Anda di halaman 1dari 92

JURNAL APLIKASI STATISTIKA &

KOMPUTASI STATISTIK

VOLUME 8, NOMOR 2, DESEMBER 2016 ISSN 2086 – 4132


AKREDITASI NOMOR: 747/Akred/P2MI-LIPI/04/2016

Efisiensi dan Kesenjangan Teknologi Usahatani Padi Sawah di Pulau Jawa


MOHAMMAD JUNAEDI, HENY K. S. DARYANTO, BONAR M. SINAGA dan SRI HARTOYO

Klasifikasi Emas Indonesia sebagai Hedge dan Safe Haven Asset terhadap Pasar Saham
Domestik dan Luar Negeri serta Dolar Tahun 2008-2015
MARINI SYAFITRI dan AISYAH FITRI YUNIASIH

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Komplikasi Persalinan Wanita Usia Subur di Indonesia


Menggunakan Data SDKI 2012
(Aplikasi Analisis Regresi Logistik Biner Multilevel)
FAKHRI ALIYUDIN dan BUDYANRA

Metode Penanganan Multikolinieritas pada RLB:


Perbandingan Partial Least Square dengan Ridge Regression
YULIA ATMA PUTRI dan MARGARETHA ARI ANGGOROWATI

Pendugaan Standard Error dan Confidence Interval Koefisien Gini dengan Metode Bootstrap:
Terapan pada Data Susenas Provinsi Papua Barat Tahun 2013
DWI INDRI ARIESKA dan NOVI HIDAYAT PUSPONEGORO

Developing Panel Data and Time Series Application (Delta) : Smoothing Module
NENSI FITRIA DELI dan SITI MARIYAH

UNIT PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK Pengantar Redaksi | i
(UPPM-STIS)
JURNAL APLIKASI STATISTIKA &
KOMPUTASI STATISTIK
Jurnal “Aplikasi Statistika dan Komputasi Statistik” memuat karya ilmiah hasil penelitian dan kajian
teori statistik dan komputasi statistik yang diterapkan khususnya pada bidang ekonomi dan sosial
kependudukan, serta teknologi informasi yang terbit dua kali dalam setahun setiap bulan Juni dan
Desember.

Penanggung Jawab: Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

Dewan Redaksi :
Ketua: Dr. Hardius Usman
Anggota: Dr. Nasrudin.
Dr. Ernawati Pasaribu
Mitra Bestari: Prof. Dr. Abuzar Asra
Prof. Dr. Irdam Ahmad
Prof. Nur Iriawan, Ph.D.
Dr. Hari Wijayanto
Setia Pramana, Ph.D.
Dr. Erni Tri Astuti
Pelaksana Redaksi: Dr. Budiasih
Dr. Subagio Dwijosumono
Dr. I Made Arcana
Dr. Thiodora Hadumaon S.
Dr. M. Ari Anggorowati
Novia Budi Parwanto, Ph.D.

Alamat Redaksi:
Sekolah Tinggi Ilmu Statistik
Jl. Otto Iskandardinata 64C
Jakarta Timur 13330
Telp. 021-8191437

Redaksi menerima karya ilmiah atau artikel penelitian mengenai kajian teori statistik dan komputasi
statistik pada bidang ekonomi dan sosial kependudukan, serta teknologi informasi. Redaksi berhak
menyunting tulisan tanpa mengubah makna substansi tulisan. Isi Jurnal Aplikasi Statistika dan
Komputasi Statistik dapat dikutip dengan menyebutkan sumbernya.

ii | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


PENGANTAR REDAKSI

Syukur Alhamdulillah, di akhir tahun 2016 “Jurnal Aplikasi Statistika dan Komputasi
Statistik” Volume 8, Nomor 2, Desember 2016 dapat diterbitkan. Jurnal kampus STIS ini
dapat terwujud atas partisipasi Bapak/Ibu dosen di STIS beserta mahasiswa bimbingan
skripsinya yang telah mengirimkan artikel kepada redaksi, serta peran dari para editor jurnal.
Untuk atensi dan kerjasama yang baik guna keberlangsungan terbitnya jurnal ini redaksi
mengucapkan terimakasih.
Semoga artikel dalam jurnal ini dapat menambah pengetahuan para pembaca tentang
penggunaan metode statistika serta komputasi statistik pada berbagai jenis data. Redaksi terus
menunggu artikel-artikel ilmiah selanjutnya dari Bapak/Ibu guna dapat menghasilkan
publikasi yang menjadi salah satu sarana untuk memberikan sosialisasi statistika bagi
masyarakat.

Jakarta, Desember 2016


Salam,

Hardius Usman

Pengantar Redaksi | iii


JURNAL APLIKASI STATISTIKA &
KOMPUTASI STATISTIK
VOLUME 8, NOMOR 2, DESEMBER 2016
AKREDITASI NOMOR: 747/Akred/P2MI-LIPI/04/2016

DAFTAR ISI
Pengantar Redaksi………………………………………………………..……….…………iii

Daftar Isi……………………………………………………..……………………………….iv

Abstrak..……………………………………………………..…………………………..….v-x

Efisiensi dan Kesenjangan Teknologi Usahatani Padi Sawah di Pulau Jawa


Mohammad Junaedi, dkk…………...………………………………………………....… 1-19

Klasifikasi Emas Indonesia sebagai Hedge dan Safe Haven Asset terhadap Pasar Saham
Domestik dan Luar Negeri serta Dolar Tahun 2008-2015
Marini Syafitri, dkk……………………………………………………….………………20-32

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Komplikasi Persalinan Wanita Usia Subur di


Indonesia Menggunakan Data SDKI 2012 (Aplikasi Analisis Regresi Logistik Biner
Multilevel)
Fakhri Aliyudin, dkk……………………………………………………………….…..…33-46

Metode Penanganan Multikolinieritas pada RLB: Perbandingan Partial Least Square


dengan Ridge Regression
Yulia Atma Putri, dkk…………………………………………………………………….47-56

Pendugaan Standard Error dan Confidence Interval Koefisien Gini dengan Metode
Bootstrap: Terapan pada Data Susenas Provinsi Papua Barat Tahun 2013
Dwi Indri Arieska, dkk…………………………………………………….……………...57-66

Developing Panel Data and Time Series Application (Delta): Smoothing Module
Nensi Fitria Deli, dkk……………………………………………………………......……67-80

iv | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
(Journal of Statistical Application & Statistical Computing)
ISSN 2086 – 4132 Volume 8, Nomor 2, Desember 2016

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan
biaya
DDC: 315.98 DDC: 315.98

Mohammad Junaedi, Heny K. S. Daryanto, Marini Syafitri dan Aisyah Fitri Yuniasih
Bonar M. Sinaga dan Sri Hartoyo
Klasifikasi Emas Indonesia sebagai Hedge
Efisiensi dan Kesenjangan Teknologi dan Safe Haven Asset terhadap Pasar
Usahatani Padi Sawah di Pulau Jawa Saham Domestik dan Luar Negeri serta
Dolar Tahun 2008-2015
Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi
Statistik, Volume 8, Nomor 2, Desember Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi
2016, hal 1 – 19 Statistik, Volume 8, Nomor 2, Desember
2016, hal 20 – 32
Abstrak
Karakteristik antarprovinsi yang berbeda Abstrak
menyebabkan kesenjangan penggunaan Emas seharusnya merupakan salah satu
teknologi dalam usahatani padi sawah di instrumen investasi yang menjanjikan
Pulau Jawa yang mengakibatkan ukuran karena sifatnya yang baik sebagai alat
jumlah produksi maksimal (frontier) diversifikasi investasi (O’Byrne dan
antarprovinsi tidak dapat diperbandingkan. O’Brien (2013)). Namun, terjadi
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penurunan yang drastis pada total investasi
faktor apa saja yang memengaruhi emas Indonesia pada masa pascakrisis
produksi, efisiensi dan bagaimana global yaitu pada tahun 2009. Penelitian ini
kesenjangan teknologi pada usahatani padi bertujuan untuk mengklasifikasikan emas
sawah di Pulau Jawa. Untuk membuktikan Indonesia sebagai strong atau weak hedge
bahwa ukuran tingkat efisiensi di 4 dan safe haven asset dalam pasar saham
provinsi sentra di Pulau Jawa tidak dapat domestik dan luar negeri serta pasar dolar
diperbandingkan, maka pada penelitian ini AS, pada kondisi secara umum dan kondisi
digunakan analisis meta-frontier. Hasil bullish dan bearish periode 2008-2015.
penelitian menunjukkan bahwa semua Penelitian ini menggunakan model
koefisien variabel fungsi produksi sesuai Autoregressive Distributed Lag (ARDL)
harapan bernilai positif. Penelitian ini juga dalam analisis hedge dan safe haven dari
menunjukkan bahwa penggunaan ukuran emas IndonesiaPenelitian ini menunjukkan
efisiensi teknis yang diukur berdasarkan bahwa emas Indonesia secara umum
frontier masing-masing provinsi akan berperan sebagai sebagai weak hedge asset
menyebabkan kebijakan yang dihasilkan dalam pasar saham internasional, strong
menjadi bias dan salah arah, sehingga hedge asset dalam pasar dolar AS, strong
dibutuhkan catatan khusus dalam safe haven asset baik dalam pasar saham
analisisnya. domestik maupun internasional dan weak
Kata kunci: efisiensi, kesenjangan safe haven dalam pasar dolar AS.
teknologi, meta-frontier, usahatani, padi Kata kunci: investasi, emas, resiko, Dolar AS,
sawah hedge and safe haven, ARDL

Abstrak | v
DDC: 315.98 DDC: 315.98

Fakhri Aliyudin dan Budyanra Yulia Atma Putri dan Margaretha Ari
Anggorowati
Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Komplikasi Persalinan Wanita Usia Subur Metode Penanganan Multikolinieritas pada
di Indonesia Menggunakan Data SDKI RLB: Perbandingan Partial Least Square
2012 (Aplikasi Analisis Regresi Logistik dengan Ridge Regression
Biner Multilevel)
Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi
Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik, Volume 8, Nomor 2, Desember
Statistik, Volume 8, Nomor 2, Desember 2016, hal 47 – 56
2016, hal 33 – 46
Abstrak
Abstrak Multikolinieritas antar variabel prediktor
Maternal Mortality Rate (MMR) is still a merupakan pelanggaran asumsi pada
crucial problem in Indonesia considering Regresi Linier Berganda (RLB) ketika
the incidence rate is still high enough that estimasi dilakukan dengan menggunakan
is about 359 per 100,000 births. The estimator Ordinary Least Square (OLS).
biggest cause of MMR in Indonesia is due Ridge Regression (RR) dan Partial Least
to the high incidence of birth Square Regression (PLSR) adalah metode
complications. This papers aims to yang umum digunakan untuk menangani
determine the factors that affect the masalah tersebut. RR memodifikasi
incidence of birth complications in women metode OLS dengan menambahkan suatu
of childbearing age in Indonesia by using konstanta bias yang bersifat subjektif,
regression of logistic biner multilevel sedangkan PLSR mengeneralisasi dan
analysis. The data used are sourced from mengkombinasikan metode Analisis
Indonesia Demographic and Health Survey Komponen Utama dengan metode RLB.
2012 (SDKI-2012). Based on the results of Efisiensi kedua metode akan dibandingkan
data processing, it is known that variables berdasarkan nilai RMSE. Data yang akan
of parity, pregnancy complications, history digunakan adalah data generate
of previous complications and ratio of berdasarkan tingkat multikolinieritas,
health centers per 100,000 population are jumlah variabel, dan jumlah observasi.
significantly affect the incidence of birth Perbandingan memberikan hasil bahwa
complications in women of childbearing secara keseluruhan kedua metode memiliki
age in Indonesia. tingkat efisiensi yang sama.
Keywords: the incidence of birth Kata kunci: RLB, OLS, Multikolinieritas,
complications, Indonesia Demographic RR, PLSR.
and Health Survey 2012 (SDKI-2012) and
Regression of Logistic Biner Multilevel
Analysis

vi | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


DDC: 315.98 dihitung dengan menggunakan bootstrap-t
merupakan confidence interval terbaik dari
Dwi Indri Arieska, dan Novi Hidayat keseluruhan confidence interval yang terbentuk
Pusponegoro karena memiliki standard error kecil dan
interval pendek.
Kata Kunci: confidence interval, koefisien
Pendugaan Standard Error dan Confidence
gini bias-corrected, bootstrap
Interval Koefisien Gini dengan Metode
Bootstrap: Terapan pada Data Susenas
Provinsi Papua Barat Tahun 2013 DDC: 315.98

Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Nensi Fitria Deli dan Siti Mariyah
Statistik, Volume 8, Nomor 2, Desember
2016, hal 57 – 66 Developing Panel Data and Time Series
Application (Delta): Smoothing Module
Abstrak
Ketimpangan pendapatan merupakan salah Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi
satu indikator pembangunan ekonomi suatu Statistik, Volume 8, Nomor 2, Desember
negara. Salah satu ukuran ketimpangan
2016, hal 67 – 80
pendapatan yang sering digunakan adalah
koefisien gini. Namun, koefisien gini yang
Abstrak
dipublikasikan merupakan estimasi titik yang
Smoothing adalah salah satu metode yang
memiliki kekurangan dalam fungsinya sebagai
umum digunakan untuk meramalkan data time
penduga dikarenakan tidak
series. Saat ini sudah banyak aplikasi pengolah
dipertimbangkannya peluang kebenaran dalam
data time series yang menyediakan fungsi
nilai tersebut. Sehingga, penduga titik saja
smoothing, antara lain EViews, Minitab,
tidak cukup untuk mengestimasi suatu
Zaitun TS, dan R. Namun, aplikasi-aplikasi
parameter maka penduga interval menjadi
tersebut masih memiliki kekurangan, seperti
penting karena merepresentasikan akurasi atau
tidak tersedianya fasilitas untuk
presisi dari sebuah estimasi. Penelitian ini
membandingkan beberapa metode smoothing
menerapkan metode pendugaan terhadap
sekaligus. Oleh karena itu, dibangun sebuah
standard error dan confidence interval
aplikasi yang open source yaitu aplikasi
koefisien gini dengan metode bootstrap guna
DELTA modul smoothing yang menyediakan
memperoleh penduga selang nilai koefisien
metode smoothing yang lengkap dan fasilitas
gini. Data yang dipergunakan dalam kajian ini
untuk membandingkan beberapa metode
adalah data Susenas Provinsi Papua Barat
sekaligus. Berdasarkan uji coba yang telah
tahun 2013. Dengan mempergunakan nilai
dilakukan, aplikasi yang dibangun telah sesuai
koefisien gini yang telah disesuaikan
dengan pengguna dan keluaran yang
(koefisien gini bias-corrected) maka
ditampilkan sesuai dengan teori yang dijadikan
pendugaan standar error koefisien gini bias-
sebagai acuan.
corrected Provinsi Papua Barat tahun 2013
Kata kunci: smoothing, peramalan, aplikasi
dilakukan dengan dua metode yaitu
time series, aplikasi data panel, eksponensial,
perhitungan sampel asli dan resample metode
rata-rata bergerak.
bootstrap nonparametrik. Temuan pada kajian
ini adalah penduga selang koefisien gini yang

Abstrak | vii
JURNAL APLIKASI STATISTIKA & KOMPUTASI STATISTIK
(Journal of Statistical Application & Statistical Computing)
ISSN 2086 – 4132 Volume 8, Nomor 2, Desember 2016

Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh diperbanyak tanpa izin dan
biaya
DDC: 315.98 DDC: 315.98

Mohammad Junaedi, Heny K. S. Daryanto, Marini Syafitri dan Aisyah Fitri Yuniasih
Bonar M. Sinaga dan Sri Hartoyo
Klasifikasi Emas Indonesia sebagai Hedge
Efisiensi dan Kesenjangan Teknologi dan Safe Haven Asset terhadap Pasar
Usahatani Padi Sawah di Pulau Jawa Saham Domestik dan Luar Negeri serta
Dolar Tahun 2008-2015
Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi
Statistik, Volume 8, Nomor 2, Desember Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi
2016, hal 1 – 19 Statistik, Volume 8, Nomor 2, Desember
2016, hal 20 – 32
Abstract
The characteristics of different provinces Abstract
led to the use of different technologies Gold is supposed to be one of the
among wetland rice farming in Java. Such promising investment instruments because
differences lead to the technology gap that it has good characteristics as a means for
resulted in incomparable frontier size investment diversification (O'Byrne and
among provinces. This study analysed the O'Brien (2013)). However, during post-
factors affected on the production, global crisis, especially in 2009,
efficiency and how the technological gap Indonesian gold investment was lower than
in wetland rice farming. Meta-frontier before. This study aims to identify the
analysis is applied in this article to prove classification of Indonesian gold in terms
that the measure of the technical efficiency of its strength and its role in the domestic
level in four Java Island provinces cannot and foreign stock market as well as the US
be compared among each other. All Dollar market, in both normal condition
variable coefficients production function and bullish and bearish conditions in
as expected is positive and significant. This 2008-2015. This study uses the ARDL
study also shows that the utilization of model in its analysis of hedge and safe
technical efficiency (TE) were measured haven of Indonesian gold. It indicates that
based on their respective frontier province the Indonesian gold, in general, act as a
could lead to biased and misleading policy weak hedge asset in the international stock
decisions, so it needs to be given special market, a strong hedge asset in the US
notes in its analysis. Dollar market, a strong safe haven asset in
Keywords: efficiency, meta-frontier, the domestic and international stock
technology gap, wetland rice farming market and a weak safe haven in the US
Dollar market.
Keywords: investment, gold, risk, US
Dollar, hedge and safe haven, ARDL

viii | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
DDC: 315.98 DDC: 315.98

Fakhri Aliyudin dan Budyanra Yulia Atma Putri dan Margaretha Ari
Anggorowati
Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Komplikasi Persalinan Wanita Usia Subur Metode Penanganan Multikolinieritas pada
di Indonesia Menggunakan Data SDKI RLB: Perbandingan Partial Least Square
2012 (Aplikasi Analisis Regresi Logistik dengan Ridge Regression
Biner Multilevel)
Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi
Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik, Volume 8, Nomor 2, Desember
Statistik, Volume 8, Nomor 2, Desember 2016, hal 47 – 56
2016, hal 33 – 46
Abstract
Abstract Mullticolinearity between variable
Maternal Mortality Rate (MMR) is still a predictor in multiple regression is
crucial problem in Indonesia considering assuming violation for ordinary least
the incidence rate is still high enough that square estimator (OLS). Ridge Regression
is about 359 per 100,000 births. The (RR) and Partial Least Square Regression
biggest cause of MMR in Indonesia is due (PLSR were used to handle the
to the high incidence of birth multicollinearity problem. RR modify OLS
complications. This papers aims to by adding subjective bias constant, while
determine the factors that affect the PLSR, generalize and combine Principal
incidence of birth complications in women Component Analysis and multiple
of childbearing age in Indonesia by using regression. The efficiency of these two
regression of logistic biner multilevel methods will be compared based on the
analysis. The data used are sourced from value of RMSE. This study simulated
Indonesia Demographic and Health Survey generating data in different level of
2012 (SDKI-2012). Based on the results of multicollinearity, the number of variable,
data processing, it is known that variables and number of observation were
of parity, pregnancy complications, history controlled. This study results that, overall,
of previous complications and ratio of both method equally efficient.
health centers per 100,000 population are Keywords: RLB, OLS, Multikolinieritas,
significantly affect the incidence of birth RR, PLSR
complications in women of childbearing
age in Indonesia.
Keywords: the incidence of birth
complications, Indonesia Demographic
and Health Survey 2012 (SDKI-2012) and
Regression of Logistic Biner Multilevel
Analysis

Abstrak | ix
DDC: 315.98 DDC: 315.98

Dwi Indri Arieska, dan Novi Hidayat Nensi Fitria Deli dan Siti Mariyah
Pusponegoro
Developing Panel Data and Time Series
Pendugaan Standard Error dan Confidence Application (Delta): Smoothing Module
Interval Koefisien Gini dengan Metode
Bootstrap: Terapan pada Data Susenas Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi
Provinsi Papua Barat Tahun 2013 Statistik, Volume 8, Nomor 2, Desember
2016, hal 67 – 80
Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi
Statistik, Volume 8, Nomor 2, Desember Abstract
2016, hal 57 – 66 Smoothing is commonly used methods to
predict time series data. There are many
Abstract applications that help in the processing of
Income inequality is one of economic time series data that provide smoothing
development indicators. As a kind of function such as EViews, Minitab, Zaitun
inequality indicators which is commonly TS, and R. However, these applications
used in Indonesia, gini coefficient is have some shortcomings such as the
published as a point estimation. This difficulty in comparing several methods. In
estimation are lacking in its function as an this study, we build an open source
estimator because it doesn’t considerate application that provides more complete
the probability accuration of the estimate smoothing method and a facility for
value. Thus, the confidence interval comparing several methods, namely
estimation is needed as a comprehensive smoothing module in DELTA application.
estimator. The objective of this study is Based on the tests, it can be proved that
estimate the standard errors and this application is suitable for users and
confidence intervals Gini coefficients with the displayed output is consistent with the
the bootstrap method. This study used theory.
National Social Economics Household Keywords: smoothing, forecasting, time
Survey for West Papua Province in 2013. series application, panel data application,
The Gini coefficient that used is a bias- exponential, moving average
corrected gini coefficient as consideration
the bias in the calculation. The standard
error of bias-corrected gini coefficient in
West Papua is carried out of two data,
which are the original sample and
resample nonparametric bootstrap method.
This research found out that bootstrap-t
confidence interval confidence interval is
the best confidence interval since it has the
smallest standard error and shortest
interval.
Keywords: confidence interval, bias-
corrected Gini coefficient, bootstrap

x | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


EFISIENSI DAN KESENJANGAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI
SAWAH DI PULAU JAWA

EFFICIENCY AND TECHNOLOGY GAP IN WETLAND RICE FARMING


IN JAVA ISLAND

Mohammad Junaedi1, Heny K. S. Daryanto2, Bonar M. Sinaga2, Sri Hartoyo2


1
Badan Pusat Statistik, email: best_703@yahoo.com
2
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Masuk tanggal : 2 Juni 2017, diterima untuk diterbitkan tanggal : 30 Agustus 2017

Abstrak

Karakteristik antarprovinsi yang berbeda menyebabkan kesenjangan penggunaan teknologi dalam


usahatani padi sawah di Pulau Jawa yang mengakibatkan ukuran jumlah produksi maksimal (frontier)
antarprovinsi tidak dapat diperbandingkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor apa saja
yang memengaruhi produksi, efisiensi dan bagaimana kesenjangan teknologi pada usahatani padi
sawah di Pulau Jawa. Untuk membuktikan bahwa ukuran tingkat efisiensi di 4 provinsi sentra di Pulau
Jawa tidak dapat diperbandingkan, maka pada penelitian ini digunakan analisis meta-frontier. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa semua koefisien variabel fungsi produksi sesuai harapan bernilai
positif. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan ukuran efisiensi teknis yang diukur
berdasarkan frontier masing-masing provinsi akan menyebabkan kebijakan yang dihasilkan menjadi
bias dan salah arah, sehingga dibutuhkan catatan khusus dalam analisisnya.

Kata kunci: efisiensi, kesenjangan teknologi, meta-frontier, usahatani, padi sawah

Abstract

The characteristics of different provinces led to the use of different technologies among wetland rice
farming in Java. Such differences lead to the technology gap that resulted in incomparable frontier
size among provinces. This study analysed the factors affected on the production, efficiency and how
the technological gap in wetland rice farming. Meta-frontier analysis is applied in this article to prove
that the measure of the technical efficiency level in four Java Island provinces can not be compared
among each other. All variable coefficients production function as expected is positive and significant.
This study also shows that the utilization of technical efficiency (TE) were measured based on their
respective frontier province could lead to biased and misleading policy decisions, so it needs to be
given special notes in its analysis.

Keywords: efficiency, meta-frontier, technology gap, wetland rice farming

Kesenjangan Teknologi Usahatani…./Junaedi M, Daryanto HKS, Sinaga BM, Hartoyo S | 1


PENDAHULUAN Data dari BPS (2016) menunjukkan bahwa
dari 75,36 juta ton produksi padi nasional,
Salah satu komoditas pangan utama
sebanyak 38,97 juta ton (51,71 persen)
yang menjadi sasaran program swasembada
diproduksi di Pulau Jawa. Empat provinsi
pangan di Indonesia adalah padi sebagai
di Pulau Jawa yang tergolong sebagai
bahan baku yang akan diolah menjadi
provinsi sentra penghasil padi adalah
makanan pokok beras. Sebanyak 95 persen
Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
rakyat Indonesia mengkonsumsi beras
Timur, dan Provinsi Banten. Tantangan
sebagai makanan pokok, padahal Indonesia
untuk mempertahankan penggunaan lahan
memiliki 77 bahan pangan yang memiliki
sawah di Pulau Jawa semakin berat karena
kandungan karbohidrat sama atau lebih
penggunaan lahan sawah di Pulau Jawa
tinggi dibandingkan beras. Begitu
bersaing dengan penggunaan lahan untuk
pentingnya beras bagi rakyat Indonesia
komoditas pertanian lain yang relatif lebih
sehingga banyak yang menganggap beras
menguntungkan. Misalnya petani yang
sebagai komoditas ekonomi bahkan sebagai
rasional dan berpengetahuan akan lebih
komoditas politik karena kelangkaan beras
memilih menanam melon yang bisa
yang akan menyebabkan kenaikan harga
menghasilkan 15 juta sampai dengan 20
beras yang tidak terkendali akan
juta rupiah per hektar. Tantangan semakin
meresahkan seluruh rakyat Indonesia,
diperberat dengan terjadinya alih fungsi
karenanya pemerintah sangat kuat
lahan sebagai tuntutan industrialisasi,
mengintervensi kebijakan terkait
modernisasi dan pertumbuhan jumlah
perberasan.
penduduk. Ketersediaan pangan terutama
Indonesia bisa memenuhi
beras tetap harus terpenuhi dan keberadaan
ketersediaan berasnya melalui impor.
lahan sawah juga tetap dibutuhkan di Pulau
Namun melihat pesatnya pertumbuhan
Jawa sebagai area penampungan air untuk
jumlah penduduk dan besarnya konsumsi
ketersediaan sumber resapan air tawar dan
beras di Indonesia, sementara pasar beras
air bersih bagi sumber penghidupan
internasional masih berupa thin marke1,
penduduk. Penambahan luas areal tanam
maka Indonesia tidak bisa mengandalkan
baru (ekstensifikasi) dirasakan semakin
pemenuhan kebutuhan beras dari pasokan
sulit untuk dilakukan disebabkan biaya
impor. Dalam hal ini kebijakan
pembukaan lahan sawah baru dan
swasembada pangan diiringi dengan
pembuatan atau rehabilitasi jaringan irigasi
diversifikasi pangan merupakan alternatif
penting. Namun kebijakan swasembada yang mahal (Tinaprilla, 2012).
Salah satu alternatif untuk
pangan menghadapi tantangan berat karena
mengurangi ketergantungan akan bahan
fakta di lapangan menurut data Badan Pusat
pangan beras adalah dengan diversifikasi
Statistik (BPS, 2015a) lahan pertanian
(penganekaragaman) pangan selain beras,
tanaman pangan hanya meningkat dari 7,77
seperti singkong, jagung, kentang, ubi,
juta ha pada tahun 1986 menjadi 8 Juta ha
talas, jewawut dan komoditas pangan
pada tahun 2012, dengan laju pertumbuhan
pokok lainnya. Namun diversifikasi pangan
hanya 2,9 persen. Sementara itu lahan
juga bukanlah hal yang mudah untuk
perkebunan yang hanya dimiliki oleh
dilakukan selama rakyat Indonesia masih
segelintir orang luasnya meningkat dari
merasa “belum makan jika tidak pakai
7,77 juta ha menjadi 21,41 juta ha, yang
nasi”. Selama program diversifikasi pangan
berarti meningkat sekitar 144 persen.
belum berhasil, maka kebutuhan akan
Pulau Jawa yang dijuluki sebagai
ketersediaan beras sebagai bahan makanan
lumbung pangan nasional, merupakan
pokok yang disukai rakyat Indonesia tetap
sentra produksi padi sawah di Indonesia.
merupakan hal yang krusial untuk dipenuhi.
Solusi alternatif yang penting untuk
1
Volume perdagangan beras di pasar internasional diperhatikan agar tetap bisa menjamin
masih sedikit karena produksinya masih sedikit dan ketersediaan beras adalah dengan
negara produsen beras juga merupakan negara meningkatkan produktivitas lahan sawah,
konsumen beras
2 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
yaitu dengan kondisi luas lahan yang sama Penelitian terdahulu yang juga
namun dapat meningkatkan produksi padi. menggunakan analisis meta-frontier
Hal ini bisa dilakukan melalui intensifikasi, dilakukan oleh Junaedi et al. (2016) dengan
yaitu mengoptimalkan input-input yang menggunakan metode dan komoditas yang
tersedia dengan penggunaan teknologi sama. Pada penelitian tersebut wilayah
usahatani yang lebih baik dan penelitian dikelompokkan menurut wilayah
meningkatkan kualitas manajerial petani intensifikasi yang relatif sangat luas, yaitu
seperti mendorong untuk aktif dalam Wilayah Sumatera, Jawa, Bali dan Wilayah
kelompok tani, aktif mengikuti penyuluhan Lainnya yang merupakan gabungan dari
dan aktif dalam mengadopsi teknologi wilayah-wilayah di Indonesia selain
pertanian yang baru, sehingga diharapkan Wilayah Sumatera, Jawa, dan Bali. Hasil
dapat meningkatkan efisiensi usahatani penelitian tersebut menunjukkan betapa
padi. pentingnya mempertimbangkan aspek
Analisis efisiensi produksi usahatani kesenjangan teknologi agar ukuran frontier
padi sawah menjadi sangat penting masing-masing wilayah bisa saling
dilakukan dalam mendukung program diperbandingkan, sehingga pengambil
kebijakan swasembada pangan nasional kebijakan dapat menentukan urutan
khususnya swasembada beras. Swasembada prioritas wilayah mana yang perlu
beras yang berkelanjutan tentunya sangat diutamakan dalam peningkatan efisiensi
memerlukan perbaikan dari sisi penawaran teknis usahatani padi sawahnya. Namun
(supply) yaitu dengan meningkatkan karena luasnya wilayah, maka implikasi
produktivitas usahatani padi sawah. Proses kebijakan yang dihasilkan dari penelitian
produksi dikatakan secara teknis tidak tersebut belum bisa mengakomodir aspek
efisien (inefisien) bila tidak berhasil spesifik lokasi yang unik dan berbeda-beda
mewujudkan produktivitas maksimum. antarwilayah. Pada penelitian kali ini,
Artinya penggunaan per unit paket input penulis mencoba mengkaji lebih mendalam
(input bundle) tidak dapat menghasilkan bagaimana efisiensi teknis dan kesenjangan
produksi maksimum (frontier). Masalah teknologi khusus di pulau Jawa sebagai
inefisiensi juga menyebabkan rendahnya wilayah sentra produksi 51,71 persen padi
pendapatan dan kesejahteraan petani, sawah di Indonesia.
karena tingkat pencapaian efisiensi yang Petani-petani dari wilayah berbeda,
tinggi dalam usahatani sangat menentukan provinsi berbeda, pulau berbeda ataupun
tingkat kesejahteraan petani (Saptana, negara yang berbeda akan menghadapi
2012). oportunitas produksi yang berbeda pula.
Penelitian dengan menggunakan Secara teknis petani sebagai Unit
analisis meta-frontier di Indonesia pernah Pengambil Keputusan (Decision Making
dilakukan oleh Tinaprilla (2012) yang Unit/DMU) akan membuat pilihan dari
meneliti tentang produksi padi, efisiensi sekumpulan kombinasi input-output yang
teknis dan faktor-faktor yang berbeda atau sekumpulan teknologi yang
memengaruhinya dan bagaimana efisiensi berbeda (O’Donnell et al., 2008).
alokasi dan efisiensi ekonomi usahatani Perbedaan kondisi tingkat kesuburan tanah,
padi. Penelitiannya dilakukan dengan kondisi cuaca, curah hujan, serangan hama
menggunakan data PATANAS tahun 2010 antarwilayah akan memberikan pengaruh
dengan basis komoditas padi di 5 provinsi efisiensi usahatani yang berbeda pula di
sentra dengan 592 observasi. Namun masing-masing wilayah. Demikian juga
efisiensi teknis untuk meta-frontier tingkat perekonomian, sarana prasarana,
(0.7116) yang diperoleh dari penelitian kualitas SDM dan tingkat pendidikan petani
tersebut bernilai lebih kecil dibandingkan yang dapat memengaruhi aksesibilitas dan
efisiensi teknis dari fungsi-fungsi frontier di penguasaan teknologi juga akan
beberapa provinsi, sehingga memungkinkan berpengaruh terhadap tingkat efisiensi
bahwa kesimpulan dan implikasi kebijakan usahatani tersebut (Chen dan Song, 2006).
yang diambil menjadi bias.
Kesenjangan Teknologi Usahatani…./Junaedi M, Daryanto HKS, Sinaga BM, Hartoyo S | 3
Variasi antarwilayah yang berbeda menganalisis efisiensi usahatani padi
dalam penggunaan input, teknik produksi, sawah di Pulau Jawa.
kondisi lingkungan dan faktor-faktor lain 2. mengukur dan menganalisis
tersebut menyebabkan terjadinya kesenjangan teknologi usahatani padi
kesenjangan teknologi atau technology gap sawah di 4 provinsi sentra produksi
(Villano et al., 2010). Variasi antarwilayah padi di Pulau Jawa.
(provinsi) yang menyebabkan kesenjangan
METODOLOGI
teknologi ini berimplikasi pada terjadinya
ukuran produksi maksimum (frontier) Fungsi Produksi Frontier dan Efisiensi
antarprovinsi menjadi tidak dapat Fungsi produksi frontier adalah
diperbandingkan satu sama lain karena fungsi produksi yang memberikan output
masing-masing provinsi memiliki acuan maksimum pada tingkat input tertentu
(benchmark) yang berbeda-beda. dengan tingkat teknologi yang ada. Farrell
Berdasarkan masing-masing frontier (1957) menyebut frontier sebagai frontier
produksinya, maka masing-masing provinsi praktik terbaik (best practice frontier).
menjadi merasa sudah mencapai tingkat Frontier praktik terbaik digunakan sebagai
efisiensi yang tinggi, padahal jika standar acuan efisiensi suatu usahatani.
dibandingkan dengan tingkat efisiensi di Tujuan dari pendekatan fungsi produksi
provinsi lain maka belum tentu provinsi frontier adalah untuk mengestimasi batas
tersebut sudah efisien. Hal ini akan (frontier) dari estimasi fungsi produksi rata-
memberikan hasil analisis dan kesimpulan rata.
yang bias, sehingga diperlukan sebuah Berdasarkan pengertian fungsi
metode yang bisa mengakomodir adanya produksi frontier dari Gambar 1(a), maka
kesenjangan teknologi antarprovinsi petani yang berproduksi disepanjang kurva
tersebut yaitu dengan aplikasi fungsi berarti telah berproduksi secara efisien,
produksi Meta-Frontier (Battese dan Rao, karena untuk sejumlah kombinasi input
2002; Chen dan Song, 2006; Villano et al., tertentu dapat diperoleh output yang
2010). Melihat kondisi dan fakta tersebut, maksimum, namun dalam pengertian rata-
maka sangat penting dilakukan penelitian rata pada Gambar 1(b), petani yang
tentang efisiensi usahatani padi sawah yang berproduksi di sepanjang kurva belum tentu
mempertimbangkan keterbandingan yang paling efisien. Untuk mengukur
antarprovinsi. seberapa efisienkah suatu usahatani maka
Dalam melakukan analisis meta- dianalisis dengan pendekatan fungsi
frontier, beberapa permasalahan yang akan produksi frontier. Fungsi produksi yang
diselesaikan pada penelitian ini di antaranya akan digunakan dalam penelitian ini
adalah (1) faktor-faktor apa saja yang menggunakan model fungsi produksi Cobb-
memengaruhi tingkat produksi dan efisiensi Douglas. Beberapa alasan penggunaan
teknis usahatani padi sawah pada 4 provinsi fungsi produksi Cobb-Douglas adalah
sentra di Pulau Jawa?, (2) bagaimana karena bentuknya relatif sederhana, dapat
potensi efisiensi teknis usahatani ditranformasi menjadi bentuk linier additif,
maksimum di Pulau Jawa? dan jarang menimbulkan masalah. Banyak
Secara umum penelitian ini bertujuan dari penelitian-penelitian terdahulu yang
untuk menganalisis kesenjangan teknologi terkait dengan fungsi produksi stokastik
usahatani padi sawah di Pulau Jawa dengan frontier (stochastic frontier production
pendekatan fungsi produksi Meta-Frontier. function) yang merekomendasikan
Secara khusus penelitian ini bertujuan penggunaan bentuk fungsi produksi Cobb-
untuk: Douglas.
1. mengidentifikasi faktor-faktor yang
memengaruhi tingkat produksi dan

4 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


(a). Fungsi Produksi Frontier (b). Fungsi Produksi “Rata-Rata”

Sumber: Tinaprilla (2012)


Gambar 1. Perbedaan fungsi produksi Frontier dengan rata-rata

Model fungsi produksi jenis fungsi (dapat dikendalikan) dan biasanya berkaitan
Cobb-Douglas awalnya diajukan secara dengan kapabilitas managerial petani dalam
terpisah oleh Aigner et al. (1977) serta mengelola usahataninya. Komponen ini
Meeusen dan van den Broeck (1977). Galat sebarannya asimetris (one sided) yakni ui ≥
(error term) pada model mereka 0. Jika proses produksi berlangsung efisien
mengandung dua komponen, karenanya (sempurna) maka output yang dihasilkan
model ini oleh (Jondrow et al. (1982); berimpit dengan potensi produksi maksimal
Abedullah et al. (2007); Usman et al. (frontier) untuk the best practice. Dalam
(2013)) dan peneliti-peneliti lain sering hal ini tidak terjadi inefisiensi yang berarti
disebut juga sebagai "composed error ui = 0. Sebaliknya jika ui > 0 berarti berada
model". Bentuk umum model fungsi di bawah potensi tersebut, dan dikatakan
produksi Cobb-Douglas adalah sebagai terjadi inefisiensi dalam usahatani.
berikut: Distribusinya menyebar setengah normal
(u~|N(0, σ2u)|).
( 1 ) 𝑌𝑖 = 𝑓(𝑥𝑖 , 𝛽)𝑒 𝑣𝑖 −𝑢𝑖 ≡ 𝑒 𝑥𝑖 𝛽+𝑣𝑖 −𝑢𝑖 (1)
Fungsi produksi frontier merupakan
atau dalam bentuk logaritma natural ditulis jumlah output maksimum yang mungkin
sebagai berikut: dicapai dari penggunaan input pada tingkat
( 2 ) 𝑙𝑛 𝑦𝑖 = 𝑥𝑖′ 𝛽 + 𝑣𝑖 − 𝑢𝑖 teknologi tertentu dan diasumsikan sudah (2)
efisien atau tidak terjadi inefisiensi (ui=0).
dengan yi = output yang dihasilkan oleh Gambar 2 menunjukkan ilustrasi komponen
petani ke-i; xi = vektor yang berisi ln dari deterministik model frontier dari dua petani
input yang digunakan oleh petani ke-i; β = diwakili oleh petani 1 dan petani 2 dengan
vektor koefisien parameter yang tak output aktual sebesar y1 dan y2. Output
diketahui; vi - ui = galat (error term) dari frontier petani 1 (sebesar y1*) dan output
model fungsi produksi usahatani petani ke- frontier petani 2 (sebesar y2*) tidak dapat
i. Galat pada fungsi stokastik frontier diamati atau diukur karena adanya random
tersebut terdiri dari dua unsur yaitu vi dan error (vi) dari keduanya yang tidak
ui. Unsur vi adalah variasi output yang teramati. Output frontier dari petani 1
disebabkan oleh faktor-faktor eksternal berada di atas fungsi produksi deterministik
(misal iklim, serangan hama, bencana alam, frontier karena noise effect-nya bernilai
dll) yang tidak dapat dikendalikan oleh positif dan lebih besar dari inefficiency
petani, sebarannya simetris dan menyebar effect-nya, v1>0, sedangkan output frontier
normal vi ~ N(0, σ2v). Sedangkan ui untuk petani 2 berada di bawah fungsi
merefleksikan komponen inefisiensi yaitu produksi deterministik frontier karena v2<0.
komponen galat yang sifatnya internal

Kesenjangan Teknologi Usahatani…./Junaedi M, Daryanto HKS, Sinaga BM, Hartoyo S | 5


Sumber : Diadopsi dengan penyesuaian dari Coelli et al. (2005)

Gambar 2. Ilustrasi fungsi produksi Deterministic Frontier

Ukuran efisiensi teknis (TEi) dihitung dimungkinkan tidak memiliki teknologi


dari rasio output hasil observasi terhadap yang sama. Terdapat beberapa pendekatan
output maksimum (frontier) sebagai berikut yang dapat digunakan untuk melakukan
(Battese dan Coelli, 1988; O’Donnell et al., estimasi terkait dengan produksi frontier.
2008): Namun estimasi efisiensi dalam model
𝑖𝑌 −𝑢𝑖
stochastic frontier biasanya
( 3𝑇𝐸𝑖 = 𝑓(𝑋 ;𝛽)𝑒 𝑣𝑖 = 𝑒 , i = 1,2,..., N mengasumsikan bahwa teknologi produksi (3)
𝑖
yang digunakan adalah sama untuk semua
dengan nilai efisiensi teknis, 0 ≤ TEi ≤ 1.
usahatani yang dilakukan oleh petani di
Efisiensi teknis berlawanan dengan
semua wilayah, padahal karakteristik
inefisiensi teknis, sehingga nilai inefisiensi
antarwilayah yang berbeda bisa jadi
teknis besarnya 1-TEi. Efisiensi petani
menyebabkan terjadinya penggunaan
didefinisikan sebagai produktivitas aktual
teknologi yang berbeda antarwilayah.
seorang petani relatif terhadap produktivitas
Perbedaan teknologi yang tidak teramati
potensial maksimum (Farrell, 1957).
(faktor random) dianggap tidak tepat
Produktivitas potensial maksimum
sebagai faktor inefisiensi jika variasi dalam
didefinisikan sebagai frontier produksi
teknologi produksi tersebut tidak
(juga dikenal sebagai frontier dari praktik
diperhitungkan (Villano et al., 2010).
terbaik). Pengukuran efisiensi melibatkan
Sejumlah metode dapat digunakan
jarak suatu titik observasi dengan titik
untuk mengatasi masalah perbedaan dan
frontier-nya.
kesenjangan teknologi usahatani ini,
Fungsi Produksi Meta-Frontier dan diantaranya adalah metode stochastic meta-
Kesenjangan Teknologi frontier (Battese dan Rao, 2002; Battese et
Penggunaan istilah Meta-Frontier al., 2004) , latent class models (Greene,
digunakan pertama kali oleh Battese dan 2005), random parameter model (Greene,
Rao (2002) didasarkan pada penelitian 2005), switching regression model
Hayami dan Ruttan (1969) yang (Sriboonchitta dan Wiboonpongse, 2005)
menggunakan istilah Meta-Production dan state-contingent frontier (O’Donnell
sebagai istilah amplop (envelope) yang dan Griffiths, 2004). Dalam penelitian ini
melingkupi semua fungsi produksi yang digunakan analisis meta-frontier adalah
ada. Battese dan Rao (2002) menggunakan karena kemampuannya dalam melakukan
fungsi produksi meta-frontier untuk estimasi rasio kesenjangan teknologi, di
menyelidiki efisiensi teknis perusahaan samping itu juga mempertimbangkan
dalam kelompok yang berbeda yang kemampuannya dalam melakukan estimasi
6 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
parameter-parameter dalam fungsi produksi frontier dan juga efisiensi teknis.

Sumber: Battese et al. (2004).


Gambar 3. Ilustrasi fungsi froduksi Meta-Frontier dan Individual Frontier
Untuk mengatasi kesenjangan deterministic components of the
antarwilayah provinsi pada frontier stochastic frontier production
produksi pertaniannya dan memperoleh functions of the different groups
efisiensi teknis masing-masing wilayah involved, for all groups and time
yang dapat diperbandingkan, maka dalam periods....”
penelitian ini menggunakan analisis meta- yang menegaskan bahwa fungsi meta-
frontier seperti yang digunakan Battese et frontier memiliki nilai-nilai yang tidak
al. (2004). Fungsi produksi meta-frontier lebih kecil daripada nilai-nilai fungsi-fungsi
adalah fungsi produksi frontier yang deterministik frontier masing-masing
melingkupi seluruh fungsi produksi frontier wilayah. Karenanya nilai-nilai pada fungsi
dari masing-masing wilayah. Gambar 3 meta-frontier, digunakan sebagai acuan
merupakan ilustrasi meta-frontier untuk (benchmark) penghitungan efisiensi teknis
kasus sederhana dengan satu input yang bagi wilayah-wilayah di bawahnya. Jika
melingkupi fungsi produksi frontier dari 3 ditemukan nilai efisiensi teknis meta-
wilayah. Nilai-nilai hasil observasi frontier yang lebih kecil dibandingkan nilai
ditunjukkan dengan angka-angka yang efisiensi teknis wilayah di bawahnya seperti
tidak dilingkari yang sesuai dengan nomor halnya dalam penelitian Tinaprilla (2012),
fungsi produksi frontier masing-masing, maka hal ini jelas bertentangan dengan
sedangkan nilai-nilai output stokastik penegasan tersebut.
frontier yang tidak terobservasi Untuk suatu kumpulan input tertentu,
(unobservable) ditandai dengan angka di rasio kesenjangan teknologi (technology
dalam lingkaran yang berada di atasnya. gap ratio/TGR) didefinisikan sebagai
Nilai-nilai yang dilingkari yang bersesuaian output tertinggi yang mungkin dicapai
dengan nomor kurva dapat dianggap (frontier) pada suatu wilayah dibagi dengan
sebagai rata-rata dari output potensial dari output tertinggi yang mungkin dicapai pada
masing-masing fungsi frontier pada tingkat meta-frontier. Meta-frontier bisa diestimasi
input yang digunakan. dengan menemukan fungsi yang terbaik
Mengutip kalimat Battese et al. (2004): dalam melingkupi komponen-komponen
“.....The metafrontier production deterministik hasil estimasi stochastic
function is thus defined as a frontier dari wilayah-wilayah yang berbeda.
deterministic parametric function (of Sesuai dengan Battese et al. (2004), fungsi
specified functional form) such that its produksi meta-frontier adalah fungsi
values are no smaller than the
Kesenjangan Teknologi Usahatani…./Junaedi M, Daryanto HKS, Sinaga BM, Hartoyo S | 7
frontier yang melingkupi semua frontier round), status kepemilikan lahan, akses
dari masing-masing wilayah seperti pembiayaan (kredit), bantuan pemerintah,
digambarkan pada Gambar 3 memiliki penggunaan alat bantu pengolahan lahan
bentuk umum sebagai berikut: (penggunaan traktor); dan (5)
∗ Kelembagaan: penyuluhan, keanggotaan
( 4𝑌𝑖∗ = 𝑓(𝑥𝑖 , 𝛽 ∗ ) = 𝑒 𝑥𝑖 𝛽 , i = 1, 2,...,N (4)
kelompok tani. Variabel (3), (4), dan (5)
di mana β* adalah vektor parameter untuk merupakan variabel sosial ekonomi.
fungsi meta-frontier sedemikian rupa Keterbatasan dalam penelitian ini
sehingga: adalah data yang digunakan berupa data
( 5 xiβ* ≥ xiβ(j), j = 1, 2,..., J sekunder, sehingga analisis yang dilakukan (5)
terbatas hanya pada variabel-variabel yang
Perhatikan bahwa output untuk petani ke-i tersedia dari data hasil SOUT-TP Tahun
pada provinsi ke-j dapat dituliskan sebagai 2011. Jenis komoditi yang diteliti hanya
berikut: padi sawah. Pembahasan dibatasi pada hasil
(6 analisis produksi, efisiensi dan kesenjangan
teknologi dengan pendekatan fungsi
𝑌𝑖 = 𝑒 𝑥𝑖 𝛽(𝑗)+𝑣𝑖(𝑗)−𝑢𝑖(𝑗)
produksi meta-frontier.
𝑥 𝛽
𝑒 𝑖 (𝑗) ∗ +𝑣 Merujuk pada penelitian Battese et al.
= 𝑒 −𝑢𝑖(𝑗) . ∗ . 𝑒 𝑥𝑖 𝛽 𝑖(𝑗) (6)
𝑒 𝑥𝑖 𝛽 (2004), untuk sejumlah N petani pada suatu
oleh karena itu, rasio kesenjangan teknologi wilayah yang berusahatani padi sawah
(TGR) tersebut didefinisikan sebagai: dengan menggunakan berbagai input, maka
𝑥 𝛽
bentuk umum fungsi produksi stochastic
𝑒 𝑖 (𝑗)
( 7 𝑇𝐺𝑅𝑖 = ∗ frontier petani ke-i di provinsi ke-j adalah: (7)
𝑒 𝑥𝑖 𝛽
𝑣𝑖(𝑗) −𝑢𝑖(𝑗)
dan efisiensi teknis relatif terhadap meta- ( 9 𝑌𝑖 = 𝑓(𝑥𝑖 , 𝛽(𝑗) )𝑒
frontier adalah: ≡ 𝑒 𝑥𝑖 𝛽(𝑗)+𝑣𝑖(𝑗)−𝑢𝑖(𝑗)
( 8 𝑇𝐸𝑖∗ = 𝑇𝐸𝑖 𝑥 𝑇𝐺𝑅𝑖 dengan i = 1, 2, ..., Nj dan j=1, 2,..., 4 (8)
Sumber Data dan Lingkup Penelitian Bentuk pada persamaan (9) mengasumsikan
bahwa eksponen dari fungsi produksi
Penelitian ini menggunakan data
frontier adalah linier dalam vektor
sekunder hasil survei Struktur Ongkos
parameter β(j), dan xi adalah vektor (atau
Usahatani-Tanaman Pangan (SOUT-TP)
transformasinya) dari input-input petani ke-
tahun 2011 yang dilakukan oleh BPS yang
i.
dipublikasikan pada tahun 2011. Data yang
Berdasarkan data input dan output
diolah bersumber dari 1.788 responden
usahatani padi sawah pada provinsi ke-j,
petani padi sawah dari 74 kabupaten yang
bisa diperoleh estimasi parameter-
tersebar di 4 provinsi sentra produksi padi
parameter fungsi produksi frontier, baik
sawah di Pulau Jawa, yaitu Provinsi Jawa
estimasi dengan menggunakan metode
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan
Ordinary Least Square (OLS) maupun
Provinsi Banten. Jenis tanaman pangan
Maximum Likelihood Estimation (MLE).
yang dicakup dalam penelitian hanya padi
Menurut Greene (2002), metode pendugaan
sawah. Terkait dengan efisiensi dan
yang tidak bias adalah menggunakan MLE.
kesenjangan teknologi usahatani padi
Metode estimasi/pendugaan model
sawah, variabel yang digunakan dalam
stochastic frontier dilakukan melalui proses
penelitian adalah (1) Output berupa jumlah
dua tahap. Untuk menjawab tujuan pertama
produksi padi sawah (ton); (2) Input: luas
pada penelitian ini, tahap pertama dengan
panen sebagai proksi luas lahan (ha),
bantuan aplikasi program pengolah data
jumlah pupuk (kg), dummy benih, dan
SPSS 22 dilakukan pendugaan
jumlah tenaga kerja (hari orang kerja -
menggunakan metode OLS untuk menduga
hok); (3) Karakteristik petani: jenis
parameter dari variabel-variabel yang
kelamin, umur (th), pendidikan; (4)
menjadi input produksi atau faktor produksi
Karakteristik usahatani: musim tanam (sub-
8 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
(βi) dalam usahatani padi sawah, sehingga yang dimiliki (0-Tidak/belum SD, 6-SD, 9-
dapat ditetapkan variabel-variabel penjelas SLTP, 12-SLTA, 14-D1/D2, 15-
yang paling besar dalam memberikan Akademi/D3, 17-D4/S1, 20-S2/S3), z4 =
pengaruh terhadap variabel respon agar dummy pengolahan lahan (1-Menggunakan
diperoleh model yang paling pas. Setelah traktor, 0-Tidak menggunakan traktor), z5 =
diperoleh variabel-variabel penjelas yang dummy akses kredit (1-mendapat kredit,
paling berpengaruh terhadap variabel 0-tidak mendapat kredit), z6 = dummy
respon, tahap kedua dengan bantuan menerima bantuan hibah atau subsidi (1-ya
aplikasi program FRONTIER 4.1 secara 0-tidak), z7 = dummy memperoleh
simultan dilakukan pendugaan penyuluhan (1-ya, 0-tidak), z8 = dummy
menggunakan metode MLE untuk menduga keanggotaan kelompok tani (1-ya, 0-tidak),
keseluruhan parameter faktor produksi (βi) z9 = dummy musim tanam/sub-round (1-
dan pendugaan parameter fungsi inefisiensi Musim Hujan/MH (jan s.d. apr), 0-Musim
(δi), serta varians dari kedua komponen Kemarau/MK (mei s.d. agt)), z10 = dummy
galat vi dan ui (σ2v dan σ2u). status kepemilikan lahan (1-milik sendiri,
Fungsi stochastic frontier dengan 0-bukan milik sendiri), wi = variabel acak,
menggunakan empat variabel input untuk δ1 , ..., δ10 = parameter dugaan dari variabel
provinsi ke-j setelah ditransformasikan ke inefisiensi. Penggunaan variabel-variabel
dalam bentuk logaritma linier pada ini didasarkan pada ketersediaan data
penelitian ini adalah sebagai berikut: sekunder dari hasil SOUT-TP tahun 2011
lnYi = β0(j) + β1(j) lnX1i + β2(j) lnX2i + dan pemilihan variabelnya didasarkan pada
β3(j) lnX3i + β4(j) D + (vi(j) − ui(j) ) hasil studi empiris penulis-penulis (10)
terdahulu seperti Daryanto (2000) dan
dengan Yi = jumlah produksi padi sawah Tinaprilla (2012).
(ton), X1i = luas panen (ha), X2i = jumlah Merujuk pada penelitian Battese et al.
tenaga kerja (hok), X3i = jumlah pupuk (2004), model fungsi produksi meta-
(kg), D = dummy penggunaan benih (1-non- frontier seperti pada persamaan (4)
lokal, 0-lokal), β0 = intersep, β1, β2, β3, dan merupakan fungsi yang melingkupi
β4 adalah koefisien estimasi parameter, vi – (envelope function) fungsi-fungsi stochastic
ui = error term (vi adalah random effect, frontier dari masing-masing provinsi yang
dan ui adalah efek inefisiensi teknis dalam dibangun dari data seluruh petani di 4
model), i = petani ke-i, j = wilayah ke-j. provinsi tersebut. Untuk menjawab tujuan
Sementara besarnya efisiensi teknis kedua pada penelitian ini, pendugaan
(technical efficiency/TE) petani ke-i pada parameter fungsi produksi meta-frontier
provinsi ke-j, bisa dihitung dengan dan nilai-nilai rasio kesenjangan teknologi
menggunakan persamaan (3). Besaran nilai (TGR) diperoleh dengan menggunakan
efisiensi teknis berada pada kisaran nol dan bantuan program aplikasi SHAZAM.
satu, 0 ≤ TEi ≤ 1.
Bentuk fungsi inefisiensi teknis HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan menggunakan sepuluh variabel Uji Hipotesis
sosial ekonomi yang dianggap
memengaruhi inefisiensi dalam usahatani Sebelum melakukan analisis, merujuk
padi sawah petani ke-i pada suatu provinsi pada penelitian Kokkinou (2012) perlu
dalam penelitian ini adalah: dilakukan uji hipotesis apakah terdapat efek
inefisiensi pada fungsi produksi stokastik
ui = δ0 + δ1 z1 + δ2 z2 + δ3 z3 + δ4 z4 + frontier di setiap provinsi, dan apakah di
δ5 z5 + δ6 z6 + δ7 z7 + δ8 z8 + δ9 z9 + setiap provinsi terdapat perbedaan
δ10 z10 + wi teknologi. Hal ini diperlukan karena jika di (11)
dengan ui = efek inefisiensi teknis, z1 = semua provinsi tidak terdapat efek
dummy jenis kelamin petani (1-Laki-laki 0- inefisiensi dan juga ternyata tidak terdapat
Perempuan), z2 = umur (tahun), z3 = lama perbedaan teknologi, maka analisis
sekolah di-proxy dengan ijazah tertinggi kesenjangan teknologi dengan analisis
Kesenjangan Teknologi Usahatani…./Junaedi M, Daryanto HKS, Sinaga BM, Hartoyo S | 9
meta-frontier tidak perlu dilakukan. provinsi (-316.9) yang berarti hipotesis nol
Berdasarkan hasil pengolahan seperti bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada
disajikan pada Error! Reference source masing-masing provinsi ditolak.
not found., semua provinsi dapat Hasil pengolahan seperti disajikan
dikutsertakan dalam analisis, karena nilai pada Error! Reference source not found.
LR test of the one-sided error-nya menunjukkan bahwa secara umum semua
semuanya lebih besar dibandingkan nilai χ2 koefisien variabel fungsi produksi sesuai
yang diperoleh dari Tabel 1 Kodde dan harapan bernilai positif. Variabel luas lahan
Palm (1986) pada tingkat signifikansi α = 5 dan pupuk berpengaruh signifikan di semua
persen. Sehingga hipotesis nol bahwa tidak provinsi, variabel tenaga kerja berpengaruh
ada efek inefisiensi dalam model stokastik signifikan di Provinsi Jawa Tengah dan
frontier dapat ditolak yang artinya pada Jawa Timur, dan variabel penggunaan
semua provinsi terdapat efek inefisiensi benih non-lokal berpengaruh signifikan di
yang signifikan. Provinsi Jawa Timur dan Banten. Fungsi
Merujuk pada O’Donnell et al. produksi gabungan (pooled) merupakan
(2008), uji hipotesis selanjutnya adalah fungsi produksi rata-rata di Pulau Jawa
menguji apakah terdapat perbedaan seperti diilustrasikan pada Gambar 1 (b),
teknologi antarprovinsi. Hipotesis ini diuji sehingga fungsi produksi ini tidak bisa
dengan menjumlahkan semua nilai log digunakan sebagai acuan (benchmark)
likelihood function ln[L(H1)] setiap provinsi dalam analisis kesenjangan teknologi
dan dibandingkan dengan ln[L(H1)] dari karena rata-rata nilai efisiensi teknisnya
fungsi produksi gabungan seluruh provinsi belum optimal (92,09 persen). Fungsi
penelitian (pooled). Kriteria uji hipotesis produksi meta-frontier merupakan fungsi
akan menolak H0 jika ∑4𝑗=1 𝑙𝑛[𝐿(𝐻1 )]𝑗 > produksi yang melingkupi semua fungsi
𝑙𝑛[𝐿(𝐻1 )]𝑝𝑜𝑜𝑙𝑒𝑑 . Hasilnya adalah produksi frontier masing-masing provinsi,
penjumlahan nilai log likelihood function sehingga fungsi produksi meta-frontier bisa
semua provinsi (-251.6) tersebut lebih besar digunakan sebagai acuan dalam analisis
daripada nilai gabungan/pool semua kesenjangan teknologi.

10 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


Salah satu karakteristik fungsi
produksi Cobb-Douglas adalah bersifat
Constant Returns to Scale yang ditunjukkan
dengan hasil penjumlahan koefisien dugaan
parameter-parameternya (dugaan parameter
masing-masing input sekaligus merupakan
nilai elastisitas input bersangkutan) sama
dengan satu, Σβi = 1, yang artinya setiap
penggandaan seluruh input dengan proporsi
yang sama, maka akan menghasilkan
penggandaan jumlah output sebesar
proporsi tersebut. Walaupun hasil
penjumlahan koefisien dugaan parameter-
parameter fungsi produksi di masing-
masing provinsi pada Error! Reference
source not found. tidak persis sama dengan
satu, namun hal ini bisa dibuktikan dengan
melakukan uji hipotesis bahwa fungsi
produksinya bersifat Constant Returns to
Scale. Variabel Luas lahan di semua
provinsi sangat dominan dan signifikan
dalam memengaruhi produksi padi sawah.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai elastisitas
yang rata-rata di atas 80 persen
dibandingkan elastisitas penggunaan tenaga
kerja dan pupuk yang rata-rata di bawah 20
persen. Bahkan di Provinsi Jawa Barat nilai
elastisitasnya mencapai 94,8 persen, yang
artinya jika luas lahan ditambah luasnya
sebesar dua kali lipat (100 persen) maka
produksi padi akan meningkat sebesar 94,8
persen. Dengan besarnya nilai elastisitas
luas lahan di seluruh provinsi menunjukkan
bahwa produksi padi sawah di seluruh
provinsi cukup responsif terhadap
penambahan luas lahan, dan kondisi
tersebut lumrah karena pada umumnya
semakin luas areal tanam akan semakin
meningkatkan jumlah produksi padi sawah,
sehingga jika pemerintah ingin membuat
kebijakan peningkatan produksi padi sawah
dengan asumsi tidak ada kendala

Kesenjangan Teknologi Usahatani…./Junaedi M, Daryanto HKS, Sinaga BM, Hartoyo S | 11


Tabel 1. Estimasi Fungsi Produksi dan Inefisiensi Wilayah, Pooled dan Meta-
Frontier pada Usahatani Padi Sawah di 4 Provinsi di Pulau Jawa
Tahun 2011
Para-
Variabel Input Produksi Jabar Jateng Jatim Banten Pooled meta
meter
Konstanta β0 1,463 0,841 0,720 0,905 0,911 1,4489
Luas lahan (ha) β1 0,948*** 0,850*** 0,803*** 0,840*** 0,875*** 0,9403
Tenaga Kerja (hok) β2 0,024 0,122*** 0,069** 0,033 0,064*** 0,0226
Benih Non-Lokal β3 0,043 0,059 0,107* 0,094* 0,086*** 0,0497
Pupuk (kg) β4 0,061*** 0,043** 0,077*** 0,059** 0,058*** 0,0639
Variabel Sosial Ekonomi
Petani Laki-laki δ1 0,060 0,066** 0,185** 0,061 0,075*** 0,0000
Umur δ2 0,005*** 0,004*** 0,000 0,001 0,002*** 0,0000
Pendidikan δ3 0,014*** -0,003 -0,005 -0,018** 0,000 0,0000
Penggunaan traktor δ4 -0,087** -0,091*** -0,001 -0,046 -0,073*** 0,0000
Menerima kredit δ5 -0,009 -0,014 0,067 -0,205** -0,015 0,0000
Menerima bantuan δ6 0,148*** 0,097*** 0,037 0,037 0,062*** 0,0000
Mendapat penyuluhan δ7 -0,156*** -0,013 0,056* 0,040 -0,029*** 0,0000
Anggota kelompok tani δ8 -0,066* -0,054** -0,166*** -0,075 -0,066*** 0,0000
Musim hujan δ9 -0,011 -0,043** -0,048 0,019 -0,029* 0,0000
Lahan milik sendiri δ10 -0,042 0,000 0,105* 0,115* 0,021 0,0000

sigma-squared ( σ² ) 0,0960 0,0828 0,0833 0,0756 0,0823 9,97E-27


gamma ( γ ) 0,7207 0,0000 0,0095 0,0141 0,0008 0,0500
Σβ 1,03 1,02 0,95 0,93 1,00 1,03
log likelihood function -36,8273 -83.8787 -94.9657 -35.9290 -316.879 116209.4
LR test of the one-sided error 46.7743 37.3790 26.3213 25.5894 60.8123 63.4826
χ2 Kodde & Palm α = 5% 19.0450 19.0450 19.0450 19.0450 19.0450
Technical Efficiency (TE) 0.7297 0.8614 0.8721 0.9178 0.9209 1.0000
Sumber: data sekunder (diolah).
Keterangan: *** = sig. α = 1 persen, ** = sig. α = 5 persen, * = sig. α = 10 persen.

penyediaan lahan, maka salah satu fokus Selain variabel luas lahan dan pupuk,
utamanya adalah dengan menambah luas di Provinsi Jawa Timur variabel tenaga
areal tanam. Beberapa hasil penelitian yang kerja dan benih juga berpengaruh
mendukung besarnya peranan luas lahan signifikan. Sementara variabel selain luas
adalah penelitian yang dilakukan oleh lahan dan pupuk yang juga berpengaruh
Harianto dan Susila (2008), Kusnadi et al. signifikan di provinsi Jawa Tengah adalah
(2011) dan Achmad et al. (2012). Variabel variabel tenaga kerja, dan di provinsi
pupuk berpengaruh signifikan terhadap Banten yang juga berpengaruh signifikan
produksi padi sawah di semua provinsi adalah variabel penggunaan benih non-
walaupun nilainya relatif kecil. Sebagai lokal. Salah satu alasan mengapa variabel
contoh, elastisitas pupuk terbesar dari tenaga kerja berpengaruh tidak signifikan
keempat provinsi adalah elastisitas pupuk di adalah karena dengan rata-rata luas lahan
Provinsi Jawa Timur sebesar 7,7 persen yang sempit dimana sebagian besar petani
yang berarti setiap penambahan jumlah adalah petani gurem, maka penambahan
pupuk sebesar 100 persen maka akan tenaga kerja justru dirasakan tidak efektif
memberikan kontribusi penambahan jumlah karena penambahan tenaga kerja dengan
produksi padi sawah sebesar 7,7 persen. luas lahan sempit dianggap tidak dapat
Walaupun relatif kecil, namun informasi ini menambah jumlah produksi. Demikian
bisa membantu pemerintah dalam halnya dengan mengapa variabel
menyusun kebijakan pertanian seperti penggunaan benih non-lokal berpengaruh
kebijakan pemberian subsidi pupuk. tidak signifikan karena umumnya petani
12 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
sudah menggunakan benih non-lokal yang Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat dan
sudah banyak tersedia dan bisa diperoleh Jawa Timur.
dengan mudah, sehingga yang lebih Pendidikan petani berpengaruh negatif
dibutuhkan petani dalam meningkatkan terhadap inefisiensi usahatani padi sawah di
produksinya adalah penggunaan teknologi Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan
yang lain selain teknologi varietas benih. Banten, namun hanya berpengaruh
Hasil pengolahan juga menunjukkan signifikan di Provinsi Banten. Artinya
bahwa kesepuluh variabel sosial ekonomi semakin tinggi tingkat pendidikan petani,
berpengaruh beragam terhadap inefisiensi akan semakin efisien dalam usahataninya.
usahatani padi di setiap provinsi. Secara Hal ini sejalan dengan penelitian Asadullah
umum tingkat pendidikan, penggunaan dan Rahman (2005) serta penelitian
traktor, memperoleh kredit, memperoleh Abedullah et al. (2007). Pendidikan dapat
penyuluhan, menjadi anggota kelompok meningkatkan kemampuan petani untuk
tani dan musim hujan berpengaruh negatif mencari, memperoleh dan
terhadap inefisiensi atau diinterpretasikan menginterpretasikan informasi yang
sebaliknya bahwa faktor-faktor ini berguna tentang penggunaan input-input
memberikan pengaruh positif terhadap produksi. Berarti semakin tinggi tingkat
tingkat efisiensi usahatani padi sawah. pendidikan akan berdampak pada kemauan
Sebaliknya, jenis kelamin petani, umur, dan kemampuan petani dalam mengakses
memperoleh bantuan, dan status informasi tentang penggunaan faktor
kepemilikan lahan secara umum produksi. Peningkatan pendidikan baik
berpengaruh positif terhadap inefisiensi, formal maupun non formal dapat
artinya faktor-faktor ini justru membuat meningkatkan kualitas pengelolaan
usahatani padi sawah menjadi tidak efisien. usahatani karena dengan peningkatan
Petani laki-laki berpengaruh positif pendidikan akan terjadi peningkatan
terhadap inefisiensi usahatani padi sawah di pengetahuan, wawasan, keterampilan, sikap
seluruh provinsi dan signifikan di Provinsi positif, logis dalam berfikir, adaptif,
Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hasil yang inisiatif, lebih risk taker, serta
sama diperoleh pada penelitian (Oladeebo meningkatkan rasa ingin tahu dan mencoba
dan Fajuyigbe, 2007) yang meneliti hal-hal yang baru.
efisiensi teknis produksi padi ladang pada Penggunaan traktor berpengaruh
100 petani laki-laki dan perempuan di Osun negatif terhadap inefisiensi, atau
State-Nigeria. Hal ini menunjukkan bahwa berpengaruh positif dalam meningkatkan
secara umum petani perempuan relatif lebih efisiensi usahatani di seluruh provinsi dan
banyak berkontribusi dalam meningkatkan berpengaruh signifikan di Provinsi Jawa
efisiensi usahatani, karena petani Barat dan Jawa Tengah. Hasil penelitian ini
perempuan dianggap relatif lebih tekun dan sejalan dengan penelitian Abedullah et al.
teliti dalam bekerja dibandingkan petani (2007) bahwa pada batas tertentu
laki-laki yang cenderung mengandalkan penggunaan teknologi mekanisasi akan
kekuatan tenaganya. lebih mempercepat dalam proses
Umur petani berpengaruh positif pengolahan lahan, sehingga hal ini dapat
terhadap inefisiensi usahatani padi sawah di meningkatkan efisiensi.
seluruh provinsi dan signifikan di Provinsi Variabel menerima kredit sebagian
Jawa Barat dan Jawa Tengah. Hal ini besar berpengaruh negatif terhadap
menunjukkan bahwa semakin tua usia inefisiensi usahatani dan berpengaruh
petani, semakin mengurangi tingkat signifikan di Provinsi Banten. Hal ini
efisiensi usahataninya, karena terkait menunjukkan bahwa kredit yang diberikan
dengan kekuatan fisik petani yang semakin kepada petani dapat dimanfaatkan untuk
berkurang dibandingkan petani-petani yang pembiayaan dan pembelian input secara
relatif lebih muda. Hasil ini sejalan dengan lebih baik sehingga dapat meningkatkan
hasil penelitian Tinaprilla (2012) di efisiensi usahatani. Dukungan peranan
lembaga-lembaga dalam meningkatkan
Kesenjangan Teknologi Usahatani…./Junaedi M, Daryanto HKS, Sinaga BM, Hartoyo S | 13
efisiensi juga diteliti oleh Oduol et al. Musim hujan secara umum
(2006) di Kenya, Idiong (2007) di Nigeria. berpengaruh negatif terhadap inefisiensi
Variabel menerima bantuan usaha dan signifikan di Provinsi Jawa Tengah.
berupa hibah atau subsidi berpengaruh Hal ini mengindikasikan bahwa bercocok
positif terhadap inefisiensi di semua tanam di musim hujan akan berpeluang
provinsi dan berpengaruh signifikan di lebih efisien dibandingkan saat musim
Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, kemarau, ditambah lagi jika kondisi
artinya pemberian bantuan berupa hibah jaringan irigasi yang kurang memadai,
atau subsidi yang diharapkan dapat maka kondisi musim hujan akan sangat
meningkatkan efisiensi usahatani, justru mendukung pengairan usahatani padi
mengurangi efisiensi usahatani. Ini sawah. Hal ini menginformasikan betapa
mengindikasikan bahwa bantuan yang pentingnya keberadaan saluran irigasi yang
diberikan tidak tepat sasaran atau salah terawat dengan baik dalam mendukung
dalam penggunaan yang seharusnya usahatani padi sawah.
bantuan digunakan untuk usahatani namun Status lahan milik sendiri secara
sebaliknya digunakan untuk kebutuhan umum berpengaruh positif terhadap
konsumtif. inefisiensi usahatani padi sawah dan
Variabel memperoleh penyuluhan/ berpengaruh signifikan di Provinsi Jawa
bimbingan terkait usahatani berpengaruh Timur dan Banten. Hal ini menunjukkan
negatif terhadap inefisiensi di Provinsi Jawa bahwa petani penyewa lahan berpeluang
Barat dan Jawa Tengah dan berpengaruh lebih efisien dibandingkan petani yang
signifikan di Provinsi Jawa Barat. memiliki lahan sendiri. Petani penyewa
Sebaliknya Variabel memperoleh lahan menanggung risiko lebih besar jika
penyuluhan terkait usahatani berpengaruh gagal panen, karena harus menanggung
positif terhadap inefisiensi di Provinsi Jawa kerugian biaya sewa lahan dan kerugian
Timur dan Banten. Perbedaan pengaruh gagal panen, karenanya petani penyewa
penyuluhan terhadap efisiensi usahatani lahan cenderung lebih optimal dalam
banyak dipengaruhi oleh keefektifan pemanfaat lahan dan bahkan cenderung
penyuluhan dan kemanfaatan yang over use dalam penggunaan input
diharapkan dari penyuluhan tersebut, usahataninya karena berharap akan
disamping juga dipengaruhi oleh seberapa mendapatkan keuntungan yang lebih besar
kuat kemauan dan kemampuan petani untuk menutupi biaya sewa lahannya.
dalam mengadopsi dan mengadaptasi Sampai saat ini belum ditemukan
pengetahuan dan informasi baru dalam ketentuan terkait batasan minimal nilai
usahatani. efisiensi yang dapat diacu untuk
Keanggotaan dalam kelompok tani menentukan suatu usaha produksi dikatakan
berpengaruh negatif terhadap inefisiensi telah efisien. Beberapa penelitian seperti
usahatani di semua provinsi dan yang dilakukan Kusnadi et al. (2011) dan
berpengaruh signifikan di Provinsi Jawa Tinaprilla (2012) menggunakan angka 80
Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. persen sebagai batasan suatu usahatani
Keanggotaan dalam kelompok tani akan dikatakan telah efisien, sementara peneliti
dirasakan kemanfaatannya sangat yang lain menggunakan batasan yang
bergantung kepada seberapa aktif petani berbeda. Masing-masing peneliti bisa
anggota dalam kelompok tersebut. menentukan batasan minimal sesuai dengan
Pengaruh negatif terhadap inefisiensi hasil yang diperoleh dan disesuaikan
usahatani mengindikasikan bahwa dengan tujuan penelitiannya. Dalam
keberadaan kelompok tani masih usahatani padi, target kementerian pertanian
diperlukan dalam usahatani, karena dengan selalu didasarkan pada nilai produktivitas
bekerja bersama dan saling mendukung terutama produktivitas lahan sebagai
dalam sebuah kelompok akan ukuran pencapaian, bukan nilai efisiensi
meningkatkan efisiensi usahatani. teknis.

14 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


Tabel 2. Efisiensi Teknis dan Kesenjangan Teknologi Usahatani Padi Sawah
menurut Provinsi Sentra di Pulau Jawa Tahun 2011
Jumlah
Wilayah Rata-rata Min. Maks. Std. Dev. Varians
Obs.
Efisiensi teknis berdasarkan fungsi produksi stokastik frontier (TE)
Jawa Barat 522 0,7297 0,4362 0,9456 0,1219 0,0149
Jawa Tengah 485 0,8614 0,6466 1,0000 0,0688 0,0047
Jawa Timur 473 0,8721 0,6857 0,9967 0,0703 0,0049
Banten 308 0,9178 0,7410 1,0000 0,0723 0,0052
Kesenjangan teknologi (TGR)
Jawa Barat 522 0,9861 0,9686 1,0000 0,0053 0,0000
Jawa Tengah 485 0,7987 0,5650 0,9724 0,0469 0,0022
Jawa Timur 473 0,7776 0,6147 1,0000 0,0582 0,0034
Banten 308 0,7161 0,5459 0,9317 0,0569 0,0032
Efisiensi teknis berdasarkan fungsi produksi meta-frontier (TE*)
Jawa Barat 522 0,7196 0,4286 0,9400 0,1205 0,0145
Jawa Tengah 485 0,6878 0,5133 0,9235 0,0664 0,0044
Jawa Timur 473 0,6831 0,5155 0,9049 0,0709 0,0050
Banten 308 0,6568 0,4869 0,9164 0,0697 0,0049
Sumber: data sekunder (diolah).

Nilai efisiensi teknis (TE) pada setiap Kesenjangan teknologi suatu frontier
provinsi seperti tersaji pada Tabel 3 provinsi terhadap meta-frontier bisa diukur
menunjukkan bahwa di semua wilayah bisa dengan melihat besaran ukuran Technology
dianggap efisien jika menggunakan batasan Gap Ratio (TGR) di Tabel 3, dimana
minimal 70 persen, namun jika digunakan ukuran TGR ini bisa digunakan untuk
batas minimal 80 persen maka hanya mengukur peluang suatu wilayah dalam
Provinsi Jawa Barat yang belum efisien meningkatkan produksinya untuk mencapai
dalam usahataninya. Dengan menggunakan produksi potensial (Battese et al., 2004).
frontier lokal masing-masing provinsi Nilai rata-rata TGR beragam, mulai dari
sebagai acuan, secara rata-rata Provinsi 0,7161 (Provinsi Banten) hingga 0,9861
Banten merupakan provinsi paling efisien (Provinsi Jawa Barat). Berdasarkan rata-
dengan nilai efisiensi teknis sebesar 91,78 rata ukuran TGR di Tabel 3 bisa dilihat
persen dan di Provinsi Jawa Barat bahwa Provinsi Jawa Barat kesenjangan
merupakan provinsi paling tidak efisien teknologinya paling kecil dengan nilai TGR
dengan nilai efisiensi sebesar 72,97 persen. = 98,61 persen atau dengan kondisi
Berdasarkan pada acuan (benchmark) pada teknologi yang tersedia rata-rata produksi
masing-masing frontier provinsi, dengan padi di Jawa Barat sudah 98,61 persen dari
menggunakan batas minimal efisiensi 70 produksi potensial yang bisa dicapai di
persen maka kondisi yang sudah efisien ini Pulau Jawa. Seperti digambarkan dalam
berimplikasi pada masing-masing provinsi ilustrasi pada Gambar 3 maka fungsi
akan merasa cukup puas dengan capaian produksi frontier Provinsi Jawa Barat bisa
efisiensi usahatani padi sawahnya, karena digambarkan paling rapat mendekati fungsi
tidak banyak lagi peluang untuk dapat produksi meta-frontier. Hal ini berarti
mencapai kondisi efisiensi teknis yang penggunaan teknologi di Jawa Barat relatif
sempurna. Provinsi Banten tentunya akan lebih baik dibandingkan provinsi lain.
bangga dengan capaian prestasi efisiensi Berdasarkan nilai-nilai TGR tersebut
tertinggi sebesar 91,78 persen, yang artinya maka efisiensi teknis (TE) dari masing-
tinggal 8 persen lagi peluang untuk masing provinsi bisa dikoreksi dan bisa
mencapai tingkat efisiensi yang sempurna. diperbandingkan, karena sudah
mempertimbangkan aspek kesenjangan

Kesenjangan Teknologi Usahatani…./Junaedi M, Daryanto HKS, Sinaga BM, Hartoyo S | 15


teknologi sehingga diperoleh nilai-nilai Timur dan Provinsi Banten untuk bisa
efisiensi teknis yang baru (TE*). Terlihat meningkatkan efisiensi teknisnya sebesar
bahwa nilai efisiensi teknis di semua 30 persen lebih.
provinsi setelah mempertimbangkan aspek Berdasarkan urutan nilai-nilai efisiensi
kesenjangan teknologi nilainya menjadi teknis pada Tabel 4, bisa diketahui juga
lebih rendah dibandingkan nilai efisiensi bahwa yang mulanya Provinsi Jawa Barat
teknis dengan acuan frontier masing- dianggap provinsi paling tidak efisien,
masing provinsi. Nilai TE* tertinggi adalah justru sebenarnya setelah
Provinsi Jawa Barat (71,96 persen) dan mempertimbangkan aspek kesenjangan
nilai TE* terendah adalah Provinsi Banten teknologi, Provinsi Jawa Barat berada di
(65,68 persen). Hal ini berimplikasi pada urutan pertama paling efisien. Sebaliknya
kebijakan pembangunan pertanian di Pulau Provinsi Banten yang tadinya berada di
Jawa yang didasarkan pada ukuran efisiensi urutan pertama provinsi paling efisien,
teknis lokal (tanpa mempertimbangkan ternyata setelah mempertimbangkan aspek
aspek kesenjangan teknologi) bisa menjadi kesenjangan teknologi menjadi provinsi
bias dan salah arah, karena ternyata yang seharusnya mendapat perhatian
faktanya jika menggunakan batas minimal terbesar dalam peningkatan efisiensi
70 persen seperti yang ditentukan teknisnya, karena ternyata Provinsi Banten
sebelumnya, maka dari nilai TE* semua berada di urutan terakhir. Hal ini terjadi
provinsi, hanya Provinsi Jawa Barat yang karena kesenjangan teknologi di Provinsi
sudah efisien. Provinsi-provinsi lain selain Banten paling besar dibandingkan provinsi
Provinsi Jawa Barat yang tadinya luput dari lain, sehingga fungsi produksi frontier
perhatian karena dianggap sudah efisien Provinsi Banten berada paling jauh dari
(dengan batas minimal efisien 70 persen), fungsi produksi meta-frontier, sehingga jika
justru seharusnya mendapat perhatian menggunakan acuan frontier di Provinsi
khusus karena ternyata belum efisien, Banten maka efisiensinya tinggi, namun
karena dengan mempertimbangkan aspek ketika menggunakan acuan meta-frontier
kesenjangan teknologi efisiensi teknis di efisiensinya menjadi jauh berkurang.
Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kesenjangan ini menunjukkan bahwa masih
Provinsi Banten justru belum efisien banyak faktor pendukung peningkatan
(kurang dari 70 persen). Berdasarkan produksi (sering disebut sebagai teknologi)
analisis tersebut, berarti masih terdapat yang belum secara optimal digunakan.
peluang bagi Provinsi Jawa Tengah, Jawa
Tabel 3 Urutan TE dan TE* Usahatani Padi Sawah menurut Provinsi Sentra
Usahatani Padi Sawah di Pulau Jawa Tahun 2011
Urutan TE Urutan TE*
1 Banten 0,91775 1 Jawa Barat 0,71958
2 Jawa Timur 0,87207 2 Jawa Tengah 0,68783
3 Jawa Tengah 0,86140 3 Jawa Timur 0,68306
4 Jawa Barat 0,72971 4 Banten 0,65678
Sumber: data sekunder (diolah).

KESIMPULAN DAN SARAN terhadap produksi padi sawah, namun


hanya variabel luas lahan dan pupuk
Berdasarkan hasil pengolahan yang
yang berpengaruh signifikan terhadap
diperoleh dan hasil analisis pada bagian
produksi padi sawah di semua provinsi
pembahasan, maka dapat diambil
terpilih di Pulau Jawa, sementara
kesimpulan sebagai berikut:
variabel tenaga kerja hanya signifikan di
1. Seluruh variabel input (luas lahan,
Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur,
tenaga kerja, penggunaan benih non-
dan variabel penggunaan benih non-
lokal dan pupuk) berpengaruh positif
16 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
lokal signifikan di Provinsi Jawa Timur keputusan skala prioritas pembangunan
dan Banten. Hasil penelitian juga pertanian khususnya usahatani padi
menunjukkan bahwa variabel luas lahan sawah yang didasarkan pada ukuran
paling dominan berpengaruh terhadap efisiensi teknis sebaiknya didasarkan
produksi padi sawah. pada pertimbangan aspek kesenjangan
2. Berbagai variabel sosial ekonomi teknologi. Jika mempertimbangkan
memberikan pengaruh yang beragam adanya aspek kesenjangan teknologi,
terhadap inefisiensi teknis. Jika maka kebijakan intensifikasi usahatani
digunakan batas minimal 70%, secara padi sawah bisa dibuat skala prioritas
umum berdasarkan ukuran frontier dimulai dari provinsi-provinsi yang
masing-masing provinsi yang tidak masih terbuka banyak peluang dalam
mempertimbangkan adanya memperkecil kesenjangan teknologi dan
kesenjangan teknologi, maka seluruh meningkatkan efisiensi usahatani.
provinsi sentra produksi padi sawah di Berdasarkan penelitian ini, maka urutan
Pulau Jawa secara teknis sudah efisien, prioritas untuk provinsi-provinsi di
namun sebaliknya dengan Pulau Jawa yang perlu mendapatkan
mempertimbangkan adanya aspek perhatian dalam kebijakan intensifikasi
kesenjangan teknologi maka sebenarnya dimulai dari Provinsi Banten, Provinsi
hanya Provinsi Jawa Barat yang relatif Jawa Timur, Provinsi Jawa Tengah, dan
efisien. prioritas terakhir adalah Provinsi Jawa
3. Provinsi Jawa Barat memiliki Barat.
kesenjangan teknologi terkecil. 2. Berdasarkan faktor-faktor
Kesenjangan teknologi terbesar inefisiensinya, maka Provinsi Banten
terhadap meta-frontier terjadi di sebagai provinsi yang paling tidak
Provinsi Banten, diikuti oleh Provinsi efisien perlu mendorong peningkatan
Jawa Timur dan Jawa Tengah, ini pendidikan formal dan informal kepada
menunjukkan bahwa provinsi-provinsi calon petani ataupun petani mudanya.
tersebut masih terbuka banyak peluang Demikian juga dengan pemberian kredit
untuk meningkatkan efisiensi usahatani dan akses kemudahan terhadap kredit
padi sawah dan perlu menjadi untuk usahatani bisa semakin
pertimbangan sebagai prioritas dalam ditingkatkan untuk mendorong tingkat
kebijakan intensifikasi dengan efisiensinya, serta meningkatkan
meningkatkan produktivitas dan pemahaman tentang pentingnya rasa
efisiensi teknisnya. memiliki bagi petani pemilik lahan
Berdasarkan kesimpulan yang sendiri agar lebih efisien dalam
diperoleh, beberapa saran yang bisa berusahatani.
diberikan di antaranya adalah sebagai 3. Provinsi Jawa Timur memiliki potensi
berikut: dalam peningkatan kapasitas petani
1. Untuk implikasi kebijakan di suatu perempuan, karenanya pemerintah perlu
provinsi terkait ukuran efisiensi teknis meningkat perlindungan kepada petani
usahatani padi sawah perlu diberikan perempuan dan meningkatkan peranan
penjelasan khusus bahwa penggunaan petani laki-laki agar lebih efisien dalam
angka efisiensi tersebut tidak dapat berusahatani. Perbaikan lembaga
diperbandingkan dengan provinsi lain, penyuluhan perlu mendapat perhatian
sebagai contoh efisiensi usahatani padi karena lembaga ini dianggap tidak
sawah di Provinsi Banten sebesar 91.78 meningkatkan efisiensi usahatani di
persen belum bisa dikatakan sudah Jawa Timur, namun keberadaan dan
efisien atau lebih efisien dibandingkan keaktifan kelompok tani justru perlu
dengan provinsi lain, karena angka ini mendapat dorongan dan perlindungan.
hanya didasarkan pada acuan 4. Seperti halnya Provinsi Jawa Timur,
(benchmark) frontier di Provinsi Banten Provinsi Jawa Tengah juga memiliki
sendiri. Dengan demikian pengambilan potensi dalam peningkatan kapasitas
Kesenjangan Teknologi Usahatani…./Junaedi M, Daryanto HKS, Sinaga BM, Hartoyo S | 17
petani perempuan. Pembinaan kepada Achmad M, Hartoyo S, Mangkuprawira TS,
calon petani dan petani muda sebagai Kusnadi N. 2012. Pengaruh Aksesibilitas
generasi penerus petani tua juga perlu Penyuluhan dan Kredit terhadap Efisiensi
ditingkatkan. Penggunaan traktor relatif Usahatani Padi di Jawa. Trikonomika.
dapat meningkatkan efisiensi, sehingga 11(1):69–80
Aigner DJ, Lovell CAK, Schmidt P. 1977.
pemerintah perlu memberikan fasilitasi
Formulation and estimation of stochastic
atau kemudahan dalam kepemilikan frontier production function models.
traktor seperti melalui peningkatan Journal of Econometrics. 6:21-37
kebijakan pemberian bantuan hibah atau Asadullah MN, Rahman S (2005). Farm
subsidi. Pembinaan keanggotaan productivity and efficiency in rural
kelompok tani perlu dipertahankan dan Bangladesh: the role of education
ditingkatkan untuk menambah efisiensi revisited, Centre for the Study of African
dalam usahatani. Dan pemerintah perlu Economies, University of Oxford. 2005.
memperhatikan infrastruktur irigasi agar Battese GE, Coelli TJ. 1988. Prediction of firm-
dapat berfungsi dengan baik ketika level technical efficiencies with a
musim kemarau, sehingga petani tidak generalized frontier production function
and panel data. Journal of Econometric.
hanya bergantung pada hujan.
38(1988):387-399
5. Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi Battese GE, Rao DSP. 2002. Technology gap,
paling efisien tentunya juga tetap harus efficiency, and a stochastic metafrontier
mempertahankan prestasinya. Diantara function. International Journal of
faktor yang perlu mendapat perhatian Business and Economics. 1(2):87-93
adalah penyiapan calon petani dan Battese GE, Rao DSP, O'Donnell CJ. 2004. A
pembinaan petani muda, peningkatan metafrontier production function for
kapasitas dan pendidikannya, estimation of technical efficiencies and
kemudahan dan fasilitasi penggunaan technology gaps for firms operating
traktor, pemberian bantuan dan hibah, under different technologies. Journal of
serta peningkatan kualitas penyuluhan Productivity Analysis. 21(1):91-103
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015a. Analisis
dan pembinaan kelompok taninya.
ST2013 Tematik Subsektor: Estimasi
Pada akhirnya, jika semua provinsi Parameter dan Pemetaan Efisiensi
mampu meningkatkan efisiensi Produksi Pangan di Indonesia. Jakarta
usahataninya, maka kurva produksi meta- (ID). Badan Pusat Statistik
frontier di pulau Jawa akan bergeser [BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi
semakin tinggi yang mengindikasikan Padi di Indonesia menurut Provinsi
tingginya produktivitas padi sawah. Jika Tahun 1993 - 2015. [diunduh 2016 Apr
produktivitas yang tinggi bisa dicapai, 29]. Tersedia pada http://bps.go.id
berarti dengan ketersediaan input yang ada Chen Z, Song S. 2006. Efficiency and
petani telah menghasilkan produksi padi technological gap in China's agriculture:
yang lebih banyak, sehingga diharapkan a regional meta-frontier analysis.
Nevada, University of Nevada. 06: 1-28.
kesejahteraan petani akan semakin
Coelli TJ, Rao DSP, O'Donnell CJ, Battese GE.
meningkat dan pada saat bersamaan tujuan 2005. An Introduction to Efficiency and
kebijakan swasembada pangan beras di Productivity Analysis: Springer Science-
pulau Jawa sebagai lumbung pangan i-Business Media.
nasional bisa tercapai. Daryanto HKS. 2000. Analysis of the technical
efficiency of rice production in West
DAFTAR PUSTAKA Java Province, Indonesia: a stochastic
frontier production function approach
Abedullah, Kouser S, Mushtaq K. 2007. [Dissertation]. New South Wales (AU):
Analysis of technical efficiency of rice University of New England.
production in Punjab (Pakistan): Farrell MJ. 1957. The measurement of
implications for future investment productive efficiency. Journal of the
strategies. Pakistan Economic and Social Royal Statistical Society. Series A
Review. 45(2):231-244 (General). 120(3):253-290

18 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


Greene WH. 2002. Econometric Analysis. New Douglas production functions with
Jersey (US): Pearson Education, Inc. composed error. International Economic
Greene WH. 2005. Reconsidering heterogeneity Review. 18(2):435-444
in panel data estimators of the stochastic O’Donnell CJ, Griffiths WE. 2004. Estimating
frontier model. Journal of Econometrics. state-contingent production frontiers. St.
126(2005):269-303. Lucia, Qld. (AU), Centre for Efficiency
doi:10.1016/j.jeconom.2004.05.003. and Productivity Analysis. 2004 (July).
Harianto, Susila DAB. 2008. Miskin tapi O’Donnell CJ, Rao DSP, Battese GE. 2008.
efisien? Suatu telaah terhadap fungsi Metafrontier frameworks for the study of
produksi padi. Jurnal Agribisnis dan firm-level efficiencies and technology
Ekonomi Pertanian. 2(1):29-38 ratios. Empirical Economics.
Hayami Y, Ruttan VW. 1969. Sources of 34(2008):231–255.doi:10.1007/s00181-
Agricultural Productivity Differences 007-0119-4.
among Countries Resource Oduol JBA, Hotta K, Shinkai S, Tsuji M. 2006.
Accumulation, Technical Inputs and Farm size and productive efficiency:
Human Capital. University of Minnesota. Lessons from smallholder farms in Embu
P69. District, Kenya. Journal of the Faculty of
Idiong IC. 2007. Estimation of farm level Agriculture. 2006(2006-10-27):449-458
technical efficiency in smallscale swamp Oladeebo JO, Fajuyigbe AA. 2007. Technical
rice production in Cross River State of efficiency of men and women upland rice
Nigeria: a stochastic frontier approach. farmers in Osun State, Nigeria. Journal
World Journal of Agricultural Sciences. of Humanities and Ecology. 22(2):93-100
3(5):653-658 Saptana. 2012. Konsep Efisiensi Usahatani
Jondrow J, Lovell CAK, Materov IS, Schmidt Pangan dan Implikasinya Bagi
P. 1982. On the estimation of technical Peningkatan Produktivitas. Forum
inefficiency in the stochastic frontier Penelitian Agro Ekonomi. 30(2):109-128
production function model. Journal of Sriboonchitta S, Wiboonpongse A. 2005. On
Econometrics. 19 (1982):233-238 estimation of stochastic production-
Junaedi M, Daryanto HKS, Sinaga BM, frontiers with self-selectivity jasmine and
Hartoyo S. 2016. Technical efficiency non-jasmine rice in thailand. Chiang Mai
and the technology gap of wetland rice University Journal. 4(1):105-124
farming in Indonesia: a meta-frontier Tinaprilla N. 2012. Efisiensi usahatani padi
analysis. International Journal of Food antar wilayah sentra produksi di
and Agricultural Economics 4(2):39-50 Indonesia: pendekatan stochastic
Kodde DA, Palm FC. 1986. Wald criteria for metafrontier production function
jointly testing equality and inequality [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
restrictions. Econometrica. 54(5):1243- Bogor.
1248 Usman S, Ilu IY, Sa’adatu BA. 2013.
Kokkinou A. 2012. An industry and country Improving farmers’ efficiency in rice
analysis of Technical Efficiency in the production in Nigeria: the relevance of
European Union, 1980-2005 agricultural extension. Journal of
[Dissertation]. Glasgow: University of Agricultural Extension. 17(2 (2013
Glasgow. Des)):159-166
Kusnadi N, Tinaprilla N, Susilowati SH, Villano R, Boshrabadi HM, Fleming E. 2010.
Purwoto A. 2011. Analisis efisiensi When is metafrontier analysis
usaha tani padi di beberapa sentra appropriate? An example of varietal
produksi padi di Indonesia. Jurnal Agro differences in pistachio production in
Ekonomi. 29(1):25 – 48 Iran. Journal of Agricultural Science and
Meeusen W, van den Broeck J. 1977. Technology. 12(2010):379-389
Efficiency estimation from Cobb-

Kesenjangan Teknologi Usahatani…./Junaedi M, Daryanto HKS, Sinaga BM, Hartoyo S | 19


KLASIFIKASI EMAS INDONESIA SEBAGAI HEDGE DAN SAFE
HAVEN ASSET TERHADAP PASAR SAHAM DOMESTIK DAN LUAR
NEGERI SERTA DOLAR TAHUN 2008-2015

Marini Syafitri dan Aisyah Fitri Yuniasih


Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta

Masuk tanggal : 20 Desember 2016, diterima untuk diterbitkan tanggal : 10 Juli 2017

Abstrak

Emas seharusnya merupakan salah satu instrumen investasi yang menjanjikan karena sifatnya yang
baik sebagai alat diversifikasi investasi (O’Byrne dan O’Brien (2013)). Namun, terjadi penurunan
yang drastis pada total investasi emas Indonesia pada masa pascakrisis global yaitu pada tahun 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mengklasifikasikan emas Indonesia sebagai strong atau weak hedge dan
safe haven asset dalam pasar saham domestik dan luar negeri serta pasar dolar AS, pada kondisi secara
umum dan kondisi bullish dan bearish periode 2008-2015. Penelitian ini menggunakan model
Autoregressive Distributed Lag (ARDL) dalam analisis hedge dan safe haven dari emas
IndonesiaPenelitian ini menunjukkan bahwa emas Indonesia secara umum berperan sebagai sebagai
weak hedge asset dalam pasar saham internasional, strong hedge asset dalam pasar dolar AS, strong
safe haven asset baik dalam pasar saham domestik maupun internasional dan weak safe haven dalam
pasar dolar AS.

Kata kunci: investasi, emas, resiko, Dolar AS, hedge and safe haven, ARDL

Abstract

Gold is supposed to be one of the promising investment instruments because it has good
characteristics as a means for investment diversification (O'Byrne and O'Brien (2013)). However,
during post-global crisis, especially in 2009, Indonesian gold investment was lower than before. This
study aims to identify the classification of Indonesian gold in terms of its strength and its role in the
domestic and foreign stock market as well as the US Dollar market, in both normal condition and
bullish and bearish conditions in 2008-2015. This study uses the ARDL model in its analysis of hedge
and safe haven of Indonesian gold. It indicates that the Indonesian gold, in general, act as a weak
hedge asset in the international stock market, a strong hedge asset in the US Dollar market, a strong
safe haven asset in the domestic and international stock market and a weak safe haven in the US
Dollar market.

Keywords: investment, gold, risk, US Dollar, hedge and safe haven, ARDL

20 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


PENDAHULUAN bersifat hedging dan safe haven telah
banyak dilakukan, Namun, di Indonesia,
Teori portofolio yang dikemukakan studi seperti itu belum banyak dilakukan.
Markowitz dalamTandelilin (2010) Elisa (2013) menyatakan bahwa emas
menyatakan bahwa untuk menurunkan dan perak tidak berperilaku sebagai hedging
risiko investasi, investor perlu melakukan tetapi berperan sebagai safe haven di pasar
diversifikasi yaitu membentuk portofolio saham. Bahkan Fithriana (2013)
dengan pemilihan kombinasi sejumlah aset menjelaskan bahwa emas tidak berperan
yang dipertimbangkan karakteristiknya, sebagai hedge dan safe haven di Indonesia
sehingga risiko dapat diminimalkan tanpa dan Malaysia. Emas berperan sebagai
mengurangi return harapan. Brealey (2001) hedge dan safe haven di Singapura, Filipina
menyatakan bahwa diversifikasi terbaik dan Thailand. Sebaliknya, Vesiania (2014)
adalah ketika return antara aset tersebut mengemukakan bahwa emas merupakan
berkorelasi negatif, dalam hal ini apabila safe haven asset bagi saham dan dolar AS
suatu aset memberikan return yang buruk, di Indonesia. Akan tetapi, emas di
aset yang lainnya memberikan return yang Indonesia bukan merupakan hedge asset
baik sehingga dapat mengimbangi return bagi nilai tukar rupiah terhadap dolar. Emas
tersebut sehingga kerugian tidak begitu Indonesia hanya menjadi hedge asset bagi
besar. saham Indonesia.
Baur dan Lucey (2009) Berdasarkan uraian di atas, dapat
mendefinisikan aset yang tidak berkorelasi disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
atau berkorelasi negatif dengan aset atau hasil penelitian yaitu Elisa dan Fithriana
portofolio lainnya tergolong hedge asset menyatakan bahwa emas Indonesia tidak
apabila pada kondisi rata-rata (normal) dan berperan sebagai hedge asset di pasar
dikatakan safe haven asset apabila pada saham sedangkan Vesiania mengemukakan
kondisi pasar yang ekstrim ( terjadi bahwa emas merupakan hedge asset di
ketidakpastian pasar dan tekanan ekonomi). pasar saham. Di samping itu, Elisa dan
Emas merupakan komoditas yang Vesiania menyatakan emas Indonesia
disukai investor karena merupakan berperan sebagai safe haven asset di pasar
pelindung nilai dalam kondisi normal saham sedangkan menurut Fithriana emas
(hedging) maupun dalam keadaan pasar Indonesia tidak berperan sebagai safe haven
ekstrim (safe haven) (Baur dan McDermott, asset di pasar saham. Adanya perbedaan
2009). O’Byrne dan O’Brien (2013) hasil penelitian tersebut mendorong
mengemukakan bahwa emas merupakan dilakukannya penelitian ini. Emas
pelindung dari inflasi dan penyimpan nilai, seharusnya merupakan salah satu instrumen
aset yang aman ketika terjadi ketidakpastian investasi yang menjanjikan. Namun, terjadi
pasar dan tekanan ekonomi, serta pelindung penurunan yang drastis pada total investasi
dari risiko mata uang. emas di dunia dan di Indonesia pada masa
Dengan demikian, emas merupakan pascakrisis global yaitu tahun 2009 bahkan
aset yang sangat baik untuk diversifikasi di Indonesia mencapai -6 ton. Penurunan
investasi karena merupakan salah satu total investasi emas juga terjadi pada tahun
instrumen investasi yang dapat mengurangi 2014 dengan salah satu penyebabnya adalah
risiko atau melindungi investor dari risiko respon investor terhadap ekspektasi
tersebut. Karena risiko merupakan salah kenaikan suku bunga The Fed (World Gold
satu pertimbangan investor dalam Council, 2014).
berinvestasi dan emas merupakan salah satu Dilihat dari sisi pertumbuhan,
aset yang dapat melindungi investor dari pertumbuhan total investasi emas di dunia
risiko, maka risikomemengaruhi dan di Indonesia menurun drastis
permintaan investor terhadap emas (Baur pascakrisis global 2008 tepatnya tahun
dan McDermott, 2009). 2009, bahkan di Indonesia mencapai -306,9
Secara internasional, studi yang persen. Hal ini tidak sesuai dengan sifat-
menyangkut peran emas sebagai aset yang sifat emas menurut O’Byrne dan O’Brien
Klasifikasi Emas Indonesia… / Syafitri M dan Yuniasih AF | 21
(2013) di mana seharusnya total investasi yang harganya turun merupakan kondisi
emas tetap meningkat pada fase ini. pasar bearish. Lama periode dari masing-
Selain itu, total investasi emas masing fase bullish dan bearish
Indonesia pada periode 2008-2015 menggunakan tren primer yang merupakan
cenderung bergerak searah dengan tren terpanjang yaitu setidaknya selama
pergerakan nilai beli saham Indonesia sembilan bulan (Pring, 2014). Selain itu,
(Lampiran 1). Hal ini berarti bahwa total perlu dilakukan analisis bagaimana
investasi emas Indonesia oleh para investor pengaruh risiko pasar saham domestik dan
tidak meningkat ketika pembelian saham luar negeri serta nilai tukar dolar Amerika
turun. Dalam hal ini, peran emas Indonesia Serikat terhadap rupiah, terhadap return
sebagai aset yang bersifat hedging dan safe emas Indonesia pascakrisis global 2008.
haven terhadap saham pada periode tersebut Dengan demikian, tujuan penelitian
patut dipertanyakan. ini adalah mengklasifikasikan emas
Di sisi lain, pergerakan total investasi Indonesia sebagai strong atau weak hedge
emas Indonesia pada periode 2008-2015 dan safe haven asset terhadap pasar saham
cenderung bergerak berlawanan arah domestik, pasar saham luar negeri, serta
dengan pergerakan dolar. Ketika rupiah pasar dolar AS terhadap rupiah, pada
mengalami apresiasi dengan implikasi dolar kondisi secara umum dan kondisi bullish
AS terdepresiasi, permintaan emas investasi dan bearish periode 2008-2015.
meningkat karena harga emas dalam rupiah Perbedaan penelitian yang dilakukan
turun. Hal ini menunjukkan bahwa emas oleh Elisa, Fithriana, dan Vesiania dengan
Indonesia diminati investor untuk penelitian ini adalah penelitian Elisa dan
mengurangi kerugiannya dalam berinvestasi Fithriana tidak mempertimbangkan masalah
dolar. heteroskedastisitas dan autokorelasi. Selain
Berdasarkan penjelasan di atas, perlu itu, penelitian Vesiania tidak melakukan
dilakukan penelitian yang menganalisis analisis peran emas pada kondisi pasar
peran emas sebagai aset yang bersifat hedge bullish dan bearish serta tidak
dan safe haven terhadap pasar saham serta mengklasifikasikan kuat lemahnya peran
dolar. Penelitian ini tidak hanya emas sebagai hedge dan safe haven asset.
menganalisis peran emas terhadap pasar
saham domestik, tetapi juga terhadap pasar METODE PENELITIAN
saham luar negeri. Hal ini disebabkan oleh
peningkatan nilai aset ekuitas sektor swasta Penelitian ini hanya mencakup emas
dari 298 juta USD pada tahun 2008 menjadi batangan PT Antam 24 karat yang disebut
604 juta USD pada 2015 (Neraca juga logam mulia Antam yang biasanya
Pembayaran Indonesia, Bank Indonesia). dipilih investor untuk berinvestasi. Hal ini
Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin disebabkan oleh emas batangan PT Antam
banyak investor yang berinvestasi di pasar mempunyai keunggulan kualitas dibanding
saham luar negeri. emas lainnya yaitu bersifat likuid karena
Secara lebih spesifik, diperlukan telah mendapat sertifikat yang diakui secara
pengklasifikasikan apakah emas Indonesia internasional London Bullion Market
merupakan aset investasi yang bersifat Association (Unit Bisnis Pengolahan dan
strong atau weak hedge dan safe haven Pemurnian Logam Mulia PT ANTAM
pada kondisi secara umum serta kondisi Tbk.). Periode penelitian yang digunakan
pasar bullish dan bearish periode 2008- adalah periode 2008-2015 agar dapat
2015 sehingga dapat menjadi pertimbangan mencakup masa krisis global hingga terjadi
investor dalam berinvestasi emas. Bullish penurunan yang drastis pada total investasi
merupakan kondisi dari pasar keuangan emas di Indonesia pada masa pascakrisis
(finansial) yang harganya meningkat atau global. Kondisi pasar bullish dan bearish
dicirikan dengan optimisme yaitu investor dalam penelitian ini menggunakan tren
percaya bahwa harga akan terus meningkat pergerakan IHSG. Data yang digunakan
(Investopedia). Sebaliknya, kondisi pasar dalam penelitian ini adalah data sekunder

22 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


berupa data time series harian sejak 2 𝑟𝑘𝑢𝑟𝑠(𝑞) = nilai ekstrim negatif
Januari 2008 hingga 31 Desember 2015 return nilai tukar dolar AS
sebanyak 1950 observasi yang diperoleh terhadap rupiah
dari PT Antam Tbk, Yahoo Finance, dan
Bank Indonesia. Data-data tersebut di Variabel kuantil dari return IHSG,
antaranya adalah harga emas Indonesia, return DJIA, dan return kurs dolar AS
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), terhadap rupiah, disimbolkan dengan
indeks Dow Jones Industrial Average RIHSGQ, RDJIAQ, dan RKURSQ.
(DJIA), dan nilai tukar nominal dolar AS Variabel kuantil ini merupakan nilai
terhadap rupiah. ekstrim negatif dari variabel return tersebut
Metode analisis yang digunakan yang didapatkan dengan menggunakan cut-
adalah analisis deskriptif dan inferensia. off return (Jorion, 2007). Kondisi ekstrim
Analisis deskriptif dilakukan untuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah
mengetahui gambaran pergerakan harga kondisi ekstrim 1% agar dapat
dan return emas Indonesia, IHSG, indeks merepresentasikan kondisi yang paling
DJIA, dan nilai tukar dolar AS terhadap ekstrim.
rupiah periode 2008-2015. Analisis 𝑟𝑡−𝑖(𝑞) = 𝑅 ∗ = ∝ 𝜎 + 𝜇 (2)
inferensia digunakan untuk menganalisis
pengaruh risiko pasar saham Indonesia, Keterangan:
risiko pasar saham luar negeri, dan nilai
𝑅 ∗ = cut-off return
tukar dolar AS terhadap return emas
∝ = persentase kuantil dari return
Indonesia serta mengklasifikasi emas
(1%)
Indonesia sebagai strong atau weak hedge
𝜎 = standar deviasi dari return
dan safe haven asset pada kondisi pasar
𝜇 = rata-rata dari return
secara umum serta pada kondisi bullish dan
Baur dan McDermott (2009)
bearish. Model yang digunakan
mengelompokkanemas sebagai aset yang
adalahmodel Autoregressive Distributed
bersifat hedging dan safe haven menjadi
Lag (ARDL) yang digunakan oleh Baur dan
empat kelompok, yaitu sebagai:
Lucey (2009).
a. Strong hedge, apabila koefisien dari
𝑟𝑒𝑚𝑎𝑠,𝑡 = 𝑎 + ∑ 𝑏0(𝑖) 𝑟𝑒𝑚𝑎𝑠,𝑡−𝑖 + variabel return bernilai negatif dan
signifikan.
b. Weak hedge, apabila koefisien dari
∑ 𝑏1(𝑖) 𝑟𝑖ℎ𝑠𝑔,𝑡−𝑖 + ∑ 𝑏2(𝑖) 𝑟𝑖ℎ𝑠𝑔,𝑡−𝑖(𝑞) + variabel return bernilai negatif tetapi
tidak signifikan.
∑ 𝑐1(𝑖) 𝑟𝑑𝑗𝑖𝑎,𝑡−𝑖 + ∑ 𝑐2(𝑖) 𝑟𝑑𝑗𝑖𝑎,𝑡−𝑖(𝑞) + c. Strong safe haven, apabila jumlah dari
koefisien variabel return dan nilai
ekstrim negatif return atau return
∑ 𝑑1(𝑖) 𝑟𝑘𝑢𝑟𝑠,𝑡−𝑖 + ∑ 𝑑2(𝑖) 𝑟𝑘𝑢𝑟𝑠,𝑡−𝑖(𝑞) + 𝑒𝑡 esktrim negatif bernilai negatif dan
koefisien dari variabel return ekstrim
(1)
Keterangan: negatif tersebut signifikan.
𝑟𝑒𝑚𝑎𝑠 = return emas d. Weak safe haven, apabila jumlah dari
𝑟𝑖ℎ𝑠𝑔 = return IHSG koefisien variabel return dan nilai
𝑟𝑑𝑗𝑖𝑎 = return indeks DJIA ekstrim negatif return atau return
esktrim negatif bernilai negatif tetapi
𝑟𝑘𝑢𝑟𝑠 = return nilai tukar dolar AS
koefisien dari variabel return ekstrim
terhadap rupiah
negatif tersebut tidak signifikan.
𝑟𝑖ℎ𝑠𝑔(𝑞) = nilai ekstrim negatif
Estimasi model ARDL dilakukan
return IHSG dengan metode OLS dengan asumsi error
𝑟𝑑𝑗𝑖𝑎(𝑞) = nilai ekstrim negatif return term bersifat white noise serta variabel
indeks DJIA bebas dan lag variabel besifat acak atau
setidaknya tidak berkorelasi dengan error
term. Hadirnya heteroskedastisitas dalam
Klasifikasi Emas Indonesia… / Syafitri M dan Yuniasih AF | 23
suatu data time series membuat analisis global akibat kekhawatiran para investor
tidak dapat dilakukan dengan metode OLS global terhadap pelemahan ekonomi
karena akan menghasilkan estimator yang Tiongkok dan ketidakpastian kenaikan suku
tidak mempunyai varian minimum lagi bunga AS (Situmorang, 2015).
yang disebut dengan Best Linear Unbiased Indeks DJIA periode 2008-2015
Estimator (BLUE). Hal ini dapat diatasi cenderung meningkat menunjukkan bahwa
melalui penggunaan model Autoregressive perekonomian Amerika Serikat semakin
Conditional Heteroscedasticity (ARCH) membaik (Lampiran 4). Penurunan yang
dengan menggunakan metode estimasi relatif signifikan terjadi pada awal 2008
Maximum Likelihood sehingga dapat hingga awal 2009 yaitu sekitar 39,82 persen
menghasilkan estimator yang efisien. yang merupakan efek domino dari krisis
subprime mortgage (Amadeo, 2016).
HASIL DAN PEMBAHASAN Lampiran 5 menunjukkan bahwa
rupiah mengalami depresiasi yang tinggi
Analisis Deskriptif pada akhir 2008 hingga awal 2009.
Sejak tahun 2008 sampai akhir 2015, Depresiasi rupiah pada masa krisis global
harga emas Indonesia mengalami ini disebabkan oleh supply dolar AS yang
peningkatan sekitar 98 persen (Lampiran relatif menurun karena menurunnya
2). Oleh karena itu, investasi emas terlihat likuiditas global (Purna dkk, 2009). Rupiah
memberikan keuntungan yang relatif besar mulai menguat pada Februari 2009 ketika
dalam jangka panjang. Bank Indonesia terus menurunkan BI rate
Peningkatan harga emas Indonesia (Sadewa, 2013). Rupiah kembali melemah
sangat terlihat pada periode 2008-2011 sejak pertengahan 2011 dengan pelemahan
sedangkan periode selanjutnya (2012-2015) terkuat terjadi pada semester kedua 2013
harga emas cenderung stabil. Peningkatan yang disebabkan oleh defisit neraca
harga emas tersebut disebabkan pada 2008 transaksi berjalan dan kekhawatiran
kondisi perekonomian global sedang terhadap tapering off yaitu penarikan
bergejolak sehingga para investor mencari stimulus moneter dari The Fed (Anggraini,
aset yang dapat mengurangi kerugiannya 2013).
yaitu emas sebagai aset relatif aman Depresiasi di atas terus berlanjut
(Vesiania, 2014). Return emas Indonesia hingga mencapai puncaknya di tahun 2015.
bergerak cukup berfluktuasi pada periode Depresiasi di tahun 2015 disebabkan oleh
2008-2015 terutama pada periode 2008- faktor eksternal yaitu spekulasi kenaikan
2011. Pada periode 2012-2015 return emas suku bunga di AS dan devaluasi mata uang
Indonesia cenderung stabil. China (Renminbi) (Artharini, 2015).
Dalam periode 2008-2015 IHSG Berdasarkan uraian di atas, penurunan
secara umum meningkat, walau pun terjadi IHSG, penurunan indeks DJIA, dan
beberapa kali penurunan (Lampiran 3). depresiasi rupiah disebabkan oleh gejolak
Penurunan IHSG yang signifikan terjadi yang terjadi dalam perekonomian.
pada tahun 2008 hingga Januari 2009 yang Sementara itu, gejolak perekonomian
merupakan akibat resesi global (Gustia, tersebut menyebabkan investor mencari
2008). Penurunan IHSG yang terjadi pada aset yang dapat mengurangi kerugiannya
tahun 2008 adalah sebesar 50,34 persen. yaitu emas Indonesia sebagai aset yang
Hal ini menunjukkan kurang baiknya iklim relatif aman sehingga memacu peningkatan
investasi di Indonesia selama masa tersebut. harga emas Indonesia.
IHSG mengalami peningkatan sejak Analisis Inferensia
Februari 2009 hingga akhirnya mencapai
level tertingginya pada 7 April 2015 Estimasi model rata-rata (Lampiran 6)
kemudian turun kembali pada 28 September menunjukkan bahwa return ekstrim negatif
2015 dengan penurunan sekitar 25,4 persen IHSG, return ekstrim negatif indeks DJIA
dalam waktu lima bulan. Penurunan ini dan return nilai tukar dolar AS berpengaruh
terimbas pelemahan yang terjadi pada bursa negatif dan signifikan secara statistik
24 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
terhadap return emas Indonesia. Return dalam kondisi ekstrim, pasar saham
ekstrim negatif indeks DJIA berpengaruh domestik merupakan pasar efisien bentuk
negatif dan signifikan terhadap return emas lemah1 terhadap emas Indonesia. Hasil ini
Indonesia pada periode berikutnya. Return sejalandengan hasil penelitian Fahmi
emas Indonesia, return ekstrim negatif (2015). Variabel lag pertama return ekstrim
IHSG, return indeks DJIA dan return nilai negatif indeks DJIA juga ternyata
tukar dolar AS terhadap rupiah berpengaruh memengaruhi return emas Indonesia, yang
negatif dan signifikan terhadap return emas menggambarkan bahwa dalam kondisi
Indonesia pada dua periode berikutnya. ekstrim, pasar saham luar negeri
Hasil di atas menunjukkan bahwa, merupakan pasar efisien bentuk lemah
dalam kondisi ekstrim, kenaikan return terhadap emas Indonesia.
emas Indonesia dipengaruhi oleh Selanjutnya, variabel lag kedua return
peningkatan risiko pasar saham domestik. indeks DJIA berpengaruh terhadap return
Peningkatan risiko pasar saham domestik emas Indonesia. Ini menunjukkan bahwa
akan mendorong para investor untuk dalam kondisi normal pasar saham luar
mencari aset yang aman agar dapat negeri juga merupakan pasar efisien bentuk
melindungi kekayaan mereka. Salah satu lemah terhadap emas Indonesia. Di
dari aset tersebut adalah emas. Peningkatan samping itu, variabel lag kedua return nilai
permintaan emas akan mendorong harga tukar dolar AS terhadap rupiah juga
emas sehingga return emas meningkat. memengaruhi return emas Indonesia, yang
Hal yang sama juga terjadi pada pasar mencerminkan bahwa dalam kondisi
saham luar negeri. Kenaikan return emas normal, pasar dolar AS juga merupakan
Indonesia dipengaruhi oleh peningkatan pasar efisien bentuk lemah terhadap emas
risiko pasar saham luar negeri. Return Indonesia. Pasar emas Indonesia sendiri
ekstrim negatif indeks DJIA ternyata juga merupakan pasar efisien lemah yang
berpengaruh negatif terhadap return emas ditunjukkan oleh pengaruh dari variabel lag
Indonesia. Ini menunjukkan bahwa kedua return emas.
peningkatan risiko pasar saham luar negeri Tidak berpengaruhnya return IHSG
dalam kondisi ekstrim akan mendorong secara negatif dan signifikan disebabkan
permintaan investor terhadap emas oleh pergerakan harga emas yang
sehingga harga dan return emas Indonesia cenderung tidak berlawanan arah dengan
akan meningkat. IHSG dalam kondisi normal. Hal ini terlihat
Pada periode yang sama, return nilai dari pergerakan harga emas Indonesia yang
tukar dolar AS terhadap rupiah berpengaruh cenderung naik ketika IHSG cenderung
negatif dan signifikan terhadap return mengalami tren meningkat (Februari 2009 –
emas. Ini berarti penurunan kenaikan harga pertengahan Mei 2013) dan cenderung
rupiah akan meningkatkan return emas stabil ketika IHSG meningkat (2014 –
Indonesia. Maret 2015). Hasil ini sejalan
Hal ini berarti bahwa pelemahan denganWibowo (2010), yang menyatakan
dolar akan meningkatkan return emas bahwa peningkatan harga emas yang terjadi
Indonesia karena depresiasi dolar cenderung disebabkan oleh peningkatan
menyebabkan investor beralih mencari harga emas internasional karena
emas dalam kondisi pasar normal sehingga meningkatnya permintaan dan penurunan
harga emas dalam dolar AS meningkat.. nilai tukar dolar terhadap sejumlah mata
Peningkatan harga emas dalam dolar uang dunia.
tersebut menyebabkan harga emas
Indonesia juga meningkat mengikuti harga
di pasar internasional dan return emas 1
Pasar efisien bentuk lemah adalah pasar dengan
Indonesia akan meningkat. harga yang mencerminkan semua informasi yang
Variabel lag kedua return ekstrim ada pada catatan harga waktu yang lalu tetapi tidak
negatif IHSG ternyata memengaruhi return mencerminkan informasi yang dipublikasikan dan
emas Indonesia, yang mencerminkan bahwa informasi yang hanya dimiliki oleh segelintir
individu saja.
Klasifikasi Emas Indonesia… / Syafitri M dan Yuniasih AF | 25
Return pasar saham luar negeri yang terjadi merupakan perbedaan dari
berpengaruh negatif terhadap return emas return emas Indonesia yang terjadi dengan
tetapi tidak secara signifikan. Secara umum yang diharapkan yang menggambarkan
indeks DJIA cenderung meningkat risiko berinvestasi emas Indonesia.
pascakrisis 2008 (Lampiran 4) sedangkan Keadaan tersebut di atas
harga emas Indonesia berfluktuasi menunjukkan bahwa risiko berinvestasi
(Lampiran 2), yang mengindikasikan bahwa emas Indonesia yang dipengaruhi oleh
harga emas Indonesia tidak berkaitan informasi risiko pasar saham domestik dan
dengan indeks DJIA. luar negeri serta risiko nilai tukar dolar AS
Return ekstrim negatif nilai tukar terhadap rupiah memengaruhi keragaman
berpengaruh negatif, walaupun tidak risiko berinvestasi emas Indonesia yang
signifikan secara statistik, terhadap return akan datang. Semakin meningkat risiko
emas Indonesia. Hasil ini menunjukkan berinvestasi emas Indonesia maka semakin
bahwa dalam kondisi ekstrim, apresiasi tinggi keragaman risiko berinvestasi emas
rupiah tidak disertai dengan penurunan Indonesia yang akan datang.
harga emas Indonesia secara signifikan.
Klasifikasi Emas Indonesia sebagai Aset
Keadaan ini berbeda dengan pandangan
yang Bersifat Hedging dan Safe Haven
secara teori yaitu pergerakan harga emas
pada Kondisi Pasar secara umum
Indonesia adalah berbeda arah dengan
(normal) dan pada Kondisi Bullish dan
pergerakan rupiah.
Bearish Periode 2008-2015
Data yang ada menunjukkan bahwa
pada periode Februari 2009 hingga Peran emas sebagai aset yang bersifat
pertengahan 2011 dan awal 2014 rupiah pelindung dalam keadaan normal dan ketika
cenderung mengalami apresiasi secara terjadi guncangan yang kuat atau tekanan
perlahan (Lampiran 5) sementara harga secara spesifik dapat dilihat melalui
emas Indonesia cenderung meningkat dan koefisien pada Lampiran 7 berdasarkan
stabil (Lampiran 2). Penguatan rupiah ini kriteria yang digunakan oleh Baur dan
disebabkan oleh prospek pertumbuhan McDermott (2009).
ekonomi yang lebih baik sehingga sentimen Emas Indonesia ternyata tidak
investor menjadi positif (Sadewa, 2013). berperan sebagai hedge asset dalam pasar
Pelemahan dolar AS sebagai implikasi dari saham domestik. Akan tetapi, emas
penguatan rupiah menyebabkan pengguna Indonesia berperan sebagai strong safe
dolar AS mengalihkan dananya atau haven asset dalam pasar saham domestik
menggunakan sebagian kekayaannya yang berarti emas Indonesia tidak dapat
dengan membeli emas guna mengurangi mengurangi kerugian investor yang
kerugiannya bermain dengan dolar berinvestasi di pasar saham domestik dalam
sehingga harga emas meningkat secara kondisi normal tetapi merupakan aset yang
perlahan. sangat baik untuk diversifikasi portofolio
Persamaan conditional variance saham domestik karena dapat mengurangi
(Lampiran 6) menunjukkan bahwa kerugian investor dalam kondisi pasar
keragaman residual dipengaruhi oleh ekstrim. Hal ini sesuai hasil penelitian yang
residual satu periode yang lalu, residual dua dilakukan oleh Elisa (2013) yang
periode yang lalu, residual tiga periode menyatakan bahwa emas tidak berperan
yang lalu, secara signifikan, dengan kata sebagai hedge asset tetapi berperan sebagai
lain residual sekarang dan residual periode safe haven asset di pasar saham domestik.
berikutnya memengaruhi keragaman Di sisi lain, emas Indonesia berperan
residual tiga periode yang akan datang. sebagai weak hedge dan strong safe haven
Hal ini menunjukkan bahwa asset dalam pasar saham luar negeriyang
keragaman kesalahan pada tiga periode berarti emas Indonesia dapat mengurangi
yang akan datang dipengaruhi oleh kerugian investor yang berinvestasi di pasar
kesalahan masa sekarang, kesalahan di satu saham luar negeri dalam kondisi normal
dan dua periode berikutnya. Kesalahan dan merupakan aset yang sangat baik untuk
26 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
diversifikasi portofolio saham luar negeri Uraian di atas menunjukkan bahwa
karena dapat mengurangi kerugian investor dalam kondisi normal, emas Indonesia
dalam kondisi pasar ekstrim. berperan sebagai pelindung nilai yang
Emas Indonesia juga merupakan lemah bagi investor yang bermain di pasar
strong hedge asset dalam pasar dolar AS saham domestik, pelindung nilai yang kuat
yang berarti emas Indonesia dapat bagi investor yang bermain di pasar saham
mengurangi kerugian investor dalam luar negeri dan bagi investor yang bermain
berinvestasi menggunakan dolar AS pada dengan dolar dua periode berikutnya.
kondisi normal. Hal ini berbeda dengan Dalam keadaan ekstrim, emas Indonesia
hasil penelitian Vesiania (2014) yang berperan sebagai pelindung nilai yang
menyatakan bahwa emas Indonesia tidak lemah bagi investor yang memegang saham
bersifat hedging terhadap dolar tetapi sesuai di pasar domestik serta pelindung yang kuat
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh bagi investor yang memegang saham di
Capie, Mills, dan Wood (2005) yang pasar luar negeri pada periode berikutnya
menyatakan bahwa emas telah berperan dan pelindung yang kuat bagi investor yang
sebagai hedge asset selama tiga puluh memegang saham di pasar domestik serta
tahun. Selain itu, emas Indonesia juga lemah bagi investor yang memegang saham
berperan sebagai weak safe haven dalam di pasar luar negeri pada dua periode
dolar AS yang berarti emas merupakan aset berikutnya.
yang sangat baik untuk diversifikasi
Bearish Januari 2008 – Februari 2009
portofolio dolar AS karena dapat
mengurangi kerugian investor dalam Emas Indonesia ternyata tidak
kondisi pasar ekstrim. berperan sebagai hedge asset dalam pasar
Dugaan sebelumnya mengenai emas saham domestik tetapi berperan sebagai
yang tidak berperan sebagai hedge asset weak safe haven bagi pasar saham domestik
dalam pasar saham domestik tetapi (Lampiran 8). Hal ini berbeda dengan Baur
berperan sebagai hedge dan safe haven dan Lucey (2009) yang menyatakan bahwa
dalam pasar dolar AS yang terlihat dari emas berperan sebagai hedge dan safe
Lampiran 1 terbukti dalam penelitian ini. haven asset dalam pasar saham pada
Selain itu, emas Indonesia tidak periode bearish. Perbedaan hasil penelitian
berperan sebagai hedge asset dalam pasar ini disebabkan oleh penurunan harga emas
saham domestik, pasar saham luar negeri, yang terjadi pada awal 2008 dan pada bulan
dan pasar dolar AS pada satu periode Februari 2009 sementara IHSG juga
berikutnya. Akan tetapi, emas Indonesia menurun pada masa tersebut.
berperan sebagai weak safe haven asset Emas Indonesia berperan sebagai
dalam pasar saham domestik dan strong weak hedge asset tetapi tidak berperan
safe haven asset dalam pasar saham luar sebagai safe haven asset dalam pasar saham
negeri pada satu periode berikutnya. luar negeri dan pasar dolar AS. Emas
Namun demikian, emas Indonesia tidak Indonesia tidak berperan sebagai safe haven
berperan sebagai safe haven asset dalam dalam pasar saham luar negeri dan pasar
pasar dolar AS pada satu periode dolar AS karena uang tunai dalam rupiah
berikutnya. Emas Indonesia juga berperan dan deposito yang dianggap sebagai
sebagai weak hedge asset dalam pasar investasi paling aman pada masa tersebut
saham domestik dan strong hedge asset (Gustia 2008).
dalam pasar saham luar negeri serta dolar Selain itu, emas Indonesia tidak
AS, dan strong safe haven asset dalam berperan sebagai hedge asset dalam pasar
pasar saham domestik serta weak safe saham domestik tetapi berperan sebagai
haven asset bagi pasar saham luar negeri strong safe haven asset dalam pasar saham
namun tidak berperan sebagai safe haven domestik pada satu periode berikutnya.
asset dalam pasar dolar AS pada dua Emas Indonesia berperan sebagai weak
periode berikutnya. hedge asset dan weak safe haven asset
dalam saham luar negeri tetapi tidak
Klasifikasi Emas Indonesia… / Syafitri M dan Yuniasih AF | 27
berperan sebagai hedge dan safe haven asset dan weak safe haven asset dalam
asset dalam pasar dolar AS pada satu pasar dolar AS.
periode berikutnya. Emas Indonesia tidak Hal ini berbeda dengan Baur dan
berperan sebagai hedge asset tetapi Lucey (2009) yang menyatakan bahwa
berperan sebagai weak safe haven asset emas cenderung tidak berperan sebagai
dalam pasar saham domestik pada dua hedge dan safe haven asset pada periode
periode berikutnya. Emas Indonesia bullish. Perbedaan hasil penelitian ini salah
berperan sebagai strong hedge asset tetapi satunya disebabkan oleh perbedaan
tidak berperan sebagai safe haven asset golongan negara yang dianalisis yang mana
dalam pasar saham luar negeri pada dua negara yang diteliti oleh Baur dan Lucey
periode berikutnya. Emas Indonesia merupakan negara-negara maju. Indonesia
berperan tidak sebagai hedge asset tetapi merupakan negara berkembang yang masih
berperan sebagai weak safe haven asset sangat tergantung pada negara lain sehingga
dalam pasar saham luar negeri pada dua mudah terpengaruh oleh perubahan-
periode berikutnya. perubahan global. Oleh sebab itu, emas
Uraian di atas menunjukkan bahwa Indonesia masih berperan sebagai hedge
dalam keadaan normal, emas Indonesia dan safe haven asset meski dalam kondisi
berperan sebagai pelindung nilai yang pasar bullish.
lemah bagi investor yang memegang saham Selain itu, emas Indonesia berperan
di pasar luar negeri dan yang memegang sebagai weak hedge asset dan weak safe
dolar AS pada periode yang sama. Emas haven asset dalam pasar saham domestik
Indonesia juga berperan sebagai pelindung pada satu periode berikutnya. Emas
nilai yang lemah bagi investor yang Indonesia tidak berperan sebagai hedge
memegang saham di pasar luar negeri pada asset tetapi berperan sebagai weak safe
satu periode berikutnya serta merupakan haven asset dalam pasar sahamluar negeri
pelindung nilai yang kuat pada dua periode pada satu periode berikutnya. Namun
berikutnya bagi investor pemilik saham di demikian, emas Indonesia tidak berperan
pasar luar negeri. Dalam keadaan ekstrim sebagai hedge dan safe haven asset dalam
atau terjadi guncangan yang kuat, emas pasar dolar AS pada satu periode
Indonesia berperan sebagai aset yang relatif berikutnya. Emas Indonesia juga berperan
amanbagi investor yang memegang saham sebagai weak hedge asset dan weak safe
di pasar domestik pada periode yang sama. haven asset dalam bagi pasar saham
Emas Indonesia berperan sebagai aset yang domestik maupun luar negeri pada dua
sangat aman bagi investor yang memegang periode berikutnya. Emas Indonesia pun
saham di pasar domestik dan merupakan berperan sebagai weak hedge asset dalam
aset yang relatif aman bagi investor yang pasar dolar AS meski tidak berperan
memegang saham di pasar luar negeri pada sebagai safe haven asset pada dua periode
satu periode berikutnya. Selain itu, emas berikutnya.
Indonesia berperan sebagai aset yang relatif Uraian di atas menunjukkan bahwa
aman bagi investor pemegang saham di dalam keadaan normal, emas Indonesia
pasar domestik dan dolar AS pada dua berperan sebagai pelindung nilai yang kuat
periode berikutnya. bagi investor yang memegang dolar AS dan
lemah bagi investor yang memegang saham
Bullish Maret 2009 – Februari 2015
di pasar luar negeri dalam periode yang
Emas Indonesia tidak berperan sama, pelindung nilai yang lemah pada satu
sebagai hedge asset tetapi berperan sebagai periode berikutnya bagi investor yang
strong safe haven asset dalam pasar saham bermain di pasar saham domestik, dan
domestik (Lampiran 8). Emas Indonesia merupakan pelindung nilai yang lemah
berperan sebagai weak hedge asset tetapi pada dua periode berikutnya baik bagi
tidak berperan sebagai safe haven asset investor pemilik saham domestik maupun
dalam pasar saham luar negeri. Emas luar negeri dan investor pemegang dolar
Indonesia berperan sebagai strong hedge AS. Dalam keadaan ekstrim atau terjadi
28 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
guncangan yang kuat, emas Indonesia lemah bagi investor yang memegang saham
berperan sebagai aset yang sangat aman di pasar baik domestik maupun luar negeri
bagi investor yang memegang saham pada periode yang sama, pelindung nilai
domestik dan relatif aman bagi investor yang kuat bagi investor yang memegang
yang memegang dolar pada periode yang dolar AS pada periode yang sama,
sama. Selain itu, emas Indonesia juga pelindung nilai yang kuat bagi investor
berperan sebagai aset yang relatif aman yang bermain di pasar saham domestik dan
bagi investor yang memegang saham baik lemah bagi investor yang bermain di pasar
di pasar domestik maupun luar negeri pada saham luar negeri pada satu periode
satu periode berikutnya dan dua periode berikutnya, serta merupakan pelindung nilai
berikutnya. yang lemah pada dua periode berikutnya
bagi investor pemilik saham di pasar
Bearish Maret – Desember 2015
domestik dan dolar. Dalam keadaan ekstrim
Emas Indonesia berperan sebagai atau terjadi guncangan yang kuat, emas
weak hedge asset tetapi tidak berperan Indonesia berperan sebagai aset yang aman,
sebagai safe haven asset dalam pasar saham secara kuat bagi investor yang memegang
domestik (Lampiran 8). Emas Indonesia saham di pasar luar negeri dan lemah bagi
juga berperan sebagai weak hedge asset dan pemegang dolar pada periode yang sama,
strong safe heven asset dalam pasar saham lemah bagi investor yang memegang saham
luar negeri. Emas Indonesia berperan baik di pasar domestik maupun luar negeri
sebagai strong hedge asset dalam pasar pada satu periode berikutnya, dan lemah
dolar AS. Hal ini berbeda dengan Baur dan bagi investor pemegang saham di pasar
Lucey (2009) yang menyatakan bahwa domestik pada dua periode berikutnya.
emas berperan sebagai hedge dan safe Dari Lampiran 8, terlihat bahwa pada
haven asset dalam pasar saham pada kondisi pasar bearish Maret-Desember
periode bearish. Perbedaan hasil penelitian 2015 emas Indonesia lebih berperan sebagai
ini yaitu emas Indonesia tidak berperan aset yang bersifat hedging dan safe haven
sebagai safe haven asset dalam pasar saham dibandingkan pada kondisi pasar bullish
domestik disebabkan oleh penurunan harga Maret 2009 – Februari 2015. Hal ini sesuai
emas yang terjadi pada Agustus dan dengan hasil penelitian Baur dan Lucey
November 2015 sementara dolar juga (2009) yang menyatakan bahwa emas lebih
mengalami depresiasi pada masa tersebut. bersifat hedging dan safe haven pada
Selain itu, emas Indonesia berperan kondisi pasar bearish karena investor lebih
sebagai strong hedge asset dan weak safe membutuhkan aset yang dapat melindungi
haven asset dalam pasar saham domestik, kekayaannya atau setidaknya dapat
weak hedge asset dan weak hedge asset meminimalkan kerugiannya pada saat tren
dalam pasar saham luar negeri tetapi tidak harga saham turun yang mana salah satu
berperan sebagai hedge dan safe haven dari aset tersebut adalah emas.
asset dalam pasar dolar AS pada satu Sementara itu, emas Indonesia lebih
periode berikutnya. Emas Indonesia berperan sebagai aset yang bersifat hedging
berperan sebagai weak hedge asset dan dan safe haven pada kondisi pasar bullish
weak safe haven asset dalam pasar saham Maret 2009 – Februari 2015 dibandingkan
domestik tetapi tidak berperan sebagai pada kondisi pasar bearish Januari 2008 –
hedge dan safe haven dalam pasar saham Februari 2009. Hal ini disebabkan pada
luar negeri pada dua periode berikutnya. kondisi pasar bearish Januari 2008 –
Emas Indonesia juga berperan sebagai weak Februari 2009 uang tunai dalam rupiah dan
hedge asset tetapi tidak berperan sebagai deposito yang dianggap sebagai investasi
safe haven asset dalam pasar dolar AS pada paling aman pada masa tersebut (Gustia,
dua periode berikutnya. 2008).
Uraian di atas menunjukkan bahwa Klasifikasi emas Indonesia sebagai
dalam keadaan normal, emas Indonesia strong atau weak hedge dan safe haven
berperan sebagai pelindung nilai yang asset pada kondisi secara umum serta
Klasifikasi Emas Indonesia… / Syafitri M dan Yuniasih AF | 29
kondisi pasar bullish dan bearish periode berinvestasi terutama ketika terjadi
2008-2015 secara ringkas terlampir pada ketidakpastian pasar atau tekanan ekonomi.
Lampiran 9. Bagi investor yang memegang dolar AS,
sebaiknya memiliki emas Indonesia ketika
KESIMPULAN DAN SARAN
harga saham domestik mengalami kenaikan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, (periode bullish) karena emas Indonesia
dapat ditarik kesimpulan bahwa secara merupakan pelindung nilai yang kuat pada
umum emas Indonesia berperan sebagai kondisi normal dan merupakan aset yang
weak hedge asset dalam pasar saham sangat aman dan dapat mengurangi
internasional, strong hedge asset dalam kerugian investor atau setidaknya dapat
pasar dolar AS, strong safe haven asset meminimalkan risiko dari berinvestasi
baik dalam pasar saham domestik maupun terutama ketika terjadi ketidakpastian pasar
internasional dan weak safe haven dalam atau tekanan ekonomi. Selain itu,
pasar dolar AS. Pada periode pasar bearish pemerintah melalui PT Antam, Tbk. dapat
Januari 2008 – Februari 2009, emas meningkatkan sosialisasi kepada investor
Indonesia berperan sebagai weak hedge secara lebih luas ke seluruh provinsi di
asset dalam pasar saham luar negeri dan Indonesia mengenai keunggulan investasi
pasar dolar AS, serta weak safe haven asset emas sehingga investor dapat lebih
hanya dalam pasar saham domestik. Pada mengerti dan yakin tentang manfaat dari
periode pasar bullish Maret 2009 – Februari diversifikasi investasi dengan menggunakan
2015, emas Indonesia berperan sebagai emas. Dengan hal ini, investor dari wilayah
weak hedge asset dalam pasar saham luar mana pun dapat mengurangi kecemasannya
negeri dan strong hedge dalam pasar dolar terhadap fluktuasi pasar di Indonesia dan
AS serta strong safe haven asset dalam permintaan emas akan tetap meningkat
pasar saham domestik dan weak safe haven serta iklim investasi Indonesia menjadi
dalam pasar dolar AS. Pada periode pasar tetap kondusif.
bearish Maret – Desember 2015, emas Saran bagi penelitian selanjutnya
Indonesia berperan sebagai weak hedge adalah dapat dilakukan analisis lebih lanjut
asset dalam pasar saham domestik, luar terhadap aset lainnya untuk mengetahui aset
negeri, dan dolar AS, serta strong safe yang bersifat strong hedge dan atau strong
haven asset dalam pasar saham luar negeri safe haven ketika emas Indonesia bersifat
dan lemah dalam pasar dolar AS. weak hedge dan atau weak safe haven.
Berdasarkan kesimpulan, ada Penelitian yang dengan analisis hedging
beberapa saran yang diberikan. Sebaiknya, dan safe haven terhadap bentuk investasi
investor yang memegang saham di pasar emas lainnya seperti dinar juga dapat
domestik memiliki emas Indonesia ketika dilakukan. Selain itu, dapat memperlebar
harga saham mengalami kenaikan (periode periode penelitian sehingga periode bearish
bullish). Hal ini karena pada periode menjadi lebih panjang untuk dianalisis dan
bullish, emas merupakan aset yang sangat dapat dianalisis peran emas sebagai strong
aman dan dapat mengurangi kerugian atau weak hedge dan safe haven asset pada
investor atau setidaknya dapat masa prakrisis, masa krisis, dan masa
meminimalkan risiko dari berinvestasi pascakrisis.
terutama ketika terjadi ketidakpastian pasar
atau tekanan ekonomi. Bagi investor yang
memegang saham di pasar luar negeri, REFERENSI
sebaiknya memiliki emas ketika harga Amadeo, Kimberly. 2016. Stock Market
saham domestik mengalami penurunan Crash of 2008. USeconomy. Diakses
(periode bearish). Hal ini disebabkan pada pada 18 Juli 2016 melalui
periode bearish, emas Indonesia merupakan http://useconomy.about.com/od/
aset yang sangat aman dan dapat Financial-Crisis/a/Stock-Market-
mengurangi kerugian investor atau Crash-2008.htm
setidaknya dapat meminimalkan risiko dari
30 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
Andersen, Torben G. dkk. (2009). http://finance.detik.com/read/2008/12
Handbook of Financial Time Series. / 30/171707/ 1061020/6/ihsg-2008-
New York: Springer-Verlag Berlin antiklimaks
Heidelberg. Investopedia. Bear Market. Diakses pada
Anggraini, Yenny. (30 November 2013). 29 April 2016 melalui
Faktor Penyebab Melemahnya http://www.investopedia.
Rupiah. Kompasiana. Diakses pada com/terms/b/bearmarket.asp
18 Juli 2016 dalam http : // www. ------------------. Bull Market. Diakses pada
kompasiana. Com / 29 April 2016 melalui
writerpreuneur.blogspot.com/faktor- http://www.investopedia.
penyebab-melemahnya-rupiah_ com/terms/b/bullmarket.asp
55206caea33311764646cf86 Jorion, Phillippe. (2007). Value at Risk, The
Bank Indonesia. (Berbagai Edisi). Neraca New Benchmark for Managing
Pembayaran Indonesia. Jakarta: Bank Financial Risk, Third Edision. New
Indonesia. York: McGraw-Hill.
Baur, Dirk G. dan Brian M. Lucey. (2009). O’Byrne, Mark dan Michael O’Brien.
Is Gold a Hedge or a Safe Haven? An (2013). The Essential Family Office
Analysis of Stocks, Bonds and Gold. to Investing in Gold. Dublin: Gold
Financial Review, February 1, 2009. Core.
Diakses pada 10 Maret 2016 melalui Pring, Martin J.. (2014). Technical Analysis
http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cf Explained: The Successfull Investor’s
m? Guide to Spotting Investment Trends
abstract_id=952289&download=yes and Turning Point, Fifth Edition.
Baur, Dirk G. dan Thomas K. McDermott. New York: McGraw-Hill Education.
(2009). Is Gold a Safe Haven? Sadewa, Purbaya Yudhi. (22 Juli 2013).
International Evidence. Journal of Solusi untuk Menjaga Rupiah. Bisnis.
Banking & Finance, 34(8), 1886- Diakses pada 19 Juli 2016 melalui
1898. http://koran.bisnis.com/read/
Brealey, Richard A. et al.. (2001). 20130722/251/152239/analisis-
Fundamentals of Corporate Finance, purbaya-yudhi-sadewa-bunga-tinggi-
Third Edition, Alternate Edition. New bukan-solusi-untuk-menjaga-rupiah
York: McGraw-Hill Education. Situmorang, Asido. (28 September 2015).
Capie, Forrest dkk.. (2005). Gold as A IHSG 28 September Dibuka
Hedge Against The Dollar. Journal of Melemah, Terpengaruh Kekuatiran
International Financial Markets, Ekonomi Global. Vibiznews. Diakses
Institutions and Money, 15, 343-352. pada 15 Juli 2016 melalui
Elisa, Dewi Martha. (2013). Analisis http://vibiznews.com/2015/09/28/ihsg
Logam Mulia sebagai Hedging dan -28-september-dibuka-melemah-
Safe Have di Pasar Saham. [Skripsi]. terpengaruh-kekuatiran-ekonomi-
Depok: Universitas Indonesia. global/
Fahmi, Irham. (2015). Pengantar Teori Tandelilin, Eduardus. (2010). Portofolio
Portofolio dan Analisis Investasi. dan Investasi: Teori dan Aplikasi,
Bandung: Alfabeta. Edisi Pertama. Yogyakarta: Kanisius.
Fithriana F.S., Gina. (2013). Analisis Emas Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian
sebagai Hedge dan Safe Haven Asset: Logam Mulia PT ANTAM (Persero)
Kasus Negara Indonesia, Malaysia, Tbk. Minted Bars. Diakses pada 28
Filipina, Singapura, dan Thailand Januari 2016 melalui
Periode 1996-2012. [Skripsi]. Depok: http://www.logammulia.com/minted-
Universitas Indonesia. bars-id
Gustia, Irna. (30 Desember 2008). IHSG Vesiania, Juli, dkk.. (2014). Karakteristik
2008 Antiklimaks. Detik. Diakses Emas sebagai Safe Haven dan Hedge
pada 15 Juli 2016 melalui
Klasifikasi Emas Indonesia… / Syafitri M dan Yuniasih AF | 31
Asset terhadap Saham dan Dolar di
Indonesia. Finesta, 2(1), 67-70.
Wibowo, Arinto Tri. (30 September 2010).
Harga Melejit, Antam Buru Tambang
Emas Baru. VIVA. Diakses pada 19
Juli 2016 melalui
http://bisnis.news.viva.co.id/news/rea
d/180396-emas-melambung-
untungkah-perusahaan-tambang
World Gold Council. (2014). Investment
Commentary: 2013 Review and 2014
Outlook. London: World Gold
Council.

32 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KOMPLIKASI
PERSALINAN WANITA USIA SUBUR DI INDONESIA
MENGGUNAKAN DATA SDKI 2012
(APLIKASI ANALISIS REGRESI LOGISTIK BINER MULTILEVEL)

Fakhri Aliyudin1 dan Budyanra2


1
Staf Badan Pusat Statistik
2
Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Statistik

Masuk tanggal : 30 November 2016, diterima untuk diterbitkan tanggal : 20 Juni 2017

Abstract

Maternal Mortality Rate (MMR) is still a crucial problem in Indonesia considering the incidence rate
is still high enough that is about 359 per 100,000 births. The biggest cause of MMR in Indonesia is
due to the high incidence of birth complications. This papers aims to determine the factors that affect
the incidence of birth complications in women of childbearing age in Indonesia by using regression of
logistic biner multilevel analysis. The data used are sourced from Indonesia Demographic and Health
Survey 2012 (SDKI-2012). Based on the results of data processing, it is known that variables of parity,
pregnancy complications, history of previous complications and ratio of health centers per 100,000
population are significantly affect the incidence of birth complications in women of childbearing age
in Indonesia.

Keywords: the incidence of birth complications , Indonesia Demographic and Health Survey 2012
(SDKI-2012) and Regression of Logistic Biner Multilevel Analysis

Faktor – faktor yang Memengaruhi Komplikasi Persalinan… / Aliyudin F dan Budyanra | 33


PENDAHULUAN sebesar 59 dan 99 per 100.000 kelahiran
hidup.
Kesehatan ibu merupakan salah satu
Sebagian besar kematian ibu
isu yang menjadi perhatian di seluruh
sebenarnya dapat dicegah, menurut World
dunia, mengingat kesehatan ibu merupakan
Health Organization (2005) pencegahan
tolak ukur dalam melihat pencapaian dalam
kematian ibu dapat dilakukan dengan
pembangunan kesehatan di suatu Negara.
perawatan kesehatan sebelum, saat dan
Semakin baik kualitas kesehatan ibu di
setelah kehamilan. Kementerian Kesehatan
suatu Negara, maka semakin baik pula
Republik Indonesia (Kemenkes RI)
kualitas pembangunan kesehatan di Negara
memberlakukan tiga jenis area intervensi
tersebut. Untuk menentukan derajat
yang dilakukan untuk menurunkan angka
kesehatan ibu atau perempuan secara umum
kematian dan kesakitan ibu dan neonatal
maka diperlukan suatu indikator yang tepat
yaitu melalui : 1) peningkatan pelayanan
dan salah satunya adalah Angka Kematian
antenatal yang mampu mendeteksi dan
Ibu (AKI). World Health Organization
menangani kasus risiko tinggi secara
(WHO) mendefinisikan kematian ibu
memadai; 2) pertolongan persalinan yang
sebagai kematian perempuan pada saat
bersih dan aman oleh tenaga kesehatan
hamil atau kematian dalam kurun waktu 42
terampil, pelayanan pasca persalinan dan
hari sejak terminasi kehamilan tanpa
kelahiran; serta 3) pelayanan emergensi
memandang lamanya kehamilan atau
obstetrik dan neonatal dasar (PONED) dan
tempat persalinan, yakni kematian yang
komprehensif (PONEK) yang dapat
disebabkan karena kehamilannya atau
dijangkau. Salah satu capaiannya dapat
pengelolaannya, tetapi bukan karena sebab-
diketahui melalui indikator penanganan
sebab lain seperti kecelakaan atau penyebab
komplikasi maternal. Indikator ini
insidental (World Health Organization,
mengukur kemampuan negara dalam
1996).
menyelenggarakan pelayanan kesehatan
Berdasarkan hasil publikasi profil
secara profesional kepada ibu (hamil,
kesehatan Indonesia tahun 2012 oleh
bersalin, nifas) dengan komplikasi.
Kementrian Kesehatan (Kementerian
Resiko kematian ibu maternal dapat
Kesehatan RI, 2013), AKI di Indonesia
terjadi sejak awal kehamilan hingga pasca
memang cenderung menurun dari tahun
persalinan/nifas dengan risiko paling tinggi
2002 sebesar 307 kematian per 100.000
terjadi pada periode persalinan
kelahiran hidup menjadi 228 kematian ibu
pada tahun 2007. Namun AKI tersebut (Departemen Kesehatan, 2001). Kematian
ibu yang tinggi mengindikasikan kejadian
justru naik di tahun 2012 menjadi 359
komplikasi kelahiran yang tinggi pula.
kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup
Berdasarkan Laporan Rutin Program
(Kementerian Kesehatan RI, 2013). Selain
Kesehatan Ibu Dinas Kesehatan Provinsi
itu jika dibandingkan dengan negara-negara
Tahun 2012, penyebab kematian ibu di
lainnya sekawasan, khususnya the
Indonesia masih didominasi oleh
Association of Southeast Asian Nations
komplikasi persalinan berupa pendarahan
(ASEAN), AKI Indonesia pada tahun 2010
(32%) dan hipertensi dalam kehamilan
masih berada diurutan keempat terbesar
(25%), diikuti oleh infeksi (5%), partus
bersama Kamboja, Timur Leste dan Laos
lama (5%), dan abortus (1%). Selain
(World Health Organization , 2010).
penyebab obstetrik, kematian ibu juga
Negara tetangga seperti Thailand, Malaysia,
disebabkan oleh penyebab lain-lain (non
Brunei Darussalam dan Singapura memiliki
obstetrik) sebesar 32% (Kementerian
AKI yang jauh dibawah Indonesia, yaitu
Kesehatan RI, 2013).
berturut turut hanya sebesar 48, 29, 24 dan
Mengingat bahwa komplikasi pada
9 kematian ibu per 100.000 kelahiran
saat persalinan merupakan penyebab
hidup. Bahkan Indonesia masih kalah
terbesar resiko kematian ibu, maka
dengan Vietnam dan Filipina yang masing-
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
masing hanya memiliki angka kematian ibu
faktor-faktor yang memengaruhi kejadian
34 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
komplikasi persalinan pada wanita usia Menurut Gujarati (2002) analisis
subur (WUS). regresi dapat menggunakan beberapa
Komplikasi persalinan dapat model, antara lain yaitu analisis regresi
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dalam linier dan analisis regresi nonlinear. Karena
penelitian Armagustini (2010), komplikasi analisis regresi linier hanya dapat
persalinan dipengaruhi oleh beberapa faktor digunakan apabila variabel respons berjenis
individu seperti status reproduksi,akses dan kuantitatif, maka timbul permasalahan
pemanfaatan pelayanan kesehatan. dalam analisis apabila variabel respons
Keragaman wilayah, karakteristik yang dimiliki berskala kualitatif atau
demografi dan sumber daya antar wilayah kategorik. Kondisi ini dapat diatasi dengan
dapat memengaruhi keefektifan suatu penggunaan analisis regresi logistik.
program pemerintah seperti penurunan Regresi logistik merupakan model regresi
kematian ibu ataupun penyebab yang digunakan apabila variabel respons
langsungnya yaitu komplikasi persalinan bersifat dikotomi (Hosmer dan Lemeshow,
(Aeni N, 2013). 2000). Perbedaan antara analisis regresi
Adanya perbedaan kejadian linear dan analisis regresi logistik terletak
komplikasi antar provinsi perlu dikaitkan pada distribusi yang digunakan. Pada
dengan faktor kontekstual tiap-tiap provinsi analisis regresi linear, error diasumsikan
karena tiap provinsi memiliki keragaman berdistribusi normal. Sementara itu, pada
karakteristik dari berbagai aspek yang analisis regresi logistik variabel respons Y
memengaruhi kejadian komplikasi, kondisi mengikuti sebaran Bernouli (Hosmer dan
yang seperti ini yang disebut kondisi data Lemeshow, 2000).
berhierarki. Artinya, unit-unit pada data Dalam buku yang ditulis Goldstein
berstruktur hierarki yang diobservasi pada (2010) Banyak jenis data yang didapat dari
kelompok yang sama umumnya memiliki penelitian sosial atau biologi memiliki
karakteristik yang hampir sama struktur data hirarki, bersarang atau
dibandingkan dengan unit-unit lain yang berkerumun. Sebagai contoh seorang
diobservasi pada kelompok yang berbeda. individu berinteraksi dengan konteks sosial
Sehingga korelasi antar unit-unit dalam dimana mereka berada, individu tersebut
kelompok yang sama akan kuat, atau dipengaruhi oleh kelompok sosial atau
dengan kata lain dapat dikatakan bahwa konteks dimana mereka berada, dan
data berstruktur hierarki tidak sepenuhnya sebaliknya kelompok sosial tersebut juga
independen. Pada keadaan data yang dipengaruhi oleh individu-individu yang
dianalisis ternyata memiliki bentuk hierarki, membuat kelompok tersebut. Individual dan
maka penggunaan metode regresi logistik kelompok sosial dikonsepkan sebagai
biner menjadi tidak tepat untuk digunakan sistem hirarki dengan individual dan
(Hox, 2010). Goldstein (1995) kelompok didefinisikan pada level yang
memperkenalkan model regresi multilevel berbeda (Hox, 2010).
yang bertujuan untuk mengatasi masalah Model multilevel mulai
pada data yang berstruktur hierarki. diperkenalkan oleh Goldstein (1995) yang
Berdasarkan paparan masalah diatas, disebutkan dapat mengatasi semua masalah
maka makalah ini bertujuan untuk yang muncul dari data yang diperoleh dari
mengetahui faktor-faktor yang survei yang dilakukan dengan
memengaruhi komplikasi persalinan pada menggunakan penarikan contoh acak
wanita usia subur di Indonesia dilihat dari bertahap atau data dengan struktur data
kontekstual maupun individualnya hierarki. Dalam model multilevel, tingkatan
menggunakan analisis regresi logistik biner dalam struktur hierarki didefinisikan
multilevel. sebagai level.
Regresi Logistik Biner Multilevel
KAJIAN PUSTAKA Analisis regresi logistik biner
Analisis Regresi Logistik multilevel digunakan karena variabel
Faktor – faktor yang Memengaruhi Komplikasi Persalinan… / Aliyudin F dan Budyanra | 35
respons dibagi menjadi dua kategori yaitu penjelas terhadap variabel respons
mengalami komplikasi persalinan dan tidak berbeda-beda untuk tiap kelompok.
mengalami komplikasi persalinan dengan Pada makalah ini, model yang
variabel penjelasnya berstruktur hierarki. digunakan adalah model multilevel dengan
Interpretasi parameter pada analisis regresi random intercept karena mengasumsikan
logistik biner multilevel tidak berbeda pengaruh setiap variabel penjelas terhadap
dengan analisis regresi logistik biner satu variabel respons adalah sama untuk setiap
level. Namun, dalam analisis regresi kelompok.
logistik biner multilevel dilakukan estimasi
Definisi Persalinan
terhadap komponen varian. Varian
antarkelompok menunjukkan adanya efek Menurut Departemen Kesehatan
dari unit-unit pada level 2 terhadap unit (1997), persalinan adalah serangkaian
level 1. Efek ini disebut sebagai efek acak kejadian pada ibu hamil yang berakhir
(random effect). dengan pengeluaran bayi cukup bulan atau
Penelitian multilevel membagi hampir cukup bulan, disusul dengan
modelnya menjadi dua yaitu null model dan pengeluaran plasenta atau selaput janin dari
conditional model. Null model merupakan tubuh ibu. Persalinan adalah proses
kondisi dimana variabel penjelas belum pengeluaran hasil konsepsi (janin dan urine)
dimasukkan ke dalam model, baik variabel yang telah cukup bulan atau dapat hidup di
penjelas pada level 1 maupun pada level 2. luar kandungan melalui jalan lahir atau
Sementara itu, conditional model jalan lain, dengan bantuan atau tanpa
merupakan kondisi dimana variabel bantuan (kekuatan sendiri) (Manuaba,
penjelas, baik variabel penjelas pada level 1 1998).
maupun pada level 2, sudah dimasukkan ke
Komplikasi Persalinan
dalam model. Sehingga pada kondisi inilah
model dapat juga disebut dengan model Menurut Departemen Kesehatan
regresi logistik biner multilevel. (1997) komplikasi persalinan adalah
Hox (2010) menyebutkan bahwa keadaan yang mengancam jiwa ibu ataupun
model regresi multilevel dapat digolongkan janin karena gangguan sebagai akibat
menjadi dua bentuk dasar, yaitu: langsung dari kehamilan atau persalinan
1. Model multilevel dengan random misalnya perdarahan, infeksi,
intercept preeklampsi/eklampsi, partus lama/macet,
Model ini merupakan model dimana abortus, rupture uteri yang membutuhkan
intercept dimodelkan sebagai random manajemen tanpa ada perencanaan
effect dari variabel pada level 2 dengan sebelumnya (Armagustini, 2010).
asumsi bahwa setiap kelompok memiliki Komplikasi Persalinan dalam Survei
intercept yang berbeda-beda (tidak fixed Demografi dan Kesehatan Indonesia
seperti regresi biasa), namun memiliki (SDKI) 2012
kemiringan atau slope yang sama
sehingga pengaruh setiap variabel Komplikasi persalinan dalam SDKI
penjelas terhadap variabel respons sama tahun 2012 ditunjukkan dengan beberapa
untuk tiap-tiap kelompok. indikator yang ditanyakan kepada
2. Model multilevel dengan random slope responden (wanita usia subur), yaitu apakah
Model ini merupakan model dimana pada saat responden responden mengalami
koefisien variabel-variabel penjelas pada salah satu atau bersama-sama gejala:
level yang lebih rendah dimodelkan 1. Mulas yang kuat dan teratur.
sebagai random effect dari variabel pada 2. Pendarahan lebih banyak.
level 2 dengan asumsi bahwa tiap 3. Suhu badan tinggi dan atau
kelompok memiliki kemiringan atau mengeluarkan lendir yang berbau.
slope yang berbeda-beda (tidak fixed 4. Kejang dan pingsan
seperti regresi biasa) sehingga 5. Ketuban pecah dini
memungkinkan pengaruh variabel
36 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
Gambar 1. Kerangka Kerja UNICEF Tentang Penyebab Morbiditas dan Mortalitas
Maternal dan Neonatal

Dalam kerangka konsep UNICEF sebelumnya dan masalah dalam


(2009), penyebab kematian (mortalitas) dan mendapatkan pelayanan kesehatan.
kesakitan (morbiditas) pada ibu (maternal)
Pendidikan Ibu
dan bayi (neonatal) disebabkan oleh
beberapa factor yang saling berhubungan. Tingkat pendidikan formal umumnya
Faktor penyebab ini dibedakan menjadi tiga mencerminkan kemampuan seseorang
level yaitu penyebab langsung (direct) pada untuk memahami berbagai aspek
level individu, penyebab antara pengetahuan. Huda et al (2012) dalam
(intermediate) pada level rumah tangga, penelitiannya di Bangladesh menyimpulkan
komunitas atau distrik, dan penyebab dasar bahwa proporsi wanita dengan kejadian
pada level sosial. Berdasarkan kerangka komplikasi sangat berhubungan dengan
konsep UNICEF ini maka faktor-faktor tingkat pendidikan. Dalam penelitiannya
yang memengaruhi terjadinya komplikasi wanita dengan pendidikan paling tidak
persalinan adalah sebagai berikut: sepuluh tahun lebih jarang terkena
komplikasi pada persalinan dengan operasi
Faktor Individual caesar. Semakin tinggi tingkat pendidikan
Faktor individual merupakan seseorang, maka akses terhadap media
karakteristik atau perilaku individu yang massa (koran,internet,media massa) juga
berpengaruh terhadap tejadinya komplikasi semakin tinggi yang berarti peluang ibu
persalinan pada wanita usia subur (WUS). dalam mengakses informasi pencegahan
Faktor individual yang digunakan dalam komplikasi seperti pemeriksaan ke pusat
penelitian ini menggunakan variabel kesehatan masyarakat juga semakin tinggi.
pendidikan ibu, paritas, komplikasi
Paritas
kehamilan, riwayat komplikasi persalinan

Faktor – faktor yang Memengaruhi Komplikasi Persalinan… / Aliyudin F dan Budyanra | 37


Paritas adalah banyaknya kelahiran mengalami komplikasi pada kehamilan
hidup yang dipunyai oleh seorang wanita. dahulu.
Wanita dengan paritas yang tinggi
Masalah dalam Mendapatkan Layanan
cenderung mengabaikan perawatan
Kesehatan
obstetrik atau kehamilan. Paritas yang
tinggi juga dikaitkan dengan kemungkinan Seorang ibu sangat penting untuk
peningkatan presentasi janin abnormal dan mendapatkan layanan kesehatan sebelum,
perdarahan obstetrik (James, 2010). Wanita selama dan sesudah kehamilan. Kematian
yang melahirkan sama dengan atau lebih bayi yang sebagian besar disebabkan oleh
dari lima kali disebut grand multipara. komplikasi seperti hemoragi (pendarahan)
Penelitian di Kroasia menunjukkan grand sebenarnya dapat dicegah dengan diagnosis
multipara lebih cenderung terjadi pada dan manajemen yang tepat, salah satunya
wanita yang lebih tua, kurang pendidikan, seperti pemeriksaan antenatal yang cukup
kurang mendapatkan layanan antenatal. (Khan et al,2006). Pencegahan malaria,
Wanita grand multipara juga cenderung anemia dan kekurangan gizi sangat perlu
lebih mengalami komplikasi persalinan dilakukan karena hal tersebut sangat
seperti persalinan lama (prolonged labor) berhubungan dengan komplikasi maternal
dibandingkan dengan wanita dengan dan kematian ibu yang mana tingkat
kelahiran tiga sampai empat kali prevalensi (angka kejadian) kondisi tersebut
(Severinski et al, 2009). cukup tinggi (The Partnership for Maternal,
Newborn and Child Health, 2006). Dalam
Komplikasi Kehamilan penelitian lain, Armagustini (2010) juga
Komplikasi kehamilan adalah menemukan bahwa masalah dalam
kegawat daruratan obstetrik yang dapat mendapatkan layanan kesehatan dapat
menyebabkan kematian pada ibu dan bayi meingkatkan resiko untuk mengalami
(Prawirohardjo, 1999). Kehamilan resiko komplikasi pada saat persalinan
tinggi adalah suatu kehamilan yang disertai dibandingkan dengan ibu yang tidak
adanya kondisi yang meningkatkan resiko mengalami masalah dalam mendapatkan
terjadinya kelainan atau ancaman bahaya layanan kesehatan.
pada janin. Komplikasi kehamilan
Faktor Kontekstual
berhubungan erat dengan kejadian
komplikasi persalinan (Armagustini, 2010). Selain faktor individual, kejadian
Ibu hamil dengan komplikasi dianggap komplikasi persalinan juga dapat
akan menimbulkan ancaman keselamatan dipengaruhi oleh konteks masyarakat atau
baik untuk ibu maupun janinnya termasuk komunitas dimana individu tersebut
pada saat persalinan nanti (Muslihatun, menetap. Faktor kontekstual yang
2009) digunakan dalam penelitian ini meliputi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Riwayat Komplikasi Persalinan Perkapita tiap provinsi dan rasio puskesmas
Sebelumnya per 100.000 penduduk di tiap provinsi.
Ibu yang pernah mengalami Penggunaan PDRB perkapita sebagai faktor
komplikasi pada waktu kehamilan, kontekstual karena variabel ini bisa
persalinan dan nifas sebelumnya akan menggambarkan kuantitas dan kondisi
menghadapi risiko tinggi pada kehamilan perekonomian masyarakat di suatu daerah,
dan persalinan berikutnya. Dalam sedangkan rasio puskesmas per 100.000
penelitiannya di Indonesia , Djaja dan penduduk dianggap bisa mewakili kondisi
Suwandono (2000) berkesimpulan bahwa masyarakat dalam kemudahan mengakses
ibu yang mengalami komplikasi dan fasilitas kesehatan disuatu wilayah.
keguguran pada kehamilan terdahulu
Produk Domestik Regional Bruto Per
berisiko 14 kali mengalami komplikasi dan
Kapita
keguguran pada kehamilan berikutnya
dibandingkan ibu yang belum pernah
38 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
Produk Domestik Regional Bruto Penelitian mencakup 33 provinsi di
(PDRB) merupakan salah satu indikator seluruh wilayah Indonesia dan mengkaji
penting untuk mengetahui kondisi ekonomi risiko komplikasi kelahiran yang terjadi
di suatu daerah dalam suatu periode pada Wanita Usia Subur (WUS) berstatus
tertentu, baik atas dasar harga berlaku kawin dalam jangka waktu lima tahun
maupun atas dasar harga konstan. PDRB selama periode tahun 2007 hingga tahun
perkapita merupakan pembagian nilai 2012. Data penelitian diperoleh dari Survei
PDRB di suatu wilayah dengan jumlah Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun
penduduk pertengahan tahun di wilayah 2012.
tersebut. PDRB perkapita bisa Variabel respon yaitu kejadian
merefleksikan pendapatan secara rata-rata komplikasi persalinan. Kejadian komplikasi
setiap penduduk di suatu wilayah sehingga persalinan yang digunakan dalam penelitian
bisa juga dianggap sebagai indikator ini adalah WUS yang mengalami kelahiran
kuantitas ekonomi penduduk di suatu baik itu lahir mati atau lahir hidup selama
wilayah. Dalam kerangka kerja UNICEF periode 2007 – 2012 dan pernah mengalami
(2009), kualitas dan kuantitas ekonomi komplikasi persalinan berupa : (1) mulas
suatu wilayah dan alokasinya untuk yang kuat dan teratur lebih dari sehari
kesehatan maternal merupakan faktor dasar semalam, (2) perdarahan lebih banyak
yang dapat memengaruhi kematian dan dibandingkan dengan biasanya (lebih dari 3
kesakitan ibu. kain), (3) suhu badan tinggi dan atau keluar
lendir berbau dari jalan lahir, (4) kejang-
Pelayanan Puskesmas (Rasio Puskesmas
kejang dan pingsan, (5) keluar air ketuban
per 100.000 Penduduk)
lebih dari 6 jam sebelum anak lahir dan (6)
Dalam keputusan Menteri Kesehatan kesulitan atau komplikasi lainnya.
Republik Indonesia Nomor
128/Menkes/SK/II/2004 menyatakan bahwa Metode Analisis
puskesmas adalah unit pelaksana teknis Penelitian ini bertujuan untuk
dinas kesehatan kabupaten/kota yang mengetahui faktor kontekstual dan faktor
bertanggungjawab menyelenggarakan individual yang memengaruhi
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kecenderungan terjadinya komplikasi
kerja. Salah satu fungsi puskesmas adalah persalinan pada wanita usia subur di
sebagai pusat pelayanan kesehatan strata Indonesia, dimana data yang digunakan
pertama secara menyeluruh, terpadu dan merupakan data yang berstruktur hierarki.
berkesinambungan. Karena data yang digunakan berstruktur
Peningkatan pelayanan kesehatan hierarki maka digunakan analisis regresi
seperti puskesmas tentunya dapat logistik biner multilevel. Model yang
meningkatkan pelayanan antenatal dan digunakan adalah model multilevel dengan
peningkatan bidan terlatih (Koblinsky, random intercept karena mengasumsikan
2000). Pemanfaatan yang tepat terhadap pengaruh setiap variabel penjelas terhadap
pelayanan kesehatan ibu dan anak juga variabel respons adalah sama untuk setiap
dapat meningkatkan kelangsungan hidup kelompok. Pada proses pengolahan data
dan kualitas hidup bagi ibu dan anak menggunakan bantuan program Microsoft
tersebut (Chakraborty et al, 2006). Dengan excel, SPSS dan STATA.
kata lain, semakin tinggi rasio puskesmas
Tahapan dalam Regresi Logistik Biner
per 100.000 penduduk maka akan
Multilevel
menurunkan jumlah penderita komplikasi
persalinan. 1. Pengujian Signifikansi Random Effect
(Likelihood Ratio Test)
Prosedur maximum likelihood
METODOLOGI estimator mampu menghasilkan suatu
Ruang Lingkup Penelitian statistik yang disebut deviance yang mampu
mengindikasikan seberapa cocok model
Faktor – faktor yang Memengaruhi Komplikasi Persalinan… / Aliyudin F dan Budyanra | 39
dengan data (Hox, 2010). Model dengan menggunakan inverse dari link function
deviance yang lebih rendah akan lebih fit untuk memprediksi variabel respons.
dibandingkan dengan model yang deviance- Keuntungan penggunaan maximum
nya lebih tinggi. Pada model bersarang likelihood estimator adalah menghasilkan
(berhierarki), tes deviance dapat digunakan estimasi yang lebih efisien dan konsisten
untuk mengetahui apakah model yang lebih (Agresti,2002). Prosedur MLE dalam
umum lebih baik digunakan daripada model pemodelan multilevel dihasilkan dari proses
sederhana atau apakah model dengan efek iterasi yang dimulai dengan nilai parameter
random lebih baik daripada model tanpa perkiraan yang akan meningkat dalam
efek random. Pengujian deviance setiap iterasi berturut-turut sehingga nilai
membandingkan nilai -2 log likelihood parameter akan berubah selama proses
yang diperoleh dari setiap model yang iterasi.
diestimasi yaitu model tanpa efek random
3. Pengujian Signifikansi Parameter
dan model dengan efek random dimana
secara Simultan (Uji G2)
efek random yang dimaksud merupakan
efek yang disebabkan variasi G-test adalah pengujian signifikansi
antarkelompok (level 2). Perbedaan varians seluruh variabel penjelas di dalam model
atau ragam untuk dua model bersarang secara bersama-sama. G-test dikenal juga
memiliki distribusi chi-kuadrat, dengan sebagai likelihood ratio test, log-likelihood
derajat kebebasan sama dengan perbedaan ratio test, atau Uji G2 (McDonald, 2014).
jumlah parameter koefisien regresi yang Hipotesis yang diuji adalah :
diestimasi dalam dua model. H0 : 𝛾10 = 𝛾20 = ⋯ = 𝛾𝑃0 = 𝛾01
Pengujian dilakukan dengan hipotesis : = ⋯ = 𝛾0𝑄 = 0
2
H0 : 𝜎𝑢0 = 0 (efek random tidak signifikan) (tidak ada pengaruh variabel
2
H1 : 𝜎𝑢0 ≠ 0 (efek random signifikan) penjelas terhadap variabel respons)
Statistik uji : H1 : minimal ada 𝛾 ≠ 0
𝐿 (0) (minimal ada satu variabel penjelas
LR = −2ln (𝐿(𝑟) )
yang berpengaruh terhadap variabel
dengan 𝐿(0) adalah Likelihood model respons)
Statistik uji :
logistik tanpa efek random dan 𝐿(𝑟) adalah L (null model)
Likelhood model logistik dengan efek G2 = −2ln (L (conditional model))
random. dengan L(null model) adalah Likelihood
Dengan menggunakan α=5%, maka tanpa variabel penjelas dan L(conditional
2 model) adalah Likelihod dengan variabel
tolak H0 jika LR > 𝜒(𝛼,𝑣) dimana v adalah
penjelas.
selisih jumlah parameter dari kedua model. 2
G2 berdistribusi 𝜒(𝛼,𝑟) dimana derajat bebas
H0 ditolak maka dpat disimpulkan bahwa
efek random signifikan. Artinya terdapat r adalah jumlah parameter di level 1 dan
2
keragaman atau variasi variabel respons level 2. H0 ditolak apabila G2 > 𝜒(𝛼,𝑟) .
yang signifikan antarkelompok sehingga Ketika H0 ditolak, maka dapat disimpulkan
model multilevel lebih baik dalam bahwa model dengan variabel penjelas
menjelaskan data daripada model logistik (conditional model) fit pada tingkat
biasa. signifikansi 𝛼, atau dengan kata lain pada
tingkat kepercayaan (1- 𝛼) persen paling
2. Estimasi Parameter tidak terdapat satu variabel penjelas yang
Metode estimasi parameter yang memengaruhi variabel respons.
digunakan untuk generalized linear model
4. Pengujian Signifikasi Parameter
adalah maximum likelihood estimation
secara Parsial (Uji Wald)
(MLE) dimana metode ini biasanya
menghasilkan estimasi yang efisien dan Uji Wald digunakan untuk menguji
konsisten. MLE mempunyai prinsip pengaruh masing-masing parameter yang
memaksimumkan fungsi likelihood dengan terdapat dalam model dengan menggunakan
40 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
hipotesis (Hox, 2010). Hipotesis yang diuji sedangkan antarunit level 2 akan semakin
adalah : heterogen.
H0 : 𝛾 = 0 (tidak ada pengaruh Dalam model dua level, model yang
variabel penjelas ke-j terhadap digunakan untuk mengestimasi intraclass
variabel respons) correlation adalah model yang tidak
H1 : 𝛾 ≠ 0 (terdapat pengaruh mengandung variabel penjelas, yaitu model
variabel penjelas ke-j terhadap intercept only. Model menguraikan varians
variabel respons) menjadi dua komponen independen, yaitu
Statistik uji yang digunakan adalah: 𝜎̂𝑒2 yang merupakan varians pada error
̂
𝛾 level terendah eij yang bernilai fixed sebesar
W =[𝑆𝑒(𝛾̂)] 2
π2/3 ≈ 3,29 dan 𝜎̂𝑢0 yang merupakan
W berdistribusi normal, sehingga H0 ditolak varians pada error level tertinggi u0j.
jika |W| > Ztabel atau p-value < α. Apabila Dengan menggunakan model ini, intraclass
H0 ditolak, dapat disimpulkan bahwa correlation dapat didefinisikan sebagai :
variabel penjelas signifikan berpengaruh ̂2
𝜎
terhadap variabel respons. ICC = 𝜎̂2 𝑢0̂2
𝑢0+𝜎 𝑒

5. Penghitungan Odds Ratio ICC di atas 0,05 atau 5% mengindikasikan


bahwa variasi antar kelompok lebih besar
Interpretasi parameter dilakukan daripada yang diharapkan dan
dengan menggunakan nilai odds ratio. mengimplikasikan bahwa penyarangan
Odds ratio adalah perbandingan risiko pada kelompok-kelompok memiliki efek
terjadinya suatu event dari suatu pada respons yang diberikan oleh individu-
kelompok/kategori yang satu terhadap individu di dalamnya sehingga analisis
kelompok /kategori yang lain. Odds ratio multilevel diperlukan (Sorra dan Dyer,
memperkirakan bagaimana kecenderungan 2010)
terjadinya suatu kejadian sukses antara
observasi x = 1 dibandingkan dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
observasi x = 2 (Hosmer dan Lemeshow,
2000). Persamaan odds ratio adalah sebagai Hasil Pengujian Signifikansi Efek
berikut Random
̂ = 𝜋(1)/[1−𝜋(1)]
𝑂𝑅 Untuk mengetahui data yang
𝜋(0)/[1−𝜋(0)]
̂0 +𝛽
exp(𝛽 ̂𝑗 ) digunakan berstruktur hierarki dan sesuai
1
1+𝑒𝑥𝑝(𝛽̂0 +𝛽
̂𝑗 ) 1+𝑒𝑥𝑝(𝛽̂0 ) dengan analisis multilevel maka dilakukan
= 1 × 𝑒𝑥𝑝(𝛽̂0 ) uji signifikansi efek random. Berdasarkan
1+𝑒𝑥𝑝(𝛽̂0 +𝛽
̂𝑗 ) ̂0 )
1+𝑒𝑥𝑝(𝛽
̂0 +𝛽
̂𝑗 )
output STATA diperoleh p-value sebesar
exp(𝛽
= ̂0 ) = exp(𝛽̂𝑗 ) 0,0000 dengan α = 5 persen (p-value < α)
exp(𝛽
dan nilai Likelihood Ratio sebesar 544,09
̂ adalah resiko
Interpretasi dari 𝑂𝑅
kecenderungan terjadinya peristiwa y = 1 serta nilai χ(0,05,1) = 3,84. Karena nilai LR >
adalah sebesar exp(𝛽̂𝑗 ) kali resiko atau nilai χ(0,05,1) sehingga diperoleh keputusan
kecenderungan terjadinya peristiwa y = 1 tolak Ho. Dengan demikian, dapat
pada kategori x = 0 (Nachrowi dan Usman, disimpulkan bahwa pada tingkat
2002) kepercayaan 95 persen terdapat efek
random yang signifikan pada kejadian
6. Interclass Corelation (ICC) komplikasi persalinan WUS di Indonesia.
Interclass Correlation digunakan Signifikansi ini memberikan makna bahwa
untuk mengukur variasi (keragaman) model multilevel logistik biner lebih baik
variabel respons yang dapat dijelaskan oleh dibandingkan dengan regresi logistik biasa
adanya perbedaan karakteristik (satu level) dalam memodelkan data yang
antarkelompok atau melihat korelasi unit- ada.
unit di dalam kelompok yang sama 1. Hasil Pengujian Parameter Secara
(Hox,2010). Semakin besar nilai ICC, maka Simultan (Uji G2)
antarunit level 1 akan semakin homogen
Faktor – faktor yang Memengaruhi Komplikasi Persalinan… / Aliyudin F dan Budyanra | 41
Untuk melihat pengaruh secara + 0,0015PDRBj
bersama-sama seluruh variabel penjelas – 0,1024R_Puskesmasj*
terhadap variabel respons digunakan uji
statistik G2 (Likelihood Ratio Test). Ket : *) adalah signifikan pada α = 0,05.
Berdasarkan output STATA ,maka dapat
dihitung nilai G2 :
L (null model)
G2 = -2 ln (L (conditional model))
Tabel 1. Hasil pengujian parameter
G2 = -2 (-10025,316 + 9591,7118) koefisien regresi secara parsial.
= 867,2084 Standard P-
Variabel Koefisien Wald
Dari penghitungan, diperoleh nilai Error Value
Likelihood Ratio sebesar 867,2084, (1) (2) (3) (4) (5)
sedangkan nilai χ(0.05,7)
Faktor
adalah 14,067. Individual
Karena nilai LR > nilai χ(0.05,7) sehingga Pendidikan
Ibu
dapat diputuskan untuk menolak H0. Lebih dari
Dengan demikian, dapat disimpulkan SMP (ref)
Kurang dari
bahwa dengan tingkat kepercayaan 95% SMP -0.0177 0.0524 -0.34 0.735
terdapat minimal satu variabel penjelas
Paritas
yang memengaruhi kejadian komplikasi >1 dan ≤ 4
persalinan pada WUS di Indonesia. (ref)
1 atau ≥ 5 0.3733 0.0353 10.56* 0.000
2. Pengujian Parameter Koefisien Komplikasi
Regresi Secara Parsial (Uji Wald) Kehamilan
Tidak (ref)
Uji Wald digunakan untuk melihat variabel Pernah 0.9234 0.0521 17.72* 0.000
penjelas mana saja yang memengaruhi Riwayat
komplikasi
komplikasi persalinan pada WUS di persalinan
Indonesia. Keputusan tolak H0 jika nilai sebelumnya
Wald lebih dari nilai z-tabel atau p-value Belum pernah
(ref)
kurang dari 0,05 sehingga dapat Pernah 1.7448 0.0886 19.69* 0.000
disimpulkan bahwa variabel penjelas yang Masalah
diuji signifikan memengaruhi komplikasi dalam
mendapatka
persalinan pada WUS di Indonesia. Hasil n layanan
pengujian masing-masing variabel penjelas kesehatan
dalam model multilevel logistik biner Tidak ada
masalah (ref)
terdapat pada tabel 1. Ada masalah 0.0378 0.0376 1.00 0.315
Berdasarkan hasil uji Wald pada tabel Faktor
1 tersebut dapat diketahui bahwa variabel Kontekstual
PDRB 0.0015 0.0009 1.65 0.099
yang signifikan memengaruhi komplikasi Rasio
persalinan WUS di Indonesia adalah Puskesmas/1
paritas, komplikasi kehamilan, riwayat 00.000
Penduduk -0.1024 0.0224 -4.57* 0.000
komplikasi sebelumnya, dan rasio Sumber : SDKI 2012 (diolah) Ket : *) adalah signifikan
puskesmas per 100.000 penduduk per pada α = 0,05 ;
provinsi. (ref) merupakan kategori acuan
Dengan demikian, persamaan regresi
logistik biner multilevel (random intercept) 3. Interpretasi Model Multilevel Logistik
yang terbentuk adalah : Biner dengan Random Intercept
π Pada penelitian ini, model yang
ln (1-πij ) = -0,367 - 0,0177Pendidikan_Ibuij digunakan adalah model multilevel dengan
ij
+ 0,3733Kelahiranij* random intercept karena mengasumsikan
+ 0,9234Kompl_Hamilij* pengaruh setiap variabel penjelas terhadap
+ 1,7448Riwayat_Komplij* variabel respons adalah sama untuk setiap
+ 0,0378Mslh_Layananij* kelompok Untuk mengetahui seberapa
42 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
besar pengaruh (kecenderungan) masing- memiliki perbedaan dalam memengaruhi
masing variabel penjelas terhadap kejadian kejadian komplikasi persalinan.
komplikasi persalinan WUS di Indonesia Selain itu, masalah dalam layanan
maka digunakan odds ratio. Nilai odds kesehatan juga tidak berpengaruh signifikan
ratio dapat dilihat dari tabel di bawah terhadap komplikasi persalinan pada WUS.
Hal ini menunjukkan tidak adanya
perbedaan dalam kejadian komplikasi
Tabel 2. Nilai odds ratio. persalinan pada WUS yang terdapat
Variabel
Odds
P-Value masalah dalam layanan kesehatan maupun
Ratio
yang tidak terdapat masalah. Kemudahan
(1) (2) (3)
Faktor Individual dalam akses pelayanan kesehatan harus
Pendidikan Ibu
diimbangi dengan pemanfaatannya.
Lebih dari SMP (ref)
Kurang dari SMP 0.9824 0.735
Paritas
Paritas Hasil uji parsial menunjukkan bahwa
>1 dan ≤ 4 (ref) paritas berpengaruh signifikan terhadap
1 atau ≥ 5 1.4526 0.000*
Komplikasi komplikasi persalinan WUS di Indonesia
Kehamilan dengan nilai koefisien sebesar 0,3733. Hal
Tidak (ref) ini berarti bahwa Ibu yang memilki paritas
Pernah 2.5178 0.000*
Riwayat komplikasi
satu atau lebih dari lima anak memiliki
persalinan kecenderungan untuk mengalami
sebelumnya komplikasi persalinan sebesar 1,4526 kali
Belum pernah (ref)
Pernah 5.725 0.000*
dibanding ibu yang memiliki paritas dua
Masalah dalam sampai empat anak dengan asumsi semua
mendapatkan layanan variabel konstan. Hal ini sejalan dengan
kesehatan
Tidak ada masalah (ref)
penelitian James (2010) dan Severinski
Ada masalah 1.0385 0.315 (2009) yang menyebutkan bahwa kelahiran
Faktor Kontekstual pertama dan paritas lebih besar dari lima
PDRB 1.0015 0.099 lebih beresiko untuk mengalami komplikasi
Rasio
Puskesmas/100.000 persalinan.
Penduduk 0.9027 0.000*
Sumber : SDKI 2012 (diolah) Ket : *) adalah signifikan
Komplikasi Kehamilan
pada α = 0,05 ; Hasil uji parsial menunjukkan bahwa
(ref) merupakan kategori acuan
komplikasi kehamilan berpengaruh
Pengaruh Faktor Individual terhadap signifikan terhadap komplikasi persalinan
Kejadian Komplikasi Persalinan WUS di WUS di Indonesia dengan nilai koefisien
Indonesia sebesar 0,9234. Hal ini berarti bahwa Ibu
yang pernah mengalami komplikasi
Uji parameter secara parsial kehamilan memiliki kecenderungan untuk
menunjukkan bahwa faktor individual yang mengalami komplikasi persalinan sebesar
berpengaruh signifikan terhadap kejadian 2,5178 kali dibanding ibu yang tidak
komplikasi persalinan WUS di Indonesia mengalami komplikasi kehamilan dengan
adalah paritas, komplikasi kehamilan dan asumsi semua variabel lain konstan.
riwayat komplikasi sebelumnya. Sementara Dengan kata lain ibu yang mengalami
itu, pendidikan ibu dan masalah dalam komplikasi pada saat kehamilannya lebih
layanan kesehatan tidak berpengaruh beresiko untuk mengalami komplikasi pada
signifikan terhadap kejadian komplikasi saat persalinan dibanding ibu yang tidak
persalinan WUS di Indonesia. Pendidikan mengalami komplikasi pada saat
terakhir ibu tidak berpengaruh signifikan kehamilan.
terhadap kejadian komplikasi persalinan
pada WUS artinya baik WUS yang saat Riwayat Komplikasi Persalinan
melahirkan berpendidikan kurang dari SMP Sebelumnya
maupun lebih tinggi dari SMP tidak
Faktor – faktor yang Memengaruhi Komplikasi Persalinan… / Aliyudin F dan Budyanra | 43
Hasil uji parsial menunjukkan bahwa kecenderungan ibu untuk mengalami
riwayat komplikasi persalinan sebelumnya komplikasi menjadi 0,9027 kali dengan
berpengaruh signifikan terhadap komplikasi asumsi semua variabel lain konstan.
persalinan WUS di Indonesia dengan nilai Dengan kata lain, semakin banyak
koefisien sebesar 1,7448. Hal ini berarti puskesmas per 100.000 penduduk, maka
bahwa Ibu yang pernah mengalami semakin kecil kecenderungan ibu untuk
komplikasi dalam persalinan sebelumnya mengalami komplikasi persalinan.
memiliki kecenderungan untuk mengalami
komplikasi persalinan sebesar 5,725 kali
Interpretasi Intraclass Correlation (ICC)
dibanding ibu yang tidak pernah mengalami
komplikasi pada persalinan sebelumnya. Besarnya kejadian komplikasi
persalinan WUS antarprovinsi dapat dilihat
Pengaruh Faktor Kontekstual terhadap dari nilai Intraclass Correlation (ICC). Hox
Kejadian Komplikasi Persalinan WUS di (2010) menyatakan bahwa null model dapat
Indonesia digunakan untuk memberikan perkiraan
Faktor penentu kejadian komplikasi nilai Intraclass Correlation (ICC). Dari
persalinan WUS di Indonesia tidak hanya hasil pengolahan data nilai estimasi varians
dilihat dari faktor individual saja, tetapi null model diperoleh nilai ICC sebesar:
2
̂𝑢0
juga dilihat dari faktor kontekstual. Faktor ICC= 𝜎̂2
𝜎 0.1769
= 0.1769+3.29 =0.0510
kontekstual mencerminkan keragaman 𝑢0 +3.29
karakteristik antarprovinsi di Indonesia Artinya sebesar 5,10 persen keragaman
yang turut berperan dalam memengaruhi kejadian komplikasi persalinan WUS di
kejadian komplikasi persalinan WUS. Hasil Indonesia disebabkan oleh perbedaan
penelitian ini menunjukkan bahwa rasio karakteristik antarprovinsi. Menurut Sorra
puskesmas per 100.000 penduduk dan Dyer (2010) ICC di atas 5% sudah
berpengaruh signifikan pada komplikasi dapat mengimplikasikan bahwa pebedaan
persalinan WUS di Indonesia. Sementara karakteristik kelompok memiliki efek pada
itu PDRB tidak berpengaruh signifikan respons yang diberikan oleh individu-
terhadap komplikasi persalinan WUS di individu di dalamnya sehingga analisis
Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan multilevel diperlukan.
bahwa PDRB per kapita belum mampu
untuk mengurangi kejadian komplikasi KESIMPULAN DAN SARAN
persalinan. Meskipun PDRB mampu Kesimpulan
menggambarkan tingkat ekonomi di suatu
daerah namun perlu dikaji lagi seberapa Berdasarkan hasil dan penelitian, maka
besar total pengeluaran kesehatan per dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
wilayahnya. Indonesia sendiri dalam 1. Faktor individual yang memiliki
pembelanjaan untuk sektor kesehatan masih pengaruh positif dan signifikan terhadap
tergolong rendah yaitu kurang dari 3 komplikasi persalinan WUS di Indonesia
persen, padahal negara-negara lainnya yang adalah jumlah kelahiran (paritas),
memiliki pendapatan per kapita yang sama komplikasi kehamilan dan riwayat
atau lebih rendah, membelanjakan komplikasi sebelumnya. Sedangkan faktor
sedikitnya 3 hingga 4 persen dari PDB kontekstual berupa rasio puskesmas per
untuk sektor kesehatan (Bank Dunia, 2008). 100.000 penduduk memiliki pengaruh
negatif dan signifikan terhadap komplikasi
Rasio Puskesmas per 100000 Penduduk persalinan WUS di Indonesia. Sementara
Rasio puskesmas berpengaruh itu pendidikan ibu, masalah dalam
signifikan dan negatif terhadap kejadian mendapatkan layanan kesehatan dan PDRB
komplikasi persalinan WUS di Indonesia per kapita tidak memengaruhi secara
dengan nilai koefisien sebesar -0,1024. signifikan komplikasi persalinan WUS di
Artinya ketika rasio puskesmas per 100.000 Indonesia.
penduduk bertambah satu, maka 2. Sebesar 5,1 persen keragaman dari
komplikasi persalinan pada WUS di
44 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
Indonesia dipengaruhi oleh adanya Armagustini, Y. (2010). Determinan
perbedaan karakteristik antarprovinsi. Kejadian Komplikasi Persalinan di
Indonesia [Tesis]. Depok :
Saran
Universitas Indonesia.
Berdasarkan kesimpulan, maka saran yang Bank Dunia. (2008). Berinvestasi dalam
dapat disampaikan adalah sebagai berikut : Sektor Kesehatan Indonesia:
1. Masyarakat terutama wanita usia subur Tantangan dan Peluang untuk
yang mengalami komplikasi kehamilan dan Pengeluaran Publik di Masa Depan.
yang pernah mengalami komplikasi di Jakarta : Bank Dunia.
persalinan sebelumnya agar lebih Chakraborty, N., et al. (2006). Delivery
optimalkan lagi dalam perawatan sebelum complications and healthcare-seeking
dan saat kehamilan sehingga dapat behaviour: the Bangladesh
mencegah terjadinya komplikasi lagi saat Demographic Health Survey, 1999–
persalinan. 2000. Health and Social Care in the
2. Kementerian kesehatan dan instansi Community Journal. Diakses tanggal
terkait agar lebih gencar lagi melakukan 5 Mei 2016 melalui
penyuluhan dan sosialisasi pentingnya https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme
program Keluarga Berencana (KB) ke d/17444989
semua lapisan masyarakat terutama pada Departemen Kesehatan RI. (1997). Deteksi
wanita usia subur, sehingga frekuensi Dini Penatalaksanaan Kehamilan
kehamilan yang terlalu sering bisa dicegah. Risiko Tinggi. Jakarta: Pendidikan
3. Perlu perhatian lebih dari pemerintah dan Latihan Pegawai Departemen
untuk meningkatkan jumlah fasilitas Kesehatan Republik Indonesia.
kesehatan terutama jumlah puskesmas yang Departemen Kesehatan. (2001). Rencana
mampu memberikan pelayanan untuk Strategis Nasional Making Pregnancy
menanggulangi kasus kegawatdaruratan ibu Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010.
hamil. Jakarta : Depkes RI.
4. Untuk penelitian selanjutnya bisa Djaja, Sarimawar. dan Suwandono, Agus.,
mempertimbangkan menggunakan metode (2000). The Determinants of Maternal
regresi logistik multilevel biner dengan Morbidity in Indonesia. Regional
random slope jika diasumsikan pengaruh Health Forum WHO South-East Asia
variabel penjelas terhadap variabel respons Region Volume 4, WHO. Diakses
tidak sama untuk setiap kelompok. tanggal 27 Juni 2016 melalui
5. Karena keterbatasan penggunaan data http://apps.who.int/iris/handle/10665/
dimana dalam penelitian ini hanya dapat 205788
membagi wilayah ke tingkat provinsi, Djalal, Nachrowi dan Usman, Hardius.
sehingga untuk penelitian lebih lanjut (2002). Penggunaan Teknik
diharapkan dapat membagi wilayah sampai Ekonometri. Jakarta: PT Raja
ke tingkat kabupaten atau kota yang ada di Grafindo Persada.
Indonesia. Goldstein, Harvey. (1995). Multilevel
Statistical Models. London: Edward
DAFTAR PUSTAKA Arnold.
Goldstein, Harvey. (2010). Multilevel
Aeni, N. (2013). Faktor Risiko Kematian Statistical Models 4th Edition.
Ibu. Jurnal Kesmas Vol. 7 No. 10 Mei London: John Wiley & Sons.
2013. Diakses tanggal 19 Agustus Gujarati, Damodar. (2002). Basic
2016 melalui Econometrics 4th Edition. New York:
http://jurnalkesmas.ui.ac.id/kesmasph McGraw-Hill.
j Hosmer, D.W dan Lemeshow, S. (2000).
Agresti, Alan. (2002). Categorical Data Applied Logistic Regression Second
Analysis (2nd Edition). New Jersey : Edition. New York: John Wiley &
John Wiley and Sons. Sons.
Faktor – faktor yang Memengaruhi Komplikasi Persalinan… / Aliyudin F dan Budyanra | 45
Hox, Joop. (2010). Multilevel Analysis: Prawirohardjo, Sarwono. (1999). Ilmu
Techniques and Applications. New Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina
Jersey: Lawrence Erlbaum Pustaka.
Associates, Inc. Severinski, N.S., et al. (2009). Maternal and
Huda, F. A., et al. (2012). Profile of Fetal Outcomes in Grand Multiparous
Maternal and Foetal Complications Women. International journal of
during Labour and Delivery among gynaecology and obstetrics: the
Women Giving Birth in Hospitals in official organ of the International
Matlab and Chandpur, Bangladesh. Federation of Gynaecology and
Journal of Health, Population and Obstetrics, pp. 63-64. Diakses pada
Nutrition, 30(2), 131-42. Diakses tanggal 26 Juni 2016 melalui
pada tanggal 28 Maret 2016 melalui http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
http://search.proquest.com/docview/1 /19539289
026589611?accountid=25704 Sorra, J.S. & Dyer, N. (2010). Multilevel
James et al. (2010). High Risk Pregnancy: psychometric properties of the AHRQ
Management Options - Expert hospital survey on patient safety
Consult. (p. 14). St. Louis: Elsevier culture. BMC Health Services
Health Sciences. Research 2010, 10:19.
Kementerian Kesehatan RI. (2010). The Partnership for Maternal, Newborn and
Pedoman Pelayanan Antenatal Child Health. (2006). Opportunities
Terpadu. Jakarta : Kementerian for Africa's newborns. WHO: 2006
Kesehatan RI. UNICEF. (2009). Conceptual Framework
Kementerian Kesehatan RI. (2013). Profil on Maternal Morbidity and Mortality.
Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Diakses pada tanggal 19 Agustus
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2016 melalui www.unicef.org
Khan, K.S., et al. (2006). WHO analysis of World Health Organization (WHO). (1996).
causes of maternal death: a systematic Safe Motherhood,Modul Dasar:Bidan
review. Lancet 2006; 367:1066-1074. di Masyarakat-Materi Pendidikan
Diakses tanggal 29 Maret 2016 Kebidanan. Jakarta: EGC
melalui World Health Organization (WHO). (2005).
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed Make Every Mother and Child Count.
/16581405 The World Health Report. Geneva:
Koblinsky, Marge., et al. Issues in World Health Organization.
Programming for Safe Motherhood. World Health Organization (WHO). (2010).
USAID: Washington DC. Trends in Maternal Mortality 1990 to
Manuaba, I, B, G. (1998). Ilmu Kebidanan 2010. Geneva: World Health
Kandungan dan KB. Jakarta: EGC. Organization.
Muslihatun. (2009). Dokumentasi
Kebidanan. Yogyakarta: Nuha
Medika.

46 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


METODE PENANGANAN MULTIKOLINIERITAS PADA RLB:
PERBANDINGAN PARTIAL LEAST SQUARE DENGAN RIDGE
REGRESSION

Yulia Atma Putri1, Margaretha Ari Anggorowati2

Sekolah Tinggi Ilmu Statistik


e-mail :1yulia.atma@bps.go.id, 2m.ari@stis.ac.id

Masuk tanggal : 10 April 2017, diterima untuk diterbitkan tanggal : 20 Juli 2017

Abstrak

Multikolinieritas antar variabel prediktor merupakan pelanggaran asumsi pada Regresi Linier
Berganda (RLB) ketika estimasi dilakukan dengan menggunakan estimator Ordinary Least Square
(OLS). Ridge Regression (RR) dan Partial Least Square Regression (PLSR) adalah metode yang
umum digunakan untuk menangani masalah tersebut. RR memodifikasi metode OLS dengan
menambahkan suatu konstanta bias yang bersifat subjektif, sedangkan PLSR mengeneralisasi dan
mengkombinasikan metode Analisis Komponen Utama dengan metode RLB. Efisiensi kedua metode
akan dibandingkan berdasarkan nilai RMSE. Data yang akan digunakan adalah data generate
berdasarkan tingkat multikolinieritas, jumlah variabel, dan jumlah observasi. Perbandingan
memberikan hasil bahwa secara keseluruhan kedua metode memiliki tingkat efisiensi yang sama.

Kata kunci: RLB, OLS, Multikolinieritas, RR, PLSR.

Abstract

Mullticolinearity between variable predictor in multiple regression is assuming violation for ordinary
least square estimator (OLS). Ridge Regression (RR) and Partial Least Square Regression (PLSR
were used to handle the multicollinearity problem. RR modify OLS by adding subjective bias constant,
while PLSR, generalize and combine Principal Component Analysis and multiple regression. The
efficiency of these two methods will be compared based on the value of RMSE. This study simulated
generating data in different level of multicollinearity, the number of variable, and number of
observation were controlled. This study results that, overall, both method equally efficient.

Keywords: RLB, OLS, Mullticolinearity, RR, PLSR.

Metode Penanganan Multikolinieritas pada RLB… / Putri YA dan Anggorowati MA | 47


koefisien regresi sebagai perubahan
PENDAHULUAN
variabel respon ketika salah satu variabel
Menurut Netter (1998), analisis prediktor berubah satu satuan dan variabel
regresi adalah alat analisis statistik yang prediktor yang lain dianggap konstan, tidak
memanfaatkan hubungan antara dua atau lagi dapat diterapkan.
lebih variabel kuantitatif sehingga suatu Menurut B.M Golam Kibria (2003),
variabel dapat diprediksi berdasarkan ada beberapa metode yang dapat digunakan
variabel lainnya. Pada analisis Regresi untuk mengatasi masalah multikolinieritas.
Linier Berganda (RLB), satu variabel Ridge regression (RR) adalah metode yang
respon dijelaskan oleh beberapa variabel paling populer dan banyak digunakan
prediktor dengan menggunakan model dilapangan. RR menangani masalah
berbentuk linier. Sebagai alat analisis multikolinieritas dengan cara memodifikasi
statistik, regresi banyak digunakan untuk, metode OLS, yakni menambahkan
mendeskripsikan hubungan antar variabel, persamaan estimator OLS dengan suatu
mengontrol hasil observasi sesuai dengan konstanta bias sehingga dihasilkan
nilai estimasinya, dan memprediksi suatu koefisien yang stabil dengan variance yang
variabel berdasarkan variabel lain. minimum. Paul H. Garthwate (1994)
Berdasarkan teori Gauss Markov, memperkenalkan Partial Least Square
Ordinary Least Square (OLS) merupakan Regression (PLSR) sebagai metode yang
estimator yang baik untuk mengestimasi juga dapat mengatasi masalah
parameter regresi. Hal ini dikarenakan multikolinieritas. Dari penelitian yang
estimator tersebut memiliki sifat Best Linier dilakukannya disimpulkan bahwa PLSR
Unbias Estimator (BLUE) yaitu estimator memiliki akurasi yang lebih baik dari
yang tidak bias dan memiliki variance metode lain. Selain itu, metode ini juga
minimum sehingga presisi estimator ini dapat digunakan pada kondisi data dengan
lebih baik dari estimator lainnya. jumlah observari terbatas. PLSR merupakan
Bowerman and O’Connell (1990), kombinasi metode Analisis Komponen
menyatakan bahwa multikolinieritas adalah Utama (AKU) dengan metode RLB.
masalah pada analisis regresi yang terjadi Penelitian ini bertujuan
ketika variabel prediktor saling membandingkan efisiensi metode PLSR
berhubungan dan saling mempengaruhi satu dengan metode RR dalam mengatasi
sama lain. Permasalahan ini sering terjadi multikolinieritas berdasarkan nilai RMSE
terutama pada data yang berkaitan dengan yang dihasilkan. Untuk membantu proses
variabel bisnis, ekonomi dan sosial. simulasi akan dibuat suatu aplikasi dengan
Beberapa masalah yang muncul menggunakan software R.
karena adanya multikolinieritas yaitu: (1)
Multikolinieritas sempurna menyebabkan METODOLOGI
koefisien regresi tidak unik sedangkan
multikolinieritas yang mendekati sempurna TINJAUAN REFERENSI
menyebabkan metode OLS tidak minimum Ridge Regression
variance walaupun tetap unbias, hal ini RR memodifikasi metode OLS
akan menyebabkan selang kepercayaan dengan menambahkan matriks (X’X)
pendugaan parameter melebar. (2) dengan suatu konstanta bias sehingga
Koefisien regresi tidak lagi signifikan jika dihasilkan koefisien regresi ridge yang bias
diuji secara individu meskipun terdapat dengan variance yang minimum. Meskipun
hubungan antara variabel respon dengan koesifien regresi ridge bias, tetapi koefisien
seluruh variabel prediktor. Dengan kata ini lebih stabil dan memiliki presisi lebih
lain, terjadi kontradiksi antara hasil tinggi daripada koefisien regresi unbias
pengujian hipotesis parameter regresi
pada metode least square. Estimator ridge
secara individu menggunakan uji t dengan adalah sebagai berikut
hasil pengujian secara serentak
menggunakan uji F. (3) Interpretasi
48 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
-1 -1 -1
bR = (X' X+cI) X' y (1) VIFc = (X' X+cI) X' X (X' X+cI) (2)

bR = vektor koefisien regresi ridge Nilai c yang terpilih sebagai


c = konstanta ridge konstanta ridge adalah nilai c terkecil
I = matrik identitas (p-1) x (p-1) ketika bR pertama kali dianggap menjadi
Metode yang digunakan untuk stabil pada ridge trace dan nilai VIF pada c
menentukan konstanta ridge menurut John yang bersesuaian mendekati satu.
Netter dalam bukunya Applied Linear Kemudian, koefisien regresi ridge adalah
Regression Models didasarkan pada ridge koefisien regresi pada saat c terpilih sebagai
trace dan VIF. Ridge trace adalah plot konstanta ridge. Namun, dengan cara ini
secara simultan (p-1) koefisien regresi ridge koefisien regresi ridge yang terpilih masih
(bR ) untuk setiap nilai konstanta (c) yang bersifat subjektif. Kemungkinan akan
berbeda dengan nilai c yang terletak antara terdapat perbedaan penentuan nilai c untuk
nol dan satu. VIF adalah nilai variance setiap peneliti yang berbeda, sehingga akan
inflation factor untuk setiap nilai c. Adapun berdampak pula pada perbedaan nilai
rumus VIF yang digunakan pada metode ini koefisien regresi yang dihasilkan.
adalah:
Adapun pseudocode dari metode RR
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4. Pseudocode metode RR

Metode Penanganan Multikolinieritas pada RLB… / Putri YA dan Anggorowati MA | 49


Partial Least Square Langkah 2: t ∝ Xw (estimasi score X /
PLSR adalah teknik yang komponen)
mengeneralisasi dan mengkombinasikan Langkah 3: c ∝ Y't (estimasi loading Y)
AKU dengan RLB dengan tujuan untuk Langkah 4: u = Yc (estimasi score Y)
memprediksi atau menganalisis variabel 3. Hitung b = t' u untuk memprediksi Y
respon berdasarkan sekumpulan variabel dari t , dan juga hitung nilai p = X't
prediktor (Herve Abdi, 2007). Pada metode sebagai vector loading dari X.
analisis komponen utama, dibentuk 4. Selanjutnya kurangkan efek dari
beberapa komponen yang merupakan komponen t pada X dan Y
kombinasi linier dari variabel prediktor X = X-tp'
kemudian dipilih beberapa komponen awal Y = Y-tbc'
yang mampu secara maksimal menjelaskan 5. Nilai dari vector t,u,w,c,dan p disimpan
variabilitas dari variabel prediktor. pada matrix T,U,W,C, dan P dan nilai b
Kelemahan dari metode ini adalah disimpan sebagai elemen diagonal
komponen yang terpilih merupakan matriks B.
komponen yang menjelaskan variabel 6. Ulangi langkah pada point 2 – 5 hingga
prediktor saja tetapi tidak ada jaminan matrix X dan Y mendekati 0.
komponen tersebut juga relevan dengan 7. Untuk menentukan banyak komponen
variabel respon. PLS membentuk yang cukup untuk menjelaskan variasi
komponen dari variabel prediktor (X) yang 𝑝′𝑝
dari X dan Y, digunakan indikator 𝑃′𝑃.
juga relevan dengan variabel respon (Y). 𝑝′𝑝
Komponen yang terbentuk tersebut Jika 𝑃′𝑃 ≥ 80%, banyaknya komponen
menampilkan secara simultan dekomposisi sudah cukup untuk menjelaskan variasi
dari variabel X dan Y, dan semaksimal dari variabel X dan Y.
mungkin mampu menjelaskan covariance Abdi, Valentin, dan Edelmen (1999)
dari variabel X dan Y. Tahap ini disebut menerangkan bahwa algoritma iteratif
tahap generalisasi komponen utama. diatas sama dengan metode mencari
Kemudian, RLB diterapkan untuk eigenvectors. PLSR terkait erat dengan
membentuk model regresi yang dapat eigen dan singular value decompositions,
digunakan untuk memprediksi Y. sehingga setelah didekomposisi didapatkan
Secara garis besar, PLSR mencari bahwa 𝑡 adalah eigenvector pertama dari
sekumpulan w (bobot variabel X) dan XX'YY'.
c (bobot variabel Y) untuk membuat Tahap selanjutnya untuk
kombinasi linier dari X dan Y sehingga mendapatkan koefisien regresi PLS adalah
menghasilkan covariance X Y yang menghitung koefisien regresi PLS sesuai
maksimal. Secara spesifik, tujuannya banyak komponen yang digunakan.
adalah untuk memperoleh komponen
pertama t = Xw dan u = Yc dimana 𝑏𝑝𝑙𝑠 = (𝑃′+ )𝐵𝐶 ′ (3)
w'w = I, '
c c = I dan t' u menjadi
maksimal. Kemudian komponen tersebut (𝑃′+ )= Moore-Penrose pseudo-invers of 𝑃′
dikurangi dari variabel X dan Y. dan model regresi yang dihasilkan adalah
Algoritma yang digunakan untuk
menghasilkan koefisien regresi PLSR 𝑦̂𝑝𝑙𝑠 = 𝑋 𝑏𝑝𝑙𝑠 (4)
adalah sebagai berikut:
1. Data variabel X dan Y distandarisasi. Berdasarkan penjelasan diatas,
2. Herve Abdi (2007) memberikan adapun langkah-langkah algoritma PLSR
beberapa langkah algoritma PLSR, untuk mendapatkan koefisien regresi
yakni sbb: digambarkan oleh pseudocode berikut ini:
(∝ berarti normalisasi)
Langkah 1: w ∝ X'u (estimasi weight
X)

50 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


Gambar 5. Pseudocode metode PLSR
dengan tingkat multikolinieritas sedang
Ukuran Perbandingan Metode
(koefisien korelasi 0,15), skenario II:
Root Mean square error (RMSE) dengan tingkat multikolinieritas tinggi
merupakan akar dari rata-rata jumlah (koefisien korelasi =0,5) , skenario III:
kuadrat penyimpangan antara nilai dengan tingkat multikolinieritas sangat
observasi dengan nilai estimasinya. Nilai tinggi (0,8), dan skenario IV: tingkat
ini menggambarkan seberapa dekat nilai multikolinieritas mendekati sempurna
observasi dengan nilai estimasinya. Adapun (koefisien korelasi 0,95). Kemudian dari
rumusnya adalah sebagai berikut: tiap skenario tersebut di-generate data
∑(𝑌𝑖 −𝑌̂𝑖 )2 dengan jumlah variabel 2, 3, 5 dan jumlah
𝑅𝑀𝑆𝐸 = √ (5) observasi 10, 50, 100, 500.
𝑛
Jika nilai RMSE yang dihasilkan semakin
kecil, maka nilai prediksi yang dihasilkan
metode tersebut semakin mirip dengan nilai HASIL DAN PEMBAHASAN
observasinya. Membandingkan efisiensi metode
PLSR dengan metode RR dilihat
METODE ANALISIS berdasarkan nilai RMSE. Metode yang
Sumber Data lebih efisien adalah metode yang memiliki
nilai RMSE lebih kecil dari metode lain.
Data yang digunakan dalam
Perbandingan tingkat efisiensi metode
penelitian ini adalah data hasil generate
penanganan multikolinieritas ini dilakukan
software R yang diatur skenarionya
dengan simulasi data yang terdiri dari
berdasarkan tingkat multikolinieritas
empat skenario berbeda yaitu skenario
(multikolinieritas sedang, tinggi, sangat
tingkat multikolinieritas sedang, tinggi,
tinggi, dan multikolinieritas mendekati
sangat tinggi, dan multikolinieritas
sempurna), jumlah variabel (2, 3, 5), dan
mendekati sempurna. Untuk tiap
jumlah observasi (10, 50, 100, 500).
skenarionya, data yang di-generate adalah
Terdapat empat skenario data. Skenario I:
Metode Penanganan Multikolinieritas pada RLB… / Putri YA dan Anggorowati MA | 51
data dengan kombinasi jumlah variabel 2, Pada skenario dengan tingkat
3, 5 dan jumlah observasi 10, 50, 100, 500. multikolinieritas sedang, nilai RMSE yang
Rincian hasil simulasi dari tiap skenario dihasilkan dari masing-masing metode
terdapat pada penjelasan berikut ini. berdasarkan jumlah variabel dan jumlah
observasi adalah sebagai berikut:
Skenario I : Tingkat Multikolinieritas
Sedang

Tabel 1. Nilai RMSE kedua metode pada tingkat multikolinieritas sedang


Multiko sedang
p PLSR RR
n=10 n=50 n=100 n=500 n=10 n=50 n=100 n=500
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
2 0.209 0.068 0.045 0.024 0.209 0.068 0.045 0.024
3 0.156 0.054 0.039 0.019 0.156 0.054 0.039 0.019
5 0.039 0.031 0.024 0.012 0.042 0.031 0.024 0.012

Tabel 2. Kesimpulan metode yang lebih efisien berdasarkan nilai RMSE pada tingkat
multikolinieritas sedang

n=10 n=50 n=100 n=500


(1) (2) (3) (4) (5)
p=2 PLSR=RR PLSR=RR PLSR=RR PLSR=RR
p=3 PLSR=RR PLSR=RR PLSR=RR PLSR=RR
p=5 PLSR PLSR=RR PLSR=RR PLSR=RR

Berdasarkan nilai RMSE pada Tabel Jika efisiensi metode RR dan PLSR
1 dan kesimpulannya pada Tabel 2, untuk dibandingkan dengan metode OLS sebagai
semua kondisi dengan tingkat estimator pembentuk koefisien regresi saat
multikolinieritas sedang, baik yang terjadi multikolinieritas sedang, nilai RMSE
berdasarkan jumlah variabel maupun metode OLS pada Tabel 3 menunjukan
berdasarkan jumlah observasi, metode nilai yang lebih besar daripada metode RR
PLSR memiliki tingkat efisiensi yang sama dan PLSR pada Tabel 1, hal ini
kuat dengan metode RR. PLSR terlihat membuktikan untuk data dengan tingkat
lebih efisien ketika data yang disimulasikan multikoinieritas sedang, masalah
terdiri dari 5 variabel prediktor dan 10 multikolinieritas tetap harus ditangani
observasi. dengan menggunakan metode PLSR atau
RR.

Tabel 3. Nilai RMSE metode OLS pada tingkat


multikolinieritas sedang
RMSE
n=10 n=50 n=100 n=500
p=2 0.742 1.115 0.973 1.014

52 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


p=3 0.808 0.913 1.104 1.006
p=5 0.389 0.835 0.973 0.935
Skenario II : Tingkat Multikolinieritas dihasilkan dari masing-masing metode
Tinggi berdasarkan jumlah variabel dan jumlah
Pada skenario dengan tingkat observasi adalah sebagai berikut:
multikolinieritas tinggi, nilai RMSE yang
Tabel 4. Nilai RMSE kedua metode pada tingkat multikolinieritas tinggi

Multiko tinggi
PLSR RR
n=10 n=50 n=100 n=500 n=10 n=50 n=100 n=500
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
2 0.169 0.061 0.039 0.020 0.167 0.062 0.038 0.020
3 0.148 0.033 0.024 0.013 0.138 0.034 0.025 0.013
5 0.062 0.022 0.012 0.006 0.058 0.022 0.012 0.007

Tabel 5. Kesimpulan metode yang lebih efisien berdasarkan nilai RMSE pada tingkat
multikolinieritas tinggi
n=10 n=50 n=100 n=500
(1) (2) (3) (4) (5)
p=2 RR PLSR RR PLSR=RR
p=3 RR PLSR PLSR PLSR=RR
p=5 RR PLSR=RR PLSR=RR PLSR

Bersadarkan nilai RMSE pada Tabel efisiennya. Berlanjut untuk simulasi data
4 dan kesimpulannya pada Tabel 5, untuk dengan 5 variabel prediktor, RR lebih
kondisi 2 variabel prediktor, saat data yang efisien untuk jumlah observasi 10, untuk 50
disimulasikan sebanyak 10 observasi dan dan 100 observasi kedua metode sama
100 observasi, nilai RMSE yang dihasilkan efisiennya, dan untuk observasi 500 PLSR
metode PLSR lebih besar daripada metode lebih efisien.
RR, ini menunjukan bahwa metode RR Dengan demikian, dapat disimpulkan
lebih efisien. Ketika data yang untuk tingkat multikolinieritas tinggi,
disimulasikan sebanyak 50 observasi, PLSR dengan berbagai kondisi data yang
memiliki nilai RMSE yang lebih kecil disimulasikan memberikan kesimpulan
sehingga lebih efisien. Kemudian ketika bahwa sebagian besar kondisi menunjukan
data yang digunakan sebanyak 500 metode PLSR lebih efisien. Terdapat pula
observasi, kedua metode menunjukan sebagian kondisi lain yang menunjukan
tingkat efisiensi yang sama dalam metode RR lebih efisien. Namun,
menangani multikoliniritas. Selanjutnya, perbedaan efisiensi berdasarkan nilai
simulasi data dengan kondisi 3 variabel RMSE yang terdapat pada Tabel 4 tersebut
prediktor menunjukan metode RR lebih tidak jauh berbeda.
efisien untuk data sebanyak 10 observasi, Jika dibandingkan efisiensi metode
untuk data dengan 50 dan 100 observasi RR dan PLSR dengan metode OLS sebagai
efisiensi yang lebih baik diberikan oleh estimator pembentuk koefisien regresi
metode PLSR, dan untuk data dengan 500 ketika terdapat multikolineritas tinggi, nilai
observasi kedua metode memberikan RMSE metode OLS pada Tabel 6
RMSE yang sama besar sehingga sama menunjukan nilai yang lebih besar daripada
Metode Penanganan Multikolinieritas pada RLB… / Putri YA dan Anggorowati MA | 53
metode RR dan PLSR pada Tabel 4, hal ini multikolinieritas tetap harus ditangani
membuktikan untuk data dengan tingkat dengan menggunakan metode PLSR atau
multikoinieritas tinggi, masalah RR.
Tabel 6. Nilai RMSE metode OLS pada tingkat multikolinieritas tinggi
RMSE
n=10 n=50 n=100 n=500
p=2 0.932 0.919 0.953 1.001
p=3 1.037 0.829 0.959 0.979
p=5 0.894 1.028 0.836 0.951

yang dihasilkan dari masing-masing metode


Skenario III : Tingkat Multikolinieritas berdasarkan jumlah variabel dan jumlah
Sangat Tinggi observasi adalah sebagai berikut:
Pada skenario dengan tingkat
multikolinieritas sangat tinggi, nilai RMSE

Tabel 7. Nilai RMSE kedua metode pada tingkat multikolinieritas sangat tinggi

Mutiko = 0,8
PLSR RR
n=10 n=50 n=100 n=500 n=10 n=50 n=100 n=500
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
2 0.082 0.056 0.032 0.017 0.079 0.057 0.032 0.017
3 0.104 0.027 0.020 0.010 0.091 0.027 0.020 0.010
5 0.027 0.016 0.009 0.004 0.026 0.016 0.009 0.005

Tabel 8. Kesimpulan metode yang lebih efisien berdasarkan nilai RMSE pada tingkat
multikolinieritas sangat tinggi
n=10 n=50 n=100 n=500

(1) (2) (3) (4) (5)


p=2 RR PLSR PLSR=RR PLSR=RR
p=3 RR PLSR=RR PLSR=RR PLSR=RR
p=5 RR PLSR=RR PLSR=RR PLSR

Bersadarkan nilai RMSE pada Tabel memiliki tingkat efisiensi yang sama.
7 dan kesimpulannya pada Tabel 8, untuk Begitu pula untuk data dengan variabel
kondisi 2 variabel prediktor, metode RR prediktor sebanyak 5, RR efisien untuk
lebih efisien untuk data dengan 10 observasi sebanyak 10, tingkat efisiensi
observasi, PLSR lebih efisien saat jumlah kedua metode sama saat observasi sebanyak
data sebanyak 50 observasi, dan efisiensi 50 dan 100, dan PLSR lebih unggul untuk
kedua metode sama untuk data dengan observasi 500.
observasi 100 dan 500. Ketika kondisi 3 Dari rincian tabel diatas dapat
variabel prediktor, metode RR lebih efisien disimpulkan bahwa untuk tingkat
untuk data dengan 10 observasi, untuk multikolinieiritas sangat tinggi, dengan
jumlah observasi lainnya kedua metode berbagai kondisi data yang disimulasikan
54 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
beberapa kondisi menunjukan metode estimator pembentuk koefisien regresi
PLSR lebih efisien. Sebagian kondisi ketika multikolinieritas sangat tinggi, maka
lainnya menunjukan metode RR yang lebih berdasarkan nilai RMSE yang ditunjukan
efisien. Namun, sebagian besar kondisi oleh Tabel 9, metode OLS menghasilkan
menunjukan kedua metode memiliki tingkat nilai RMSE yang lebih besar, hal ini
efisiensi yang sama kuat. Meskipun membuktikan buntuk data dengan tingkat
demikian, perbedaan efisiensi berdasarkan multikoinieritas sangat tinggi, masalah
nilai RMSE yang terdapat pada tabel diatas multikolinieritas tetap harus ditangani
tidak jauh berbeda. dengan menggunakan metode PLSR atau
Jika dibandingkan efisiensi metode RR.
RR dan PLSR dengan metode OLS sebagai
Tabel 9. Nilai RMSE metode OLS pada tingkat multikolinieritas sangat tinggi
RMSE
n=10 n=50 n=100 n=500
p=2 0,539 1,154 0,984 1,010
p=3 0,578 0,904 0,994 1,028
p=5 0,467 0,999 0,944 0,967
Skenario IV: Multikolinieritas Mendekati nilai RMSE yang dihasilkan dari masing-
Sempurna masing metode berdasarkan jumlah variabel
Pada skenario dengan tingkat dan jumlah observasi adalah sebagai
multikolinieritas yang mendekati sempurna, berikut:

Tabel 10. Nilai RMSE kedua metode pada tingkat multikolinieritas mendekati sempurna

Mutiko = 0,95
PLSR RR
p n=10 n=50 n=100 n=500 n=10 n=50 n=100 n=500
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
2 0.134 0.052 0.030 0.015 0.134 0.052 0.030 0.015
3 0.090 0.024 0.016 0.009 0.090 0.024 0.016 0.009
5 0.029 0.014 0.008 0.004 0.029 0.014 0.008 0.004

Tabel 11. Kesimpulan metode yang lebih efisien berdasarkan nilai RMSE pada tingkat
multikolinieritas mendekati sempurna

n=10 n=50 n=100 n=500


(1) (2) (3) (4) (5)
p=2 PLSR=RR PLSR=RR PLSR=RR PLSR=RR
p=3 PLSR=RR PLSR=RR PLSR=RR PLSR=RR
p=5 PLSR=RR PLSR=RR PLSR=RR PLSR=RR

Berdasarkan nilai RMSE pada Tabel 10 dan mendekati sempura, baik metode PLSR
kesimpulan pada Tabel 11, metode PLSR maupun metode RR sama efisiennya.
memiliki nilai RMSE yang sama besar Jika dibandingkan efisiensi metode
dengan metode RR untuk semua kondisi RR dan PLSR dengan metode OLS sebagai
data yang disimulasikan. Dengan demikian, estimator pembentuk koefisien regresi
ketika terjadi multikolinieritas yang ketika multikolinieritas mendekati
sempurna, nilai RMSE metode OLS lebih
Metode Penanganan Multikolinieritas pada RLB… / Putri YA dan Anggorowati MA | 55
besar daripada metode RR dan PLSR point atau nilai batas sehingga suatu metode
seperti yang ditunjukan oleh Tabel 12, hal dikatakan lebih efisien dari metode lainnya.
ini membuktikan untuk data dengan tingkat
multikoinieritas mendekati sempurna,
DAFTAR PUSTAKA
masalah multikolinieritas tetap harus
ditangani dengan menggunakan metode Abdi, H. 2007. Partial Least Square
PLSR atau RR. Regression (PLS-Regression).
Ensyclopedia of Measurement and
Tabel 12. Nilai RMSE metode OLS pada Statistics, 1-13.
tingkat multikolinieritas sangat http://plstools.googlecode.com/svn-
tinggi history/r13/trunk/Documentation/Abd
RMSE i-PLSR2007-pretty.pdf (Diakses 21
n=10 n=50 n=100 n=500 Maret, 2015).
p=2 0,978 1,105 0,921 0,941 Adnan, N., Ahmad, M. H., dan Adnan, R.
p=3 0,838 0,902 0,847 1,024 2006. A Comparative Study On Some
p=5 0,639 1,003 0,943 0,977 Methods For Handling
Multicolinierity Problems. Journal of
Matematics, Vol. 22 No. 2, 109-119.
KESIMPULAN DAN SARAN http://www.matematika.utm.my/index
.php/matematika/article/viewFile/179/
Berdasarkan simulasi yang telah 174. (Diakses 19 Maret, 2015).
dilakukan, untuk tingkat multikolinieritas Garthwaite, P. H. 1994. An Intepretation of
sedang, tinggi, dan sangat tinggi, beberapa Partial Least Squares. Journal of the
kondisi menunjukan salah satu metode American Statistical Association, Vol.
lebih efisien dan sebagian besar kondisi 89 No. 425, 122-127.
lainnya menunjukan tingkat efisien yang http://amstat.tandfonline.com/doi/abs/
sama untuk kedua metode. Sedangkan 10.1080/01621459.1994.10476452 .
tingkat multikolnieritas mendekati (Diakses, 20 Maret 2015).
sempurna, hasil simulasi menunjukan kedua Kibria, B. M. 2003. Performance of Some
metode sama efisien untuk semua kondisi New Ridge Regression Estimators.
data. Meskipun untuk beberapa kondisi Communications in Statistics-
salah satu metode lebih efisien, tetapi Simulation and Computation, Vol. 32
selisih perbedaan nilai RMSE dari kedua No. 2, 419-435.
metode tidak berbeda jauh, sehingga dapat http://www.tandfonline.com/doi/abs/1
dikatakan kedua metode memiliki tingkat 0.1081/SAC-120017499. (Diakses, 24
efisiensi yang sama. Jika kompleksitas dari Maret 2015).
metode penanganan multikolinieritas tidak Netter, J., Wasserman, W., dan H.Kutner,
diperhatikan dalam perhitungan koefisien M. 1989. Applied Linier Regression
regresi, metode PLSR lebih baik digunakan Model (2th ed). Homewood: IRWIN
karena merupakan metode yang tidak bias. Book Team.
Untuk penelitian lebih lanjut, metode Gujarati, D. N. 2010. Dasar-Dasar
penanganan multikolinieritas yang lain Ekonometrika . Jakarta: Salemba
dapat dikaji tingkat efisiensinya dengan Empat.
metode PLSR dan RR untuk menemukan Soemartini. 2008. Penyelesaian
metode lain yang mungkin lebih efisien Multikolinieritas Melalui Metode
dalam mengatasi masalah multikolinieritas Ridge Regression [Skripsi].
pada RLB. Selain itu, proses simulasi data Jatinangor: Universitas Padjadjaran.
dapat dikembangkan untuk mencari cutting

56 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


PENDUGAAN STANDARD ERROR DAN CONFIDENCE INTERVAL
KOEFISIEN GINI DENGAN METODE BOOTSTRAP: TERAPAN PADA
DATA SUSENAS PROVINSI PAPUA BARAT TAHUN 2013

1Dwi Indri Arieska, dan 2Novi Hidayat Pusponegoro


1
Aparatur Sipil Negara –Badan Pusat Statistik, Kabupaten Lamandau
2
Dosen Jurusan Statistika –Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta
e-mail : 1 dwi.indri@bps.go.id, 2 novie@stis.ac.id

Masuk tanggal : 12 Agustus 2016, diterima untuk diterbitkan tanggal : 9 Januari 2017

Abstrak

Ketimpangan pendapatan merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi suatu negara. Salah
satu ukuran ketimpangan pendapatan yang sering digunakan adalah koefisien gini. Namun, koefisien
gini yang dipublikasikan merupakan estimasi titik yang memiliki kekurangan dalam fungsinya sebagai
penduga dikarenakan tidak dipertimbangkannya peluang kebenaran dalam nilai tersebut. Sehingga,
penduga titik saja tidak cukup untuk mengestimasi suatu parameter maka penduga interval menjadi
penting karena merepresentasikan akurasi atau presisi dari sebuah estimasi. Penelitian ini menerapkan
metode pendugaan terhadap standard error dan confidence interval koefisien gini dengan metode
bootstrap guna memperoleh penduga selang nilai koefisien gini. Data yang dipergunakan dalam kajian
ini adalah data Susenas Provinsi Papua Barat tahun 2013. Dengan mempergunakan nilai koefisien gini
yang telah disesuaikan (koefisien gini bias-corrected) maka pendugaan standar error koefisien gini
bias-corrected Provinsi Papua Barat tahun 2013 dilakukan dengan dua metode yaitu perhitungan
sampel asli dan resample metode bootstrap nonparametrik. Temuan pada kajian ini adalah penduga
selang koefisien gini yang dihitung dengan menggunakan bootstrap-t merupakan confidence interval
terbaik dari keseluruhan confidence interval yang terbentuk karena memiliki standard error kecil dan
interval pendek.

Kata Kunci: confidence interval, koefisien gini bias-corrected, bootstrap

Abstract

Income inequality is one of economic development indicators. As a kind of inequality indicators which
is commonly used in Indonesia, gini coefficient is published as a point estimation. This estimation are
lacking in its function as an estimator because it doesn’t considerate the probability accuration of the
estimate value.Thus, the confidence interval estimation is needed as a comprehensive estimator. The
objective of this study is estimate the standard errors and confidence intervals Gini coefficients with
the bootstrap method. This study used National Social Economics Household Survey for West Papua
Province in 2013. The Gini coefficient that used is a bias-corrected gini coefficient as consideration
the bias in the calculation. The standard error of bias-corrected gini coefficient in West Papua is
carried out of two data, which are the original sample and resample nonparametric bootstrap method.
This research found out that bootstrap-t confidence interval confidence interval is the best confidence
interval since it has the smallest standard error and shortest interval.

Keywords: confidence interval, bias-corrected Gini coefficient, bootstrap

Pendugaan Standard Error dan Confidence Interval… / Arieska DI dan Pusponegoro NH | 57


memiliki pendapatan yang tepat sama, dan
PENDAHULUAN
ketimpangan sempurna jika bernilai 1 yaitu
Penanggulangan kemiskinan dan jika satu orang memiliki semua pendapatan
ketimpangan distribusi pendapatan sementara orang lain memiliki pendapatan
merupakan inti dan tujuan utama kebijakan nol. Namun, kemerataan dan ketimpangan
pembangunan berkelanjutan di semua sempurna merupakan hal yang mustahil.
negara (Todaro dan Smith, 2004). Untuk Di Indonesia, perhitungan koefisien
mencapai tujuan ini, haruslah dilakukan gini dipublikasikan oleh BPS berdasarkan
upaya untuk mendorong pertumbuhan data pengeluaran rumah tangga hasil dari
ekonomi yang berkelanjutan, inklusif dan Survei Sosial Ekonomi Nasional
adil secara bersama oleh semua negara di (SUSENAS). Koefisien gini yang
dunia yang dirumuskan dalam Millenium dipublikasikan merupakan estimasi titik
Development Goals (MDGs) dan yang memiliki kekurangan dalam
diteruskan dalam Sustanaible Development fungsinya sebagai penduga dikarenakan
Goals (SDGs). SDGs mulai direalisasikan tidak dipertimbangkannya peluang
pada 1 Januari 2016 dan harus diselesaikan kebenaran dalam nilai tersebut. Sehingga,
pada tahun 2030. Dalam SDGs penduga titik saja tidak cukup untuk
pengentasan kemiskinan dan ketimpangan mengestimasi suatu parameter maka
distribusi pendapatan dinyatakan dalam penduga interval menjadi penting karena
tujuan pertama serta kesepuluh yaitu merepresentasikan akurasi atau presisi dari
pengentasan kemiskinan dalam segala sebuah estimasi.
bentuk dan dimanapun serta mengurangi Standard error dan penduga interval
ketimpangan di dalam dan antar negara. merupakan komponen penting dalam
Menurut Seers dalam Asra (2013), pendugaan suatu nilai parameter. Standard
terdapat empat indikator untuk mengukur error (SE) adalah standar deviasi dari
pembangunan ekonomi, yaitu pertumbuhan distribusi sampling suatu statistik.
ekonomi, tingkat kemiskinan, tingkat Standard error merujuk kepada perkiraan
ketimpangan pendapatan, dan tingkat standar deviasi dari sampel tertentu yang
pengangguran. Ketimpangan merupakan digunakan untuk menghitung suatu nilai
salah satu masalah yang serius dalam estimator. Namun dalam pendugaan ukuran
pembangunan ekonomi suatu negara. ketimpangan pendapatan penduduk, nilai
Banyak negara di dunia mengalami standard error masih jarang dilaporkan.
perkembangan yang pesat dalam Hal ini dikarenakan sebagian besar
pertumbuhan ekonomi. Namun, distribusi formulasi standard error yang diusulkan
pendapatan masyarakatnya justru dalam literatur memiliki perhitungan
memburuk, misalnya Amerika Serikat dan kompleks dan rumit secara matematis atau
China (World Bank, 2016). memerlukan teknik komputasi tertentu
Umumnya, ukuran ketimpangan untuk menghitung standard error tersebut.
distribusi pendapatan antar penduduk (Hoeffding, 1948).
dalam suatu wilayah dinyatakan dengan Karagiannis dan Kovacevic (2000)
Rasio Gini. Todaro (2004) menyataan serta Ogwang (2000) melakukan penelitian
bahwa koefisien gini memiliki empat terkait penghitungan standard error
kriteria yang sangat dicari dalam suatu koefisien gini. Penelitian-penelitian
ukuran yaitu: prinsip anonimitas, tersebut membahas cara-cara agar beban
independensi skala, independensi populasi, komputasi terkait perhitungan varian
dan transfer, sehingga koefisien ini koefisien gini dapat diminimalisir dengan
merupakan ukuran yang sesuai dalam pendekatan metode jackknife. Salah
menjelaskan suatu kondisi ketimpangan. satunya adalah dengan penggunaan sampel
Ukuran ini memiliki jangkauan nilai 0 data yang lebih besar. Hal ini pada awalnya
sampai dengan 1 dengan interpretasi menjadi suatu masalah. Akan tetapi,
kemerataan pendapatan yang sempurna sekarang sudah dapat diatasi dengan
jika bernilai 0 yaitu jika setiap orang metode bootstrap untuk membentuk
58 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
penduga selang nilai parameter koefisien distribusi estimator bootstrap sama dengan
gini. fungsi distribusi empiris. Salah satu yang
Davidson (2009) menyajikan merupakan daya tarik dari metode ini
prosedur untuk menghitung asimptotically adalah secara langsung dapat memberikan
correct standard error koefisien gini nilai pendugaan varians, bias, coverage
dengan teknik yang relatif sederhana. dan fenomena probabilita lain.
Davidson menghasilkan rumus estimator Ada beberapa batasan dalam metode
bias-corrected koefisien gini, pendugaan bootstrap. Pertama sampel harus cukup
standard error koefisien gini dan besar dan diambil secara random sehingga
menggambarkan penggunaan metode dapat mewakili keseluruhan populasi.
bootstrap untuk menghasilkan kesimpulan Sampel yang dimaksud disini mengikuti
estimasi koefisien gini yang reliabel. kaidah teorema limit pusat yaitu lebih dari
atau sama dengan 30, karena metode
bootstrap tidak dapat mengatasi beberapa
METODOLOGI
bias untuk sampel yang tidak mewakili dan
Efron dan Tibshirani (1998) dalam beberapa kasus akan memperumit
mendefinisikan bootstrap sebagai metode masalah. Kedua, metode parametrik lebih
simulasi berbasiskan data yang dapat baik dalam banyak kasus untuk membuat
digunakan untuk statistika inferensia. pendugaan titik. Jadi, prosedur bootstrap
Istilah bootstrap didapat dari sebuah frase dapat parametrik dapat menyediakan
“untuk menarik seseorang keatas dengan estimasi yang lebih akurat melalui
menggunakan satu tali sepatu (bootstrap)” pendugaan selang dengan pada suatu
yang diperoleh dari sebuah buku pada abad tingkat kepercayaan.
ke-18 yang berjudul “Adventure of Baron Langkah-langkah perhitungan dengan
Munchausen” karya Rudolph Erich Raspe. metode bootstrap adalah sebagai berikut:
Untuk selanjutnya, Bootstrap banyak 1. Sampel pada data x didefinisikan
dikembangkan oleh Efron dan banyak sebagai data sampel berukuran n yang
diaplikasikan dalam bidang statistika terdiri dari xi=x1,x2,x3,…, xn dengan xi
karena memiliki banyak keunggulan. sebagai vektor data pengamatan.
Bootstrap adalah metode statistika 2. Sampel data x diambil secara acak
inferensia yang berbasis computer. berukuran n dengan pengembalian.
Prosedur statistika yang digunakan dalam Kemudian, diperoleh data sampel baru
bootstrap adalah sampling dari sebuah yang didefinisikan sebagai x*. Sampel
populasi yang dilakukan dengan resample. data x* terdiri dari anggota data asli,
Metode bootstrap adalah metode berbasis akan tetapi mungkin sebagian data
resampling data sampel dengan syarat tidak akan muncul, atau muncul hanya
pengembalian pada data dalam sekali atau dua kali semuanya
mendapatkan ukuran statistik suatu sampel tergantung kepada randomisasi.
yang mewakili data populasi. Keterwakilan 3. Langkah kedua dilakukan beberapa
data populasi di dapatkan dari ukuran kali sebanyak B, sehingga
resampling yang diambil secara ribuan kali. mendapatkan himpunan data bootstrap
Bootstrap memungkinkan seseorang (x*1, x*2, …, x*B) dengan setiap sampel
untuk melakukan inferensia terhadap bootstrap merupakan sampel acak yang
parameter tanpa membuat asumsi awal saling independen. Dalam menentukan
mengenai distribusi nilai data yang kuat besarnya nilai B akan sangat
dan tidak memerlukan formulasi analitis bervariatif, karena besar kecilnya nilai
untuk distribusi sampling suatu estimator. B dapat memberikan hasil yang
Oleh karena itu, bootstrap menggunakan berbeda-beda bagi setiap tahapan
distribusi empiris untuk mengestimasi dalam analisis.
distribusi sampling. Jika parameter dapat
4. Replikasi bootstrap x*1, x*2, …, x*B
dinyatakan sebagai sebuah fungsi dari
didapatkan dengan cara menghitung
distribusi yang tidak diketahui, fungsi
nilai s(x) pada masing-masing sampel
Pendugaan Standard Error dan Confidence Interval… / Arieska DI dan Pusponegoro NH | 59
bootstrap. Nilai s(x) merupakan suatu bootstrap, confidence interval dapat
nilai taksiran statistik dari masing- terbentuk. Standard error bias-
masing sampel bootstrap. Proses ini corrected parameter digunakan untuk
menggunakan prinsip Monte Carlo menghitung confidence interval normal
untuk mendapatkan standard error standar. Standard error bootstrap dapat
bootstrap. Standard error bootstrap digunakan untuk menghitung
dapat dihitung dengan rumus sebagai confidence interval normal standar dan
berikut : bootstrap-t.
1 Gambar di bawah ini merupakan gambar
[𝜃 ̂ ∗ (.) ]2 2
̂ ∗ (𝑏) −𝜃 algoritma perhitungan standard error
̂𝐵 = [∑𝐵𝑏=1
𝑠𝑒 ] [1] bootstrap. Sampel bootstrap adalah sampel
𝐵−1
independen berukuran 𝑛 dari distribusi
5. Selanjutnya setelah didapatkan
empiris suatu dugaan parameter 𝐹̂ .
standard error bias-corrected
parameter dan standard error

Sumber: Efron dan Tibshirani (1986)

Gambar 1. Cara Mengestimasi Standard Error Bootstrap secara Umum

Beberapa Confidence Interval interval dengan metode frekuentis yang


Bootstrap sering digunakan, yaitu berdasarkan:
Berikut disajikan beberapa penduga (1 − 𝛼) = 𝑃[𝜃̂ − 𝑧𝛼 . 𝑆𝐸
̂𝜃̂ , 𝜃̂ − 𝑧𝛼 . 𝑆𝐸
̂𝜃̂ ]
selang (confidence interval) parameter yang 2 2
dihasilkan oleh metode boostrap. Untuk [𝜃̂ − 𝑧𝛼/2 . 𝑆𝐸
̂𝜃̂ , 𝜃̂ − 𝑧𝛼/2 . 𝑆𝐸
̂𝜃̂ ]
selanjutnya, confidence interval tersebut [2]
dipilih yang terbaik yaitu yang memiliki dengan:
peluang besar dengan panjang interval yang ̂𝜃̂ : Standard error bias-corrected dari
𝑆𝐸
estimator 𝜃 ̂ (koefisien gini bias-corrected).
realtif pendek.
̂𝜃 : nilai estimasi parameter 𝜃
Confidence Interval Normal
Standar N (0, 1) Confidence Interval Standar Bootstrap
Pembentukan confidence interval normal Perhitungan confidence interval standar
standar adalah pembentukan confidence bootstrap bias-corrected dengan simulasi

60 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


bootstrap dapat dilakukan dengan rumus i : series dari order statistik pendapatan,
sebagai berikut: i= 1,2,…,n
[𝜃̂ − 𝑧𝛼/2 . 𝑆𝐸
̂ ̂ ̂
𝐵𝑜𝑜𝑡 , 𝜃 − 𝑧𝛼/2 . 𝑆𝐸𝐵𝑜𝑜𝑡 ]
n : jumlah data pendapatan [3]
𝑆𝐸̂ 𝐵𝑜𝑜𝑡 adalah standard error dari estimator
bias-corrected yang diestimasi dari metode Davidson (2009) menyatakan sebuah
simulasi bootstrap. pendekatan untuk bias G ̂ dari estimator
bias-corrected koefisien gini yang
Confidence Interval Bootstrap-t ̃.
dinotasikan dengan G
Misalkan 𝜃̂ pendekatan distribusi normal n
dengan mean θ dan varians 𝑠𝑒(𝜃̂)2. G G
n-1
Selanjutnya diberikan 𝑠𝑒 ̂(𝜃̂) adalah [7]
estimator untuk 𝑠𝑒(𝜃̂) berdasarkan sampel dengan:
asli. X. Dari sampel bootstrap 𝑋 ∗(𝑏) , ̂ : estimator bias-corrected koefisien gini
G
kemudian dapat dihitung: N : jumlah data pendapatan
∗(𝑏)
𝜃̂ ∗(𝑏) − 𝜃̂ Estimator 𝐺̃ tetap memiliki bias, tetapi bias
𝑇 =
̂(𝜃̂)
𝑠𝑒 tersebut lebih kecil dari 𝑛 − 1. Persamaan
[4] dari estimator diatas dapat digunakan untuk
∗(𝑏)
Berdasarkan nilai 𝑇 , dapat diestimasi menghitung sebuah estimasi standard error
nilai kritis 𝑡1−𝛼/2 dan 𝑡𝛼/2 dari 𝑡̂ 1−𝛼/2 dan 𝐺̃ . Rumus yang digunakan yaitu:
𝑡̂ 𝛼/2 , masing-masing sebagi berikut: 𝑍̃𝑖 = −(𝐺̃ + 1)𝑦(𝑖) + 2(𝑤𝑖 − 𝑣𝑖)
1 𝐵 𝛼 [8]
∑𝑏=1 1{𝑇 ∗(𝑏) ≤ 𝑡̂ 1−𝛼/2 } ≈ dan
𝐵 2 dengan:
1 𝛼
∑𝐵 1{𝑇 ∗(𝑏) ≥ 𝑡̂ 𝛼/2 } ≈ 𝑤𝑖 = (2𝑖 − 1)𝑦(𝑖) /(2𝑛)
𝐵 𝑏=1 2
Kemudian dapat dirumuskan confidence 𝑣𝑖 = 𝑛−1 ∑𝑖𝑗=1 𝑦(𝑗)
interval bootstrap-t sebagai berikut: Kemudian, standard error koefisien gini
(1 − 𝛼) = 𝑃{𝜃̂ − 𝑡̂ 1−𝛼 . 𝑠𝑒
̂(𝜃̂) ≤ 𝜃 bias-corrected dapat dihitung dengan:
2
≤ 𝜃̂ − 𝑡̂ 𝛼 . 𝑠𝑒
̂(𝜃̂)} 𝑛
2 1
[𝜃̂ − 𝑡̂ 1−𝛼 . 𝑠𝑒
̂(𝜃̂), 𝜃̂ − 𝑡̂ 𝛼 . 𝑠𝑒
̂(𝜃̂)] 𝑆𝐸(𝐺̃ ) = √ ∑(𝑍̃𝑖 − 𝑍̅)2
(𝑛𝜇̂ )2
2 2 𝑖=1
[5]
[9]
Perhitungan koefisien gini yang Dengan:
digunakan dalam penelitian adalah 𝑆𝐸(𝐺̃ ) : standard error koefisien gini bias-
koefisien gini yang disarankan oleh corrected
Davidson (2009). Perhitungan koefisien ̂
𝜇 : estimasi rata-rata pendapatan
gini tersebut merupakan inferensia yang ̅
𝑍 ̃𝑖
: rata-rata 𝑍
1
reliabel untuk estimasi koefisien gini. = ∑𝑛𝑖=1 𝑍̃ 𝑖
𝑛
Selain itu, perhitungan gini tersebut juga n : jumlah data pendapatan
memberikan standard error yang reliabel,
Davidson (2009) menunjukkan
simpel dan efektif. Perhitungan koefisien
melalui percobaan simulasi distribusi
gini tersebut dilakukan dengan rumus
asimptotik koefisien gini reliabel untuk
sebagai berikut:
sampel berukuran sekitar 100 observasi.
ˆ = 2  1 
n Akan tetapi, pada kasus distribusi
G  2 y  i   i-    1 pendapatan yang mengikuti distribusi
 μn i=1  2 
lognormal dengan varians besar atau ketika
[6]
distribusi memiliki ekor yang panjang,
dengan:
inferensi yang reliabel dapat diperoleh
̂
𝐺 : koefisien gini
melalui aplikasi metode bootstrap. Ukuran
𝜇 : estimasi rata-rata pendapatan
kemencengan (skewness) dan bentuk
𝑦(𝑖) : pendapatan ke-i yang sudah diurutkan
dari kecil ke besar histogram dapat digunakan untuk
mengetahui keadaan ekor suatu distribusi.
Pendugaan Standard Error dan Confidence Interval… / Arieska DI dan Pusponegoro NH | 61
Perhitungan kemencengan dapat dilakukan menggunakan formula [6] dan [7],
dengan rumus berikut: diperoleh nilai koefisien gini sebesar
𝑛
𝑛 𝑥𝑖 − 𝑥̅ 3 0,3818 dan nilai koefisien gini bias-
𝐺1 = .∑( ) corrected di Provinsi Papua Barat pada
(𝑛 − 1)(𝑛 − 2) 𝑠
𝑖=1 tahun 2013 adalah 0,3819. Nilai estimasi
[10] tersebut lebih rendah dibandingkan
dengan: koefisien gini yang dihitung tanpa
𝐺1 : ukuran tingkat kemencengan resample yaitu 0,41 (BPS, 2014).
𝑛 : jumlah observasi Berdasarkan koefisien gini bias-corrected
𝑥𝑖 : pendapatan per kapita ke-i
tersebut diketahui bahwa tingkat
̅
𝑥 : rata-rata pendapatan per kapita
ketimpangan pendapatan di Provinsi Papua
𝑠 : standar deviasi
Barat tahun 2013 dapat dinyatakan cukup
merata dan masuk dalam kategori
Menurut Bulmer (1967), dalam buku ketimpangan sedang.
yang berjudul “Principles of Statistics Selanjutnya berdasarkan formula [9]
“ukuran tingkat kemencengan dapat di dilakukan perhitungan nilai standard error
kelompokkan sebagai berikut: koefisien gini bias-corrected dan diperoleh
• Jika ukuran tingkat kemencengan
nilai sebesar 0, 0084. Nilai standard error
kurang dari −1 atau lebih dari +1 maka tersebut menunjukkan bahwa perkiraan
masuk ke dalam kelompok dengan sampel yang digunakan untuk menghitung
kemencengan tinggi, estimasi koefisien gini cukup tepat sebagai
• Jika ukuran tingkat kemencengan
akibat adanya koreksi terhadap bias
antara −1 dan −½ atau antara +½ dan +1 estimasi nilai koefisien gininya.
maka masuk ke dalam kelompok dengan Davidson (2009) menunjukkan
kemencengan menengah, melalui percobaan simulasi distribusi
• Jika ukuran tingkat kemencengan antara
asimptotik koefisien gini reliabel untuk
−½ dan +½ maka masuk ke dalam sampel berukuran sekitar 100 observasi.
kelompok mendekati simetris. Akan tetapi, pada kasus distribusi
Jika hasil perhitungan ukuran tingkat pendapatan yang mengikuti distribusi log-
kemencengan menyatakan bahwa data normal dengan varian besar atau ketika
menceng kanan atau kiri, dapat dilanjutkan distribusi memiliki ekor yang panjang,
perhitungan standard error dan confidence inferensi yang reliabel dapat diperoleh
interval koefisien gini bias-corrected. melalui aplikasi metode bootstrap.
Infomasi mengenai ukuran kemencengan
HASIL DAN PEMBAHASAN (skewness) dan bentuk histogram dapat
Data yang digunakan dalam digunakan untuk mengetahui keadaan ekor
penelitian ini merupakan data sekunder suatu distribusi. Perhitungan kemencengan
yang diperoleh dari bagian diseminasi dilakukan dengan formula [10].
Badan Pusat Statistik (BPS). Penelitian ini Berdasarkan perhitungan tersebut
menggunakan variabel pendapatan per didapatkan ukuran tingkat kemencengan
kapita Provinsi Papua Barat pada tahun 5,5664 yang berarti data pendapatan per
2013 yang diperoleh dari hasil Survei kapita Provinsi Papua Barat tahun 2013
Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas) termasuk ke dalam kelompok dengan
tahun 2013. Data sampel pendapatan per kemencengan tinggi. Tingkat kemencengan
kapita Provinsi Papua Barat berukuran 3790 yang positif mengindikasikan arah ekor
rumah tangga. Berdasarkan resample yang yang menjulur ke kanan. Oleh karena data
dilakukan sebanyak 9999 kali diperoleh pendapatan per kapita Provinsi Papua Barat
nilai standard error dan confidence interval memiliki ekor yang berat (memiliki
koefisien gini Provinsi Papua Barat tahun kemencengan tinggi), perlu dilakukan
2013. simulasi metode bootstrap untuk
Berdasarkan perhitungan nilai mendapatkan standard error dan
koefisien gini Davidson (2009) confidence interval yang reliabel.
62 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
Davidson dan MacKinon (1999) Berdasarkan perhitungan didapatkan
menyatakan bahwa metode bootstrap standard error bootstrap sebesar 0, 0064.
nonparametrik merupakan metode yang Standard error koefisien gini bias-
sesuai dalam memperoleh nilai standart corrected yang dihasilkan dengan metode
error data dengan tingkat kemencengan bootstrap lebih kecil daripada nilai
yang tinggi. Penelitian ini menggunakan standard error yang dihasilkan dengan data
resample yang dilakukan menggunakan sampel asli. Hal tersebut membuktikan
data bangkitan yang berukuran 3790 seperti bahwa pendugaan dengan metode
jumlah sampel awal sebanyak 9999 kali bootstrap lebih akurat daripada
resample dengan bantuan software R. menggunakan data asli untuk kasus
Proses resample menghasilkan 9999 set koefisien gini bias-corrected di Provinsi
data sampel yang kemudian setiap set data Papua Barat tahun 2013.
sample di hitung koefisien gini bias- Tahapan selanjutnya adalah
corrected masing-masing sebagai menghitung confidence interval koefisien
parameter. Kemudian, dari 9999 koefisien gini bias-corrected Provinsi Papua Barat
gini bias-corrected dapat dihitung standard tahun 2013 dengan standard error yang
error bootstrap menggunakan formula [1] tersedia dapat dihitung. Standard error
sebagai berikut: koefisien gini bias-corrected sampel asli
1 dapat digunakan untuk menghitung
𝐵 2 2
̂ ∗ (𝑏)
[𝜃 ̂∗
− 𝜃 (. )] confidence interval normal standar
𝑠𝑒
̂𝐵 = [∑ ] = 0,0064
𝐵−1 koefisien gini bias-corrected. Berdasarkan
𝑏=1
perhitungan confidence interval yang
dilakukan maka dapat disusun tabel
confidence interval sebagai berikut:

Tabel 1. Confidence interval koefisien gini bias-corrected dengan berbagai


metode bootstrap di Provinsi Papua Barat tahun 2013
Standard Batas Batas Panjang
Metode
Error Bawah Atas Interval
(1) (2) (3) (4) (5)
Normal (0,1) 0,0084 0.3654 0.3984 0.0331
Standar 0,0064 0.3696 0,3946 0.0250
Bootstrap-t 0,0064 0.3694 0.3941 0.0247
Sumber : Hasil Pengolahan Software R dan Microsoft Excel dengan alfa 5 %

Dengan tingkat kepercayaan 95%, 0,0247 pada confidence interval bootstrap-


berdasarkan tabel confidence interval t. Standard error yang dihasilkan dengan
koefisien gini bias-corrected Provinsi metode bootstrap juga memiliki nilai yang
Papua Barat tahun 2013 diatas, diketahui lebih kecil daripada standard error yang
confidence interval koefisien gini bias- dihasilkan perhitungan sampel asli. Secara
corrected yang terbentuk dengan metode keseluruhan confidence interval koefisien
bootstrap memiliki panjang interval yang gini bias-corrected Provinsi Papua Barat
lebih pendek daripada menggunakan tahun 2013 terbaik adalah bootstrap-t
perhitungan dari sampel asli. Selain itu, karena memiliki standard error yang kecil
dapat dilihat bahwa confidence interval dan panjang interval yang pendek. Hal
koefisien gini bias-corrected yang tersebut menujukkan bahwa akurasi dari
terbentuk dengan berbagai metode confidence interval koefisien gini bias-
bootstrap memiliki panjang interval yang corrected yang terbentuk dari metode
pendek yaitu 0,0250 pada confidence bootstrap-t lebih tinggi daripada metode
interval normal standar bootstrap dan lain.
Pendugaan Standard Error dan Confidence Interval… / Arieska DI dan Pusponegoro NH | 63
Indonesia Tahun 2014. Jakarta :
Badan Pusat Statistik.
KESIMPULAN
Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan (2014). Jumlah Penduduk Miskin,
bahwa penghitungan nilai koefisien gini Persentase Penduduk Miskin, Garis
yang dihitung dengan metode Davidson Kemiskinan, Indeks Kedalaman
lebih kecil dibandingkan metode yang Kemiskinan dan Indeks Keparahan
biasa. Penghitungan confidence interval Kemiskinan 2007–2014. Manokwari :
koefisien gini bias-corrected yang Badan Pusat Statistik.
terbentuk dengan metode bootstrap Badan Pusat Statistik Provinsi Papua Barat.
memiliki panjang interval yang lebih (2014). Pengeluaran Per Kapita Per
pendek daripada menggunakan perhitungan Bulan Menurut Kabupaten/Kota
dari sampel asli. Standard error yang 2006-2013. Manokwari : Badan Pusat
dihasilkan dengan metode bootstrap juga Statistik.
memiliki nilai yang lebih kecil daripada Bain, Lee J. dan Max Engelhart. (2000).
standard error yang dihasilkan perhitungan Introduction to Probability and
sampel asli. Hal tersebut menunjukkan Mathematical Statistics. Boston :
bahwa pendugaan dengan metode bootstrap Duxbury.
lebih baik untuk pendugaan standard error Banks, D. L. (1988). Histospline Smoothing
dan confidence interval koefisien gini bias The Bayesian Bootstrap. Biometrika
corrected Provinsi Papua Barat tahun 2013. 75, hlm. 673-684.
Secara keseluruhan confidence interval Bickel, P. J., Gotze, F., dan van Zwet, W.
koefisien gini bias-corrected Provinsi R. (1997). Resampling Fewer Than n
Papua Barat tahun 2013 terbaik adalah Observations, Gains, Losses, and
confidence interval koefisien gini bias- Remidies for Losses. Statist. Sin. 7,
corrected yang terbentuk dari metode hlm. 1-32.
bootstrap-t karena memiliki standard error Bulmer, M. G. (1967). Principles of
yang kecil dan panjang interval yang Statistics. New York : Dover
pendek. Publications, Inc
Chernick, Michael R. (2008). Bootstrap
DAFTAR PUSTAKA Methods: A Gide for Practitioners
and Researchers Second Edition.
Asra, Abuzar. (2013). Pembangunan dan Hoboken,New Jersey : John Wiley
Kemiskinan dari Perspektif Islam. and Sons.
Jakarta. Jurnal Pradigma Islam di Davidson, Russell. (2008). Reliable
Bidang Keuangan, Ekonomi dan Inference for The Gini Index. Canada.
Pembangunan, Vol.1, No.1 Tahun Chair in Economics : McGill
2013 University.
Asra, Abuzar. (2014). Esensi Statistik Bagi Davison, A. C., Hinkley, D. V. (1997).
Kebijakan Publik. Jakarta : InMedia Bootstrap Methods and Their
Asra, Abuzar. (2015). Cerdas Application. Cambridge: Cambridge
Menggunakan Statistik Edisi UniversityPress.
Perdana. Jakarta :In Media. Dudewicz, E. J. (1992). The Generalized
Asra, Abuzar dan Slamet Sutomo. (2014). Bootstrap. In Bootstrapping And
Pengantar Statistika II Panduan Bagi Related Techniques, Proceedings,
Pengajar dan Mahasiswa. Jakarta : Trier, FRG. (K.-H. Jockel, G, Rothe,
Rajagrafindo Persada. and W. Sendler, editors), Lectures
Badan Pusat Statistik. (2008). Analisis Notes in Economics and
Kemiskinan 2008. Jakarta : Badan Mathematical Systems, Vol.376, hlm.
Pusat Statistik 31-37. Springer-Verlag, Berlin.
Badan Pusat Statistik. (2014). Perhitungan
dan Analisis kemiskinan Makro
64 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
Efron, B. (1982a). The Jackknife, The Asian Countries”. Institute of
Bootstrap, and Other Resampling Economic Development and research
Plans. SIAM, Philadelphia. Discussion Paper No. 72-27.
Efron, B. (1986). How Biased is The Mills, J. A. and S. Zandvakili. (1997).
Apparent Error Rate of A Prediction “Statistical inference via
Rule? J. Am. Statist. Assoc. 81, hlm. bootstrapping for measures of
461-470. inequality”, Journal of Applied
Efron, Bradley dan Tibshirani, Robert J. Econometrics, Vol. 12, 133–150.
(1993). Monographs on Statistics and Rubin, D. B. (1981). The Bayesian
Applied Probability 57 : An Bootstrap. Ann. Statistik. 9, hlm. 130-
Introduction to the Bootstrap. Great 134.
Britain, London SE1 8HN. Chapman Sun, L. dan Muller Schwarze, D. (1996).
and Hall Statistical Resampling Methods in
Efron, B. dan Tibshirani, R. (1998). The Biology: A Case Study of Beaver
Problem of Region . Ann. Statist. 26, Dispersal Patterns. Am. J. Math.
hlm. 1687-1718. Manage. Sci. 16, hlm. 463-502.
Gamboa, Luis et al. (2009). Statistical Supranto, J. (2008). Statistik Teori dan
Inference for Testing Gini Aplikasi Edisi Ketujuh. Jakarta :
Coefficients: An Application for Erlangga
Columbia. Columbia. Working Paper, Supranto, J. (2009). The Power of Statistics
No.65. untuk Pemecahan Masalah. Jakarta :
Giles, D. (2004). Calculating A Standard Salemba Empat
Error for The Gini Coefficient: Some Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith.
Further Results. Oxford Bulletin of (2004). Pembangunan Ekonomi di
Economics and Statistics 66, 425-433. Dunia Ketiga Edisi Kedelapan.
Hair, Joseph F. et al. (1998). Multivariate Jakarta.: Erlangga.
Data Analysis. New Jersey : Prentice- Ogwang,T. (2000). ‘A Convenient Method
Hall, Inc. of Computing the Gini Index and Its
Hall, P. (1992a). The Bootstrap and Standard Error’, Oxford Bulletin of
Edgeworth Expansion. Springer- Economics and Statistics, Vol. 62, pp.
Verlag, New York. 123-29.
Karagiannis, E. and Kovacevic, M. (2000). Wada, R. O. (1975). Impacts of Economic
“A Method to Calculate the Jackknife Growth of Size Distribution of
Variance Estimator for the Gini Income: The Postwar Experience of
Coefficient”, Oxford Bulletin of Japan, disertasi Ph.D yang belum
Economics and Statistics, Vol. 62, pp. dipublikasikan, University of Hawaii.
119-22. Walpole, Ronald E. (1995). Pengantar
Mangahas, Mahar. (1973). A Note on Statistik Edisi Ketiga. Jakarta : PT.
“Income Inequality and Economic Gramedia Pustaka Utama
Growth : The Postwar Experience of

{
LAMPIRAN datapapua2<- matrix(yj[i],nrow=art[i])
datapapua <- rbind(datapapua, datapapua2)
Lampiran 1. Syntax pembentukan data }
pendapatan per kapita individu dari data datapapua
pendapatan per kapita rumah tangga di write.csv(datapapua, file = "papuadata.csv")
software R
myData <- as.data.frame(papua) Lampiran 2. Syntax perhitungan vi di
yj <- myData$yj software R
art <-myData$art
myData <- as.data.frame(papua)
datapapua<- matrix(yj[1],nrow=art[1])
hasil <- numeric(3790)
for (i in 2:902)
yj <- myData$yj
Pendugaan Standard Error dan Confidence Interval… / Arieska DI dan Pusponegoro NH | 65
hasil[1] <- myData$yj[1] term1 <- 2/(mu[i]*(nrObs^2))
yitemp <- numeric(3790)
for(i in 2:3790)
{ for(j in 1:3790)
hasil[i] <- hasil[i-1]+yj[i] {
} yitemp[j] <- dataBase[j,i]*(j-0.5)
hasilAkhir <- numeric(3790) }
for(i in 1:3790) term2 <- sum(yitemp)
{ result <- term1*term2
hasilAkhir[i] <- hasil[myData$i[i]] gini[i-1] <- result-1
} }
hasilAkhir gini
viFix <- hasilAkhir/3790 ##proses perhitungan koefisien gini bias-corrected
write.csv(viFix, file = "vipapuadata.csv") setiap set resampel
bcgini <- (3790/3789)*gini

Lampiran 3. Syntax resampel, #proses sorting koefisien gini bias-corrected hasil


resample
perhitungan standard error dan giniSort <- sort(bcgini)
confidence interval bootstrap di software
R #proses perhitungan standard error bootstrap
koefisien gini bias-corrected
myData <- as.data.frame(papua) SE <- sd(giniSort)
yi <- data.frame(myData$yi)
#proses perhitungan standar confidence interval
ginibiascorrected<- 0.38189164 bootstrap
nrObs<- dim(yi)[1] bias <- mean(giniSort) - 0.38189164
data<-numeric(nrObs) c(bias,SE)
standar <- ginibiascorrected -bias+c(-
dataBase <- yi 1,1)*qnorm(.975)*SE
#proses resampel
for (i in 1:9999) #proses perhitungan bootstrap-t confidence
{ interval
data <- sample(myData$yi, replace = T) t <- (bcgini-)/SE
dataBase <- cbind(dataBase, data) sort <- sort(t, decreasing=F)
} bb <- ginibiascorrected -(SE* quantile(t,c(0.975)))
mu <- colMeans(dataBase) ba <- ginibiascorrected -(SE* quantile(t,c(0.025)))
cbind(bb, ba)
#proses sorting data pendapatan setiap set
resampel #proses penyimpanan hasil resampel
for(i in 2:10000) write.csv(dataBase, file="papuadatabase1.csv")
{ #proses penyimpanan koefisien gini bias-
dataBase[,i] <-sort(dataBase[,i]) corrected hasil resampel
} write.csv(bcgini, file="papuabcgini1.csv")
#proses penyimpanan hasil sorting koefisien gini
#proses perhitungan koefisien gini setiap set bias-corrected resampel
resampel write.csv(giniSort, file="papuaginisort1.csv")
gini <- numeric(9999)
for(i in 2:10000)
{

66 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


DEVELOPING PANEL DATA AND TIME SERIES APPLICATION
(DELTA) : SMOOTHING MODULE

Nensi Fitria Deli1 dan Siti Mariyah2

Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta-Indonesia


e-mail: 113.7775@stis.ac.id, 2sitimariyah@stis.ac.id

Masuk tanggal : 18 Agustus 2017, diterima untuk diterbitkan tanggal : 30 Agustus 2017

Abstrak

Smoothing adalah salah satu metode yang umum digunakan untuk meramalkan data time series. Saat
ini sudah banyak aplikasi pengolah data time series yang menyediakan fungsi smoothing, antara lain
EViews, Minitab, Zaitun TS, dan R. Namun, aplikasi-aplikasi tersebut masih memiliki kekurangan,
seperti tidak tersedianya fasilitas untuk membandingkan beberapa metode smoothing sekaligus. Oleh
karena itu, dibangun sebuah aplikasi yang open source yaitu aplikasi DELTA modul smoothing yang
menyediakan metode smoothing yang lengkap dan fasilitas untuk membandingkan beberapa metode
sekaligus. Berdasarkan uji coba yang telah dilakukan, aplikasi yang dibangun telah sesuai dengan
pengguna dan keluaran yang ditampilkan sesuai dengan teori yang dijadikan sebagai acuan.

Kata kunci: smoothing, peramalan, aplikasi time series, aplikasi data panel, eksponensial, rata-rata
bergerak

Abstract

Smoothing is commonly used methods to predict time series data. There are many applications that
help in the processing of time series data that provide smoothing function such as EViews, Minitab,
Zaitun TS, and R. However, these applications have some shortcomings such as the difficulty in
comparing several methods. In this study, we build an open source application that provides more
complete smoothing method and a facility for comparing several methods, namely smoothing module
in DELTA application. Based on the tests, it can be proved that this application is suitable for users
and the displayed output is consistent with the theory.

Keywords: smoothing, forecasting, time series application, panel data application, exponential,
moving average

Developing Panel Data and Time Series Application… / Nensi FD dan Siti Mariyah | 67
INTRODUCTION respondents there were more than 30% of
respondents stated that quite difficult to do
Smoothing is one of common method
a comparison of several methods of
used to predict time series data because it is
smoothing. Furthermore, there are 72.1% of
easy to use. This method can eliminate
the total respondents who stated that the
randomness in the data so that the pattern
need to create a new time series data
can be projected into the future and used for
processing application to overcome the
forecasting [5]. There are two types of
deficiencies contained in existing
smoothing method, moving average and
applications.
exponential. The moving average method
This study aimed to build an
can be used in relatively constant data. This
application that open source namely
method consists of a simple moving
smoothing module in DELTA application
average, a double moving average, and
that provides more complete smoothing
weighted moving average. The exponential
methods. They are simple moving average,
method is commonly used in forecasting for
double moving average, weighted moving
near future. This method consists of a single
average, single exponential smoothing,
exponential smoothing, double exponential
double exponential smoothing with one
smoothing with one component (Brown's
component (Brown's method), double
method), double exponential smoothing
exponential smoothing with two
with two components (Holt's method), and
components (Holt's method) and Holt-
Holt-Winter exponential smoothing.
Winter exponential smoothing. In addition,
Currently, there are many applications
this application interface is user friendly
that help in time series data processing that
and has a facility to perform analysis some
provides smoothing function, for instance
smoothing methods at once so that users
EViews, Minitab, Zaitun TS, and R.
can compare them easily. This application
However, these applications still have some
is built using Python 3.5.2 programming
shortcomings.
language on data processing algorithm and
The EViews application is the most
Qt 5.6.0 on the interface display. This
widely used application for analysing time
application is expected to be easier for users
series data because this application has a
to perform time series data analysis using
user interface that is easy to use. However,
smoothing method. The output of this
this application is a paid application in case
application is also expected to display
its use is only limited to those who can
graphs, forecast results and easier to
afford only. In addition, this application
analyse with available smoothing methods.
only provides some of exponential method
and does not provide a moving average RELATED WORKS
method. The Minitab app also has some
Simple moving average
flaws. This application is also paid and The moving average method is used
provides just a bit of smoothing methods. to predict time series data that has a linear
On the other hand, there is a free R app. trend [6]. This method averages the
But, the user must type a specific command overvaluation value in the last n period. In
to process the data. It is not user friendly. In other words, the emergence of new data can
addition, the lack of which is equally owned be calculated by removing the oldest data
by the EViews, Minitab, Olives TS, and R and adding new data. The equations used in
is the unavailability of facilities to perform the implementation of this method are:
smoothing by several methods at once so
users have difficulty in comparing several 𝑦𝑡 + 𝑦𝑡−1 + ⋯ + 𝑦𝑡−𝑛+1 (1)
methods. 𝑀𝑡 =
𝑛
A survey about time series data
applications was conducted on December Forecasting in the next m period use
2016. The respondents are STIS students following equation:
who have earned the course of time series.
According to the survey, out of 270
68 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
𝑌̂𝑡+𝑚 = 𝑀𝑡 (2) moving averages on this method requires
observation up to the period m+t. To
Double moving average ascertain the amount of weights that are
This method is similar to the simple used, an adjustment is made in the divisor
moving average method. However, this used to calculate aj [5].
method calculates the moving average of Single exponential smoothing
simple moving average. According to This method is a procedure that
Montgomery et al [6] the equations which repeats calculations continuously using the
are used in this method are: earliest data. This method is used if the data
is not significantly affected by trend and
𝑦𝑡 + 𝑦𝑡−1 + ⋯ + 𝑦𝑡−𝑛+1 (3) seasonal factors. This method needs a
𝑀𝑡′ =
𝑛 parameter α or commonly called the
′ ′ smoothing constant. The equation which is
𝑀𝑡′ + 𝑀𝑡−1 + ⋯ + 𝑀𝑡−𝑛+1 (4)
𝑀𝑡′′ = implemented in this method is:
𝑛
Forecasting in the next m period use 𝑆𝑡 = 𝛼𝑌𝑡 + (1 − 𝛼)𝑆𝑡−1 (10)
following equation:
Meanwhile, the equation used for data
2 (5) forecasting in the next m period is:
𝑌̂𝑡+𝑚 = 2𝑀𝑡′ − 𝑀𝑡′′ + (𝑀′
𝑛−1 𝑡 𝑌̂𝑡+𝑚 = 𝛼𝑌𝑡 + (1 − 𝛼)𝑌̂𝑡 (11)
− 𝑀𝑡′′ )𝑚
Based on the above equation, to
Weighted moving average calculate smoothing the first observations
This method is a method that uses a required an initial smoothing value (S0).
weight for averaging. According According to Abraham and Ledolter [1], the
Makridakis et al [5], the weights used in value of S0 can be calculated using the
this method can be calculated using the average of several observations. In this
weights function as follows: study, the value of S0 is calculated using the
(1 − (𝑗/𝑚)2 )2 , −𝑚 < 𝑗 < 𝑚 (6) average of the six first observations.
𝑄(𝑗, 𝑚) = {
0, 𝑙𝑎𝑖𝑛𝑛𝑦𝑎
Double exponential smoothing with one
With m = (n - 1) / 2. The value of n is the component (Brown’s method)
period of moving average. Furthermore, This method is used for data
weighing on j (aj) is calculated using the containing linear trend. The equations used
following equation: in the implementation of this method are:

𝑄(𝑗, 𝑚) (7) 𝑆𝑛′ = 𝛼𝑌𝑛 + (1 − 𝛼)𝑆𝑛−1 ′ (12)


𝑎𝑗 = 𝑚
∑𝑖= −𝑚 𝑄(𝑖, 𝑚) 𝑆𝑛′′ = 𝛼𝑆𝑛 ′ + (1 − 𝛼)𝑆𝑛−1 ′′ (13)
The equation that is used to calculate Meanwhile, the equation used for data
moving averages in this method is: forecasting in the next m period is:
𝑚
(8) 𝑌̂𝑛+𝑚 = 𝛽0,𝑛 + 𝛽1,𝑛 𝑚 (14)
𝑀𝑡 = ∑ 𝑎𝑗 𝑌𝑡+𝑗
𝑗= −𝑚 This equation is based on a linear
trend model with:
The equation which is used to predict data
in the next period m is: 𝛽0,𝑛 = 2𝑆𝑛 ′ − 𝑆𝑛 ′′ (15)

𝑌̂𝑡+𝑚 = 𝑀𝑡 (9) 𝛼 (16)


𝛽1,𝑛 = (𝑆𝑛′ − 𝑆𝑛′′ )
1−𝛼
At the end of the data, the observations that
are used to calculate the moving average Based on those equations, to
become less. This is because to calculate calculate smoothing the first observations
Developing Panel Data and Time Series Application… / Nensi FD dan Siti Mariyah | 69
required an initial smoothing value (S0). modeling, that is additive (linear) and
The initial value for S0 is: multiplicative (not linear).
𝛼 (17) Additive
𝑆0′ = 𝛽̂0,0 − 𝛽̂
1 − 𝛼 1,0 Level : 𝐿𝑡 = 𝛼(𝑌𝑡 − 𝑆𝑡−𝐿 ) (22)
𝛼 (18)
𝑆0′′ = 𝛽̂0,0 − 2 𝛽̂ +(1 − 𝛼)(𝐿𝑡−1 + 𝑏𝑡−1 )
1 − 𝛼 1,0
Trend : 𝑏𝑡 = 𝛽(𝐿𝑡 − 𝐿𝑡−1 ) (23)
Coefficient in zero period (𝛽̂0,0 and
𝛽̂1,0) obtained from the linear trend model +(1 − 𝛽)𝑏𝑡−1
constant from least square estimator with
𝛽̂0,0 is the intercept and 𝛽̂1,0 is the slope. Seasonal : 𝑆𝑡 = 𝛾(𝑌𝑡 − 𝐿𝑡 ) (24)
Double exponential smoothing with two +(1 − 𝛾)𝑆𝑡−𝐿
component (Holt’s method)
This method is principally similar The equation used for forecast in the
with Brown’s method. However, this next m period is:
method uses two parameters: α and β. The
equations used for the implementation of 𝑌̂𝑡+𝑚 = 𝐿𝑡 + 𝑚𝑏𝑡 + 𝑆𝑡−𝐿+𝑚 , (25)
this method are:
𝑚 = 1, 2, … , 𝐿
𝑆𝑛 = 𝛼𝑌𝑛 + (1 − 𝛼)(𝑆𝑛−1 + 𝑇𝑛−1 ) (19)
with L is the seasonal length (i.e.
𝑇𝑛 = 𝛽(𝑆𝑛 − 𝑆𝑛−1 ) + (1 − 𝛽)𝑇𝑛−1 (20) months or quarter in a year).

Meanwhile the equation used to Multiplicative


forecast data in the next m period is: Yt (26)
Level : Lt = α S
t-L
𝑌̂𝑛+𝑚 = 𝑆𝑛 + 𝑇𝑛 𝑚 (21)
+(1 − 𝛼)(𝐿𝑡−1 + 𝑏𝑡−1 )
Based on the above equations, to
calculate predicted value of the first Trend : 𝑏𝑡 = 𝛽(𝐿𝑡 − 𝐿𝑡−1 ) (27)
observation required an initial smoothing
value (S0 and T0). These coefficient +(1 − 𝛽)𝑏𝑡−1
obtained from the linear trend model from
least square estimator with S0 is the Y (28)
Seasonal : St = γ Lt + (1-γ)St-L
intercept and T0 is the slope. t

Holt-Winter exponential smoothing The equation used for forecast in the


The methods mentioned above can be next m period is:
used for non-seasonal data. These methods
are less suitable for predicting seasonal 𝑌̂𝑡+𝑚 = (𝐿𝑡 + 𝑚𝑏𝑡 )𝑆𝑡−𝐿+𝑚 , (29)
data. Holt-Winter exponential smoothing
𝑚 = 1, 2, … , 𝐿
method is what can solve the problem. This
method can handle seasonal factors in the Based on above equations, it takes an
data directly [5]. initial smoothing value for level (Lt), trend
This method uses three smoothing (bt), and seasonal (St). To calculate all these
equations, they are for levels, trends, and three values, it takes at least one complete
seasonal. This equation is similar to that seasonal. The equation can be used to
used in Holt's method. However, in this calculate the initial value of Lt and bt for
method one more equation is added to deal additive and multiplicative are [5]:
with seasonal factors. This method is
divided into two based on its seasonal 1 (30)
𝐿𝑠 = (𝑌1 + 𝑌2 + ⋯ + 𝑌𝑠 )
𝑠

70 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


1 𝑌𝑠+1 − 𝑌1 𝑌𝑠+2 − 𝑌2 (31) weighted moving average, single 𝑇𝑛
𝑏𝑠 = ( + +⋯ exponential smoothing, double
𝑠 𝑠 𝑠
𝑌𝑠+𝑠 − 𝑌𝑠 exponential smoothing with one
+ )
𝑠 component (Brown's method), double
exponential smoothing with two
Meanwhile the equations for calculate components (Holt's method) and Holt-
the initial value of St is different for Winter exponential smoothing in one
additive and multiplicative. application. Another problem is the
Additive: unavailability of an application that 𝑆𝑛
allows users to perform some
𝑆1 = 𝑌1 − 𝐿𝑠 , 𝑆2 = 𝑌2 − 𝐿𝑠 , … 𝑆𝑠 = 𝑌𝑠 − 𝐿𝑠 (32) smoothing methods at once.
2. Suggestion. It is the stage of getting a
Multiplicative : solution to the problems that have been 𝑇𝑛
identified. The solution is an algorithm
𝑌1 𝑌2 𝑌𝑠 (33) or procedure in the design of the
𝑆1 = , 𝑆2 = , … 𝑆𝑠 =
𝐿𝑠 𝐿𝑠 𝐿𝑠 application. In this study, the result of
this phase is smoothing module in
Accuracy DELTA application.
User can use accuracy in comparing 3. Development. It is the stage of
some smoothing methods. There are several implementing the solution by
approaches to measure the error. But this developing smoothing module in
application uses mean squared error (MSE) DELTA application. In this stage,
and mean absolute percentage error unified modeling language (UML) is
(MAPE). used for application architecture
𝑛
analysis and application modeling.
1 (34)
4. Evaluation. It is the stage of testing and 𝑆𝑛
𝑀𝑆𝐸 = ∑(𝑌𝑡 − 𝑌̂𝑡 )2 evaluation of the applications that have
𝑛
𝑡=1 been built to get feedback if the
𝑛 application is appropriate to solve the
1 𝑌𝑡 − 𝑌̂𝑡 (35) 𝑇𝑛
𝑀𝐴𝑃𝐸 = ∑ | | × 100% problems.
𝑛 𝑌𝑡 5. Conclusion. This last stage concludes
𝑡=1
the development smoothing module in
DELTA application such as
APPLICATION DEVELOPMENT implementation, documentation,
METHOD evaluation results and shortcomings
The method used for application which contains suggestions for further
development in this research design development.
research method. This method has several
steps as follows: APPLICATION DESIGN
1. Awareness of problem It is the stage of DELTA application architecture
finding, identifying, and analysing the DELTA application is built
problems in the existing time series data modularly. This application consists of 6
application, especially in the smoothing modules. They are framework, panel data
method. The result of this search stage analysis, trend and decomposition analysis,
is the discovery of problems such as the stationarity, smoothing, and arima. This
unavailability of open source time study takes focus on smoothing module.
series and data panel application DELTA application architecture can be
provide more complete smoothing seen in Figure 1.
methods such as simple moving
average, double moving average,

Developing Panel Data and Time Series Application… / Nensi FD dan Siti Mariyah | 71
Fig. 1. DELTA application architecture

Smoothing module design UML. Use case diagram and activity


DELTA application is an object- diagram are used in this study.
oriented application. The design of this Use case diagram explains the
application uses the modeling for object- interaction between the system and the
oriented applications, namely Unified user. This diagram illustrates who will use
Modeling Language (UML). UML the app and in what way the user interacts
visualizes, specifies, builds, and documents with the app graphically. Use case diagram
an object-oriented application development used in the design of this application can be
system. There are several diagrams in seen in Figure 2.

Fig. 2. Use case diagram of smoothing module in DELTA application


72 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132
In Figure 1 there is one actor and nine use Activity diagrams can be used to describe
case. Actor interacting with this application the steps of a use case. The activity diagram
is user. Meanwhile, use cases contained in of each use case in this module can be seen
this application are: in Figure 3-11.
1. Simple moving average, which is a
function to calculate forecasting using
simple moving average method.
2. Double moving average, which is a
function to calculate forecasting using
double moving average method.
3. Weighted moving average, which is a
function to calculate forecasting using
weighted moving average method.
4. Single exponential smoothing, which is
a function to calculate forecasting
using single exponential smoothing
Fig. 3. Activity diagram of simple moving
method.
average use case
5. Double exponential smoothing
(Brown's method), which is a function
to calculate forecasting using double
exponential smoothing method
(Brown's method).
6. Double exponential smoothing (Holt's
method), which is a function to
calculate forecasting using double
exponential smoothing method (Holt's
method).
7. Holt-Winter exponential smoothing,
which is a function to calculate Fig. 4. Activity diagram of double moving
forecasting using Holt-Winter average use case
exponential smoothing method.
8. Comparing of several smoothing
methods is a function to calculate
forecasting using several methods at
once and displays the comparison of
methods based on predefined
comparison criteria (MSE and MAPE).
9. Search best parameter is the function to
find the best parameters for all
exponential smoothing methods. This
function uses the grid search algorithm
in search of the best parameter value. Fig. 5. Activity diagram of weighted
moving average use case

Developing Panel Data and Time Series Application… / Nensi FD dan Siti Mariyah | 73
Fig. 6. Activity diagram of single exponential smoothing use case

Fig. 7. Activity diagram of double exponential smoothing (brown's method) use case

74 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


Fig. 8. Activity diagram of comparing some smoothing methods use case

Developing Panel Data and Time Series Application… / Nensi FD dan Siti Mariyah | 75
Fig. 9. Activity diagram of double exponential smoothing (holt's method) use case

Fig. 10. Activity diagram of Holt-Winter exponential smoothing use case

Fig. 11. Activity diagram of search best parameter use case

76 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


Application interface design
DELTA application interface design,
smoothing analysis interface design, grid
search interface design, and output design
can be seen in Figure 12-15.

Fig. 15. Output design


IMPLEMENTATION
Implementation of DELTA
application’s main page interface
Fig. 12. DELTA application interface design

Fig. 16. DELTA application’s main page


interface
Fig. 13. Smoothing analysis interface design
The main page of the application
user interface is can seen in Figure
16. Users can input the data from a file
with Excel (.xls or .xlsx) type and comma
delimited (.csv) type. Another way to
input the data is input data in the table by
typing directly in the application.

Implementation of smoothing window’s


interface
Implementation of smoothing
window’s interface can be seen in Figure
Fig. 14. Grid search interface design 17.

Developing Panel Data and Time Series Application… / Nensi FD dan Siti Mariyah | 77
Fig. 19. Output window interface

TESTING
Fig. 17. Smoothing window interface There are four approaches in testing
this module. They are white-box testing,
Implementation of grid search’s interface black-box testing, validation testing, and
Grid search window’s interface can be system usability scale (SUS).
seen in Figure 18. This window appears
when the user presses the "best search White-Box Testing
parameter for exponential smoothing" button White-box testing tested the internal
in smoothing window. performance of the application. Testing on
this application is done by running the
application in PyCharm Community
Edition 2017.1 for all functions that have
been made. In this test is done unit testing
and integration testing. Based on test
results, all classes (units) contained in this
smoothing module can run well and well
integrated in DELTA application project.
Black-box Testing
Black-box testing is a test that
focuses on testing the application interface.
This test is done by checking and showing
the function of the application can be
operated and check the error on the
Fig. 18. Grid search window interface interface display. Black-box testing aims to
Implementation of the output page’s test a specific function in the application
interface without the need to know the internal
The output interface can be seen in performance of the application. These test
Figure 19. Once the user presses the "OK" results prove that all the functions on this
button on the smoothing window, the smoothing module has been running well.
application processing forecast calculation Validation
using smoothing methods that have been What is tested in this test is the input
selected with the parameters entered by the and output of the application. With two
user and then the result is displayed on the different inputs given, the application is
output window. tested to see if the application has provided
output according to the applied theory.

78 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


In testing the results of each method Based on Table 2, it can be seen that
analysis, comparative applications used are the best result from smoothing module in
Zaitun TS and Microsoft Excel. Testing DELTA application is accordance with
results can be seen in Table 1. Zaitun TS. However, there are differences in
the results of the method of Holt-Winter
Table 1. Validation Test Result For All Of
exponential smoothing in both additive and
Analysis Methods
multiplicative approach. This is due to the
Smoothing Method Result initialization smoothing approach applied to
this module is different from the Zaitun TS
Simple moving average √ application thus smoothing results given
Double moving average √ were different.
Weighted moving average √
Single exponential smoothing √ System Usability Scale
Double exponential smoothing √ System Usability Scale (SUS) is used
with one component (Brown’s for testing the application on the user
method) side. Testing was conducted on July 11,
Double exponential smoothing √ 2017 with ten respondents.
with two component (Holt’s
method) Table 3. SUS Score For Smoothing Module
Holt-Winter exponential √ In Delta Application
smoothing (additive) Respondent Score
Holt-Winter exponential √ 1 77,5
smoothing (multiplicative) 2 90
3 85
Based on Table 1, it can be seen that 4 75
the output of all of the methods provided in 5 87,5
the application DELTA smoothing module 6 95
in accordance with the theory implemented. 7 77,5
The best parameter search results are also 8 62,5
validated with the Zaitun TS application. 9 75
Testing result can be seen in Table 2. 10 70
Average 79,5
Table 2. Validation Result For Best
Parameter Search
According Usability.gov [12],
Smoothing Method Result minimum score to determine that a
application is good from the user side is 68.
Simple moving average √ Based on Table 3, this module obtained a
Double moving average √ score of 79.5. Therefore, it can be proved
Weighted moving average √ that smoothing module in DELTA
Single exponential smoothing √ application is good module from the user
Double exponential smoothing √ side aspect.
with one component (Brown’s
RESULTS
method)
Double exponential smoothing √ Based on the experiments that have
with two component (Holt’s been done, the application output built in this
method) study has the same results with compared
Holt-Winter exponential X application on each method. The final SUS
smoothing (additive) score earned is well above the minimum
Holt-Winter exponential limit. This results proved that the built
X application has been in accordance with the
smoothing (multiplicative)
user and the output is displayed also in
accordance with the theory and formulas
Developing Panel Data and Time Series Application… / Nensi FD dan Siti Mariyah | 79
used as a reference. However, there are [6] S. G. Makridakis, S. C. Wheelwright
differences in search best parameter function and R. J. Hyndman, Forecasting :
for Holt-Winter Exponential Smoothing. The Methods and Applications, Chichester:
result of the search for this smoothing John Wiley and Sons, 1997.
method in this module is different with [7] B. Abraham and J. Ledolter, Statistical
Zaitun TS application. This difference is Methods for Forecasting, New Jersey:
caused by the approach used for smoothing Wiley-Interscience, 1983.
initialization for this method in this
[8] Usability.gov, "System Usability Scale
application is different from the Zaitun TS
(SUS)," [Online]. Available:
application.
https://www.usability.gov/how-to-and-
CONCLUSIONS tools/methods/system-usability-
A smoothing module in an open source scale.html. [Accessed 6 7 2017].
application for processing time series data [9] Python Software Foundation, "Python,"
has developed. This module provides more [Online]. Available:
complete smoothing methods, such as simple https://www.python.org. [Accessed 10
moving average, double moving average, Januari 2017].
weighted moving average, single exponential [10] P. J. Brockwell and R. A. Davis,
smoothing, double exponential smoothing Introduction to Time Series and
with one component (Brown's method), Forecasting, New York: Springer, 2002.
double exponential smoothing with two
components (Holt's method), and Holt- [11] G. E. Bo, G. M. Jenkins and G. C.
Winter exponential smoothing. This module Reinsel, Time Series Analysis
also provides the facility that allows users to Forecasting and Control 3rd Edition,
process some smoothing methods at once USA: Prentice-Hall, 1994.
and search the best parameters for
exponential smoothing. In addition, the
[12] B. Juanda and J. , Ekonometrika Deret
results of this application module also been
Waktu, Bogor: IPB Press, 2012.
compared with comparative applications and
have similar results with the compared [13] A. M. Sholihah, "Perancangan dan
application. Implementasi Program Aplikasi Time
Series dengan Metode Pemulusan dan
REFERENCES Dekomposisi Untuk Peramalan,"
Jakarta, 2007.
[1] J. L. Whitten and L. D. Bentley, System
[14] N. E. Oktafiani and F. Andriyani,
Analysis & Design Methods, New
"Aplikasi Pemulusan Eksponensial dari
York: McGraw-Hill, 2007.
Brown dan dari Holt Untuk Data Yang
[2] M. A. Weisfeld, The Object-Oriented Memuat Trend," in Seminar Nasional
Thought Process, Third Edition, USA: Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST)
Addison-Wesley Professional, 2009. Periode III, 2012.
[3] R. S. Pressman, Software Engineering : [15] Yuniastari, N. L. A. Kartika and I. W.
A Practicioner's Approach, Seventh W. Wirawan, "Peramalan Permintaan
Edition, New York: McGraw-Hill, Produk Perak Menggunakan Metode
2010. Simple Moving Average dan
[4] J. P. Mueller, Beginning Programming Exponential Smoothing," Jurnal Sistem
with Python For Dummies, New Jersey: dan Informatika Vol.9, pp. 97-106,
John Wiley and Sons, 2014. 2014.
[5] D. C. Montgomery, L. A. Johnson and
J. S. Gardiner, Forecasting & Time
Series Analysis 2nd Edition, Singapore:
McGraw-Hill, 1990.

80 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132


Petunjuk Penulisan
JURNAL APLIKASI STATISTIKA &
KOMPUTASI STATISTIK
Naskah dikirim dalam bentuk softcopy ke alamat email uppm@stis.ac.id disertai dengan
daftar riwayat hidup ringkas penulis. Format naskah mengacu pada Petunjuk Penulisan
Naskah berikut:
Naskah dibuat menggunakan Microsot Office Word 2010. Seluruh bagian dalam naskah
diketik dengan huruf Times New Roman, ukuran 12, spasi 1,5, ukuran kertas A4 dan marjin 2
cmuntuk semua sisi, serta jumlah halaman 15-20. Untuk kepentingan penyuntingan naskah,
seluruh bagian naskah (termasuk tabel, gambar dan persamaan matematika) dibuat dalam
format yang dapat disunting oleh editor.
Gaya penulisan naskah untuk Jurnal Aplikasi Statistika dan Komputasi Statistik ditulis dalam
Bahasa Indonesia dengan gaya naratif. Pembabakan dibuat sederhana dan sedapat mungkin
menghindari pembabakan bertingkat. Tabel dan gambar harus mencantumkan sumber jika
dari data sekunder. Tabel, gambar dan persamaan matematika diberi nomor secara berurut
sesuai dengan kemunculannya. Semua kutipan dan referensi dalam naskah harus tercantum
dalam daftar pustaka, dan sebaliknya sumber bacaan yang tercantum dalam daftar pustaka
harus ada dalam naskah. Format sumber: Nama Penulis dan Tahun. Nomor dan judul table
diletakkan di bagian atas table dan dicetak tebal, sedangkan nomor dan judul gambar
diletakkan di bagian bawah gambar dan dicetak tebal.

Bagian naskah berisi:


Judul. Judul tidak melebihi 12 kata dalam Bahasa Indonesia.
Data Penulis. Berisi nama lengkap semua penulis tanpa gelar, asal institusi, dan alamat email.
Abstrak. Ditulis dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia, maksimum 100 kata untuk
masing-masing abstrak dan berisikan tiga hal yaitu topik yang dibahas, metodologi yang
dipergunakan dan hasil yang didapatkan.
Kata Kunci. Berisi kata atau frasa (maksimum 5 subjek) yang sering dipergunakan dalam
naskah dan dianggap mewakili dan atau terkait dengan topik yang dibahas.
Pendahuluan. Memuat latar belakang, studi sebelumnya yang relevan, permasalahan ataupun
hipotesis yang akan diuji dalam penelitian, ruang lingkup penelitian, serta tujuan dari
penelitian.
Metodologi terdiri atas:
a. Tinjauan Referensi. Bagian ini menguraikan landasan konseptual dari tulisan dan berisi
alasan teoritis mengapa pertanyaan penelitian dalam artikel diajukan. Di samping itu penulis
dapat mengutip studi yang relevan sebelumnya untuk melengkapi justifikasi mengenai
kerangka pikir penelitian.
b. Metode Analisis. Bagian ini berisi informasi teoritis dan teknis yang cukup memadai untuk
pembaca dapat mereproduksi penelitian dengan baik termasuk di dalamnya uraian mengenai
jenis dan sumber data serta variabel yang digunakan. Dalam hal keperluan verifikasi hasil,
editor dan mitra bestari (reviewer) berhak meminta data mentah (raw data) yang digunakan
penulis.
Hasil dan Pembahasan. Tuliskan hasil yang didapat berdasarkan metode yang digunakan
disertai analisis terhadap variabel-variabelnya . Dapat disajikan berupa tabel, gambar, hasil

Petunjuk Penulisan | 81
pengujian hipotesis dengan disertai uraian analitis yang mengangkat poin-poin penting
berdasarkan konsepsi teoritisnya.
Kesimpulan dan Saran. Bagian ini memuat kesimpulan dari hasil dan implikasinya secara
akademis, dan saran yang dapat diberikan berdasarkan temuan dari pembahasan. Bagian ini
juga memuat keterbatasan penelitian dan kemungkinan penelitian lanjutan yang dapat
dilakukan dengan penggunaan/pengembangan variabel, metode analisis ataupun cakupan
wilayah penelitian lainnya.
Daftar Pustaka. Daftar pustaka disusun berdasarkan urutan abjad dengan ketentuan sebagai
berikut:
Publikasi Buku
1. Penulis satu orang
Enders, Walter. 2010. Applied Econometric Time Series, Third Edition. New Jersey: Wiley.
2. Penulis dua orang
Pyndick, Robert. S. dan Rubinfeld, Daniel L. 2009. Microeconomics, Seventh Edition. New
Jersey: Pearson Education.
3. Penulis tiga orang
Fotheringham, A. S., Brunsdon, C, dan Charlton, M. 2002. Geographically Weighted
Regression: The Analysis of Spatially Varying Relationships. West Sussex: John Wiley &
Sons.
Artikel dalam jurnal
Romer, P. 1993. Idea Gaps and Object Gaps in Economic Development. Journal of Monetary
Economics, Vol. 32 (3), 543–573.
Artikel online
Woodward, Douglas P. 1992. Locational Determinants of Japanese Manufacturing Start-Ups
in the United States. Southern Economic Journal, Vol. 58 (3), 690-708.
http://www.jstor.org/discover/10.2307/1059836 (Diakses 1 Sepetember, 2014).
Buku yang ditulis oleh lembaga atau organisasi
BPS. 2009. Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2008. Jakarta: BPS.
Kertas kerja (working papers)
Edwards, S. 1990. Capital Flows, Foreign Direct Investment, and Debt-Equity Swaps in
Developing
Countries. NBER Working Paper, 3497.
Makalah yang direpresentasikan
Zhang, Kevin H. 2006. Foreign Direct Investment and Economic Growth in China: A Panel
Data Study for 1992-2004. Conference of WTO, China, and Asian Economies. Beijing.
Karya yang tidak dipublikasikan
Hartono, Djoni. 2002. Analisis Dampak Kebijakan Harga Energi terhadap Perekonomian dan
Distribusi Pendapatan di DKI Jakarta: Aplikasi Model Komputasi Keseimabangan Umum
(Computable General Equilibrium Model. Tesis. Jakarta.
Artikel di koran, majalah, dan periodik sejenis
Reuters. (2014, September 17). Where is Inflation?. Newsweek.

82 | Jurnal Aplikasi Statistika & Komputasi Statistik V.8.2.2016, ISSN 2086-4132

Anda mungkin juga menyukai