Anda di halaman 1dari 20

I.

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Karya sastra tidak lahir dari kekosongan. Artinya, meski karya sastra merupakan
sebuah rekaan, ada sesuatu yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca
lewat karyanya tentang kehidupan ataupun sebuah pemikiran. Mempelajari karya
sastra berarti mempelajari kehidupan yang tergambar di dalamnya. Karya sastra
merupakan cerminan dari kehidupan nyata manusia yang disusun dengan bahasa
yang khas yang tidak biasa digunakan dalam komunikasi sehari-hari. Oleh karena
itu, untuk memahami karya sastra, maka diperlukan pengetahuan tentang bahasa
sastra.

Bahasa sastra merupakan bahasa yang indah. Tidak hanya mementingkan makna,
bahasa sastra juga mementingkan nilai estetis dan kesan yang akan ditangkap
pembaca. Setiap penulis pun memiliki gaya bahasa yang berbeda-beda dalam
menuliskan karyanya. Oleh sebab itu, beberapa penulis dapat langsung dikenali
hanya dengan membaca tulisannya. Gaya bahasa khas milik penulis ini juga
dikenal dengan istilah stilistika.

Salah satu jenis karya sastra yang jelas menonjolkan gaya bahasa penulisnya
adalah puisi. Puisi banyak mengandung kata-kata bernilai estetis tinggi yang
memberi kesan indah ketika dibaca. Kata-kata yang dipilih banyak menggunakan
majas-majas. Majas ini adalah kata-kata berkias yang digunakan untuk
memberika kesan indah pada suatu tulisan ataupun ujaran. Puisi termasuk dalam
jenis sastra lama, seperti mantera, gurindam, atau pantun. Puisi umumnya dikenal
dalam dua tipe yakni tipe naratif dan tipe lirik. Penulis puisi lazim disebut penyair.

Dalam sejarahnya, Indonesia memiliki segudang penyair berbakat bahkan penyair


dengan puisinya memegang peranan penting dalam perjuangan merebut
kemerdekaan. Namun kini seiring perkembangan zaman, puisi pun berkembang
dalam segala aspek, baik bentuk, tema, maupun gaya bahasa. Hal ini juga
dipengaruhi oleh banyak penyair muda yang bermunculan. Salah satu penyair

1
yang produktif di Indonesia saat ini adalah M. Aan Mansyur. Penyair kelahiran
Bone 14 Januari 1982 ini telah menerbitkan belasan karya baik perorangan
maupun antologi. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah sebuah buku
kumpulan puisi bertajuk ‘Tidak Ada New York Hari Ini’.

‘Tidak Ada New York Hari Ini’ merupakan buku kumpulan puisi yang ditulis
berdasarkan skenario film ‘Ada Apa Dengan Cinta 2’. Dengan kata lain,
kumpulan puisi ini ditulis untuk kepentingan film tersbeut. Puisi-puisi dalam buku
puisi ini mengambil tema cinta dan kehilangan sesuai dengan tema filmnya. Gaya
bahasa yang digunakan sangat puitis dan indah mampu menghanyutkan pembaca,
namun tetap memberikan pesan yang kuat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
mengkaji gaya bahasa, khususnya penggunaan majas dalam buku kumpulan puisi
ini.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah
1. Bagaimanakah tipe gaya bahasa dalam puisi pada puisi dalam buku
kumpulan puisi Tidak Ada New York Hari Ini?
2. Bagaimanakah makna gaya bahasa pada puisi dalam buku kumpulan puisi
Tidak Ada New York Hari Ini?

3. Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah
1. Mendeskripsikan gaya bahasa yang digunakan pada puisi dalam buku
kumpulan puisi Tidak Ada New York Hari Ini;
2. Mendeskripsikan makna gaya bahasa pada puisi dalam buku kumpulan
puisi Tidak Ada New York Hari Ini.

2
II. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Gaya Bahasa
Menurut Wren and Martin (Siswantoro, 2016: 115) Gaya bahasa (figures of
speech) adalah bentuk ungkapan biasa atau penyimpangan dari jalan pikiran
lumrah sebagai usaha untuk memperoleh efek tertentu. Selanjutnya dijelaskan
oleh Siswantoro (2016: 115) bahwa
gaya bahasa (figures of speech) adalah suatu gerak membelok dari bentuk
ekspresi sehari-hari atau aliran ide-ide yang biasa untuk menhasilkan suatu
efek yang luar biasa.

Oleh karena itu, dapat dikatakan gaya bahasa berarti cara khas seorang pengarang
dalam menuliskan karyanya sebagai usaha untuk mengekspresikan diri dan
perasaan dengan cara yang tidak biasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Suharso dan Retnoningsih, 2013: 152) gaya bahasa adalah cara khas dalam
menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan ataupun lisan.

Tujuan utama penggunaan gaya bahasa adalah untuk memberikan efek indah atau
estetis ketika dibaca. Hal ini sejalan dengan yang diutarakan oleh Kutha Ratna
(2014: 67) bahwa gaya bahasa bertujuan untuk menghadirkan aspek keindahan.
Selanjutnya masih dalam Kutha Ratna, tujuan ini terjadi baik dalam kaitannya
dengan penggunaan bahasa dalam aspek kebahasaan atau ruang lingkup lingusitik
maupun dalam ruang lingkup penulisan kreatif sastra.

Dalam puisi, penggunaan gaya bahasa banyak berbentuk penggunaan kata-kata


yang bermakna konotatif. Hal ini terjadi karena makna denotative dirasa memiliki
keterbatasan. Makna lugas yang sebenarnya jika digunakan dalam penulisan karya
sastra akan membuat penyair sulit untuk berekspresi dan membuat sebuah karya
terkesan kaku. Dengan menggunakan gaya bahasa penyair dapat memperkaya
makna sehingga pesan yang ingin disampaikan lebih intensif sampai kepada
pembaca.

3
2. Pengertian Majas
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, majas merupakan cara melukiskan
sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan dengan sesuatu yang lain; kiasan.
Hal ini kemudian dipertegas oleh Kutha Ratna yang mengemukakan bahwa majas
adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud penulis dalam rangka
memperoleh aspek keindahan dalam tulisan atau perkataan. Secara tradisional,
bentuk inilah yang disebut dengan aya bahasa. Dengan kata lain, majas disamakan
dengan gaya bahasa. Sementara menurut teoei sastra kontemporer (Kutha Ratna,
2014: 164) majs merupakan bagian kecil dari gaya bahasa sehinga dapat
dikatakan bahwa gaya bahasa mempunyai ruang lingkup yang lebih luas daripada
majas.

Secara umum majas dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar, yakni


majas perbandingan, majas pertentangan, majas pertautan, dan majas perulangan.
1) Majas Perbandingan
Majas perbandingan merupakan majas yang menunjukkan perbandingan
antara sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk meningkatkan kesan dan
pengaruhnya terhadap pembaca. Majas perbandingan dibagi lagi dalam
beberapa jenis, diantaranya:
a. Perumpamaan
Majas ini disebut juga dengan simile yang ditandai dengan
penggunaan kata-kata pembanding yang menyamakan sesuatu
dengan sesuatu yang lain. Contoh: kasih ibu bagai mentari yang
tak lelah menyinari.
b. Metafora
Majas ini pemakain suatu kata atau kelompok kata bukan makna
sebenarnya melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan
persamaan atau perbandingannya. Contoh: pemuda adalah tulang
punggung negara.
c. Personifikasi

4
Majas ini membandingkan benda mati memiliki ciri seperti benda
hidup. Contoh: ombak berkejar-kejaran di tepi pantai.
d. Alegori
Majas ini ditandai dengan penggunaan kiasan atau penggambaran
dengan sebuah uraian atau ungkapan. Contoh: Menjalani
kehidupan rumah tangga sama halnya seperti kita mengarungi
lautan dengan sebuah bahtera
e. Antithesis
Majas ini menunjukkan perbandingan atas sesuatu yang
berlawanan. Contoh: besar-kecil, tua-muda, laki-perempuan ikut
menonton.
2) Majas pertentangan
a. Hiperbola
Majs ini ditunjukkan dengan penggunaan kata yang melebihi sifakt
atau keadaan aslinya. Contoh: senyummu membelah hatiku.
b. Litotes
Majas ini ditandai dengan penggunaan kata yang dimaksudkan
untuk merendahkan diri. Contoh: kapan-kapan mampirlah ke
pondok kami.
c. Ironi
Majas ini ditandai dengan ungkapan halus yang dimaksudkan
sebagai sindiran. Contoh: bagus sekali tulisanmu, aku sampai tidak
bisa membacanya.
d. Oksimoron
Majas ini ditandai penempatan dua antonym atau kata yang
berlawanan makna dalam kelompok kata yang sama. Contoh:
masalah itu sudah menjadi rahasia umum.
e. Paronomasia
Paronomasia adala majas yang memiliki kemiripan bunyi tapi
memiliki makna berbeda. Contoh: tanggal dua kemarin, gigiku
tanggal dua.

5
f. Paralipsis
Majas ini digunakan untuk menerangkan apa yang tersirat di dalam
kalimat itu sendiri. Contoh: semoga nenek mendengarkan
permintaan kalian (maaf) bukan bermaksud menolaknya.
g. Zeugma
Majas ini ditandai dengan penggunaan kata yang tidak logis dan
tidak gramatikal dan seringkali rancu. Contoh: ia sangat marah,
lalu membelalakkan mata dan telinganya.
3) Majas pertautan
a. Metonimia
Majas ini ditunjukkan dengan pemakaian nama ciri atau nama hal
yang ditautkan dengan hal yang lain. Contoh: olahragawan itu
hanya mendapat perunggu.
b. Sinekdoke
Sinekdoke merupakan majas yang menyebutkan nama sebagian
sebagai pengganti nama keseluruhan (pars prototo) atau nama
keseluruhan sebagai pengganti sebagian (totem proparte). Contoh:
mulai sekarang setiap kepala harus membayar seribu rupiah (pars
prototo), dunia menghadapai krisi ekonomi (totem proparte).
c. Alusi
Majas ini merujuk secara tidak langsung seorang tokoh atau
peristiwa. Contoh: kisah anak itu mengingatkan kita pada kisah
bawang putih dan bawang merah.
d. Eufemisme
Majs ini digunakan untuk menghaluskan penyebutan sesuatu.
Contoh: pekerja seks komersial itu digiring petugas.
4) Majas perulangan
a. Aliterasi
Majas ini ditandai dengan pengulangan konsona awal. Contoh:
bukan beta bijak berperi.

6
b. Antanaklasis
Majas ini menggunakan perulangan kata yang sama dengan makna
yang berbeda. Contoh: ia naik darah melihat kakinya berdarah.
c. Kiasmus
Majas ini menggunakan perulangan dengan skema a-b-b-a. contoh:
kita harus memasyarakatkan olahraga sekaligus mengolahragakan
masyarakat.
d. Repetisi
Majas ini ditandai dengan pengulangan kata-kata yang
memberikan efek penegasan. Contoh: selamat tinggal, kasih.
Selamat tinggal, sayang.
3. Pengertian Makna
Dalam kehidupan sehari-hari, makna digunakan dalam berbagai bidang maupun
konteks kehidupan. Aminudin (2015: 50) mengungkapkan bahwa pengertian
makna juga disejajarkan dengan arti, gagasan, konsep, pernyataan, pesan,
informasi, maksud, firasat, isi, dan pikiran. Kemudian, dari sekian banyak
pengertian yang diberikan tersebut hanya arti yang paling mendekati pengertian
makna meskipun dua kata tersebut tidak bersinonim mutlak. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, makna adalah maksud pembicara atau penulis;
pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Oleh karena itu,
dapat kita simpulkan. Makna adalah arti yang menunjukkan maksud dari
pembicara atau penulis dar suatu bentuk kebahasaan.

4. Pengertian Puisi
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, puisi diartikan sebagai suatu gubahan
dalam bahasa yang bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga
mempertajam kesadaran orang akan pengalaman hidup dan membangkitkan
tanggapan khusus lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus. Perrine dalam
Siswantoro (2016: 23) mengemukakan bahwa puisi sebagai the most condensed
and concentrated form of literature yang maksudnya dalah puisi merupakan
bentuk karya sastra yang padat dan terkonsentrasi. Pengertian tersebut secara

7
implisit mengatakan bahwa bahasa yang digunakan dalam puisi memiliki
kemampuan mengungkap yang lebih intensif dan lebih padat ketimbang bahasa
dalam karya sastra yang lain.

Bahasa puisi ditata secara artistik sehingga komposisinya lebih indah dan
menawan. Tatanan artistik ini ditandai dengan penggunaan kata-kata atau
ungkapan tak langsung yang kaya akan majas. Oleh karena itu, puisi dikenal
memiliki dua lapis sistem tanda. Siswantoro (2016: 37) menjelaskan dua kategori
besar puisi yang dikelompokkan secara dikotomis, yakni puisi tipe naratif, dan
puisi tipe lirik.
1. Puisi Tipe Naratif
Puisi tipe ini berhubungan dengan pemaparan cerita seperti pada novel dan
cerpen. Oleh karena itu, unsur poko dalam puisi naratif adalah plot (alur
cerita).
2. Puisi Tipe Lirik
Puisi tipe ini berhubungan dengan perwujudan suara penyair yang
mengungkapkan sikap, perasaan, serta pemikiran pribadi terhdapa suatu
peristiwa, objek, serta pengalaman lain yang begitu variatif dalam
kehidupan ini. Oleh sebab itu, puisi ini biasanya ditulis dengan
menggunakan kata ganti “aku” meski aku sendiri belum tentu merujuk
pada penyair tersebut.

8
III. METODE PENELITIAN
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Data
dalam penelitian kualitatif diungkapkan dengan kata-kata, frase, klausa, dan
kalimat. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Bogdan dan Taylor (1975)
dalam Muhammad (2014) yakni metodologi penelitian kualitatif adalah prosedur
penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Alasan lain mengapa
peneliti menggunakan metode ini juga dikarenakan jenis penelitian ini cocok
dengan fenomena yang akan dikaji peneliti. Gaya bahasa sastra penuh dengan
perumpamaaan dan metafora sehingga perlu dijelaskan agar makna sebenarnya
yang ingin disampaikan dapat dimenegrti oleh pembaca.

2. Data
Data dalam penelitian ini berupa kalimat-kalimat pada puisi dalam buku
kumpulan puisi Tidak Ada New York Hari Ini yang menunjukkan penggunaan
gaya bahasa.

3. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku kumpulan puisi
Tidak Ada New York Hari Ini, terbitan Gramedia Pustaka Utama tahun 2016,
cetakan ketujuh dengan jumlah halaman sebanyak 120 halaman.

4. Teknik pengumpulan data


Pada penelitian ini data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka kemudian
menggunakan metode observasi dan metode catat. Metode observasi dilakukan
dengan cara membaca sumber data secara cermat dan berulang. Data yang
ditemukan dengan metode onservasi kemudian didokeumentasikan ke dalam
bentuk catatan.

9
5. Teknik analisis data
Stelah data dikumpulkan, data kemudian dianalisis dengan beberapa tahapan
yakni (1) data diklasifikasikan berdasarkan jenisnya, kemudian (2) data
diinterpretaiskan sesuai dengan keseluruhan isi puisi tersebut, dan terakhir (3)
mendeskripsikan makna sebenarnya yang ingin disampaikan penulis.

10
IV. PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian, diperoleh data-data yang menunjukkan penggunaan gaya bahasa
majas. Data tersebut ditandai dengan huruf yang diceta miring. Berikut adalah data-data
yang telah dikelompokkan berdasarkan jenisnya.

1. Majas Perbandingan
Majas perbandingan merupakan majas yang menunjukkan perbandingan antara
sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk meningkatkan kesan dan pengaruhnya
terhadap pembaca. Majas perbandingan dibagi lagi dalam beberapa jenis,
diantaranya:
a. Perumpamaan
Majas ini disebut juga dengan simile yang ditandai dengan penggunaan kata-
kata pembanding yang menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Berikut ini adalah data yang berkenaan dengan majas perumpamaan.
(1) Lampu-lampu kota bagai kalimat selamat tinggal (halaman 13)
(2) Puisi adalah pesta. Seperti ulang tahun atau pernikahan, tetapi benci
perayaan. (halaman 26)
(3) Kau bayangkan aku seekor burung kecil yang murung (halaman 17)

Pada data (1) lampu-lampu kota diumpamakan sebagai kata selamat tinggal.
Selamat tinggal disini diartikan sebagai hari yang telah berakhir. Lampu-lampu
kota akan dinyalakan ketika matahari sudah terbenam menandakan malam akan
datang. Kemudian pada data (2) dapat ditemukan perumpamaan antara puisi dan
pesta. Puisi diumpamakan sama seperti pesta perayaan ulang tahun atau
pernikahan. Pada konteks ini puisi diartikan sebagai cara untuk merayakan
sesuatu, namun dalam diam dan kesendirian. Sementara pada data (3) terdapat
perumpamaan antara aku dengan seekor burung kecil yang murung. Aku dalam
puisi ini digambarkan sedang bersedih dan merasa sendirian dan kesepian.
b. Personifikasi
Majas ini membandingkan benda mati memiliki ciri seperti benda hidup.
Berikut adalah data-data yang berkenaan dengan majas personifikasi.
(4) Kau berdoa: semoga kesedihan memperlakukan matanya dengan baik
(halaman 13)

11
(5) Kau bangun menemukan hari yang ingin kau hapus menunggu di dekat
pintu (halaman 48)
(6) Andai saja perihal dalam benak mengetuk pintu ingatan hanya bila
dibutuhkan— (halaman 50)
(7) Sekawanan awan merendah. Duduk di pucuk-pucuk pohonan dan
rerumputan. Pelan-pelan menyantap sarapan. (halaman 57)

Pada data di atas terlihat penunjukan sifat benda hidup yang seolah dimiliki
benda mati. Mata hanya dimiliki oleh mahluk hidup, sementara data (4)
menyematkan mata seolah-olah dimiliki oleh kesedihan yang bukan
merupakan benda hidup. Pada data (5) hari seolah-olah mampu melakukan
kegiatan berdiri menunggu di dekat pintu. Sesuatu yang hanya dapat
dilakukan oleh makhluk hidup. Hal yang sama juga terlihat pada data (6)
yang menggambarkan hal-hal dalam benak seseorang yang dapat mengetuk
pintu.

c. Alegori
Majas ini ditandai dengan penggunaan kiasan atau penggambaran dengan
sebuah uraian atau ungkapan.
Berikut ini adalah data-data yang berkenaan dengan majas alegori.
(8) Sementara kesunyian adalah buah yang menolak untuk dikupas (halaman
13)
(9) Bersinar seperti senyum tiruan merahasiakan derita manusia ribuan
tahun. (halaman 69)

Data (8) menggambarkan kesunyian yang dikiaskan sebagai buah yang


menolak dikupas. Buah ini menggambarkan bahwa kesepian tidak bisa
dilepaskan seperti melepaskan kulit buah dari isinya. Semakin coba
dilepaskan, kesepian akan semakin terasa. Sementara pada data (9) terdapat
kiasan sinar sebagai seulas senyum tiruan. Senyum tiruan ini seolah bersinar
dan sangat jelas terlihat karena disengajakan.
d. Antithesis
Majas ini menunjukkan perbandingan atas sesuatu yang berlawanan. Berikut
ini adalah data yang berkenaan dengan majas antithesis.
(10) Kau bunyi dan sunyi di suaraku. (halaman 99)
(11) Malam menyala untuk diri sendiri. (halaman 57)

12
(12) Alangkah sedih! Alangkah indah! (halaman 81)

Pada data (10) dapat kita lihat perbandingan yang jelas berlawanan, yakni
bunyi dan sunyi. Kemudian pada data selanjutnya yakni data (11) kata malam
jelas berlawanan dengan kata menyala. Malam identik dengan gelap tanpa
cahaya, sementara menyala indentik dengan cahaya. Namun, dalam konteks
puisi tersebut, hal ini dapat diartika sebagai malam yang kembali datang dan
memberi ruang. Selanjutnya pada data (12) kata sedih disandingkan dengan
kata indah. Secara harafiah, kesedihan tidak mungkin membawa keindahan.
Namun, dalam konteks puisi ini, kesedihan dianggap sebagai rasa yang juga
harus diapresiasi sebagaimana rasa bahagia.

2. Majas pertentangan
a. Hiperbola
Majas ini ditunjukkan dengan penggunaan kata yang melebihi sifakt atau
keadaan aslinya. Berikut ini adalah data yang berkenaan dengan majas
hiperbola.
(13) Pertanyaan itu membuat jumlahnya bagai hitungan mundur. Setelahnya
kubayangkan ada ledakan, aku dan toko buku itu hancur. (halaman 108)
(14) Sepasang matamu, bencana raksasa di kejauhan. (halaman 62)
(15) Ciuman itu. ciuman itu. Aku terbakar jadi abu setiap malam. (halaman
91)

Pada data (13) majas hiperbola ditunjukkan dengan kata ledakan dan hancur.
Hal tersebut dikarenakan kalimat sebelumnya yakni pertanyaan itu membuat
jumlahnya bagai hitungan mundur. Hitungan mundur yang dimaksud adalah
hitungan mundur untuk sebuah ledakan yang menghancurkan aku dan toko
buku. Kemudian, data (14) menunjukkan hiperbola dari kata bencana raksasa.
Dilihat dari kalimatnya, sangat berlebihan mengatakan sepasang mata sebagai
bencana raksasa. Hal yang sama tergambar pula pada data (15) yang
menggambarkan sebuah ciuman membakarnya jadi abu setiap malam.

13
b. Oksimoron
Majas ini ditandai penempatan dua antonym atau kata yang berlawanan
makna dalam kelompok kata yang sama. Berikut adalah data yang
menunjukkan majas oksimoron.
(16) Aku seperti menyalami kesedihan lama yang hidup bahagia dalam
pelukan puisi-puisi Pablo Neruda. (halaman 23)

Data (16) menyandingkan dua antonym dalam kelompok kata yang sama,
yakni kesedihan dan bahagia. Secara harafiah, kesedihan tidak mungkin
membuat hidup bahagia, namun dalam konteks puisi ini kita dapat
mengartikan bahwa kesedihan tersimpan dengan damai dan tersembunyi,
tidak meluap-luap ke permukaan.

3. Majas pertautan
a. Metonimia
Majas ini ditunjukkan dengan pemakaian nama ciri atau nama hal yang
ditautkan dengan hal yang lain. Berikut adalah data yang berkenaan dengan
majas metonimia.
(17) Aku seperti menyalami kesedihan lama yang hidup bahagia dalam
pelukan puisi-puisi Pablo Neruda. (halaman 23)

Data (17) di atas mengandung tautan pada kata puisi-puisi Pablo Neruda.
Kata tersebut menautkan konteks kalimat pada puisi kesedihan. Hal tersebut
dikarenakan Pablo Neruda adalah penyair yang terkenal dengan puisi-
puisinya yang bernuansa kesedihan.

b. Sinekdoke
Sinekdoke merupakan majas yang menyebutkan nama sebagian sebagai
pengganti nama keseluruhan (pars prototo) atau nama keseluruhan sebagai
pengganti sebagian (totem proparte). Berikut data-data yang berkenaan
dengan majas sinekdoke.
(18) Tiap kata yang kau ucapkan selalu berarti kapan. Tiap kata yang aku
kecupkan melulu berarti akan. (halaman 42)

14
Majas sinekdoke pada data (18) di atas termasuk dalam pars prototo. Hal
tersebut dikarenakan kata tiap kata merupakan pengganti untuk semua
perkataan.

4. Majas perulangan
a. Repetisi
Majas ini ditandai dengan pengulangan kata-kata yang memberikan efek
penegasan. Berikut ini adalah data-data yang menunjukkan penggunaan majas
repetisi.
(19) Meriang. Meriang. Aku meriang. (halaman 10)
(20) Ciuman itu. ciuman itu. aku terbakar jadi abu setiap malam. (halaman 91)

Data-data di atas menunjukkan pengulangan yang sama-sama memberikan


efek ketegasan. Perbedaannya terletak pada data (19) menegaskan keadaan,
sementara data (20) menegaskan penyebab.

Selain menggunakan bentuk pengulangan dalam satu kalimat, majas repetisi


juga menggunakan bentuk perulangan kata di tiap awal baitnya.

(21) Puisi tidak menyelamatkan apapun, namun memberi


keberanian membuka jendela dan pintu pada pagi hari.
Menyeret kakiku menghadapi dunia yang meleleh
di jalan-jalan kota yang tidak berhenti berasap

Puisi tidak menyelamatkan apapun, namun dari matanya


kulihat seekora anjing berjalan menuntun seorang pria tua
buta di taman. Dari hidungnya kuhirup lading-ladang jauh yang tumpah
sebagai parfum mahal di pakaian orang asing.
Dari telinganya kusimak musik dari getar senar gitar para imigran
bernasib gelap.

Puisi tidak menyelamatkan apapun, namun jari-jarinya


menyisir rambutku yang dikacaukan cuaca. Sepasang
lengannya memeluk kegelisahanku. Tubuh ayahku
kumakamkan di punggungnya yang bersayap. Tanah
kelahiranku memanggil-manggil di suaranya yang sayup.

15
….

Data (21) di atas menunjukkan pengulangan digunakan untuk menegaskan


inti dari apa yang ingin ditekankan sepanjang puisi tersebut.

16
V. SIMPULAN

Dari pembahasan yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa puisi-puisi
dalam buku kumpulan puisi Tidak Ada New York Hari ini mengandung keempat
kelompok majas, yakni 1) majas perbandingan yang mencakup perumpamaan,
personifikasi, alegori, dan antithesis, 2) majas pertentangan yang mencakup hiperbola,
dan oksimoron, 3) majas pertautan yang mencakup metonimia, dan sinekdoke, dan 4)
majas perulangan yang mencakup repetisi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aan Mansyur, M. 2016. Tidak Ada New York Hari Ini. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama

Aminudin. 2015. SEMANTIK Pengantar Studi Tentang Makna. Bandung: Sinar Baru
Algesindo

Kutha Ratna, Nyoman. 2014. STILISTIKA Kajian Puitikan Bahasa, Sastra, dan Budaya.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhammad. 2014. Metode Penelitian Bahasa. Jogjakarta: Ar-Ruz Media

Siswantoro. 2016. Metode Penelitian Sastra (Analisis Struktur Puisi). Yogyakarya:


Pustaka Pelajar

Suharso, dan Ana Retnoningsih. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Lux).
Semarang: Widya Karya

18
VI. LAMPIRAN

Catatan notulen

Laporan Hasil Dsikusi Seminar

Moderator : Siti Zulfa Husna

Notulen : Meidy Aldilla Dheanty

Hari/tanggal : Rabu, 14 Juni 2017

Dosen Pengampu : Drs. Mohammad Asyhar, M.Pd.

: Dra. Syamsinas Jafar, M.Hum.

Pertanyaan yang diajukan

1. Wazi fatinnisa
Kumpulan puisi penjelasan hanya beberapa kalimat, sebaiknya makna dalam
potongan puisi dijelaskan agar tidak bingung!

Jawab:Pemabahsan ditulis dengan format itu dengan mempertimbangkan bahwa


puisi-puisi dalam buku kumpulan puisi ini memiliki tema yang sama sehingga
konteksnya pun mengikuti tema ini. oleh karena itu, konteks penggunaan gaya
bahasanya jelas sesuai dengan tema tersebut.
Selain itu, beberapa kalimat juga dapat langsung dipahami maknanya, misalnya
pada penggunaan gaya hiperbola. Kita tentu langsung mengetahui bahwa gaya
bahasa itu termasuk hiperbola dengan membandingkannya dengan sifat asli atau
sifat bawaan dari benda tersebut. Contoh:
Sepasang matamu, bencana raksasa di kejauhan. (halaman 62)

Kita sama-sama mengetahui bahwa mata adalah organ tubuh manusia yang digunakan
untuk melihat, sedangkan bencana adalah sebuah musibah yang mengerikan, ditambah
dengan raksasa yang membuatnya makin mengerikan. Dari hal tersebut kita langsung
data mengetahui bahwa kata ini mengandung hiperbola karena maknanya yang dilebih-
lebihkan.

19
20

Anda mungkin juga menyukai