengah kehidupan kita”. Maka
akhalak ini bukan sesuatu yang dapat kita sepelekan, membentuk sebuah akhlak yang baik
bukanlah perkara yang mudah. Tetapi dari hasil terciptanya akhalak ini akan mempengaruhi
kehidupan kita.
Jika dipertanyakan antara akhlak dan ilmu mana yang harus didahulukan?, tentu saja
akhlak, karena akhlak yang baik akan mengarahkan kita kepada pengetahuana atau ilmu yang
baik dan benar. Justru sebaliknya jika kita lebih mengutamakan ilmu tanpa di dasari akhlak yang
baik maka belum tentu ilmu yang kita dapatkan adalah ilmu yang baik entah dari segi caranya
mendapatkan, sumbernya, isinya, hukumnya, bahkan penggunaannya. Maka tujuan dari
penelitian ini adalah pentingnya mengutamakan akhlak sebelum ilmu dan bagai mana akhlak ini
akan menuntun kita kepada jalan yang benar.

Pembahasan
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif , dengan menggunakan model teori
konsep, wawancara, serta perbandingan tetap sehingga jadilah Artikel Ilmiah ini, yang
membahas mengenai:
A. AKHLAK DAN ILMU

1. AKHLAK
Istilah akhlak mulai di kenal sejak awal lahirnya agama islam, seperti yang di
sabdakan Rosululloh SAW dalam sebuah hadits shahih, riwayat Bukhori, Hakim dan
Baihaqi, diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang berbunyi:

‫ِإَّنَم ا ُبِع ْثُت ُألَتِّم َم َم َك اِرَم اَألْخ الِق‬


Artinya:
“Bahwasanya saya diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan kebaikan
akhlak.”
Akhlak sendiri berasal dari bahasa Arab Khuluq yang jamaknya akhlak. Menurut
bahasa, akhlak adalah perangei, tabiat, dan agama. Kata tersebut mengandung segi-
segi persesuaian dengan perkataan Khalq yang berarti yang “kejadian”, serta erat
hubungannya dengan kata Khaliq berarti “Pencipta” dan makhluq yang berarti “yang
diciptakan”.
Al-Akhlaq merupakan dorongan dalam jiwa seseorang untuk mereka berbuat (baik
atau buruk) sebelum mereka dapat berpikir logis dan emosional. tindakan yang
menjadi kebiasaan dan dengan demikian menjadi kepribadian.
Menurut Ahmad Amin, akhlak ialah kebiasaan seseorang. Atau hasrat untuk
melakukan sesuatu dan itu dilakukan berulang-ulang, dengan mudah dilakukan tanpa
banyak berpikir. Akhlak diamaksudkan berada pada jiwa tidak berwujud dan tidak
dapat diukur oleh indera manusia. Cara memandang akhlak seseorang dilihat dari
perbuatan kebiasaannya, jika yang dilakukan baik maka akhlak seseorang itu baik
begitu juga sebaliknya inilah yang disebut perbuatan akhlak. Oleh karena itu, perilaku
seseorang ialah cerminan akhlaknya, bukan karakternya sendiri.
Menurut Al-Ghazali akhlak ialah kondisi fikiran yang tetap (hay'a fin Rashika),
bukan pengetahuan tentang baik dan buruk (ma'fira). Akhlak mengacu pada
kemampuan mental yang dengan mudah menghasilkan tindakan atau praktik tanpa
pemikiran atau faktor tertentu. Jika stabilitas semacam itu melahirkan perbuatan baik
itu disebut akhlak terpuji. Perilaku menjijikkan yang dihasilkan pada kondisi
stabilitas mental disebut akhlak yang buruk.
Menurut Ibnu Miskawaih bahwa akhlak kondisi mental atau suasana hati yang
mendorong seseorang dalam bertindak tanpa melalui aktivitas berfikir secara
mendalam. Prilaku atau aktivitas yang dilakukan tiap insan dapat dikategorikan dalam
dua unsur, unsur naluriah watak dan unsur kebiasaan dan amalan. Menurut
Miskawaih, akhlak yang baik berarti tidak berbagai tingkah laku yang dapat
mendatangkan kemudharatan bagi orang lain dan bersabar dengan perbuatan yang
menyakitkan.
Muhyiddin Ibnu Arabi (1165-1240 M): Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang
mendorong manusia untuk berbuat tanpa melalui pertimbangan dan pikiran terlebih
dahulu. Keadaan tersebut pada seseorang boleh jadi merupakan tabiat atau bawaan,
dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan perjuangan
Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwasannya akhlak ini
merupakan jiwa/inti dari perbuatan seseorang. Bisa juga disebut akhlak merupakan
bentuk kepribadian seseorang tanpa dibuat-buat atau spontan atau tanpa ada dorongan
dari luar. Menurut pandangan akal dan agama tindakan spontan yang baik, itu
dinamakan akhlak yang baik (al-akhlakul karimah/ al-akhlakul mahmudah), atau
sebaliknya jika tindakan spontan itu buruk disebut (al-akhlakul madzmudah). Akhlak
yang baik inilah yang menuntun seseorang kepada pilihan hidupnya, sehingga akhlak
ini harus menjadi benteng, menjadi perisai atau pelindung dalam setiap langkah
kehidupan.
2. ILMU
Secara luas istilah “ilmu” sering dipahami sebagai sesuatu yang sama dengan science
dalam bahasa Inggris, wissenschaft (Jerman) dan etenschap (Belanda), yang
bermakna “tahu”. Term “ilmu” berasal dari kata ‘alima’ (Arab) yang berakna
mengetahui. Dengan demikian secara bahasa ilmu kata ilmu berakna pengetahuan.
Namun demikian secara istilah terdapat perbedaan yang cukup jelas antara pengertian
atau definisi yang dikemukakan oleh para ilmuwan pada umumnya, dengan saintis
muslim khusunya.
Endang Saifuddin Anshari (1985) menyitir beberapa pengertian ilmu (science) dari
para pemikir, diantaranya Karl Pearson dalam bukunya Grammar of Science,
merumuskan : ”Science is the complete and consistent description of the facts of
experience in the simplest possible terms” (Ilmu pengetahuan ialah lukisan
keterangan yang lengkap dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang
sederhana atau sesedikit mungkin). Menyitir definisi Baiquni, Anshari mengatakan
bahwa : ”Science sebagai general concensus dari komunitas ilmuwan”. Dalam istilah
lain ilmu dapat disebut sebagai pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang
diperoleh melalui langkah-langkan metodologi ilmiah, baik tentang perilaku sosial,
budaya, maupun gejala-gajala alam yang dapat diamati dan diukur sesuai kemampuan
manusia.
Sedangan pengertian ilmu yang disampaikan oleh pemikir muslim kontemporer,
yakni al-Attas, di dalam karya-karyanya yang membahas tentang ilmu pendidikan
berbeda dengan ilumuwan-ilmuwan pada umunya. Beliau menyatakan:
“Science is all knowledge comes from God and is interpreted by the soul trought its
spiritual and physical faculties and senses, it follow that knowledge, with reference to
God as being its origin, is the arrival (husul) in the soul of the meaning (ma’na) of a
thing or an object of knowledge ; and with reference to thr soaul as being its
interpreter, knowledge is the arrival (wusul) of the soul at the meaning of a thing or
an object of knowledge” (al-Attas, 2001). Pengertian tersebut jika sederhanakan
yaitu: “Ilmu itu tibanya ma‘na sesuatu pada diri, dan berhasilnya diri menyerapinya.”
(Isma’il, 2007). Hal ini mengandung pokok bahwasannya:
1. Dalam memperoleh ilmu melibatkan dua pihak yaitu pihak pemberi dan
penerima. Yaitu Allah sebagai Sang-pemberi ilmu dan manusialah yang
menerimanya.
2. Secara epistemologi proses pencapaian ilmu melibatkan dua segi, yakni pasif
dan aktif. Dimana ilmu-ilmu yang segi pasifnya lebih kuat dinamakan ilmu
makrifat sedangkan Sedangkan ilmu pengetahuan yang segi aktifnya lebih
kuat sering disebut dengan sains.
3. Dalam mencapai atau mendapatkan ilmu dibutuhkan sebuah sarana, sarana
utama tersebut adalah informasi
Dalam pandangan al-Qur’an, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia
unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan. Ini
dijelaskan al-Qur’an pada Q.S al-Baqarah(2): 31 dan 32. Menurut al-Qur’an, manusia
memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya atas izin Allah SWT.
Karena itu, bertebaran ayat yang memerintahkan manusia menempuh berbagai cara
untuk mewujudkannya.
Berkali-kali pula Al-Qur’an menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang yang
berpengetahuan, salah satunya dalam firman Allah dalam surah Al-Mujadalah ayat 11
disebutkan bahwa “Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Hendaknya ilmu tersebut dicari, dituntut
oleh setiap orang, selama hayat masih dikandung badan di mana ilmu itupun berada,
karena mencari ilmu juga merupakan nilai ibadah.

B. AKLAK DENGAN ILMU MANA YANG LEBIH DIUTAMAKAN ?


Dari pembahasan di atas kita sedikit telah mengetahui definisi akhlak dan ilmu, keduanya
merupakan unsur penting dalam kehidupan yang tidak bisa kita tinggalkan. Tetapi jika
kita bandingkan kedua unsur tersebut mana yang harus kita utamakan atau kita
dahulukan, maka akhak lah ( akhlak baik) yang harus kita utamakan baru nanti kita
sempurnakan dengan ilmu.
Jika diibaratkan ilmu itu bagaikan bahan makanan, sedangkan aklak adalah cara kita
memasak bahan makanan tersebut. Hasil dari masakan itu tergantung bagaimana cara kita
memasak nya, jika cara kita benar, tepat, sesuai dengan resepnya maka makanan yang
jadi akan menjadi makanan yang lezat. Begitu juga sebaliknya jika cara kita memasak
sudah salah hanya asal-asalan maka masakan yang dihasilkan juga sempurna, bisa
masakannya berasa hambar, terlalu asin, hangus, bisa juga kurang matang. Sehingga
dapat di katakan aklak ini adalah cerminan dari ilmu yang kita dapat. Mengapa demikian
sebab ilmu yang di dasari dengan akhlak yang baik maka ilmu tesebut akan senantiasa
mengarah kepada hal-hal kebaikan, misal :
a. Ilmu tersebut akan di amalkan dalam kehidupan sehari-hari
b. Ilmu tersebut akan di ajarkan kepada orang lain
c. Ilmu tersebut akan di gunakan untuk membantu orang yang membutuhkan
d. Ilmu tersebut akan di gunakan dalam jalan ketaatan kepada Allah
Sebaliknya jika suatu ilmu tidak didasari atau dibarengi dengan akhalak yang baik maka
ini akan berbahaya, dimana hal ini juga akan mengarah kejalan yang melenceng dari
kebenaran, misal:
a. Akan timbul penyakit hati (sombong, meremehkan orang lain) sehinga merasa
bahwa dialah yang paling benar dengan dasar dia memiliki ilmu yang lebih
b. Ilmu tersebut tidak akan meresap kedalam dirinya, hanya sebatas mempelajari
saja
c. Ilmu tersebut akan di pergunakan seenaknya saja tanpa memandang hal itu benar
atau salah seperti menipu, memanipulasi dan lainnya
Hal ini juga di sebutkan beberapa tokoh yaitu:
Ibnu al-Mubarak ra.menyatakan:
“Mempunyai adab (kebaikan budi pekerti) meskipun sedikit adalah lebih kami butubkan
daripada (memiliki) banyak ilmu pengetahuan”
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, beliau berkata,

‫ إذا لم يتحل باألخالق الفاضلة فإن طلبه للعلم ال فائدة فيه‬: ‫طالب العلم‬

“Seorang penuntut ilmu, jika tidak menghiasi diri dengan akhlak yang mulia, maka tidak
ada faidah menuntut ilmunya.”
“Ilmu tanpa dibarengi dengan akhlak yang mulia akan mengakibatkan ilmu itu menjadi
sia-sia,” ujar Kepala Kantor Kementerian Agama (Ka.Kankemenag) Kabupaten Tanah
Bumbu (Tanbu) Drs. H. Abdul Basit, MM.
Dilihat dari fungsinya, akhlak adalah pembeda untuk pintar dan benar. Orang yang
berilmu tentulah pintar, namun jika tidak melengkapi dirinya dengan akhlak, maka tak
ada jaminan kepintaran yang dimilikinya mampu mengantarkan pada kebenaran.
Sekalipun orang tersebut mengaku sebagai ulama, namun jika akhlak yang ditampilkan
tercela, maka tak ada kebenaran yang bersemayam di setiap wejangan yang disampaikan.
Itulah mengapa akhlak yang mulia merupakan sebuah realisasi dari ajaran Islam,
sehingga mudah untuk mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat. Jadi peranan akhlak
dalam menuntut ilmu merupakan benang perekat yang merajut semua jenis ilmu. Atau
dapat ditegaskan bahwasannya semua jenis ilmu harus tunduk pada kaidah-kaidah
akhlak.

C. PERAN AKHLAK
Peran aklak ini sangatlah penting dalam kehidupan setiap manusia, sehingga memiliki
akhlak yang baik ini tidaklah mudah, sampai Ibnul Mubarok berkata:

‫طلبت األدب ثالثين سنة وطلبت العلم عشرين سنة كانوا يطلبون األدب ثم العلم‬
“Kami mempelajari masalah adab (akhlak yang baik) itu selama 30 tahun sedangkan
kami mempelajari ilmu selama 20 tahun dan ada-lah mereka (para ulama salaf) memulai
pelajaran mereka dengan mempelajari adab terlebih dahulu kemudian baru ilmu.”
Mempelajari akhlak memang bukanlah perkara yang mudah, tetapi dengan kita
mempelajari akhlak hal ini akan memberikan keberkahan kepada kita. Mengapa
demikian?, karena Akhlak mempunyai kedudukan yang paling penting dalam agama
Islam. Diantaranya:
a. Akhlak dihubungkan dengan tujuan risalah Islam atau antara perutusan utama
Rasulullah saw. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : “Sesungguhnya aku
diutuskan untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” Pernyataan Rasulullah itu
menunjukkan pentingnya kedudukan akhlak dalam Islam. Inilah yang menjadi
kedudukan utama pentingnya akhlak.
b. Akhlak inilah yang akan menentukan kedudukan seseorang di akhirat nanti yang
mana akhlak yang baik dapat memberatkan timbangan amalan yang baik.
Begitulah juga sebaliknya. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : “Tiada
sesuatu yang lebih berat dalam daun timbangan melainkan akhlak yang baik.”
c. Akhlak dapat menyempurnakan keimanan seseorang mukmin. Sabda Rasulullah
saw yang bermaksud : “Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya
adalah yang paling baik akhlaknya.”
d. Akhlak yang baik dapat menghapuskan dosa manakala akhlak yang buruk boleh
merosakkan pahala. Sabda Rasulullah saw yang bermaksud : “Akhlak yang baik
mencairkan dosa seperti air mencairkan ais (salji) dan akhlak merosakkan
amalan seperti cuka merosakkan madu.”
e. Akhlak merupakan sifat Rasulullah saw di mana Allah swt telah memuji
Rasulullah kerana akhlaknya yang baik seperti yang terdapat dalam al-Quran,
firman Allah swt yang bermaksud : “Sesungguhnya engkau seorang yang
memiliki peribadi yang agung (mulia).”Pujian Allah swt terhadap Rasul Nya
dengan akhlak yang mulia menunjukkan betapa besar dan pentingnya kedudukan
akhlak dalam Islam. Banyak lagi ayat-ayat dan hadith-hadith Rasulullah saw yang
menunjukkan ketinggian kedudukan akhlak dan menggalakkan kita supaya
berusaha menghiasi jiwa kita dengan akhlak yang mulia ini.
f. Akhlak tidak dapat dipisahkan dari Islam, sebagaimana dalam sebuah hadith
diterangkan bahawa seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah saw : “Wahai
Rasulullah, apakah itu agama?” Rasulullah menjawab : “Akhlak yang baik.”
g. Akhlak yang baik dapat menghindarkan seseorang itu daripada neraka sebaliknya
akhlak yang buruk menyebabkan seseorang itu jauh dari syurga. Sebuah hadith
menerangkan bahawa, “Si fulan pada siang harinya berpuasa dan pada
malamnya bersembahyang sedangkan akhlaknya buruk, menganggu jiran
tetangganya dengan perkataannya. Baginda bersabda : tidak ada kebaikan
dalam ibadahnya, dia adalah ahli neraka.”

Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita ketahui bahwasannya aklak dan ilmu merupakan unsur yang
penting dalam agama juga dalam kita menjalani kehidupan.Tetapi banyak sebagian dari kita
Terlalu banyak menggeluti ilmu diin sampai lupa mempelajari adab. Mereka sudah mapan
ilmunya, banyak mempelajari tauhid, fikih dan hadits, namun tingkah laku kita terhadap orang
tua, kerabat, tetangga dan saudara muslim lainnya bahkan terhadap guru sendiri jauh dari yang
dituntunkan oleh Nabi dan para shabat. Ini adalah akibat dari meninggalkan adab (akhlak yang
mulia) dan lebih mementingkan ilmu.
Maka perlu di ingat akhlak yang mulia merupakan cermin kepribadian seseorang, selain itu
akhlak yang mulia akan mampu mengantarkan seseorang kepada martabat yang tinggi. Penilaian
baik dan buruknya seseorang sangat ditentukan melalui akhlaknya. Akhlak yang mulia akan
mampu mengantarkan seseorang kepada martabat yang tinggi. Penilaian baik dan buruknya
seseorang sangat ditentukan melalui akhlaknya. Sehingga ilmu tanpa di dasari dengan akhlak
yang mulia kuranglah barokah dan dapat menjerumuskan kedalam kesesatan.

Daftar Pustaka
Nst Kasron, Konsep Keutamaan Akhlak Versi Al-Ghazali, HIJRI - Jurnal Manajemen
Pendidikan dan Keislaman,Vol. 6./No. 1. Januari– Juni 2017
Sabeni Ahmad, Sakdiah Lailatul, Kekuatan Akhlak Dan Keikhlasan Terhadap Implementasi
Kwalitas Keilmuan Penuntutnya, (Khatulistiwa Jurnal Ilmu Pendidikan,Vol 02/No 01,tahun
2020)
Syaikh Bakr bin Abdullah Abu Zaid. Hilyah Fii Thalabul Ilmi. (25 Syawwal 1408 H).
Aly, Hery Noer, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos 1999)
Estuningtyas Retna Dwi, (2018), Ilmu Dalam Perspektif Al-Qur’an, (QOF, Vol 2 No/2 Juli
2018)
Sarjuni, Konsep Ilmu Dalam Islam Dan Implikasinya Dalam Praktik Kependidikan, ( Al-Fikr
Jurnal Studi dan Penelitian Pendidikan Islam Vol 1/No 2 Agustus 2018 ).

Ahmadi, Abu, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta 2004)

Anda mungkin juga menyukai