Anda di halaman 1dari 9

BAB V

PEMBAHASAN

Pada bab V ini akan diuraikan lebih lanjut terkait pemaparan hasil penelitian

dengan didukung data yang diperoleh dari hasil wawancara dan teori yang

digunakan.

A. Gaya Bahasa Kumpulan Puisi Melipat Jarak karya Sapardi Djoko


Damono
Kecenderungan gaya bahasa yang digunakan pada objek penelitian ini

adalah menggunakan gaya bahasa perbandingan yang didominasi oleh gaya

bahasa personifikasi. Gaya bahasa perbandingan merupakan gaya bahasa yang

membandingkan dua hal secara bersamaan berdasarkan sifat yang dimiliki

keduanya. Windusari (2014:56) mengungkapkan bahwa perbandingan itu

sendiri merupakan salah satu cara dalam memahami sekaligus menampilkan

aspek-aspek kehidupan secara berbeda. Selain itu juga dapat menjadikan puisi

memiliki rasa bahasa yang kuat dan lebih hidup.

Sajak-sajak Sapardi merupakan sajak yang lembut dan sederhana.

Kekuatannya terletak dalam kesederhanaan liris dalam menyajikan masalah

manusia yang universal. Kata-kata biasa, sehari-hari, ditangan Sapardi

menghasilkan metafor baru, juga imaji lembut dan indah. Inilah salah satu ciri

khas gaya bahasa yang digunakan Sapardi yang mampu menyajikan

pemandangan dramatis karena benda-benda yang biasa kita pandang sebagai

benda mati bisa melakukan dialog dan tindakan. Seperti ungkapan Soemanto

(2006:96) bahwa puisi-puisi Sapardi menskemakan imaji-imaji manusia secara

93
94

simbolis dan alegoris. Seperti gaya bahasa personifikasi yang terdapat dalam

puisinya yang berjudul Pohon Rambat.

Pohon rambat itu mendaki anjang-anjang yang kau jalin di


pekarangan belakang rumahmu.
...
Dan belalainya mulai berpikir ke mana lagi harus mendaki

Sapardi menggambarkan seolah-olah pohon rambat itu memiliki sifat-

sifat kemanusiaan seperti mendaki, dan berpikir. Pada kenyataannya sifat asli

dari pohon rambat tersebut dapat dijelaskan dengan kata tumbuh atau

berkembang. Hal ini sesuai dengan pengertiannya bahwa gaya bahasa

personifikasi ialah jenis gaya bahasa yang meletakkkan sifat-sifat insani

kepada benda yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak (Tarigan, 2013:17).

Gaya bahasa personifikasi yang menimbulkan efek lebih hidup juga terdapat

dalam puisi yang berjudul Sepasang Lampu Beca, “ada sepasang lampu beca

bernyanyi lirih di muara gang.”

Selain gaya bahasa perbandingan, pemakaian gaya bahasa repetisi

dalam puisi Sapardi juga mendominasi dibanding dengan yang lainnya.

Perulangan atau repetisi adalah gaya bahasa yang mengandung perulangan

bunyi, suku kata, kata atau frase ataupun bagian kalimat yang dianggap penting

untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai (Tarigan,

2013:175). Berikut adalah beberapa puisi yang menggunakan gaya bahasa

repetisi, yaitu: Gadis Kecil; Sepatu; Tentu. Kau Boleh; Sajak-sajak Kecil

Tentang Cinta; Pagi; dan Sunyi yang Lebat.

Gaya bahasa pertentangan juga digunakan oleh Sapardi. Adapun efek

yang ditimbulkan dari penggunaan gaya bahasa ini adalah memberi penekanan
95

pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan

dan pengaruhnya. Puisi yang menggunakan gaya bahasa pertentangan yakni:

Pohon Rambat; Sajak Tafsir; Sepatu; Sajak-sajak Kecil Tentang Cinta; dan

Sepasang Lampu Beca.

Sedangkan gaya bahasa pertautan juga penulis temukan dalam

penelitian ini. Gaya bahasa tersebut terdapat dalam puisi Sajak Tafsir; Tiga

Sajak Kecil; Pagi; Tiga Sajak Ringkas Tenang Cahaya. Hanya terdapat satu

jenis gaya bahasa di dalamnya, yakni gaya bahasa erotesis. Gaya bahasa ini

merupakan pertanyaan yang digunakan dalam tulisan atau pidato yang

bertujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang

wajar, dan sama sekali tidak menuntut suatu jawaban (Tarigan, 2013:130).

B. Implikasi Gaya Bahasa Kumpulan Puisi Melipat Jarak karya Sapardi

Djoko Damono dalam Pembelajaran Menulis Puisi di Madrasah Aliyah

Negeri 1 Trenggalek

Pengajaran bahasa dan sastra Indonesia dalam dunia pendidikan

bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berbahasa, mengembangkan

kepribadian, memperluas wawasan kehidupan dan pengetahuan melalui karya

sastra. Pemanfaatan karya sastra dalam pembelajaran memberikan kesadaran

bagi peserta didik untuk menghargai dan membanggakan sastra Indonesia

sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. Hal ini sejalan

dengan pendapat Percy (1981: 3) bahwa terdapat enam manfaat menulis kreatif

sastra yaitu , (1) sebagai alat untuk mengungkapkan diri, (2) sebagai alat untuk

memahami, (3) sarana untuk membantu mengembangkan kepuasan dan


96

kebanggaan pribadi, (4) sarana untuk meningkatkan kesadaran dan persepsi

tentang lingkungan seseorang, (5) sarana untuk terlibat secara aktif dalam suatu

hal, dan (6) sarana untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan

berbahasa.

Pada kurikulum 2013 pelajaran bahasa dan sastra Indonesia SMA/MA

kelas X terdapat materi tentang apresiasi puisi. Tujuan yang ingin dicapai dari

pembelajaran tersebut siswa mampu untuk menganalisis dan menulis puisi

dengan memperhatikan unsur pembangun puisi. Gaya bahasa sebagai salah

satu unsur pembangun puisi dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan

pembelajaran menulis kreatif sastra. Pemakaian gaya bahasa menunjukkan

kekayaan kosakata pemakainya, itulah sebabnya pembelajaran gaya bahasa

merupakan suatu teknik penting untuk mengembangkan kosakata siswa

(Tarigan, 2013:5). Pendapat serupa juga diungkapkan dalam kegiatan

wawancara guru bahasa Indonesia yakni Ibu Dewi

“Ya. Selain siswa diberi materi tentang hakikat puisi seperti pengertian
puisi, jenis-jenis puisi, dan unsur-unsur pembangun puisi yang salah satunya
adalah gaya bahasa sebagai unsur yang penting dalam proses kreatif menulis puisi
menurut saya melalui gaya bahasa bisa membantu siswa untuk mengungkapkan
gagasan atau perasaan mereka dengan bahasa yang lebih indah dan juga sebagai
sarana untuk mengembangkan pemahaman dan kemampuan berbahasa siswa.”

Untuk mencapai keberhasilan suatu tujuan pembelajaran, guru harus

mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan dan menarik. Selain

itu, penguasaan guru terhadap materi yang diajarkan juga mutlak diperlukan.

Hal ini tidak terlepas dari pemilihan teknik, metode, bahan ajar, atau sumber

belajar yang digunakan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, guru


97

menggunakan 12 puisi dalam kumpulan puisi Melipat Jarak sebagai sumber

belajar siswa dalam proses menulis puisi

“Ya bahan ajar yang digunakan disesuaikan dengan materinya Mbak. Kalau
untuk pembelajaran puisi saya menggunakan beberapa sumber belajar, seperti
buku teks, dan beberapa kumpulan puisi Pak Sapardi untuk menumbuhkan
kecintaan terhadap karya sastra, memperkenalkan penyair Indonesia dan
beberapa karyanya, dan jika dikaitkan dengan pembelajaran menulis puisi ini di
dalam karya-karya beliau itu terdapat banyak jenis gaya bahasanya Mbak.”

Berdasarkan hasil analisis 12 puisi yang digunakan guru sebagai sumber

belajar, ditemukan 13 jenis gaya bahasa dengan jumlah keseluruhan gaya

bahasa yang ada dalam puisi tersebut sebanyak 47 gaya bahasa. Hal ini

menunjukkan bahwa kumpulan puisi tersebut layak digunakan sebagai sumber

belajar siswa dalam pemahaman gaya bahasa, diukur dari kesesuaian jenis gaya

bahasa yang muncul di dalamnya dengan jenis-jenis gaya bahasa yang

dipaparkan guru dalam kegiatan pembelajaran.

Hal yang sangat penting dalam pengajaran apresiasi puisi adalah

terciptanya iklim belajar yang kondusif di dalam kelas. Untuk itu terdapat

prosedur penyajian sebagai berikut, (1) pelacakan pendahuluan; (2) penentuan

sikap; (3) introduksi; (4) diskusi dan pengukuhan (Gani dalam Esti, 2013:65).

Namun, semua teori dalam apresiasi puisi tidak akan ada pengaruhnya jika

siswa tidak langsung diperkenalkan dengan puisi. Tegasnya, siswa harus

bergumul dengan puisi. Siswa harus bergulat dan bergelut dengan puisi secara

intens (Esti, 2013:66).

Dikaitkan dengan penelitian terdahulu Tri Windusari, dalam penelitiannya

menyebutkan bahwa kumpulan puisi Hujan Bulan Juni karya Sapardi Djoko

Damono dapat dijadikan sebagai bahan ajar. Puisi-puisi yang terdapat dalam
98

kumpulan puisi ini kaya akan penggunaan gaya bahasa. Hasil penelitian

tersebut semakin menambah deretan bahwa puisi-puisi karya Sapardi Djoko

Damono dapat digunakan sebagai sumber belajar puisi dan gaya bahasa.

Sumber belajar dikatan baik jika mampu mencapai output atau hasil dari

tujuan pembelajaran. Data hasil analisis puisi karya siswa dimaksudkan untuk

mengetahui apakah penggunaan sumber belajar eksplorasi gaya bahasa dalam

kumpulan Sapardi memiliki implikasi terhadap gaya bahasa menulis puisi

siswa. Hasil wawancara dengan guru menyebutkan bahwa terdapat implikasi

penggunaan sumber belajar pada puisi karya siswa

“Kalau dikatakan memiliki dampak, pasti ada. Jika dilihat dari hasil
menulisnya bisa diketahui perubahan-perubahan kosakata dan pilihan katanya
dalam menulis puisi Mbak.”

Hal tersebut juga dapat dilihat dari penggunaan gaya bahasa pada salah

satu puisi karya siswa berikut ini

Suara Sunyi

Awan hitam melukis langit putih


Burung gagak terbang dengan letih
Debu-debu jalanan tersorot lampu kota
Lalu lalang kendaraan seperti riuh ombak samudra

Suara-suara yang tak sampai kepada kota


Adalah sunyi Yang Maha
Hembusan nafas serpihan perih
Menebarkan kemurnian cinta dengan letih
Pohon-pohon yang tenang merunduk sepi
Sinar rembulan menelanjangi malam
Keruh air kode tak bisa bersembunyi
Tiga ekor blibis berbaris menjadi saksi
Gelapnya gua cermai mengurung kesunyian
Rumput-rumput liar menutupi batu-batu

lampiran 4 (S.04)
99

Puisi dengan judul Suara Sunyi karya Asrul Mu’an tersebut memiliki enam

gaya bahasa di dalamnya. Pada larik pertama ‘awan hitam melukis langit putih’

memiliki dua jenis gaya bahasa, yakni gaya bahasa personifikasi pada kata

‘melukis’, dan gaya bahasa oksimoron pada kata berlawanan ‘awan hitam dan

langit putih’. Hal ini sesuai dengan teori Tarigan (2013:17) yang menyatakan

personifikasi adalah jenis majas yang meletakkan sifat-sifat insani pada benda

yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Pilihan kata ‘melukis’ pada puisi

tersebut mencoba menghidupkan bagaimana awan hitam bisa melukis langit

putih, di mana kegiatan atau sifat tersebut hanya dapat dilakukan dan dimiliki

oleh manusia. Gaya bahasa personifikasi lainnya juga dapat ditemui pada

pilihan diksi ‘burung gagak terbang dengan letih/pohon-pohon yang tenang

merunduk sepi/sinar rembulan menelanjangi malam//. Pada Gaya bahasa

oksimoron terdapat pada pilihan diksi ‘awan hitam dan langit putih’. Dua

diksi tersebut memiliki pertentangan kata pada frasa yang sama sebagaimana

pendapat yang dikemukakan Tarigan mengenai gaya bahasa oksimoron.

Perumpamaan juga ditemui pada larik keempat ‘lalu lalang kendaraan

seperti riuh ombak samudra’, pilihan diksi tersebut mengumpamakan lalu

lalang kendaran dengan menggunakan kata penyerupa riuh ombak di samudra.

Perumpamaan menurut Tarigan (2013:9) adalah perbandingan dua hal yang

pada hakikatnya bertalian dan yang sengaja kita anggap sama yang kemudian

dijelaskan oleh kata penyerupa, yakni: seperti, ibarat, bak, sebagai, umpama,

laksana, penaka, dan serupa. Pada larik tersebut kata penyerupa yang

digunakan adalah kata ‘seperti’. Gaya bahasa elipsis sebagai salah satu jenis
100

gaya bahasa pertautan juga terdapat pada larik ke tujuh ‘hembusan nafas

serpihan perih’. Penghilangan salah satu atau beberapa unsur penting dalam

konstruksi sintaksis yang lengkap terjadi pada larik tersebut, yakni

penghilangan subjek dan predikat sekaligus.

Gaya bahasa perulangan juga terdapat dalam puisi tersebut, yakni gaya

bahasa aliterasi, dan asonansi. Aliterasi terdapat pada diksi ‘hembusan nafas

serpihan perih/menebarkan kemurnian cinta dengan lirih//’. Sesuai dengan

makna aliterasi menurut Keraf (2016:130) yakni gaya bahasa repetisi yang

berwujud perulangan konsonan yang sama. Perulangan konsonan tersebut

terdapat pada kata terakhir masing-masing larik puisi. Sedangkan gaya bahasa

asonansi sebagai gaya bahasa repetisi yang berwujud perulangan bunyi vokal

yang sama (Keraf, 2016:130) terdapat pada pilihan diksi ‘suara-suara yang tak

sampai kepada kata/adalah doa sunyi Yang Maha//’. Hal ini menunjukkan

bahwa terdapat implikasi terhadap penggunaan gaya bahasa kumpulan puisi

Melipat Jarak terhadap hasil menulis puisi siswa. Jenis-jenis gaya bahasa pada

puisi karya siswa lainnya dapat dilihat pada lampiran 4.

Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis data terhadap puisi karya siswa,

ditemukan 17 jenis gaya bahasa dengan jumlah keseluruhan gaya bahasa yang

ada dalam puisi tersebut sebanyak 69 gaya bahasa. Diantara jenis gaya bahasa

tersebut adalah gaya bahasa perumpamaan, metafora, personifikasi,

oksimoron, sinisme, paradoks, erotesis, elipsis, aliterasi, asonansi, tautotes,

anafora, epistrofa, simploke, dan mesodiplosis. Pemunculan berbagai macam

jenis gaya bahasa pada puisi karya siswa tersebut menunjukkan bahwa sumber
101

belajar yang digunakan mampu meningkatkan keterampilan berbahasa, dan

memperkaya kosakata siswa. Selain itu tujuan dari pengajaran apresiasi puisi

dapat tercapai, yakni siswa mampu menulis puisi bebas dengan menggunakan

pilihan kata yang sesuai dan siswa mampu menganalisis unsur-unsur

pembangun puisi.

Anda mungkin juga menyukai