Anda di halaman 1dari 15

Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan

Kelas: C1K Agama Islam


Kelompok 3
Athirah Salsabila (225030400111005)
Aulidz Nabila Zarqa (225030401111003)
Berlian Dwi Pratiwi (225030401111056)

Program Studi Perpajakan


Departemen Administrasi Bisnis
Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya
2023
SITI ROHMAH, M.HI
081 91 373 1008
sitirohmah@ub.ac.id
Aktualisasi Akhlak dalam Kehidupan

Athirah Salsabila, Aulidz Nabila Zarqa, Berlian Dwi Pratiwi


Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Indonesia
athirahsalsasabila24@gmail.com

ABSTRAK
Artikel ini dibuat karena terdapat pergeseran sikap yang ditunjukan oleh
mahasiswa akibat perkembangan teknologi yang pesat, sehingga diperlukan
pemahaman mendalam tentang maksud dari akhlak, karakteristik dan faktor
pembentuk akhlak, serta pentingnya meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam
kehidupan. Akhlak sangat berkaitan erat dengan kehendak yang merupakan sumber
dari segala perbuatan. Akhlak dapat dipengaruhi oleh faktor internal maupun faktor
eksternal dan cenderung memberi pengaruh negatif. Akhlak berasal dari kondisi mental
yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang dan telah menjadi kebiasaan, sehingga
ketika akan melakukan perbuatan tersebut, seseorang tidak perlu lagi memikirkannya.
Oleh sebab itu, meneladani akhlak Rasulullah SAW menjadi sangat penting dan menjadi
sebuah pedoman dalam bersikap.
KATA KUNCI: Akhlak, Rasulullah SAW, Faktor internal, Faktor eksternal,
Perkembangan teknologi
ABSTRACT
This article was created because there is a shift in attitudes shown by students due to the
rapid development of technology, so that a deep understanding of the meaning of morals,
characteristics and factors that form morals, as well as the importance of emulating the
morals of the Prophet Muhammad in life is needed. Morals are closely related to the will
which is the source of all actions. Morals can be influenced by internal and external
factors and tend to have a negative influence. Morals come from a mental state that has
been deeply embedded in one's soul and has become a habit, so that when going to do the
deed, one no longer needs to think about it. Therefore, emulating the morals of the
Prophet Muhammad becomes very important and becomes a guide in behavior.
KEY WORDS: Morals, Rasulullah SAW, Internal factors, External factors,
Technological development

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Akhlak ada sejak pertama kali manusia diciptakan. Dalam sejarahnya, akhlak
muncul secara alami dari dalam diri seseorang sejak manusia dilahirkan karena
manusia memiliki intuisi dan naluri untuk mengenal nilai-nilai yang baik dan buruk,
benar dan salah, layak dan tidak layak, dan sebagainya. Artinya, walau tanpa adanya
ajaran tertentu yang manusia terima dari luar, dalam dirinya terdapat sensor alami atas
berbagai hal untuk dinilai positif atau negatif. Namun, walau secara alami memiliki
naluri dan intuisi yang baik, tidak menutup kemungkinan manusia akan terjerumus
dalam buruknya pengaruh lingkungan sekitar yang dapat mengubah pola kehidupan
seseorang.
Adanya pengaruh buruk dari luar yang dapat menjadi contoh buruk bagi
seseorang dapat mengakibatkan akhlak yang dimiliki seseorang mengikuti apa yang
ada di sekitarnya. Oleh karena itu, pentingnya agama Islam sebagai filter bagi diri
seseorang. Dengan turunnya wahyu atau agama Islam akan memberikan petunjuk ke
jalan yang benar, menghadirkan ketentraman, dan kebaikan hidup baik secara personal
maupun sosial. Dengan sendirinya, manusia yang dibekali akal akan dapat menilai,
memilah, dan memilih mana akhlak atau contoh sikap yang baik dan buruk dengan
agama sebagai pedoman hidupnya.1
Dalam hal akhlak, haruslah meneladani akhlak mulia yang dimiliki Rasulullah
SAW karena beliau adalah Usawatun Hasanah yaitu suri tauladan yang baik bagi
seluruh umat manusia yang mengharapkan rahmat Allah SWT dan keselamatan pada
hari kiamat. Rasulullah SAW memiliki tutur kata yang sangat baik dan selalu
mencerminkan kesucian.2 Rasulullah SAW lebih banyak menyampaikan contoh
keteladanan akhlak langsung dengan sikap dan perilaku daripada ceramah dan pidato. 3
Dengan demikian, pesan-pesan Al-Qur’an yang merupakan wahyu Allah SWT terjelma
dalam sikap dan perilakunya Rasulullah SAW. Oleh karena itu, pentingnya meneladani
akhlak Rasulullah SAW dalam kehidupan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan akhlak?
2. Bagaimana karakteristik dan faktor pembentuk akhlak?
3. Mengapa meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam kehidupan itu penting?

C. Tujuan
Artikel ini bertujuan untuk mengetahui pengertian akhlak, karakteristik dan
faktor pembentuk akhlak, serta pentingnya meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam
kehidupan.

PEMBAHASAN
1. Pengertian Akhlak
A. Pengertian Akhlak secara Etimologi
Akhlak berasal dari bahasa Arab yang merupakan jamak dari kata khuluq yang
berarti budi pekerti, perangai, tabiat, dan muru’ah.4 Sedangkan menurut istilah adalah
pengetahuan tentang penjelasan mengenai baik dan buruk (benar dan salah), mengatur
pergaulan manusia, dan menentukan tujuan akhir dari usaha dan pekerjaannya.
1 Bafadhol I., Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Islam, Bogor:Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam Vol.
06 No. 12, 2017. Hlm: 47-49.
2 Yusuf al Qardhawi, Karakteristik Islam, Kajian Analisti. Surabaya: Risalah Gusti, 1995. Hlm: 3.
3 Amin.S.M., Ilmu Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2016), hlm. 1.
4 Mz, S, R. 2018. Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf. Jurnal Edukasi Islam Jurnal Pendidikan Islam. 07(1), hlm:
67-99
Pada dasarnya, akhlak melekat pada diri seseorang, bersatu dengan perilaku
atau perbuatan. Jika yang melekat adalah perilaku buruk, maka disebut akhlak
mazmumah. Sebaliknya, apabila perilaku tersebut baik disebut akhlak mahmudah.
Menurut Al-Ghazali, al-Khalqu (ciptaan, makhluk) dan al-Khulqu (akhlak)
merupakan dua contoh yang bisa dipergunakan secara bersama dalam satu rangkain
kalimat. Al-Khalqu merupakan bentuk lahirlah, adapun yang dimaksud dengan al-
Khuluqu adalah bentuk batiniah. Hal itu karena manusia terdiri dari jasad yang dapat
dilihat oleh mata dan juga ruh seta jiwa yang dilihat melalui penglihatan kalbu. 5
Dalam bahasa sehari-hari, ditemukan istilah etika atau moral yang artinya sama
dengan akhlak. Walaupun sebenarnya, persamaannya terletak pada pembahasannya
yaitu persoalan tentang baik dan buruk.
Menurut Ibnu Al-Jauzi (w. 597 H), al khuluq merupakan etika yang dipilih oleh
seseorang. Disebut khuluq, karena etika seperti khalqah, atau yang dikenal dengan
istilah karakter pada diri. Dapat dikatakan bahwa khuluq merupakan etika yang
menjadi pilihan dan diusahakan oleh seseorang.6
B. Pengertian Akhlak secara Terminologi
Menurut Dr. Ahmad Muhammad Al-Hufi, akhlak merupakan adat dengan sengaja
dikehendaki keberadaannya. Dengan kata lain, akhlak adalah azimah (kemauan yang
kuat) tentang sesuatu yang dilakukan berulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan
yang mengarah kepada kebaikan atau keburukan.7
Akhlak sesungguhnya berasal dari kondisi mental yang telah tertanam kuat
dalam jiwa seseorang dan telah menjadi kebiasaan, sehingga ketika akan melakukan
perbuatan tersebut, seseorang tidak perlu lagi memikirkannya. Bahkan seolah
perbuatan tersebut telah menjadi gerak refleks.
Sebagai contoh, akhlak seorang muslim yang terpuji ketika akan tidur. Ia selalu
menggosok gigi, berwudhu, dan berdoa. Rutinitas tersebut dilakukan secara terus
menerus hingga menjadi kebiasaan. Hal ini seolah menjadi gerakan refleks dan tidak
perlu lagi berpikir panjang untuk melakukannya. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa
itulah akhlak orang muslim setiap kali akan tidur.
Ketika akhlak dipahami sebagai suatu keadaan yang melekat di diri seseorang,
maka suatu perbuatan akan disebut akhlak jika memenuhi beberapa syarat. Pertama,
perbuatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang. Apabila perbuatan itu hanya
dilakukan sesekali, tidak dapat dapat disebut akhlak. Kedua, perbuatan tersebut
muncul dengan mudah tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Maknanya, jika perbuatan
tersebut timbul karena suatu paksaan, sebab beberapa pertimbangan, atau motif yang
lain, tidak bisa dikatakan akhlak.
Dorongan jiwa yang melahirkan suatu perbuatan, pada dasarnya bersumber
dari kekuatan batin yang dimiliki oleh setiap manusia. Di antara kekuatan batin
tersebut sebagai berikut.

5 Barus, E. E., Tauhid Sebagai Fundamental Filsafah Ekonomi Islam. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam
(Darussalam Journal of Economic Perspec, Vol. 2, No. 1, 2016. Hlm: 69.
6 Bafadhol I., Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Islam, Jurnal Edukasi Islami, Jurnal Pendidikan, Vol. 06, No. 12,
2017. Hlm: 50.
7 Yusuf al Qardhawi, Karakteristik Islam, Kajian Analistik, Surabaya: Risalah Gusti, 1995. Hlm: 76.
1. Tabiat (pembawaan), yaitu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi oleh
lingkungan manusia tetapi disebabkan oleh naluri (gharizah) dan faktor
warisan sifat-sifat dari orangtua atau nenek moyangnya. Dorongan ini
disebut al khuluq al-fithriyah.
2. Akal pikiran, yaitu dorongan jiwa yang dipengaruhi oleh lingkungan
manusia. Contohnya, setelah melihat, mendengar, atau merasakan sesuatu.
Faktor kejiwaan ini hanya dapat menilai sesuatu yang lahir atau tampak, dan
biasanya disebut al-aqlu.
3. Hati nurani, yaitu dorongan yang hanya dipengaruhi oleh faktor intuitif
(wijdan). Dorongan ini hanya dapat menilai hal-hal yang bersifat abstrak
(batin). Dorongan yang mendapatkan keterangan atau ilham dari Allah ini,
disebut juga bashirah.
Ketiga kekuatan kejiwaan dalam diri manusia inilah yang menggambarkan
hakikat manusia itu sendiri. Karena itulah, konsepsi pendidikan dalam Islam selalu
memerhatikan ketiga kekuatan tersebut. Hal ini dilakukan agar potensi tersebut dapat
berkembang dengan baik dan seimbang, sehingga terwujud manusia yang ideal (insan
kamil) menurut konsepsi Islam.
Membicarakan tentang akhlak tidak dapat dilepaskan dengan kehendak dan
adat (kebiasaan), yang merupakan faktor penentu akhlak. Dari kedua faktor tersebut,
kehendak menjadi faktor utama yang menjadi penggerak, sehingga timbul sifat-sifat
dan perbuatan-perbuatan manusia.
Kehendak memiliki dua macam perbuatan, terkadang ia menjadi pendorong,
tetapi pada saat yang lain ia bisa menjadi penolak. Contohnya, terkadang kehendak
mendorong kekuatan manusia untuk membaca, menulis, atau berpidato. Namun pada
saat yang lain mencegah kekuatan manusia, misalnya melarang berkata atau berbuat
sesuatu.
Dapat disimpulkan bahwa kehendak adalah sumber dari segala macam
perbuatan. Dari kehendak itulah timbul segala kebaikan dan keburukan, bahkan
keutamaan dan kehinaan.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya’ Ulumuddin menyebutkan ada 4 induk
dari akhlak.
1. Al-Hikmah (Kebijaksanaan)
Hikmah merupakan tingkah laku jiwa yang menentukan sesuatu yang benar,
dengan cara menyisihkan hal-hal yang salah dalam segala perbuatan, yang
dilakukan secara ikhtiariah (tanpa paksaan).
2. Asy-Syaja’ah (Keberanian)
Syaja’ah merupakan keadaan jiwa yang menunjukkan sifat marah, namun
dituntun oleh akal pikiran untuk terus maju dan mengekangnya.
3. Al-’Iffah (Pengekangan Hawa Nafsu)
‘Iffah merupakan melatih kekuatan syahwat dengan berdasarkan akal
pikiran dan syariat agama.
4. Al-’Adl (Keadilan)
Al-’Adl merupakan suatu keadaan jiwa yang dapat membimbing kemarahan
dan syahwat, serta membawanya ke arah yang sesuai dengan hikmah dan
kebijaksanaan.8

2. Karakteristik dan Faktor Pembentuk Akhlak


Akhlak dalam Islam memiliki beberapa karakteristik dan keistimewaan yang
membedakannya dari akhlak lainnya. 9 Karakteristik ini menjadi ciri khas umat Islam.
Berikut karakteristik akhlak Islam tersebut.
a. Rabbaniyah atau dinisbatkan kepada Rabb (Tuhan)
Yang dimaksud dengan rabbaniyah di sini meliputi dua hal:
1) Rabbaniyah dari sisi tujuan akhirnya (Rabbaniyah al-ghoyah), bermakna
Islam menjadikan tujuan tertinggi yang hendak dijangkau oleh manusia
yaitu dengan menjaga hubungan yang baik dengan Allah serta berhasil
meraih ridho-Nya. Oleh karena itu, segala usaha dan kerja keras manusia
sesungguhnya mengharapkan tujuan akhir tersebut yaitu untuk
mendapatkan ridho dari Allah SWT. Namun, tidak dapat dipungkiri
bahwa Islam juga memiliki tujuan lain yang bersifat social humanity atau
kemanusiaan dan sosial kemasyarakatan. Tujuan sosial ini dapat disebut
juga maradhatillah, yaitu tujuan dari semua tujuan. Segala yang ada
dalam Islam dimaksudkan untuk menyiapkan manusia agar menjadi
seorang hamba yang murni mengabdikan dirinya kepada Allah SWT
semata, bukan kepada selain-Nya. Totalitas Islam inilah yang dinamakan
tauhid. Tauhid adalah inti ajaran Islam. 10 Dari hal ini, didapatkan bahwa
tujuan dari akhlak Islam yaitu untuk mewujudkan ridho Allah SWT dan
meraih balasan yang baik di sisi-Nya. Oleh karena itu, salah satu
karakteristik akhlak dalam Islam yaitu untuk mempersiapkan akhlak
yang terbaik untuk mendapatkan ridho Allah SWT di dunia dan di
akhirat.
2) Rabbaniyah dari sisi sumbernya (Rabbbaniyah al-mashdar)11, yaitu
konsep yang ditetapkan oleh Islam untuk mencapai tujuan akhir karena
sumbernya adalah Rasulullah SAW dan Al-Qur’an. Dalam hal ini, Al-
Qur’an bukanlah sesuatu yang dapat diubah oleh seorang atau sebuah
makhluk pun. Sesungguhnya, Al-Qur’an mutlak diciptakan oleh Allah
SWT dan disampaikan atau disebarluaskan oleh Muhammad SAW
sebagai perantara kepada seluruh umat manusia. Beliau tidak lain hanya
mengikuti apa yang telah diwahyukan oleh Allah kepadanya dan
kemudian menyampaikan wahyu tersebut kepada segenap manusia. 12

8 Bafadhol I., Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Islam, Jurnal Edukasi Islami, Jurnal Pendidikan, 2017. Vol. 6,
No. 12. Hlm: 52.
9 Yusuf al Qardhawi, Karakteristik Islam, Kajian Analistik. Surabaya: Risalah Gusti, 1995. Hlm: 131.
10 Bafadhol I., Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Islam, Jurnal Edukasi Islami, Jurnal Pendidikan, 2017. Vol. 6,
No. 12. Hlm: 53.
11 Amin. S. M., ilmu Akhlak, (Jakarta: Amzah, 2016), hlm. 2.
12 Ahmad Muhammad Al-Hufi, Min Akhlaqin Nabi, terj. Drs. H. Masdar Helmi, dkk., (Jakarta: Bulan Bintang,
1978), hlm. 14.
Jadi, Al-Qur’an adalah sumber Islam yang benar-benar murni dari Allah
SWT. Tidak hanya itu, tetapi juga dipastikan bahwa Islam adalah satu-
satunya ajaran Allah yang murni di muka bumi ini. Hal ini menyebabkan,
Al-Qur’an dan Islam sebagai sumber murni karakteristik akhlak bagi
seluruh manusia hingga akhir zaman kelak.
b. Insaniyah (manusiawi)
Akhlak Islam memiliki sebuah misi yang sangat penting yaitu
untuk memerdekakan, membahagiakan menghormati, dan memuliakan
manusia. Dalam hal ini, maka risalah Islam adalah risalah yang insaniyah
atau manusiawi karena akhlak diturunkan untuk manusia sebagai
pedoman hidup manusia untuk mewujudkan kebermanfaatan manusia
yang selaras dengan fitrah manusia. Bagi siapa saja umat manusia yang
mau mempelajari kitabullah dan sunnah Rasul-Nya, sungguh akan
tampak baginya bahwa Islam itu telah mengarahkan perhatian dan
kepedulian yang sangat besar pada sisi kemanusiaan. Dapat dilihat dari
rangkaian ibadah-ibadah yang sangat sarat akan nilai dan aspek
kemanusiaan di dalamnya. Seperti shalat, yang merupakan ibadah besar
yang sangat penting kedudukannya untuk dilaksanakan oleh seluruh
umat muslim. Namun, dalam pelaksanaannya, shalat tidak memberatkan
manusia. Selain itu, shalat juga menjadi penolong manusia dalam
mengarungi lika-liku kehidupan dan mengatasi problematikanya di alam
yang fana ini. Demikian juga dengan zakat, tampak jelas sekali aspek
kemanusiaan pada ibadah ini. Dengan zakat, manusia akan mewujudkan
sikap tolong-menolong dan kepedulian sosial di antara mereka. Ibadah
zakat memiliki aspek kemanusiaan bagi yang mengeluarkannya dan bagi
yang menerimanya. Bagi yang mengeluarkan zakat (muzakki), zakat
adalah sebagai tazkiyah (pembersih dan penyuci jiwanya) dari sifat kikir
dan individualis. Sedangkan bagi pihak yang menerimanya (mustahiq),
zakat sebagai sarana pemenuhan kebutuhannya dan membebaskan
dirinya dari kefakiran. Ibadah puasa sebagai sarana untuk mendidik
iradah (daya kehendak) manusia agar ia memiliki kemauan yang kuat
dan mampu bersabar menghadapi berbagai musibah, serta mendidik
perasaannya agar peka terhadap penderitaan sesamanya sehingga
selanjutnya ia merasa terpanggil untuk selalu membantu sesama.
Dari contoh-contoh tersebut dapat dilihat bahwa setiap amal
ibadah apapun akan mendatangkan manfaat material atau kebahagiaan
bagi manusia. Ibadah dalam Islam jangkauannya sangat luas dan meliputi
berbagai aspek kehidupan. Tidak hanya terbatas pada ritual-ritual
(asysya’aa’ir) yang sudah biasa dikenal, seperti shalat, puasa, zakat dan
haji. Akan tetapi, mencakup pula seluruh gerak dan semua aktivitas yang
dapat meningkatkan kualitas kehidupan manusia atau menyejahterakan
manusia. Semua pekerjaan yang bermanfaat dilakukan seorang muslim
sebagai bentuk tolong-menolong sesama masyarakat ataupun menolong
yang membutuhkan. Oleh karena itu, terdapat banyak hadits-hadits yang
menganjurkan untuk bersedekah setiap hari, menyingkirkan duri dari
tengah jalan, membantu seorang yang lemah untuk menaiki
kendaraannya, membantu mengangkatkan barang mereka ke
kendaraannya, hingga senyum pun menjadi sebuah bentuk amal ibadah
dalam Islam. Juga kata-kata yang baik adalah sedekah, dan semua hal
yang baik (ma’ruf) adalah sedekah. Lebih dari itu, seorang yang
menyalurkan syahwatnya pada tempat yang halal tercatat sebagai ibadah
dan akan mendapatkan pahala atas perbuatannya itu. 13 Oleh karena itu,
Islam memotivasi para pemeluknya untuk terus melakukan dan menebar
kemanfaatan bagi manusia dalam berbagai bentuk baik yang dapat
dilakukan yang dihitung sebagai ibadah.
c. Syumuliyah (Universal dan mencakup semua sisi kehidupan)
Islam adalah risalah yang meliputi semua abad sepanjang zaman,
terhampar luas sehingga meliputi semua cakrawala umat, dan begitu
mendalam hingga menyentuh urusan dunia dan akhirat. Oleh karena itu,
akhlak Islam berlaku secara universal untuk seluruh umat manusia pada
setiap zaman. Islam benar-benar adalah hidayah Allah SWT untuk
segenap manusia, rahmat bagi seluruh hamba-Nya.14
Syumuliyah atau kesempurnaan dan keterpaduan Islam juga
tampak sangat menonjol pada aspek akhlak dan adabadabnya. Akhlak
Islamiyah adalah bukan seperti yang dikenal oleh sebagian orang dengan
sebutan “akhlak-akhlak keagamaan” yang tampak dalam pelaksanaan
ritual-ritual peribadatan seperti menghindari daging babi, miras dan
sebagainya. Tetapi, akhlak Islam ialah akhlak yang jangkauannya
menyentuh semua sisi dan bidang kehidupan. Akhlak dalam Islam tidak
pernah meninggalkan satu sisi pun dari sekian sisi kehidupan manusia,
baik itu bersifat rohani atau jasmani, keagamaan atau duniawi,
intelektual atau rasa, individual atau sosial. Dalam semua sisi tersebut,
Islam telah meletakkan dan menetapkan manhaj (sistem) yang terbaik
untuk menuju pada keluhuran. Oleh karena itu, segala sesuatu yang telah
dipilih oleh manusia dalam bidang akhlak dengan nama filsafat, tradisi,
kearifan lokal, norma-norma kemasyarakatan dan sebagainya,
sebenarnya telah dicakup oleh disiplin akhlak dalam Islam secara
integratif, sempurna dan bahkan mendapatkan nilai tambah.15
d. Wasathiyah (Bersikap pertengahan)

13 Istianah, Maslahat, M. M., Urgensi Meneladani Akhlak Rasulullah di Era Disrupsi, Kudus: Jurusan Tasawuf dan
Psikoterapi, Fakultas Ushuluddin, IAIN,2022. Hlm: 219-220.
14 Istianah, Maslahat, M. M., Urgensi Meneladani Akhlak Rasulullah di Era Disrupsi, Kudus: Jurusan Tasawuf dan
Psikoterapi, Fakultas Ushuluddin, IAIN, 2022. Hlm: 227.

15 Ardiansyah, Z., Gunaan, R., Aeni, A. N., Penyuluhan Pentingnya Akhlakul Karimah Bagi Mahasiswa Dalam
Menjalani Kehidupan Perkuliahan, Riau: Jurnal Pengabdi Untuk Mu NegeriRI, 2021. Hlm: 146.
Sikap pertengahan atau dapat disebut juga tawazun
(berkeseimbangan). Sikap pertengahan yang dimaksud yaitu
keseimbangan di antara dua hal yang saling bertolak belakang atau
berlawanan. Seimbang berarti tidak berat pada salah satu sisinya.
Pertengahan dalam Islam maknanya memberikan kepada masing-masing
manusia haknya sesuai dengan porsinya tanpa adanya unsur berlebihan
atau mengurangi serta juga tanpa mengabaikan hak-hak yang lainnya.
Semua aspek ini mendapatkan perhatian dan haknya dalam Islam secara
adil, proposional, harmonis, dan tidak sampai melampaui batasnya. Hal
ini harus selaras sesuai dengan perintah Allah SWT.16
Manusia dalam pandangan Islam merupakan makhluk yang
memiliki akal dan hawa nafsu, yang dapat membedakan mana yang baik
dan buruk secara spiritual dan naluri akal sehat. Oleh karena itu, manusia
dapat memilih dua jalan yaitu, jalan ketaqwaan dan jalan kedurhakaan.
Manusia memiliki potensi untuk berbuat jahat dan juga berbuat baik
(ketaqwaan). Inilah mengapa, Islam menuntut setiap manusia untuk
melakukan mujahadah dan riyadhah atau melawan hawa nafsunya
sendiri agar dia dapat menyucikan dirinya. Konsep Islam dalam
penyucian jiwa (tazkiyah an-nafs) tidak sampai mengharamkan hal-hal
baik. Namun, Islam tidak mengizinkan umatnya tenggelam dalam
kesibukan dan kesenangan akhirat yang kekal dan abadi, mengabaikan
ibadah, serta mendahulukan kepentingan pribadi di atas kepentingan
orang banyak.
Berikut faktor-faktor yang dapat memengaruhi pembentukan akhlak:
1. Faktor internal, yaitu faktor bawaan yang berasal dari dalam diri
seseorang. Dapat terbentuk karena kecenderungan, bakat, akal, dan lain-
lain.
2. Faktor eksternal, yaitu faktor yang berasal dari lingkungan sosial sekitar
individu. Contohnya seperti pembinaan dan pendidikan yang diberikan.
Yang dimaksud pendidikan di sini adalah segala tuntutan dan pengajaran
yang diterima seseorang dalam membina kepribadian. Pendidikan itu
memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan akhlak. Selain itu,
dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan akal yang
dimilikinya.
Dalam psikologi Islami, pembentukan akhlak dapat disebut juga sebagai:
1) Aspek jismiah. Pada aspek ini, manusia hanya dipandang sebagai organ fisik-
biologis, sistem syaraf (sistem syaraf itu berpusat pada otak dan sumsum
tulang belakang yang sangat berhubungan antara fungsi otak dengan gerak
tubuh), kelenjar, sel manusia yang terbentuk dari unsur material. Dan sifat
jismiah ini adalah kekuatan dan kelemahan otot dan urat saraf, misalkan
orang yang dilahirkan dari bapak, kakek atau garis keturunan yang memiliki

16 Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, juz III. Kairo: Darul Hadits, 806 H. Hlm. 53.
kekuatan fisik kekekaran tubuh, maka ia ada kemungkinan untuk faktor ekstern
yaitu berupa pembinaan dan pendidikan.
Dalam pembentukan akhlak, tidak lepas dari sebuah proses dimana
pembentukan sama halnya dengan pendidikan yang tentunya ada beberapa
metode diantaranya:
a) Teladan, pergaulan bisa mempengaruhi diri untuk berubah. Ini adalah
kerana manusia cepat meniru orang lain. Dalam masa yang sama
menjauhi orang-orang yang melakukan maksiat dalam arti kata uzlah
syu'uriyah (pengasingan jiwa) yang mana kita tetap meneruskan
usaha untuk membawa mereka kembali ke jalan yang benar. Pendidikan
dengan teladan berarti pendidikan yang memberi contoh, baik berupa
tingkah laku, sifat cara berfikir, dan sebagainya. Dalam pembentukan
akhlak, disadari atau tidak, bahkan semua keteladanan itu akan melekat
pada diri dan perasaan anak sejak dini, baik dalam bentuk ucapan,
perbuatan, hal yang bersifat material, inderawi maupun spiritual.
b) Kebiasaan, selain dengan cara di atas pembiasaan juga dapat
dipergunakan dalam pembentukan akhlak. Karena pembiasaan itu
sendiri merupakan proses penanaman kebiasaan. Islam
mempergunakan kebiasaan itu sebagai salah satu metode pendidikan
akhlak kemudian mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi
kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu
banyak menemukan kesulitan. Sebenarnya ada dua hal penting yang
melahirkan kebiasaan yaitu; karena adanya kecenderungan hati
kepada perbuatan itu, seseorang merasa senang untuk
melakukannya, dan hati cenderung untuk melakukan perbuatan
secara berulang-ulang sehingga menjadi biasa. Karena kebiasaan
memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam kehidupan manusia.
Ia banyak sekali menghemat kekuatan manusia, karena sudah menjadi
kebiasaan yang melekat dan spontan.
2) Aspek nafsiah dan aspek ruhaniah. Pada dasarnya manusia adalah terdiri dari
dua dimensi yaitu; jasmani dan rohani. Aspek nafsiah adalah keseluruhan
kualitas kemanusiaan, berupa: pikiran, perasaan, kemauan, yang muncul dari
dimensi al-nafs, al-’aql, dan al-qalb. Jadi, dengan ilmu pengetahuan, setiap
mukmin perlu mempelajari apakah akhlak yang terpuji (akhlak mahmudah) dan
apakah akhlak yang keji (akhlak mazmumah). Al-Quran telah menggariskan
akhlak yang utama yang mesti dihayati oleh setiap orang mukmin. Sunnah
Rasulullah SAW pula telah menjelaskan serta telah menerjemahkannya ke
dalam realitas kehidupan sebenarnya. Sedangkan, Aspek ruhaniah merupakan
potensi luhur manusia yang bersumber dari dimensi ar-ruh dan al-fitrah,
dimunculkan dengan ketekunan dan keikhlasan melakukan ibadah.
a) Ilmu Pengetahuan. Di antara proses pembentukan akhlak adalah
dengan mencari ilmu pengetahuan. Karena pengetahuan biasa
diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti
perasaan, pikiran, pengalaman, panca indera, dan intuisi untuk
mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek, cara, dan
kegunaannya. Dalam tradisi Islam, ilmu bermula dari keinginan untuk
memahami wahyu yang terkandung dalam al-Qur’an dan bimbingan Nabi
Muhammad saw mengenai wahyu tersebut. Di sini peranan akal sangat
dominan dan memang harus difungsikan secara maksimal agar
mendapatkan pemahaman atau pengetahuan yang sesuai dengan yang
diharapkan.
b) Ibadah, dilakukan dengan ketekunan dan keikhlasan menjauhkan diri
dari akhlak mazmumah terutama godaan hawa nafsu. Karena ibadah
itu sendiri berarti mengesakan Allah SWT dengan sungguh-sungguh dan
merendahkan diri serta menundukkan jiwa setunduk-tunduknya
kepada-Nya. Pada hakikatnya, ibadah adalah menumbuhkan kesadaran
dari manusia bahwa ia adalah makhluk Allah swt yang diciptakan
sebagai insan yang mengabdi kepada-Nya. Dengan demikian, manusia itu
diciptakan bukan sekedar untuk hidup menghuni dunia ini dan
kemudian mengalami kematian tanpa adanya pertanggungjawaban
kepada penciptanya, melainkan manusia itu diciptakan oleh Allah
untuk mengabdi kepada-Nya. Jadi, dengan adanya pertanggungjawaban
manusia akan lebih bisa mengontrol diri jika akan melakukan perbuatan
yang dilarang oleh agama dan akan lebih semangat jika melakukan
kegiatan yang diperintahkan oleh agama.
c) Nasihat, memberi nasihat merupakan salah satu metode penting
dalam pembentukan akhlak. Dengan metode ini, pendidikan atau
pembentukan akhlak dapat menanamkan pengaruh yang baik ke dalam
jiwa apabila digunakan dengan cara yang dapat menyentuh hati
seseorang dan menyadarkan jiwa tersebut untuk berbuat hal-hal yang
baik seperti yang telah dinasihati.
Dalam proses pembentukan akhlak dapat digunakan metode yaitu dengan
menjalankan ibadah yang kuat dan ikhlas karena ketekunan dan keikhlasan
melakukan ibadah mampu mencegah bisikan hawa nafsu. Selain itu ibadah sendiri
berarti mengesakan Allah SWT dengan sungguh-sungguh dan merendahkan diri serta
menundukkan jiwa setunduk-tunduknya kepada-Nya. Selanjutnya, metode teladan
karena dengan teladan seseorang bisa memengaruhi diri untuk berubah karena
manusia cepat meniru orang lain. Selain itu, proses pembentukan akhlak adalah
dengan mencari ilmu pengetahuan, karena pengetahuan biasa diperoleh dari
keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan, pikiran, pengalaman,
panca indera, dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek, cara,
dan kegunaannya.17

17 Nur Hasan, Elemen-Elemen Psikologi Islami dalam Pembentukan Akhlak. Kendiri: Jurnal Fuda Iain, 2019. Vol. 3,
No.1. Hlm: 117-120.
3. Pentingnya Meneladani Akhlak Rasulullah SAW dalam Kehidupan
Kehidupan manusia di era disrupsi atau dikenal dengan sebuah era yang
menyebabkan dunia teknologi berkembang sangat pesat. Menurut istilah disrupsi
(disruption) adalah fenomena ketika masyarakat menggeser segala aktivitasnya, yang
tadinya dilakukan di dunia nyata kemudian bergeser ke dunia maya sehingga terjadi
perubahan dalam kehidupannya (Istianah, 2020, hal. 92). 18 Misalnya, keberadaan
internet dan media sosial sangat memudahkan dalam menyampaikan berbagi
informasi. .
Perubahan atas pola berkomunikasi masyarakat dari dunia nyata ke dunia maya
melalui alat elektronik, seperti handphone dan smartphone menimbulkan perubahan
terhadap perilaku dan pola interaksi manusia, gaya hidup dan lain-lain. Dari mulai
anak-anak sampai orang tua setiap hari selalu dekat dengan handphone. Hal ini
dikarenakan segala aktivitas manusia dapat dilakukan dengan mudah, cepat, dan
instan, namun dibalik kemudahan yang dirasakan menimbulkan permasalahan sosial.
Salah satu permasalahan sosial yang sering muncul akibat pengaruh negatif dari
perkembangan teknologi, yaitu munculkan komunitas cyberspace yaitu adanya para
haters yang memanfaatkan sosial media sebagai sarana untuk menyebarkan berita-
berita hoax. Perilaku ini didorong karena kurangnya minat baca dari masyarakat
sehingga mereka mudah mempercayai berita-berita yang belum tentu benar.
Perilaku atau akhlak manusia di dalam islam mengharuskan manusia untuk
menjalani kehidupan didunia sesuai dengan titah Sang Khaliq sehingga akan
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlak memiliki peran yang sangat
penting karena dengan akhlak manusia dapat bersosialisasi dan melakukan sesuatu
tanpa harus menyakiti dan mendzalimi orang lain. Perkembang teknologi yang pesat
mengakibatkan pergeseran akhlak pada manusia, maka dari itu sangat penting untuk
memahami dan menerapkan akhlak Rasulullah SAW dalam kehidupan. Terdapat empat
sifat Rasulullah SAW yang relevan diteladani di era disrupsi yaitu shiddiq, amanah,
tabligh, dan fathanah.
1) Shiddiq, yaitu selalu berbicara dan berbuat kebenaran dalam segala aspek
kehidupan secara konsisten. Kata shiddiq dimaknai sebagai “orang yang
konsisten dalam kebenaran”. Shiddiq berasal dari kata shadaqa yang tersusun
dalam huruf shad-dal-qaf, yaitu suatu kata yang menunjukkan pada “kekuatan
dalam sesuatu baik perkataan maupun lainnya”. Sebagai pembawa berita,
Rasulullah sangat konsisten dalam kebenaran, artinya berita yang dibawanya
adalah benar dari Allah dan disampaikan kepada umatnya tanpa harus diedit
dengan ditambah maupun dikurangi sedikitpun.
2) Amanah yang artinya adalah orang yang dapat dipercaya. Amanah berasal dari
kata amana-ya’manu, amanah. Jadi orang yang amanah akan menjamin
keamanan bagi orang lain, baik diri, harta maupun jiwanya. Biasanya orang yang
dipercaya akan menjadikan pihak lain merasa “aman” dari segala bentuk
pengkhianatan atau ketidakjujuran. Jadi orang yang amanah akan mampu

18 Junaidi M., Akhlak dalam Prespektif Sejarah, Dar el-Ilmi: jurnal studi keagamaan, pendidikan dan
humaniora, 6(1), 2019. Hlm: 112.
menjaga kepercayaan yang diembannya dengan baik. Sebagaimana yang
dicontohkan oleh Rasulullah dengan sifat amanah yang diembannya.
3) Tabligh artinya menyampaikan pesan kepada orang lain dari apa yang
diamanahkan kepadanya. Kata tabligh diambil dari kata ba-la-ga yang berarti al-
wushul ila asy-sya’i, sampai pada suatu perkara (tujuan). Muballigh (orang yang
menyampaikan pesan) harus memiliki ilmu yang memadai, bukan hanya asal
“menyampaikan”. Sejatinya seorang muballigh harus memenuhi sifat baligh,
yaitu menggunakan bahasa yang bagus sehingga memenuhi qaulan baligha.
Bahasa yang baik disebut balaghah jika memenuhi tiga syarat yaitu pesan yang
disampaikan tepat sasaran, sesuai dengan makna yang dituju dan disampaikan
dengan benar (Hanafi et al., 2017).19
4) Fathanah yang artinya cerdas atau pandai. Kerasnya penolakan yang dilakukan
oleh kaum kafir Quraisy tidak menyurutkan langkahnya, Rasulullah terus
berdakwah menyebarkan ajaran Islam. Dengan sifat fathanah yang dimilikinya
dalam kurun waktu dua puluh tiga tahun beliau telah berhasil membawa umat
manusia menuju tata kehidupan baru.
Selain itu, perkembangan teknologi mengingatkan kita kembali terhadap misi
kehadiran Nabi Muhammad SAW di muka bumi ini. Misi nabi untuk mewujudkan
akhlakul karimah di tengah-tengah masyarakat. Akhlakul karimah adalah sesuatu yang
dihasilkan dari proses penerapan ajaran Islam yang meliputi aqidah dan syariah.
Akhlakul karimah atau sekarang populer dengan sebutan pendidikan karakter menjadi
salah satu hal yang penting di tengah perkembangan teknologi. Penegakkan atau
penanaman nilai-nilai akhlakul karimah merupakan suatu keharusan mutlak. Sebab
nilai-nilai akhlakul karimah menjadi pilar utama untuk tumbuh dan berkembangnya
kehidupan yang mulia sehari-hari, baik di kehidupan kampus, keluarga maupun
masyarakat.
Seorang mahasiswa dapat menerapkan beberapa nilai akhlakul karimah di
lingkungan kampus, baik cara bersikap terhadap dosen maupun sesama mahasiswa.
Menurut Ardiansyah (2021) di penelitiannya terdapat beberapa nilai akhlak karimah
yang dapat diterapkan mahasiswa di lingkungan kampus, yaitu sebagai berikut:
a. Akhlak mahasiswa terhadap dosen:
1. Jika bertemu dosen harus dengan penuh hormat dan
menghormati serta menyampaikan salam terhadap dosen.
2. Jangan terlalu banyak bicara dikala sedang berada di hadapan
dosen.
3. Jangan sekali-kali mengajukan pertanyaan sebelum terlebih
dahulu meminta izin kepada dosen.
4. Jangan menyanggah ataupun menegur ucapan dosen.
5. Jangan sekali-kali berprasangka buruk terhadap dosen mengenai
tindakannya yang kelihatan mungkar menurut pandangan
mahasiswa.

19 Pamungkas M. I., Akhlak Muslim Modern: Membangun Karakter Generasi Muda. Marja, 2023. Hlm: 35
b. Akhlak mahasiswa terhadap sesama mahasiswa:
1. Tolong menolong
2. Bekerjasama
3. Mengingatkan kepada kebaikan
4. Menyebarkan salam
5. Berjabat tangan
6. Saling memaafkan
7. Toleransi20
Nilai akhlak karimah yang dapat diterapkan mahasiswa di lingkungan keluarga,
diantaranya:
1. Implementasi akhlak terhadap sang khalik, seperti menjalankan sholat
lima waktu.
2. Implementasi akhlak terhadap diri sendiri, seperti disiplin diri (jujur,
sabar) dan berani berkata benar.
3. Implementasi akhlak terhadap anggota keluarga, seperti selalu
menghormati serta berbicara dengan penuh kasih kepada orang tua,
membantu pekerjaan orang tua, dan lain-lain.
Akhlak karimah juga dapat diterapkan oleh mahasiswa di lingkungan
masyarakat, seperti jangan memasuki rumah sebelum mendapat izin, mengucapkan
salam, ramah kepada orang lain, janga mengurangi timbangan, menepati janji,
mendamaikan memaafkan kesalahan, menyeru kepada kebaikan, mencegah keburukan,
toleransi, dermawan, dan lain sebagainya.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhlak melekat pada diri seseorang. Jika yang melekat adalah perilaku buruk,
maka disebut akhlak mazmumah. Sebaliknya, apabila perilaku tersebut baik disebut
akhlak mahmudah. Akhlak berasal dari kondisi mental yang telah tertanam kuat dalam
jiwa seseorang dan telah menjadi kebiasaan, sehingga ketika akan melakukan
perbuatan tersebut, seseorang tidak perlu lagi memikirkannya. Bahkan seolah
perbuatan tersebut telah menjadi gerak refleks.
Dalam proses pembentukan akhlak dapat digunakan metode yaitu dengan
menjalankan ibadah yang kuat dan ikhlas karena ketekunan dan keikhlasan
melakukan ibadah mampu mencegah bisikan hawa nafsu. Selain itu ibadah sendiri
berarti mengesakan Allah SWT dengan sungguh-sungguh dan merendahkan diri serta
menundukkan jiwa setunduk-tunduknya kepada-Nya.
B. Saran
Sebagai generasi muda Islam, hendaknya kita para mahasiswa muslim
meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari. Mahasiswa harus
mempunyai sifat akhlakul karimah yang menjadi pilar utama untuk tumbuh dan

20 Pamungkas M. I., Akhlak Muslim Modern: Membangun Karakter Generasi Muda. Marja, 2023. Hlm: 43
berkembangnya kehidupan yang mulia sehari-hari, baik di kehidupan kampus, keluarga
maupun masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Ghazali, I. Ihya’ Ulumuddin, juz III. Kairo: Darul Hadits, 806 H. 53.
Al-Hufi, A. M. (1978). Min Akhlaqin Nabi. Jakarta: Bulan Bintang.
Amin, S, M. (2016). Ilmu Akhlak. Jakarta: Amzah.
Ardiansyah, Z., Gunaan, R., Aeni, A. N., (2021). Penyuluhan Pentingnya Akhlakul
Karimah Bagi Mahasiswa Dalam Menjalani Kehidupan Perkuliahan. Jurnal Pengabdi
Untuk Mu Negeri RI, 5(2), 146.
Bafadhol I. 2017. Pendidikan Akhlak dalam Perspektif Islam. Jurnal Edukasi Islami
Jurnal Pendidikan Islam, 6(12), 47-53.
Barus, E. E. (2016). Tauhid Sebagai Fundamental Filsafah Ekonomi Islam. Jurnal
Perspektif Ekonomi Darussalam (Darussalam Journal of Economic Perspec), 2(1), 69.
Fathoni, A. I. (2021). Implementasikan Pendidikan Akhlak bagi Mahasiswa di Masa
Pandemi Covid-19. Journal of Islamic Education, 5(1), 50-54.
Istianah, Maslahat, M. M. (2022). Urgensi Meneladani Akhlak Rasulullah di Era Disrupsi.
Kudus: Jurusan Tasawuf dan Psikoterapi, Fakultas Ushuluddin, IAIN, 1(1), 2018-2023.
Junaidi M. (2019). Akhlak dalam Prespektif Sejarah. Jurnal studi keagamaan, pendidikan
dan humaniora, 6(1), 112.
Mz, S, R. (2018). Akhlak Islami Perspektif Ulama Salaf. Jurnal Edukasi Islam Jurnal
Pendidikan Islam. 07(1), 67-99.
Pamungkas M. I. (2023). Akhlak Muslim Modern: Membangun Karakter Generasi Muda.
Marja. 35, 43.
Qudsy, F. A. (2020). Persepsi Mahasiswa Terhadap Budaya Bersalaman Dalam Upaya
Menumbuhkan Akhlakul Karimah. Skripsi: UIN Raden Intan Lampung. 42-43.
Qardhawi, Y., A. (1995). Karakteristik Islam, Kajian Analistik. Surabaya: Risalah Gusti, 3,
76, dan 131.

Anda mungkin juga menyukai