Anda di halaman 1dari 32

PANDUAN

UMUM PENGGUNAAN ANTIMIKROBA


RUMAH SAKIT SIDO WARAS
TAHUN 2019

RUMAH SAKIT SIDO WARAS


JALAN RAYA PASAR SAWAHAN KM.10
KECAMATAN BANGSAL, KABUPATEN MOJOKERTO
Telp. 0321 598621, 598623, Fax. 0321 598624
e_mail : rs.sidowaras@yahoo.com
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT SIDO WARAS
NOMOR : 156/ SK/ RSSW/ Dir/ V/ 2019

TENTANG

PANDUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK RUMAH SAKIT SIDO WARAS

DIREKTUR RUMAH SAKIT SIDO WARAS

Menimbang : a. bahwa dalam rangka memberikan pelayanan maka diperlukan panduan


penggunaan antibiotik
b. bahwa berdasarkan butir huruf a, maka perlu ditetapkan dengan
Keputusan Direktur Rumah Sakit Sido Waras tentang Panduan Umum
Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit Sido Waras.

Mengingat : 1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang


Rumah Sakit
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pengendalian
Resistensi Antimikroba
3. Undang – undang nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2406/ MENKES/ PER/XII/2011
Tentang Pedoman Penggunaan Antibiotik

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : Kesatu : : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT SIDO WARAS


TENTANG PANDUAN UMUM PENGGUNAAN ANTIMIKROBA
RUMAH SAKIT SIDO WARAS
Kedua : Panduan Pengendalian Resisitensi Antimikroba di Rumah Sakit
Sido waras sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan
ini.

Jl. Raya Pasar Sawahan KM. 10 Kecamatan Bangsal Kabupaten Mojokerto


Telp. 0321.598621, 598623, 598999 Fax . 0321. 598624, e-mail :
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dan apabila di
kemudian hari ternyata terdapat perubahan dalam penetapan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di : Mojokerto
Pada tanggal : 8 Mei 2019
Direktur Rumah Sakit Sido Waras,

Krisnawan, dr .,MARS
DAFTAR ISI

BAB I
DEFINISI........................................................................................................................ 1
BAB II RUANG LINGKUP..............................................................................................2
BAB III TATA LAKSANA.................................................................................................3
A. Prinsip Penggunaan Antimikroba........................................................................3
B. Penggunaan Antimikroba Kombinasi.................................................................11
C. Penggolongan Antimikroba................................................................................12
D. Penilaian Antimikroba di Rumah Sakit.............................................................19
BAB IV DOKUMENTASI..............................................................................................25

1
BAB I
DEFINISI

1. Antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan


manusia
2. Resisten adalah kemampuan bakteri untuk menetralisir dan melemahkan daya
kerja antibiotik.
3. Antimikroba profilaksis yaitu pemberian antimikroba sebelum, saat dan hingga
24 jam pasca operasi pada kasus yang secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda
infeksi dengan tujuan untuk mencegah terjadi infeksi luka operasi.
4. Antimikroba untuk terapi empiris adalah penggunaan antimikroba untuk terapi
empiris adalah penggunaan antimikroba pada kasus infeksi yang belum diketahui
jenis bakteri penyebabnya.
5. Antimikroba untuk terapi definitif adalah penggunaan antimikroba pada kasus
infeksi yang sudah diketahui jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya
6. Operasi bersih adalah Operasi yang dilakukan pada daerah dengan kondisi pra
bedah tanpa infeksi, tanpa membuka traktus (respiratorius, gastro intestinal,
urinarius, bilier), operasi terencana, atau penutupan kulit primer dengan atau tanpa
digunakan drain tertutup
7. Operasi bersih terkontaminasi adalah operasi yang dilakukan pada traktus
(digestivus, bilier, urinarius, respiratorius, reproduksi kecuali ovarium) atau operasi
tanpa disertai kontaminasi yang nyata
8. Operasi terkontaminasi adalah operasi yang membuka saluran cerna, saluran
empedu, saluran kemih, saluran napas sampai orofaring, saluran reproduksi
kecuali ovarium atau operasi yang tanpa pencemaran nyata
9. Operasi kotor adalah operasi pada perforasi saluran cerna, saluran urogenital
atau saluran napas yang terinfeksi ataupun operasi yang melibatkan daerah yang
purulen (inflamasi bakterial). Dapat pula operasi pada luka terbuka lebih dari 4 jam
setelah kejadian atau terdapat jaringan nonvital yang luas atau nyata kotor
10. Kategori Geyssens adalah suatu metode penilaian kualitas penggunaan antibiotik

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Pedoman kerja ini memberi panduan dalam melaksanakan pengendalian


resistensi antimikroba terhadap pasien. Pedoman kerja ini dapat digunakan
sebagai acuan pengendalian penggunaan antimikroba.
a. Mengendalikan berkembangnya mikroba resisten akibat tekanan seleksi oleh
antimikroba, melalui penggunaan antimikroba secara bijak di semua unit rawat
jalan, rawat inap, IKB, Intensif.
b. Mencegah penyebaran mikroba resisten melalui peningkatan ketaatan terhadap
prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi petugas medis.
c. Mengembangkan dan meningkatkan fungsi laboratorium mikrobiologi klinik dan
laboratorium penunjang lainnya yang berkaitan dengan penanganan penyakit
infeksi di Rumah Sakit Sido Waras.
d. Meningkatkan pemahaman dan ketaatan staf medis fungsional dan tenaga
kesehatan dalam penggunaan antimikroba secara bijak di Rumah Sakit Sido
Waras
e. Meningkatkan peranan pemangku kepentingan di bidang penanganan penyakit
infeksi dan penggunaan antimikroba.
f. Meningkatkan pelayanan farmasi klinik dalam memantau penggunaan
antimikroba di Rumah Sakit Sido Waras
g. Meningkatkan penanganan kasus infeksi secara multidisiplin dan terpadu;
h. Melaksanakan surveilans pola penggunaan antimikroba, serta melaporkannya
secara berkala;
i. Melaksanakan surveilans penggunaan antimikroba profilaksis

2
BAB III
TATA LAKSANA

A. Prinsip Penggunaan Antimikroba

1. Prinsip Penggunaan Antimikroba Bijak (Prudent)

a. Penggunaan antimikroba bijak yaitu penggunaan antimikroba dengan


spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat,
interval dan lama pemberian yang tepat.
b. Kebijakan penggunaan antimikroba (antibiotic policy) ditandai dengan
pembatasan penggunaan antimikroba dan mengutamakan penggunaan
antimikroba lini pertama.
c. Pembatasan penggunaan antimikroba dapat dilakukan dengan menerapkan
pedoman penggunaan antimikroba, penerapan penggunaan antimikroba
secara terbatas (restriced), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan
antimikroba tertentu (reserved antibiotics).
d. Indikasi ketat penggunaan antimikroba dimulai dengan menegakkan
diagnosis penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil
pemeriksaan laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang
lainnya. Antimikroba tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-timited).
e. Pemilihan jenis antimikroba harus berdasar pada:
1) Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan
terhadap antimikroba.
2) Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi.
3) Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antimikroba.
4) Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi
dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat.
5) Cost effective : obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan
aman.

f. Penerapan penggunaan antimikroba secara bijak dilakukan dengan


beberapa langkah berikut:
1) Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan
antimikroba secara bijak.
2) Meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang, dengan
penguatan pada laboratorium lain yang berkaitan dengan penyakit
3
infeksi.
3) Menjamin ketersediaan tenaga kesehatan yang kompeten di bidang
infeksi.
4) Mengembangkan sistem penanganan penyakit infeksi secara tim
(teamwork).

5) Membentuk tim pengendali dan pemantau penggunaan antimikroba


secara bijak yang bersifat multi disiplin.
6) Memantau penggunaan antimikroba secara intensif dan
berkesinambungan.

7) Menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antimikroba secara


lebih rinci di tingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya dan masyarakat.

2. Prinsip Penggunaan Antimikroba untuk Terapi Empiris dan Definitif

a. Antimikroba Terapi Empiris


1) Tujuan pemberian antimikroba untuk terapi empiris adalah eradikasi atau
penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi penyebab
infeksi, sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi
2) Indikasi
ditemukan sindroma klinis yang mengarah pada keterlibatan bakteri
tertentu yang paling sering menjadi penyebab infeksi.
• Dasar pemilihan jenis dan dosis antimikroba data epidemiologi dan
pola resistensi bakteri yang tersedia di komunitas atau di rumah sakit
setempat.
• Kondisi klinis pasien.

• Ketersediaan antimikroba.

• Kemampuan antimikroba untuk menembus ke dalam jaringan/organ


yang terinfeksi.
• Untuk infeksi berat yang diduga disebabkan oleh polimikroba dapat
digunakan antimikroba kombinasi.
3) Rute pemberian
antimikroba oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi.
Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan
antimikroba parenteral

4
4) Lama pemberian: antibiotik empiris diberikan untuk jangka waktu 48-72
jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data

mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya

b. Antimikroba untuk Terapi Definitif


1) Tujuan pemberian antimikroba untuk terapi definitif adalah eradikasi atau
penghambatan pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab infeksi,
berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi.
2) Indikasi

sesuai dengan hasil mikrobiologi yang menjadi penyebab infeksi.

3) Dasar pemilihan jenis dan dosis antimikroba.

• Efikasi klinik dan keamanan berdasarkan hasil uji klinik.

• Sensitivitas.

• Biaya.

• Kondisi klinis pasien.

• Diutamakan antimikroba lini pertama/spektrum sempit.

• Ketersediaan antimikroba (sesuai formularium rumah sakit).

• Sesuai dengan Pedoman Diagnosis dan Terapi (PDT) setempat yang


terkini.
• Paling kecil memunculkan risiko terjadi bakteri resisten.

4) Rute pemberian

antimikroba oral seharusnya menjadi pilihan pertama untuk terapi infeksi.


Pada infeksi sedang sampai berat dapat dipertimbangkan menggunakan
antimikroba parenteral. Jika kondisi pasien memungkinkan, pemberian
antimikroba parenteral harus segera diganti dengan antimikroba per oral.
5) Lama pemberian antimikroba definitif berdasarkan pada efikasi klinis
untuk eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah dikonfirmasi.
Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan data mikrobiologis
dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya.

3. Prinsip Penggunaan Antimikroba Profilaksis Bedah


5
Pemberian antimikroba sebelum, saat dan hingga 24 jam pasca operasi pada
kasus yang secara klinis tidak didapatkan tanda-tanda infeksi dengan tujuan
untuk mencegah terjadi infeksi luka operasi. Prinsip penggunaan antimikroba
profilaksis selain tepat dalam pemilihan jenis juga mempertimbangkan
konsentrasi antimikroba dalam jaringan saat mulai dan selama operasi
berlangsung.
a. Tujuan Pemberian Antimikroba Profilaksis Bedah
a. Penurunan dan pencegahan kejadian Infeksi Luka Operasi (ILO)
b. Penurunan morbiditas dan mortalitas pasca operasi
c. Penghambatan muncul flora normal resisten
d. Meminimalkan biaya pelayanan kesehatan
b. Rute Pemberian Antimikroba Profilaksis Bedah
Antimikroba profilaksis diberikan secara intravena . Pemberian antimikroba
intravena drip dianjurkan untuk menghindari risiko yang tidak diharapkan.
c. Dosis dan Waktu Pemberian Antimikroba Profilaksis Bedah

Antimikroba profilaksis diberikan ≤ 30 menit sebelum insisi kulit. Idealnya


diberikan pada saat induksi anestesi. Umumnya golongan antimikroba
sefalosporin generasi I dan II untuk profilaksis bedah.Pada kasus tertentu yang
dicurigai melibatkan bakteri anaerob dapat ditambahkan metronidazole. Untuk
menjamin kadar puncak yang tinggi serta dapat berdifusi dalam jaringan dengan
baik, maka diperlukan antimikroba dengan dosis yang cukup tinggi. Pada
jaringan target operasi kadar antimikroba harus mencapai kadar hambat minimal
hingga 2 kali lipat kadar terapi. Dosis ulangan dapat diberikan atas indikasi
perdarahan lebih dari 1500 mL atau operasi berlansung lebih dari 3 jam.

6
d. Kategori /Kelas Operasi Pada Peggunaan Antimikroba Profilaksis Bedah

Tabel 1. Kelas Operasi dan Penggunaan Antimikroba


Kelas Operasi Pengunaan Antimikroba
Operasi Bersih Kelas operasi bersih terencana umumnya tidak
memerlukan antimikroba profilaksis kecuali pada
beberapa jenis operasi, misalnya mata, jantung, dan
sendi.
Operasi Bersih – Pemberian antimikroba profilaksis pada kelas operasi
Kontaminasi bersih kontaminasi perlu dipertimbangkan manfaat dan
risikonya karena bukti ilmiah mengenai efektivitas
antimikroba profilaksis belum ditemukan
Operasi Kontaminasi Kelas operasi kontaminasi memerlukan antimikroba
terapi (bukan antimikroba profilaksis)
Operasi Kotor Kelas operasi kontaminasi memerlukan antimikroba
terapi (bukan antimikroba profilaksis)

7
Tabel 2. Antimikroba Profilaksis Bedah
Anternatif
Prosedur Organisme Profilaksis Keterangan
Profilaksis
CNS Shunt S.epidermidis Ceftriaxone 1g Cefotaxime 2 g Berikan segera
(VP/VA)placement (CoNS) (IV) x 1 dosis (IV) x 1 dosis / selama prosedur
, craniotomy, open S.aureus Ceftrizoxime 2 pembedahan.
CNS trauma (MSSA) MRSA g (IV) x 1 dosis Vankomisin
Linezolid 600 melindungi luka
mg (IV) x1 MRSA operasi namun
dosis Linezolid 600 tidak mencegah
mg resiko infeksi CNS.
(PO) × dosis Berikan vankomisin
Vancomycin 1 perlahan secara
gm intravena lebih dari
(IV) × 1 dosis 1 jam selama
Minocycline operasi
200 mg berlangsung.
(IV) × 1 dosis
Thoracic (non- S.aureus Cefazoline 1 g Cefotaxime 2 g Berikan segera
cardiac) surgery (MSSA) (IV) X 1 dosis / (IV) x 1 dosis / selama prosedur
Ceftriaxone 1g Ceftrizoxime 2 pembedahan
(IV) x 1 dosis g (IV) x 1 dosis

Cardiac valve S.epidermidis Vankomisin 1 g Linezolid 600 Berikan vankomisin


replacement (MSSE/MRSE) (IV) x 1 dosis + mg dan gentamisin
surgery S. aureus Gentamisin (PO) × dosis + perlahan secara
(MSSA/MRSA ) 120 mg (IV) X1 Gentamisin intravena lebih dari
Enterobacter dosis 120 mg (IV) X1 1 jam selama
dosis prosedur
Coronary artery S.aureus Cefazoline 1 g Cefotaxime 2 g Berikan segera
bypass graft (MSSA) (IV) X 1 dosis / (IV) x 1 dosis / selama prosedur
(CABG) Ceftriaxone 1g Ceftrizoxime 2 berlangsung
(IV) x 1 dosis g (IV) x 1 dosis kecuali ceftriaxone,
ulangi dosis apabila
prosedur
pembedahan
berlangsung > 3
jam
Billiary tract E.coli , Meropenem 1 Ampisilin- Berikan segera
surgery Klebsiella, g (IV)x 1 dosis sulbactam 3 g selama prosedur
E.faecalis / Piperasilin 4 g (IV) x 1 dosis pembedahan
(VSE) (IV) x1 dosis berlangsung
Hepatic surgery E.coli , Ampisilin- Meropenem 1 Berikan segera
Klebsiella, sulbactam 3 g g (IV)x 1 dosis selama prosedur
E.faecalis (IV) x 1 dosis / / Moxifloxacine pembedahan
(VSE), B. Piperasilin 4 g 400 mg (IV) x 1 berlangsung
fragilis (IV) x1 dosis dosis
Stomach, upper S.aeureus Cefazoline 1 g Cefotaxime 2 g Berikan segera
small bowel (MSSA) /Group (IV) X 1 dosis / (IV) x 1 dosis / selama prosedur
surgery A. sterptococus Ceftriaxone 1g Ceftrizoxime 2 pembedahan
(IV) x 1 dosis g (IV) x 1 dosis berlangsung

Distal small bowel, E.coli , Neomisin (PO) Piperasilin 3 g Berikan segera


colon surgery Klebsiella, + Eritromisin (IV) x 1 dosis / selama prosedur
E.faecalis (PO) / Cefoxitin 2 g pembedahan
(VSE) Metronidazole (IV)x 1 dosis / berlangsung.

8
Anternatif
Prosedur Organisme Profilaksis Keterangan
Profilaksis
(PO) , Metronidazole Berikan gentamisin
Ertapenem 1 g 1 g (IV) x 1 perlahan secara
(IV) X 1 dosis dosis + intravena > 1 jam
Ceftriaxone 1g
(IV) x 1 dosis /
Levofloxacine
500 mg (IV) x 1
dosis /
Gentamisin
240 mg (IV) x 1
dosis
Pelvic (OB/GYN) Aerobic Ceftriaxone 1g Cefotetan 2 g Berikan segera
surgery GNBs (IV) x 1 dosis + (IV) x 1 dosis / selama prosedur
,Anaerobic Metronidazole Cefoxitin 2 g pembedahan
streptococcus, 1 g (IV) x 1 (IV) x 1 dosis / berlangsung
B.fragilis dosis Ceftizoxime 2 g
(IV) x 1 dosis
Orthopedic S. epidermidis Cefazolin 2 Ceftriaxone 1 g
Prosthetic (CoNS) g(IV) (IV) × 1 dosis
implant S. aureus × 1 dosis
surgery (total (MSSA) MRSA/MRSE
hip/knee MRSA/MRSE Linezolid 600
replacement) Vancomycin 1g mg (IV) x 1
(IV) × 1 dosis dosis
Arthroscopy S. aureus Cefazolin 1 g Cefotaxime 2 g
(MSSA) (IV) × 1 dosis / (IV) × 1 dosis
Ceftriaxone 1g Ceftizoxime 2 g
(IV) × 1 dosis (IV) × 1 dosis
Orthopedic S. aureus Ceftriaxone 1 g Clindamycin
surgery (open (MSSA) (IV) × 1 minggu 600 mg
fracture) Aerobic GNBs (IV) selama 1
minggu +
Gentamicin
240 mg
(IV) selama 1
minggu
Urological S. aureus Ceftriaxone 1 g Cefotaxime 2 g
implant (MSSA) (IV) × 1 dosis (IV) × 1 dosis /
surgery Aerobic GNBs Ceftizoxime 2 g
Bacilli (IV) × 1 dosis
TURP, P. aeruginosa Ciprofloxacin Levofloxacin
Cystoscopy P. cepacia 400 mg (IV) × 500 mg (IV) ×
P. maltophilia 1 dosis / 1 dosis /
E. faecalis Piperacillin 4 g Gatifloxacin
(VRE) (IV) × 1 dosis 400 mg
Aerobic GNBs (IV) × 1 dosis

E. faecium Linezolid 600 Quinupristin/


(VRE) mg dalfopristin 7.5
(IV) × 1 dosis mg/
kg (IV) × 1
dosis

9
Tabel 3 Antimikroba Profilaksis Pada Kondisi Khusus
Alternatif
Kondisi Organisme Profilaksis Keterangan
Profilaksis
Demam Streptococcus Penisilin G (IM) Alergi Pinisilin Golongan
Rematik beta-haemoliticus 1.2 juta unit / bulan Sulfadiazin / sulfonamid tidak
Rekuren grup A Sulfiksosazole 0,5 untuk wanita hamil
g/hari (BB< 27 kg )
1 g/hari (BB> 27
kg)

Alergi Pinisilin
dan Sulfonamid
Makrolida
( eritromisin,
klaritomisin /
azitromisin)
Meningitis Streptococcus a. Rifampisin:
pneumoniae, N. dewasa 600 mg/12
meningitidis, H. jam selama 2 hari;
influenzae, L. anak 1-6 tahun: 10
monocytogenes, mg/kgBB/12 jam
S. agalactiae, basil selama 2 hari;
Gram negatif, anak 3-11 bulan 5
Staphylococcus mg/kgBB/12 jam
sp, virus, selama 2 hari.
parasit dan jamur. b. Siprofloksasin:
dewasa 500 mg
dosis tunggal.
c. Seftriakson:
dewasa 250 mg
intramuskuler
dosis tunggal;
anak < 15
tahun 125 mg
intramuskuler
dosis tunggal
Endokarditis Amoxicilline (PO) / Cefalexine /
Sefazoline Cefalosporin oral
(IM/IV) , generasi I dan II) /
Ceftriaxone (IM/IV) Klindamisin
Korban Trikomoniasis, Vaksinasi hepatitis Apabila ada risiko
Pemerkosaa bacterial B post paparan terkena HIV,
n vaginosis, gonore, konsultasikan
dan infeksi a) seftriakson 125 dengan spesialis
Klamidia mg IM dosis terapi
tunggal + HIV.
metronidazol 2 g
(PO)dosis tunggal
+ azitromisin 1 g
dosis tunggal
ATAU
b) doksisiklin 100
mg 2 x/hari per
oral selama 7 hari.
Eksaserbasi S. pneumoniae Moxifloxacin 400
akut pada H.influenzae mg / Levofloxacin
bronkitis M. catarrhalis 500 mg /
kronis gatifloxacin 400
mg /
gemifloxacin 320
10
Alternatif
Kondisi Organisme Profilaksis Keterangan
Profilaksis
mg (PO) 1dd1
selama 5
hari / Amoxicillin-
asam klavulanat
XR 2 tablet (PO)
2dd1 selama 5
hari/
Clarithromycin XL
1 g (PO) 1dd1
selama
5 hari/
Doxycycline 100
mg (PO)
2dd1 selama
5 hari /
Azithromycin 500
mg (PO) selama 3
hari

B. Penggunaan Antimikroba Kombinasi

1. Antimikroba kombinasi adalah pemberian antimikroba lebih dari satu jenis untuk
mengatasi infeksi.
2. Tujuan pemberian antimikroba kombinas, yaitu :

a. Meningkatkan aktivitas antimikroba pada infeksi spesifik (Efek sinergis).

b. Memperlambat dan mengurangi risiko timbulnya bakteri resisten.

3. Indikasi penggunaan antimikroba :


a. Infeksi disebabkan oleh lebih dari satu bakteri (polibakteri).

b. Abses intraabdominal, hepatik, otak dan saluran genital (infeksi campuran


aerob dan anaerob).
c. Terapi empiris pada infeksi berat.

4. Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan antimikroba,yaitu :

a. Kombinasi antimikroba yang bekerja pada target yang berbeda dapat


meningkatkan atau mengganggu keseluruhan aktivitas antimikroba.
b. Suatu kombinasi antimikroba dapat memiliki toksisitas yang bersifat aditif
atau superaditif.

Contoh: Vancomycin secara tunggal memiliki efek nefrotoksik minimal, tetapi


pemberian bersama Aminoglycoside dapat meningkatkan toksisitasnya.
c. Hindari penggunaan kombinasi antimikroba untuk terapi empiris jangka lama.

d. Pertimbangkan peningkatan biaya pengobatan pasien.


11
C. Penggolongan Antimikroba

Infeksi bakteri terjadi bila bakteri mampu melewati barrier mukosa atau kulit dan
menembus jaringan tubuh. Pada umumnya, tubuh berhasil mengeliminasi bakteri
tersebut dengan respon imun yang dimiliki, tetapi bila bakteri berkembang biak lebih
cepat daripada aktivitas respon imun tersebut maka akan terjadi penyakit infeksi yang
disertai dengan tanda- tanda inflamasi. Terapi yang tepat harus mampu mencegah
berkembangbiaknya bakteri lebih lanjut tanpa membahayakan host. Antimikroba
adalah obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Antimikroba bisa bersifat
bakterisid (membunuh bakteri) atau immunocompromised (misalnya pada pasien
neutropenia) atau infeksi di lokasi yang terlindung (misalnya pada cairan
cerebrospinal), maka antimikroba bakterisid harus digunakan.

Penggolongan antimikroba berdasarkan mekanisme kerja :


1. Obat yang Menghambat Sintesis atau Merusak Dinding Sel Bakteri

a. Antimikroba beta-lactam

Antimikroba beta-lactam terdiri dari berbagai golongan obat yang mempunyai


struktur cincin beta-lactam yaitu penicillin, cephalosporin, monobactam,
carbapenem, dan inhibitor beta lactamase. Obat-obat antiobiotik beta-lactam
umunya bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme
Gram- positif dan negatif. Antimikroba beta-lactam menganggu sintesis dinding
sel bakteri, dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan,
yaitu heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri.
1) Penicillin

Golongan penicillin diklasifikasikan berdasarkan spektrum aktivitas


antimikrobanya.
Tabel 4. Antimikroba Golongan Penicillin
Golongan Contoh Aktivitas
Penicillin G Penicillin G dan penicillin Sangat aktif terhadap kokus gram-positif,
dan penicillin V tetapi cepat dihidrolisis oleh penicillinase
V atau beta-lactamase, sehingga tidak efektif
terhadap S. aureus
Penicillin yang Metisilin, nafcillin, Merupakan obat pilihan utama untuk terapi
resisten terhadap oxacillin, cloxacillin, dan S.Aureus yang memproduksi penicillinase.
beta-lactamase/ dicloxacillin Aktivitas antimikroba kurang poten terhadap
penicillinase mikroorganisme yang sensitif terhadap
penicillin G.

12
Golongan Contoh Aktivitas
Aminopenicillin Ampicillin, amoxicillin Selain mempunyai aktivitas terhadap bakteri
Gram-positif, juga mencakup
mikroorganisme gram-negatif, seperti
Haemophilus influenzae, Escherichia coli,
dan Proteus mirabili. Obat-obat ini sering
diberikan bersama inhibitor beta-lactamase
(clavulanic acid, sulbactam, tazobactam)
untuk mencegah hidrolisis oleh beta-
lactamase yang semakin banyak ditemukan
pada bakteri gram-negatif ini.
Carboxypenicillin Carbenicillin, ticarcillin Antimikroba untuk Pseudomonas,
Enterobacter, dan Proteus. Aktivitas
antimikroba lebih rendah dibanding
ampicillin terhadap kokus gram-positif, dan
kurang aktif dibanding piperacillin dalam
melawan Pseudomonas. Golongan ini
dirusak oleh beta-lactamase.
Ureidopenicillin Mezlocillin, azlocillin, dan Aktivitas antimikroba terhadap
pipercillin Pseudomonas,
Klebsiella, dan gram-negatif lainnya.
Golongan ini dirusak oleh beta-lactamase.

Tabel 5. Parameter-parameter Farmakokinetik untuk Beberapa Penicillin

Waktu Paruh Ekskresi Ginjal Penyesuain


Obat Cara
(jam) (%) Dosis Pada
Pemberian
Gagal Ginjal
Penicillin alami
Penicillin G IM, IV 0,5 79-85 Ya
Penicillin V Oral 0,5 20-40 Ya
Penicillin Anti-staphylococcus (resisten penicillinase)
Nafisilin IM, IV 0,8-1,2 31-38 Tidak
Oxacillin IM, IV 0,4-0,7 39-66 Tidak
Kloxacillin Oral 0,5-0,6 49-70 Tidak
Dikloxacillin Oral 0,6-0,8 35-90 Tidak
Aminopenicillin
Ampicillin Oral, IM, IV 1,1-1,5 40-92 Ya
Amoxicillin Oral 1,4-2,0 86 Ya
Penicillin Anti-pseudomonas
Carbenicillin Oral 0,8-1,2 85 Ya
Mezlocillin IM, IV 0,9-1,7 61-69 Ya
Piperacillin IM, IV 0,8-1,1 74-89 Ya
Ticarcillin IM, IV 1,0-1,4 95 Ya
IM = intramuskuler; IV = intravena

13
2) Cephalosporin

Cephalosporin menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mekanisme serupa


dengan penisilin. Cephalosporin diklasifikasikan berdasarkan generasinya.

Tabel 6. Klasifikasi dan Aktivitas Cephalosporin

Generasi Contoh Aktivitas


I Cefalexin, cefalotin, Antimikroba yang efektif terhadap gram-positif dan
cefazolin, cefradin, memiliki aktivitas sedang terhadap gram-negatif.
Cefadroxil
II Cefaclor, Aktivitas antimikroba gram-negatif yang lebih tinggi
cefamandol, daripada generasi I.
cefuroxime,
cefoxitin,
cefotetan,
cefmetazole,
cefprozil.
III Cefotaxime, Aktivitas kurang aktif terhadap kokus gram-positif
ceftriaxone, dibanding generasi I, tapi lebih aktif terhadap
ceftazidime, Enterobacteriaceae, termasuk strain yang
cefixime, memproduksi beta-lactamase. Ceftazidime dan
cefoperazone, cefoperazone juga aktif terhadap P. Aeruginosa, tapi
cefpodoxime, kurang aktif dibanding generasi III lainnya terhadap
moxalactam. kokus gram-positif.
IV Cefepime, Aktivitas lebih luas dibanding generasi III dan tahan
cefpirome. terhadap beta-lactamase.

Tabel 8. Parameter-parameter Farmakokinetik untuk Beberapa Cephalosporin


Cara Waktu Paruh Ekskresi Penyesuaian Dosis
Obat Pemberian (jam) Ginjal (%) pada Gagal ginjal
Generasi I
Cefadroxil Oral 1,2-2,5 70-90 Ya
Cefazolin i.m., i.v. 1,5-2,5 70-95 Ya
Cefalexin Oral 1,0 95 Ya
Cefapirin i.m., i.v. 0,6 50-70 Ya
Cefradin Oral 0,7 75-100 Ya
Generasi II
Cefaclor Oral 0,6-0,9 60-85 Ya
Cefamandole i.m., i.v. 0,5-1,2 100 Ya
Cefmetazole i.v. 1,2-1,5 85 Ya
Cefonizid i.m., i.v. 3,5-4,5 95-99 Ya
Cefotetan i.m., i.v. 2,8-4,6 60-91 Ya
Cefoxitin i.m., i.v. 0,7-1,0 85 Ya
Cefprozil Oral 1,2-1,4 64 Ya
Cefuroxime i.m., i.v. 1,1-1,3 95 Ya
Cefuroxime Oral 1,1-1,3 52 Ya
axetil
Generasi III
Cefdinir Oral 1,7 18 Ya
Cefepime i.m., i.v. 2,0 70-99 Ya
Cefixime Oral 2,3-3,7 50 Ya
14
Cara Waktu Paruh Ekskresi Penyesuaian Dosis
Obat Pemberian (jam) Ginjal (%) pada Gagal ginjal
Cefoperazone i.m., i.v. 2,0 20-30 Tidak
Cefotaxime i.m., i.v. 1,0 40-60 Ya
Cefpodoxime Oral 1,9-3,7 40 Ya
proxetil
Ceftazidime i.m., i.v. 1,9 80-90 Ya
Ceftibuten Oral 1,5-2,8 57-75 Ya
Ceftizoxime i.m., i.v. 1,4-1,8 57-100 Ya
Cefriaxone i.m., i.v. 5,8-8,7 33-67 Tidak
Carbapenem
Imipenem/Cilast i.m., i.v. 1,0 50-70 Ya
atin
Metropenem i.v. 1,0 79 Ya
Generasi IV
Ceftazidime i.m., i.v. 1,9 NA NA
Cefepime i.m. 2,0 NA NA
*i.m. = intramuskuler; i.v. = intravena.

1) Monobactam(beta-lactam monosiklik)
Contoh: aztreonam.
Aktivitas : resisten terhadap beta-lactamase yang dibawa oleh bakteri gram-
negatif. Aktif terutama terhadap bakteri gram-negatif. Aktivitasnya sangat baik
terhadap Enterobacteriacease, P. Aeruginosa, H. Influenzae dan ganokokus.

Pemberian: parenteral, terdistribusi baik ke seluruh tubuh, termasuk cairan


serebrospinal.

Waktu paruh: 1,7 jam.

Ekskresi: sebagian besar obat diekskresi utuh melalui urin.


2) Carbapenem

Carbapenem merupakan antimikroba lini ketiga yang mempunyai aktivitas


antimikroba yang lebih luas daripada sebagian besar beta-lactam lainnya.
Yang termasuk carbapenem adalah impenem, meropenem dan doripenem.
Spektrum aktivitas: menghambat sebagian besar gram-positif, gram-negatif,
dan anaerob. Ketiganya sangat tahan terhadap beta-lactamase.
Efek samping: paling sering adalah mual dan muntah, dan kejang pada dosis
tinggi yang diberi pada pasien dengan lesi SSP atau dengan insufisiensi
ginjal. Meropenem dan doripenem mempunyai efikasi serupa imipenem,
tetapi lebih jarang menyebabkan kejang

3) Inhibitor beta-lactamase

15
Inhibitor beta-lactamse melindungi antimikroba beta-lactam dengan cara
menginaktivasi beta-lactamase. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah
clavulanic acid, sulbactam, dan tazobactam.
Clavulanic acid merupakan suicide inhibitor yang mengikat beta-lactamse dari
bakteri Gram-positif dan Gram-negatif secara irreversible. Obat ini
dikombinasi dengan amoxicillin untuk pemberian oral dan dengan ticarcillin
untuk pemberian parenteral.

Sulbactam dikombinasi dengan ampicillin untuk penggunaan parenteral, dan


kombinasi ini aktif terhadap kokus Gram-positif, termasuk S. Aureus
penghasil beta-lactamase, aerob Gram-negatif (tapi tidak terhadap
Pseudomonas) dan bakteri anaerob.

Tazobactam dikombinasi dengan piperacillin untuk penggunaan parenteral.


Waktu paruhnya memanjang dengan kombinasi ini, dan eksresinya melalui
ginjal.

b. Bacitracin
Bacitracin adalah kelompok yang terdiri dari antimikroba polipeptida, yang utama
adalah bacitracin A. Berbagai kokus dan basil Gram-positif, Neisseria, H.
Influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Bacitracin tersedia
dalam bentuk salep mata dan kulit, serta bedak untuk topikal. Bacitracin jarang
menyebabkan hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi
dengan neomisin dan/atau polimiksin. Bacitracin bersifat nefrotoksik bila
memasuki sirkulasi sistemik.

c. Vancomycin

Vancomycin merupakan antimikroba lini ketiga yang terutama aktif terhadap


bakteri Gram-positif. Vancomycin hanya diindikasikan untuk infeksi yang
disebabkan oleh S. Aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Semua
basil Gram-negatif dan mikrobakteria resisten terhadap Vancomycin.
Vancomycin diberikan secara intravena, dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek
sampingnya adalah reaksi hipersensitivitas, demam, flushing dan hipotensi (pada
infus cepat), serta gangguan pendengaran dan nefrotoksisitas pada dosis tinggi.

2. Obat yang Memodifikasi atau Menghambat Sintesis Protein

16
Obat antimikroba yang termasuk golongan ini adalah aminoglycoside, tetracycline,
chloramphenicol, macrolide (erythromycin, azithromycin, klaritromisin), clindamyicin,
mupirocin, dan spectinomycin.
a. Aminoglycoside

Spektrum aktivitas: Obat golongan ini menghambat bakteri aerob Gram-negatif.


Obat ini mempunyai indeks terapi semput, dengan toksisitas serius pada ginjal
dan pendengaran, khususnya pada pasien anak dan usia lanjut.
Efek samping: Toksisitas ginjal, ototoksisitas (auditorik maupun vestibular),
blokade neuromuskular (lebih jarang)

b. Tetracycline

Antimikroba yang termasuk ke dalam golongan ini adalah tetracycline,


doxycycline, oxytetracycline, minocycline, dan chlortetracycline. Antimikroba
golongan ini mempunyai spektrum luas dan dapat menghambat berbagai
bakteri Gram-positif, Gram-negatif, baik yang bersifat aerob maupun anaerob,
serta mikroorganisme lain seperti Ricketsia, Mycoplasma, Chlamydia, dan
beberapa spesies mikobakteria.
Tabel 9. Beberapa Sifat Tetracycline dan Obat-obat Segolongan

Cara Pemberian Waktu Paruh Ikatan Protein


Obat
yang Disukai Serum (jam) Serum (%)
Tetracycline HCl Oral, i.v. 8 25-60
Chlortetracycline HCl Oral, i.v. 6 40-70
Oxytetracycline HCl Oral, i.v. 9 20-35
Demeclocycline HCl Oral 12 40-90
Methacycline HCl Oral 13 75-90
Doxycycline Oral, i.v. 18 25-90
Minocycline HCl Oral, i.v. 16 70-75

c. Chloramphenicol

Chloramphenicol adalah antimikroba berspektrum luas, menghambat bakteri


Gram- positif dan negatif aerob dan anaerob, Chlamydia, Ricketsia, dan
Mycoplasma. Chloramphenicol mencegah sintesis protein dengan berikatan pada
subunit ribosom 50S.
Efek samping : suspresi sumsum tulang, grey baby syndrome, neuritis optik pada
anak, pertumbuhan kandida di saluran cerna, dan timbulnya ruam.
d. Macrolide
17
Macrolide aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat menghambat
beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Sebagian besar Gram-negatif
aerob resisten terhadap macrolide, namun azithromycin dapat menghambat
Salmonela. Azithromycin dan klaritromisin dapat menghambat H. Influenzae,
tetapi azithromycin mempunyai aktivitas terbesar. Keduanya juga aktif
terhadapH. Pylori. Macrolide mempengaruhi sintesis protein bakteri dengan cara
berikatan dengan subunit 50s ribosom bakteri, sehingga menghambat translokasi
peptida.
1) Erythromycin dalam bentuk basa bebas dapat diinaktivasi oleh asam,
sehingga pada pemberian oral, obat ini dibuat dalam sediaan salut enterik.
Erythromycin dalam bentuk estolat tidak boleh diberikan pada dewasa karena
akan menimbulkan liver injury.
2) Azithromycin lebih stabil terhadap asam jika dibanding erythromycin. Sekitar
37% dosis diabsorpsi, dan semakin menurun dengan adanya makanan. Obat
ini dapat meningkatkan kadar SGOT dan SGPT pada hati.

3) Clarithromycin. Absorpsi per oral 55% dan meningkat jika diberikan bersama
makanan. Obat ini terdistribusi luas sampai ke paru, hati, sel fagosis, dan
jaringan lunak. Metabolit clarithromycin mempunyai aktivitas antibakteri lebih
besar daripada obat induk. Sekitar 30% obat disekresi melalui urin, dan
sisanya melalui feses.
4) Roxithromycin mempunyai waktu paruh yang lebih panjang dan aktivitas yang
lebih tinggi melawan Haemophilus influenzae. Obat ini diberikan dua kali
sehari.
Roxithromycin hanya dimetabolisme sebagian, lebih dari separuh senyawa
diekskresi dalam bentuk utuh. Tiga metabolit telah diidentifikasi di urin dan
feses: metabolit utama adalah deskladinosa Roxithromycin, dengan N-mono
dan N-di-demetil Roxithromycin sebagai metabolit minor. Roxithromycin dan
ketiga metabolitnya terdapat di urin dan feses dalam persentase yang hampir
sama.

Efek samping yang paling sering terjadi adalah efek saluran cerna: diare,
mual, nyeri abdomen dan muntah. Efek samping yang lebih jarang termasuk
sakit kepala, ruam, nilai fungsi hati yang tidak normal dan gangguan pada
indra penciuman dan pengecap.

e. Clindamyicin

18
Clindamyicin menghambat sebagian besar kokus Gram-positif dan sebagian
besar bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat bakteri Gram-negatif aerob
seperti Haemophilus, Mycoplasma dan Chlamydia.
Efek samping: diare dan enterocolytis pseudomembranosa

D. Penilaian Antimikroba di Rumah Sakit


1. Penilaian Kuantitas Penggunaan Antimikroba Di Rumah Sakit

a) Kuantitas penggunaan antimikroba adalah jumlah penggunaan antimikroba di


rumah sakit yang diukur secara retrospektif dan prospektif dan melalui studi
validasi.
b) Studi validasi adalah studi yang dilakukan secara prospektif untuk mengetahui
perbedaan antara jumlah antimikroba yang benar-benar digunakan pasien
dibandingkan dengan yang tertulis di rekammedik.
c) Parameter perhitungan konsumsiantimikroba:
• Persentase pasien yang mendapat terapi antimikroba selama rawat inap
di rumah sakit.
• Jumlah penggunaan antimikroba dinyatakan sebagai dosis harian
ditetapkan dengan Defined Daily Doses (DDD)/100 patientdays.
d) DDD adalah asumsi dosis rata-rata per hari penggunaan antimikroba untuk
indikasi tertentu pada orang dewasa. Untuk memperoleh data baku dan
supaya dapat dibandingkan data di tempat lain maka WHO
merekomendasikan klasifikasi penggunaan antimikroba secara Anatomical
Therapeutic Chemical (ATC) Classification.

2. Penilaian Kualitas Penggunaan Antimikroba di RumahSakit


a) Kualitas penggunaan antimikroba dapat dinilai dengan melihat rekam
pemberian antimikroba dan rekam medik pasien.
b) Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaian diagnosis (gejala
klinis dan hasil laboratorium), indikasi, regimen dosis, keamanan danharga.
c) Alur penilaian menggunakan kategori/klasifikasi Gyssens.

19
d) Kategori hasil penilaian kualitatif penggunaan antimikroba sebagai berikut :

20
Kategori 0 = Penggunaan antimikroba tepat/bijak
Kategori I = Penggunaan antimikroba tidak tepat waktu
Kategori IIA = Penggunaan antimikroba tidak tepat dosis
Kategori IIB = Penggunaan antimikroba tidak tepat interval
pemberian
Kategori IIC = Penggunaan antimikroba tidak tepat cara/rute
pemberian
Kategori IIIA = Penggunaan antimikroba terlalu lama
Kategori IIIB = Penggunaan antimikroba terlalu singkat
Kategori IVA = Ada antimikroba lain yang lebih efektif
Kategori IVB = Ada antimikroba lain yang kurang toksik/lebih
aman
Kategori IVC = Ada antimikroba lain yang lebih murah
Kategori IVD = Ada antimikroba lain yang spektrumnya lebih
sempit
Kategori V = Tidak ada indikasi penggunaan antimikroba
Kategori VI = Data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat
dievaluasi

21
3. Prinsip Pencegahan Penyebaran Mikroba Resisten
Pencegahan penyebaran mikroba resisten di rumah sakit dilakukan melalui upaya
Pencegahan Pengendalian Infeksi (PPI). Pasien yang terinfeksi atau membawa koloni
mikroba resisten dapat menyebarkan mikroba tersebut ke lingkungan, sehinggaperlu
dilakukan upaya membatasi terjadinya transmisi mikroba tersebut, terdiri dari 4 (empat)
upaya berikutini.
a. Meningkatkan kewaspadaan standar (standard precaution), meliputi:
1. kebersihantangan
2. alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca mata
22
pelindung), face shield (pelindung wajah), dan gaun
3. dekontaminasi peralatan perawatan pasien
4. pengendalian lingkungan
5. penatalaksanaan linen
6. perlindungan petugas kesehatan
7. penempatan pasien
8. hygiene respirasi/etika batuk
9. praktek menyuntik yang aman
10. praktek yang aman untuk lumbalpunksi

b. Melaksanakan kewaspadaan transmisi. Jenis kewaspadaan transmisi meliputi:


1. Melalui kontak
2. Melalui droplet
3. Melalui udara(airborne)
4. Melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat,peralatan)
5. Melalui vektor (lalat, nyamuk,tikus)

Pada kewaspadaaan transmisi, pasien ditempatkan di ruang terpisah. Bila tidak


memungkinkan, maka dilakukan cohorting yaitu merawat beberapa pasien
dengan pola penyebab infeksi yang sama dalam satu ruangan.
c. Dekolonisasi
Dekolonisasi adalah tindakan menghilangkan koloni mikroba multiresisten pada
individu pengidap (carrier). Contoh: pemberian mupirosin topikal pada carrier
MRSA.

d. Tata laksana Kejadian Luar Biasa (KLB) mikroba multiresisten atau Multidrug-
Resistant Organisms (MDRO) seperti Methicillin Resistant Staphylococcus
Aureus (MRSA), bakteri penghasil Extended Spectrum Beta-Lactamase (ESBL),
atau mikroba multiresisten yanglain.

Apabila ditemukan mikroba multiresisten sebagai penyebab infeksi, maka


laboratorium mikrobiologi segera melaporkan kepada tim PPI dan dokter
penanggung jawab pasien, agar segera dilakukan tindakan untuk membatasi
penyebaran strain mikroba multiresisten tersebut.
Penanganan KLB mikroba multiresisten dilakukan berdasarkan prinsip berikut
ini :
1) Mikroba multiresisten adalah mikroba yang resisten terhadap paling sedikit 3
kelas antimikroba.
2) Mikroba multiresisten adalah mikroba yang resisten terhadap paling sedikit 3
23
kelas antimikroba.
3) Indikator pengamatan:
a. Angka MRSA
Penghitungan berpedoman pada rumus berikut ini:

Jumlah isolat MRSA


angkaMRSA=--------------------------------------------------------------------------X100%
Jumlah isolat Staphylococcus aureus + isolat MRSA

b. Angka mikroba penghasilESBL


Penghitungan berpedoman pada rumus berikut ini:

jumlah isolat ESBL


angkaESBL=--------------------------------------------------------------------------X100%

jumlah isolat bakteri non-ESBL + bakteri ESBL Contoh: Klebsiella


pneumoniae penghasil ESBL
jumlahK.pneumoniae ESBL
angkaESBL=--------------------------------------------------------------------------X100%
jumlahK.pneumoniae non-ESBL + K.pneumoniaeESBL

c. Angka mikroba multiresisten lain dihitung dengan rumus yang sama


dengan poin b)
d. Angka mikroba multiresisten lain dihitung dengan rumus yang sama
dengan poinb)
e. Selain indikator di atas, rumah sakit dapat menetapkan indikator KLB
sesuai dengan kejadiansetempat.
f. Untuk bisa mengenali indikator tersebut, perlu dilakukan surveilans dan
kerja sama dengan laboratorium mikrobiologi klinik.

4) Upaya menekan mikroba multiresisten, dilakukan baik ketika tidak ada KLB
maupun ketika terjadi KLB.
a. Jika tidak ada KLB, maka pengendalian mikroba multiresisten dilakukan
dengan dua cara utama,yakni:
 meningkatkan penggunaan antimikroba secara bijak, baik melalui
kebijakan manajerial maupun kebijakan profesional
 meningkatkan kewaspadaan standar

24
b. Jika ada KLB mikroba multiresisten, maka dilakukan usaha penanganan
KLB mikroba multiresisten sebagai berikut.
 Menetapkan sumber penyebaran, baik sumber insidental
(pointsource) maupun sumber menetap (continuoussources).
 Menetapkan modus transmisi

 Tindakan penanganan KLB, yang meliputi:


a) membersihkan atau menghilangkan sumber KLB
b) meningkatkan kewaspadaan baku
c) isolasi atau tindakan sejenis dapat diterapkan pada penderita
yang terkolonisasi atau menderita infeksi akibat mikroba
multiresisten; pada MRSA biasanya dilakukan juga
pembersihan kolonisasi pada penderita sesuai dengan
pedoman.
d) Pada keadaan tertentu ruang rawat dapat ditutup sementara
serta dibersihkan dandidisinfeksi.

Tindakan tersebut di atas sangat dipengaruhi oleh sumber dan pola penyebaran
mikroba multiresisten yang bersangkutan.

25
BAB IV
DOKUMENTASI

Lampiran 1

LEMBAR PENGUMPUL DATA


SURVEILANS ANTIBIOTIK PROFILAKSIS RS SIDO WARAS

Nama Pasien : Usia :

RM : Jenis Kelamin : L / P

Ruangan :
Diagnosis :

Nama Prosedur Operasi :

Jenis Operasi :

Tanggal Operasi :

Jam Mulai Operasi : Jam Selesai Operasi :

Jumlah Perdarahan : ..........mL

Pemberian Antibiotik Profilaksis

Cara
Nama Antibiotik Waktu Pemberian Dosis
Pemberian (iv
Profilaksis (jam) (mg / g )
drip / bolus)

26
Lampiran 2

DATA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS

BULAN :
KETERANGA
TANGGA
N NAMA TERAPI N
L LAHIR DIAGNOSA
O PASIEN ANTIBIOTIK (Kategori
DAN RM
Geyssens)

27
Lampiran 3

LAPORAN MUTU SURVEILANS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS

Bulan / Tahun : / 2019


No Kategori Geyssens Jumlah Presentase (%)
1 Kategori 0
2 Kategori I
3 Kategori IIA
4 Kategori IIB
5 Kategori IIC
6 Kategori IIIA
7 Kategori IIIB
8 Kategori IVA
9 Kategori IVB
10 Kategori IVC
11 Kategori IVD
12 Kategori V
13 Kategori VI
TOTAL

Analisa :

Mojokerto, ...................................
Dibuat Oleh,

(.............................................)

28

Anda mungkin juga menyukai