ii
DAFTAR ISI
BAB I DEFINISI
A. Latar Belakang ......................................................................................................... 3
B. Tujuan ...................................................................................................................... 4
C. Definisi..................................................................................................................... 4
D. Kelebihan dan Keterbatasan Panduan...................................................................... 4
ii
PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT PELITA ANUGERAH
NOMOR. 238/PER.DIR/RSPA/VII/2018
TENTANG
PANDUAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT PELITA
ANUGERAH TENTANG PANDUAN PENGGUNAAN
ANTIBIOTIK.
Pasal 1
Panduan Penggunaan Antibiotik adalah sebagaimana terlampir yang
merupakan bagian tak terpisahkan dari peraturan ini.
Pasal 2
Panduan Penggunaan Antibiotik ini harus dijadikan acuan guna
kesempurnaan kegiatan.
1
Pasal 3
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan, apabila ada
hal-hal yang tidak sesuai akan dilakukan revisi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Ditetapkan di Demak
pada tanggal 2 Juli 2018
DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT PELITA ANUGERAH
2
LAMPIRAN :
PERATURAN DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT PELITA ANUGERAH
NOMOR. 238/PER.DIR/RSPA/VII/2018
TENTANG PANDUAN
PENGGUNAAN ANTIBIOTIK
BAB I
DEFINISI
A. Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
penting, khususnya di negara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi
masalah tersebut adalah antimikroba antara lain antibakteri/ antibiotik, antijamur,
antivirus, antiprotozoa. Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada
infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62%
antibiotik digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit- penyakit yang
sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Pada penelitian kualitas penggunaan antibiotik di
berbagai bagian rumah sakit ditemukan 30% sampai dengan 80% tidak didasarkan pada
indikasi (Hadi,2009).
Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai
permasalahan kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak
pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan
sosial yang sangat tinggi. Pada awalnya resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi
lambat laun juga berkembang di lingkungan masyarakat, khususnya Streptococcus
pneumonia (SP), Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli.
Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan diseluruh dunia, yaitu
Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant Enterococci
(VRE), Penicillin-Resistant Pneumococci, Klebsiella pneumonia yang menghasilkan
Extended-Spectrum Beta-Lactamase (ESBL), Carbapenem-Resistant Acinetobacter
baumannii dan Multi resistant Mycobacterium tuberculosis (Guzman-
Blancoetal.2000;Stevensonetal.2005).
Kuman resisten antibiotik tersebut terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak
bijak dan penerapan kewaspadaan standar (standard precaution) yang tidak benar di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Hasil penelitian Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti dari
2494 individu di masyarakat, 43% Escherichia coli resisten terhadap berbagai jenis
antibiotika antara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan kloramfenikol (25%).
Hasil penelitian 781 pasien yang dirawat di rumah sakit didapatkan 81% Escherichia coli
resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%),
kloramfenikol (43%), siprofloksasin (22%), dan gentamisin (18%).
Dengan berkembangnya pelayan di RS PELITA ANUGERAH dengan pelayan non
jiwa tidak terlepas dari penggunaan antibiotiK yang semakin meningkat sesuai dengan
3
banyaknya pasien infeksi yang memerlukan terapi antibiotik. Supaya penggunaan
antibiotik dapat dilaksanakan secara bijak dan mencegah terhadap resistensi antibiotik
maka perlu di Rumah Sakit Pelita Anugerah disusun panduan Penggunaan Antibiotik.
B. Tujuan
1. Umum
Sebagai acuan klinisi dalam penggunaan antibiotik di Rumah Sakit Pelita Anugerah.
2. Khusus
a. Tercapainya penggunaan antibiotik secara bijak
b. Mencegah terjadinya resistensi antibiotik
C. Definisi
a. Antibiotik empiris adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum
diketahui jenis bakteri penyebabnya.
b. Antibiotik definitif adalah penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah
diketahui jenis bakteri penyebab dan pola sistensinya.
c. Antibiotik kombinasi adalah pemberian antibiotik lebih dari satu jenis untuk
mengatasi infeksi.
d. Antibiotik lini I adalah antibiotik yang bisa diresepkan oleh dokter umum dan DPJP.
e. Antibiotik lini II adalah antibiotik yang bisa digunakan oleh semua dokter tetapi untuk
indikasi tertentu sesuai dengan standar pelayanan minimal atau berdasarkan hasil
kultur dan sensitifitas antibiotik
f. Antibiotik lini III adalah antibiotik yang boleh digunakan atas persetujuan Tim
pelaksana program pengendalian resistensi Antimikroba (PPRA).
4
BAB II
RUANG LINGKUP
A. Lingkup Area
1. Panduan ini diterapkan kepada semua pasien rawat inap, pasien Instalasi Gawat
Darurat (IGD) dan pasien yang akan menjalani suatu prosedur.
2. Pelaksana panduan ini adalah dokter umum dan dokter penanggung jawab pasien
(DPJP).
B. Lingkup Pelayanan
Panduan penggunaan antibiotik ini diharapkan dapat diterapkan oleh pelaksana panduan
kepada pasien rawat inap maupun rawat jalan di Rumah Sakit Pelita Anugerah.
5
BAB III
TATA LAKSANA
6
Gambar 1. Parameter Farmakokinetik/ Farmakodinamik
Untuk antibiotika tipe I, rejimen dosis yang ideal adalah memaksimalkan kadar,
semakin ekstensif dan cepat tingkat bakterisidalnya. Karena itu, rasio AUC 24
7
jam/KHM, dan rasio kadar puncak/KHM merupakan prediktor efikasi antibiotika
yang penting. Untuk fluoroquinolone vs bakteri Gram-negatif, rasio AUC 24
jam/KHM optimal adalah sekitar 125. Bila fluoroquinolone vs Gram-positif,
40nampaknya cukup optimal. Namun, rasio AUC 24 jam/KHM untuk fluoroquinolone
sangat bervariasi.
Antibiotika tipe II menunjukkan sifat yang sama sekali berlawanan. Rejimen dosis
ideal untuk antibiotika ini diperoleh dengan memaksimalkan durasi paparan.
Parameter yang paling berkorelasi dengan efikasi adalah apabila waktu (t) di atas
KHM. Untuk beta-lactam dan erythromycin, efek bakterisidal maksimum diperoleh
bila waktu di atas KHM minimal 70% dari interval dosis.
Antibiotika tipe III memiliki sifat campuran, yaitu tergantung waktu dan efek
persisten yang sedang. Rejimen dosis ideal untuk antibiotika ini diperoleh dengan
memaksimalkan jumlah obat yang masuk dalam sirkulasi sistemik. Efikasi obat
ditentukan oleh rasio AUC 24 jam/KHM. Untuk Vancomycin, diperlukan rasio AUC
24 jam/KHM minimal 125.
2. Pemilihan antimikroba pada infeksi karena mikroba resisten banyak obat (MDRO)
Peningkatan resistensi mikroba berdampak pada peningkatan infeksi
mikroorganisme ( pathogen ) resisten banyak obat (MDRO). Transmisi MDRO
disebabkan oleh insiden infeksi yang tinggi disertai pencegahan pengendalian infeksi
rumah sakit yang belum optimal.
Infeksi MDRO dapat disebabkan oleh kuman pathogen baik dari kelompok gram
positif ataupun gram negative. Infeksi kuman gram positif resistan dapat disebabkan
oleh MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcua aureus), MRSE ( Methicillin
Resistant Staphylococcus epidermidis ), VISA (Vancomycin Resistant Staphylococcus
aureus) atau VRE (Vancomycin Resistant Enterococcus ). Sedangkan infeksi kuman
gram negative resisten dapat disebabkan oleh ESBLs (Extended Spectrum
Betalactamases), MDR Pseudomonas sp. Dan Acinetobacter baumanii, CRE
(Carbapenem resistant Enterobacteriaceae).
8
Pemilihan antimikroba bergantung dari jenis kuman penyebab yang diisolasi dari
sumber infeksi. Perlu dikaji apakah kuman yang diperoleh dari hasil kultur merupakan
pathogen atau hanya komensalatau koloni di tempat tersebut. Apabila ditetapkan
sebagai pathogen, pilihan antimikroba sebaiknya merupakan obat pilihan ( drug of
choice ) terhadap kuman tersebut. Pilihan terhadap kuman MDR, Pseudomonas dan
Acinetobacter direkomendasikan para ahli berdasarkan para ahli berdasarkan hasil uji
resistensi, belum ada data uji klinis berdasarkan evidence base yang menunjang
penggunaan obat-obat tersebut.
B. Penggolongan Antibiotik
Infeksi bakteri terjadi bila bakteri mampu melewati barrier mukosa atau kulit dan
menembus jaringan tubuh. Pada umumnya, tubuh berhasil mengeliminasi bakteri tersebut
dengan respon imun yang dimiliki, tetapi bila bakteri berkembang biak lebih cepat
daripada aktivitas respon imun tersebut maka akan terjadi penyakit infeksi yang disertai
dengan tanda-tanda inflamasi. Terapi yang tepat harus mampu mencegah
berkembangbiaknya bakteri lebih lanjut tanpa membahayakan host. Antibiotika adalah
obat yang digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri. Antibiotika bisa bersifat bakterisid
(membunuh bakteri) atau immunocompromised (misalnya pada pasien neutropenia) atau
infeksi di lokasi yang terlindung (misalnya pada cairan cerebrospinal), maka antibiotika
bakterisid harus digunakan.
9
2. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosid,
kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin),
klindamisin, mupirosin, dan spektinomisin.
3. Menghambat enzim-enzim esensial dalam metabolisme folat, misalnya trimetoprim
dan sulfonamid.
4. Mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat, misalnya kuinolon,
nitrofurantoin.
10
Golongan Contoh Aktivitas
mencegah hidrolisis oleh beta-
lactamase yang semakin banyak
ditemukan pada bakteri Gram-
negatif ini.
Carboxypenicillin Carbenicillin, Antibiotika untuk
ticarcillin Pseudomonas, Enterobacter, dan
Proteus. Aktivitas antibiotika
lebih rendah dibanding
ampicillin terhadap kokus Gram-
positif, dan kurang aktif
dibanding piperacillin dalam
melawan
Pseudoman. Golongan ini
dirusak oleh beta-lactamase.
Ureidopenicillin Mezlocillin, Aktivitas antibiotika terhadap
azlocillin, dan Pseudomonas,
pipercillin Klebsiella, dan Gram-negatif
lainnya.
Golongan ini dirusak oleh beta-
lactamase.
12
Waktu Penyesuaian
Cara Ekskresi
Obat Paruh Dosis pada
Pemberian Ginjal (%)
(jam) Gagal Ginjal
Sefotetan IM, IV 2,8-4,6 60-91 Ya
Sefoxitin IM, IV 0,7-1,0 85 Ya
Sefprozil Oral 1,2-1,4 64 Ya
Sefuroksim IM, IV 1,1-1,3 95 Ya
4) Carbapenem
Carbapenem merupakan antibiotika lini ketiga yang mempunyai aktivitas
antibiotika yang lebih luas daripada sebagian besar beta-lactam lainnya. Yang
termasuk carbapenem adalah impenem, meropenem dan doripenem. Spektrum
13
aktivitas: menghambat sebagian besar Gram-positif, Gram-negatif, dan
anaerob. Ketiganya sangat tahan terhadap beta-lactamase.
Efek samping: paling sering adalah mual dan muntah, dan kejang pada dosis
tinggi yang diberi pada pasien dengan lesi SSP atau dengan insufisiensi ginjal.
Meropenem dan doripenem mempunyai efikasi serupa imipenem, tetapi lebih
jarang menyebabkan kejang.
5) Inhibitor beta-lactamase
Inhibitor beta-lactamse melindungi antibiotika beta-lactam dengan cara
menginaktivasi beta-lactamase. Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah
clavulanic acid, sulbactam, dan tazobactam. Clavulanic acid merupakan
suicide inhibitor yang mengikat beta-lactamse dari bakteri Gram-positif dan
Gram-negatif secara irreversible. Obat ini dikombinasi dengan amoxicillin
untuk pemberian oral dan dengan ticarcillin untuk pemberian parenteral.
Sulbactam dikombinasi dengan ampicillin untuk penggunaan parenteral, dan
kombinasi ini aktif terhadap kokus Gram-positif, termasuk S. Aureus
penghasil beta-lactamase, aerob Gram-negatif (tapi tidak terhadap
Pseudomonas) dan bakteri anaerob. Tazobactam dikombinasi dengan
piperacillin untuk penggunaan parenteral. Waktu paruhnya memanjang dengan
kombinasi ini, dan eksresinya melalui ginjal.
b. Bacitracin
Bacitracin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotika polipeptida, yang utama
adalah bacitracin A. Berbagai kokus dan basil Gram-positif, Neisseria, H.
Influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Bacitracin tersedia
dalam bentuk salep mata dan kulit, serta bedak untuk topikal. Bacitracin jarang
menyebabkan hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi
dengan neomisin dan/atau polimiksin. Bacitracin bersifat nefrotoksik bila
memasuki sirkulasi sistemik.
c. Vancomycin
Vancomycin merupakan antibiotika lini ketiga yang terutama aktif terhadap
bakteri Gram-positif. Vancomycin hanya diindikasikan untuk infeksi yang
disebabkan oleh S. Aureus yang resisten terhadap metisilin (MRSA). Semua basil
Gram-negatif dan mikrobakteria resisten terhadap Vancomycin. Vancomycin
diberikan secara intravena, dengan waktu paruh sekitar 6 jam. Efek sampingnya
adalah reaksi hipersensitivitas, demam, flushing dan hipotensi (pada infus cepat),
serta gangguan pendengaran dan nefrotoksisitas pada dosis tinggi.
b. Tetracycline
Antibiotika yang termasuk ke dalam golongan ini adalah tetracycline, doxycycline,
oxytetracycline, minocycline, dan chlortetracycline. Antibiotika golongan ini
mempunyai spektrum luas dan dapat menghambat berbagai bakteri Gram-positif,
Gram-negatif, baik yang bersifat aerob maupun anaerob, serta mikroorganisme
lain seperti Ricketsia, Mycoplasma, Chlamydia, dan beberapa spesies
mikobakteria.
Tabel 14. Beberapa Sifat Tetrasiklin dan Obat-obat Segolongan
Obat Cara Pemberian Waktu Paruh IkatanProtein
yang Disukai Serum (jam) Serum(%)
Tetrasiklin HCl Oral, i.v. 8 25-60
Klortetrasiklin HCl Oral, i.v. 6 40-70
Oksitetrasiklin HCl Oral, i.v. 9 20-35
Demeklosiklin HCl Oral 12 40-90
Metasiklin HCl Oral 13 75-90
Doksisiklin Oral, i.v. 18 25-90
MinosiklinHCl Oral,i.v. 16 70-75
c. Chloramphenicol
Chloramphenicol adalah antibiotik berspektrum luas, menghambat bakteri Gram-
positif dan negatif aerob dan anaerob, Chlamydia, Ricketsia, dan Mycoplasma.
Chloramphenicol mencegah sintesis protein dengan berikatan pada subunit
ribosom 50S. Efek samping : suspresi sumsum tulang, grey baby syndrome,
neuritis optik pada anak, pertumbuhan kandida di saluran cerna, dan timbulnya
ruam.
15
aerob resisten terhadap macrolide, namun azithromycin dapat menghambat
Salmonela. Azithromycin dan klaritromisin dapat menghambat H. Influenzae,
tetapi azithromycin mempunyai aktivitas terbesar. Keduanya juga aktif terhadap H.
Pylori. Macrolide mempengaruhi sintesis protein bakteri dengan cara berikatan
dengan subunit 50s ribosom bakteri, sehingga menghambat translokasi peptida.
1) Erythromycin dalam bentuk basa bebas dapat diinaktivasi oleh asam, sehingga
pada pemberian oral, obat ini dibuat dalam sediaan salut enterik. Erythromycin
dalam bentuk estolat tidak boleh diberikan pada dewasa karena akan
menimbulkan liver injury.
2) Azithromycin lebih stabil terhadap asam jika dibanding erythromycin. Sekitar
37% dosis diabsorpsi, dan semakin menurun dengan adanya makanan. Obat ini
dapat meningkatkan kadar SGOT dan SGPT pada hati.
3) Clarithromycin. Absorpsi per oral 55% dan meningkat jika diberikan bersama
makanan. Obat ini terdistribusi luas sampai ke paru, hati, sel fagosis, dan
jaringan lunak. Metabolit clarithromycin mempunyai aktivitas antibakteri lebih
besar daripada obat induk. Sekitar 30% obat disekresi melalui urin, dan sisanya
melalui feses.
4) Roxithromycin mempunyai waktu paruh yang lebih panjang dan aktivitas yang
lebih tinggi melawan Haemophilus influenzae. Obat ini diberikan dua kali
sehari. Roxithromycin hanya dimetabolisme sebagian, lebih dari separuh
senyawa diekskresi dalam bentuk utuh. Tiga metabolit telah diidentifikasi di
urin dan feses: metabolit utama adalah deskladinosa Roxithromycin, dengan N-
mono dan N-di-demetil Roxithromycin sebagai metabolit minor.
Roxithromycin dan ketiga metabolitnya terdapat di urin dan feses dalam
persentase yang hampir sama. Efek samping yang paling sering terjadi adalah
efek saluran cerna: diare, mual, nyeri abdomen dan muntah. Efek samping
yang lebih jarang termasuk sakit kepala, ruam, nilai fungsi hati yang tidak
normal dan gangguan pada indra penciuman dan pengecap.
e. Clindamyicin
Clindamyicin menghambat sebagian besar kokus Gram-positif dan sebagian besar
bakteri anaerob, tetapi tidak bisa menghambat bakteri Gram-negatif aerob seperti
Haemophilus, Mycoplasma dan Chlamydia. Efek samping: diare dan enterocolytis
pseudomembranosa.
f. Mupirocin
Mupirocin merupakan obat tipikal yang menghambat bakteri Gram-positif dan
beberapa Gram-negatif. Tersedia dalam bentuk krim atau salep 2% untuk
penggunaan di kulit (lesi kulit traumatik, impetigo yang terinfeksi sekunder oleh S.
Aureus atau S. Pyogenes) dan salep 2% untuk intranasal. Efek samping: iritasi
kulit dan mukosa serta sensitisasi. Obat ini diberikan secara intramuskular.Dapat
digunakan sebagai obat alternatif untuk infeksi gonokokus bila obat lini pertama
tidak dapat digunakan. Obat ini tidak efektif untuk infeksi Gonore faring. Efek
samping: nyeri lokal, urtikaria, demam, pusing, mual, dan insomnia.
16
3. Obat Antimetabolit yang Menghambat Enzim-enzim Esensial dalam Metabolisme
Folat : Sulfonamide dan Trimethoprim
Sulfonamide bersifat bakteriostatik.
Trimethoprim dalam kombinasi dengan sulfametoksazol, mampu menghambat
sebagian besar patogen saluran kemih, kecuali P. Aeruginosa dan Neisseria sp.
Kombinasi ini menghambat S. Aureus, Staphylococcus koagulase negatif,
Streptococcus hemotilicus, H. Influenzae, Neisseria sp, bakteri Gram-negatif aerob
(E. Coli dan Klebsiella sp), Enterobacter, Salmonella, Shigella, Yersinia, P. Carinii.
b. Nitrofuran
Nitrofuran meliputi nitrofurantoin, furazolidin, dan nitrofurazon. Absorpsi melalui
saluran cerna 94% dan tidak berubah dengan adanya makanan. Nitrofuran bisa
menghambat Gram-positif dan negatif, termasuk E. Coli, Staphylococcus sp,
Klebsiella sp, Enterococcus sp, Neisseria sp, Salmonella sp, Shigella sp, dan
Proteus sp.
Pencegahan Anafilaksis :
1. Selalu sediakan obat/alat untuk mengatasi keadaan darurat.
2. Diagnosa dapat diusahakan melalui wawancara untuk mengetahui riwayat alergi obat
sebelumnya dan uji kulit (khusus untuk penicillin). Uji kulit tempel (patcht test) dapat
menentukan reaksi tipe I dan obat yang diberi topikal (tipe IV).
3. Radio Allergo Sorbent Test (RAST) adalah pemeriksaan yang dapat menentukan
adanya IgE spesifik terhadap berbagai antigen, juga tersedia dalam bentuk panil.
Disamping itu untuk reaksi tipe II dapat digunakan test Coombs indirek dan untuk
reaksi tipe III dapat diketahui dengan adanya IgG atau IgM terhadap obat.
4. Penderita perlu menunggu 20 menit setelah mendapat terapi parenteral antibiotika
untuk mengantisipasi timbulnya reaksi hipersensitivitas tipe I.
5. Tatalaksana Anafilaksis dapat dilihat di SPO masing-masing ruang perawatan/IGD.
18
Syndrome
Tiamfenikol Neonatus Menyebabkan Grey baby
Syndrome
Linkomisin HCl Neonatus Fatal toxic syndrome
Piperasilin- Tazobaktam Neonatus Tidak ada data efektifitas
Dan keamanan
Azitromisin Neonatus Tidak ada data efektifitas
Dan keamanan
Tigesiklin Anak kurang dari 18 Tidak ada data efektifitas
tahun Dan keamanan
Spiramisin Neonatus dan bayi Tidak ada data efektifitas
Dan keamanan
Tabel 13. Daftar Antibiotik dengan Eliminasi Utama Melalui Ginjal dan memerlukan
Penyesuaian Dosis
Sebagian besar b-laktam Nitrofurantoin
Aminoglikosida Fosfomisin
TMP – SMX Tetrasiklin
Monobaktam Daptomisin
Ciprofloksasin Karbapenem
Levofloksasin PolimiksinB
Gatifloksasin Colistin
Gemifloksasin Flusitosin
Vankomisin
19
4. Penggunaan Antibiotik Pada Insufisiensi Hati
Pada gangguan fungsi hati kesulitan yang dijumpai adalah bahwa tidak tersedia
pengukuran tepat untuk evaluasi fungsi hati. Dalam praktik sehari-hari penilaian klinik
akan menentukan. Gangguan hati yang ringan atau sedang tidak perlu penyesuaian
antibiotik. Yang berat membutuhkan penyesuaian dan pada umumnya sebesar 50%
dari dosis biasa atau dipilih antibiotik dengan eliminasi nonhepatik dan tidak
hepatotoksik.
Tabel 14. Daftar Antibiotik dengan Eliminasi Utama Melalui Hepatobilier yang
memerlukan penyesuaian dosis
Kloramfenikol Nafsilin
Cefoperazon Linezolid
Doksisiklin Isoniazid/Etambutol/Rifampisin
Minosiklin Pirazinamid
Telitromisin Klindamisin
Moksifloksasin Metronidazol
Makrolida Tigesiklin
20
a) Nadi >90 kali/menit
b) Pernapasan >20 kali/menit atau PaCO2 <32 mmHg
c) Tekanan darah tidak stabil
d) Leukosit 4.000 sel/dl sampai dengan 12.000 sel/dl (tidak ada neutropeni)
g. Jika diagnosa belum bisa ditegakkan dengan pemeriksaan darah/ cairan tubuh
maka dokter bisa melakukan pengecatan gram dan atau kultur darah. Pemeriksaan
kultur darah dilakukan jika ditemukan tanda dan gejala sebagai berikut:
1) Suhu tubuh > 38 °C
2) Leukosit <4.000 sel/dl atau >12.000 sel/dl
3) Neutrofilia atau granulosit immature >10%
21
blood dyscrasias seperti anemi aplastik, anemia hipoplastik,
trombositopenia, dan granulositopenia).
c) Penggunaan antibiotika golongan Aminoglycosid dapat menyebabkan efek
samping nefrotoksisitas dan ototoksisitas.
d) Penggunaan Vancomycin perlu diwaspadai kemungkinan terjadi efek
samping Redman’s syndrome karena pemberian injeksi yang terlalu
cepat, sehingga harus diberikan secara drip minimal selama 60 menit.
e) Monitoring kadar antibiotika dalam darah (TDM= Therapeutic drug
monitoring) (Depkes, 2004; Thomas, 2006; Lacy, 2010)
(1) Pemantauan kadar antibiotika dalam darah perlu dilakukan untuk
antibiotika yang mempunyai rentang terapi sempit.
(2) Tujuan pemantauan kadar antibiotika dalam darah adalah untuk
mencegah terjadinya toksisitas/ADRs yang tidal diinginkan dan untuk
mengetahui kecukupan kadar antibiotika untuk membunuh bakteri.
(3) Antibiotika yang perlu dilakukan TDM adalah golongan
Aminoglycoside seperti gentamisin dan amikasin, serta Vancomycin.
(4) Apabila hasil pemeriksaan kadar obat dalam darah sudah ada, maka
apoteker dapat memberikan rekomendasi/ saran kepada dokter apabila
perlu dilakukan penyesuaian dosis.
3. Interaksi antibiotika dengan obat lain (Dipiro, 2006; Depkes, 20014; Depkes, 2008;
Aronson, 2005; Karen, 2010; Lacy, 2010)
a. Apoteker mengkaji kemungkinan interaksi antibiotika dengan obat lain/larutan
infus/ makanan-minuman. Pemberian antibiotika juga dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan laboratorium.
b. Apoteker dapat memberikan rekomendasi kepada dokter/perawat/pasien terkai
dengan masalah interaksi yang ditemukan.
d. DDD adalah asumsi dosis rata-rata per hari penggunaan antibiotic untuk indikasi
tertentu pada orang dewasa. Untuk memperoleh data baku dan supaya dapat
dibandingkan data ditempat lain maka WHO merekomendasikan klasifikasi
penggunaan antibiotic secara Anatomical Therapeutic Chemical (ATC)
Classification (Gould IM,2005).
23
e. Form monitoring DDD terlampir
24
Gambar 3
Alur Penilaian Kualitatif Penggunaan Antibiotik (Gyssens Classification)
25
G. Antimicrobial Stewardship Program Pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Antimicrobial Stewardships Programs merupakan suatu program yang saling
melengkapi untuk mengubah atau mengarahkan penggunaan antimikroba di fasilitas
pelayanan kesehatan. Pelaksanaan program dapat dikelompokkan menjadi dua strategi
(Mc Dougal C,2005): Strategi Utama dan Strategi Pendukung.
Tujuan program untuk mengoptimalkan penggunaan antimikroba dalam rangka
pengendalian resistensi. Secara garis besar dapat dilihat pada tabel berikut:
26
Cara
Strategi Pelaksana Keuntungan Kerugian
pelaksanaan
individual oleh
pelatih.
Programmer
computer.
27
Cara
Strategi Pelaksana Keuntungan Kerugian
pelaksanaan
antibiotik
diubah menjadi:
- lebih sensitif
- spektrum lebih
sempit,
- lebih aman
- lebih murah
H. Antibiotik Empirik
Pedoman Penggunaan Antibiotik Non Bedah
1. Penyakit Dalam
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
1. ISK Escherichia coli Trimetropim- 2x 1 Mini PO
Terapi Enterococcus sulfametoxazol mal 7
empiric staphylococcus Atau hari
kelompok I aureus Ciprofloxacin 2x1
komorbid (-) Atau amoxicillin
resiko clavulanan 3x1
resistensi (-) 500/125
2. ISK Escherichia coli Ceftriaxon 1g/12 jam Mini IV
Terapi Enterococcus Atau mal 5
empiric staphylococcus Ciprofloxacin 400mg /12 hari
kelompok II aureus Atau jam
levofloxacin 750 mg/24
jam
3. ISK Escherichia coli Amoxicilin 1g/8 jam Mini IV
Terapi Enterococcus klavulanat mal 5
empiric staphylococcus hari
kelompok III aureus
4. ISK Escherichia coli Meropenem 1g/8 jam Mini IV
Terapi Enterococcus mal 5
empiric staphylococcus hari
kelompok IV aureus
5. Pneumonia H. influenza Azitromisin 500mg/ Mini PO
Terapi C. peumoniae Atau 24 jam mal 5
empiric M. pneumoniae Doksisiklin 100mg/ hari
kelompok I Atau 24 jam
komorbid (-) Amoksisilin 500mg/8
resiko jam
resistensi (-)
6. Pneumonia Levofloxacin 750mg/ Mini IV
28
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
komunitas 24 jam mal 5
Terapi hari
empiric
kelompok II
rawat jalan,
AB 3 bulan
sebelumnya
7. Pneumonia Lefoloxacin atau 750mg/ Mini IV
komunitas kombinasi 24 jam mal 5
Terapi amoksisilin 1g/8jam hari
empiric +azitromisin
kelompok III +500mg
rawat jalan /24 jam
komorbid (+)
29
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
10 Kolesistitis Kuma gram Ciprofloxacin iv 400mg/ 12 5-7 IV
negatif dengan atau gentamisin jam hari
faktor resiko batu iv atau 500mg/ 8
saluran empedu amikasin iv jam
(evakuasi batu)
30
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
13 Infeksi intra Gram negative Cefotaxim atau 1g Tiap 8 IV
abdominal Seftriaxone atau 2g jam IV
Ciproloxacine 400 mg Tiap IV
Dan 24 IV
pertimbangkan jam
metronidazol 1x 15 Tiap
mg/kg bb 12
dilanjutka jam
n 7,5 Dosis
mg/kg BB initial
tiap 6
jam
31
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman penyebab Dosis Lama Cara
antibiotk
atau TMP-SMZ jam po hari
960mg/12
jam po
32
2. Pedoman Antibiotik Terapi Empirik pada Pasien Anak
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman Penyebab Dosis Rute Lama
Antibiotik
1. Infeksi E. coli Lini 1
Saluran Amoksisilin 20-40 Oral 10 hari
Kemih mg/kgBB/
hari
Atau (dibagi
dalam 3
Sefiksim dosis) Oral 10 hari
Atau
Sulfametoksazol 4mg/kgBB
e /12 jam Oral 10 hari
30-60
mg/kgBB/
Lini 2 hari
Nitrofurantoin (dibagi Oral 10 hari
dalam 3-4
dosis)
6-7
mg/kgBB/
hari(dibagi
dalam 4
kali dosis)
2. Demam Salmonella typhi Lini 1 50-100 Oral 10-14
Tifoid Kloramfenikol mg/kgBB/ atau hari
hari IV
(dibagi
Lini 2 dalam 4
Amoksisilin dosis) Oral 10 hari
atau
100 IV
mg/kgBB/
Atau hari
Sefiksim Oral 10 hari
Atau 10mg/kgB
Seftriakson B/ IV 5 hari
hari atau
(dibagi IM
dalam 2
dosis)
33
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman Penyebab Dosis Rute Lama
Antibiotik
80
mg/kgBB/
hari
(sekali
sehari)
3. Pneumonia
a. usia 2 Streptococcus Lini 1:
bulan hingga pneumonia dan Amoksisilin 15-25 Oral 3 hari
< 5 tahun) Staphylococcus mg/BB/8ja
epidermidis m
Lini 2:
Co-amoksiklav Oral 3 hari
15-25
Eritromisin mg/BB/8ja
m Oral 3 hari
Azitromisin 10
Mycoplasma mg/kgBB/ Oral 3 hari
pneumonia dan 6 jam
b. usia > 5 Chlamydia 15
tahun pneumonia mg/kgBB/
Lini 1: 24 jam Oral 3 hari
Eritromisin
10
mg/kgBB/
Atau 6 jam
Azitromisin Oral 3 hari
15
mg/kgBB/
24 jam
4. Disentri Shigella Lini 1:
Kotrimoksasol TMP 4 oral 5 hari
mg/kgBB/
12 jam
Lini 2:
Siprofloksasin 5-10 oral 5 hari
mg/kgBB/
12 jam
Lini 3:
Sefiksim 5 oral 5 hari
Amuba vegetatif mg/kgBB/
12 jam
34
Rekomendasi
No Diagnosis Kuman Penyebab Dosis Rute Lama
Antibiotik
Metronidazol 50 oral 5 hari
mg/kgBB/
hari
(dibagi 3
dosis)
Quinolon
Metronidazol Oral 5-7 hari
3 x 500
mg
35
BAB IV
PENUTUP
Buku panduan penggunaan antibiotik ini disusun untuk menjadi acuan penggunaan
antibiotik oleh staf Rumah Sakit Pelita Anugerah dan tetap terbuka untuk dievaluasi dan
disempurnakan dari waktu ke waktu guna perbaikan yang lebih optimal, serta dilakukan revisi
setiap tahun jika diperlukan.
DIREKTUR UTAMA
RUMAH SAKIT PELITA ANUGERAH
36