Anda di halaman 1dari 38

PANDUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

Pembuatan Dokumen TIM AKREDITASI


Tanggal 2 Juli 2018
Jumlah Halaman 36 Halaman

JL. RAYA BANDUNGREJO KM. 11,5 MRANGGEN DEMAK


TELP. (024) 672 5555; FAX. (024) 672 5550

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................... i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ii

PERATURAN DIREKTUR ................................................................................................ 1

BAB I DEFINISI
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 3
B. Tujuan ...................................................................................................................... 4
C. Definisi..................................................................................................................... 4
D. Kelebihan dan Keterbatasan Panduan...................................................................... 4

BAB II RUANG LINGKUP


A. Lingkup Area ........................................................................................................... 5
B. Lingkup Pelayanan .................................................................................................. 5

BAB III TATA LAKSANA


A. Penggunaan Antibiotik Rasional ............................................................................. 6
B. Penggolongan Antibiotik ......................................................................................... 9
C. Hal-hal yang Berhubungan dengan Penggunaan Antibiotika .................................. 17
D. Pedoman Penggunaan Antibiotika pada Kelompok Khusus ................................... 18
E. Upaya Untuk Meningkatkan Mutu Penggunaan Antibiotika .................................. 20
F. Penilaian Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit ................................................... 23
G. Antimicrobial Stewardship Program pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan ............. 26
H. Antibiotik Empirik ................................................................................................... 28

BAB IV PENUTUP ............................................................................................................. 36

ii
PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT PELITA ANUGERAH
NOMOR. 238/PER.DIR/RSPA/VII/2018

TENTANG
PANDUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT PELITA ANUGERAH

Menimbang : a. bahwa untuk lebih meningkatkan pelayanan di Rumah Sakit


Pelita Anugerah diperlukan panduan penggunaan antibiotik;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu adanya penetapan Peraturan Direktur tentang
Penggunaan Antibiotik.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;


2. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum
Penggunaan Antibiotik;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT PELITA
ANUGERAH TENTANG PANDUAN PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK.

Pasal 1
Panduan Penggunaan Antibiotik adalah sebagaimana terlampir yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari peraturan ini.

Pasal 2
Panduan Penggunaan Antibiotik ini harus dijadikan acuan guna
kesempurnaan kegiatan.

1
Pasal 3
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila ada
hal-hal yang tidak sesuai akan dilakukan revisi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

Ditetapkan di Demak
pada tanggal 2 Juli 2018

DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT PELITA ANUGERAH

dr. ENDANG AGUSTINAR, M.Kes

2
LAMPIRAN :
PERATURAN DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT PELITA ANUGERAH
NOMOR. 238/PER.DIR/RSPA/VII/2018
TENTANG PANDUAN
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

PANDUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK

BAB I
DEFINISI

A. Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
penting, khususnya di negara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi
masalah tersebut adalah antimikroba antara lain antibakteri/ antibiotik, antijamur,
antivirus, antiprotozoa. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada
infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62%
antibiotik digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit- penyakit yang
sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik di
berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan pada
indikasi (Hadi,2009).
Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai
permasalahan kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak
pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan
sosial yang sangat tinggi. Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi
lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya Streptococcus
pneumonia (SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli.
Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan diseluruh dunia, yaitu
Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci
(VRE), Penicillin-Resistant Pneumococci, Klebsiella pneumonia yang menghasilkan
Extended-Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), Carbapenem-Resistant Acinetobacter
baumannii dan Multi resistant Mycobacterium tuberculosis (Guzman-
Blancoetal.2000;Stevensonetal.2005).
Kuman resisten antibiotik tersebut terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak
bijak dan penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang tidak benar di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti dari
2494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis
antibiotika antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%).
Hasil penelitian 781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Escherichia coli
resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%),
kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin (18%).
Dengan berkembangnya pelayan di RS PELITA ANUGERAH dengan pelayan non
jiwa tidak terlepas dari penggunaan antibiotiK yang semakin meningkat sesuai dengan
3
banyaknya pasien infeksi yang memerlukan terapi antibiotik. Supaya penggunaan
antibiotik dapat dilaksanakan secara bijak dan mencegah terhadap resistensi antibiotik
maka perlu di Rumah Sakit Pelita Anugerah disusun panduan Penggunaan Antibiotik.

B. Tujuan
1. Umum
Sebagai acuan klinisi dalam penggunaan antibiotik di Rumah Sakit Pelita Anugerah.
2. Khusus
a. Tercapainya penggunaan antibiotik secara bijak
b. Mencegah terjadinya resistensi antibiotik

C. Definisi
a. Antibiotik empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum
diketahui jenis bakteri penyebabnya.
b. Antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah
diketahui jenis bakteri penyebab dan pola sistensinya.
c. Antibiotik kombinasi adalah pemberian antibiotik lebih dari satu jenis untuk
mengatasi infeksi.
d. Antibiotik lini I adalah antibiotik yang bisa diresepkan oleh dokter umum dan DPJP.
e. Antibiotik lini II adalah antibiotik yang bisa digunakan oleh semua dokter tetapi untuk
indikasi tertentu sesuai dengan standar pelayanan minimal atau berdasarkan hasil
kultur dan sensitifitas antibiotik
f. Antibiotik lini III adalah antibiotik yang boleh digunakan atas persetujuan Tim
pelaksana program pengendalian resistensi Antimikroba (PPRA).

D. Kelebihan dan Keterbatasan Panduan


a. Kelebihan panduan
Panduan ini sudah disesuaikan dengan antibiotik yang ada di formularium yang
digunakan di RS Pelita Anugerah.
b. Kekurangan panduan
Panduan ini belum menggunakan pola kuman dari Rumah Sakit Pelita Anugerah,
sehingga kemungkinan masih ada yang belum sesuai dengan pola kuman
sesungguhnya.

4
BAB II
RUANG LINGKUP

A. Lingkup Area
1. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien rawat inap, pasien Instalasi Gawat
Darurat (IGD) dan pasien yang akan menjalani suatu prosedur.
2. Pelaksana panduan ini adalah dokter umum dan dokter penanggung jawab pasien
(DPJP).

B. Lingkup Pelayanan
Panduan penggunaan antibiotik ini diharapkan dapat diterapkan oleh pelaksana panduan
kepada pasien rawat inap maupun rawat jalan di Rumah Sakit Pelita Anugerah.

5
BAB III
TATA LAKSANA

A. Penggunaan Antibiotik Rasional


Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang
memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan
toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini, yang dibuat secara semi-
sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula senyawa sintesis dengan khasiat
antibakteri. Penggunaan antibiotik diindikasikan dimulai dengan menegakkan diagnosis
penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium
seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri
(self-limited).

Terdapat beberapa pertimbangan penggunaan antibiotik yaitu:


1. Pertimbangan Farmakokinetik dan Farmakodinamik Antibiotika
Farmakokinetik (pharmacokinetic, PK) membahas tentang perjalanan kadar
antibiotika di dalam tubuh, sedangkan farmakodinamik (pharmacodynamic, PD)
membahas tentang hubungan antara kadar-kadar itu dan efek antibiotikanya. Dosis
antibiotika dulunya hanya ditentukan oleh parameter PK saja. Namun, ternyata PD
juga memainkan peran yang sama, atau bahkan lebih penting. Pada abad resistensi
antibiotika yang terus meningkat ini, PD bahkan menjadi lebih penting lagi, karena
perameter-parameter ini bisa digunakan untuk mendesain rejimen dosis yang
melawan atau mencegah resistensi. Jika walaupun efikasi klinis dan keamanan masih
menjadi standar emas untuk membandingkan antibiotika, ukuran farmakokinetik dan
farmakodinamik telah semakin sering digunakan. Beberapa ukuran PK dan PD lebih
prediktif terhadap efikasi klinis.
Ukuran utama aktivitas antibiotika adalah Kadar Hambat Minimum (KHM).
KHM adalah kadar terendah antibiotika yang secara sempurna menghambat
pertumbuhan suatu mikroorganisme secara in vitro. Walaupun KHM adalah indikator
yang baik untuk potensi suatu antibiotika, KHM tidak menunjukkan apa-apa tentang
perjalanan waktu aktivitas antibiotika.
Parameter-parameter farmakokinetik menghitung perjalanan kadar serum
antibiotika. Terdapat 3 parameter farmakokinetik yang paling penting untuk
mengevaluasi efikasi antibiotika, yaitu kadar puncak serum (Cmax), kadar minimum
(Cmin), dan area under curve (AUC) pada kurva kadar serum vs waktu. Walaupun
parameter-parameter ini mengkuantifikasi perjalanan kadar serum, parameter-
parameter tersebut tidak mendeskripsikan aktivitas bakterisidal suatu antibiotika.
Aktivitas antibiotika dapat dikuantifikasi dengan mengintergritasikan parameter-
parameter PK/PD dengan KHM. Parameter tersebut yaitu: rasio kadar puncak/KHM,
waktu>KHM, dan rasio AUC-24 jam/KHM

6
Gambar 1. Parameter Farmakokinetik/ Farmakodinamik

Tiga sifat farmakodinamik antibiotika yang paling baik untuk menjelaskan


aktivitas bakterisidal adalah time-depence, concentration-depence, dan efek persisten.
Kecepatan bakterisidal ditentukan oleh panjang waktu yang diperlukan untuk
membunuh bakteri (time-depence), atau efek meningkatkan kadar obat (concentration-
depence). Efek persisten mencakup Post-Antibiotic Effect (PAE). PAE adalah supresi
pertumbuhan bakteri secara persisten sesudah paparan antibiotika.

Tabel 1. Pola Aktivitas Antibiotika berdasarkan parameter PK/PD


Pola Aktivitas
Tipe I Aminoglicoside Memaksimalkan - Rasio AUC-24
Bakterisidal Fluoroquinolone kadar jam/KHM
concentration- Ketolide - Rasio kadar
dependence dan Efek puncak/KHM
persisten yang lama
Tipe II Carbapenem Memaksimalkan Waktu>KHM
Bakterisidal time Cephalosporin durasi paparan
dependence dan Erythromycin
Efek persisten Linezolid
minimal Penicillin
Tipe III Azithromycin Memaksimalkan Rasio AUC-24
Bakterisidal time Clindamyicin jumlah obat yang jam/KHM
dependence dan Oxazolidinone masuk sirkulasi
Efek persisten sedang Tetracycline sistemik
sampai lama Vancomycin

Untuk antibiotika tipe I, rejimen dosis yang ideal adalah memaksimalkan kadar,
semakin ekstensif dan cepat tingkat bakterisidalnya. Karena itu, rasio AUC 24

7
jam/KHM, dan rasio kadar puncak/KHM merupakan prediktor efikasi antibiotika
yang penting. Untuk fluoroquinolone vs bakteri Gram-negatif, rasio AUC 24
jam/KHM optimal adalah sekitar 125. Bila fluoroquinolone vs Gram-positif,
40nampaknya cukup optimal. Namun, rasio AUC 24 jam/KHM untuk fluoroquinolone
sangat bervariasi.
Antibiotika tipe II menunjukkan sifat yang sama sekali berlawanan. Rejimen dosis
ideal untuk antibiotika ini diperoleh dengan memaksimalkan durasi paparan.
Parameter yang paling berkorelasi dengan efikasi adalah apabila waktu (t) di atas
KHM. Untuk beta-lactam dan erythromycin, efek bakterisidal maksimum diperoleh
bila waktu di atas KHM minimal 70% dari interval dosis.
Antibiotika tipe III memiliki sifat campuran, yaitu tergantung waktu dan efek
persisten yang sedang. Rejimen dosis ideal untuk antibiotika ini diperoleh dengan
memaksimalkan jumlah obat yang masuk dalam sirkulasi sistemik. Efikasi obat
ditentukan oleh rasio AUC 24 jam/KHM. Untuk Vancomycin, diperlukan rasio AUC
24 jam/KHM minimal 125.

Gambar 2. Pola Aktivitas Antibiotik berdasarkan Profil PK/PD

2. Pemilihan antimikroba pada infeksi karena mikroba resisten banyak obat (MDRO)
Peningkatan resistensi mikroba berdampak pada peningkatan infeksi
mikroorganisme ( pathogen ) resisten banyak obat (MDRO). Transmisi MDRO
disebabkan oleh insiden infeksi yang tinggi disertai pencegahan pengendalian infeksi
rumah sakit yang belum optimal.
Infeksi MDRO dapat disebabkan oleh kuman pathogen baik dari kelompok gram
positif ataupun gram negative. Infeksi kuman gram positif resistan dapat disebabkan
oleh MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcua aureus), MRSE ( Methicillin
Resistant Staphylococcus epidermidis ), VISA (Vancomycin Resistant Staphylococcus
aureus) atau VRE (Vancomycin Resistant Enterococcus ). Sedangkan infeksi kuman
gram negative resisten dapat disebabkan oleh ESBLs (Extended Spectrum
Betalactamases), MDR Pseudomonas sp. Dan Acinetobacter baumanii, CRE
(Carbapenem resistant Enterobacteriaceae).

8
Pemilihan antimikroba bergantung dari jenis kuman penyebab yang diisolasi dari
sumber infeksi. Perlu dikaji apakah kuman yang diperoleh dari hasil kultur merupakan
pathogen atau hanya komensalatau koloni di tempat tersebut. Apabila ditetapkan
sebagai pathogen, pilihan antimikroba sebaiknya merupakan obat pilihan ( drug of
choice ) terhadap kuman tersebut. Pilihan terhadap kuman MDR, Pseudomonas dan
Acinetobacter direkomendasikan para ahli berdasarkan para ahli berdasarkan hasil uji
resistensi, belum ada data uji klinis berdasarkan evidence base yang menunjang
penggunaan obat-obat tersebut.

Beberapa antimikroba yang direkomendasikan untuk infeksi MDRO :


a. MRSA : infeksi pada kulit dan jaringan lunak. Paru dan infeksi aliran darah.
Obat pilihan : Vancomycin, Teicoplanin, Linezolide.
b. ESBL : infeksi pada paru, intraabdominal, saluran kemih, kulit dan jaringan lunak,
infeksi aliran darah.
Obat pilihan : carbapenem, piperazilin-tazobactam, Tygecycline, Amikacin.
c. Pseudomonas aeruginosa : infeksi paru, intraabdominal, saluran kemih, kulit dan
jaringan lunak.
Obat pilihan : Seftazidime, Sefalosporin generasi-4, Cefepime/Cefpirome,
Piperazilin-tazobactam, Carbapenem ( meropenem/Imipenem/Doripenem),
Amikasin, Levofloksasin, Ciprofloksasin.
d. MDR Pseudomonas Aeruginosa
Obat pilihan : Colistin/ Polymixin dalam kombinasi dengan Carbapenem atau
Piperazilin-tazobactam atau Aminoglicosida.
e. MDR Acinetobacter baumani
Obat pilihan : Colistin/ Polymixin dalam kombinasi dengan Carbapenem,
Tygaciline kombinasi dengan Carbapenem atau Aminoglikosida, Sulbactam dosis
tinggi ( 12 gr/hari )

B. Penggolongan Antibiotik
Infeksi bakteri terjadi bila bakteri mampu melewati barrier mukosa atau kulit dan
menembus jaringan tubuh. Pada umumnya, tubuh berhasil mengeliminasi bakteri tersebut
dengan respon imun yang dimiliki, tetapi bila bakteri berkembang biak lebih cepat
daripada aktivitas respon imun tersebut maka akan terjadi penyakit infeksi yang disertai
dengan tanda-tanda inflamasi. Terapi yang tepat harus mampu mencegah
berkembangbiaknya bakteri lebih lanjut tanpa membahayakan host. Antibiotika adalah
obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Antibiotika bisa bersifat bakterisid
(membunuh bakteri) atau immunocompromised (misalnya pada pasien neutropenia) atau
infeksi di lokasi yang terlindung (misalnya pada cairan cerebrospinal), maka antibiotika
bakterisid harus digunakan.

Antibiotik bisa diklasifikasikan berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:


1. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-laktam(penisilin,
sefalosporin, monobaktam, karbapenem, inhibitor beta-laktamase), basitrasin, dan
vankomisin.

9
2. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosid,
kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin),
klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.
3. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya trimetoprim
dan sulfonamid.
4. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya kuinolon,
nitrofurantoin.

Penggolongan antibiotika berdasarkan mekanisme kerja :


1. Obat yang Menghambat Sintesis atau Merusak Dinding Sel Bakteri
a. Antibiotika Beta-lactam
Antibiotika beta-lactam terdiri dari berbagai golongan obat yang mempunyai
struktur cincin beta-lactam, yaitu penicillin, cephalosporin, monobactam,
carbapenem, dan inhibitor beta lactamase. Obat-obat antiobiotik beta-lactam
umunya bersifat bakterisid, dan sebagian besar efektif terhadap organisme Gram-
positif dan negatif. Antibiotika beta-lactam menganggu sintesis dinding sel
bakteri, dengan menghambat langkah terakhir dalam sintesis peptidoglikan, yaitu
heteropolimer yang memberikan stabilitas mekanik pada dinding sel bakteri.
1) Penicillin
Golongan penicillin diklasifikasikan berdasarkan spektrum aktivitas
antibiotikanya.
Tabel 2. Antibiotika Golongan Penicillin
Golongan Contoh Aktivitas
Penicillin G dan Penicillin G dan Sangat aktif terhadap kokus
penicillin V penicillin V Gram-positif, tetapi cepat
dihidrolisis oleh penicillinase
atau beta-lactamase, sehingga
tidak efektif terhadap S. aureus
Penicillin yang Metisilin, Merupakan obat pilihan utama
resisten nafcillin, untuk terapi S.Aureus yang
terhadap beta- oxacillin, memproduksi penicillinase.
lactamase/ cloxacillin, dan Aktivitas antibiotika kurang
penicillinase dicloxacillin poten terhadap mikroorganisme
yang sensitif terhadap
penicillin G.
Aminopenicillin Ampicillin, Selain mempunyai aktivitas
amoxicillin terhadap bakteri Gram-positif,
juga mencakup mikroorganisme
Gram-negatif, seperti
Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, dan Proteus
mirabili. Obat-obat ini sering
diberikan bersama inhibitor
beta-lactamase (clavulanic acid,
sulbactam, tazobactam) untuk

10
Golongan Contoh Aktivitas
mencegah hidrolisis oleh beta-
lactamase yang semakin banyak
ditemukan pada bakteri Gram-
negatif ini.
Carboxypenicillin Carbenicillin, Antibiotika untuk
ticarcillin Pseudomonas, Enterobacter, dan
Proteus. Aktivitas antibiotika
lebih rendah dibanding
ampicillin terhadap kokus Gram-
positif, dan kurang aktif
dibanding piperacillin dalam
melawan
Pseudoman. Golongan ini
dirusak oleh beta-lactamase.
Ureidopenicillin Mezlocillin, Aktivitas antibiotika terhadap
azlocillin, dan Pseudomonas,
pipercillin Klebsiella, dan Gram-negatif
lainnya.
Golongan ini dirusak oleh beta-
lactamase.

Tabel 3. Parameter-parameter Farmakokinetik untuk Beberapa Penisilin


Obat Cara Waktu Ekskresi Penyesuaian
Pemberian Paruh(jam) Ginjal(%) Dosis Pada
Gagal
Ginjal
Penisilin alami
Penisilin G IM, IV 0,5 79-85 Ya
PenisilinV Oral 0,5 20-40 Ya

Penisilin Anti-stafilokokus (resisten penisilinase)


Nafisilin IM,IV 0,8-1,2 31-38 Tidak
Oksasilin IM,IV 0,4-0,7 39-66 Tidak
Kloksasilin Oral 0,5-0,6 49-70 Tidak
Dikloksasilin Oral 0,6-0,8 35-90 Tidak
Aminopenisilin
Ampisilin Oral,IM,IV 1,1-1,5 40-92 Ya
Amoksisilin Oral 1,4-2,0 86 Ya
Penisilin Anti-pseudomonas
Karbenisilin Oral 0,8-1,2 85 Ya
Mezlosilin IM,IV 0,9-1,7 61-69 Ya
Piperasilin IM,IV 0,8-1,1 74-89 Ya
Tikarsilin IM,IV 1,0-1,4 95 Ya
IM = intramuskuler; IV = intravena.
11
2) Cephalosporin
Cephalosporin menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan mekanisme
serupa dengan penicillin. Cephalosporin diklasifikasikan berdasarkan
generasinya.
Tabel 4. Klasifikasi dan Aktivitas Sefalosporin
Generasi Contoh Aktivitas
I Sefaleksin, Antibiotik yang efektif terhadap
sefalotin, Gram-Positif dan memiliki
sefazolin, aktivitas sedang terhadap Gram-
sefradin, negatif.
sefadroksil
II Sefaklor, Aktivitas antibiotic Gram-negatif
sefamandol, yang lebih tinggi daripada
sefuroksim, generasi-I.
sefoksitin,
sefotetan,
sefmetazol,
sefprozil.
III Sefotaksim, Aktivitas kurang aktif terhadap
seftriakson, kokus Gram-postif dibanding
seftazidim, generasi-I, tapi lebih aktif terhadap
sefiksim, Enterobacteriaceae,
sefoperazon, termasuk strain yang memproduksi
seftizoksim, beta-laktamase.
sefpodoksim,
moksalaktam.
IV Sefepim, Aktivitas lebih luas dibanding
sefpirom generasi-III dan tahan terhadap
beta-laktamase.

Tabel 5. Parameter-parameter Farmakokinetik untuk Beberapa Sefalosporin


Waktu Penyesuaian
Cara Ekskresi
Obat Paruh Dosis pada
Pemberian Ginjal (%)
(jam) Gagal Ginjal
Generasi-I
Sefadroksil Oral 1,2-2,5 70-90 Ya
Sefazolin IM, IV 1,5-2,5 70-95 Ya
Sefaleksin Oral 1,0 95 Ya
Sefapirin IM, IV 0,6 50-70 Ya
Sefradin Oral 0,7 75-100 Ya
Generasi-II
Sefaklor Oral 0,6-0,9 60-85 Ya
Sefamandol IM, IV 0,5-1,2 100 Ya
Sefmetazol IV 1,2-1,5 85 Ya
Sefonisid IM, IV 3,5-4,5 95-99 Ya

12
Waktu Penyesuaian
Cara Ekskresi
Obat Paruh Dosis pada
Pemberian Ginjal (%)
(jam) Gagal Ginjal
Sefotetan IM, IV 2,8-4,6 60-91 Ya
Sefoxitin IM, IV 0,7-1,0 85 Ya
Sefprozil Oral 1,2-1,4 64 Ya
Sefuroksim IM, IV 1,1-1,3 95 Ya

Sefuroksim aksetil Oral 1,1-1,3 52 Ya


Generasi III
Sefdinir Oral 1,7 18 Ya
Sefepim IM, IV 2,0 70-99 Ya
Sefixime Oral 2,3-3,7 50 Ya
Sefoperazon IM, IV 2,0 20-30 Ya
Sefotaksim IM, IV 1,0 40-60 Tidak
Sefpodoksim Oral 1,9-3,7 40 Ya
proksetil
Seftazidim IM, IV 1,9 80-90 Ya
Seftibuten Oral 1,5-2,8 57-75 Ya
Seftizoksim IM, IV 1,4-1,8 57-100 Ya
Seftriakson IM, IV 5,8-8,7 33-67 Ya
Karbapenem
Imipenem-silastatin IM, IV 1,0 50-70 Ya
Meropenem IV 1,0 79 Ya
Monobaktam
Aztreonam IM, IV 2,0 75 Ya
Generasi IV
Seftazidim IM, IV 1,9 NA NA
Sefepime IM 2,0 NA NA
IM = intramuskuler; IV = intravena.

3) Monobactam (beta-lactam monosiklik)


Contoh: aztreonam.
Aktivitas : resisten terhadap beta-lactamase yang dibawa oleh bakteri Gram-
negatif. Aktif terutama terhadap bakteri Gram-negatif. Aktivitasnya sangat
baik terhadap Enterobacteriacease, P. Aeruginosa, H. Influenzae dan
ganokokus. Pemberian: parenteral, terdistribusi baik ke seluruh tubuh,
termasuk cairan serebrospinal. Waktu paruh: 1,7 jam.
Ekskresi: sebagian besar obat diekskresi utuh melalui urin.

4) Carbapenem
Carbapenem merupakan antibiotika lini ketiga yang mempunyai aktivitas
antibiotika yang lebih luas daripada sebagian besar beta-lactam lainnya. Yang
termasuk carbapenem adalah impenem, meropenem dan doripenem. Spektrum

13
aktivitas: menghambat sebagian besar Gram-positif, Gram-negatif, dan
anaerob. Ketiganya sangat tahan terhadap beta-lactamase.
Efek samping: paling sering adalah mual dan muntah, dan kejang pada dosis
tinggi yang diberi pada pasien dengan lesi SSP atau dengan insufisiensi ginjal.
Meropenem dan doripenem mempunyai efikasi serupa imipenem, tetapi lebih
jarang menyebabkan kejang.

5) Inhibitor beta-lactamase
Inhibitor beta-lactamse melindungi antibiotika beta-lactam dengan cara
menginaktivasi beta-lactamase. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah
clavulanic acid, sulbactam, dan tazobactam. Clavulanic acid merupakan
suicide inhibitor yang mengikat beta-lactamse dari bakteri Gram-positif dan
Gram-negatif secara irreversible. Obat ini dikombinasi dengan amoxicillin
untuk pemberian oral dan dengan ticarcillin untuk pemberian parenteral.
Sulbactam dikombinasi dengan ampicillin untuk penggunaan parenteral, dan
kombinasi ini aktif terhadap kokus Gram-positif, termasuk S. Aureus
penghasil beta-lactamase, aerob Gram-negatif (tapi tidak terhadap
Pseudomonas) dan bakteri anaerob. Tazobactam dikombinasi dengan
piperacillin untuk penggunaan parenteral. Waktu paruhnya memanjang dengan
kombinasi ini, dan eksresinya melalui ginjal.

b. Bacitracin
Bacitracin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotika polipeptida, yang utama
adalah bacitracin A. Berbagai kokus dan basil Gram-positif, Neisseria, H.
Influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Bacitracin tersedia
dalam bentuk salep mata dan kulit, serta bedak untuk topikal. Bacitracin jarang
menyebabkan hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi
dengan neomisin dan/atau polimiksin. Bacitracin bersifat nefrotoksik bila
memasuki sirkulasi sistemik.

c. Vancomycin
Vancomycin merupakan antibiotika lini ketiga yang terutama aktif terhadap
bakteri Gram-positif. Vancomycin hanya diindikasikan untuk infeksi yang
disebabkan oleh S. Aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Semua basil
Gram-negatif dan mikrobakteria resisten terhadap Vancomycin. Vancomycin
diberikan secara intravena, dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya
adalah reaksi hipersensitivitas, demam, flushing dan hipotensi (pada infus cepat),
serta gangguan pendengaran dan nefrotoksisitas pada dosis tinggi.

2. Obat yang Memodifikasi atau Menghambat Sintesis Protein


Obat antibiotika yang termasuk golongan ini adalah Aminoglycoside, tetracycline,
Chloramphenicol, macrolide (erythromycin, azithromycin, klaritromisin),
Clindamyicin, mupirocin, dan spectinomycin.
a. Aminoglycoside
Spektrum aktivitas: Obat golongan ini menghambat bakteri aerob Gram-negatif.
Obat ini mempunyai indeks terapi semput, dengan toksisitas serius pada ginjal dan
14
pendengaran, khususnya pada pasien anak dan usia lanjut. Efek samping:
Toksisitas ginjal, ototoksisitas (auditorik maupun vestibular), blokade
neuromuskular (lebih jarang).
Tabel 13. Karakteristik Aminoglikosid
Obat Waktu Paruh Kadar Terapeutik Kadar Toksik
(jam) Serum (µg/ml) Serum (µg/ml)
Streptomisin 2-3 25 50
Neomisin 3 5-10 10
Kanamisin 2,0-2,5 8-16 35
Gentamisin 1,2-5,0 4-10 12
Tobramisin 2,0-3,0 4-8 12
Amikasin 0,8-2,8 8-16 35
Netilmisin 2,0-2,5 0,5-10 16
Disadur dari buku Fakta dan Perbandingan Obat. St Louis Lippincott, 1985 :
1372

b. Tetracycline
Antibiotika yang termasuk ke dalam golongan ini adalah tetracycline, doxycycline,
oxytetracycline, minocycline, dan chlortetracycline. Antibiotika golongan ini
mempunyai spektrum luas dan dapat menghambat berbagai bakteri Gram-positif,
Gram-negatif, baik yang bersifat aerob maupun anaerob, serta mikroorganisme
lain seperti Ricketsia, Mycoplasma, Chlamydia, dan beberapa spesies
mikobakteria.
Tabel 14. Beberapa Sifat Tetrasiklin dan Obat-obat Segolongan
Obat Cara Pemberian Waktu Paruh IkatanProtein
yang Disukai Serum (jam) Serum(%)
Tetrasiklin HCl Oral, i.v. 8 25-60
Klortetrasiklin HCl Oral, i.v. 6 40-70
Oksitetrasiklin HCl Oral, i.v. 9 20-35
Demeklosiklin HCl Oral 12 40-90
Metasiklin HCl Oral 13 75-90
Doksisiklin Oral, i.v. 18 25-90
MinosiklinHCl Oral,i.v. 16 70-75

c. Chloramphenicol
Chloramphenicol adalah antibiotik berspektrum luas, menghambat bakteri Gram-
positif dan negatif aerob dan anaerob, Chlamydia, Ricketsia, dan Mycoplasma.
Chloramphenicol mencegah sintesis protein dengan berikatan pada subunit
ribosom 50S. Efek samping : suspresi sumsum tulang, grey baby syndrome,
neuritis optik pada anak, pertumbuhan kandida di saluran cerna, dan timbulnya
ruam.

d. Macrolide (erythromycin, azithromycin, chlarithromycin, Roxithromycin)


Macrolide aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat menghambat
beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Sebagian besar Gram-negatif

15
aerob resisten terhadap macrolide, namun azithromycin dapat menghambat
Salmonela. Azithromycin dan klaritromisin dapat menghambat H. Influenzae,
tetapi azithromycin mempunyai aktivitas terbesar. Keduanya juga aktif terhadap H.
Pylori. Macrolide mempengaruhi sintesis protein bakteri dengan cara berikatan
dengan subunit 50s ribosom bakteri, sehingga menghambat translokasi peptida.
1) Erythromycin dalam bentuk basa bebas dapat diinaktivasi oleh asam, sehingga
pada pemberian oral, obat ini dibuat dalam sediaan salut enterik. Erythromycin
dalam bentuk estolat tidak boleh diberikan pada dewasa karena akan
menimbulkan liver injury.
2) Azithromycin lebih stabil terhadap asam jika dibanding erythromycin. Sekitar
37% dosis diabsorpsi, dan semakin menurun dengan adanya makanan. Obat ini
dapat meningkatkan kadar SGOT dan SGPT pada hati.
3) Clarithromycin. Absorpsi per oral 55% dan meningkat jika diberikan bersama
makanan. Obat ini terdistribusi luas sampai ke paru, hati, sel fagosis, dan
jaringan lunak. Metabolit clarithromycin mempunyai aktivitas antibakteri lebih
besar daripada obat induk. Sekitar 30% obat disekresi melalui urin, dan sisanya
melalui feses.
4) Roxithromycin mempunyai waktu paruh yang lebih panjang dan aktivitas yang
lebih tinggi melawan Haemophilus influenzae. Obat ini diberikan dua kali
sehari. Roxithromycin hanya dimetabolisme sebagian, lebih dari separuh
senyawa diekskresi dalam bentuk utuh. Tiga metabolit telah diidentifikasi di
urin dan feses: metabolit utama adalah deskladinosa Roxithromycin, dengan N-
mono dan N-di-demetil Roxithromycin sebagai metabolit minor.
Roxithromycin dan ketiga metabolitnya terdapat di urin dan feses dalam
persentase yang hampir sama. Efek samping yang paling sering terjadi adalah
efek saluran cerna: diare, mual, nyeri abdomen dan muntah. Efek samping
yang lebih jarang termasuk sakit kepala, ruam, nilai fungsi hati yang tidak
normal dan gangguan pada indra penciuman dan pengecap.

e. Clindamyicin
Clindamyicin menghambat sebagian besar kokus Gram-positif dan sebagian besar
bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat bakteri Gram-negatif aerob seperti
Haemophilus, Mycoplasma dan Chlamydia. Efek samping: diare dan enterocolytis
pseudomembranosa.

f. Mupirocin
Mupirocin merupakan obat tipikal yang menghambat bakteri Gram-positif dan
beberapa Gram-negatif. Tersedia dalam bentuk krim atau salep 2% untuk
penggunaan di kulit (lesi kulit traumatik, impetigo yang terinfeksi sekunder oleh S.
Aureus atau S. Pyogenes) dan salep 2% untuk intranasal. Efek samping: iritasi
kulit dan mukosa serta sensitisasi. Obat ini diberikan secara intramuskular.Dapat
digunakan sebagai obat alternatif untuk infeksi gonokokus bila obat lini pertama
tidak dapat digunakan. Obat ini tidak efektif untuk infeksi Gonore faring. Efek
samping: nyeri lokal, urtikaria, demam, pusing, mual, dan insomnia.

16
3. Obat Antimetabolit yang Menghambat Enzim-enzim Esensial dalam Metabolisme
Folat : Sulfonamide dan Trimethoprim
Sulfonamide bersifat bakteriostatik.
Trimethoprim dalam kombinasi dengan sulfametoksazol, mampu menghambat
sebagian besar patogen saluran kemih, kecuali P. Aeruginosa dan Neisseria sp.
Kombinasi ini menghambat S. Aureus, Staphylococcus koagulase negatif,
Streptococcus hemotilicus, H. Influenzae, Neisseria sp, bakteri Gram-negatif aerob
(E. Coli dan Klebsiella sp), Enterobacter, Salmonella, Shigella, Yersinia, P. Carinii.

4. Obat yang Mempengaruhi Sintesis atau Metabolisme Asam Nukleat


a. Quinolone
1) Nalidixic acid
Nalidixic acid menghambat sebagian besar Enterobacteriaceae.
2) Fluoroquinolone
Golongan fluoroquinolone meliputi norfloxacin, ciprofloxacin, ofloxacin,
moxifloxacin, pefloxacin, levofloxacin, dan lain lain. Fluoroquinolone bisa
digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh Gonokokus, Shigella, E. Coli,
Salmonella, Haemophilus, Moraxella catarrhalis serta Enterobacteriaceae dan
P. Aeruginosa.

b. Nitrofuran
Nitrofuran meliputi nitrofurantoin, furazolidin, dan nitrofurazon. Absorpsi melalui
saluran cerna 94% dan tidak berubah dengan adanya makanan. Nitrofuran bisa
menghambat Gram-positif dan negatif, termasuk E. Coli, Staphylococcus sp,
Klebsiella sp, Enterococcus sp, Neisseria sp, Salmonella sp, Shigella sp, dan
Proteus sp.

C. Hal- Hal yang Berhubungan dengan Penggunaan Antibiotika


Hipersensitivitas antibiotika merupakan suatu keadaan yang mungkin dijumpai pada
penggunaan antibiotika, antara lain berupa pruritus-urtikaria hingga reaksi anafilaksis.
Profesi medik wajib mewaspadai kemungkinan terjadi kerentanan terhadap antibiotika
yang digunakan pada penderita. Anafilaksis jarang terjadi tetapi bila terjadi dapat
berakibat fatal. Dua pertiga kematian akibat anafilaksis umumnya terjadi karena obstruksi
saluran napas.

Jenis hipersensitivitas akibat antibiotika :


1. Hipersensitivitas Tipe Cepat
Keadaan ini juga dikenal sebagai immediate hypersensitivity. Gambaran klinik
ditandai oleh sesak napas karena kejang di laring dan bronkus, urtikaria, angioedema,
hipotensi dan kehilangan kesadaran. Reaksi ini dapat terjadi beberapa menit setelah
suntikan penicillin.

2. Hipersensitivitas Perantara Antibodi (Antibody Mediated Type II Hypersensitivity)


Manifestasi klinis pada umumnya berupa kelainan darah seperti anemia hemolitik,
trombositopenia, eosinofilia, granulositopenia. Tipe reaksi ini juga dikenal sebagai
reaksi sitotoksik. Sebagai contoh, Chloramphenicol dapat menyebabkan
17
granulositopeni, obat beta-lactam dapat menyebabkan anemia hemolitik autoimun,
sedangkan penicillin antipseudomonas dosis tinggi dapat menyebabkan gangguan
pada agregasi trombosit.
a. Immune Hypersensitivity-complex Mediated (Tipe III)
Manifestasi klinis dari hipersensitivitas tipe III ini dapat berupa eritema, urtikaria
dan angioedema. Dapat disertai demam, artralgia dan adenopati. Gejala dapat
timbul 1-3 minggu setelah pemberian obat pertama kali, bila sudah pernah reaksi
dapat timbul dalam 5 hari. Gangguan seperti SLE, neuritis optik, glomerulonefritis,
dan vaskulitis juga termasuk dalam kelompok ini.
b. Delayed Type Hypersensitivy
Hipersensitivitas tipe in terjadi pada pemakaian obat topikal jangka lama seperti
sulfa atau penicillin dan dikenal sebagai kontak dermatitis. Reaksi paru seperti
sesak, batuk dan efusi dapat disebabkan nitrofurantoin. Hepatitis (karena
isoniazid), nefritis interstisial (karena antibiotika beta-lactam) dan ensefalopati
(karena chlarithromycin) yang reversibel pernah dilaporkan.

Pencegahan Anafilaksis :
1. Selalu sediakan obat/alat untuk mengatasi keadaan darurat.
2. Diagnosa dapat diusahakan melalui wawancara untuk mengetahui riwayat alergi obat
sebelumnya dan uji kulit (khusus untuk penicillin). Uji kulit tempel (patcht test) dapat
menentukan reaksi tipe I dan obat yang diberi topikal (tipe IV).
3. Radio Allergo Sorbent Test (RAST) adalah pemeriksaan yang dapat menentukan
adanya IgE spesifik terhadap berbagai antigen, juga tersedia dalam bentuk panil.
Disamping itu untuk reaksi tipe II dapat digunakan test Coombs indirek dan untuk
reaksi tipe III dapat diketahui dengan adanya IgG atau IgM terhadap obat.
4. Penderita perlu menunggu 20 menit setelah mendapat terapi parenteral antibiotika
untuk mengantisipasi timbulnya reaksi hipersensitivitas tipe I.
5. Tatalaksana Anafilaksis dapat dilihat di SPO masing-masing ruang perawatan/IGD.

D. Pedoman Penggunaan Antibiotika Pada Kelompok Khusus


1. Penggunaan Antibiotik Pada Anak
Perhitungan dosis antibiotik berdasarkan per kilogram berat badan ideal sesuai dengan
usia dan petunjuk yang ada dalam formularium profesi.
Tabel 9. Daftar Antibiotik yang Tidak Boleh Diberikan pada anak
Nama Obat Kelompok Usia Alasan
Siprofloksasin Kurang dari 12 tahun Merusak tulang rawan
(cartilage disgenesis)
Norfloksasin Kurang dari 12 tahun Merusak tulang rawan
(cartilage disgenesis)
Tetrasiklin Kurang dari 4 tahun Diskolorisasi gigi,
Atau pada dosis tinggi Gangguan pertumbuhan
tulang
Kotrimoksazol Kurang dari 2 bulan Tidak ada data efektivitas
Dan keamanan
Kloramfenikol Neonatus Menyebabkan Grey baby

18
Syndrome
Tiamfenikol Neonatus Menyebabkan Grey baby
Syndrome
Linkomisin HCl Neonatus Fatal toxic syndrome
Piperasilin- Tazobaktam Neonatus Tidak ada data efektifitas
Dan keamanan
Azitromisin Neonatus Tidak ada data efektifitas
Dan keamanan
Tigesiklin Anak kurang dari 18 Tidak ada data efektifitas
tahun Dan keamanan
Spiramisin Neonatus dan bayi Tidak ada data efektifitas
Dan keamanan

2. Penggunaan Antibiotik pada Usia Lanjut


Hal yang harus diperhatikan pada pemberian antibiotik pada usia lanjut:
a. Pada penderita usia lanjut (>65 tahun) sudah dianggap mempunyai mild renal
impairement (gangguan fungsi ginjal ringan) sehingga penggunaan antibiotik
untuk dosis pemeliharaan perlu diturunkan atau diperpanjang interval
pemberiannya.
b. Komorbiditas pada usia lanjut yang sering menggunakan berbagai jenis obat
memerlukan pertimbangan terjadinya interaksi dengan antibiotik.
c. Terapi antibiotik empiris pada pasien usia lanjut perlu segera dikonfirmasi dengan
pemeriksaan mikrobiologi dan penunjang yang lain.

3. Penggunaan Antibiotik Pada Insufisiensi Ginjal


a. Pada gangguan fungsi ginjal dosis antibiotik disesuaikan dengan bersihan kreatinin
(creatinine clearance). Dosis obat penting untuk obat dengan rasio toksik-terapetik
yang sempit, atau yang sedang menderita penyakit ginjal.
b. Pada umumnya dengan bersihan kreatinin 40-60ml/menit dosis pemeliharaan
diturunkan dengan 50%. Bila bersihan kreatinin 10-40 ml/menit selain turun 50%
perlu juga memperpanjang jarak pemberian dua kali lipat. Usahakan menghindari
obat yang bersifat nefrotoksis.

Tabel 13. Daftar Antibiotik dengan Eliminasi Utama Melalui Ginjal dan memerlukan
Penyesuaian Dosis
Sebagian besar b-laktam Nitrofurantoin
Aminoglikosida Fosfomisin
TMP – SMX Tetrasiklin
Monobaktam Daptomisin
Ciprofloksasin Karbapenem
Levofloksasin PolimiksinB
Gatifloksasin Colistin
Gemifloksasin Flusitosin
Vankomisin

19
4. Penggunaan Antibiotik Pada Insufisiensi Hati
Pada gangguan fungsi hati kesulitan yang dijumpai adalah bahwa tidak tersedia
pengukuran tepat untuk evaluasi fungsi hati. Dalam praktik sehari-hari penilaian klinik
akan menentukan. Gangguan hati yang ringan atau sedang tidak perlu penyesuaian
antibiotik. Yang berat membutuhkan penyesuaian dan pada umumnya sebesar 50%
dari dosis biasa atau dipilih antibiotik dengan eliminasi nonhepatik dan tidak
hepatotoksik.
Tabel 14. Daftar Antibiotik dengan Eliminasi Utama Melalui Hepatobilier yang
memerlukan penyesuaian dosis
Kloramfenikol Nafsilin
Cefoperazon Linezolid
Doksisiklin Isoniazid/Etambutol/Rifampisin
Minosiklin Pirazinamid
Telitromisin Klindamisin
Moksifloksasin Metronidazol
Makrolida Tigesiklin

E. Upaya Untuk Meningkatkan Mutu Penggunaan Antibiotika


1. Prinsip penetapan dosis, interval, rute, waktu dan lama pemberian (rejimen dosis)
(Depkes, 2004; Tim PPRA Kemenkes RI, 2010; Dipiro, 2006; Thomas, 2006; Trissel,
2009; Lacy, 2010):
a. Dokter menulis di rekam medik secara jelas, lengkap dan benar tentang regimen
dosis pemberian antibiotika, dan instruksi tersebut juga ditulis di rekam pemberian
antibiotika (RPA) (Formulir Terlampir).
b. Dokter menulis resep antibiotika sesuai ketentuan yang berlaku, dan farmasis/
apoteker mengkaji kelengkapan resep serta dosis rejimennya.
c. Apoteker mengkaji ulang kesesuaian instruksi pengobatan di RPA dengan rekam
medik dan menulis informasi yang perlu disampaikan kepada dokter/ perawat/
tenaga medis lain terkait penggunaan antibiotika tersebut dam memberi paraf pada
RPA.
d. Apoteker menyiapkan antibiotika yang dibutuhkan yang dibutuhkan secara Unit
Dose Dispensing (UDD) ataupun secara aseptic dispensing (pencampuran
sediaan parenteral secara aseptis) jika SDM dan saran tersedia. Obat yang sudah
disiapkan oleh Instalasi Farmasi diserahkan kepada perawat ruangan.
e. Perawat yang memberikan antibiotika kepada pasien (sediaan perenteral/
nonparenteral/ oral) harus mencatat jam pemberian antibiotika yang sudah
ditentukan/ disepakati.
f. Antibiotika parenteral dapat diganti per oral, apabila setelah 24-48 jam (NHS,
2009):
1) Kondisi klinis pasien membaik.
2) Tidak ada gangguan fungsi pencernaan (muntah, malabsorpsi, gangguan
menelan, diare berat).
3) Kesadaran baik.
4) Tidak demam (suhu >36°C dan <38°C), disertai tidak lebih dari satu kriteria
berikut :

20
a) Nadi >90 kali/menit
b) Pernapasan >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg
c) Tekanan darah tidak stabil
d) Leukosit 4.000 sel/dl sampai dengan 12.000 sel/dl (tidak ada neutropeni)

g. Jika diagnosa belum bisa ditegakkan dengan pemeriksaan darah/ cairan tubuh
maka dokter bisa melakukan pengecatan gram dan atau kultur darah. Pemeriksaan
kultur darah dilakukan jika ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut:
1) Suhu tubuh > 38 °C
2) Leukosit <4.000 sel/dl atau >12.000 sel/dl
3) Neutrofilia atau granulosit immature >10%

2. Monitoring efektivitas, efek samping dan kadar antibiotika dalam darah


a. Monitoring (Depkes, 2004; Lacy, 2010)
1) Dokter, apoteker melakukan pemantauan terapi antibiotika setiap 48-72 jam,
dengan memperhatikan kondisi klinis pasien dan data penunjang yang ada.
2) Apabila setelah pemberian antibiotika selama 72 jam tidak ada perbaikan
kondisi klinis pasien, maka perlu dilakukan evaluasi ulang tentang diagnosis
klinis pasien, dan dapat dilakukan diskusi dengan Tim PPRA Rumah Sakit
untuk mencarikan solusi masalah tersebut.

b. Monitoring efek samping/Adverse Drug Reactions (ESO/ADRs) (Aronson, 2005;


Thomas, 2006; Lacy, 2010; Depkes, 2008)
1) Dokter, apoteker, perawat dan Laboratorium mikrobiologi klinik melakukan
pemantauan secara rutin kemungkinan terjadi ESO/ADRs terkait antibiotika
yang digunakan pasien.
2) Pemantauan ESO/ADRs dilakukan dengan mengkaji kondisi klinik pasien,
data laboratorium serta data penunjang lain.
3) Jika terjadi ESO/ADRs dapat dilakukan ke Pusat MESO Nasional,
menggunakan form MESO.
4) Pelaporan ESO/ADRs dapat dilakukan oleh dokter, apoteker maupun perawat,
dan sebaiknya di bawah koordinasi Sub Komite Farmasi dan Terapi yang ada
di rumah sakit.
5) ESO/ADRs antibiotika yang perlu diwaspadai antara lain adalah (Aroson,
2005; Koda Kimble, 2009; Pedoman MESO Nasional; Lacy, 2010; WHO,
2004):
a) Efek samping/ ADRs akibat penggunaan antibiotika yang perlu diwaspadai
seperti syok anafilaksis, Steven Johnson’s Syndrome atau toxic
epidermal necrolysis (TEN). Antibiotika yang perlu diwaspadai
penggunaannya terkait kemungkinan terjadinya Steven Johnson’s
Syndrome atau toxic epidermal necrolysis (TEN) adalah golongan
sulfonamide (Co-trimoxazole), penicillin/ampicillin, cephalosporin,
quinolone, rifampisin, tetracycline dan erythromycin.
b) Penggunaan penggunaan Chloramphenicol perlu diwaspadai terkait efek
samping yang mingkin terjadi pada sistem hematologi (serious and fatal

21
blood dyscrasias seperti anemi aplastik, anemia hipoplastik,
trombositopenia, dan granulositopenia).
c) Penggunaan antibiotika golongan Aminoglycosid dapat menyebabkan efek
samping nefrotoksisitas dan ototoksisitas.
d) Penggunaan Vancomycin perlu diwaspadai kemungkinan terjadi efek
samping Redman’s syndrome karena pemberian injeksi yang terlalu
cepat, sehingga harus diberikan secara drip minimal selama 60 menit.
e) Monitoring kadar antibiotika dalam darah (TDM= Therapeutic drug
monitoring) (Depkes, 2004; Thomas, 2006; Lacy, 2010)
(1) Pemantauan kadar antibiotika dalam darah perlu dilakukan untuk
antibiotika yang mempunyai rentang terapi sempit.
(2) Tujuan pemantauan kadar antibiotika dalam darah adalah untuk
mencegah terjadinya toksisitas/ADRs yang tidal diinginkan dan untuk
mengetahui kecukupan kadar antibiotika untuk membunuh bakteri.
(3) Antibiotika yang perlu dilakukan TDM adalah golongan
Aminoglycoside seperti gentamisin dan amikasin, serta Vancomycin.
(4) Apabila hasil pemeriksaan kadar obat dalam darah sudah ada, maka
apoteker dapat memberikan rekomendasi/ saran kepada dokter apabila
perlu dilakukan penyesuaian dosis.

3. Interaksi antibiotika dengan obat lain (Dipiro, 2006; Depkes, 20014; Depkes, 2008;
Aronson, 2005; Karen, 2010; Lacy, 2010)
a. Apoteker mengkaji kemungkinan interaksi antibiotika dengan obat lain/larutan
infus/ makanan-minuman. Pemberian antibiotika juga dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan laboratorium.
b. Apoteker dapat memberikan rekomendasi kepada dokter/perawat/pasien terkai
dengan masalah interaksi yang ditemukan.

4. Pemberian informasi dan konseling


1. Pelayanan informasi obat (PIO) (Depkes, 2004; McEvoy, 2005; Thomas,2006;
Trissel, 2009; Lacy, 2010)
1) Apoteker dapat memberikan informasi kepada dokter/perawat tentang
antibiotika parenteral/nonparenteral maupun topikal yang digunakan pasien.
2) Informasi yang diberikan antara lain adalah tentang regimen dosis,
rekonstruksi, pengeceran/pencampuran antibiotika dengan larutan infus.
Pencampuran antibiotika dengan larutan infus memerlukan pengetahuan
tentang kompatibilitas dan stabilitas. Penyimpanan obat sediaan asli/yang
sudah direkonstitusi awal/dalam larutan infus juga memerlukan kondisi
tertentu.
3) Pemberian informasi oleh farmasis/apoteker dapat dilakukan secara lisan
maupun tertulis. Informasi tertulis tentang antibiotika dibuat oleh Unit
Pelayanan Informasi Obat (PIO) Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

2. Konseling (Depkes, 2006; McEvoy, 2005; Thomas, 2006; Lacy, 2010)


1) Konseling terutama ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien
menggunakan antibiotika sesuai instruksi dokter dan untuk mencegah timbul
22
resistensi bakteri serta meningkatkan kewaspadaan pasien/ keluarganya
terhadap efek samping/ adverse drug reactions (ADRs) yang mungkin terjadi,
dalam rangka menunjang pelaksanaan program patient safety di rumah sakit.
2) Konseling tentang penggunaan antibiotika dapat diberikan pada pasein/
keluarganya di rawat jalan maupun rawat inap.
3) Konseling pasien rawat jalan dilakukan secara aktif oleh apoteker kepada
semua pasien yang mendapat antibiotika oral maupun topikal.
4) Konseling pasien rawat jalan sebaiknya dilakukan di ruang konseling khusus
obat yang ada di apotik, utnuk menjamin privacy pasien dan memudahkan
farmasis/apoteker untuk menilai kemampuan pasien/ keluarganya menerima
informasi yang telah disampaikan.
5) Konseling pada pasien rawat inap dilakukan secara aktif oleh farmasis/
apoteker kepada pasien/ keluarganya yang mendapat antibiotika oral maupun
topikal, dapat dilakukan pada saat pasien masih dirawat (bed- side counseling)
maupun pada saat pasien akan pulang (discharge counseling).
6) Konseling sebaiknya dilakukan dengan metode show and tell, dapat disertai
dengan pemberian informasi tertulis berupa leaflet dan lain-lain

F. Penilaian Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit


1. Batasan
Penilaian kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik di rumah sakit,dapat diukur
secara retrospektif dan prospektif melalui data rekam medik dan monitoring
pemberian antibiotik.
2. Tujuan
a. Mengetahui jumlah atau konsumsi penggunaan antibiotik di rumah sakit.
b. Mengetahui dan mengevaluasi kualitas penggunaan antibiotik di rumah sakit
c. Sebagai dasar untuk melakukan surveilans penggunaan antibiotik di rumah sakit
secara sistematik dan terstandar.

3. Penilaian Kuantitas Penggunaan Antibiotik Di Rumah Sakit


a. Kuantitas penggunaan antibiotic adalah jumlah penggunaan antibiotic di rumah
sakityang diukur secara retrospektif dan prospektif dan melalui Studi validasi.
b. Studi validasi adalah studi yang dilakukan secara prospektif untuk mengetahui
perbedaan antara jumlah antibiotic yang benar-benar digunakan pasien
dibandingkan dengan yang tertulis direkam medik.
c. Parameter perhitungan konsumsi antibiotik:
1) Persentase pasien yang mendapat terapi antibiotic selama rawat inap dirumah
sakit.
2) Jumlah penggunaan antibiotic dinyatakan sebagai dosis harian ditetapkan
dengan Defined Daily Doses (DDD) /100 patient days.

d. DDD adalah asumsi dosis rata-rata per hari penggunaan antibiotic untuk indikasi
tertentu pada orang dewasa. Untuk memperoleh data baku dan supaya dapat
dibandingkan data ditempat lain maka WHO merekomendasikan klasifikasi
penggunaan antibiotic secara Anatomical Therapeutic Chemical (ATC)
Classification (Gould IM,2005).
23
e. Form monitoring DDD terlampir

4. Penilaian Kualitas Penggunaan Antibiotik di Rumah Sakit


a. Kualitas penggunaan antibiotik dapat dinilai dengan melihat rekam pemberian
antibiotik dan rekam medik pasien.
b. Form monitoring penggunaan antibiotic terlampir
c. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan kesesuaian diagnosis (gejala
klinis dan hasil laboratorium), indikasi, regimen dosis, keamanandan harga.
d. Alur penilaian menggunakan kategori/klasifikasi Gyssens.
e. Kategori hasil penilaian kualitatif penggunaan antibiotik sebagai berikut
Kategori 0 = Penggunaan antibiotik tepat/bijak
Kategori I = Penggunaan antibiotik tidak tepat waktu
Kategori IIA = Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
Kategori IIB = Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
Kategori IIC = Penggunaan antibiotik tidak tepat cara/rute pemberian
Kategori IIIA = Penggunaan antibiotik terlalu lama
Kategori IIIB = Penggunaan antibiotik terlalu singkat
Kategori IVA = Ada antibiotik lain yang lebih efektif
Kategori IVB = Ada antibiotik lain yang kurang toksik/lebih aman
Kategori IVC = Ada antibiotik lain yang lebih murah
Kategori IVD = Ada antibiotik lain yang spektrumnya lebih sempit
Kategori V = Tidak ada indikasi penggunaan antibiotik
Kategori VI = Data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat
Dievaluasi

24
Gambar 3
Alur Penilaian Kualitatif Penggunaan Antibiotik (Gyssens Classification)

25
G. Antimicrobial Stewardship Program Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Antimicrobial Stewardships Programs merupakan suatu program yang saling
melengkapi untuk mengubah atau mengarahkan penggunaan antimikroba di fasilitas
pelayanan kesehatan. Pelaksanaan program dapat dikelompokkan menjadi dua strategi
(Mc Dougal C,2005): Strategi Utama dan Strategi Pendukung.
Tujuan program untuk mengoptimalkan penggunaan antimikroba dalam rangka
pengendalian resistensi. Secara garis besar dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 14. Strategi Utama Antimicrobial Stewardship


Cara
Strategi Pelaksana Keuntungan Kerugian
pelaksanaan
Auditing 1. Audit Dokter (spesialis 1. Perbaikan
secara kuantitas dan infeksi) kualitas dan
prospektif kualitas Farmasi klinik kuantitas
disertai dengan penggunaan yang telah antibiotik
umpan balik antibiotik. dilatih tentang 2. Menghema
dan intervensi 2. Monitoring penyakit infeksi, biaya
kuman kebal Mikrobiologi pengobatan
antibiotik. Klinik

Pembatasan Membatasi Komite Terapi 1. Dapat Para penulis


jenis antibiotik pemberian Antibiotik: mengkontro resep
pada antibiotik Personel yang l antibiotik
formularium, (restriksi) dan memberikan penggunaan merasa
diperlukan hanya diberikan persetujuan/ antibiotik dibatasi
pengesahan untuk indikasi approval secara kewenangann
untuk yang disetujui (dokter, langsung. ya.
mendapatkan bersama. spesialis infeksi, 2. Dapat Diperlukan
jenis-jenis farmasi klinik) dijadikan banyak waktu
antibiotik pendidikan untuk para
tertentu. individu. konsultan

Tabel 15.Strategi Pendukung Antimicrobial Stewardship


Cara
Strategi Pelaksana Keuntungan Kerugian
pelaksanaan
Pelatihan dan Pembentukan Komite terapi Dapat Pelatihan
penerapan pedoman dan antibiotik mengubah pola pasiftidak
Pedoman clinical membuat perilaku efektif.
Penggunaan pathways pedoman dan
Antibiotik penggunaan clinical Menghindari
dan Clinical antibiotik. pathways perasaan
Pathways kehilangan
Pelatihan klinisi Pelatih (dokter, kewenangan
secara kelompok farmasi). menulis
klinisi atau antibiotik.

26
Cara
Strategi Pelaksana Keuntungan Kerugian
pelaksanaan
individual oleh
pelatih.

Mengkaji dan Antibiotik Komite Menghindari Kepatuhan


memberi yang menjadi antibiotik dan perasaan terhadap
umpan balik target direview terapi membuat kehilangan rekomendasi
tiap hari. pedoman. kewenangan secara
menulis sukarela
Umpan balik Reviewer antibiotik. kecil
ke penulis resep personel
untuk (clinical Kesempatan
memberikan pharmacist). untuk
rekomendasi memberi
alternative penyuluhan
antibiotic untuk secara
terapi yang lebih individual.
tepat.

Bantuan Penggunaan Komite Data penting Investasi


teknologi teknologi antibiotik yang yang cukup
informasi informasi untuk membuat diperlukan mahal.
menerapkan aturan- aturan dapat mudah
strategi yang yang diperoleh.
sudah dimasukkan ke
dilaksanakan. sistim komputer Dapat
membantu
Personel yang strategi
memberikan lainnya.
persetujuan
penggunaan
antibiotik
(reviewer).

Programmer
computer.

Streamlining Setelah tersedia Tersedia Biaya lebih Tidak semua


atau hasil laboratorium murah. fasilitas
Terapi de- pemeriksaan mikrobiologi kesehatan
eskalasi. mikrobiologi yang Mencegah tersedia
dan test memadai. selection laboratorium
kepekaan terapi pressure. mikrobiologi.
empiris

27
Cara
Strategi Pelaksana Keuntungan Kerugian
pelaksanaan
antibiotik
diubah menjadi:
- lebih sensitif
- spektrum lebih
sempit,
- lebih aman
- lebih murah

H. Antibiotik Empirik
Pedoman Penggunaan Antibiotik Non Bedah
1. Penyakit Dalam
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
1. ISK Escherichia coli Trimetropim- 2x 1 Mini PO
Terapi Enterococcus sulfametoxazol mal 7
empiric staphylococcus Atau hari
kelompok I aureus Ciprofloxacin 2x1
komorbid (-) Atau amoxicillin
resiko clavulanan 3x1
resistensi (-) 500/125
2. ISK Escherichia coli Ceftriaxon 1g/12 jam Mini IV
Terapi Enterococcus Atau mal 5
empiric staphylococcus Ciprofloxacin 400mg /12 hari
kelompok II aureus Atau jam
levofloxacin 750 mg/24
jam
3. ISK Escherichia coli Amoxicilin 1g/8 jam Mini IV
Terapi Enterococcus klavulanat mal 5
empiric staphylococcus hari
kelompok III aureus
4. ISK Escherichia coli Meropenem 1g/8 jam Mini IV
Terapi Enterococcus mal 5
empiric staphylococcus hari
kelompok IV aureus
5. Pneumonia H. influenza Azitromisin 500mg/ Mini PO
Terapi C. peumoniae Atau 24 jam mal 5
empiric M. pneumoniae Doksisiklin 100mg/ hari
kelompok I Atau 24 jam
komorbid (-) Amoksisilin 500mg/8
resiko jam
resistensi (-)
6. Pneumonia Levofloxacin 750mg/ Mini IV

28
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
komunitas 24 jam mal 5
Terapi hari
empiric
kelompok II
rawat jalan,
AB 3 bulan
sebelumnya
7. Pneumonia Lefoloxacin atau 750mg/ Mini IV
komunitas kombinasi 24 jam mal 5
Terapi amoksisilin 1g/8jam hari
empiric +azitromisin
kelompok III +500mg
rawat jalan /24 jam
komorbid (+)

8. Pneumonia k. pneumonia Levofloxacin 750 mg/24 Mini IV


komunitas S. pneumonia atau kombinasi jam mal 5
Terapi C. pneumonia beta lactam 2 g/ 24 hari
empiric M. pneumonia (seftriazon jam
Rawat inap L. pneumonia /seftazidim
non ICU
9. Pneumonia k. pneumonia Levofloxacin 750mg/ 24 10-14 IV
komunitas S. pneumonia Atau ceftriaxon jam hari
Terapi C. pneumonia atau meropenem 2g/24 jam
empiric M. pneumonia atau jika alergi 2g/12 jam
Rawat inap L. pneumonia pinisilin: IV
HCU severe aminoglikosida
COPD Jika tanpa
flouroquinilon
tambahkan
azitromisin 500 mg/
24 jam
Bila suspek ceftazidim 1g/8 jam PO
pseudomonas
IV

29
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
10 Kolesistitis Kuma gram Ciprofloxacin iv 400mg/ 12 5-7 IV
negatif dengan atau gentamisin jam hari
faktor resiko batu iv atau 500mg/ 8
saluran empedu amikasin iv jam
(evakuasi batu)

11 Deman s. enteric Ciprofloxacin 500mg/ 12 7 hari IV


thypoid serotype typhi atau jam
levofloxacin 500mg/ 24
(po/iv jika po jam
sulit)
12 Skin-soft Clindamisin po 300 mg/6 PO
tissue atau jam
infection sefalosporin po
Non purulen:
Mild Ceftriaxon iv + 30 mg .kg
clindamisin oral bb dosis IV
terbagi
Vancomisis
Moderate +pip-tazobactam
IV
Severe
Purulen TMP-SMZ atau 960 mg/12
Mild atau doxycicline jam
moderate 100 mg12
jam
Vancomisin 30
mg/kgBB
dosis
terbagi
severe Atua linezlide 600 mg/12
jam

30
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
13 Infeksi intra Gram negative Cefotaxim atau 1g Tiap 8 IV
abdominal Seftriaxone atau 2g jam IV
Ciproloxacine 400 mg Tiap IV
Dan 24 IV
pertimbangkan jam
metronidazol 1x 15 Tiap
mg/kg bb 12
dilanjutka jam
n 7,5 Dosis
mg/kg BB initial
tiap 6
jam

14 Diare akut V cholera Tetracycline 500 mg/ 4-5 PO


infektif atau 8jam po hari
bacterial doxycycline 100 mg/ 8
atau TMP-SMZ jam po
atau 960mg/12
flouroquinolon jam po
500 mg/24
jam po
Shigella spp Flouroquinolon 500 mg/24 4-5 PO
atau TMP-SMZ jam po hari
Atau 960mg/12
seftriazo jam po
ne 2 g/24 jam
IV

Salmonella non Flouroquinolon 500 mg/24 4-5 PO


typhi atau TMP-SMZ jam po hari
Atau seftriazone 960mg/12
jam po
2 g/24 jam
IV

E colli Flouroquinolon 500 mg/24 4-5 PO


atau TMP-SMZ jam po hari
Atau seftriazone 960mg/12
jam po
2 g/24 jam
IV

Cmpylobacter Sp Flouroquinolon 500 mg/24 4-5 PO

31
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
atau TMP-SMZ jam po hari
960mg/12
jam po

Yersina sp Flouroquinolon 500 mg/24 4-5 PO


E Histolitica Atau jam po hari
erithromisin 500 mg/8
Atau jam
metronidazol
G lambia metrondazol 500 mg/8 4-5 PO
jam hari

15. Tetanus C tetani Metronidazol 3x500 mg 10


IV 500-3000 hari
Human TIG IU segera
(im) saat
masuk
RS
16 Leptosoirosis Leptospira Doksisiklin 2x100 mg 7-10
interrogans (PO) 2g/24 jam hari
ringan Ceftriaxone
Berat

17 Diare Ciprofloxacin 2x 500 mg 3 hari


perjalanan (PO)

18 Bacteriutia Tanpa antibiotik


tanpa gejala
19 ISK karena Aminoglikosida
kateter + salah satu
flouroquinolin
atau
sefalosporin
generasi ke III

32
2. Pedoman Antibiotik Terapi Empirik pada Pasien Anak
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman Penyebab Dosis Rute Lama
Antibiotik
1. Infeksi E. coli Lini 1
Saluran Amoksisilin 20-40 Oral 10 hari
Kemih mg/kgBB/
hari
Atau (dibagi
dalam 3
Sefiksim dosis) Oral 10 hari
Atau
Sulfametoksazol 4mg/kgBB
e /12 jam Oral 10 hari
30-60
mg/kgBB/
Lini 2 hari
Nitrofurantoin (dibagi Oral 10 hari
dalam 3-4
dosis)

6-7
mg/kgBB/
hari(dibagi
dalam 4
kali dosis)
2. Demam Salmonella typhi Lini 1 50-100 Oral 10-14
Tifoid Kloramfenikol mg/kgBB/ atau hari
hari IV
(dibagi
Lini 2 dalam 4
Amoksisilin dosis) Oral 10 hari
atau
100 IV
mg/kgBB/
Atau hari
Sefiksim Oral 10 hari

Atau 10mg/kgB
Seftriakson B/ IV 5 hari
hari atau
(dibagi IM
dalam 2
dosis)

33
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman Penyebab Dosis Rute Lama
Antibiotik
80
mg/kgBB/
hari
(sekali
sehari)

3. Pneumonia
a. usia 2 Streptococcus Lini 1:
bulan hingga pneumonia dan Amoksisilin 15-25 Oral 3 hari
< 5 tahun) Staphylococcus mg/BB/8ja
epidermidis m
Lini 2:
Co-amoksiklav Oral 3 hari
15-25
Eritromisin mg/BB/8ja
m Oral 3 hari

Azitromisin 10
Mycoplasma mg/kgBB/ Oral 3 hari
pneumonia dan 6 jam
b. usia > 5 Chlamydia 15
tahun pneumonia mg/kgBB/
Lini 1: 24 jam Oral 3 hari
Eritromisin
10
mg/kgBB/
Atau 6 jam
Azitromisin Oral 3 hari
15
mg/kgBB/
24 jam
4. Disentri Shigella Lini 1:
Kotrimoksasol TMP 4 oral 5 hari
mg/kgBB/
12 jam
Lini 2:
Siprofloksasin 5-10 oral 5 hari
mg/kgBB/
12 jam
Lini 3:
Sefiksim 5 oral 5 hari
Amuba vegetatif mg/kgBB/
12 jam

34
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman Penyebab Dosis Rute Lama
Antibiotik
Metronidazol 50 oral 5 hari
mg/kgBB/
hari
(dibagi 3
dosis)

3. Pedoman Antibiotik Terapi Empirik pada Pasien SMF Gigi


Rekomendasi
No Diagnosis Kuman Penyebab Dosis Rute Lama
Antibiotik
1. Dento Staphylococcus Makrolide:
alveolar atau Eritromisin 4x500 mg Oral 5-7 hari
abces Streptococcus (dewasa)
4x250 mg
(anak-
Azytromicyn anak) Oral 5-7 hari
1x 500 mg

Quinolon
Metronidazol Oral 5-7 hari
3 x 500
mg

35
BAB IV
PENUTUP

Buku panduan penggunaan antibiotik ini disusun untuk menjadi acuan penggunaan
antibiotik oleh staf Rumah Sakit Pelita Anugerah dan tetap terbuka untuk dievaluasi dan
disempurnakan dari waktu ke waktu guna perbaikan yang lebih optimal, serta dilakukan revisi
setiap tahun jika diperlukan.

DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT PELITA ANUGERAH

dr. ENDANG AGUSTINAR, M.Kes

36

Anda mungkin juga menyukai