Anda di halaman 1dari 9

Vol. / 07 / No.

03 / Oktober 2015

Gaya Bahasa dan Nilai Pendidikan dalam Cerita


Bersambung Gurunadi Karya Ismoe Rianto
pada Majalah Panjebar Semangat Tahun 2014

Oleh: Ahad Rohyati


Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Ahadrohyati@yahoo.co.id

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan gaya bahasa yang ada dalam
Cerita bersambung Gurunadi karya Ismoe Rianto dan (2) mengetahui jenis nilai pendidikan
yang ada dalam cerita bersambung Gurunadi karya Ismoe Rianto.Jenis penelitian ini termasuk
jenis penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah Cerita
Bersambung “Gurunadi” karya Ismoe Rianto, dan data dalam penelitian ini berupa kutipan-
kutipan dalam Cerita Bersambung “Gurunadi“ karya Ismoe Rianto berupa dialog-dialog yang
didalamnya terdapat penggunaan gaya bahasa. Selain itu, juga berupa berupa kutipan-kutipan
dialog yang mengandung nilai pendidikan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik
pustaka dan teknik simak catat. Instrumen penelitian yang digunakan adalah human
instrument yang dibantu buku tentang sastra dan cerita bersambung serta kartu pencatat
data. Teknik analisi data yang digunakan adalah metode analisis. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Cerita Bersambung “Gurunadi“ karya Ismoe Rianto mengandung gaya
pendidikan dan nilai pendidikan, gaya bahasa yang digunakan antara lain yaitu gaya bahasa
retoris yang terdiri dari asidenton (1 data) dan hiperbola (9 data), gaya bahasa kiasan yang
terdiri dari persamaan/simile (8 data), personifikasi (6 data), metonimia (9 data), epitet (5
data). Dan nilai pendidikan yang terdapat dalam Cerita Bersambung “Gurunadi“ karya Imoe
Rianto antara lain nilai pendidikan agama (2 data), nilai pendidikan sosial (6 data), nilai
pendidikan budaya (6 data), dan nilai pendidikan moral yang berhubungan dengan Tuhan (2
data), nilai pendidikan moral yang berhubungan dengan sesama manusia (12 data), dan nilai
pendidikan moral yang berhubungan dengan diri sendiri (14 data).

Kata kunci: gaya bahasa, cerita bersambung Gurunadi

Pendahuluan
Karya sastra merupakan gambaran kehidupan manusia. Kehidupan itu
tersendiri merupakan kenyataan sosial yang mencakup hubungan antar manusia
dengan Tuhan, sesama, alam, dan diri sendiri. Dalam kehidupan berbahasa terkadang
bersifat metaforis dan imajinatif. Bahasa yang bersifat metaforis dan imajinatif
biasanya dalam karya sastra melebih-lebihkan sebuah imajinatif yang dituangkan oleh
pengarang melalui tulisannya. Hal demikian dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa
penasaran dan ketertarikan terhadap karya sastra. Sehingga pembaca mengerti dan
secara tidak langsung seperti terbawa ke dalam alur cerita.

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 118
Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Cerita bersambung sebagai salah satu karya sastra hasil budaya manusia banyak
menampilkan berbagai permasalahan yang menyangkut kehidupan manusia. Masalah-
masalah manusia pada umunya seperti halnya tingkah laku nafsu, keserakahan,
perjudian, perselingkuhan, pelacuran, penindasan, persahabatan, kemiskinan dan lain-
lain. Hal-hal demikian pula yang sering terjadi didalam alur sebuah cerita bersambung.
Kenyataan itu terkadang terasa sangat nyata dan hidup karena jalinan hubungan
tokoh-tokoh, tempat, dan peristiwa-peristiwa yang benar-benar ada atau pernah
terjadi pada masyarakat dalam kurun waktu tertentu.
Gaya bahasa dan nilai pendidikan dapat ditemukan dalam cerita bersambung.
Gaya bahasa bertujuan untuk memperindah alur cerita melalui kata-kata. Sedangkan
nilai merupakan suatu cara untuk menilai atau memberi penilaian, yang sudah
dipertimbangkan sebelumnya mengenai aspek-aspek nilai-nilai tertentu untuk
memberi suatu penghargaan atau aspiratif terhadap hal yang dicermati. Tanpa adanya
gaya bahasa maka karya sastra tersebut akan hilang estetika atau keindahannya dan
alur cerita karya tersebut akan monoton. Dengan adanya gaya bahasa juga bertujuan
untuk menarik masyarakat sekarang yang pada kenyataanya lebih memilih membaca
cerita berbahasa Indonesia yang lebih mudah di pahami isinya.

Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.
Menurut Ismawati (2011: 112) penelitian deskriptif kualitatif adalah suatu penelitian
yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang dipisah-pisahkan menurut
jenisnya untuk memperoleh suatu kesimpulan. Subjek penelitian dalam penelitian ini
adalah cerita bersambung Gurunadi karya Ismoe Rianto tahun pada panjebar
semangat tahun 2014. Objek penelitian yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah
gaya bahasa dan nilai pendidikan cerita bersambung Gurunadi karya Ismoe Rianto
dalam majalah panjebar semangat tahun 2014. Teknik pengumpulan data
menggunakan teknik pustaka, teknik simak, dan teknik catat. Instrumen utama adalah
peneliti yang dibantu dengan instrumen pendukung yaitu kartu pencatat data. Uji
keabsahan data pada penelitian ini ditekankan pada uji validitas dan reliabilitas.

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 119
Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

Kriteria keabsahan data menggunakan kredibilitas yang ditekankan pada teknik


ketekunan pengamatan. Teknik analisis data menggunakan analisis konten atau isi.
Selanjutnya teknik penyajian hasil analisis data menggunakan teknik informal. Menurut
Sudaryanto (1993: 145), metode informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa
tanpa menggunakan rumus atau simbol sehingga pembaca lebih mudah memahami
hasilnya karena uraian lebih terperinci, hasil analisis dipaparkan secara deskriptif
verbal dengan kata-kata biasa.

Hasil Penelitian
Hasil penelitian gaya bahasa dan nilai pendidikan dalam cerita bersambung
karya Ismoe Rianto pada majalah panjebar semangat tahun 2104 menunjukkan bahwa:
1) Gaya Bahasa dalam cerita bersambung Gurunadi karya Ismoe Rianto pada panjebar
semangat tahun 2014 meliputi gaya bahasa simile atau persamaan, gaya bahasa
asidenton, gaya bahasa hiperbola, gaya bahasa personifikasi, gaya bahasa epitet,
gaya bahasa metonimia.
a. Gaya bahasa simile atau persamaan
Merupakan perbandingan dengan kata-kata pembanding. Dalam cerita
bersambung Gurunadi terdapat 8 kutipan dengan 8 indikator salah satunya
seperti Jroning batin banjur ngakoni yen Anggraeni karo Anggarwati kaya-
kaya jambe sinigar loro. Jambe sinigar loro berarti kembar. Kalimat tersebut
menggambarkan sifat seseorang yang kembar dibandingkan dengan buah
pinang yang di belah dua.
b. Gaya bahasa asidenton
Suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat dan mampan di
mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan
dengan kata sambung. Dalam cerita bersambung Gurunadi terdapat 1 kutipan
dengan 1 indikator yaitu Lirwa marang kuwajiban. Nyepelekake wong lanang.
Ambegsiya. Nggregirisi. Njelehi. suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat
padat dan mampan di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 120
Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk itu biasanya


dipisahkan saja dengan koma (,).
c. Gaya bahasa hiperbola
Gaya bahasa hiperbola adalah semacam gaya bahasa yang mengandung
suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan suatu hal,
dalam cerita bersambung Gurunadi terdapat 6 kutipan dengan 6 indikator
salah satunya seperti Sirah ora mung ngelu nanging rasane kaya arep sigar.
Dalam hal ini hal tersebut adalah kepala yang memikirkan sesuatu masalah
yang sangat membuat pusing, sehingga kepala seakan mau pecah. Dalam gaya
bahasa ini frasa tersebut mengandung unsur berlebihan dan terlalu dibesar-
besarkan.
d. Gaya bahasa personifikasi
Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa yang meletakkan sifat-
sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak, dalam
cerita bersambung Gurunadi terdapat 6 kutipan dengan 6 indikator salah
satunya seperti Motor saya agak rewel, aloke bu Nita. Motor diibaratkan
sebagai seorang makhluk hidup, biasanya yang rewel adalah anak balita saat
merasakan haus, lapar, mangantuk, ataupun ingin buang air.
e. Gaya bahasa epitet
Gaya bahasa epitet adalah suatu frasa deskfriptif yang menjelaskan
suatu atau menggantikan nama seseorang atau barang. Dalam cerita
bersambung Gurunadi terdapat 5 kutipan dengan 5 indikator salah satunya
seperti Siji mbaka siji wadon nakal wiwit jumedhul ngrubung warung, Makna
dari wadon nakal tersebut adalah perempuan yang bekerja sebagai pekerja
seks komersial. Frasa tersebut memang sudah menjadi hal yang biasa
digunakan untuk meneyebut perempuan dengan pekerjaan tersebut.
f. Gaya bahasa metonimia
Gaya bahasa metonimia adalah suatu gaya bahasa yang menggunakan
sebuah kata untuk menyatakan hal lain, karena mempunyai pertalian yang
sangat dekat. Dalam cerita bersambung Gurunadi terdapat 9 kutipan dengan 9

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 121
Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

indikator salah satunya yaitu tingkah polahe wong lagi posah-pasihan ing
monitor BlackBerry. Maksud dari Blackberry tersebut adalah sebuah alat
komunikasi modern yang disebut handphone. Dalam gaya bahasa ini BlackBerry
menerangkan nama barang dengan barang yang dinamainya mempunyai
pertalian yang sangat dekat.
2) Nilai pendidikan dalam cerita bersambung Gurunadi karya pada majalah Panjebar
semangat tahun 2014 meliputi
a. Nilai pendidikan agama
Ginanjar (2012: 59) mengemukakan Nilai pendidikan agama atau
keagamaan dalam karya sastra sebagian manyangkut moral, etika,dan kewajiban,
dalam cerita bersambung Gurunadi terdapat 2 kutipan dengan 2 indikator salah
satunya yaitu Aku percaya yen bojoku sik kuwat imane, sumambunge karo
ngesun pipi. Kalimat tersebut menjelaskan bahwa kuat imannya merupakan
suatu kondisi seseorang yang tetap memegang teguh tuntunan agamanya
sesuai dengan perintah Tuhan, dengan tidak melakukan sesuatu yang dilarang
dalam agamnya.
b. Nilai pendidikan budaya
Nilai pendidikan budaya adalah suatu sistem nilai budaya biasanya
berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Dalam cerita
bersambung Gurunadi terdapat 6 kutipan dengan 6 indikator salah satunya yaitu
Ing adicara kirab penganten, para tamu pating pencereng. Maksud dari
kalimat tersebut adalah salah satu adat istiadat Jawa dalam hal perkawinan
yang berupa arak-arakan yang etrdiri dari domas cucuk lampah dan keluarga
untuk menjemput atau mengiringi pengantin yang akan keluar dari tempat
panggih ataupun akan memasuki tempat panggih. Kirab merupakan
penghormatan kepada kedua pengantin yang dianggap sebagai raja sehari
yang diharapkan kelak dapat memimpin dan membina keluarga dengan baik.
c. Nilai pendidikan sosial
Nilai pendidikan sosial adalah nilai sosial merupakan suatu kumpulan sikap
dan perasaan yang diwujudkan melalui perilaku yang mempengaruhi perilaku

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 122
Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

seseorang yang memiliki nilai tersebut. Nilai pendidikan sosial dalam karya sastra,
bisa berasal dari hal-hal yang positif dan negative. Dalam cerita bersambung
Gurunadi terdapat 6 kutipan dengan 6 indikator salah satunya yaitu Jenenge
kanca, ora ketok sedina nganti rong dina apa ora kuwatir. Widiantoro semaur
entheng. Frasa tersebut menjelaskan kepedulian terhadap sesama teman yang
tidak kelihatan selam sehari bahakan dua hari, kekhawatiran muncul karena
rasa kedekatan mereka yang sudah seperti keluarga. Nilai pendidikan sosial
dalam frasa tersebut menunjukkan kepedulian dan perhatian terhadap
sesama teman.
d. Nilai pendidikan moral
Nilai pendidikan moral dibagi menjadi 3 yaitu 1) moral yang mencakup
hubungan manusia dengan Tuhan, dalam cerita bersambung Gurunadi terdapat 5
kutipan dengan indikator 5 salah satunya yaitu sawise nginguk Anggara sinau
sawetara, Piguna mlebu kamar, nata ambegan. Netremake pikiran, ndedonga
ngaturake geng panuwun marang Kang Maha Agung. Frasa tersebut
menjelaskan bahwa ungkapan terima kasih. Piguna kepada Tuhan Yang Maha
Agung karena telah memberikan berkah, hidayahnya atas hari-hari yang telah
dilalui dengan baik. 2) moral yang mencakup hubungan manusia dengan manusia
lain dalam lingkup sosial termasuk dalam hubungan dengan lingkungan alam, dalam
cerita bersambung Gurunadi terdapat 12 kutipan dengan 3 indikator salah satunya
pada indikator tanggung jawab yaitu Piguna pegawe sing ngerti kuwajiban.
Kalimat tersebut menjelaskan Piguna adalah orang yang tahu akan
kewajibannya sebagai seorang pegawai di tempat kerjanya. Orang yang tahu
akan kuwajibannya, tahu apa yang seharusnya dia kerjakan merupakan ciri-ciri
yang dapat dikatakan orang yang bertanggungjawab. Pada indikator rasa cinta
yaitu Nyumurupi sayur lan iwak karemane Piguna, Anggraeni gagehan
nglumahake piring, nyidhuk sega, nyidhuk sayur, dijangkepi mendhol. Sawise
diulungake Piguna, lagi ngladeni awake dhewe. Pada indikator rasa hormat yaitu
Sugeng ndalu! Piguna ngacarani. Hhh Danu Probo Kepala Kantore mangsuli.
Nilai pendidikan moral terhadap sesama manusia wujud rasa hormat dalam

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 123
Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

kutipan tersbut terdapat pada frasa “Sugeng ndalu! Piguna ngacarani…”


‘Selamat malam! Piguna mendahului…’. Frasa tersebut menjelaskan rasa
hormat yang dilakukan Piguna terhadap Danu Probo selaku kepala kantor di
tempatnya bekerja. Dengan mendahului salam ketika baru melihat
menggambarkan rasa hormat yang tinggi terhadap seorang yang menjadi
kepala kantornya. 3) moral yang berhubungan manusia dengan diri sendiri, dalam
cerita bersambung Gurunadi terdapat 14 kutipan dengan 4 indikator salah satunya
pada indikator Danu Probo manthuk lan akon Piguna njarwati, polatane
Ningrum katon binger sumringah, kebak pengarep-arep Danu Probo manthuk
lan akon Piguna njarwati, polatane Ningrum katon binger sumringah, kebak
pengarep-arep. Kalimat tersebut tersebut menggambarkan seseorang yang
sedang bahagia atau senang, terlihat dari wajahnya. Kebahagiaan yang penuh
harapan. Pada indikator rasa sedih salah satunya yaitu Batine nelangsa, jalaran
ora kuwawa ngayomi Nano lan rumangsa kedosan marang Widiastuti. Nilai
pendidikan moral manusia terhadap diri sendiri wujud rasa sedih dalam
kutipan tersebut terdapat dalam frasa “Batine nelangsa…” frasa tersebut
menggambarkan hati yang sedang bersedih, merasa tidak enak, dan juga
merasa bersalah karena tidak mampu mengasuh keponakannya dengan baik.
Rasa sedih itu muncul karena adanya emosi yang tidak terlampiaskan,
disimpan dalam hati dan menjadi kesedihan yang di rasa sendiri. Pada indikator
rasa marah salah satunya adalah Widiantorosing wis pirang-pirang dina
ngempet sajake wis entek sabare. Yen ora gelem kanggonan mbok terus terang
wae. Pancen aku gak sanggup. Krungu swarane Triasna sing atos, Widiantoro
muntab, mung wae ora gelem ndedawa ukara. Nilai pendidikan moral manusia
terhadap diri sendiri wujud rasa marah dalam kutipan tersebut terdapat pada
kalimat “…Widiantoro sing wis pirang-pirang dina ngempet sajake wis entek
sabare…” ‘…Widiantoro yang sudah beberapa hari menahan kayaknya sudah
habis sabarnya…’. Frasa tersebut menjelaskan bahwa Widiantoro yang selama
beberapa hari ini menahan rasa kesal dan marahnya, dan pada akhirnya sudah
kehabisan kesabaran. Namun tidak diluapkan dengan suatu perbuatan yang

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 124
Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Widiantoro memilih diam. Pada
indikator rasa takut salah satunya yaitu Apa maneh bareng Triasna blaka,
anane ora gelem ngladeni Widiantoro jalaran wedi mbobot. Triasna sajake isih
kanji lan injit-injiten, ngelingi anake sing mung umur telung jam. Nilai
pendidikan moral manusia terhadap diri sendiri wujud rasa takut dalam
kutipan tersebut terdapat frasa “… wedi mbobot…” ‘…takut hamil…’. Frasa
tersebut menjelaskan ketakutan seorang perempuan untuk hamil dikarenakan
kejadian di masa lalu, yaitu bayinya yang telah lahir hanyabertahan sampai 3
jam dan akhirnya meninggal. Maka dari itu Triasna takut untuk hamil kembali,
diapun masih merasa trauma. Manusia sering kali merasakan rasa takut yang
berlebihan terdahap suatu kejadian yang diakibatkan di masa lalu, seringkali
manusia justru kalah dengan rasa takut itu sehingga menimbulkan suatu sikap
yang kurang baik untuk dirinya sendiri.

Simpulan
Dari uraian di atas dapat diperoleh simpulan bahwa gaya bahasa yang
terdapat dalam cerita bersambung Gurunadi adalah simile (8) yang tercermin
dalam Seperti di dorong saja pada bagian 2: 9, Kaya Terompet pada bagian 5: 20,
kaya-kaya jambe sinigar loro pada bagian 20:19, Bebasan pada bagian 21:19, Kaya
tong glundhung pada bagian 5: 20, kaya kucing kecemplung Got pada bagian 5: 20,
Kaya ara-ara panggonan angon wedus pada bagian 17: 19, Kaya ora ngambah
lemah bagian 25: 19, personifikasi (6) tercermin pada Wektu sing lumaku pada
bagian 1: 19, Motor saya agak rewel pada bagian 2: 19, kluruk rame pada bagian 2:
19, wengine teras pada bagian 7: 20, Jroning batin dumadi perang rame pada
bagian 15: 19, jerit atine pada bagian 17: 20,epitet (5) tercermin pada Mambu
kembang pada bagian 1:19, Bale wisma pada bagian 7: 20, Esuk sore pada bagian
18: 20, Wadon nakal pada bagian 8: 20, unting-unting pada bagian 9: 19,
metonimia (9) Sedhan abang bata pada bagian 1: 20, Rodha papat pada bagian 7:
20, Blackberry pada bagian 8: 19, Dji Sam Soe pada bagian 16: 19, Super Mi pada
bagian 16: 19, Sendhok pada bagian 5: 19, asidenton (1) tercermin pada

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 125
Vol. / 07 / No. 03 / Oktober 2015

nyepelekake wong lanang. Ambegsiya. Nggregirisi. Pada bagian 20: 20, hiperbola
(6) tercermin pada Sewu dalan dilakoni pada bagian 10: 19, Setan wong wae ora
wani nyedhak pada bagian 15: 19, Kaget setengah mati pada bagian 23: 19, Pancen
ora umum bagian 2: 20, Arep sigar sirahe pada bagian 8: 20.
Nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita bersambung Gurunadi karya
Ismoe Rianto adalah nilai pendidikan budaya (6), nilai pendidikan agama (2), nilai
pendidikan sosial (6), nilai pendidikan moral yang berhubungan dengan Tuhan (5),
nilai-nilai pendidikan moral yang berhubungan dengan sesama manusia yang
berwujud rasa tanggung jawab (4), rasa cinta (2), rasa hormat (6), nilai-nilai
pendidikan moral manusia terhadap diri sendiri yang berwujud rasa senang (2),
rasa sedih (6), rasa marah (4), dan rasa takut (2).

Daftar Pustaka

Ginanjar, Nurhayati. 2012. Pengkajian Prosa Fiksi Teori dan Praktik. Surakarta.

Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Bahasa & Sastra. Surakarta: Yuma Pustaka.

Keraf, Gorys. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Moleong, Lexy. 2011. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 2002. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press

Jurnal Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa_Universitas Muhammadiyah Purworejo 126

Anda mungkin juga menyukai