DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
PERATURAN DIREKTUR................................................................................................ 1
BAB I DEFINISI
A. Latar Belakang......................................................................................................... 3
B. Tujuan...................................................................................................................... 4
C. Definisi..................................................................................................................... 4
D. Kelebihan dan Keterbatasan Panduan...................................................................... 4
BAB IV PENUTUP............................................................................................................. 36
ii
PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT PELITA ANUGERAH
NOMOR. 238/PER.DIR/RSPA/VII/2018
TENTANG
PANDUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT PELITA
ANUGERAH TENTANG PANDUAN PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK.
Pasal 1
Panduan Penggunaan Antibiotik adalah sebagaimana terlampir yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari peraturan ini.
Pasal 2
Panduan Penggunaan Antibiotik ini harus dijadikan acuan guna
kesempurnaan kegiatan.
Pasal 3
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila ada
hal-hal yang tidak sesuai akan dilakukan revisi sesuai dengan
1
ketentuan yang berlaku.
Ditetapkan di Demak
pada tanggal 2 Juli 2018
DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT PELITA ANUGERAH
LAMPIRAN :
PERATURAN DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT PELITA ANUGERAH
NOMOR. 238/PER.DIR/RSPA/VII/2018
2
TENTANG PANDUAN
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
BAB I
DEFINISI
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
penting, khususnya di negara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi
masalah tersebut adalah antimikroba antara lain antibakteri/ antibiotik, antijamur,
antivirus, antiprotozoa. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada
infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62%
antibiotik digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit- penyakit yang
sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik di
berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan pada
indikasi (Hadi,2009).
Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai
permasalahan kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak
pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan
sosial yang sangat tinggi. Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi
lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya Streptococcus
pneumonia (SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli.
Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan diseluruh dunia, yaitu
Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci
(VRE), Penicillin-Resistant Pneumococci, Klebsiella pneumonia yang menghasilkan
Extended-Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), Carbapenem-Resistant Acinetobacter
baumannii dan Multi resistant Mycobacterium tuberculosis (Guzman-
Blancoetal.2000;Stevensonetal.2005).
Kuman resisten antibiotik tersebut terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak
bijak dan penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang tidak benar di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti dari
2494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis
antibiotika antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%).
Hasil penelitian 781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Escherichia coli
resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%),
kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin (18%).
Dengan berkembangnya pelayan di RS PELITA ANUGERAH dengan pelayan non
jiwa tidak terlepas dari penggunaan antibiotiK yang semakin meningkat sesuai dengan
banyaknya pasien infeksi yang memerlukan terapi antibiotik. Supaya penggunaan
antibiotik dapat dilaksanakan secara bijak dan mencegah terhadap resistensi antibiotik
maka perlu di Rumah Sakit Pelita Anugerah disusun panduan Penggunaan Antibiotik.
3
B. Tujuan
1. Umum
Sebagai acuan klinisi dalam penggunaan antibiotik di Rumah Sakit Pelita Anugerah.
2. Khusus
a. Tercapainya penggunaan antibiotik secara bijak
b. Mencegah terjadinya resistensi antibiotik
C. Definisi
a. Antibiotik empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum
diketahui jenis bakteri penyebabnya.
b. Antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah
diketahui jenis bakteri penyebab dan pola sistensinya.
c. Antibiotik kombinasi adalah pemberian antibiotik lebih dari satu jenis untuk
mengatasi infeksi.
d. Antibiotik lini I adalah antibiotik yang bisa diresepkan oleh dokter umum dan DPJP.
e. Antibiotik lini II adalah antibiotik yang bisa digunakan oleh semua dokter tetapi untuk
indikasi tertentu sesuai dengan standar pelayanan minimal atau berdasarkan hasil
kultur dan sensitifitas antibiotik
f. Antibiotik lini III adalah antibiotik yang boleh digunakan atas persetujuan Tim
pelaksana program pengendalian resistensi Antimikroba (PPRA).
BAB II
RUANG LINGKUP
4
A. Lingkup Area
1. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien rawat inap, pasien Instalasi Gawat
Darurat (IGD) dan pasien yang akan menjalani suatu prosedur.
2. Pelaksana panduan ini adalah dokter umum dan dokter penanggung jawab pasien
(DPJP).
B. Lingkup Pelayanan
Panduan penggunaan antibiotik ini diharapkan dapat diterapkan oleh pelaksana panduan
kepada pasien rawat inap maupun rawat jalan di Rumah Sakit Pelita Anugerah.
5
BAB III
TATA LAKSANA
6
Gambar 1. Parameter Farmakokinetik/ Farmakodinamik
Untuk antibiotika tipe I, rejimen dosis yang ideal adalah memaksimalkan kadar,
semakin ekstensif dan cepat tingkat bakterisidalnya. Karena itu, rasio AUC 24
jam/KHM, dan rasio kadar puncak/KHM merupakan prediktor efikasi antibiotika
7
yang penting. Untuk fluoroquinolone vs bakteri Gram-negatif, rasio AUC 24
jam/KHM optimal adalah sekitar 125. Bila fluoroquinolone vs Gram-positif,
40nampaknya cukup optimal. Namun, rasio AUC 24 jam/KHM untuk fluoroquinolone
sangat bervariasi.
Antibiotika tipe II menunjukkan sifat yang sama sekali berlawanan. Rejimen dosis
ideal untuk antibiotika ini diperoleh dengan memaksimalkan durasi paparan.
Parameter yang paling berkorelasi dengan efikasi adalah apabila waktu (t) di atas
KHM. Untuk beta-lactam dan erythromycin, efek bakterisidal maksimum diperoleh
bila waktu di atas KHM minimal 70% dari interval dosis.
Antibiotika tipe III memiliki sifat campuran, yaitu tergantung waktu dan efek
persisten yang sedang. Rejimen dosis ideal untuk antibiotika ini diperoleh dengan
memaksimalkan jumlah obat yang masuk dalam sirkulasi sistemik. Efikasi obat
ditentukan oleh rasio AUC 24 jam/KHM. Untuk Vancomycin, diperlukan rasio AUC
24 jam/KHM minimal 125.
2. Pemilihan antimikroba pada infeksi karena mikroba resisten banyak obat (MDRO)
Peningkatan resistensi mikroba berdampak pada peningkatan infeksi
mikroorganisme ( pathogen ) resisten banyak obat (MDRO). Transmisi MDRO
disebabkan oleh insiden infeksi yang tinggi disertai pencegahan pengendalian infeksi
rumah sakit yang belum optimal.
Infeksi MDRO dapat disebabkan oleh kuman pathogen baik dari kelompok gram
positif ataupun gram negative. Infeksi kuman gram positif resistan dapat disebabkan
oleh MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcua aureus), MRSE ( Methicillin
Resistant Staphylococcus epidermidis ), VISA (Vancomycin Resistant Staphylococcus
aureus) atau VRE (Vancomycin Resistant Enterococcus ). Sedangkan infeksi kuman
gram negative resisten dapat disebabkan oleh ESBLs (Extended Spectrum
Betalactamases), MDR Pseudomonas sp. Dan Acinetobacter baumanii, CRE
(Carbapenem resistant Enterobacteriaceae).
Pemilihan antimikroba bergantung dari jenis kuman penyebab yang diisolasi dari
sumber infeksi. Perlu dikaji apakah kuman yang diperoleh dari hasil kultur merupakan
8
pathogen atau hanya komensalatau koloni di tempat tersebut. Apabila ditetapkan
sebagai pathogen, pilihan antimikroba sebaiknya merupakan obat pilihan ( drug of
choice ) terhadap kuman tersebut. Pilihan terhadap kuman MDR, Pseudomonas dan
Acinetobacter direkomendasikan para ahli berdasarkan para ahli berdasarkan hasil uji
resistensi, belum ada data uji klinis berdasarkan evidence base yang menunjang
penggunaan obat-obat tersebut.
B. Penggolongan Antibiotik
Infeksi bakteri terjadi bila bakteri mampu melewati barrier mukosa atau kulit dan
menembus jaringan tubuh. Pada umumnya, tubuh berhasil mengeliminasi bakteri tersebut
dengan respon imun yang dimiliki, tetapi bila bakteri berkembang biak lebih cepat
daripada aktivitas respon imun tersebut maka akan terjadi penyakit infeksi yang disertai
dengan tanda-tanda inflamasi. Terapi yang tepat harus mampu mencegah
berkembangbiaknya bakteri lebih lanjut tanpa membahayakan host. Antibiotika adalah
obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Antibiotika bisa bersifat bakterisid
(membunuh bakteri) atau immunocompromised (misalnya pada pasien neutropenia) atau
infeksi di lokasi yang terlindung (misalnya pada cairan cerebrospinal), maka antibiotika
bakterisid harus digunakan.
9
4. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya kuinolon,
nitrofurantoin.
10
Golongan Contoh Aktivitas
Proteus. Aktivitas antibiotika
lebih rendah dibanding
ampicillin terhadap kokus Gram-
positif, dan kurang aktif
dibanding piperacillin dalam
melawan
Pseudoman. Golongan ini
dirusak oleh beta-lactamase.
Ureidopenicillin Mezlocillin, Aktivitas antibiotika terhadap
azlocillin, dan Pseudomonas,
pipercillin Klebsiella, dan Gram-negatif
lainnya.
Golongan ini dirusak oleh beta-
lactamase.
11
I Sefaleksin, Antibiotik yang efektif terhadap
sefalotin, Gram-Positif dan memiliki
sefazolin, aktivitas sedang terhadap Gram-
sefradin, negatif.
sefadroksil
II Sefaklor, Aktivitas antibiotic Gram-negatif
sefamandol, yang lebih tinggi daripada
sefuroksim, generasi-I.
sefoksitin,
sefotetan,
sefmetazol,
sefprozil.
III Sefotaksim, Aktivitas kurang aktif terhadap
seftriakson, kokus Gram-postif dibanding
seftazidim, generasi-I, tapi lebih aktif terhadap
sefiksim, Enterobacteriaceae,
sefoperazon, termasuk strain yang memproduksi
seftizoksim, beta-laktamase.
sefpodoksim,
moksalaktam.
IV Sefepim, Aktivitas lebih luas dibanding
sefpirom generasi-III dan tahan terhadap
beta-laktamase.
12
Waktu Penyesuaian
Cara Ekskresi
Obat Paruh Dosis pada
Pemberian Ginjal (%)
(jam) Gagal Ginjal
Sefixime Oral 2,3-3,7 50 Ya
Sefoperazon IM, IV 2,0 20-30 Ya
Sefotaksim IM, IV 1,0 40-60 Tidak
Sefpodoksim Oral 1,9-3,7 40 Ya
proksetil
Seftazidim IM, IV 1,9 80-90 Ya
Seftibuten Oral 1,5-2,8 57-75 Ya
Seftizoksim IM, IV 1,4-1,8 57-100 Ya
Seftriakson IM, IV 5,8-8,7 33-67 Ya
Karbapenem
Imipenem-silastatin IM, IV 1,0 50-70 Ya
Meropenem IV 1,0 79 Ya
Monobaktam
Aztreonam IM, IV 2,0 75 Ya
Generasi IV
Seftazidim IM, IV 1,9 NA NA
Sefepime IM 2,0 NA NA
IM = intramuskuler; IV = intravena.
4) Carbapenem
Carbapenem merupakan antibiotika lini ketiga yang mempunyai aktivitas
antibiotika yang lebih luas daripada sebagian besar beta-lactam lainnya. Yang
termasuk carbapenem adalah impenem, meropenem dan doripenem. Spektrum
aktivitas: menghambat sebagian besar Gram-positif, Gram-negatif, dan
anaerob. Ketiganya sangat tahan terhadap beta-lactamase.
Efek samping: paling sering adalah mual dan muntah, dan kejang pada dosis
tinggi yang diberi pada pasien dengan lesi SSP atau dengan insufisiensi ginjal.
Meropenem dan doripenem mempunyai efikasi serupa imipenem, tetapi lebih
jarang menyebabkan kejang.
5) Inhibitor beta-lactamase
Inhibitor beta-lactamse melindungi antibiotika beta-lactam dengan cara
menginaktivasi beta-lactamase. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah
clavulanic acid, sulbactam, dan tazobactam. Clavulanic acid merupakan
suicide inhibitor yang mengikat beta-lactamse dari bakteri Gram-positif dan
13
Gram-negatif secara irreversible. Obat ini dikombinasi dengan amoxicillin
untuk pemberian oral dan dengan ticarcillin untuk pemberian parenteral.
Sulbactam dikombinasi dengan ampicillin untuk penggunaan parenteral, dan
kombinasi ini aktif terhadap kokus Gram-positif, termasuk S. Aureus
penghasil beta-lactamase, aerob Gram-negatif (tapi tidak terhadap
Pseudomonas) dan bakteri anaerob. Tazobactam dikombinasi dengan
piperacillin untuk penggunaan parenteral. Waktu paruhnya memanjang dengan
kombinasi ini, dan eksresinya melalui ginjal.
b. Bacitracin
Bacitracin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotika polipeptida, yang utama
adalah bacitracin A. Berbagai kokus dan basil Gram-positif, Neisseria, H.
Influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Bacitracin tersedia
dalam bentuk salep mata dan kulit, serta bedak untuk topikal. Bacitracin jarang
menyebabkan hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi
dengan neomisin dan/atau polimiksin. Bacitracin bersifat nefrotoksik bila
memasuki sirkulasi sistemik.
c. Vancomycin
Vancomycin merupakan antibiotika lini ketiga yang terutama aktif terhadap bakteri
Gram-positif. Vancomycin hanya diindikasikan untuk infeksi yang disebabkan
oleh S. Aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Semua basil Gram-
negatif dan mikrobakteria resisten terhadap Vancomycin. Vancomycin diberikan
secara intravena, dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya adalah
reaksi hipersensitivitas, demam, flushing dan hipotensi (pada infus cepat), serta
gangguan pendengaran dan nefrotoksisitas pada dosis tinggi.
b. Tetracycline
Antibiotika yang termasuk ke dalam golongan ini adalah tetracycline, doxycycline,
oxytetracycline, minocycline, dan chlortetracycline. Antibiotika golongan ini
mempunyai spektrum luas dan dapat menghambat berbagai bakteri Gram-positif,
Gram-negatif, baik yang bersifat aerob maupun anaerob, serta mikroorganisme
lain seperti Ricketsia, Mycoplasma, Chlamydia, dan beberapa spesies
mikobakteria.
Tabel 14. Beberapa Sifat Tetrasiklin dan Obat-obat Segolongan
Obat Cara Pemberian Waktu Paruh IkatanProtein
yang Disukai Serum (jam) Serum(%)
Tetrasiklin HCl Oral, i.v. 8 25-60
Klortetrasiklin HCl Oral, i.v. 6 40-70
Oksitetrasiklin HCl Oral, i.v. 9 20-35
Demeklosiklin HCl Oral 12 40-90
Metasiklin HCl Oral 13 75-90
Doksisiklin Oral, i.v. 18 25-90
MinosiklinHCl Oral,i.v. 16 70-75
c. Chloramphenicol
Chloramphenicol adalah antibiotik berspektrum luas, menghambat bakteri Gram-
positif dan negatif aerob dan anaerob, Chlamydia, Ricketsia, dan Mycoplasma.
Chloramphenicol mencegah sintesis protein dengan berikatan pada subunit
ribosom 50S. Efek samping : suspresi sumsum tulang, grey baby syndrome,
neuritis optik pada anak, pertumbuhan kandida di saluran cerna, dan timbulnya
ruam.
15
3) Clarithromycin. Absorpsi per oral 55% dan meningkat jika diberikan bersama
makanan. Obat ini terdistribusi luas sampai ke paru, hati, sel fagosis, dan
jaringan lunak. Metabolit clarithromycin mempunyai aktivitas antibakteri lebih
besar daripada obat induk. Sekitar 30% obat disekresi melalui urin, dan sisanya
melalui feses.
4) Roxithromycin mempunyai waktu paruh yang lebih panjang dan aktivitas yang
lebih tinggi melawan Haemophilus influenzae. Obat ini diberikan dua kali
sehari. Roxithromycin hanya dimetabolisme sebagian, lebih dari separuh
senyawa diekskresi dalam bentuk utuh. Tiga metabolit telah diidentifikasi di
urin dan feses: metabolit utama adalah deskladinosa Roxithromycin, dengan N-
mono dan N-di-demetil Roxithromycin sebagai metabolit minor.
Roxithromycin dan ketiga metabolitnya terdapat di urin dan feses dalam
persentase yang hampir sama. Efek samping yang paling sering terjadi adalah
efek saluran cerna: diare, mual, nyeri abdomen dan muntah. Efek samping
yang lebih jarang termasuk sakit kepala, ruam, nilai fungsi hati yang tidak
normal dan gangguan pada indra penciuman dan pengecap.
e. Clindamyicin
Clindamyicin menghambat sebagian besar kokus Gram-positif dan sebagian besar
bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat bakteri Gram-negatif aerob seperti
Haemophilus, Mycoplasma dan Chlamydia. Efek samping: diare dan enterocolytis
pseudomembranosa.
f. Mupirocin
Mupirocin merupakan obat tipikal yang menghambat bakteri Gram-positif dan
beberapa Gram-negatif. Tersedia dalam bentuk krim atau salep 2% untuk
penggunaan di kulit (lesi kulit traumatik, impetigo yang terinfeksi sekunder oleh S.
Aureus atau S. Pyogenes) dan salep 2% untuk intranasal. Efek samping: iritasi
kulit dan mukosa serta sensitisasi. Obat ini diberikan secara intramuskular.Dapat
digunakan sebagai obat alternatif untuk infeksi gonokokus bila obat lini pertama
tidak dapat digunakan. Obat ini tidak efektif untuk infeksi Gonore faring. Efek
samping: nyeri lokal, urtikaria, demam, pusing, mual, dan insomnia.
b. Nitrofuran
Nitrofuran meliputi nitrofurantoin, furazolidin, dan nitrofurazon. Absorpsi melalui
saluran cerna 94% dan tidak berubah dengan adanya makanan. Nitrofuran bisa
menghambat Gram-positif dan negatif, termasuk E. Coli, Staphylococcus sp,
Klebsiella sp, Enterococcus sp, Neisseria sp, Salmonella sp, Shigella sp, dan
Proteus sp.
Pencegahan Anafilaksis :
1. Selalu sediakan obat/alat untuk mengatasi keadaan darurat.
2. Diagnosa dapat diusahakan melalui wawancara untuk mengetahui riwayat alergi obat
sebelumnya dan uji kulit (khusus untuk penicillin). Uji kulit tempel (patcht test) dapat
menentukan reaksi tipe I dan obat yang diberi topikal (tipe IV).
3. Radio Allergo Sorbent Test (RAST) adalah pemeriksaan yang dapat menentukan
adanya IgE spesifik terhadap berbagai antigen, juga tersedia dalam bentuk panil.
Disamping itu untuk reaksi tipe II dapat digunakan test Coombs indirek dan untuk
reaksi tipe III dapat diketahui dengan adanya IgG atau IgM terhadap obat.
4. Penderita perlu menunggu 20 menit setelah mendapat terapi parenteral antibiotika
untuk mengantisipasi timbulnya reaksi hipersensitivitas tipe I.
5. Tatalaksana Anafilaksis dapat dilihat di SPO masing-masing ruang perawatan/IGD.
18
Hal yang harus diperhatikan pada pemberian antibiotik pada usia lanjut:
a. Pada penderita usia lanjut (>65 tahun) sudah dianggap mempunyai mild renal
impairement (gangguan fungsi ginjal ringan) sehingga penggunaan antibiotik
untuk dosis pemeliharaan perlu diturunkan atau diperpanjang interval
pemberiannya.
b. Komorbiditas pada usia lanjut yang sering menggunakan berbagai jenis obat
memerlukan pertimbangan terjadinya interaksi dengan antibiotik.
c. Terapi antibiotik empiris pada pasien usia lanjut perlu segera dikonfirmasi dengan
pemeriksaan mikrobiologi dan penunjang yang lain.
Tabel 13. Daftar Antibiotik dengan Eliminasi Utama Melalui Ginjal dan memerlukan
Penyesuaian Dosis
Sebagian besar b-laktam Nitrofurantoin
Aminoglikosida Fosfomisin
TMP – SMX Tetrasiklin
Monobaktam Daptomisin
Ciprofloksasin Karbapenem
Levofloksasin PolimiksinB
Gatifloksasin Colistin
Gemifloksasin Flusitosin
Vankomisin
19
E. Upaya Untuk Meningkatkan Mutu Penggunaan Antibiotika
1. Prinsip penetapan dosis, interval, rute, waktu dan lama pemberian (rejimen dosis)
(Depkes, 2004; Tim PPRA Kemenkes RI, 2010; Dipiro, 2006; Thomas, 2006; Trissel,
2009; Lacy, 2010):
a. Dokter menulis di rekam medik secara jelas, lengkap dan benar tentang regimen
dosis pemberian antibiotika, dan instruksi tersebut juga ditulis di rekam pemberian
antibiotika (RPA) (Formulir Terlampir).
b. Dokter menulis resep antibiotika sesuai ketentuan yang berlaku, dan farmasis/
apoteker mengkaji kelengkapan resep serta dosis rejimennya.
c. Apoteker mengkaji ulang kesesuaian instruksi pengobatan di RPA dengan rekam
medik dan menulis informasi yang perlu disampaikan kepada dokter/ perawat/
tenaga medis lain terkait penggunaan antibiotika tersebut dam memberi paraf pada
RPA.
d. Apoteker menyiapkan antibiotika yang dibutuhkan yang dibutuhkan secara Unit
Dose Dispensing (UDD) ataupun secara aseptic dispensing (pencampuran
sediaan parenteral secara aseptis) jika SDM dan saran tersedia. Obat yang sudah
disiapkan oleh Instalasi Farmasi diserahkan kepada perawat ruangan.
e. Perawat yang memberikan antibiotika kepada pasien (sediaan perenteral/
nonparenteral/ oral) harus mencatat jam pemberian antibiotika yang sudah
ditentukan/ disepakati.
f. Antibiotika parenteral dapat diganti per oral, apabila setelah 24-48 jam (NHS,
2009):
1) Kondisi klinis pasien membaik.
2) Tidak ada gangguan fungsi pencernaan (muntah, malabsorpsi, gangguan
menelan, diare berat).
3) Kesadaran baik.
4) Tidak demam (suhu >36°C dan <38°C), disertai tidak lebih dari satu kriteria
berikut :
a) Nadi >90 kali/menit
b) Pernapasan >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg
c) Tekanan darah tidak stabil
d) Leukosit 4.000 sel/dl sampai dengan 12.000 sel/dl (tidak ada neutropeni)
g. Jika diagnosa belum bisa ditegakkan dengan pemeriksaan darah/ cairan tubuh
maka dokter bisa melakukan pengecatan gram dan atau kultur darah. Pemeriksaan
kultur darah dilakukan jika ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut:
1) Suhu tubuh > 38 °C
2) Leukosit <4.000 sel/dl atau >12.000 sel/dl
3) Neutrofilia atau granulosit immature >10%
d. DDD adalah asumsi dosis rata-rata per hari penggunaan antibiotic untuk indikasi
tertentu pada orang dewasa. Untuk memperoleh data baku dan supaya dapat
dibandingkan data ditempat lain maka WHO merekomendasikan klasifikasi
penggunaan antibiotic secara Anatomical Therapeutic Chemical (ATC)
Classification (Gould IM,2005).
e. Form monitoring DDD terlampir
24
Gambar 3
Alur Penilaian Kualitatif Penggunaan Antibiotik (Gyssens Classification)
25
G. Antimicrobial Stewardship Program Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Antimicrobial Stewardships Programs merupakan suatu program yang saling
melengkapi untuk mengubah atau mengarahkan penggunaan antimikroba di fasilitas
pelayanan kesehatan. Pelaksanaan program dapat dikelompokkan menjadi dua strategi
(Mc Dougal C,2005): Strategi Utama dan Strategi Pendukung.
Tujuan program untuk mengoptimalkan penggunaan antimikroba dalam rangka
pengendalian resistensi. Secara garis besar dapat dilihat pada tabel berikut:
26
Cara
Strategi Pelaksana Keuntungan Kerugian
pelaksanaan
pelatih.
Programmer
computer.
27
Cara
Strategi Pelaksana Keuntungan Kerugian
pelaksanaan
- lebih sensitif
- spektrum lebih
sempit,
- lebih aman
- lebih murah
H. Antibiotik Empirik
Pedoman Penggunaan Antibiotik Non Bedah
1. Penyakit Dalam
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
1. ISK Escherichia coli Trimetropim- 2x 1 Mini PO
Terapi Enterococcus sulfametoxazol mal 7
empiric staphylococcus Atau hari
kelompok I aureus Ciprofloxacin 2x1
komorbid (-) Atau amoxicillin
clavulanan 3x1
resiko
resistensi (-) 500/125
2. ISK Escherichia coli Ceftriaxon 1g/12 jam Mini IV
Terapi Enterococcus Atau mal 5
empiric staphylococcus Ciprofloxacin 400mg /12 hari
kelompok II aureus Atau jam
levofloxacin 750 mg/24
jam
3. ISK Escherichia coli Amoxicilin 1g/8 jam Mini IV
Terapi Enterococcus klavulanat mal 5
empiric staphylococcus hari
kelompok III aureus
4. ISK Escherichia coli Meropenem 1g/8 jam Mini IV
Terapi Enterococcus mal 5
empiric staphylococcus hari
kelompok IV aureus
5. Pneumonia H. influenza Azitromisin 500mg/ Mini PO
Terapi C. peumoniae Atau 24 jam mal 5
empiric M. pneumoniae Doksisiklin 100mg/ hari
Atau 24 jam
kelompok I
Amoksisilin 500mg/8
komorbid (-)
jam
resiko
resistensi (-)
6. Pneumonia Levofloxacin 750mg/ Mini IV
komunitas 24 jam mal 5
Terapi hari
empiric
kelompok II
28
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
rawat jalan,
AB 3 bulan
sebelumnya
7. Pneumonia Lefoloxacin atau 750mg/ Mini IV
komunitas kombinasi 24 jam mal 5
Terapi amoksisilin 1g/8jam hari
empiric +azitromisin
+500mg /
kelompok III
24 jam
rawat jalan
komorbid (+)
29
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
sulit)
12 Skin-soft Clindamisin po 300 mg/6 PO
tissue atau jam
infection sefalosporin po
Non purulen:
Mild Ceftriaxon iv + 30 mg .kg
IV
clindamisin oral bb dosis
terbagi
Vancomisis
Moderate +pip-tazobactam IV
Severe
Purulen TMP-SMZ atau 960 mg/12
Mild atau doxycicline jam
moderate 100 mg12
jam
Vancomisin 30
mg/kgBB
dosis
severe Atua linezlide terbagi
600 mg/12
jam
13 Infeksi intra Gram negative Cefotaxim atau 1g Tiap 8 IV
abdominal Seftriaxone atau 2 g jam IV
Ciproloxacine 400 mg Tiap IV
Dan 24 IV
pertimbangkan jam
metronidazol 1x 15
Tiap
mg/kg bb
12
dilanjutka
jam
n 7,5 Dosis
mg/kg BB initial
tiap 6
jam
30
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
Shigella spp Flouroquinolon 500 mg/24 4-5 PO
atau TMP-SMZ jam po hari
Atau 960mg/12
seftriazo jam po
ne 2 g/24 jam
IV
31
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
17 Diare Ciprofloxacin 2x 500 mg 3 hari
perjalanan (PO)
6-7
mg/kgBB/
hari(dibagi
dalam 4
kali dosis)
32
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman Penyebab Dosis Rute Lama
Antibiotik
2. Demam Salmonella typhi Lini 1 50-100 Oral 10-14
Tifoid Kloramfenikol mg/kgBB/ atau hari
hari IV
(dibagi
Lini 2
Amoksisilin dalam 4
Oral 10 hari
dosis)
atau
100 IV
Atau mg/kgBB/
Sefiksim hari 10 hari
Oral
Atau
Seftriakson 10mg/kgB 5 hari
IV
B/
atau
hari
IM
(dibagi
dalam 2
dosis)
80
mg/kgBB/
hari
(sekali
sehari)
3. Pneumonia
a. usia 2 Streptococcus Lini 1:
bulan hingga pneumonia dan Amoksisilin 15-25 Oral 3 hari
< 5 tahun) Staphylococcus mg/BB/8ja
epidermidis m
Lini 2:
Co-amoksiklav Oral 3 hari
15-25
Eritromisin
mg/BB/8ja
Oral 3 hari
m
Azitromisin
10 Oral 3 hari
Mycoplasma mg/kgBB/
pneumonia dan 6 jam
b. usia > 5
Chlamydia 15
tahun
pneumonia Lini 1: mg/kgBB/ Oral 3 hari
Eritromisin 24 jam
10
Atau mg/kgBB/
Azitromisin Oral 3 hari
33
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman Penyebab Dosis Rute Lama
Antibiotik
6 jam
15
mg/kgBB/
24 jam
4. Disentri Shigella Lini 1:
Kotrimoksasol TMP 4 oral 5 hari
mg/kgBB/
12 jam
Lini 2:
Siprofloksasin 5-10 oral 5 hari
mg/kgBB/
Lini 3: 12 jam
Sefiksim oral 5 hari
Amuba vegetatif 5
mg/kgBB/
Metronidazol 12 jam oral 5 hari
50
mg/kgBB/
hari
(dibagi 3
dosis)
34
35
BAB IV
PENUTUP
Buku panduan penggunaan antibiotik ini disusun untuk menjadi acuan penggunaan
antibiotik oleh staf Rumah Sakit Pelita Anugerah dan tetap terbuka untuk dievaluasi dan
disempurnakan dari waktu ke waktu guna perbaikan yang lebih optimal, serta dilakukan revisi
setiap tahun jika diperlukan.
DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT PELITA ANUGERAH
36