Dosen Pengampu :
Dr. Syamsul Hadi, S.Ag., M.Ag
Disusun Oleh :
Agam Pebriansah 23203011130
Julman Hente 23203011135
diturunkannya syari’at dan semua hukum. Di sisi lain syari’at senantiasa menolak
segala kemadharatan.1
bermunculan yang adakalanya tidak dapat diselesaikan dengan sumber hukum yang
umat manusia. Solusi dari penyelesaian dalam ijtihad merupakan proses berfikit
rasional secara optimal dalam menetapkan hukum Islam dengan tetap mengacu
pada kedua sumber hukum yaitu Al-Qur’an dan hadis, agar dapat ditemukan atas
1
Yusmita, ”Dinamika Pencatatan Pernikahan Di Indonesia dalam Kajian Maslahah
Mursalah”, (Journal of Islamic Civil Law, Volume 2, Nomor 1, 2023), h. 35.
1
2
didalam al-Qur’an dan hadis, Islam meletakkan prinsip-prinsip umum dan juga
kaidah-kaidah dasar yang dapat dijadikan ahl az-Zikri (para mujtahid) untuk
ijtihad. Salah satu prinsip umum dan kaidah dasar yang diletakkan oleh islam ialah
bahwa tujuan pokok dari pensyari’atan hukum Islam adalah untuk mewujudkan
Seluruh hukum Islam yang sudah ditetapkan Allah Swt. atas hamba-Nya
dalam bentuk perintah atau larangan mengandung maslahah atau manfaat. Konsep
Dalam perspektif pemikiran hukum Islam, maslahah dikaji dalam dua fungsi.
Fungsi pertama, sebagai tujuan hukum (maqashid al-syari’ah) dan yang kedua
B. Rumusan Masalah
lainnya?
2
Hendri dan Mashudi, “Al-Maslahah Al-Mursalah dalam Penentuan Hukum Islam”,
(Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Volume 4, Nomor 1, 2018), h. 64.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Mashlahah Mursalah
yang mendorong kepada kebaikan manusia”. Dalam arti yang umum adalah setiap
segala sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, baik dalam arti menarik atau
menolak kemudaran atau kerusakan. Jadi setiap yang mngandung manfaat patut
disebtu mashalah. Dengan begitu mashalah itu mengandung dua sisi, yaitu menarik
Kata mashalah berakak pada al-aslu, yang merupakan bentuk masdar dari
kata salaha dan saluha, yang secara etimologis berarti manfaat, faedah, bagus, baik,
kayak, sesuai. Dari sudut pandang ilmu saraf (morfologi), kata mashalah satu pola
dan semakna dengan kata manfa’ah. Kedua kata ini (mashalah dan manfa’ah) telah
َ ا ْل ُم َحافَ َظةُ ع
ُ َلى َم ْق
ِص ْو ِد الش َّْرع
Artinya:
Memelihara tujuan syara’ (dalam menetapkan hukum).
3
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 345.
4
Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Jakarta: Penerbit Amzah 2011), h. 127.
5
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh....., h. 345-347.
3
4
Sedangkan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum itu ada lima, yaitu;
prinsipnya ada empat bentuk manfaat, yaitu: kelezatan dan sebab-sebab nya
4. Al-Syatibi mengartikan mashlahah itu dari dua pandangan yaitu dari segi
َّ صافُهُ ال
شه َْوا َ شتِ ِه َونَ ْي ِل ِه َماتَ ْقت َ ِض ْي ِه ا َ ْو َ ان َوتَ َم ِام
َ ع ْي ِ سَ اْل ْن
ِ ْ ِلى قِيَ ِام َحيَا ِة
َُ تِ َما ُيَ ْر ِ ْج ُع ْ ا
قِ َ ال ْ
ط ْل
ِ ْ ا َلى
َ تِيَّة َوال َعق ِليَّة
ع
Artinya:
Sesuatu yang kembali kepada tegaknya kehidupan manusia, sempurna
hidupnya, tercapai apa yang dikehendaki oleh sifat syahwati dan
aklinya secara mutlak.
5
5. Al-Thufi menurut yang dikutip oleh Yusuf Hamid al-‘Alim dalam bukunya al-
sebagai berikut:
Artinya:
Ungkapan dari sebab yang membawa kepada tujuan syara’ dalam
bentuk ibadat atau adat.
Definisi dari al-Thufi ini sesuai dengan definisi dari al-Ghazali yang
bahwa mashlahah itu adalah suatu yang dapat dipandang baik oleh akal sehat
B. Jenis-Jenis Mashlahah
Menurut teori ushul fiqh, apabila ditinjau dari segi ada atau tidaknya dalil
macam:
Maksudnya, ada dalil yang menjadi bentuk dan jenis kemaslahatan tersebut.
Dalam kasus peminum khamr misalnya, hukuman atas orang yang meminum
minuman keras dalam hadis nabi dipahami secara berlainan oleh para ulama
6
fiqh. Mashlahah menjaga agama, nyawa, keturunan (juga maru’ah) dan akal.
Syara’ telah mensyaratkan jihad untuk menjaga nyawa, hukuman hudud kepada
2. Mashlahah al-Mulghah yaitu mashlahah yang dianggap baik oleh akal, tetapi
tidak diperhatikan oleh syara’ dan ada petunjuk syara’ yang menolaknya. Hal
ini berarti akan menganggapnya itu baik dan sudah sejakan dengan tujuan
syara’, namun ternyata syara’ telah mentepakan hukum yang berbeda dengan
apa yang dituntut oleh mashlahah itu. Misalnya, di masa kini masyarakat telah
Oleh karena itu, akal menganggap baik atau mashlahah untuk menyamakan hak
perempuan dengan laki-laki dalam memperoleh harta warisan. Hal ini pun
sudah dianggap sejalan dengan tujuan ditetapkannya hukum waris oleh Allah
pada laki-laki. Namun, hak tersebut sudah jelas dan ternyata berbeda dengan
apa yang sudah dikira baik oleh akal itu, yaitu hak atas anak laki-laki adalah
dua kali lipat hak anak perempuan sebagaimana sudah ditegaskan dalam surat
an-Nisa’ (4): 11, dan penegasan Allah tentang hak waris saudara laki-laki
sebesar dua kali hak saudara perempuan sebagaimana ditegaskan dalam surat
3. Mashlahah al-Mursalah , atau yang juga biasa disebut Istishlah , yaitu apa yang
dipandang baik oleh akal, sejalan dengan tujuan syara’ dalam menetapkan
hukum namun tidak ada petunjuk yang memperhitungkannya dan tidak ada pula
6
Rizal Fahlevi. “Implementassi Maslahah Dalam Kegaiatan Ekonomi Syariah”, (Jurnal
Ekonomi Syari’iah, Volume 14, Nomor 2, 2015), h. 228.
7
Ibid.
7
meliputi:9
dan dunia dimana apabila maqasid ini tidak terpenuhi, stabilitas akan hancur
maqasid ini terdiri dari lima pokok, yakni agama, jiwa, keturunan, harta dan
akal. Dan untuk memelihara lima pokok inilah syariat Islam diturunkan seperti
hajjiyah ini tidak diperhatikan manusia akan mengalami kesulitan, selagi tidak
mengacu kepada pengambilan apa yang sesuai dengan adat kebiasaan terbaik
dan menghindari cara-cara yang tidak disukai orang bijak, seperti menutup aurat
dalam ibadah shalat dan larangan menjual makanan yang mengandung najis.
Akan tetapi jika dilihat dari sisi watak akomodasinya terhadap kondisi
8
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), h. 353-354.
9
Rizal Fahlevi. “Implementassi Maslahah.....”, h. 227-228.
10
Ma’shum Zein, Menguasai Ilmu Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2016), h.
165-166.
8
2. Mashlahah yang bersifat konstan. Hal ini tidak dapat dirubah hanya karena
ini sebagai metode untuk metenapkan suatu hukum terhadap kasus-kasus yang
baru dengan syarat didukung oleh ayat, hadisatau ijma’ yang menunjukkan bahwa
sifat yang dianggap sebagai kemaslahatan itu meruoakan ‘illat (motivasi hukum)
dalam penetapan suatu hukum, atau jenis sifat yang menjadi motivasi hukum
Menurut Abdul Karim Bin Ali Bin Muhammad Al-Namlah dalam kitabnya
(kebutuhan primer), yaitu yang termasuk dalam kategori kebutuhan primer yang
11
Rusdaya Basri, Ushul Fikih 1, (Pare-pare: IAIN Pare-pare Nusantara Press, 2019), h. 87.
12
Agus Miswanti, Ushul Fiqh: Metode Ijtihad Hukum Islam, (Yogyakarta: Magnum
Pustaka Utama, 2019), h. 174.
9
3. Hendaklah maslahat itu relevan dengan tujuan hukum Islam (maqasid al-
berbeda pendapat:13
mursalah dapat dijadikan sebagai hujjah dengan syarat harus memiliki semua
persyaratan yang sudah ditentukan oleh para ahlu hukum Islam, seperti Imam
Malik sendiri, dengan alasan tujun Allah mengutus seorang rasul adalah untuk
salah satu yang pada hakikatnya dikehendaki oleh syara’ atau agama, sebab
tujuan utama diadakannya hukum oleh Allah hanyalah untuk kepentingan umat,
(mursalah) menjadi sumber hukum sekunder. Sehingga konsep ini lebih dikenal
ajaran Islam di satu pihak dengan realitas sosial di pihak lain. Artinya, realitas sosial
termaktub dalam nash (Alquran dan Sunnah), sehingga perlu dicarikan langkah-
Adapun atas dasar itulah sejak dahulu sampai era post-modern ini, kalangan
pemikir hukum Islam, baik ortodoks maupun kelompok modernis, mencari dalam
tradisi Islam suatu prinsip (metode-teori) yang dapat membantu mereka dalam
ditetapkan hukumnya atau terhadap suatu hukum yang tidak dapat diterapkan dalam
kasus lain karena tidak ditemukan persamaan illah (ratio legis). Sejak itu para
ulama-ulama terutama para teoretis hukum Islam berupaya dengan sekuat tenaga
umat dapat diatasi dan hukum Islam senantiasa mendapat tempat di hati segenap
komunitasnya. Salah satu metode yang ditemukan itu adalah metode maslahah
ditimbulkannya.15
karena tidak adanya dalil yang memberikan legitimasi dan justifikasi tentang
diterima atau ditolaknya penerapan metode ini. Ditambah lagi, pola penerapan
14
Ahmad Jazuli, Kaidah-Kaidah Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 23.
15
Muhammad Khalid Mas’ud, Filsafat Hukum Islam dan Perubahan Sosial, (Surabaya: Al-
Ikhlas, 1995), h. 7.
11
maslahah mursalah yang hanya didasarkan pada penalaran logika atau rasio,
mursalah, dan dengan prinsip kerja yang relative sama mereka memasukan dalam
maslahah mursalah, tetapi mereka menerapkan istihsan, yang salah satu baginya
sebagai salah satu dalil atau sumber hukum. Mereka tergolong kelompok yang
secara tegas menolak metode ini. Hanya saja, mereka menggunakan al-aql (akal,
logika) sebagai sumber (dalil) hukum keempat (di samping Alquran, Sunnah, dan
16
Ali Yafie, Konsep Istihsan-Istihsan, Istislah, Istishab, dan Maslahat al-Ammah, (Jakarta:
Yayasan Wakaf Paramadina, 1994), h. 365.
17
Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad al-Syaukani: Relevansinya bagi Pembaharuan Hukum di
Indonesia, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 238
12
Ijmak). Sedangkan untuk dalil faqqahi mereka polarisasi lagu menjadi empat
argumentasi untuk mendukung argumentasi dan paham yang mereka anut. Adapun
masih meragukan (wahm). Sebab, boleh jadi maslahah mursalah diterima atau
mursalah tidak dapat dijadikan dalil hukuk independen yang mengikat dalam
istinbat.
menempuh jalan berdasarkan ego dan hawa nafsu, dan hal ini tentu saja tidak
dibenarkan dalam Islam. Hukum Islam, harus steril dari pengaruh dan dominasi
hawa nafsu, karena ditetapkan untuk kepentingan seluruh umat manusia, bukan
zaman dan situasi, tentu hal ini akan menghilangkan fungsi syari’at yang
bagaimanapun.19
18
Ibid., h. 240.
19
R Basri, Fiqh Ushul Fiqih, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), h. 49.
13
1. Bila suatu maslahah terdapat petunjuk nas (Alquran dan Sunnah) yang
Jika tidak terdapat petunjuk syar’a maka tidak mungkin disebut maslahah.
lengkapnya Alquran dan Sunnah. Hal ini juga berarti tidak mengakui
kesempurnaan risalah Nabi Saw. Padahal Alquran dan Sunnah Nabi telah
hukum yang dapat mengakibatkan seseorang teraniaya atas nama hukum. Hal
itu menyalahi prinsip penetapan hukum dalam Islam, yaitu tidak boleh merusak,
demikian tidak aka nada kepastian hukum. Hal ini tidak sejalan dengan prinsip
hukum syara yang universal, lestari dan meliputi komunitas Islam secara
menyeluruh.20
salah satu sumber hukum, jika diteliti secara cermat, ternyata tidak menunjukan
terhadap konsepsi dan demarkasi yang diterapkan oleh mereka yang menerima dan
20
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 339.
14
konfirmasi dan kompromi. Hal ini dapat diamati, pada kelompok yang menerima,
sebagai wujud kehati-hatian mereka dalam menetapkan hukum yang validitas dan
mereka dalam kesalahan dan kekeliruan jika sampai menetapkan hukum yang
hanya didasarkan pada pandangan spekulatif karena sikap ego dan menurutkan
hawa nafsu semata, dengan menegasikan pertimbangan yuridis lainnya yanjg lebih
valid dan legitimate. Namun, jika kekhawatiran ini dieliminasikan, mereka juga
ini lebih memilih kelompok pertama atau yang menerima maslahah mursalah
sebagai dalil hukum. Adapun lebih lanjut ia berpendapat bahwa jika jalan ini tidak
dibuka niscaya hukum Islam akan kaku dan mandek, karena akan sulit kalua tidak
dapat dikatakan tidak mampu mengikuti dan merespon perubahan situasi dan
dipelihara syara di segala situasi dan kondisi, sekaligus telah diisyaratkan dalam
nash (Alquran dan Sunnah) dan prinsip-prinsip dasar lainnya, terhadap segala
sesuatu yang relevan. Berdasarkan analisis kenyataan faktual tidak dapat dipungkiri
22
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushulu Fiqh, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 88.
15
(mutlak) dan bebas (liberal) dapat dieliminasi. Kemaslahatan yang tidak dinyatakan
validitasnya secara tekstual oleh nash (Alquran dan Sunnah) yang selanjutnya
atau persyaratan yang telah ditentukan, yaitu kemaslahatan itu harus hakiki,
universal dan tidak menyalahi nash syar’i dan prinsip-prinsip dasar pelembagaan
mursalah merupakan salah satu dasar penetapan hukum Islam yang penting dan
ahli mampu mencermati secara tajam dalam kaitannya dengan ilmu syariat.
berupa untuk masalah di luar wilayah ibadah, seperti muamalah dan adat. Adapun
dalam maslah ibadah (dalam arti khusus) sama sekali mashlahah tidak dapat
23
Ibid.
24
Ibid.
16
pertimbangan akal tentang baik buruk suatu masalah, sedangkan akal tidak dapat
melakukan hal itu untuk masalah ibadah. Adapun secara luas perspektif ekonomi
atau bisnis seiring diartikan sebagai keseluruhan kegiatan usaha yang dijalankan
oleh orang atau badan secara teratur dan terus-menerus, yaitu berupa kegiatan
mendapatkan keuntungan.25
dan bisnis merupakan suatu kegiatan perdagangan yang meliputi unsur lebih luas,
definisi kegiatan ekonomi atau bisnis mencakup usaha yang dilakukan pemerintah
dan swasta yang menyediakan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan
masyarakat, baik mengejar keuntungan atau tidak. Tujuan utama dari kegiatan
tidak mengejar keuntungan). Adapun lingkup aktivitas ekonomi dan bisinis sendiri
sangat luas, namun pada dasarnya aktivitas tersebut terdiri dari produksi, distribusi
25
Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003),
h. 7.
17
pemakai akhir.
barang dan jasa yang ditunjukan oleh volume penjualan barang dan jasa.26
Islam memandang bahwa suatu barang atau jasa mempunyai nilai guna, jika
dan hanya jika mengandung kemaslahatan, dengan demikian maka seorang muslim
termotivasi untuk memproduksi setiap barang dan jasa yang memiliki mashlahah
tersebut. Begitu pun dengan makna suatu merek bagi suatu produk barang atau jasa
kini menjadi sangat dominan dan telah menjadi pedoman bagi masyarakat dalam
mengonsumsi barang atau jasa. Adapun selain karena jaminan kualitas yang
dijanjikan, persepsi orang yang sangat kuat terhadap merek tertentu menjadi pijakan
seseorang dalam berperilaku ekonomi. Oleh sebab itu, tidaklah muda bagi produk-
produk yang sudah ada. Hal ini berarti konsep mashlahah merupakan konsep
Salah satu ciri era globalisasi yang sangat menonjol adalah sifatnya yang
sangat kompetitif kosmopolitan dan perubahan yang amat tepat. Adapun untuk
mengantisipasi kondisi yang demikian, salah satu upaya yang ditempuh manusia
sama di dunia global, hingga tidak ada lagi orang atau lembaga ataupun perusahaan
26
Buchari Alma, Dasar-Dasar Bisnis dan Pemasaran, (Bandung: Alfabeta, 1992), h. 21.
27
Ibid., h. 33.
18
yang berhasil dengan bekerja sendiri, tanpa menjalin kesepakatan dengan pihak
lain. Namun, perlu disadari bahwa kerja sama baru dapat mendatangkan
keuntungan, kemajuan, dan keselamatan bagi kedua belah pihak, bila keduanya
menjalankan hak dan kewajiban dalam kerja sama itu. Adapun di samping adanya
komitem yang tinggi dalam memelihara kerja sama yang terjalin. Di dalam sistem
waralaba mengandalkan sistem atau cara atau operating manual yang sudah teruji
pembelajaran yang baik ketika sesorang hendak melakukan kegiatan bisnis yang
pertama kali, dan pada suatu saat nanti dapat berhasil dalam menjalankan dan
mengelola bisinisnya dapat melepaskan diri dari franchisor karena biaya yang
dibayar cukup mahal, serta selanjutnya dapat mendirikan usaha sendiri atau bahkan
membangun yang dibayar cukup mahal, serta selanjutnya dapat mendirikan usaha
kepada kesesuaian bidang usaha bisnis waralaba (franchise) dan sistem serta
mekanisme kerja samanya dengan prinsip syariah dan ketiadaan padanya dari
saat ini jika ditinjau dari sudut pandang ekonomi, maka akan didapatkan bahwa
keharusan “sertifikat halal” bagi produk yang bersifat ekonomi (industri bisnis)
seperti makanan, minuman, dan kosmetik. Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui
28
Yusuf Qardhawi, Ijtihad dalam Syariat Islam: Beberapa Analisis tentang Ijtihad
Kontemporer, (Jakarta: Bulan Bintang. 1987), h. 132.
19
kosmetik yang diproduksi oleh produsen untuk di pasarkan. Hal yang seperti ini
tidak pernah ada teks nash yang menyinggungnya secara langsung, namun jika
dilihat dari ruh syariat sangat baik sekali dan hal ini merupakan langkah positif
dalam melindungi umaat manusia (khususnya umat Islam) dari makanan, minuman,
obat-obatan serta kosmetik yang tidak halal untuk dikonsumsi, dan masih banyak
Adapun dalam hal ini maka maslahah mursalah sangat efektiv dalam
dalam dunia ekonomi dan bisinis yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu
masalah-masalah baru maupun yang belum ada ketentuan hukumnya, serta maupun
menetapkan hukum baru untuk menggantikan ketentuan hukum lama yang tidak
sesuai lagi dengan keadaan, situasi dan kemaslahatan manusia zaman sekarang.
maslahah mursalah merupakan salah satu metode istinbat hukum yang dijadikan
maslahah mursalah, terlihat bahwa hukum yang ditetapkan dengan metode tersebut
lebih mengayomi dan lebih mampu merealisasikan tujuan-tujuan syariat, dan di sini
dengan pembaharuan hukum Islam, mempunyai kaitan yang erat dan sangat efektiv
29
Ibid., h. 142.
30
Agustianto Minka, Maqashid Syariah dalam Ekonomi dan Keuangan Syariah (Jakarta:
Penerbit Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia, 2013), h. 70.
20
yang merupakan maqasid syariah. Adapun dengan melihat begitu banyak kelebihan
yang dimiliki dalam suatu sistem seperti misalnya sistem ekonomi dan bisnis maka
hal ini secara tekstual Ibnu Taimiyah, keputusan tersebut kelihatannya melanggar
nash hadits nabi yang menyatakan bahwa tidak diizinkan ada pengaturan harga.
Penetapan hukum yang didasarkan pada maslahah juga dapat dilihat dari
pembolehan penggunaan zakat untuk kegiatan produktif dan inovasi wakaf dalam
bentuk tunai.31
31
Ibid., h. 72.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
manusia dalam membangun kehidupan mereka. Tetapi dalam hal ini tidak
ditemukan satu dalil pun yang memberikan legitimasi, menjustifikasi, ataupun yang
konteks maslahah mursalah, sebagaimana yang juga telah diterapkan oleh kalangan
Alquran dan tidak pernah dipraktikan di masa Rasullulah, baik untuk memberikan
dibutuhkan manusia. Atas dasar itulah Umar ibn Khattab, untuk pertama kali
cakupam maslahah mursalah harus jelas dan tegas, yaitu tidak sampai menembus
batas-batas dan ruang lingkup persoalan ibadat atau tauhid. Terhadap persoalan
yang masuk lingkup ibadat telah disepakati ulama bahwa kita harus bersikap
ta’abuddi dan tauqifi, artinya kita harus bersikap taken for granted sesuai dengan
petunjuk dan tuntunan nash (Alquran dan Sunnah). Sehingga campur tangan akal
21
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Alma, Buchari. Dasar-Dasar Bisnis dan Pemasaran. Bandung: Alfabeta, 1992.
Asmawi. Perbandingan Ushul Fiqh. Jakarta: Penerbit Amzah 2011.
Basri, Rusdaya Fiqh Ushul Fiqih. Bandung: CV Pustaka Setia, 2001.
______. Ushul Fikih 1. Pare-pare: IAIN Pare-pare Nusantara Press, 2019.
Jazuli, Ahmad. Kaidah-Kaidah Fiqh. Jakarta: Kencana, 2007.
Khallaf, Abdul Wahab. Ilmu Ushulu Fiqh. Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
Mas’ud, Muhammad Khalid. Filsafat Hukum Islam dan Perubahan Sosial.
Surabaya: Al-Ikhlas, 1995.
Minka, Agustianto. Maqashid Syariah dalam Ekonomi dan Keuangan Syariah.
Jakarta: Penerbit Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia, 2013.
Miswanti, Agus. Ushul Fiqh: Metode Ijtihad Hukum Islam. Yogyakarta: Magnum
Pustaka Utama, 2019.
Qardhawi, Yusuf. Ijtihad dalam Syariat Islam: Beberapa Analisis tentang Ijtihad
Kontemporer. Jakarta: Bulan Bintang. 1987.
Rusli, Nasrun. Konsep Ijtihad al-Syaukani: Relevansinya bagi Pembaharuan
Hukum di Indonesia. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Simatupang, Richard Burton. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta,
2003.
Syarifuddin, Amir. Ushul Fiqh. Jakarta: Prenada Media Group, 2011.
Yafie, Ali. Konsep Istihsan-Istihsan, Istislah, Istishab, dan Maslahat al-Ammah.
Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina, 1994.
Zein, Ma’shum. Menguasai Ilmu Ushul Fiqh. Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2016.
B. Jurnal
Fahlevi, Rizal. “Implementassi Maslahah Dalam Kegaiatan Ekonomi Syariah”.
Jurnal Ekonomi Syari’iah, Volume 14, Nomor 2, 2015.
Hendri dan Mashudi. “Al-Maslahah Al-Mursalah dalam Penentuan Hukum Islam”.
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Volume 4, Nomor 1, 2018.
Yusmita. ”Dinamika Pencatatan Pernikahan Di Indonesia dalam Kajian Maslahah
Mursalah”. Journal of Islamic Civil Law, Volume 2, Nomor 1, 2023.
22