Anda di halaman 1dari 24

Kegiatan Belajar 4 :

Pengendalian Keamanan Pangan

Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mahasiswa dapat merencanakan pengendalian keamanan pangan pada industri
makanan atau restoran.

Sub Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan


Mahasiswa dapat :
a. Menyusun GMP (Good Manufacturing Practice ) atau Cara Pengolahan Pangan
yang Baik
b. Membuat SSOP (Sanitation Standard Operating Procedure) atau Standar
Prosedur Operasi Sanitasi atau GHP ( good Hygenic Practice)
c. Merencanakan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) atau Analisis Titik
Kritis Pengendalian Bahaya.

Pokok-Pokok Materi
1. Cara Pengolahan Pangan yang Baik ( Good Manufacturing Practice )
2. Standar Prosedur Operasi Sanitasi ( Sanitation Standard Operating Procedure)
3. Analisis Titik Kritis Pengendalian Bahaya ( Hazard Analysis Critical Control Point)

Uraian Materi
Pengelolaan makanan pada jasaboga harus menerapkan prinsip higiene
sanitasimakanan mulai dari pemilihan bahan makanan sampai dengan penyajian
makanan.Khusus untuk pengolahan makanan harus memperhatikan kaidah cara
pengolahanmakanan yang baik (Permenkes RI No. 1096 Tahun 2011 Higiene sanitasi
jasa boga) dapat diunduh di:

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&
ved=0ahUKEwiUz9zJvs7aAhWLKY8KHVDSCmEQFggqMAA&url=http%3A%2F%2Fj
dih.pom.go.id%2Fshowpdf.php%3Fu%3D%252FeEhdLEZt4PPcLAIaaf%252BQtIfa
pCyf3NuoAc%252BvZapIG4%253D&usg=AOvVaw2ngTQRJojol8_rYgo5YYat
Selama rantai pengolahan makanan tersebut, sangat memungkinkan terjadinya
kontaminasi bahaya mikrobiologis, kimia dan fisik yang berasal dari bahan dasar
pembuatan makanan, bahan pembantu, peralatan pengolahan, dan penjamah
makanan. Untuk mendapatkan produk makanan yang sehat, bersih, higiene aman
untuk dikonsumsi, maka memerlukan pengendalian keamanan pangan selama proses
pengolahan, mulai dari penerimaan bahan baku sampai pendistribusian.
Menurut Nuraida et al., (2011), Food and Agricultural Organization (FAO)
melalui Codex Alimentarius Commision (CAC) telah memberikan pedoman sistem
jaminan mutu melalui keamanan pangan dengan menerapkan Hazard Analysis Critical
Control Point (HACCP). Sebelum dapat menerapkan HACCP, suatu perusahaan harus
telah melaksanakan Pre-requisite Program yaitu Good Manufacturing Practice (GMP)
dan Sanitation Standart Operating Procedure (SSOP). Untuk memperkaya
pengetahuan Anda tentang GMP dan SSOP dapat dilihat pada laman:

http://titisfahreza.lecture.ub.ac.id/files/2013/03/1.-GOOD-
MANUFACTURING-PRACTICE.pdf

Jasa Boga dan Restoran adalah termasuk salah satu perusahaan yang
memproduksi makanan. Jasa Boga dan restoran mempunyai ciri khas yang berbeda
dengan produksi industri pangan secara umum. Industri Jasa Boga dan restoran
mengolah makanan yang siap dikonsumsi dalam waktu pendek. Bahan–bahan yang
digunakan cenderung kompleks, sehingga sangat susah untuk dimonitor dan
dikendalikan. Dengan demikian penerapan GMP, Good Hygiene Practice (GHP),
Standard Operating Procedure (SOP), SSOP dan HACCP dalam industri jasa boga dan
restoran memiliki kekhasan, tetapi dengan tujuan yang sama dengan industri pangan
umumnya adalah untuk mencegah terjadinya foodborn illness, atau menyajikan
makanan yang sehat, aman untuk dikonsumsi dengan mengendalikan dan
menghilangkan cemaran dalam seluruh rantai pengelolaan makanan from farm to
table. GMP atau dikenal dengan cara pengolahan pangan yang baik dan SSOP atau
Standar Prosedur Operasi Sanitasi, untuk jasa boga dan restoran telah diatur di dalam
Permenkes RI nomor 1096 Tahun 2011 tentang Higiene Sanitasi Jasa Boga. Kemanan
pangan kaitannya dengan GMP, GHP, SSOP, dan HACCP pada Industri Jasa Boga
dapat dipelajari di laman:

http://seafast.ipb.ac.id/publication/presentation/sistem-manajemen-
keamanan-pangan-industri-jasa-boga.pdf

A. Cara Pengolahan Makanan Yang Baik (Good Manufacturing Practice )


Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPB) sebagaimana diatur
dalam Permenkes RI No. 1096 Tahun 2011 Higiene sanitasi jasa boga Pasal 3 huruf
c adalah cara produksi yang memperhatikan aspek keamanan pangan, antara lain
dengan cara:
a. mencegah tercemarnya pangan olahan oleh cemaran bologis, kimia dan
benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan
kesehatan;
b. mematikan atau mencegah hidupnya jasad renik patogen, serta mengurangi
jumlah jasad renik lainnya; dan
c. mengendalikan proses, antara lain pemilihan bahan baku, penggunaan bahan
tambahan pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan atau
pengangkutan.

Pengelolaan makanan pada jasaboga harus menerapkan prinsip higiene sanitasi


makanan mulai dari pemilihan bahan makanan sampai dengan penyajian makanan.
Khusus untuk pengolahan makanan harus memperhatikan kaidah cara pengolahan
makanan yang baik. Pedoman CPPB dapat dilihat pada:

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ca
d=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiR1prcv8vaAhXHL48KHbJMDVQQFggnMAA&url
=http%3A%2F%2Fwww.pipimm.or.id%2Fadmin%2Ffile%2Frubrik%2FPrese
ntasi%2520CPPOB_Dirjen%2520Agro%2520(Faiz%2520Ahmad).ppt&usg=A
OvVaw2h4iLjdS1AspVopTSIh7m

Prinsip GMP dapat dipelajari di:


https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd
=2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiR1prcv8vaAhXHL48KHbJMDVQQFggvM
AE&url=https%3A%2F%2Fjombloberkah.files.wordpress.com%2F2015%2F0
6%2Fgmp.ppt&usg=AOvVaw0GYutBtN9SPFlxsQk2Nqh5

Prinsip Higiene Sanitasi makanan menurut Permenkes RI No. 1096 Tahun 2011
Higiene sanitasi jasa boga yang harus diterapkan di dalam pengelolaan makanan
adalah meliputi pemilihan bahan makanan, penyimpanan bahan makanan,
pengolahan makanan, penyimpanan makanan jadi/masak, dan pengangkutan
makanan.
1. Pemilihan bahan makanan
a. Bahan makanan mentah (segar) yaitu makanan yang perlu pengolahan
sebelum dihidangkan seperti : 1) daging, susu, telor, ikan/udang, buah dan
sayuran harus dalam keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk,
warna dan rasa, serta sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi. 2)
jenis tepung dan biji-bijian harus dalam keadaan baik, tidak berubah warna,
tidak bernoda dan tidak berjamur. 3) makanan fermentasi yaitu makanan yang
diolah dengan bantuan mikroba seperti ragi atau cendawan, harus dalam
keadaan baik, tercium aroma fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa
serta tidak bernoda dan tidak berjamur.
b. Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dipakai harus memenuhi persyaratan
sesuai peraturan yang berlaku.
c. Makanan olahan pabrik yaitu makanan yang dapat langsung dimakan tetapi
digunakan untuk proses pengolahan makanan lebih lanjut yaitu:
1) Makanan dikemas: a) Mempunyai label dan merk, b) Terdaftar dan
mempunyai nomor daftar, c). Kemasan tidak rusak/pecah atau kembung,
d).Belum kadaluwarsa, e). Kemasan digunakan hanya untuk satu kali
penggunaan
2) Makanan tidak dikemas: a) Baru dan segar, b) Tidak basi, busuk, rusak atau
berjamur, c). Tidak mengandung bahan berbahaya.
2. Penyimpanan bahan makanan

Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan:


a. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari kemungkinan
kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun
bahan berbahaya.
b. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first
expired first out (FEFO) yaitu bahan makanan yang disimpan terlebih dahulu
dan yang mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu.
c. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan
contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin
dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.
d. Penyimpanan bahan makanan harus memperhatikan suhu sebagaimana dapat
dilihat pada Tabel 1.5
Tabel 1.5 Suhu penyimpanan bahan makanan

No Digunakan dalam waktu


Jenis Bahan Makanan
< 3 Hari < I Pekan ➢ 1 Pekan
1 Daging, ikan, udang dan
-5o - 0oC -10o - -5oC > -10oC
olahannya
2 Telur, susu dan olahannya
5 o – 7 oC -5o - 0oC > - 5 oC

3 Sayur, buah dan minuman


10oC 10oC 10oC

4 Tepung dan biji 25oC atau suhu 25oC atau suhu 25oC atau suhu
ruang ruang ruang

Permenkes RI No. 1096 Tahun 2011 Higiene sanitasi jasa boga

e. Ketebalan dan bahan padat tidak lebih dari 10 cm


f. Kelembaban penyimpanan dalam ruangan : 80% – 90%
g. Penyimpanan bahan makanan olahan pabrik
h. Makanan dalam kemasan tertutup disimpan pada suhu + 10oC.
i. Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan
sebagai berikut :
1) Jarak bahan makanan dengan lantai : 15 cm
2) Jarak bahan makanan dengan dinding: 5 cm
3) Jarak bahan makanan dengan langit-langit: 60 cm.
3. Pengolahan makanan
Pengolahan makanan adalah proses pengubahan bentuk dari bahan mentah
menjadi makanan jadi/masak atau siap santap, dengan memperhatikan kaidah cara
pengolahan makanan yang baik yaitu:
a. Tempat pengolahan makanan atau dapur harus memenuhi persyaratan
teknis higiene sanitasi untuk mencegah risiko pencemaran terhadap
makanan dan dapat mencegah masuknya lalat, kecoa, tikus dan hewan
lainnya.
b. Menu disusun dengan memperhatikan:
1) Pemesanan dari konsumen
2) Ketersediaan bahan, jenis dan jumlahnya
3) Keragaman variasi dari setiap menu
4) Proses dan lama waktu pengolahannya
5) Keahlian dalam mengolah makanan dari menu terkait.
c. Pemilihan bahan sortir untuk memisahkan/membuang bagian bahan yang
rusak/afkir dan untuk menjaga mutu dan keawetan makanan serta
mengurangi risiko pencemaran makanan.
d. Percikan bahan, persiapan bumbu, persiapan pengolahan dan prioritas
dalam memasak harus dilakukan sesuai tahapan dan harus higienis dan
semua bahan yang siap dimasak harus dicuci dengan air mengalir.
e. Peralatan
1) Peralatan yang kontak dengan makanan:
a) Peralatan masak dan peralatan makan harus terbuat dari bahan tara
pangan (food grade) yaitu peralatan yang aman dan tidak berbahaya
bagi kesehatan.
b) Lapisan permukaan peralatan tidak larut dalam suasana asam/basa
atau garam yang lazim terdapat dalam makanan dan tidak
mengeluarkan bahan berbahaya dan logam berat beracun seperti:
(1) Timah Hitam (Pb)
(2) Arsenikum (As)
(3) Tembaga (Cu)
(4) Seng (Zn)
(5) Cadmium (Cd)
(6) Antimon (Stibium)
(7) dan lain-lain
c) Talenan terbuat dari bahan selain kayu, kuat dan tidak melepas bahan
beracun.
d) Perlengkapan pengolahan seperti kompor, tabung gas, lampu, kipas
angin harus bersih, kuat dan berfungsi dengan baik, tidak menjadi
sumber pencemaran dan tidak menyebabkan sumber bencana
(kecelakaan).
2) Wadah penyimpanan makanan
a) Wadah yang digunakan harus mempunyai tutup yang dapat menutup
sempurna dan dapat mengeluarkan udara panas dari makanan untuk
mencegah pengembunan (kondensasi).
b) Terpisah untuk setiap jenis makanan, makanan jadi/masak serta
makanan basah dan kering.
3) Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang
kontak langsung dengan makanan atau yang menempel di mulut.
4) Kebersihan peralatan harus tidak ada kuman Eschericia coli (E.coli) dan
kuman lainnya.
5) Keadaan peralatan harus utuh, tidak cacat, tidak retak, tidak gompal dan
mudah dibersihkan.
b. Persiapan pengolahan harus dilakukan dengan menyiapkan semua peralatan
yang akan digunakan dan bahan makanan yang akan diolah sesuai urutan
prioritas.
c. Pengaturan suhu dan waktu perlu diperhatikan karena setiap bahan
makanan mempunyai waktu kematangan yang berbeda. Suhu pengolahan
minimal 90 oC agar kuman patogen mati dan tidak boleh terlalu lama agar
kandungan zat gizi tidak hilang akibat penguapan.
d. Prioritas dalam memasak
1. Dahulukan memasak makanan yang tahan lama seperti goreng-
gorengan yang kering
2. Makanan rawan seperti makanan berkuah dimasak paling akhir
3. Simpan bahan makanan yang belum waktunya dimasak pada
kulkas/lemari es
4. Simpan makanan jadi/masak yang belum waktunya dihidangkan dalam
keadaan panas
5. Perhatikan uap makanan jangan sampai masuk ke dalam makanan
karena akan menyebabkan kontaminasi ulang
6. Tidak menjamah makanan jadi/masak dengan tangan tetapi harus
menggunakan alat seperti penjepit atau sendok
7. Mencicipi makanan menggunakan sendok khusus yang selalu dicuci.
e. Higiene penanganan makanan
1. Memperlakukan makanan secara hati-hati dan seksama sesuai dengan
prinsip higiene sanitasi makanan
2. Menempatkan makanan dalam wadah tertutup dan menghindari
penempatan makanan terbuka dengan tumpang tindih karena akan
mengotori makanan dalam wadah di bawahnya.
4. Penyimpanan makanan jadi/masak
a. Makanan tidak rusak, tidak busuk atau basi yang ditandai dari rasa, bau,
berlendir, berubah warna, berjamur, berubah aroma atau adanya cemaran
lain.
b. Memenuhi persyaratan bakteriologis berdasarkan ketentuan yang berlaku.
1) Angka kuman E. coli pada makanan harus 0/gr contoh makanan.
2) Angka kuman E. coli pada minuman harus 0/gr contoh minuman.
c. Jumlah kandungan logam berat atau residu pestisida, tidak boleh melebihi
ambang batas yang diperkenankan menurut ketentuan yang berlaku.
d. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan
firstexpired first out (FEFO) yaitu makanan yang disimpan terlebih dahulu
dan yang mendekati masa kedaluwarsa dikonsumsi lebih dahulu.
e. Tempat atau wadah penyimpanan harus terpisah untuk setiap jenis makanan
jadi dan mempunyai tutup yang dapat menutup sempurna tetapi berventilasi
yang dapat mengeluarkan uap air.
f. Makanan jadi tidak dicampur dengan bahan makanan mentah.
g. Penyimpanan makanan jadi harus memperhatikan suhu sebagaimana
tercantum di dalam Tabel 1.6

Tabel 1.6 Penyimpanan makanan jadi / masak

No Jenis makanan Suhu penyimpanan


Disajikan dalam Akan segera Belum segera
waktu lama disajikan disajikan
1 Makanan kering 25 – 30oC
Makanan basah
2 ➢ 60oC -10oC
(berkuah)

Makanan cepat basi


3 ≥65.5oC -5o - -1oC
(santan , telur, susu )

Makanan disajikan
4 5 oC – 10oC <10oC
dingin
Permenkes RI No. 1096 Tahun 2011 Higiene sanitasi jasa boga

5. Pengangkutan makanan
a. Pengangkutan bahan makanan
1) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).
2) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut bahan makanan yang higienis.
3) Bahan makanan tidak boleh diinjak, dibanting dan diduduki.
4) Bahan makanan yang selama pengangkutan harus selalu dalam keadaan
dingin, diangkut dengan menggunakan alat pendingin sehingga bahan
makanan tidak rusak seperti daging, susu cair dan sebagainya.
b. Pengangkutan makanan jadi/masak/siap santap
1) Tidak bercampur dengan bahan berbahaya dan beracun (B3).
2) Menggunakan kendaraan khusus pengangkut makanan jadi/masak dan
harus selalu higienis.
3) Setiap jenis makanan jadi mempunyai wadah masing-masing dan bertutup.
4) Wadah harus utuh, kuat, tidak karat dan ukurannya memadai dengan jumlah
makanan yang akan ditempatkan.
5) Isi tidak boleh penuh untuk menghindari terjadi uap makanan yang mencair
(kondensasi).
6) Pengangkutan untuk waktu lama, suhu harus diperhatikan dan diatur agar
makanan tetap panas pada suhu 60 oC atau tetap dingin pada suhu minus
4 oC.
6. Penyajian makanan
a. Makanan dinyatakan laik santap apabila telah dilakukan uji organoleptik dan
uji biologis dan uji laboratorium dilakukan bila ada kecurigaan.
(1) Uji organoleptik yaitu memeriksa makanan dengan cara meneliti dan
menggunakan 5 (lima) indera manusia yaitu dengan melihat
(penampilan), meraba (tekstur, keempukan), mencium (aroma),
mendengar (bunyi misal telur), menjilat (rasa). Apabila secara
organoleptik baik maka makanan dinyatakan laik santap.
(2) Uji biologis yaitu dengan memakan makanan secara sempurna dan
apabila dalam waktu 2 (dua) jam tidak terjadi tanda–tanda kesakitan,
makanan tersebut dinyatakan aman.
(3) Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui tingkat cemaran makanan
baik kimia maupun mikroba. Untuk pemeriksaan ini diperlukan sampel
makanan yang diambil mengikuti standar/prosedur yang benar dan
hasilnya dibandingkan dengan standar yang telah baku.
b. Tempat penyajian
Perhatikan jarak dan waktu tempuh dari tempat pengolahan makanan
ke tempat penyajian serta hambatan yang mungkin terjadi selama
pengangkutan karena akan mempengaruhi kondisi penyajian. Hambatan di luar
dugaan sangat mempengaruhi keterlambatan penyajian.
c. Cara penyajian
Penyajian makanan jadi/siap santap banyak ragam tergantung dari
pesanan konsumen yaitu :
1) Penyajian meja (table service) yaitu penyajian di meja secara bersama,
umumnya untuk acara keluarga atau pertemuan kelompok dengan
jumlah terbatas 10 sampai 20 orang.
2) Prasmanan (buffet) yaitu penyajian terpusat untuk semua jenis makanan
yang dihidangkan dan makanan dapat dilih sendiri untuk dibawa ke
tempat masing-masing.
3) Saung (ala carte) yaitu penyajian terpisah untuk setiap jenis makanan
dan setiap orang dapat mengambil makanan sesuai dengan
kesukaannya.
4) Dus (box) yaitu penyajian dengan kotak kertas atau kotak plastik yang
sudah berisi menu makanan lengkap termasuk air minum dan buah yang
biasanya untuk acara makan siang.
5) Nasi bungkus (pack/wrap) yaitu penyajian makanan dalam satu
campuran menu (mix) yang dibungkus dan siap santap.
6) Layanan cepat (fast food) yaitu penyajian makanan dalam satu rak
makanan (food counter) di rumah makan dengan cara mengambil sendiri
makanan yang dikehendaki dan membayar sebelum makanan tersebut
dimakan.
7) Lesehan yaitu penyajian makanan dengan cara hidangan di lantai atau
meja rendah dengan duduk di lantai dengan menu lengkap.
d. Prinsip penyajian
1) Wadah yaitu setiap jenis makanan di tempatkan dalam wadah terpisah,
tertutup agar tidak terjadi kontaminasi silang dan dapat memperpanjang
masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan makanan.
2) Kadar air yaitu makanan yang mengandung kadar air tinggi (makanan
berkuah) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk
mencegah makanan cepat rusak dan basi.
3) Pemisah yaitu makanan yang ditempatkan dalam wadah yang sama
seperti dus atau rantang harus dipisah dari setiap jenis makanan agar
tidak saling campur aduk.
4) Panas yaitu makanan yang harus disajikan panas diusahakan tetap
dalam keadaan panas dengan memperhatikan suhu makanan, sebelum
ditempatkan dalam alat saji panas (food warmer/bean merry) makanan
harus berada pada suhu > 60 oC.
5) Bersih yaitu semua peralatan yang digunakan harus higienis, utuh, tidak
cacat atau rusak.
6) Handling yaitu setiap penanganan makanan maupun alat makan tidak
kontak langsung dengan anggota tubuh terutama tangan dan bibir.
7) Edible part yaitu semua yang disajikan adalah makanan yang dapat
dimakan, bahan yang tidak dapat dimakan harus disingkirkan.
8) Tepat penyajian yaitu pelaksanaan penyajian makanan harus tepat
sesuai dengan seharusnya yaitu tepat menu, tepat waktu, tepat tata
hidang dan tepat volume (sesuai jumlah).
e. Sampel atau contoh
1) Setiap menu makanan harus ada satu porsi sampel (contoh) makanan
yang disimpan sebagai bank sampel untuk konfirmasi bila terjadi
gangguan atau tuntutan konsumen.
2) Penempatan sampel untuk setiap jenis makanan dengan menggunakan
kantong plasti steril dan sampel disimpan dalam suhu 100C selama 1 x
24 jam.
3) Sampel yang sudah tidak diperlukan lagi tidak boleh dimakan tetapi
harus dibuang.
4) Jumlah makanan yang diambil untuk sampel sebagai berikut :
(a) makanan kering/gorengan dan kue: 1 potong
(b) makanan berkuah: 1 potong + kuah 1 sendok sayur
(c) makanan penyedap/sambal: 2 sendok makan
(d) makanan cair: 1 sendok sayur
(e) nasi: 100 gram
(f) minuman: 100 cc

Usaha jasa boga masih banyak yang berupa usaha kecil menengah,
sehingga penerapan GMP pada usahanya masih berbenturan dengan urusan
finansial. Penerapan GMP pada jasa boga dapat disederhanakan dengan
langkah seperti dipaparkan pada laman berikut ini:
http://igk471.weblog.esaunggul.ac.id/wp-
content/uploads/sites/289/2015/02/4.-HACCP-Jasa-Boga.pdf

B. Standar Prosedur Operasi Sanitasi (Sanitation Standard Operating


Prosedured)
SSOP adalah Prosedur Pelaksanaan Sanitasi Standar yang harus dipenuhi oleh
suatu industri pengolahan makanan untuk mencegah terjadinya kontaminasi terhadap
produk yang diolah. SSOP merupakan bagian integral dari penerapan HACCP, sebagai
salah satu persyaratan dasar (Prerequisite), Tertulis dan diterapkan secara konsisten,
Penerapan harus dimonitor, harus dilakukan koreksi terhadap keselahan atau
kekurangan, harus dicatat, dan catatan harus dipelihara. SSOP dibuat untuk
mengembangkan budaya kerja yang dapat mengontrol sanitasi secara
efektif.Prosedur untuk memelihara kondisi sanitasi yang berkaitan dengan semua
sarana pengolahan, sarana kebersihan, personil, lingkungan dan dituangkan dalam
rancangan SSOP.
Setiap unit pengolahan makanan harus memiliki rencana SSOP yang tertulis
dan spesifik sesuai dengan lokasi, peralatan dan jenis olahan serta diterapkan secara
konsisten. Rancangan SSOP meliputi: Penentuan prosedur, m empersiapkan jadwal,
Mempersiapkan bahan untuk mendukung pelaksanaan monitoring, menentukan
tindakan koreksi yang diperlukan, mengindentifikasi permasalahan yang berkembang
dan upaya mencegahnnya. Memastikan setiap orang yang terlibat untuk memahami
manajemen dan produksi, memahami sanitasi, menyiapkan bahan/alat untuk
pelatihan karyawan, komitmen untuk memenuhi persyaratan, upaya pelaksanaan dan
perbaikan sanitasi. Delapan (8) fungsi kondisi sanitasi yang ditetapkan:
1. Menjaga keamanan air yang kontak dengan produk atau peralatan
2. Menjaga kondisi dan kebersihan peralatan yang kontak dengan produk
(peralatan, hand glove dan APD)
3. Mencegah kontaminasi silang langsung dan tidak langsung terhadap produk
yang diolah
4. Menyiapkan alat cuci tangan dan toilet yang dilengkapi peralatan kebersihan
5. Melindungi produk, bahan pengemas, dan peralatan yang kontak langsung
dengan produk dari berbagai cemaran (Biologi, Kimia dan Fisika)
6. Label yang jelas dan penanganan/penyimpanan dan penggunaan bahan
beracun
7. Pengawasan kesehatan karyawan
8. Pengawasan terhadap binatang pengerat dan atau binatang lainnya.

Setiap industri pengolahan pangan harus memelihara dokumen monitoring


sanitasi dan tindakan perbaikan. Setiap informasi dan temuan harsu dimasukan dalam
dokumen monitoring. Setiap industri pengolahan pangan harus segera melakukan
perbaikan setiap kali ditemukan kondisi yang tidak memenuhi persyaratan. Perbaikan
tersebut harus dicatat dan dilengkapi dengan keterangan yang meliputi: lokasi,
hari/tanggal dan ditanda tanggani oleh penanggung jawab. Monitoring harus
dilakukan terhadap 8 aspek sanitasi dengan mengunakan format yang disediakan.
Format monitoring harus mencakup: waktu pelaksanaan monitoring, aspek yang
dimonitor, kolom untuk mencatat hasil obeservasi, kolom untuk mencatat tindakan
koreksi, dan dilengkapi dengan kolom unutk tanda tangan. SSOP yang harus
diperhatikan meliputi sanitasi air, sanitasi bahan pangan, sanitasi peralatan dan ruang,
sanitasi pekerja (Hygiene Personal), sanitasi hama dan lingkungan. Penerapan
standard operating procedure dapat dilihat pada video:

https://www.youtube.com/watch?v=6OR00oC9bWA

1. Sanitasi Air
Air memiliki peranan yang sangat penting. Air merupakan pelarut universal. Air
dapat digunakan untuk pengolahan dan pencucian bahan, alat dan sarana prasarana
produksi. Air untuk keperluan minum dan sanitasi higien harus bebas dari pencemar
biologis, kimia, dan fisik. Air untuk keperluan air minum harus bebas dari
mikroorganisme pathogen disamping persyaratan lainnya seperti air untuk keperluan
sanitasi hygiene jasa boga. Air untuk keperluan sanitasi jasa boga masih dimungkinkan
mengandung mikroorganisme pathogen, yang dapat diinaktivkan dengan pengolahan
di atas 70oC. Teknologi pengolahan air minum dapat dilihat pada laman:

https://environmentalsanitation.wordpress.com/2012/12/19/teknologi-
pengolahan-air-minum/.
Untuk pengolahan air sadah supaya turun tingkat kesadahannya dapat dibaca
di laman:

https://www.researchgate.net/publication/287583207_Teknologi_
Pengolahan_Air_Sadah

http://www.kelair.bppt.go.id/Publikasi/BukuAirMinum/BAB9SADAH.pdf.

Metode pengolahan air sadah dengan resin penukar ion dapat dibaca di:

http://studilingkungan.blogspot.co.id/2011/03/metode-pengolahan-
kesadahan-hardness.html

Menurut PMK No 1096 Tahun 2011, tahap-tahap penanganan dan pengolahan


air meliputi: (a) tahap pembersihan, proses pengendapan (sedimentasi/koagulasi)
dan penyaringan/filtrasi; (b) Tahap desinfeksi, penghilangan mikroba dengan
klorinasi; (c) tahap pengendalian kesadahan penghilangan mineral terlarut; (d) tahap
penghilangan komponen penyebab penyimpangan warna, rasa dan bau. Tahap
pembersihan bertujuan menghilangkan benda-benda tersuspensi yg bersifat
koloidal. Tahap - tahap pembersihan meliputi memisahkan padatan besar dengan
saringan/filter (pasir atau karbon aktif) dan menggumpalkan partikel yg terlewatkan
dengan bahan koagulan (Al2(SO4)3, FeSO4, FeCl3), dll.

2. Sanitasi Bahan Pangan


Metode pencucian bahan dapat dilihat di:

https://www.tneutron.net/pangan/metode-pencucian-bahan/

Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang, maka makanan harus selalu


ditutup seperti pada video berikut:

https://www.youtube.com/watch?v=ULuaf7mWgyI
3. Sanitasi Peralatan dan Ruang
Sanitasi peralatan dan ruang dapat dilakukan melalu pencucian dan
pemeliharaan peralatan dan pemeliharaan semua ruang yang terlibat dalam
penyelenggaraan makanan. Peralatan yang dimaksud mulai dari alat persiapan,
pengolahan, penyajian, pengemasan, dan pendistribusian. Sanitasi ruangan meliputi
sanitasi ruangan penyimpanan, persiapan, pengolahan, penyajian, pengemasan dan
ruang penyimpanan bahan makanan jadi. Pencucian dan sanitasi peralatan dapat
dilihat di:

https://www.tneutron.net/pangan/pencucian-dan-sanitasi-peralatan/

Sanitasi ruang produksi dapat dipelajari di laman:

https://www.tneutron.net/pangan/sanitasi-ruang-produksi/

Tujuan desinfeksi peralatan pengolahan dan sarana lain adalah untuk


menginaktifkan mikroba (bakteri & virus patogen) yang ditularkan melalui air.
Desinfeksi menggunakan khlorin disebut juga khlorinasi. Proses khlorinasi dengan
penambahan khlorin dengan dosis 0,2-0,5 ppm.
a. Jamban dan peturasan (urinoir)
1) Jasaboga harus mempunyai jamban dan peturasan yang memenuhi syarat
higiene sanitasi.
2) Jumlah jamban harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut :
a) Jumlah karyawan: 1-10 orang: 1 buah, 11-25 orang: 2 buah, 26-50
orang: 3 buah. Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 25
orang, ada penambahan 1 (satu) buah jamban.
b) Jumlah peturasan harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut:
Jumlah karyawan: 1-30 orang: 1 buah, 3-60 orang: 2 buah. Setiap ada
penambahan karyawan sampai dengan 30 orang, ada penambahan 1
(satu) buah peturasan.
b. Kamar mandi
1) Jasaboga harus mempunyai fasilitas kamar mandi yang dilengkapi
dengan air mengalir dan saluran pembuangan air limbah yang
memenuhi persyaratan kesehatan.
2) Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan, paling sedikit
tersedia: Jumlah karyawan: 1-30 orang: 1 buah. Setiap ada
penambahan karyawan sampai dengan 20 orang, ada penambahan 1
(satu) buah kamar mandi.
c. Tempat sampah
1) Tempat sampah harus terpisah antara sampah basah (organik) dan
sampah kering (an organik).
2) Tempat sampah harus bertutup, tersedia dalam jumlah yang cukup
dan diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah,
namun dapat menghindari kemungkinan tercemarnya makanan oleh
sampah.
1. Sanitasi Pekerja

Pekerja pada jasa boga atau disebut penjamah makanan, dapat menjadi sumber
kontaminan bagi produk jasa boga dan restoran yang dihasilkan.Banyak
mikroorganisme yang secara alami terdapat pada tubuh pekerja, seperti
Staphilococcus aureus. Dengan demikian kebersihan dari semua pekerja harus dijaga
dengan cara menjaga kebersihan badan, pakaian, dan memakai baju perlengkapan
yang lengkap. Contoh penerapan sanitasi higien pekerja F&B:

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ca
d=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjJ84DZo8_aAhWIKo8KHcX7A-
QQFgg4MAI&url=https%3A%2F%2Fjom.unri.ac.id%2Findex.php%2FJOMFSIP
%2Farticle%2Fdownload%2F11580%2F11228&usg=AOvVaw2l88FjCI-
My7Kbgfb0m0Oj

Cara mencuci tangan yang baik dapat dilihat pada video:


https://www.youtube.com/watch?v=cCpr11OuYKI

https://www.youtube.com/watch?v=KusIuq8wu_0

https://www.youtube.com/watch?v=Ux_DsOjQIRc

5.Sanitasi Hama dan Lingkungan


Mengontrol hama dan binatang pengerat lainnya sangat penting dilakukan.
Contoh cara menyimpan yang baik supaya tidak ada hama dapat di lihat di:

https://www.youtube.com/watch?v=gz0CVbFXtJg

Hasil penelitian penilaian GMP dan SSOP pada pengolahan makanan di catering
X, dapat dilihat dan dipelajari pada:

https://media.neliti.com/media/publications/3881-ID-penilaian-gmp-
dan-ssop-pada-bagian-pengolahan-makanan-di-katering-x-surabaya-
den.pdf

C. Analisis Titik Kritis Pengendalian Bahaya ( Hazard Analysis Critical


Control Point )
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) adalah suatu sistem kontrol
dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-
titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah
satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan
pangan dengan pendekatan pencegahan ( preventive) yang dianggap dapat
memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen.
Dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain karena
adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga dapat berfungsi
sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing kompetitif.
Penerapan HACCP dalam industri pangan memerlukan komitmen yang tinggi
dari pihak manajemen perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu, agar penerapan
HACCP ini sukses maka perusahaan perlu memenuhi prasyarat dasar industri pangan
yaitu, telah diterapkannya Good Manufacturing Practices (GMP) dan Standard
Sanitation Operational Procedure (SSOP).
Keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri jasa boga dengan penerapan
sistem HACCP adalah meningkatkan keamanan produk jasa boga yang dihasilkan,
meningkatkan kepuasan konsumen, meminimalisir keluhan konsumen, memperbaiki
fungsi pengendalian, mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif
kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif, mencegah kerusakan
produk, mengurangi limbah atau waste. Industri jasa boga, walaupun tidak sebesar
dan seluas Industri Pangan, namun tetap industri jasa Boga dan restoran harus
menerapkan prinsip HACCP untuk menghasilkan makanan yang aman. Selama ini jasa
boga menyumbangkan penyebab terbanyak kejadian keracunan masyarakat. Dengan
demikian sangan penting industri jasa boga dan restoran untuk menerapkan prinsip-
prinsip HACCP yang sebelumnya harus dipenuhi syarat penerapan cara produksi
pangan yan baik dan penerapan sanitasi hygiene.

1. Sejarah HACCP
Konsep HACCP pertama kali dikembangkan ketika perusahaan Pillsbury di
Amerika Serikat bersama-sama dengan US Army Nautics Research and Development
Laboratories, The National Aeronautics and Space Administration serta US Air Force
Space Laboratory Project Group pada tahun 1959 diminta untuk mengembangkan
makanan untuk dikonsumsi astronot pada gravitasi nol. Untuk itu dikembangkan
makanan berukuran kecil (bite size) yang dilapisi dengan pelapis edibleyang
menghindarkannya dari hancur dan kontaminasi udara. Misi terpenting dalam
pembuatan produk tersebut adalah menjamin keamanan produk agar para astronot
tidak jatuh sakit. Dengan demikian perlu dikembangkan pendekatan yang dapat
memberi jaminan mendekati 100% aman.
Tim tersebut akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa, cara terbaik untuk
mendapatkan jaminan tertinggi adalah dengan sistem pencegahan. Konsep HACCP
jika diterapkan dengan tepat dapat mengendalikan titik-titik atau daerah-daerah yang
mungkin menyebabkan bahaya. Masalah bahaya ini didekati dengan cara mengamati
satu per satu bahan baku proses dari sejak di lapangan sampai dengan
pengolahannya. Bahaya yang dipertimbangkan adalah bahaya patogen, logam berat,
toksin, bahaya fisik, dan kimia serta perlakuan yang mungkin dapat mengurangi
cemaran tersebut. Di dalam HACCP dilakukan juga analisis terhadap proses
pengolahan, fasilitas dan pekerja yang terlibat pada produksi pangan tersebut.
Pada tahun 1971, untuk pertama kalinya sistem HACCP ini diperkenalkan
kepada masyarakat di negara Amerika Serikat di dalam suatu Konferensi Nasional
Keamanan Pangan. Pada tahun berikutnya Pillsbury mendapat kontrak untuk
memberikan pelatihan HACCP kepada badan Food and Drug Adminstration (FDA).
Dokumen lengkap HACCP pertama kali diterbitkan oleh Pillsbury pada tahun 1973 dan
disambut baik oleh FDA dan secara sukses diterapkan pada makanan kaleng berasam
rendah.
Pada tahun 1985, The National Academy of Scienses (NAS) merekomendasikan
penerapan HACCP dalam publikasinya yang berjudul An Evaluation of The Role of
Microbiological Criteria for Foods and Food Ingredients . Komite yang dibentuk oleh
NAS kemudian menyimpulkan bahwa sistem pencegahan seperti HACCP ini lebih dapat
memberikan jaminan kemanan pangan jika dibandingkan dengan sistem pengawasan
produk akhir.
Selain NAS, lembaga internasional seperti International Commission on
Microbiological Spesification for Foods (ICMSF) juga menerima konsep HACCP dan
memperkenalkannya ke luar Amerika Serikat. Ketika NAS membentuk The National
Advisory Commitee on Microbiological Criteria for Foods (NACMCF), maka konsep
HACCP dikembangkan dengan disusunnya 7 prinsip HACCP yang dikenal sampai saat
ini. Konsep HACCP kemudian diadopsi oleh berbagai badan internasional seperti Codex
Alimentarius Commission (CAC) yang kemudian diadopsi oleh berbagai negara di dunia
termasuk Indonesia.
Prinsip dan penerapan HACCP dalam industri jasa boga dapat dipelajari di
laman:

http://igk471.weblog.esaunggul.ac.id/wp-content/uploads/sites/289/2015/02/4.-
HACCP-Jasa-Boga.pdf

2. Langkah langkah penyusunan dan penerapan HACCP


Langkah-langkah penyusunan HACCP :
a. Langkah 1, Pembentukan Tim HACCP, Langkah awal yang harus dilakukan dalam
penyusunan rencana HACCP adalah membentuk Tim HACCP yang melibatkan
semua komponen dalam industri yang terlibat dalam menghasilkan produk
pangan yang aman. Tim HACCP sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan
latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki keahlian
spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi, ahli
mesin/engineer, ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat melakukan
brainstorming dalam mengambil keputusan. Jika keahlian tersebut tidak dapat
diperoleh dari dalam perusahaan, saran-saran dari para ahli dapat diperoleh dari
luar.
b. Langkah 2, Deskripsi produk Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian
menyusun deskripsi atau uraian dari produk pangan yang akan disusun rencana
HACCPnya. Deskripsi produk yang dilakukan berupa keterangan lengkap
mengenai produk, termasuk jenis produk, komposisi, formulasi, proses
pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta keterangan lain yang berkaitan
dengan produk. Semua informasi tersebut diperlukan Tim HACCP untuk
melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.
c. Langkah 3, Identifikasi Pengguna yang Dituju Dalam kegiatan ini, tim HACCP
menuliskan kelompok konsumen yang mungkin berpengaruh pada keamanan
produk. Tujuan penggunaan produk harus didasarkan pada pengguna akhir
produk tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari orang umum atau kelompok
masyarakat khusus, misalnya kelompok balita atau bayi, kelompok remaja, atau
kelompok orang tua. Pada kasus khusus harus dipertimbangkan kelompok
populasi pada masyarakat beresiko tinggi.
d. Langkah 4 Penyusunan Diagram Alir Proses Penyusunan diagram alir proses
pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya
bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Pada
beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir proses sampai dengan
cara pendistribusian produk tersebut.
e. Langkah 5, Verifikasi Diagram Alir Proses Agar diagram alir proses yang dibuat
lebih lengkap dan sesuai dengan pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP
harus meninjau operasinya untuk menguji dan membuktikan ketepatan serta
kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila ternyata diagram alir proses
tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus dilakukan modifikasi.
Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan.
f. Langkah 6, Analisa Bahaya (Prinsip 1) Setelah lima tahap pendahuluan
terpenuhi, tim HACCP melakukan analisa bahaya dan mengindentifikasi bahaya
beserta cara-cara pencegahan untuk mengendalikannya. Analisa bahaya amat
penting untuk dilakukan terhadap bahan baku, komposisi, setiap tahapan proses
produksi, penyimpanan produk, dan distribusi, hingga tahap penggunaan oleh
konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah untuk mengenali bahaya-bahaya apa
saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak awal hingga ke
tangan konsumen.
g. Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, penetapan
tindakan pencegahan (Preventive Measure), dan penentuan kategori resiko atau
signifikansi suatu bahaya. Dengan demikian, perlu dipersiapkan daftar bahan
mentah dan ingredient yang digunakan dalam proses, diagram alir proses yang
telah diverifikasi, serta deskripsi dan penggunaan produk yang mencakup
kelompok konsumen beserta cara konsumsi, dan cara penyimpanan.
h. Langkah 7, Penetapan Critical Control Point (Prinsip 2) CCP atau Titik Kendali
Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur dimana
pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah,
dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap
bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat
ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan.
Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji
dengan menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP.
i. Langkah 8, Penetapan Critical Limit (Prinsip 3) Critical limit (CL) atau batas kritis
adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan
yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas
aman. Batas ini akan memisahkan antara "yang diterima" dan "yang ditolak",
berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan untuk menjamin
bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis haruslah
dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut
digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan yang
ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan
berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi
maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.
j. Untuk menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah: apakah
komponen kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki
berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk.
Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu),
batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba
dan sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk
mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut.
k. Langkah 9, Prosedur Pemantauan CCP (Prinsip 4) Kegiatan pemantauan
(monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana dan terjadwal
terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan CL untuk menjamin bahwa
CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel
yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan berdasarkan berbagai
pertimbangan, misalnya kepraktisan. Pemantauan dapat berupa pengamatan
(observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu
pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP
perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta
hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan.
l. Langkah 10, Penetapan Tindakan Koreksi (Prinsip 5) Tindakan koreksi dilakukan
apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi
yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko
produk pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi
dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan
dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji
keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan
proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta
tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap langkah.
m. Langkah 11, Verifikasi Program HACCP (Prinsip 6), verifikasi adalah metode,
prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem HACCP telah
sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka
diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa dan efektifitas
pelaksanaan HACCP dapat dijamin. Beberapa kegiatan verifikasi misalnya:
penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat, pemeriksaan kembali rencana
HACCP, Pemeriksaan catatan CCP ,Pemeriksaan catatan penyimpangan dan
disposisi inspeksi visual terhadap kegiatan untuk mengamati jika CCP tidak
terkendalikan. Pengambilan contoh secara acak Catatan tertulis mengenai
inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP, atau
penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan. Verifikasi
harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang
ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika ada informasi
baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan oleh
produk tersebut.
n. Langkah 12, Perekaman Data/Dokumentasi (Prinsip 7). Dokumentasi program
HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP sehingga program
tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode waktu
tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, CL, rekaman
pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan,
catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu, dokumen ini dapat
ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal
dan dapat juga digunakan oleh operator .

Tujuan Umum HACCP adalah mMeningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara


mencegah atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui makanan ( Food
born disease). Tujuan Khusus: Mengevaluasi cara produksi makanan, memperbaiki
cara produksi makanan, memantau & mengevaluasi penanganan, pengolahan,
sanitasi, dan meningkatkan inspeksi mandiri.

Anda mungkin juga menyukai