Diselenggarakan oleh:
ISBN: 978-602-50131-4-0
Hak Cipta © 2018, pada penulis
Hak Publikasi pada Penerbit Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) UNIMED
Dilarang memperbanyak, memperbanyak sebagian atau seluruh isi dari buku ini dalam
bentuk apapun, tanpa izin tertulis dari penerbit.
i
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT 2018
ISBN 978-602-50131-4-0
DEWAN REDAKSI
PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN
PENGABDIAN MASYARAKAT (SNP2M) 2018
PENGARAH
Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd.
PENANGGUNG JAWAB
Dr. Kustoro Budiarta, M.E.
Mukti Hamjah Harahap, M.Si.
REVIEWER
Andri Zainal, SE., M.Si., Ph. D., Ak., CA.
Yusnizar Heniwaty, S.St., M.Hum., Ph.D.
Dr. Martina Restuati, M.Si
REDAKTUR
Faisal, S.Pd., M.Pd
Irfandi, S.Pd., M.Si
EDITOR
Deo Demonta Panggabean, S.Pd., M.Pd.
Puji Ratno, S.Si., M.Pd.
Teguh Febri Sudarma, S.Pd., M.Pd
DESAIN
Adek Cerah Kurnia Aziz, S.Pd.,M.Pd.
Drs. Dadang Mulyana, M.Pd
PELAKSANA TEKNIS
Makharany Dalimunthe, S.Pd., M.Pd
Fahmy Syahputra, S.Kom., M.Kom.
Penerbit:
LEMBAGA PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
Alamat Penerbit:
Jalan Willem Iskandar Pasar V Medan Estate
Kecamatan Medan Tembung Sumatera Utara 20221
Telepon: (061) 6618754
ii
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT 2018
ISBN 978-602-50131-4-0
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah yang telah diberikan kepada kita semua, sehingga buku Prosiding Seminar Nasional
Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 2018 pada tanggal 7 November 2018 di Emerald
Garden International Hotel Medan dapat terwujud. Buku prosiding tersebut memuat sejumlah
artikel hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang telah dilakukan oleh dosen
UNIMED dan perguruan tinggi/instansi lain yang dikumpulkan dan ditata oleh tim dalam
kepanitiaan seminar nasional tersebut. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankan
kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor UNIMED, Bapak Prof. Dr. SYAWAL GULTOM, M.Pd. beserta wakil rektor dan
jajarannya yang telah memfasilitasi semua kegiatan Seminar Nasional Hasil Penelitian
Dan Pengabdian Masyarakat 2018 ini.
2. Para pembicara kunci yang telah berkenan membagikan ilmunya
3. Bapak/Ibu segenap panitia Seminar Nasional Hasil Penelitian Dan Pengabdian
Masyarakat 2018, yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pemikirannya demi
suksesnya kegiatan ini.
4. Bapak/Ibu dosen yang telah mempublikasikan artikel hasil program pengabdian kepada
masyarakat dalam kegiatan ini.
Semoga buku prosiding ini dapat memberi kemanfaatan bagi kita semua, untuk kepentingan
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan olah raga. Di samping itu,
diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi upaya pembangunan bangsa dan negara. Saran
dan kritik yang membangun tetap kami tunggu demi kesempurnaan buku prosiding ini. Terakhir,
tiada gading yang tak retak. Mohon maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan.
iii
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT 2018
ISBN 978-602-50131-4-0
Universitas Negeri Medan (UNIMED) diamanahkan oleh pemerintah untuk mengemban tugas
pelayanan yang tertuang dalam Tri Darma Perguruan Tinggi, yakni: pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat. Hasil-hasil penelitian yang dilakukan oleh dosen kemudian
diimplementasikan menjadi suatu kegiatan pengabdian kepada masyarakat. LPM UNIMED
mengupayakan kegiatan pengabdian masyarakat sesuai dengan visi UNIMED menjadi
universitas yang unggul di bidang pendidikan, rekayasa industri dan budaya. Keunggulan
bidang tersebut tentu perlu diimbangi dengan upaya keras untuk meningkatkan sistem
informasi yang tepat, cepat, dan akurat agar menghasilkan karya produk inovatif dan kreatif
yang mampu memberikan nilai tambah pada dunia usaha dan dunia industri (DUDI).
Sejalan dengan peningkatan peran LPM UNIMED sebagai mitra bagi stakeholder, perlu
dilakukan serangkaian langkah percepatan bagi penyebaran data dan informasi tentang hasil
pengabdian. Di samping itu, hasil‐hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang
dilaksanakan oleh para dosen Universitas Negeri Medan juga telah dipublikasi pada Jurnal
Saintika dengan ISSN 2502-7158, Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat dengan ISSN 2502-
7227, dan Journal of Community Research and Service (JCRS) dengan ISSN 2549-3434. Oleh
karena itu, saya menyambut baik penyajian diseminasi hasil penelitian dan pengabdian
masyarakat yang dilakukan oleh partisipan Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat 2018 dalam prosising dengan nomor ISBN 978-602-50131-4-0 baik dalam bentuk
hardcopy maupun softcopy. Metode penyebaran seperti ini diharapkan dapat digunakan
sebagai wahana yang tepat untuk menjalin kemitraan antar pelaku, pengguna serta pendukung
kegiatan penelitian dan pengabdian.
Akhirnya, semoga Prosiding ini dapat dimanfaatkan oleh segenap masyarakat, civitas
akademika, lembaga pemerintah, dunia usaha dan industri. Kumpulan abstrak ini juga
diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi untuk berinovasi dalam melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat pada tahun berikutnya. Tidak lupa, ucapan selamat dan
terimakasih saya sampaikan juga kepada LPM UNIMED yang telah menyelenggarakan
Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun 2018.
iv
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT 2018
ISBN 978-602-50131-4-0
Puji dan syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunianNya, Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Tahun 2018 “Aktualisasi Hasil Penelitian dan Pengabdian di Era Revolusi Industri 4.0”
dengan nomor ISBN 978-602-50131-4-0 selesai tersusun dan dapat kami hadirkan ke hadapan
pembaca. Prosiding ini merupakan kumpulan artikel hasil penelitian dan pengabdian yang telah
lolos kompetisi di tingkat nasional yang diseleksi oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Kepada
Masyarakat, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, maupun di tingkat internal
dari masing‐masing universitas asal peserta.
Akhirnya, izinkan saya atas nama LPM UNIMED dan Panitia SNP2M 2018 mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi‐tingginya kepada para pembicara, pemakalah,
moderator, pimpinan Unimed, dan berbagai pihak yang telah berpartisipasi dalam kegiatan
Seminar Nasional Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 2018. Semoga prosiding ini
dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat dan stakeholder lainnya dalam mengakses
hasil penelitian dan pengabdian masyarakat.
v
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT 2018
ISBN 978-602-50131-4-0
DAFTAR ISI
vii
PROSIDING SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN DAN PENGABDIAN MASYARAKAT 2018
Program Studi Pendidikan Seni Rupa Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan
Jl. Willem IskandarPasar V, Medan Estate, Kec. Percut Sei Tuan,
Kab. Deli Serdang, 20221. Sumatera Utara. Indonesia.
*Penulis Korespondesi : mesraa121@gmail.com
Abstrak
Tujuan dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini untuk memperbaiki pengemasan dan
meningkatkan penjualan produk sabun cair dan sabun batangan di Desa Kelambir, yaitu dengan
memperbaiki desain kemasan dan merek dagang, memperluas cakupan pemasaran, tidak hanya
secara tradisional di warung saja namun sudah secara online, dan mitra mampu dalam mengelola
laporaan keuangan dengan baik dan benar. Metode yang digunakan dalam kegiatan pengabdian
kepada masyarakat ini yakninya dengan melakukan pendampingan, pelatihan, sosialisasi, dan
edukasi terhadap mitra, untuk mencapai tujuan yang diharapkan menuju usaha yang madani. Luaran
yang dihasilkan dalam kegiatan ini yakninya, mitra sudah memilki kemasan dan merek dagang yang
menarik untuk sabun cair sudah dikemas dalam bentuk botol sabun dengan merek dagang yang
elegant sedangkan untuk sabun batangan sudah memiliki kotak sabun dan merek dagang yang
menariktentunya, produk sudah dipasarkan diseluruh Indonesia dengan menggunakan media online
dimana mitra sudah memiliki akun toko online dan akun media sosial lainnya yang mampu
menunjang dalam pemasaran produk secara online, dan pembukuan keuangan sudah tersusun secara
rapi dan sistematis, dan pastinya mitra sudah mahir dalam menyusun laporan keuangan tersebut.
Abstract
The purpose of community service activities is to package and increase sales of liquid soap products
and bar soap in Kelambir Village, namely by using packaging designs and trademarks, expanding,
not only traditionally, and capable partners in financial reporting properly and correctly. This
method in community service activities is believed to be by providing assistance, training,
socialization, and education to partners, to achieve the expected goals towards civil business. The
output generated in this activity is that the partners already have attractive packaging and trademarks
for liquid soap already finished in the form of soap bottles with an elegant trademark while for bar
soap already has soap brands and trademarks that are interesting, the product has been marketed
throughout Indonesia by using online media where partners already have an online store account and
social media account that allows you to use, and financial bookkeeping has been arranged neatly and
systematically, and of course partners are proficient in compiling these financial statements.
PENDAHULUAN
Desa Kelambir terletak di dalam wilayah Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera
Utara yang berbatasan dengan; (1) sebelah Utara berbatasan dengan Desa Rantau Pajang; (2) Sebelah Selatan
berbatasan dengan Desa Durian dan Desa Pematang Biara; (3) sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pematang
Biara; dan (4) sebelah Barat berbatasan dengan Desa Tengah dan Desa Sei Tuan. Luas Desa Kelambir adalah 400
Ha di mana 100% berupa daratan yang berketinggian 0-1 dari permukaan air laut dan 25% daratan dimanfaatkan
sebagai pola tanam pada lahan pertanian yang ada di Desa Kelambir Kecamatan Pantai Labu. (Sumber: Profil Desa
Kelambir).
Penduduk Desa Kelambir berjumlah 2434 jiwa dan 546 KK yang terdiri dari laki-laki 1208 jiwa, perempuan
1226 jiwa. Penduduk ini berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda, dimana mayoritas penduduknya yang
paling dominan berasal dari suku Melayu, Batak, Jawa, dan ditambah beberapa suku lainnya, sehingga tradisi-tradisi
musyawarah untuk mufakat, gotong-royong, dan kearifan lokal lainnya sudah dilakukan oleh masyarakat sejak
adanya Desa Kelambir dan hal tersebut secara efektif dapat menghindarkan adanya benturan-benturan antar
kelompok masyarakat.
Dilihat dari jumlah jiwa yang ada pada masing-masing Dusun di Desa Kelambir, dapat dikelompokan
sebagai berikut:
METODE PELAKSANAAN
Berikut tahapan pelaksanaan yang dilakukan untuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan mitra
yaitu; (a) Focus Group Discussion (FDG) dengan Mitra; (b) pelatihan pembuatan desain kemasan; (c) pelatihan
sistem pemasaran menggunakan IT serta; (d) pendidikan dan pelatihan keuangan serta manajemen usaha yang baik.
Akhir dari kegiatan ini menghasilkan produk yang memiliki desain kemasan, sudah bisa dipasarkan secara online,
dan tentunya Mitra sudah bisa mengelolah laporan keuangan dengan baik.
Gambar 1. Kelompok Masyarakat Mengikuti Pelatihan Desain Kemasan, Pemasaran Online, dan Pembukuan
Keuangan.
Kelompok ibu-ibu PKK sudah memiliki merek dagang yang mempu bersaing dengan produk lain
sejernisnya. Produk yang dihasilkanpun tidak mudah rusak dan tahan lama.
Hasil dari kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan di Desa Kelambir, mengalami
peningkatan pada kegiatan desain kemasan berada pada kategori baik, pemasaran online juga berada pada kategori
baik, dan pembukuan keuangan berada pada kategori cukup baik, terjadi peningkatan dari sama sekali tidak
memiliki desain kemasan, tidak ada pemasaran online, dan belum adanya pembukuan keuangan ke kategori baik
dengan rata-rata 2.6 point dengan persentase capaian hingga 66.6%.
memberika pengaruh yang positif terhadap kemajuan produk sabun cair dan sabun batangan, dengan rata-rata
capaian kemajuan berada pada kategori baik, capaian persentase hingga 66.6%.
Diharapkan kegiatan ini menjadi landasan bagi tim pengabdi berikutnya, untuk dapat melanjuti kegiatan yang
belum terjangkau, padahal kegiatan tersebut perlu untuk dikembangkan atau diberikan pendampingan dari pakar/
akademisi.
DAFTAR RUJUKAN
Kotler, Philip. (2003). Manajemen Pemasaran Jilid 2
Edidi 13. Jakarta: Erlangga.
Profil Desa Kelambir.
Swastha, Basu. (2010.) Manajemen Penjualan (Edisi 3).
Yogyakarta: BPFE.
Abstrak
Taman kanak-kanak Perwanis Kota Medan merupakan salah satu tempat yang menjadi wilayah
pendampingan untuk pemamfaatan limbah plastik yang akan digunakanan sebagai alat permainan
edukatif untuk anak taman kanak-kanak. Permasalahan yang dialami kurangnya pengetahuan guru
tentang merencanakan, membuat dan memanfaatkan limbah plastik sebagai APE, belum mempunyai
buku panduan dan buku ajar tentang memanfaatkan limbah plastik sebagai APE serta belum
mempunyai berbagai media belajar dari pemamfaatan limbah plastik. Metode yang digunakan
adalah Pelatihan dan Pendampingan. Hasil kegiatan diantaranya : (1) Pelaksanaan kegiatan
pendampingan pembuatan dan pemamfaatan alat permainan edulatif dari bahan limbah plastik sudah
terlaksana sesuai perencanaan, (2) Peserta yang dilibatkan untuk mengikuti pendampingan semuanya
hadir, (3) Meningkatnya pengetahuan dan kemampuan guru dalam merancang dan membuat
berbagai macam APE untuk anak dari bahan bekas plastik
PENDAHULUAN
Kegiatan belajar di Taman Kanak-Kanak adalah kegiatan bermain sambil belajar, belajar dengan bermain
yang menyenangkan agar anak dapat berkreatifitas (Pebriani,2012). Pada kurikulum 2013 secara tegas diuraikan
bahwa hasil belajar adalah tercapainya kompetensi secara utuh yang mencakup tiga mantra, yaitu sikap atau nilai
(values), keterampilan, dan pengetahuan berkenaan materi yang dipelajari (Anwar, 2014). Prinsip belajar di atas
dapat dilakukan dengan bermain sambil belajar tepat sasaran, efektif dan efisien, guru guru Taman Kanak-Kanak
harus memperhatikan 3 (tiga) prinsip media pembelajaran (Permen Nomor 58 Tahun 2009 Pasal 1 Tentang Standar
PAUD) yaitu (1) aman, terang, dan memenuhi kriteria kesehatan bagi anak, (2) sesuai dengan tingkat perkembangan
anak, dan (3) memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di lingkungan sekitar, termasuk barang
limbah/bekas layak pakai.
Taman Kanak-Kanak murah sebenarnya dapat dilaksanakan seperti memanfaatkan barang limbah/bekas
layak pakai sebagai media pembelajaran. Taman Kanak-Kanak yang dapat memanfaatkan barang limbah/bekas
layak pakai (membudayakan memakai produk 3R, reduce, reuse, recycle) sebagai media pembelajaran pada
gilirannya nanti orang tua Taman Kanak-Kanak tidak harus membayar mahal media pembelajaran /tahun
(Maemunah, 2015).
Taman kanak-kanak Perwanis Kota Medan merupakan salah satu tempat yang menjadi wilayah
pendampingan untuk pemamfaatan limbah plastik yang akan digunakanan sebagai alat permainan edukatif untuk
anak taman kanak-kanak. Standarisasi media pembelajaran di Taman Kanak-Kanak memuat nama dan spesifikasi
media pembelajaran yang memenuhi persyaratan sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku sebagai acuan
perencanaan maupun pengadaan media pembelajaran, oleh karena itu akan dibina dan dilaksanakan oleh Tim
Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM) beserta Tim Mitra melalui pendekatan kegiatan bermain sambil belajar,
belajar dengan bermain yang menyenangkan agar anak dapat berkreatifitas dengan memamfaatkan potensi dan
sumber daya yang ada di lingkungan sekitar, termasuk barang limbah/bekas plastik yang layak pakai menjadi
media pembelajaran Taman Kanak-Kanak sekaligus dapat mempertinggi proses penalaran yang cinta lingkungan
kepada anak.
Berdasarkan pengamatan langsung dan wawancara dengan guru TK Perwanis dengan Ibu Lina pada tanggal
20 Mei 2018, ditemukan bahwa secara umum permasalahan yang dialami adalah kurangnya pengetahuan guru
tentang merencanakan, membuat dan memamfaatkan limbah plastik sebagai APE di TK, belum mempunyai buku
panduan dan buku ajar tentang memamfaatkan limbah plastik sebagai APE di TK serta belum mempunyai berbagai
media
belajar dari pemamfaatan limbah plastik, hal tersebut di atas perlu dicari solusi agar guru TK memiliki kreativitas
dalam merencanakan, membuat dan memamfaatkan limbah plastik sebagai APE, dengan memanfaatkan limbah
plastik sebagai ape akan dapat meningkatkan kreatifitas dan kecerdasan anak usia dini dan pada akhirnya akan
meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua ketika akan mendaftarkan anaknya ke TK Perwanis.
METODE
Metode pelaksanaan yang ditawarkan kepada mitra untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi mitra
adalah metode pendidikan, pelatihan serta pendampingan antara lain : (1). untuk guru-guru TK/PAUD yang belum
mampu membuat plastik sebagai APE di TK/PAUD Perwanis akan diberikan pelatihan dan pendampingan
pemanfaatan limbah plastik sebagai bahan ajar, (2). untuk guru-guru TK/PAUD belum mempunyai buku panduan
memamfaatkan limbah plastik sebagai media belajar TK/PAUD Perwanis akan disusun sebuah panduan cara
pembuatan berbagai media belajar dengan memanfaatkan limbah plastik, (3). untuk guru-guru TK/PAUD Perwanis
belum mempunyai berbagai APE dari pemamfaatan limbah plastik akan dilakukan pendampingan pembuatan
berbagai APE dari bahan limbah plastik.
Kegiatan ini direncanakan dilakukan dengan melaksanakan sosialisasi tentang pemamfaatan limbah plastik,
pemberian tugas penyusunan/perencanaan buku panduan limbah plastik, workshop dan pendampingan pembuatan
bahan ajar dari limbah plastik sebagai media belajar, teknik membuat/pendampingan berbagai media belajar dari
limbah plastik dan selanjutnya tersedianya berbagai jenis media belajar dari limbah plastik. Rencana kegiatan ini
meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
No Aplikasi Kegiatan Metode Pendekatan Target Partisipasi Mitra
1. Sosialisasi Sosialisasi Memiliki pemahaman Mengikuti sosialisasi
pemamfaatan limbah pembuatan media belajar pemamfaatan limbah
plastik sebagai media dari bahan plastik plastik sebagai media
belajar belajar.
2. Memberikan buku Memberikan buku Mitra memiliki buku Menerima buku
panduan panduan pemamfaatan panduan pemanfaatan panduan
limbah plastik. kepada limbah plastik sebagai
guru-guru TK/PAUD media belajar
3. Workshop dan Workshop dan Guru memiliki Mengikuti workshop
pendampingan pendampingan pengalaman dalam dan pendampingan
pembuatan bahan merencanakan, membuat pembuatan bahan ajar
ajar dari limbah dan memamfaatkan dari bahan plastik
plastik. limbah plastik
Tersedianya berbagai Membuat media belajar
jenismedia belajar dari dari bahan limbah
limbah plastik plastik secara mandiri
KESIMPULAN
Pelaksanaan kegiatan pendampingan pembuatan dan pemamfaatan alat permainan edulatif dari bahan limbah
plastik sudah terlaksana sesuai perencanaan
Peserta yang dilibatkan untuk mengikuti pendampingan semuanya hadir, dan kegiatan yang dilakukan sangat
dibutuhkan oleh para guru tersebut
Ditinjau dari tujuan kegiatan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan guru dalam merancang dan
membuat berbagai macam APE untuk anak dari bahan bekas plastik
Meningkatkan pengetahuan dan semangat para guru-guru dalam membuat dan memamfaatkan berbagai jenis APE
dari bahan limbah plasik menjadikan LPM Unimed sebagai mitra untuk tempat berkonsultasi.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, R. (2014). Hal – hal yang mendasari penerapan kurikulum 2013. Jurnal HUMANIORA,05(01), 97-106.
Retrieved from http://journal.binus.ac.id/index.php/Humaniora/article/download/2987/2378
Eliyawati, C., dkk. (2005) Pemilihan dan Pengembangan Sumber Belajar untuk Anak Usia Dini. Jakarta : Dikti
Depdiknas.
Maemunah, S. (2015). Kreativitas Guru Paud Dalam Mengembangkan Media Pembelajaran Melalui Pemanfataan
Bahan Alam. Majalah Ilmiah Pawiyatan,22(03), 45-56. Retrieved from
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=400883&val=6766&title=Kreativitas
%20Guru%20Paud%20Dalam%20Mengembangkan%20Media%20Pembelajaran%20Mela
lui%20Pemanfataan%20Bahan%20Alam
Pebriani. (2012). Peningkatan Kemampuan Anak Mengenal Huruf Melalui Permainan Menguraikan Kata Di Taman
Kanak-Kanak Negeri Pembina Agam. Jurnal Pesona PAUD,01(01), 01-11. Retrieved from
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/paud/article/viewFile/1651/1421.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2009 Tentang Tentang Standar
Pendidikan Anak Usia Dini.
Zaman, B., dkk. (2005). Media dan Sumber Belajar TK. Modul Universitas Terbuka. Jakarta : Universitas Terbuka
Abstrak
Kegiatan pengabdian melalui skema PKM di Desa Kolam di dasari oleh kondisi air sumur yang
umumnya digunakan masyarakat tidak memenuhi standar baku mutu air. Masyarakat telah
mengkonsumsi air dalam jangka waktu yang lama dengan kondisi berbau, mengandung logam berat
dan deterjen dan tingkat keasaman. Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan ini
adalah dengan merancang sistem filter air bertingkat sesuai dengan kondisi mutu air yang ada. Filter
yang digunakan dimulai dengan memanfaatkan arang aktif untuk menghilangkan bau dan warna.
Filter zeolit digunakan untuk menangkap logam berat yang terkandung dalam air. Filter mikro
digunakan sebagai filtrasi penjernihan air dan penaikan PH air. Sedangkan yang terakhir
menggunakan sinar UV untuk membunuh kuman yang terkandung dalam air. Dengan menggunakan
sistem ini, berdasarkan hasil uji laboratorium kementerian kesehatan dihasilkan air yang telah
memenuhi standar baku mutu air yang telah ditetapkan oleh kementerian kesehatan. Dengan
demikian masyarakat dapat menikmati air layak konsumsi dan menurunkan biaya pengeluaran ibu
rumah tangga dalam membeli air.
Kata Kunci : Filter, Mutu, Konsumsi
PENDAHULUAN
Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Sekitar tiga per empat bagian tubuh kita
terdiri atas air, tidak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Selain itu, air juga
digunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga
digunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, transportasi dan lain-lain
(Mubarak dan Chayatin, 2008). Tingginya pencemaran air saat ini sangat mempengaruhi kehidupan manusia dan
lingkungan terutama dalam penggunaan air bersih yang semakin lama semakin menurun kuantitasnya (Masthura dan
Jumiati, 2017). Pemakaian air minum yang tidak memenuhi standart kualitas tersebut akan berdampak pada
gangguan kesehatan, baik secara langsung dan cepat maupun tidak langsung secara perlahan (Said, N.I dan
Wahjono, H.D,1999). Penggunaan air yang tidak memenuhi kualitas dalam jangka panjang dapat mengakibatkan
penyakit diare, keropos tulang, korosi gigi,anemia dan kerusakan ginjal (Unicef Indonesia,2012).
Filter karbon merupakan metode karbon aktif dengan media granular (Granular Activated Carbon) merupakan
proses filtrasi yang berfungsi untuk menghilangkan bahan-bahan organik, desinfeksi, serta menghilangkan bau dan
rasa yang disebabkan oleh senyawa-senyawa organik. Selain itu juga digunakan untuk menyisihkan senyawa-
senyawa organik dan menyisihkan partikel-partikel terlarut. (Jannati, Deby, dan Shona Mazia, 2009.
Permasalahan kualitas air ini juga dialami oleh masyarakat Desa Kolam Kecamatan Batang Kuis, khususnya di
dusun I dan II, dimana air sumur yang digunakan masyarakat sebagai sumber air umumnya tidak memenuhi syarat
untuk digunakan baik untuk keperluan rumah tangga dan air minum. Hal ini diasumsikan sebagaimana telah
disebutkan sebelumnya yaitu air memiliki kandungan besi (Fe) serta mangan (Mg) tinggi, mengandung kesadahan
tinggi.
Keterbatasan penyediaan air bersih yang memenuhi syarat memacu perlu adanya teknologi tepat guna untuk
mengolah air yang disesuaikan dengan keadaan lingkungan dan sumber daya yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan
target pencapaian Millenium Development Goals (MDGs) pemerintah Indonesia pada tahun 2019, dimana 100 %
masyarakat sudah memiliki akses terhadap air bersih.
Kegiatan pengabdian melalui skema PKM di Desa Kolam ini di dasari oleh kondisi air sumur yang umumnya
digunakan masyarakat tidak memenuhi standar baku mutu air. Masyarakat telah mengkonsumsi air dalam jangka
waktu yang lama dengan kondisi berbau, mengandung logam berat dan deterjen dan tingkat keasaman.
METODE DAN ALAT
Secara umum metode pengolahan air yang digunakan adalah pengolahan air secara biologis (bertingkat). Pe
ngolahan air secara bertingkat dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan organisme-organisme yang berbahaya
yang terdapat dalam air. Secara umum pengolahan air secara bertingkat dibagi menjadi 4 tahapan yaitu : (1)
Pengolahan air tahap awal (Preliminary water treatment), (2) Pengolahan air tingkat pertama (Primary water
treatment), (3) Pengolahan air tingkat kedua (Secondary water treatment) dan (4) Pengolahan air tingkat lebih lanjut
(Advanced/ tertiary water treatment)( Eckenfelder,2002).
Metode perancangan sistem filter air bertingkat yang dilakukan di Desa Kolam diawali dengan merancang dan
memanfaatkan arang aktif untuk menghilangkan bau dan warna. Kemudian Filter zeolit digunakan untuk
menangkap logam berat yang terkandung dalam air. Filter mikro digunakan sebagai filtrasi penjernihan air dan
penaikan PH air. Sedangkan yang terakhir menggunakan sinar UV untuk membunuh kuman yang terkandung dalam
air.
Kualitas hasil pengukuran, disandingkan dengan baku mutu air klas II (PP 82 2001), jika hasil pengukuran nilainya
masih dibawah baku mutu, maka sumber air tersebut masih lauak sebagai air baku air minum. Hasil filterisasi air
setelah diproses juga dikontrol, kemudian disandingkan dengan standar air minum dalam KEPMENKES RI No.907
Tahun 2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.
Filterisasi air dengan sistem bertingkat dilakukan untuk melihat perbandingan penurunkan kontaminan-kontaminan
dalam air sumur sebelum dan sesudah difilter menggunakan arang aktif yang layak digunakan berdasarkan standar
air bersih (Permenkes RI No. 416 Tahun 1990) dan standar air minum (No.492/MENKES/PER/IV/2010).
Parameter-parameter pengujian yang dilakukan terdiri atas dua parameter yaitu parameter fisika (TDS, kekeruhan,
dan bau), parameter kimia (pH, deterjen, dan besi (Fe). Air yang digunakan adalah air dari sumur gali masyarakat di
Desa Kolam Kecamatan Batang Kuis, Sumatera Utara. Sebelum difilterisasi, air sumur diuji terlebih dahulu
sehingga dapat diketahui karakteristiknya.
Tabel 1. Hasil Pengujian Air sebelum dan sesudah difilterisasi bertingkat
No Parameter Baku Mutu Sebelum Filterisasi Setelah Filterisasi
1 Bau - Berbau Tidak Berbau
2 TDS 500 mg/l 700 mg/l 110 mg/l
Gambar 2. Perbandingan bentuk & warna air sebelum dan sesudah filterisasi
KESIMPULAN
Hasil pengujian filterisasi air di Desa Kolam dengan metode filterisasi bertingkat jauh lebih baik. Hal ini
terlihat pada parameter fisika (TDS, kekeruhan, dan bau,) dan parameter kimia (pH, deterjen, dan besi
(Fe) yang kesemua aspek mengalami perubahan hasil pengukuran masih dibawah baku mutu. Dengan
menggunakan sistem ini, berdasarkan hasil uji laboratorium kementerian kesehatan dihasilkan air yang
telah memenuhi standar baku mutu air yang telah ditetapkan oleh kementerian kesehatan. Dengan
demikian masyarakat dapat menikmati air layak konsumsi dan menurunkan biaya pengeluaran ibu rumah
tangga dalam membeli air.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi, Khayan dan Heru SB, 2011, Teknologi Pengolahan Air Minum, Edisi Pertama, Gosyen Publishing,
Yogyakarta,Hal:16 – 31
Departemen Kesehatan (1990). Peraturan Menteri Kesehatan No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-syarat
dan Pengawasan Kualitas Air. Jakarta.
Departemen Kesehatan (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat
syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. Jakarta.
Departemen Kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan RI, nomor : 492/menkes/per/IV/2010 tentang persyaratan
kualitas air minum, http://www.slideshare.net/metrosanita/permenkes- 492-tahun-2010tentang
persyaratan-kualitas-air-minum, diakses tanggal 16 November 2012
Dhea Yafina Rinka, Moh. Rangga Sururi dan Eka Wardhani, 2014, Perencanaan sistem plambing air limbah dengan
penerapan konsep green building pada Gedung Panghegar Resort Dago Golf Hotel dan Spa, Jurnal Institutk
Teknologi Nasional, Reka Lingkungan, Volume 2, Nomor 2, September 2014.
Eckenfelder, W.W., Industrial Water Pollution Control, Edisi Ketiga, McGrawHill Inc., Sydney, 2002
Hysocc. 2013. pH (Drajar Keasaman). http//id.m.wikipedia. diakses 5 Agustus 2018.
Jannati, Deby dan Shona Mazia. 2009. Karbon Aktif sebagai Filter Air. Jakarta. Edisi Cetak: 653. Jakarta
Kumalasari, F & Satoto, Y., 2011, Teknik Praktis Mengolah Air Kotor Menjadi Air Bersih Hingga Layak Diminum,
Laskar Askara, Bekasi.
Masthura., dan Jumiati, E. (2017). Peningkatan Kualitas Air Menggunakan Metode Elektrokoagulasi dan Filter
Karbon. Jurnal Fisitek, 1(2), 01–06.
Mubarak, W.I. dan N. Chayatin. 2008. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Gresik: Salemba Medika.
Pemerintah Republik Indonesia, 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas
Air
dan Pengendalian Pencemaran Air, Jakarta
Said, N.S dan Wahjono, H.D. 1999. Pembuatan Filter Untuk Menghilangkan Zat Besi dan Mangan Di Dalam Air.
Jakarta : BPPT.
Suhartana. 2006. Pemanfaatan Temprung Kelapa Sebagai Bahan Baku Arang Aktif dan Aplikasinya untuk
Penjernihan Air Sumur di Desa Belor Kecamatan Ngaringan Kabupaten Grobogan. Jurnal ISSN : 1410 –
9662
Vol 9 No 3. UNDIP.
Suhendra, D.S., I. Marsaulina dan D.N. Santi. 2012. Analisis Kualitas air Gambut dan Keluhan Kesehatan pada
masyarakat di Dusun Pulo Gombut Desa Sukarame baru Kecamatan Kuala Hulu Kabupaten Labuhan Batu
Utara Tahun 2012. Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas
Sumatra Utara.
Syahriyani (2013), Analisa Alat Penyaringan Air dengan Sistem Pipa Bersusun Untuk Penyaringan AirSumur
Galian
Desa Sungai Alam, Politeknik Negeri Bengkali.
Unicef Indonesia .(2012). Ringkasan Kajian : Air Bersih, Sanitasi, dan Kebersihan. Jakarta : Unicef Indonesia
http://www.mikirbae.com/2014/12/membuat-saringan-airsederhana.html. diunduh pada hari kamis 19
September 2018
Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan,
Jl. Willem Iskandar Pasar V – Medan 20221, Sumatera Utara, Indonesia
* Penulis Korespodensi : yuly@unimed.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengembangan dan kualitas kelayakan instrumen
penilaian tugas rutin mata kuliah Matematika Fisika berbentuk soal-soal berbasis pemecahan
masalah berdasarkan lembar validasi tim ahli dan angket respon mahasiswa. Penelitian merupakan
penelitian pengembangan (Research and Development/R&D) dengan metode yang diadaptasi dari
Borg dan Gall. Prosedur penelitian dibagi dengan tahap studi pendahuluan yaitu pengumpulan data,
analisis kebutuhan materi dan pembuatan instrumen penelitian, tahap studi pengembangan yaitu
membuat kisi-kisi instrumen dan merancang soal. Tahap studi validasi produk oleh dua orang tim
ahli bidang materi dan evaluasi penilaian. Selanjutnya dilakukan uji respon dan keterbacaan
mahasiswa terhadap produk instrumen. Teknik analisis data menggunakan lembar validasi dan
angket yang dianalisis dengan menghitung nilai rata-rata skala likert seluruh responden menjadi
nilai keseluruhan. Data klasifikasi skor diubah dalam bentuk persentase yang kemudian ditafsirkan
dengan kalimat bersifat kualitatif dengan kategori valid. Berdasarkan analisis data diperoleh
kesimpulan instrumen penilaian berupa soal-soal berbasis pemecahan masalah valid dan layak
digunakan sebagai tugas rutin pada mata kuliah Matematika Fisika dalam implementasi Kurikulum
berorientasi KKNI.
PENDAHULUAN
Jurusan Fisika FMIPA Unimed adalah satu dari semua jurusan yang menerapkan kurikulum berbasis KKNI
pada semua matakuliah. Salah satu matakuliah vital di Jurusan Fisika Unimed adalah Matematika Fisika. Mata
kuliah ini merupakan mata kuliah reduksi dari mata kuliah Fisika Matematika yang memberikan dasar-dasar analisis
matematis terhadap persoalan fisika (Ellianawati, 2012). Berdasarkan hal itu, mata kuliah ini bertujuan agar
mahasiswa memiliki kemampuan dalam merumuskan berbagai proses fisika ke dalam pernyataan matematis dan
mampu menyelesaikannya secara analitis. Mata kuliah Matematika Fisika mengembangkan kemampuan mahasiswa
dalam berpikir analitis kuantitatif berdasarkan pola penalaran matematis logis dalam memecahkan setiap persoalan
fisika.
Berdasarkan perolehan rata-rata nilai akhir mahasiswa pada mata kuliah Persamaan Diferensial dalam Fisika
untuk Angkatan 2016/2017, hanya 15 % mahasiswa memperoleh nilai B dan 85 % lagi memperoleh nilai C dan E.
Nilai yang sangat rendah ini adalah hasil dari penerapan tujuan penilaian autentik agar mahasiswa mengetahui hasil
kemampuannya yang sebenarnya. Sejalan dengan hasil angket mahasiswa dapat diketahui bahwa salah satu
penyebab rendahnya hasil belajar mahasiswa adalah masalah proses pengerjaan dan penilaian tugas.
Selain itu, bentuk instrumen soal pada masing-masing tugas tidak sesuai dengan capaian pembelajaran mata
kuliah Matematika Fisika. Kebanyakan soal berbentuk uraian dengan perhitungan matematika saja bukan pada
pemecahan masalah fisika sehingga mahasiswa mampu memperoleh hasil matematikanya namun tidak mampu
menganalisis dan menerapkannya pada masalah fisika. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tanjung (2016)
kebanyakan soal-soal pada mata kuliah Fisika Matematika berbentuk uraian masalah yang menggambarkan terapan
konsep-konsep matematika untuk pemecahan soal-soal fisika. Berdasarkan kurikulum KKNI, capaian pembelajaran
mata kuliah Matematika Fisika adalah memperoleh penambahan wawasan dan pengertian tentang dasar-dasar
matematika yang akan bermanfaat bagi mahasiswa untuk menyelesaikan berbagai masalah fisika. Mahasiswa
dituntut untuk dapat memahami konsep materi dan menyelesaikan soal-soal aplikasi fisika dengan teknik analisis
matematis. Soal-soal Matematika Fisika dibuat berbentuk masalah yang merupakan aplikasi langsung dari materi
fisika, bukan lagi soal-soal perhitungan yang terlalu dominan pada matematika. Oleh karena itu, perlu dirancang
instrumen tes untuk tugas rutin dengan kriteria soal berbasis pemecahan masalah. Metode pemecahan masalah
memiliki karakteristik sesuai CPL mata kuliah Matematika Fisika dan merupakan salah satu metode sesuai
Kurikulum KKNI (Suteja, 2017).
Pada penerapan kurikulum KKNI, penilaian dilaksanakan mulai dari proses pembelajaran sampai pada akhir
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suyasa (2017) dalam implementasi KKNI, penilaian setiap mata
kuliah terdiri dari penilaian proses perkuliahan dan penyelesaian tugas-tugas serta penilaian mandiri yang meliputi
ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Dalam penilaian diperlukan instrumen yang tepat dan sesuai dengan
tujuan pembelajaran. Instrumen penilaian mampu melatih keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah
mahasiswa (Saheri, 2017). Penerapan metode pemecahan masalah pada instrumen soal juga berpotensi untuk
mengembangkan kemampuan berpikir divergen (kemampuan mencari ide-ide untuk menyelesaikan masalah) dan
kemampuan berpikir logis (kemampuan memverifikasi ide-ide tersebut menjadi sebuah penyelesaian kreatif) (Syafii,
2011). Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk pengembangan instrumen penilaian tugas rutin berbasis
pemecahan masalah pada mata kuliah Matematika Fisika sesuai Kurikulum berorientasi KKNI.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan
(Research and Development/R&D). Penelitian R&D digunakan untuk mendesain produk atau prosedur yang teruji
secara sistematis di lapangan, dievaluasi, dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga memenuhi kriteria
efektivitas, kualitas atau kemiripan dengan suatu standar (Borg and Gall, 2003). Penelitian R&D yang digunakan
dalam penelitian ini diadaptasi dari Borg and Gall (2003) dengan langkah pengembangan instrumen pada gambar 1.
Penentuan Tujuan
Penyusunan Kisi-Kisi
Adapun tahap-tahap pelaksanaan penelitian adalah tahap pendahuluan, tahap studi pengembangan dan
tahapan uji keterbacan serta revisi. Pada tahap pendahuluan dilakukan pengumpulan dokumen kebutuhan dan data
awal mengenai panduan pengembangan perangkat pembelajaran berdasarkan Kurikulum Pendidikan Tinggi berbasis
KKNI, panduan evaluasi pembelajaran dan sumber materi kuliah Matematika Fisika. Selain itu, pada tahap ini
dilakukan penyiapan lembar validasi instrumen penilaian berbasis pemecahan masalah Matematika Fisika dan
lembar tanggapan/respon mahasiswa. Pada tahap studi pengembangan dikembangkan desain produk awal
(prototype) instrumen penilaian tugas rutin dengan pemecahan masalah sesuai panduan Kurikulum Pendidikan
Tinggi berbasis KKNI. Selanjutnya pada tahap uji keterbacaan dan revisi dilakukan analisis lebih dalam terhadap
produk awal apakah produk awal dapat digunakan langsung pada mahasiswa sekaligus mengumpulkan hasil
perbaikan dari uji coba mahasiswa. Selain itu, tahap ini berguna untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan dari
produk awal sehingga selanjutnya layak digunakan untuk mahasiswa.
% rata-rata Ket
AMS WAB
Indikator Kelayakan Instrumen 88,33 78,33 83,33 Valid
Kebahasaan 87,50 81,25 84,37 Valid
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa penilaian kevalidan diperoleh hasil sebagai berikut: 1) Penilaian
terhadap kelayakan instrumen yang terdiri dari 15 item butir penilaian memperoleh rata-rata persentase 83,33%
dengan kategori “valid”, 2) Penilaian terhadap aspek kebahasaan yang terdiri dari 4 item butir penilaian memperoleh
rata-rata persentase 84,37% dengan kategori “valid”. Kesimpulan dari hasil penilaian oleh validator adalah
instrumen penilaian tugas rutin hasil pengembangan layak diujicobakan di lapangan dengan revisi.
Selanjutnya dilakukan uji coba kelompok kecil yaitu menguji respon dan keterbacaan mahasiswa terhadap
instrumen penugasan hasil pengembangan. Berdasarkan hasil angket diperoleh nilai rata-rata 1) Aspek “Tampilan
dan Isi Instrumen” sebesar 80% dengan kategori “baik” dan 2) Aspek “Motivasi Belajar” sebesar 86,11% dengan
kategori “sangat baik”. Persentase rata-rata penilaian respon dan keterbacaan mahasiswa pada uji coba kelompok
kecil dapat dilihat pada Tabel 3.
Instrumen penilaian tugas rutin mata kuliah Matematika Fisika telah dikembangkan. Keberadaan instrumen
penilaian ini diyakini sangat dibutuhkan karena proses pembelajaran dan perancangan tugas-tugas memiliki peranan
penting dalam menentukan keberhasilan pembelajaran (Sanjaya, 2014). Perancangan tugas-tugas mahasiswa yang
disusun secara terencana dan terukur akan menggiring mahasiswa untuk memiliki kemampuan yang optimal
(Hasruddin, 2016). Tujuan yang diharapkan dari penggunaan instrumen ini adalah keberhasilan dari pencapaian
tujuan mata kuliah Matematika Fisika yaitu mengembangkan kemampuan mahasiswa dalam berpikir analitis
kuantitatif berdasarkan pola penalaran matematis logis dalam memecahkan setiap persoalan fisika (Tanjung, 2018).
Dengan kata lain, melalui instrumen penilaian tugas rutin hasil pengembangan ini, mahasiswa dapat menguasai
materi dan mampu menyelesaikan soal-soal fisika berbasis masalah dengan teknik analisis matematis.
KESIMPULAN
1) Telah dihasilkan instrumen penilaian tugas rutin berbasis pemecahan masalah mata kuliah Matematika Fisika
dalam implementasi Kurikulum berorientasi KKNI.
2) Instrumen penilaian tugas rutin berbasis pemecahan masalah yang disusun layak menurut tim validator dan hasil
respon ketertarikan mahasiswa
DAFTAR PUSTAKA
Borg, Walter; Gall, Meredith, etc. (2003). Educational Research An Introduction 7 th Edition. Boston: Pearson
Education Inc.
Ellianawati, Wahyuni. (2012). “Pengembangan Bahan Ajar Fisika Matematika Berbasis Self Regulated Learning
Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Belajar Mandiri”. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, ISSN:
1693-1246, (8) : 33-40. Tersedia : http://journal.unnes.ac.id
Hasruddin, dkk. (2016). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mikrobiologi Berbasis Kontekstual untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Mahasiswa. Proceeding Biology Conference, ISSN
2528-5742), Vol. 13 (1) 2016
Kemenristekdikti, (2016). Panduan Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi. Jakarta : Direktorat Jenderal
Belmawa.
Saheri, dkk. (2017). Pengembangan Instrumen Penilaian Ketermapilan Berpikir Kritis Siswa SMA Melalui Model
Pembelajaran Berbasis Masalah Materi Larutan Penyangga. Journal of Innovative Science Education, 6 (1)
(2017) Tersedia : http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jise
Sanjaya, (2014). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Sanjaya, dkk, (2015), Pengembangan Instrumen Evaluasi pada Praktikum Uji Enzim Katalase di SMA Negeri Titian
Teras Muaro Jambi, Jurnal EduSains, Volume 4 No. 2, Juli, 2015
Suteja. (2017). Model-Model Pembelajaran dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi KKNI di Perguruan Tinggi.
Jurnal Edueksos Volume VI, No. 1, Juni 2017
Suyasa, dkk. (2017), Pengembangan Instrumen Penilaian Proses Berbasis KKNI, Seminar Nasional Vokasi dan
Teknologi (SEMNASVOKTEK), Bali, ISSN Cetak : 2541-2361, ISSN online : 2541-3058
Syafii, (2011), Kemampuan Berpikir Kreatif dan Penguasaan Konsep Siswa Melalui Model PBL Dalam
Pembelajaran Biologi Kelas IX IPA SMA Negeri 2 Pekanbaru Tahun Ajaran 2010/2011. Jurnal Biogenesis,
8(1).
Tanjung, (2016), Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Teknik Polya Terhadap Hasil Belajar Fisika
Matematika II. Jurnal Ikatan Alumni Fisika Unimed, Vol. 2, No. 2, April 2016, ISSN : 2461-1247.
Tanjung, etc. (2018). The Development of The Mathematical Physics Module Based on Self Regulated Learning.
International Journal of Sciences : Basic and Applied Research (IJSBAR), Volume 39, (1) : 11-20
Abstrak
Pengabdian ini bertujuan untuk memberikan penyuluhan kepada masyarakat akan perlunya
lingkungan yang bebas dari sampah yang mengakibatkan banjir dan penyakit,melakukan gotong
royong bersama dengan warga untuk membersihkan sampah, Membuat lubang serapan biopori
(lubang sampah) yang berguna untuk pembuangan sampah limbah rumah tangga,mengurangi
genangan sampah yang menimbulkan penyakit demam berdarah dan malaria dan mengurangi
genangan banjir. Pengabdian ini di lakukan di Desa sidodadi Ramunia kec.Batang kuis. Dimana
permasalahan yang di hadapi warga adalah belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang
pemanfaatan limbah rumah tangga, Kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungan yang bersih
dari sampah rumah tangga, Belum optimalnya pemanfaatan lingkungan bersih, Kurang mengetahui
tentang pengolahan sampah rumah tangga. Melalui kegiatan ini peneliti membuat lubang serapan
biopori di pemukiman warga, di kantor kelurahan dan kantor Kecamatan Desa. Berdasarkan
pengabdian yang dilakukan ini.masyarakat mendapatkan penyuluhan tentang lingkungan yang bebas
dari sampah yang mengakibatkan banjir,melakukan gotong royong untuk membersihkan selokan,
membuat luabang serapan bipori di beberapa tempat, melakukan pengolahan sampar limbah rumah
tangga, menguragi genangan air yang menimbulkan penyakit dan mengurangi resiko banjir.
PENDAHULUAN
Desa Sidodadi Ramunia terletak 23 Km dari Universitas Negeri Medan.desa yang di kepalai oleh Lurah yang
bernama bapak Salamun yang telah memimpin desa ini selama 3 tahun. Desa sidodadi yang teletak di jalan Pantai
Labu ini memiliki 22 dusun, jumlah kepala keluarga 120 kepala keluarga. Desa sidodadi ini belum adanya petugas
dinas kebersihan yang bertugas untuk mengangkut sampah masyarakat yang tinggal di desa ini, jadi semua
masyarakat masih melakukan pembuangan sampah atau limbah rumah tangga di lingkungan sendiri atau di pinggir
jalan. Pemeliharaan lingkungan hidup merupakan tanggung jawab setiap individu. Dengan pemeliharaan yang baik
akan memberikan dampak positif untuk kelangsungan hidup manusia yang di sebut juga dengan sanitasi lingkungan
dimana dalam sanitasi lingkungan ini merupakan bagian dari kesehatan lingkungan yang mencakup banyak hal
seperti penyediaan air minum ,pengolahan dan pengendalian pencemaran air, pengolahan sampah padat,
pengendalian vektor (pemindah penyakit), pencegahan dan pengendalian pencemaran tanah oleh kotoran manusia,
dan lain–lain. Dalam hal ini peneliti akan lebih memfokuskan sanitasi lingkungannya ke pengolahan sampah rumah
tangga Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan
dibuang, seperti : sisa makanan, kertas/plastik pembungkus makanan, daun, dan lain-lain. Sementara di Desa
Sidodadi Ramunia masyarakatnya masih membuang sampah di sekeliling rumah mereka yang di sebabkan masih
kurangnya kesadaran masyarakatnya untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dengan tidak membuang sampah
sembarangan.
Menurut hasil wawancara dengan lurah dan beberapa penduduk disana mereka mengatakan bahwasanya di
desa sidodadi Ramunia ini belum di jamah oleh dinas kebersihan yang bertugas untuk menggumpulkan sampah
yang mengakibatkan masyarakat selalu membuang sampah di lingkungan tempat tinggal mereka yang kemudian
sampah itu akan di bakar atau di biarkan begitu saja sehingga akan mengakibatkan sampah yang membusuk di
kerumuni oleh lalat hijau yang membawa sumber penyakit kepada masyarakat sekitar, bahkan banyak dari
masyarakat yang membuang sampahnya di paret depan rumah mereka yang akibatnya membuat saluran air menjadi
tersumbat dan mengakibatkan genangan air dimana mana,dimana genangan iar tersebut akan mengakibatkan tempat
bersarangnya nyamuk. Bahkan ada beberapa masyarakan mengatakan kalau mereka sering terkena penyakit demam
berdarah. Kurangnya pemahaman dan wawasan masyarakat dalam mengelola sampah rumahtangga dapat
mengakibatkan sampah yang menumpuk pada beberapa titik lokasi di sekitar lingkungan masyarakat menjadi
sumber penyakit dan ancaman banjir.
Selain itu, pembukaan lahan untuk membangun rumah, gedung atau semacamnya tanpa memperhatikan lahan
kosong atau resapan air yang tersisa juga akan sangat mengganggu alam sekitar tempat tinggal masyarakat.
Beberapa kondisi diatas jelas berdampak buruk. Lingkungan menjadi kotor, ataupun tandus. Tidak adanya serapan
air akibat pembangunan yang terus menerus yanng tidak memperdulikan serapan air tanaha dan pembuangan
sampah yang tidak terkelola dengan baik/sembarangan menjadi ancaman banjir pada lingkungan tersebut. Dengan
harapan lingkungan masyarakat yang ada di Desa Sidodadi Ramunia ini menjadi desa yang suasana lingkungannya
lebih bersih dan rapi, tidak ada lagi penumpukan sampah sampah di sekitar rumah dan paret yang mengakibatkan
penyakit pencernaan dan sarang nyamuk.
Masalah yang di hadapi mitra saat melalui kunjungan wawancara dan observasi lapangan ke desa Sidodadi
Ramunia adalah :
1. Masyarakat belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang pemanfaatan limbah rumah tangga.
2. Kurangnya Pemahaman masyarakat tentang pengolahan dan pemusnahan sampah rumah tangga.
3. Kurangnya kesadaran masyarakat akan lingkungan yang bersih dari sampah rumah tangga.
Belum optimalnya pemanfaatan lingkungan bersih seperti: lingkungan yang enak di pandang, jauh dari berbagai
macam penyakit, lingkungan yang sehat, mencegah terjadinya banjir yang di akibatkan oleh pembuangan sampah
yang tidak pada tempatnya,dll.
Kurang mengetahui tentang pengolahan sampah rumah tangga
2.1 Bahan
Berdasarkan analisis situasi dan permasalahan yang dihadapi oleh mitra, dosen sebagai pelaksana kegiatan
pengabdian masyarakat (PKM) yang dibantu oleh mahasiswa sebnayak 3 orang sebagai tenaga profesional dari
perguruan tinggi akan memberikan suatu solusi untuk mengatasi permasalahan disekitasr lingkungan mitra. Solusi
yang ditawarkan kepada masyarakat adalah Pembuatan Lubang Serapan Biopori (LRB), Lubang resapan biopori
adalah teknologi tepat guna dan ramah lingkungan untuk mengatasi banjir dengan cara (1) meningkatkan daya
resapan air, (2) mengubah sampah organik menjadi kompos dan mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2 dan
metan), dan (3) memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman, dan mengatasi masalah yang
ditimbulkan oleh genangan air seperti penyakit demam berdarah dan malaria.
Pembuatan lubang biopori dapat dilakukan oleh semua masyarakat baik itu di depan pekarangan rumah, kantor,
sekolah atau taman yang tersedia dilingkungan tersebut. Lubang resapan biopori adalah lubang silindris yang dibuat
secara vertikal ke dalam tanah dengan diameter 10 – 30 cm dan kedalaman sekitar 100 cm, atau dalam kasus tanah
dengan permukaan air tanah dangkal, tidak sampai melebihi kedalaman muka air tanah. LRB merupakan teknologi
tepat guna dan ramah lingkungan untuk mengatasi banjir dengan cara (1) meningkatkan daya resapan air, (2)
mengubah sampah organik menjadi kompos dan mengurangi emisi gas rumah kaca (CO2 dan metan), dan (3)
memanfaatkan peran aktivitas fauna tanah dan akar tanaman, dan mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh
genangan air seperti penyakit demam berdarah dan malaria.
2.2 Metode
Secara Umum Kegiatan yang dilakukan dalam pengabdian ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan Penyuluhan Kepada Masyarakat akan perlunya lingkungan yang bebas dari sampah yang
mengakibatkan banjir dan penyakit.
2. Melalukan gotong royong untuk membersihkan sampah yang ada di lingkungan desa
3. Membuat lubang resapan biopori (lubang sampah) yang berguna untuk pembuangan sampah limbah rumah
tangga.
4. Melakukan Pengolahan Sampah Rumah Tangga dari resapan biopori (lubang sampah).
5. Mengurangi genangan air yang menimbulkan penyakit demam berdarah dan malaria.
Metode pelaksanaan kegiatan ini meliputi tahap persiapan, pelaksanaan dan monitoring:
a. Persiapan
Persiapan awal dimulai dengan kerja tim dengan berkoordinasi dengan pihak pedesaan mulai dari kepala desa
sampai masyarakat yang ada di desa sidodadi Ramunia untuk mengetahui kondisi masyarakat pedesaan untuk
mengetahui prosedur apa saja yang akan dilalui agar pihak kelurahan juga dapat menginformasikan kepada
masyarakan bahwa akan di lakukan penyuluhan pengolahan limbah rumah tangga agar apabila tim terjun langsung
kelapangan tanpa pemberitahuan pihak desa akan terjadi miskomunikasi antara tim dan masyarakat desa oleh sebab
itu Maka pihak desa akan berkoordinasi terlebih dahulu dengan masyarakat yang ada di desa sidodadi ramunia agar
masyarakat tau maksut dan tujuan kita kesana. Menyiapkan kelengkapan kelengkapan dan bahan bahan yang di
butuhkan dalam pembuatan Lubang Serapan Biopori (LRB) seperti perlengkapan alam mengorek tanah atau cangkol
atau sejenisnya), paralon dengan10 Cm panjang minimal 1 meter, adukan semen selebar 2-3 cm setebal 2 cm
disekeliling mulut lubang.
b. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ada urutan kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing anggota tim:
Meida: Melakukan penyuluhan /pelatihan dan pembimbingan bagaimana mitra dapat membuat lingkungan yang
sehat dan bersih yang bebas dari banjir dan penyakit.. Meida juga mengajarkan kepada mitra bagaiman mengolah
sampah organic dan ke unggulan sampah organik.
Tiur Malasari Siregar dan Fitra: Tiur ahli dalam bidang matematika ekonomi dan fitra keduanya akan membimbing
bagaimana pupuk yang sudah di buat dari lubang biopori akan dapat di pasarkan menjadi pupuk kompos yang
banyak di pergunakan masyarakat pada saat ini.
Tim: Melakukan kerjasama dengan masyarakat dalam meningkatkan kebersihan lingkungan
c. Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan program akan dilakukan setiap kali pendampingan, hal-hal yang masih belum maksimal dapat
ditingkatkan pencapaiannya, sedangkan untuk keberlanjutan program setelah selasai kegiatan dilaksanakan, tim
akan terus memantau perkembangan mitra melalui komunikasi aktif baik langsung maupun tidak langsung. Adapun
partisipasi mitra dalam kegiatan ini dapat dirincikan sebagai berikut:
Mengkordinasikan kegiatan dimaksud kepada para masyarakat desa Sidodadi Ramunia. Mitra berkewajiban
menginformasikan, mengundang dan mengumpulkan para peserta pada tempat yang telah ditentukan.
Menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan selama pelatihan dan pendampingan berlangsung seperti
tempat pelatihan (aula), tempat duduk peserta (tikar/kursi), meja, dan lain sebagainya disesuaikan dengan
kemampuan pihak mitra.
Mitra berkewajiban turut memantau perkembangan peserta selama masa pendampingan dan keberlanjutannya.
Hasil yang di capai dari kegiatan ini dikelompokkan menjadi 3 tahapan yaitu:
Tahap Persiapan dimana di tahap ini dimulai dengan berkoordinasi dengan pihak pedesaan mulai dari kepala desa
sampai masyarakat yang ada di desa sidodadi Ramunia untuk mengetahui kondisi masyarakatnya dan lingkungan
yang berada disekitar pedesaannya dan untuk menginformasikan kepada masyarakat bahwa akan dilakukan
penyuluhan pengolahan limbah rumah tangga dan apabila kita melakukan penyuluhan dan masyarakat tidak
bertanya Tanya lagi apa yang akan di lakukan. Dalam tahap persiapan ini juga kita memepersiapkan segala bahan
yang dibutuhkan seperti pelubang biopori (LRB), alat yang di gunakan untuk mengorek tanah atau cangkol dan
sejenisnya, paralon dengan diameter 10 Cm, panjang 1 Meter untuk satu lobang biopori, adukan semen yang selebar
2-3 Cm setebal 2 cm disekeliling mulut lubang.
Tahap pelaksanaan
Pembukaan oleh pihak lembaga pengabdian Masyarakat (LPM) yang ada di unimed dimana beliau menjelaskan
bahwasanya pengabdian ini di danai oleh pihak universitas negeri medan yang akan di laksana di desa sidodadi
selama 2 bulan,dilanjutkan dengan pengarahan dari kepala desa yang menjelaskan bahwa di desa mereka akan
dilakukan penyuluhan tentang lingkungan bersih dan pembuatan lubang sampah, agar kiranya seluruh warga dapat
berpartisipasi dan mendukung kegiatan ini.
penyuluhan tentang lingkungan bersih itu di berikan kepada masyarakat akan perlunya lingkungan yang bebas dari
sampah yang dapat mengakibatkab penyakit dan banjir. Disini masyarakat di kumpulkan di rumah desa untuk
memdapatkan penyuluhan dari seorang pakar yang telah disediakan,dimana para masyarakat mendengarkan
penyuluhan yang kita berikan secara antusias.
Setelah masyarakat mendapatkan penyuluhan keesokan harinya semua tim yang terlibat beserta masyarakat
melakukan gotong royong kebersihan di lingkungan desa beserta kepala desa, mengumpulkasn sampah yang dapat
diolah kembali dan membersihkan lingkungan dan selokan.
Tahapan berikutnya penanaman lubang resapan biopori (lubang sampah) yang berguna untuk pembuangan sampah
limbah rumah tangga, dimana penanamannya dilakukan dirumah warga setempat, dikantor desa, dan dikantor camat,
ada 10 titik lubang serapan biopori dibuatdengan harapan dapat menguragi pembuangan limbah sampah rumah
tangga, menjadi pupuk organik, mengurangi genangan air yang dapat menimpulkan penyakit demam berdarah dan
malaria dan resiko banjir.
Tahap Evaluasi
Pada tahapan ini akan di lakukan pendampingan dan tindak lanjut dari pembuatan lubang biopori, setelah diisi
dengan sampah (limbah rumah tangga) akan kita evaluasi kembali dalam 1 bulan kemudian. Di tahap evaluasi ini
kita membuka lubang biopori dan menemukan limbah rumah tangga yang telah di di masukkan kedalam lubang
serapan biopori tersebut sudah mulai membusuk dan menyusut, yang lama kelamaan akan menjadi pupuk organik
yang dapat dijadikan pupuk tanaman.
Gbr 10. Limbah yang Membusuk Gbr 11. Limbah yang Hampir Menjadi Pupuk
KESIMPULAN
Kegiatan ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi kelurahan sidodadi Ramunia dalam penyuluhan tentang
lingkungan bersih yang bebas dari genangan air dan penyakit.
Bagi Masyarakat, Mendapatkan penyuluhan tentang lingkungan bersih dan pengetahuan tentang penanganan
lingkungan yang sering tergenang oleh air dan banyaknya sampah yang tidak bias di oleh oleh masyarakat itu
sendiri.
Bagi kelurahan sidodadi, Menjadikan kelurahan yang bersih yang terbebas dari sampah limbah rumah tangga.
DAFTARPUSTAKA
Anonim. 2010. Masalah Lingkungan Sambah Indonesia.http:// carapedia .com /masalah _lingkungan _sampah
indonesia_info3024.
Anonim. 2013. Masalah Sampah di Indonesia. http://semacamsemut.blogspot.com/2012/03/mas alah-sampah-di
indonesia.html (diunduh tanggal 7 Oktober 2013) Anonim. Tanpa tahun. Masalah Lingkungan
http://organisasi.org/pengertian-biopori-cara-membuat-lubang-resapan-biopori-air-lrb- pada-lingkungansekitar-kita
Sanitasi. http://bayualfian66degagajago.blogspot.com/2011/0 5/sanitasi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Masalah_lingkungan.
https://diskusilingkungan.wordpress.com/2013/07/10/apa-sih-manfaat-sanitasi/
http://www.slideshare.net/EsaStandford/sanitasi-dan-kesehatan-lingkungan
http://chayoy.blogspot.com/2012/04/penjelasan-tentang-biopori.html
http://hijaumovement.blogspot.com/2011/04/biopori-pengertian-manfaat-dan-cara.html
Abstrak
PKM ini berupa pendampingan guru-guru sekolah binaan dalam pengembangan alat peraga berbasis
saintifik. Alat peraga saintifik merupakan alat peraga yang dapat menstimulus siswa dalam
menemukan dan menkontruksi pengetahuannya sendiri. Dengan alat peraga ini, siswa akan
mengalami 5M (mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan). Selain itu, alat
peraga ini sangat baik digunakan sebagai pendukung implementasi kurikulum Nasional. Adapun
subjek pada kegiatan ini adalah guru-guru yang bertugas di sekolah SMP, SMA, dan SMK Yayasan
Mulia Medan. Permasalahan yang ditemukan adalah kemampuan guru-guru dalam mengembangkan
alat peraga berbasis saintifik masih tergolong rendah, padahal kemampuan tersebut sangat penting
dikuasai agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Oleh karena itu, yang menjadi target
utama progam ini adalah untuk meningkatkan kemampuan guru mengembangkan alat peraga
berbasis saintifik dan menggunakannya dalam proses belajar di kelas. Adapun tahapan yang
dilakukan pada kegiatan ini berupa: persiapan dan rancangan, pelaksanaan pelatihan, evaluasi, dan
pembinaan. Setelah kegiatan, para peserta sudah mampu merancang dan mengembangkan alat
peraga berbasis saintifik dan terampil menggunakannya pada saat disimulasi di kelas percobaan.
PENDAHULUAN
Alat peraga sangat penting digunakan dalam proses belajar matematika. Dimana, alat peraga adalah sesuatu
yang dapat diserap oleh mata dan telinga, dan dapat membantu guru untuk merancang pembelajaran aktif (Sudjana,
2009). Sedangkan Wijaya dan Rusyan (1994) menyatakan bahwa alat peraga dapat menstimulus dan menumbuhkan
motivasi siswa untuk belajar. Selain itu, penggunaan alat peraga diyakini dapat mempertajam nalar siswa dalam
memahami, menerapkan dan menganalisis materi yang dipelajari. Sebab alat peraga dapat menjembatani antara
yang abstrak dan kongkrit, sehingga siswa akan lebih mudah memvisualisasinya.
Namun kenyataannya, berdasarkan hasil wawancara terhadap beberpa guru matematika yang bertugas di Yayasan
Mulia, mereka mengaku menghadapi beberapa permasalahan ketika mengajar di kelas, diantaranya: (1) susahnya
menanamkan konsep bangun ruang, sebab siswa merasa kesulitan dalam memvisualisasinya, (2) siswa cendrung
cepat lupa terhadap rumus yang telah diajarkan, (3) siswa kurang memaknai apa yang mereka pelajari, (4) kurang
memahami kaitan materi matematika dengan permasalahan nyata (5) rendahnya kemampuan spasial siswa. Selain
itu, berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa, bahwa rendahnya pemahaman disebabkan oleh dua faktor,
yaitu: (1) materi matematika sangat abstrak, (2) tidak ada alat bantu yang digunakan untuk mempermudah
memahami materi matematika.
Berdasarkan permasalahan diatas, diperlukan suatu solusi terbaik untuk mengatasinya. Berdasarkan analisis
teori, salah satu solusinya adalah memanfaatkan alat peraga berbasis saintifik pada saat proses belajar. Sebab, alat
peraga dapat membantu siswa untuk memvisualisasi materi yang bersifat abstrak menjadi lebih kongkrit, sehingga
akan lebih mudah memahaminya.
Disisi lain, persoalan yang muncul adalah rendahnya pengetahuan guru untuk mengembangkan dan
menggunakan alat peraga berbasis saintifik. Mereka belum mengetahui dengan baik jenis alat peraga yang mesti
digunakan untuk mengatasi permasalahan siswa. Oleh karena itu, diperlukan suatu kegiatan yang mampu
meningkatkan kompetensi pedagogik guru dalam mengembangkan alat peraga matematika.
Selanjutnya, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru dalam mengembangkan dan
menggunakan alat peraga berbasis saintifik adalah berupa pelatihan. Dimana, Pelatihan tersebut dilakukan dalam
empat tahap, yaitu: persiapan dan rancangan, pelaksanaan pelatihan, evaluasi dan pembinaan.
METODE PELAKSANAAN
Kegiatan pendampingan guru-guru sekolah binaan dalam pengembangan alat peraga matematika berbasis
saintifik dilaksanakan di sekolah Yayasan Mulia Medan, yang terdiri dari guru SMP, SMA, dan SMK yang terdiri
dari 20 orang. Dimana, kegiatan ini berupa pelatihan yang dilaksanakan pada bulan Agustus hingga bulan oktober
2018. Pelatihan ini terdiri dari 4 tahap, yaitu: persiapan dan rancangan, pelaksanaan pelatihan, evaluasi dan
pembinaan.
Persiapan dan Rancangan
Ada tiga fase kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan dan rancangan, yaitu studi awal, analisis
kebutuhan, dan menyusun bahan. Studi awal dilakukan untuk mengetahui kelemahan guru berkaitan dengan
pembuatan dan penggunaan alat peraga berbasis saintifik. Selanjutnya, dilakukan analisis kebutuhan. Hal ini
dilakukan dengan menetapkan kompetensi apa yang diperlukan para guru agar mampu merancang dan
menggunakan alat peraga berbasis saintifik. Yang terakhir adalah fase penyusunan bahan pelatihan. Pada tahap ini,
disusun sebuh modul pelatihan yang dipergunakan sebagai panduan selama pelatihan. Selain itu, dipersiapkan pula
bahan dan alat yang diperlukan untuk membuat alat peraga.
Pelaksanaan Pelatihan
Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah pelatihan, yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru
untuk merancang dan menggunakan alat peraga berbasis saintifik. Pelaksanaan pelatihan ini dilakukan melaui tiga
fase, yaitu: penyajian materi, pembuatan alat peraga, tutorial praktek, dan simulasi.
Evaluasi
Tujuan tahap evaluasi adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan program ini. Evaluasi dilakukan dengan
cara: menanya, mengumpulkan informasi, mengelola informasi dan mengkomunikasikannya. Secara rinci hal-hal
yang akan dievaluasi adalah berupa: (1) pelaksanaan kegiatan, (2) kehadiran peserta (3) alat peraga yang dihasilkan
dan (4) peningkatan kompetensi guru menggunakan alat peraga.
Pembinaan
Tahap pembinaan bertujuan untuk memperbaiki produk alat peraga yang dihasilkan. Selain itu, tahap ini
bertujuan untuk membina peserta yang menghadapi kendala ketika menggunakannya di dalam kelas. Dimana, tahap
ini dilakukan dengan cara tatap muka atau komunikasi secara online.
Nama alat peraga dan bahan yang dibutuhkan diberikan pada tabel berikut.
No Materi Nama Alat Peraga Alat dan bahan
1 Bangun datar The magic of rectangle Gunting, penggaris, jangka, styrofoam, kertas hvs dengan
area warna berbeda-beda, kertas karton, jarum, lem, alat tulis
2 Bangun ruang Kalungsitar (Menentukan Alat: alat tulis, penggaris, kertas, gunting, pisau, gergaji.
sisi datar volume bangun ruang Bahan: akrilik, tripleks, kertas karton, lem silikon, paku,
(Prisma, sisi datar) dan palu
Limas)
3 Teorema Puzzle phytagoras Alat : gunting,penggaris, cutter, pensil
phytagoras Bahan : kertas manila warna, kertas karton hitam, kardus,
perekat, double tip
4 Geometri bola, kerucut, tabung Alat: Gunting, pensil, pulpen, penggaris, pisau, jangka,
dll.
Bahan: Kertas jeruk, HVS, kardus, bola, pipet, lem, dll
5 Deret DeRiTah (Deret Alat: alat tulis, gunting, pisau, kuas, dll.
geometri Geometri tak Hingga) Bahan: karton ubi, kertas origami, double tape, tripleks,
kayu, paku, spidol, cat, lem kertas, HVS.dll
6 Transformasi Petak transformasi Alat : gunting, benang, paku madding, busur, dan cermin
datar
Bahan: kertas origami/berwarna, kaertas kasdus, benang,
dan lem
Pelaksanaan Pelatihan
Selanjutnya, dilakukan kegiatan pelatihan untuk mengembangkan alat peraga yang dibutuhkan. Pada
kegiatan ini, mereka bekerjasama dalam kelompok kecil. Gambar alat peraga yang dikembangkan oleh para guru
diperlihatkan sebagai berikut.
Bangun Ruang Kubus & Limas Prisma & Limas Tabung & Kerucut
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa kegiatan pendampingan guru-guru sekolah
binaan dalam pengembangan alat peraga matematika berbasis saintifik berjalan dengan baik. Dimana para peserta
sangat antusias dalam mengikuti program ini. Mereka telah berhasil mengembangkan beberapa alat peraga berbasis
saintifik sesuai dengan yang ditargetkan. Selain itu, mereka juga telah mampu menggunakannya dalam proses
mengajar di kelas.
REFERENSI
Mayer, R.E., (2014). Multimedia Learning. (2nd). New York: Cambridge University Press.
Russeffendi, E.T. 1999. Dasar-dasar matematika modern dan komputer untuk guru. Bandung: Tarsito.
Sudjana (2009). Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar baru.
Suharjana, Agus. 2009. Pemanfaatan Alat Peraga sebagai Media Pembelajaran Matematika. Yogyakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Tim MKPBM. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA
Trianto, (2007). Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka
Widyantini & Sigit. 2010. Pemanfaatan Alat peraga dalam pembelajaran matematika SMP. Yogyakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Wijaya & Rusyan. (1994). Kemampuan guru dalam proses belajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Abstrak
Penggunaan detergen atau bahan pembersih merupakan hal lazim yang dilakukan masyarakat saat
mencuci pakaiannya, padahal memiliki dampak buruk bagi lingkungan. Selain sulit diuraikan
mikroorganisme, sisa limbah detergen bakal menjadi limbah berbahaya yang mengancam stabilitas
lingkungan hidup. Persoalan tersebut menarik perhatian dosen Unimed untuk dipecahkan
masalahnya, mereka memikirkan produk deterjen yang ramah lingkungan.Upaya yang dilakukan
adalah memberikan pelatihan bagaimana cara pembuatan detergen cair antibakteri ekstrak Buasbuas
melalui empat tahapan, yaitu (1) pemaparan materi berupa gambaran umum tentang tanaman Buas
sebagai bahan pembuatan detergen cair, yang meliputi definisi tanaman antibakteri Buasbuas
sebagai bahan dasar pembuatan detergen cair, manfaat detergen cair antibakteri, langkah-langkah
pembuatan detergen cair, (2) Penanaman tanaman buasbuas, perawatan dan pengendalian hama (3)
Pemanfaatan tanaman Buasbuas sebagai objek edukasi wisata, (4) analisis dan review terhadap
pelatihan yang telah dilaksanakan serta menarik kesimpulan. Dengan diberikannya pengetahuan dan
pemahaman dalam melakukan budidaya tanaman buasbuas akan menjadi bekal bagi para petani
untuk pengembangan yang lebih maksimal. Kegiatan ini akan dapat membantu masyarakat untuk
bersemangat bekerja kembali dengan bertani melalui penanaman tanaman Buasbuas dan
pemanfaatnanya yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Selain itu kegiatan ini akan membantu
untuk mewujudkan impian menjadikan Percut menjadi daerah wisata yang mempesona. Luaran yang
direncanakan selain produk detergen cair, dihasilkan artikel dalam jurnal online berISSN, dan artikel
dalam prosiding seminar berISBN online.
PENDAHULUAN
Desa Bagan Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang berada di pinggir muara Percut Sei Tuan.
Kecamatan tersebut memiliki luas tanah 162,99 km2. Hampir semua lahan atau area dipenuhi dengan perkebunan
sawit dan kelapa. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 44.680 jiwa. Wilayah pesisir merupakan wilayah yang
paling penting yang ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan. Transisi antara daratan dan
lautan di wilayah pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai
ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan kegiatan
pembangunan sosial ekonomi, “nilai” wilayah pesisir terus bertambah. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini
adalah masalah pengelolaan yang timbul karena konflik pemanfaatan oleh berbagai pihak kepentingan yang ada di
wilayah pesisir. Semakin lemahnya kesadaran manusia terhadap pelestarian lingkungannya, semakin tinggi
kerusakan yang terjadi pada lingkungan tersebut. Hal ini juga akan merusak lahan, sehingga lahan tidak mampu lagi
memberikan fungsinya kepada manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Selain ketidaksadaran
terhadap lingkungan, lahan juga rusak karena terjadi penyalahgunaan fungsi terhadap lahan tersebut. Disaat lahan
tidak mampu lagi memberikan fungsinya terhadap keadaan fisik dan sosial, ini akan berdampak terhadap
masyarakat yang berada disekitarnya. Percut Sei Tuan merupakan daerah pesisir dimana lahannya telah mengalami
kerusakan. Kerusakan di kawasan pesisir disebabkan oleh fenomena alam dan tindakan manusia.
Pada zaman teknologi modern saat ini, banyak aktivitas manusia yang dapat menyebabkan kerusakan pada
lingkungan alam. Salah satu aktivitas tersebut adalah penggunaan berbagai produk instant oleh masyarakat yang
ternyata mengandung bahan-bahan kimia tidak ramah lingkungan.Akibatnya, lingkungan alam menjadi tercemar
serta keseimbangan ekosistem menjadi terganggu. Contoh produk instant yang sering digunakan oleh masyarakat
adalah detergen pencuci pakaian.
“Detergen ialah bahan pembersih pakaian yang (spt. sabun yang tidak dibuat dari lemak atau soda dan berupa
tepung atau cairan)” (Departemen Pendidikan Nasional, 2008:321).Deterjen merupakan bahan pencuci atau
pembersih yang mengandung zat aktif permukaan dan zat-zat aditif lainnya untuk meningkatkan daya pencuci atau
pembersihnya. Zat aktif permukaan dalam deterjen mempunyai kemampuan untuk mengurangi tegangan permukaan
air.Zat aktif permukaan ini disebut juga dengan surfaktan.Dalam deterjen komersial komposisi surfaktan hanya
10%-30%, yang lainya adalah zat aditif yang menambah kinerja deterjen. Zat-zat aditif tersebut contohnya adalah
builder (polifosfat), penukar ion, natrium karbonat, natrum silikat, amida penstabil busa, karboksimetilselulosa
(CMC), zat pengelantang, pelembut, enzim, pencerah, pewangi, pelindung warna, natrium sulfat encer, Hal ini
karena secara mendasar surfaktan merupakan komponen terpenting dari suatu deterjen. Hal ini karena secara
mendasar surfaktan adalah zat yang meningkatkan kualitas pemasahan air (wetting qualities of water) terhadap
bahan yang dicuci (Manahan, 1994).
Sifat fisika dan kimia surfaktan ditentukan oleh struktur molekul surfaktan itu sendiri.Surfaktan mempunyai struktur
amfifilik, yaitu dua ujung bagian molekul yang mengemban sifat berbeda.Satu bagian molekul merupakan bagian
polar atau ionik yang memiliki afinitas kuat terhadap air, sedangkan bagian satunya merupakan rangka hidrokarbon
yang bersifat nonpolar dan tidak menyukai air.Klasifikasi surfaktan didasarkan pada jenis muatan bagian polar yang
melekat dengan rangka hidrokarbonya atau bagian terbesar dari molekul surfaktan.Dalam hal ini maka surfaktan
dibedakan dalam garis besar menjadi 2, yaitu surfaktan ionik dan non ionik.Kemudian surfaktan ionik terbagi
menjadi 3, yaitu anionik, kationik, amfolitik (Tolgyessy, 1993; Connel, 1995).Linier Alkylbenzene Sulfonate (LAS)
adalah jenis surfaktan yang umum dipakai dalam deterjen komersial dewasa ini. Deterjen ini dibuat dengan cara
menempelkan gugus alkil rantai panjang pada cicin benzena dengan katalis Friedel-Crafts dan alkali halida,alkena
atau alcohol. Dengan sulfonasi dan netralisasi dihasilkan surfaktan (Morrison, 1987).
Penelitian ilmiah menemukan bahwa Alkyl Benzene Sulfonate mengakibatkan efek buruk pada lingkungan.
Dikarenakan zat tersebut sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Limbah yang dihasilkan oleh detergen menjadi
sangat berbahaya dan bisa merusak lingkungan hidup. Penelitian lanjutan membuktikan Linier Alkyl Sulfonat juga
bisa mengancam lingkungan hidup bila dipakai dalam jangka panjang. Berdasarkan data yang didapat membuktikan
bahwa untuk mengurai zat Linier Alkyl Sulfonat dibutuhkan waktu 90 hari. Lebih parahnya lagi hanya 50% zat itu
yang bisa terurai oleh mikroorganisme.
Pemakaian detergen secara besar-besaran dan dalam jangka waktu yang lama bisa mencemari air tanah. Sehingga air
minum yang dikonsumsi menjadi tidak enak rasanya dan berbau tidak sedap. Konsumsi air minum yang tercemar
limbah detergen dapat menyebabkan penyakit kanker. Pada proses terurainya detergen dihasilkan benzena.Bila
benzena bercampur dengan klor bisa menghasilkan zat klorobenzena yang terbukti sangat bahaya. Bercampurnya
klor dan benzena bisa terjadi saat proses pengolahan air minum. Biasanya dalam proses klorinasi digunakan zat
kaporit yang digunakan untuk membunuh kuman. Padahal di dalam kaporit terkandung unsur klor.Kenyataan
membuktikan detergen telah menggangu lingkungan hidup. Dampaknya sangat buruk pada lingkungan tinggalnya
manusia, lingkungan perairan dan organismenya serta bagi kesehatan manusia.
Pohon Buasbuas (Premna pubescens Blume) Tumbuhan tropis berbatang sedang ini bisa tumbuh dipinggir jalan
sebagai perindang maupun didekat pesisir atau ladang”. Tanaman Buasbuas dikenal sebagai tanaman yang
mengandung antibakteri karena mengandung senyawa metabolit sekunder dan golongan Sponin, flavonoid antara
lain luteolin dan apigenin yang memberi efek baik bagi pencegahan pertumbuhan bakteri.
“Daun Buasbuas merupakan salah satu daun yang memiliki kandung zat aktif tinggi berupa saponin, flavonoida,
fenol dan tanin” (Pujo Siswoyo, 2009).
”Saponinadalah senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat
tinggi.Saponinmembentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak
hilang dengan penambahan asam” (Harbrone,1996).
Selain itu kandungan busa (saponin) dalam daun Buasbuas berfungsi sebagai bahan pencuci yang memiliki sifat
seperti sabun dan bertindak sebagai surfaktan. Tingkat kebersihan mencuci dengan daun Buasbuas sama dengan
detergen sintetik, bahkan daun Buasbuas tidak melunturkan pakaian sehingga mampu mempertahankan kualitas kain
seperti sebelumnya.Oleh sebab itu tim pengabdiaan ingin membuat detergen ramah lingkungan berbahan dasar daun
Busbuas sebagai alternatif potensial untuk dikembangkan yang aman dan ramah lingkungan. Detergen ramah
lingkungan berbahan dasar daun Buasbuas diharapkan dapat digunakan oleh masyarakat luas sebagai wujud
kesadaran untuk berpartisipasi dalam menjaga keseimbangan ekosistem yang menjadi bagian dari lingkungan
tempat tinggal dan kehidupan manusia.
Berbagai merk terkenal detergen pencuci pakaian telah membuat masyarakat mengkonsumsi dengan bebas tanpa
menghiraukan akibat dari penggunaannya, baik terhadap lingkungan maupun pengguna detergen itu sendiri.
Detergen sintetik banyak mengandung zat-zat berbahaya yang dapak merusak kualitas air dan lingkungan sekitar.
Oleh karena itu Tim pengabdian ingin membuat inofasi baru, yaitu detergen ramah lingkungan berbahan dasar daun
Buasbuas sebagai pengganti dari detergen sintetik yang dapat merusak kualitas air dan lingkungan. Masalah tersebut
dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Bagaimana cara mengolah daun Buasbuas menjadi detergen cair yang ramah
lingkungan? (2) Apa kandungan kimia dari daun Buasbuas yang dapat membersihkan noda ? (3) Apa kelebihan dari
detergen daun Buasbuas dibandingkan dengan detergen sintetik?
METODE KEGIATAN
Kegiatan ini dilakukan dengan pendekatan sosialisasi dan metode pelatihan. Rencana kegiatan ini meliputi
beberapa tahapan-tahapanyang dilakukan dengan melihat permasalahan yang ada dimana para petani belum
maksimalkan lahan pertanian dan perkarangan rumah yang ada secara maksimal. Upaya yang dilakukan adalah
memberikan pelatihan bagaimana cara pembuatan detergen cair antibakteri ekstrak Buasbuas melalui empat
tahapan, yaitu : (1) pemamparan materi tentang gambaran umum tentang tanaman Buasbuas sebagai bahan
pembuatan Detergen Cair, yang meliputi definisi tanaman Buasbuas sebagai bahan dasar pembuatan Detergen cair,
manfaat detergen cair ekstrak buasbuas ramah lingkungan, langkah-langkah melaksanakan pembuatan detergen cair,
(2) Penanaman tanaman Buasbuas, perawatan dan pengendalian hama (3) Pemasaran secara manual dan online, (4)
Review/ Analisis terhadap pelatihan yang telah dilaksanakan serta menarik kesimpulan. Dengan diberikannya
pengetahuan dan pemahaman dalam melakukan budidaya tanaman Buasbuas sebagai bahan dasar pembuatan
detergen cairakan menjadi bekal bagi para masyarakat untuk pengembangan yang lebih maksimal.
Catatan penting selama kegiatan ini berlangsung adalah respon yang sangat baik dari para peserta agar
kiranya dapat dipertimbangkan oleh pihak-pihak terkait yaitu pemerintah kabupaten daerah ataupun kecamatan.
Masyarakat berharap agar kegiatan sejenis terus berlangsung tiap tahun, sekalipun dalam tema yang berbeda, akan
tetapi adanya pertemuan antara warga dengan berbagai peneliti di bidang pendidikan, pelatihan dan Agrowisata
menjadikan kegiatan ini sebagai sarana tukar pikiran untuk kemajuan Agrowisata.
Rekomendasi lain adalah tindak lanjut dari kegiatan in dimasa `yang akan datang, agar kiranya jika terdapat
kegiatan sejenis dapat langsung diarahkan tanpa harus memilih lagi kabupaten sasaran untuk lokasi pengabdian
kepada masyarakat. Hal ini diperlukan agar adanya kesepahaman dan sejalan dengan rencana kegiatan tahun akan
dating.
DAFTAR PUSTAKA
DW, Connel dan Miller GJ. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, Koestoer (Penerjemah). Jakarta
Universitas Indonesia (UI-Press).
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. KamusBesar Bahasa Indonesia.Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.
Effendi, H, 2003, Telaah kualitas Air Bagi pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Jurusan MSP
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor
Harbrone.J.B,. 1987.Metode Fitokimia : Penuntun Cara Moderen Menaganalisis Tumbuhan, Terbitan Kedua,ITB :
Bandung Kim Nio, Ocy.,1989. Zat-zat toksik yang secara alamiah ada pada tumbuhan nabati. Cermin Dunia
Kedokteran:Bandung.
Heinrich, Michael dkk. 2010. Farmakognosi dan Fitoterapi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
K.Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Kurzendofer, C. P., Liphrd, M., von Rybinski, W., dan Schwerger, M., 1987, “ J.Sodium-Aluminium Silicates in the
washing process. Part IX: Mode of Action of Zeolite A additive System “, Calloid Polym-Sci, 265, 542-7.
Manahan S. 1994. Environmental Chemistry, 6thedition. Boca Raton : Lewis Publisher. pp 179-200.
Morrison RT, Boyd RN, 1987. Organic Chemistry, 5 th edition. Boston Ally and Bacon. pp 1270-1271
Pitter, Togyessy J dkk. The Chemistry of Water. In Chemistry and Biology of Water, Air and Soil : Environmental
Aspects(Tolgyessy J(ed)). Amsterdam : Elsevier. pp 14-325.
Robinson ,T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, ITB : Bandung
Sastrawijaya, A. T., 1991, “Pencemaran Lingkungan”, Rineka Cipta, Jakarta
Schlegel, H.G , K.Schmidt, 1995, Mikrobiologi Umum(diterjemahkan oleh Tedjo Bagaskoro R.M & Wattimena
J.R.),
1995, UGM Press, Yogyakarta.
Siswoyo, Pujo. 2009. Tumbuhan Berkhasiat Obat.Yogyakarta: Absolut.
Sitorus H., 1997, Uji Hayati Toksisitas Deterjen Terhadap Ikan Mas ( Cyprinus Caprio, L ). Visi 5(2) : 44-62
Abstrak
Munte merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Munte, Kabupaten Karo, provinsi
Sumatera Utara, Indonesia. Desa Munte merupakan daerah yang berpotensi sebagai daerah
pertanian penghasil tanaman hortikultura. Komoditas hortikultura yang terdiri dari buah-buahan,
sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai
bahan dasar sirup. Banyaknya limbah jeruk yang ada membuat TIM pengabdian dari LPM Unimed
berniat melakukan pemanpaatan secara maksimal. Upaya yang dilakukan adalah memberikan
pelatihan bagaimana cara pemanfaatan limbah jeruk (jeruk yang memiliki kualitas yang rendah/
terbuang)di desa munte Kecamatan Munte Kabupten Karo melalui tiga tahapan, yaitu : (1)
Pemaparan materi tentang gambaran umum tentang pemanfaatan limbah jeruk menjadi produk yang
bernilai ekonomis (2) Demontrasi pembuatan sirup jeruk berserat tinggi dan alami, (3) Review/
Analisis terhadap pelatihan yang telah dilaksanakan serta menarik kesimpulan. Dengan diberikannya
pengetahuan dan pemahaman dalam melakukan pemanfaatan limbah jerukakan menjadi bekal bagi
para masyarakat petani jeruk untuk meningkatkan proses pemanfaatan limbah jerukmenjadi produk
yang memiliki nilai yang ekonomis. Kegiatan ini akan dapat membantu masyarakat (petani jeruk)
untuk bersemangat mengelola limbah jeruk dengan maksimal. Selain itu kegiatan ini akan membantu
masyarakat dalam memodifikasi limbah jeruk sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Luaran yang direncanakan selain produk sirup jeruk dihasilkan artikel dalam jurnal online berISSN,
dan artikel dalam prosiding seminar berISBN online.
PENDAHULUAN
Munte merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Munte, Kabupaten Karo, provinsi Sumatera
Utara, Indonesia.Desa Munte seluas 10,34 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 3.378 jiwa (BPS Kabupaten
Dati II Karo). Desa iniberjarak sekitar 24 km dari Kabanjahe, Ibukota Kabupaten Karo, atau sekitar 4 km dari jalan
raya Medan-Kutacane (Aceh Tenggara). Menurut sejarah desa Munte pada mulanya didirikan oleh orang bermarga
Ginting Munte.Desa Munte bisa dibagi menjadi empat area, yaitu:Kesain Munte, merupakan area bagi yang
bermarga Ginting Munte, terletak di bagian barat daya ; Kesain Babo, merupakan area bagi yang bermarga Ginting
Babo, terletak di bagian selatan ; Kesain Tarigan, merupakan area bagi yang bermarga Tarigan Sibero, terletak di
bagian tenggara ; Kesain Depari, merupakan area bagi yang bermarga Sembiring Depari, terletak di antara kesain
Tarigan dan kesain Babo.Kesain rumah darat, merupakan area bagi pendatang, terletak di bagian utara.
Prospek untuk pengembangan desa Munte ini masih sangat terbuka karena kondisi masyarakat yang masih
menggunakan konsep tradisional. Desa ini merupakan areal pertanian khususnya tanaman semusim seperti padi,
jagung, palawija, ada beberapa tanaman perkebunan yakni jeruk, kakao, kopi. Jika dibidang pertanian khususnya
padi dikembangkan maka akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya karena padi lokal yag dihasilkan
dapat diimpor ke luar daerah dengan catatan padi yang dihasilkan adalah padi organik. Dengan kuantitas dan
kualitas yang dimiliki maka akan dapat menciptakana lapangan pekerjaan dalam pengolahan padi, selain itu akan
dapat menumbuhkan penjual pupuk organik dan pestisida. Produksi buah-buahan pertahun dari tanaman yang ada di
desa munthe sebagai berikut ; jeruk (11.247 ton), pisang (1175 ton), durian (681 ton), nenas (129 ton), sawo (120
ton), mangga (110 ton), dan alpokat (104 ton) (Sumber : BPPS 2014).
Produksi jeruk yang terjadi beberapa tahun belakangan ini mengalami penurunan. Hal ini disebabkan
beberapa faktor antara lain seperti adanya hama tanaman dan meletusnya gunung Sinabung sehingga mengakibatkan
produksi menurun. Produksi jeruk ini menurun dilihat dari kualitas jeruk yang tidak memenunuhi standar,
strukturnya kecil-kecil sehingga menurunkan harga dipasar dan akhirnya dibuang. Tanaman/ buah jeruk, memang
tidak termasuk salah satu komoditas hortikultura yang mendapatkan “proteksi” dari arus impor, hal ini mungkin
karena kuantitas dan kualitas yang belum memenuhi harapan, akhirnya hingga saat ini buah jeruk impor makin
membanjiri pasar-pasar domestik. Salah satu faktor yang menyebabkan produktifitas rendah adalah serangan lalat
buah dan abu vulkanik dari letusan gunung berapi, seperti yang terjadi pada petani jeruk di beberapa daerah di
Kabupaten Karo. Petani jeruk Kecamatan Naman Teran, Simpang Empat, Berastagi, Tiga Panah dan Munthe,
Kabupaten Karo mengeluhkan serangan hama lalat buah, sehingga mereka sering mengalami gagal panen. Serangan
hama sejenis lalat buah ini cukup ditakuti, bahkan sudah ribuan hektar tanaman jeruk beralih fungsi ke tanaman
keras lain dan tanaman muda, seperti kentang, kol dan cabai. Petani jeruk di Kecamatan Naman Teran, Simpang
Empat, Berastagi, Tiga Panah, Munthe yang dulunya penghasil jeruk berkualitas kini diperhitungkan tinggal 25 per-
sen dari jumlah produksi 4 tahun lalu, kata petani jeruk Jaya Ginting ketika ditemui wartawan, Analisa, Selasa
(25/4).
Hal senada juga diungkapkan Arianto Surbakti, yang memiliki 1.060 batang tanaman jeruk di Desa Berteh
Kecamatan Munthe yang merugi karena panen jeruk miliknya menurun dratis. Arianto mengatakan, tanaman jeruk
saat ini berumur lebih kurang 6 tahun. Selama masa produksi buah, petani belum mendapatkan hasil yang maksimal,
terdapat jeruk yang kecil-kecil yang dihargai dengan harga yang rendah sehingga akhirnya menjadi dibuang
(limbah). Beban ditambah biaya perawatan tanaman jeruk selama ini cukup tinggi baik biaya pemupukan maupun
dalam pembasmian hama. Buah yang dihasilkan kecil-kecil sehingga tidak layak untuk dipasarkan. Petani jeruk mu-
lai frustasi dan beralih ke tanaman yang lain. Namun seorang teman pelaku usaha agrobisnis, menasihatkan kepada
saya agar tanaman jeruk dipertahankan karena jeruk Karo memiliki peluang besar di pasaran. Petani jeruk Desa
Kabung juga mengatakan hal sama. Produksi jeruk miliknya dari lahan seluas kurang lebih dua 34ias34re
produksinya tidak mencapai 10 ton yang kualitas bagus, sebab serangan hama sehingga jeruk yang dihasilkan
memiliki kualitas yang rendah. Hasil panen minim harga, sekitar Rp 5000 per kilogram, hanya 34ias pulang modal
rawat tanaman, sedangkan tenaga orang yang digunakan belum 34ias tertutupi. Permasalahan-permasalahan yang
dihadapi oleh petani jeruk di desa munte dapat dilakukan dengan memanfaatkan limbah jeruk menjadi produk yang
memiliki nilai ekonomis yang tinggi misalnya sirup jeruk yang berserat tinggi dan alami. Kegiatan dalam
pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk : 1) Meningkatkan kreatifitas masyarakat dalam proses pengolahan
jeruk menjadi sirup yang berserat tinggi dan alami yang lebih bernilai ekonomis dari limbah jeruk. 2)Menghasilkan
modul Pembuatan Sirup Jeruk yang berserat tinggi dan alami. 3)Meningkatkan pendapatan masyarakat.
METODE
Secara umum mekanisme rancangan pada kegiatan ini adalah melakukan observasi dan pembuatan MoU
dengan mitra. Kegiatan ini dilakukan dengan pendekatan sosialisasi dan metode pelatihan. Kegiatan ini meliputi
beberapa tahapan-tahapan yang dilakukan dengan melihat permasalahan yang ada, dimana para petani jeruk belum
maksimalkan limbah jeruk yang mereka miliki secara maksimal. Upaya yang dilakukan adalah memberikan
pelatihan bagaimana cara pemanfaatan limbah jeruk melalui tiga tahapan, yaitu : (1) Pemaparan materi tentang
gambaran umum tentang pemanfaatan limbah jeruk menjadi produk yang bernilai ekonomis (2) Demontrasi
pembuatan sirup jeruk berserat tinggi dan alami, (3) Review/ Analisis terhadap pelatihan yang telah dilaksanakan
serta menarik kesimpulan. Dengan diberikannya pengetahuan dan pemahaman dalam melakukan pemanfaatan
limbah jeruk akan menjadi bekal bagi para masyarakat petani jeruk untuk meningkatkan proses pemanfaatan limbah
jeruk menjadi produk yang memiliki nilai yang ekonomis.
Paparan workshop dilakukan satu hari, dan diikuti sebanyak 25 orang peserta pengabdian terdiri dari petani
jeruk di Desan Munte, Kabupaten Karo. Setelah dilakukan paparan oleh Tim pengabdian, masyarakan diminta untuk
melakukan praktek langsung dalam pembuatan sirup jeruk, dan tentunya di pandu oleh Tim pengabdian untuk
mendapatkan hasil sirup jeruk yang bernilai ekonomis dan bernilai gizi tinggi. Setelah beberapa bulan dilakukan
review/ analisis dari kegiatan pengabdian yang dilakukan di Desa Munte. Pendampingan dilakukan dengan
mendatangi ulang tempat pengabdian dan menanyakan progres kerja dari masyarakat dengan bahan sirup jeruk yang
telah diberikan oleh mereka. Pendampingan selanjutnya karena keterbatasan waktu para peserta jika harus
dikumpulkan kembali tiap minggunya, maka berdasarkan permasalahan tersebut diambilah kebijakan bahwa
pendampingan dapat juga dilayani via telepon dan email. Kegiatan selanjutnya adalah pendampingan sekaligus
evaluasi mereview terhadap pelatihan yang sudah dilaksanakan. Berikut adalah serangkaian proses pengandian yang
dilakukan di Desan Munte tentang pembuatan sirup jeruk bernilai gizi tinggi dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
KESIMPULAN
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang berlangsung di Desa Munte di tahun 2018 perlu mendapat
perhatian dari pihak Universitas Negeri Medan maupun pihak pemerintah Kabupaten Karo. Diperlukan suatu
dokumen tertulis yang dapat digunakan kedua belah pihak dengan tujuan memajukan keterampilan dan keahlian
dalam pembuatan sirup jeruk. Dokumen tersebut seperti pernyataan kesepahaman (MoA) antara Universitas Negeri
Medan dengan Pemerintah Kabupaten Karo. Nantinya jika ada kegiatan-kegiatan sejenis, dapat diarahkan langsung
ke Kabupaten Karo. Rekomendasi lain adalah tindak lanjut dari kegiatan in dimasa yang akan datang, agar kiranya
jika terdapat kegiatan sejenis dapat langsung diarahkan tanpa harus memilih lagi kabupaten sasaran untuk lokasi
pengabdian kepada masyarakat. Hal ini diperlukan agar adanya kesepahaman dan sejalan dengan rencana kegiatan
tahun akan datang yang telah disusun diatas.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Rektor Universitas Negeri Medan dan Ketua LPM Universitas
Negeri Medan yang telah memberikan dana dan sarana sehingga pengabdian ini dapat dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
http://harian.analisadaily.com/sumut/news/petani-jeruk-karo-keluhkan-serangan-hama/342131/2017/04/27
http://www.klinikpertanianorganik.com/lalat-buah-pada-jeruk-di-tanah-karo sumut-nyaris-teratasi/
https://sorasirulo.com/2016/02/01/derita-petani-jeruk/
www.geocities.com/merga_silima/regional/munte.htm
https://karokab.bps.go.id/dynamictable/2015/12/07/52/produksi-buah-buahan-menurut-kecamatan-dan-jenis-buah-
2014.html
Abstrak
Kegiatan pengabdian masyarakat di Siosar ini bertujuan untuk (1) memberikan pelatihan bagaimana
cara membudiyakan tanama hortikultura sebagai bahan dasar pembuatan sabun cair, manfaat sabun
cair yang ramah lingkungan, langkah-langkah melaksanakan pembuatan sabun cair, (2) Penanaman
tanaman holtikultura, perawatan dan pengendalian hama (3 Pemanfaatan tanaman holtikultura
sebagai objek edukasi wisata Untuk mencapai tujuan tersebut maka kegiatan yang telah dilakukan
adalah (1) melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang di alami pihak mitra, (2) koordinasi
dengan mitra untuk persiapan bahan yang akan digunakan, (3) pelaksanaan kegiatan workshop
pembuatan sabun cair, dan (4) pendampingan, analisis dan evaluasi kegiatan. Hasil yang dicapai
dari kegiatan ini berupa kelompok mitra sudah mampu memanfaatkan tanaman holtikultura menjadi
bahan dasar pembuatan sabun cair, memanfaatkan tanaman holtikultura sebagai objek edukasi
wisata dan telah mampu menghasilkan produk berupa sabun cair yang berasal dari ekstrak jeruk.
PENDAHULUAN
Munte merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Munte, Kabupaten Karo, provinsi Sumatera
Utara, Indonesia. Desa Munte seluas 10,34 Km2 dengan jumlah penduduk sebanyak 3.378 jiwa (BPS Kabupaten
Dati II Karo).
Prospek untuk pengembangan desa Munte ini masih sangat terbuka karena kondisi masyarakat yang masih
menggunakan konsep tradisional. Desa ini merupakan areal pertanian khususnya tanaman semusim seperti padi,
jagung, palawija, ada beberapa tanaman perkebunan yakni jeruk, kakao, kopi. Jika dibidang pertanian khususnya
padi dikembangkan maka akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya karena padi local yag dihasilkan
dapat diimpor ke luar daerah dengan catatan padi yang dihasilkan adalah padi organik. Dengan kuantitas dan
kualitas yang dimiliki maka akan dapat menciptakan lapangan pekerjaan dalam pengolahan padi, selain itu akan
dapat menumbuhkan penjual pupuk organik dan pestisida.
Desa Munte merupakan daerah yang berpotensi sebagai daerah pertanian penghasil tanaman hortikultura
pertanian khususnya Padi, jagung, dan jeruk yangmendapatkan perhatian besar dari pemerintah. Terbukti tanaman
hortikultura sudah dimasukkan dalam subsektor tanaman pangan, sehingga sekarang ini ada subsektor tanaman
pangan dan hortikultura. Tanaman hortikultura memperoleh perhatian besar karena telah membuktikan dirinya
sebagai komoditi yang dapat dipakai sebagai sumber pertumbuhan baru di sektor pertanian (Soekartawi, 1996).
Komoditas hortikultura yang terdiri dari tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman obat, dan tanaman obat,
merupakan komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangkan mengingat potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, ketersediaan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar internasional
yang terus meningkat (Hanani, dkk, 2003).
Salah satu komoditi unggulan tanaman holtikultura dari desa Munte adalah jeruk. Jeruk merupakan salah satu
jenis komoditas hortikultura yang banyak disukai masyarakat. Selain rasanya yang segar, buah ini juga memiliki
kandungan vitamin C yang penting untuk menjaga kondisi tubuh agar tetap fit.
Produksi buah-buahan kedua tertinggi setelah jeruk adalah pisang. Buah ini merupakan salah satu jenis tanaman
holtikultura dimana semua kalangan mulai dari kalangan bawah sampai kalangan atas bahkan semua usia pun
mengetahui dan pernah mengkonsumsi daging buah pisang ini.Sujana dkk (2006) menyebutkan bahwa pada kulit
pisang mengandung karbohidart, protein, lemak, tannin, vitamin dan air, sementara untuk sabun sendiri bahan utama
untuk membuatnya adalah lemak.
Kandungan asam amino maka akan dapat dilihat berbagai kandungan dari kulit pisang ini yang merupakan
dasar pembuatan sabun mandi ini karena ternyata kulit pisang juga menagndung gliserin yang merupakan bahan
utama lain pembuatan sabun.Kedua jenis tanaman ini merupakan tanaman holtikultura yang berdasarkan hasil
penelitian dapat dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan sabun cair.
Sabun cair merupakan bahan pembersih yang umum digunakan oleh masyarakat, baik oleh rumah tangga, industri,
perhotelan, rumah makan, dan lain-lain. Berdasarkan bentuknya sabun cair yang beredar di pasaran dapat berupa
bubuk, dan cair. Sabun cair pada umumnya mempunyai fungsi yang sama dengan sabun bubuk. Hal yang
membedakan keduanya adalah bentuknya, yaitu dalam bentuk bubuk dan cair. Sabun cair banyak digunakan dalam
pembersih alat-alat dapur. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman, sabun cair juga banyak diaplikasikan
untuk kebutuhan industri, serta pembersih pakaian. Hal tersebut dikarenakan sabun cair lebih mudah cara
penanganannya serta lebih praktis dalam penggunaannya. Formulasi sabun cair pada umunya terdiri dari bahan
utama yaitu surfaktan, builder, air, serta zat pengental. Formulasi yang tepat dalam pembuatan deterjen cair sangat
penting untuk dapat menciptakan produk deterjen cair dengan kualitas yang baik sesuai dengan permintaan
konsumen.
Bahan yang diperlukan dalam pembuatan sabun yaitu : (1) Minyak, jenis minyak yang sering digunakan pada
proses pembuatan adalah minyak kelapa minyak sawit, minyak jarak, minyak jagung, minyak kedelai dan minyak
lain-lainnya. Menurut Seapul (2001), minyak dengan lemak memiliki perbedaan pada saat proses
penyabunan,perbedaan ini biasanya berupa bentuk reaksinya, pada minyak akan berbentuk cair pada suhu ± 28°C
sementara kalau lemak berbentuk padat. (2) Natrium Hidroksida, merupakan senyawa Alkali yang bersifat basa dan
mampu menetralisir asam dimana bentuk dari Natrium Hidroksida berupa Kristal putih dengan sifat cepat menyerap
kelembapan. (3) Gliserin, adalah produk sampingan dari reaksi hidrolisis antara minyak nabati dengan air untuk
menghasilkan asam lemak dimana gliserin ini berfungsi sebagai pelembab pada kulit dan bentuknya berupa cairan
jernih,tidak berbau dan memiliki rasa manis. (4) EDTA (Ethylen Diamine Tetra Acetic), EDTA merupakan bahan
pengawet yang banyak di pakai pada produk household (produk untuk keperluan rumah tangga sehari-hari). EDTA
ini memilki sifat anti oksidan yang memperlambat proses oksidasi pada rantai alkil. (5) Natruim Klorida (NaCl),
garam berfungsi sebagai pengental. Jenis yang dipakai adalah garam biasa atau garam dapur dimana garam
dilarutkan dengan air dulu sampai pada konsentrasi tertentu agar efek penegntalannya merata. (6) Air (H20), air
digunakan untuk melarutkan NaCl dan mengurangi vikositas sehingga memudahkan sirkulasi dalam reactor.
Pengaruh negatif sabun cair terhadap kondisi fisik dan kimia perairan yang teraliri limbah dapat terjadi secara
langsung maupun tidak langsung. Beberapa pengaruh limbah detergen terhadap lingkungan antara lain gangguan
terhadap estetika oleh adanya busa putih di permukaan perairan, penurunan kadar oksigen terlarut perairan,
perubahan sifat fisik dan kimia air serta terjadinya eutrofikasi. Kandungan fosfat yang tinggi dapat merangsang
tumbuhnya gulma air. Peningkatan gulma air akan menyebabkan peningkatan penguraian fosfat, dan penghambatan
pertukaran oksigen dalam air, sehingga kadar oksigen terlarut dalam air amat rendah (mikroaerofil) (H. Sitorus,
1997).
Produktivitas tanaman holtikultura di desa Munthe masih belum maksimal yang disebabkan oleh penguasaan
teknologi yang kurang dan lemahnya ketrampilan dalam usaha tani. Selain itu, modal usaha tani terbatas, tidak
semua penduduk yang petani memiliki lahan pertanian, lahan pertanian belum seluruhnya memiliki pengairan,
penghasilan masyarakat masih tergantung pada usaha pertanian, pengelolaan pertanian masih bersifat tradisional,
sulitnya mencari pupuk murah. Petani umumnya memproses sendiri hasil produksinya dan sebagian dijual sekitar
Kecamatan Babalan, kurangnya inovasi dalam mengolah produk, produksi pertanian habis terjual dalam sekali masa
panen, dan industri pengolahan bahan makanan masih minim jumlahnya.
Nilai hasil produksi tidak sebanding dengan biaya produksi dan mekanisme pasar yang belum maksimal dan hanya
mencakup wilayah lokal sehingga petani mendapatkan harga yang ditentukan oleh pihak lain relatif rendah. Hal ini
mengakibatkan tingkat produksi pertanian yang ada di Kecamatan Munthe belum mampu mengangkat
perekonomian masyarakat sekitar. Melihat kondisi demikian diperlukan adanya upaya implementasi hasil pertanian
tanaman holtikultura yang tidak maksimal dialih fungsikan sebagai bahan dasar yang berpotensi sebagai sabun cair
yang ramah lingkungan. Dengan tujuan meningkatkan dapat sebagai penyediaan lapangan kerja, dan meningkatkan
prekonomian masyarakat sekitar.
Berdasarkan permasalahan yang ada maka usaha yang ditawarkan adalah melakukan kegiatan pengembangan
pertanian dengan mengembangkan tanaman holtikultura dimanfaatkan secara maksimal serta melatih pembuatan
sabun cair dari tanaman holtikultura yang dihasilkan. Kegiatan ini akan dapat membantu masyarakat kembali
bersemangat untuk bekerja kembali dengan bertani tanaman holtikultura dan melakukan usaha sabun cairyang
memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Selain itu kegiatan ini akan membantu untuk mengurangi pencemaran
lingkungan dari limbah sabun cair yang dihasilkan selama ini.
Masyarakat desa Munthe sebagai masyarakat yang sudah terbiasa bertani tentulah profesional hendaknya memiliki
kemampuan untuk menangkap permasalahan yang terjadi pada daerah mereka.Untuk itu kegiatan pengabdian
masyakat ini bermaksud untuk melakukan kegiatan pengembangan pertanian dengan mengembangkan tanaman
holtikultura di lahan pertanian yang sudah dimiliki masyarakata namun belum dimanfaatkan secara maksimal serta
melakukan pelatihan pembuatan sabun cair dari tanaman holtikultura tersebut sehingga memiliki nilai ekonomis
yang tinggi dan ramah lingkungan.
METODE KEGIATAN
Secara umum metode kegiatan yang dilakukan dalam melaksanakan kegiatan pengabdian ini terdiri dari
beberapa tahapan. Tahapan yang pertama adalah melakukan observasi dan pembuatan kesepakatan dengan mitra,
yang didasarkan pada permasalahan yang ada pada mitra dan kemampuan serta kesempatan yang dimiliki tim
pengabdian. Tahap berikutnya adalah sosialisasi kegiatan program kepada mitra. Tahap utama dari kegiatan ini ada
3 bagian yaitu (1) penyuluhan kepada kelompok mitra tentang pentingnya pemanfaatan lahan dan teknik pembuatan
sabun cair, (2) koordinasi dengan mitra untuk persiapan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan workshop, (3)
pelaksanaan kegiatan workshop pembuatan sabun cair. Tahap terakhir dari kegiatan ini adalah pendampingan yang
berupa teknik peningkatan kualitas hasil dan pencetakan sabun cair, dan peningkatan aktivitas dan kuantitas
pembuatan sabun cair kepada kelompok masyarakat lainnya.
Diketahui bahwa tanaman jeruk genus Citrus merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Minyak
atsiri jeruk pada kadar 2% v/v mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus (Hammer et
al., 1999) yang merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi kulit. Minyak atsiri kulit jeruk secara luas
dimanfaatkan khususnya dalam sedian sabun cair.
Kunjungan yang dilakukan bertepatan dengan menjelang hari raya Idul Adha maka para peserta sangat
antusias dalam menerima materi yang diberikan dengan harapan mereka dapat mengelola sendiri mulai dari
pembuatan sabuan cair hingga pemasaran yang akan dilakukan. Karena pada acara qurban pasti membutuhkan
sabun untuk mencuci piring-piring yang sangat banyak mengandung lemak dari hewan qurban tersebut. Selain itu
sabun cair yang dihasilkan dapat digunakan oleh petani itu sendiri untuk mencuci hasil pertanian mereka berupa
wortel, kentang , lobak dan bahkan membersihkan peralatan-peralatan dari kotoran-kotoran selama bertani.
Rangkaian dalam kegiatan pendalaman materi ini berlangsung selama satu hari yang diikuti para peserta
kegiatan. Penyampaian materi ini dirasa perlu guna menyegarkan kembali ingatan para warga terhadap cara
pembuatan sabun cair. Peserta sangat hikmat mendengarkan materi yang disampaikan, hal ini ditandai dengan
dilarangnya anak-anak mereka bermain /berkeliaran di lokasi pendampingan. Peserta yang hadir tidak hanya kaum
bapak saja namun kaum ibu-ibu juga sangat berantusias menghadiri kegiatan tersebut dan tidak sedikit pula ibu-
ibunya membawa anak.
Setelah dilakukanya pemaparan gambaran umum tentang pembuatan sabun cair warga diajak untuk
melakukan pembuatan sabun cair, dan juga mengeluarkan gagasan-gasan pemanfaatan tanaman holtikultura sebagai
objek edukasi wisata yang nantinya memungkinkan untuk dilaksanakan. Keunggulan sabun yang dihasilkan adalah
bentuknya cair dan tidak mengental pada suhu kamar. Penggunaan dari sabun cair sendiri yakni lebih praktis, mudah
larut di air sehingga hemat air, mudah berbusa dengan menggunakan spon kain, terhadap kuman bisa dihindari
(lebih higienis), mengandung lebih banyak pelembab untuk kulit, memiliki kadar pH yang lebih rendah dibanding
sabun padat, dan lebih mudah untuk digunakan (Winda, 2009).
Warga telah dapat mengenali bahan yang digunakan dalam pembuatan sabun cair dan juga telah dapat praktek
langsung cara pembuatan sabun cair. Sehingga kelompok mitra lebih lebih matang dalam pemahaman pembuatan
sabun cair.
Tahapan selanjutnya dari proses pelaksanaan kegiatan pada Pengabdian Kegiatan masyarakat di Desa Munte
Kabupaten Karo adalah, seluruh peserta diarahkan kembali ke rumah masing-masing untuk membuat sabun dari
bahan yang telah diberikan oleh tim pengabdian kepada masing-masing warga. Pada proses ini, dilakukan
pendampingan mulai dari pemberian bahan sabun sampai pembuatan sabun cair. Pendampingan dilakukan dengan
bertemu langsung, juga dengan komunikasi melalui telepon seluler dan email. Hal ini dilakukan, karena
keterbatasan waktu para peserta jika harus dikumpulkan kembali tiap minggunya, maka berdasarkan permasalahan
tersebut diambilah kebijakan bahwa pendampingan dapat juga dilayani via telepon dan email. Kegiatan selanjutnya
adalah pendampingan sekaligus evaluasi mereview terhadap pelatihan yang sudah dilaksanakan. Dari bahan yang
telah diberi, warga berhasil membuat sabun cair dan dapat menghasilkan 68 botol @ 250 ml sabun cair ekstrak
jeruk.
Berdasarkan pendampingan yang dilakukan warga sedikit mengalami kesulitan dalam mengaduk salah satu
bahan yang digunakan yaitu texapone, mereka masih ragu sampai kapan pengadukan dihentikan dan sampai kondisi
seperti apa. Selain itu kurang maksimalnya pengadukan texapon di dalam ember besar hal ini dikarenakan
keterbatasan tenaga khususnya ibu-ibu, karena kita ketahui bahwa apabila texapon dilarutkan ke dalam air maka
selama pengadukan lama kelamaan texapon akan semakin mengental dan kecepatan pengadukan harus ditambah
agar molekulnya bisa larut dengan air. Namun permasalahan ini dapat diatasi melalui pendampingan yang telah
dilakukan melalui via telepon.
KESIMPULAN
Kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang telah berlangsung di Desa Munte di tahun 2018 ini perlu
mendapat perhatian dari pihak Universitas Negeri Medan maupun pihak pemerintahan Kabupaten Karo. Diperlukan
suatu dokumen tertulis yang dapat digunakan kedua belah pihak dengan tujuan memajukan keterampilan dan
keahlian dalam pembuatan sabun. Dokumen tersebut seperti pernyataan kesepahaman (MoA) antara Universitas
Negeri Medan dengan Pemerintah Kabupaten Karo khusus dalam bidang pendidikan, pelatihan, Agrowisata
sehingga nantinya jika ada kegiatan-kegiatan sejenis, dapat diarahkan langsung ke Kabupaten Karo.
Rekomendasi lain adalah tindak lanjut dari kegiatan in dimasa `yang akan datang, agar kiranya jika terdapat
kegiatan sejenis dapat langsung diarahkan tanpa harus memilih lagi kabupaten sasaran untuk lokasi pengabdian
kepada masyarakat. Hal ini diperlukan agar adanya kesepahaman dan sejalan dengan rencana kegiatan tahun akan
datang yang telah disusun diatas.
SARAN
Catatan penting selama kegiatan ini berlangsung adalah respon yang sangat baik dari para peserta agar
kiranya dapat dipertimbangkan oleh pihak-pihak terkait. Mereka berharap agar kegiatan sejenis terus berlangsung
tiap tahun, sekalipun dalam tema yang berbeda, akan tetapi adanya pertemuan antara warga dengan berbagai peneliti
di bidang pendidikan, pelatihan dan Agrowisata menjadikan kegiatan ini sebagai sarana tukar pikiran untuk
kemajuan Agrowisata.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.,Cara Membuat Sabun Transparan, Tersedia dalam:abi-aksar. Cara-pembuatan-sabun-transparan.html/,
diakses tanggal 4 April 2017.
Anonim., The way Al Makes Soap, Tersedia dalam : http://waltonfeed.com/old/soap/soap.html, diakses tanggal 25
Maret 2016.
Alamsyah, Sujana. 2006. Merakit sendiri alat penjernihan air untuk rumah tangga. Jakarta: Kawan Pustaka.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo. 2015. Statistik Daerah Kecamatan Munte.
Hammer KA, Carson CF, Riley TV (1999). Antimicrobial activity of essential oils and other plant extracts. J. Appl.
Microbiol. 86:985-990.
Hanani, dkk., 2003. Strategi Pembangunan Pertanian. Lappera Pustaka Utama, Yogyakarta.
Mulyati, Sri. (2005). Aneka Olahan Pisang . Surabaya : Trubus Angisana
Nadhiroh, N.,(2015).Budidaya Tanaman Hortikultura, Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian Univ. Wahidiyah,
Kediri,
Permono, A., (2015). Membuat Sampo dan Sabun, Penebar Swadaya.
Prawira. Y. (2008). Sipat-Sipat Sabun Padat, http://www.mikromedia.co.org. (diakses pada tanggal 20 Mei 2017).
Sitorus, H. (1997). Uji Hayati Toksisitas Detergen Terhadap Ikan Mas (Cyprinus carpio, L). Visi 5(2): 44-62.
Soekartawi . 1996. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Pertanian Kecil. Rajawali Press. Jakarta
Van Steenis CGGJ. (2008). Flora, Cetakan ke-7. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
www.geocities.com/merga_silima/regional/munte.htm
https://karokab.bps.go.id/dynamictable/2015/12/07/52/produksi-buah-buahan-menurut-kecamatan-dan-jenis-buah-
2014.html
Warlina, L. (2004). Pencemaran Air: Sumber, Dampak dan Penanggulangannya. Makalah Pribadi. IPB: Bogor.
Winda,S. (2009). Pembuatan Potato Dextorse Agar. http://www.mikromedia.co.org. (Diakses pada tanggal 7
Desember 2015).
Abstrak
Pendampingan peningkatan mutu sekolah melalui penerapan Sistem Penjaminan Mutu Internal
(SPMI) telah dilakukan di SMA Negeri 3 Medan yang bertujuan untuk membantu sekolah dalam
memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP). Hal tersebut dilakukan karena SMAN 3 Medan belum
memenuhi SNP dan belum mengetahui tentang SPMI. Pendampingan penerapan SPMI dimulai
dengan mengidentifikasi masalah yang dihadapi melalui mind mappingdan analisis SWOT. Upaya
pemecahan masalahdilakukan dengan membantu guru menemukan permasalahan sekolah melalui
analisis Evaluasi Diri Sekolah (EDS), dan dilanjutkan dengan penyusunan rencana pemenuhan mutu
Standar Nasional Pendidikan (SNP). Tim pendamping juga meningkatkan kemampuan guru dalam
menyusun Rencana Kerja Sekolah (RKS), dan membuat dokumen mutu sekolah berbasis Standar
Nasional Pendidikan (SNP).Metode pendampingan yang digunakan adalah pelatihan in dan on, yang
dimulai dengan curah pendapat dan focus group discussion(FGD) dalam membuatmind mapping
permasalahan sekolah. Selanjutnya, tim guru diminta menerapkan hasil pelatihan, dan dilakukan
analisis kendala dari implementasi yang telah dilakukan. Berdasarkan kegiatan ini ditemukan bahwa
pendampingan dapat meningkatkan motivasi, antusiasme, dan kemampuan guru dalam menerapkan
SPMI. Namun, kurangnya dukungan dari kepala sekolah menyebabkan SPMI belum dapat diterapkan
secara efektif di SMAN 3 Medan. Beberapa dokumen mutu yang berhasil disusun adalah standar isi,
standar proses dan standar penilaian berbasis kebutuhan guru dan siswa.Kurangnya komitmen
pimpinan dan masih lemahnya penguasaan SPMI menyebabkan kendala yang cukup berarti dalam
upaya penerapan SPMI dan pengembangan dokumen-dokumen yang dibutuhkan untuk pemenuhan
SNP.
PENDAHULUAN
Sebagai wadah pendidikan yang bersifat formal maupun nonformal, sekolah merupakan hal penting yang
terkandung dalam dunia pendidikan. Sekolah selalu berkaitan dengan siswa maupun dengan sistem sekolah yang
ada, seperti halnya Standar Nasional Pendidikan (SNP) yangmana memerlukan penjaminan mutu pendidikan. Selain
itu, sebagian besar satuan pendidikan belum memiliki kemampuan untuk menjamin bahwa proses pendidikan yang
dijalankan dapat memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh pemerintah. Kemampuan itu meliputi: (1) Cara
melakukan penilaian hasil belajar (2) Cara membuat perencanaan peningkatan mutu pendidikan (3) Cara
implementasi peningkatan mutu pendidikan (4) Cara melakukan evaluasi pengelolaan sekolah maupun proses
pembelajaran.
Untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia,
telah disebutkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyatakan bahwa Sistem Pendidikan Nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.Untuk menjangkau Standar Nasional Pendidikan (SNP), maka
diperlukan penjaminan mutu pendidikan yang bertujuan untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional
Pendidikan (SNP). Sebagaimana Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005, setiap satuan
pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan.Sebagai lembaga
pendidikan yang berbasis kepada kebutuhan dan tantangan yang dihadapi daerah, kebijakan otonomi pendidikan
sangat berpengaruh positif terhadap berkembangnya sekolah. Pemberlakuan regulasi tentang otonomi daerah
melalui Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah (terakhir Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014) berdampak
terhadap pengelolaan pendidikan di daerah. Keragaman potensi sumber daya pendidikan di daerah menyebabkan
mutu lulusan sekolah sangat bervariasi. Keberadaan satuan pendidikan baik secara jenjang dan jenis yang tersebar di
seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki keragaman kebutuhan masyarakat, layanan proses
pendidikan, sarana dan prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, serta mutunya.
Berdasarkan hasil Evaluasi Diri Sekolah (EDS) pada tahun 2015, diketahui masih banyak sekolah yang
belum memenuhi standar nasional pendidikan. Hasil analisis rata-rata EDS sekolah di Kota Medan tahun 2015
menunjukan rendahnya pencapaian mutu pendidikan berdasarkan 5 kriteria level EDS yang telah ditetapkan untuk
jenjang SMA. Dari 213 SMA hanya 78 (tujuh puluh delapan) yang memenuhi level 4, sedangkan sekolah lainnya
berada pada level 2 dan 3 bahkan ada yang berada pada level 1. Jika merujuk pada kriteria level EDS yang telah
ditetapkan Kemdikbud, kategori 1 (menuju SNP 1) : skor agregat kurang dari 50 %, terutama pada standar proses
dan standar kompetensi lulusan (SKL). Kategori 2 (menuju SNP 2) : skor agregat lebih dari 50 %, namun standar
proses serta SKL di bawah 50%. Kategori 3 (menuju SNP 3) dengan skor agregat lebih dari 50%, namun SKL
dibawah 50%. Kategori 4 (memenuhi SNP), skor agregat lebih dari 70 % dan tidak ada standar yang nilainya
dibawah 60%. Hal ini bermakna rerata sekolah SMA di Medan belum memenuhi standarisasi SNP, khususnya pada
standar proses sehingga mempengaruhi rendahnya kualitas mutu lulusan.Upaya pemecahan masalah dilakukan
dengan membantu guru menemukan permasalahan sekolah melalui analisis Evaluasi Diri Sekolah (EDS), dan
dilanjutkan dengan penyusunan rencana pemenuhan mutu Standar Nasional Pendidikan (SNP). Tim pendamping
juga meningkatkan kemampuan guru dalam menyusun Rencana Kerja Sekolah (RKS), dan membuat dokumen
mutu sekolah berbasis Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Puzziferro & Shelton (2008) menekankan akan pentingnya untuk memberikan sebuah kerangka model
penjaminan mutu yang mencakup penilaian yang konsisten dari rancangan pembelajaran, isi pembelajaran, dan
pedagogi yang digunakan. Model tersebut belum tersedia dan belum ada contoh praktis penjaminan mutu yang dapat
diterapkan secara umum. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pengembangan model penjaminan mutu dengan
menerapkan pendampingan dan mengevaluasi hasil yang diperoleh setelah pendampingan tersebut.
Mitra pada pengabdian ini adalah SMA Negeri 3 Medan yang beralamatkan di Jalan Budi Kemasyarakatan
No.3, Pulo Brayan Kota Medan, Sumatera Utara. Mitra tersebut memerlukan adanya (1) Identifikasi permasalahan
sekolah melalui analisis Evaluasi Diri Sekolah (EDS), (2) Perlunya penerapan dalam menyusun rencana pemenuhan
mutu sesuai Standar Nasional Pendidikan (SNP), (3) Perlunya menyusun Rencana Kerja Sekolah (RKS), serta
dipelukan adanya (4) pembuatan dokumen mutu sekolah berbasis Standar Nasional Pendidikan (SNP).
KAJIAN PUSTAKA
Sistem penjaminan mutu internal adalah sistem penjaminan mutu yang dilakukan oleh seluruh komponen
dalam satuan pendidikan. Pelaksanaan SPMI dimaksudkan agar pemenuhan mutu dapat direncanakan, dilaksanakan
dan dievaluasi secara internal oleh satuan pendidikan.Berdasarkan ciri fungsional penjaminan mutu tersebut, maka
siklus penjamiminan mutu pendidikan pada tingkat satuan pendidikan dapat digambarkan sebagai berikut:
Kegiatan ini dimaksudkan untuk melakukan penilaian atas kepatuhan pelaku pendidikan di satuan pendidikan
terhadap prosedur yang dilakukan secara internal dilakukan oleh tim mutu sekolah. Audit internal dapat dilakukan
dengan bantuan/fasilitasi LPMP dalam kapasitasnya sebagai lembaga penjaminan mutu, untuk memastikan tingkat
implementasi dan ketercapaian standar. Berdasarkan pada temuan hasil kegiatan audit mutu internal di atas, maka
sekolah bersama komite sekolah atas bimbingan LPMP menyusun rencana perbaikan.
5. Rekomendasi Peningkatan Mutu
Berdasarkan pada temuan hasil kegiatan audit mutu internal, Unit Penjaminan Mutu menyampaikan
Rekomendasi Peningkatan Mutu. Rekomendasi ini merupakan bukti atas pelaksanaan penjaminan mutu di sekolah.
Peningkatan Mutu Berkelanjutan (Continuous Quality Improvement)
Berdasarkan rekomendasi peningkatan mutu, satuan pendidikan dapat melakukan tindaklanjut dengan
menentukan langkah tindak lanjut upaya perbaikan terhadap standar jika masih terdapat kekurangan dalam
pencapaian standar. Upaya tersebut disertai dengan perbaikan sistem manajemen organisasi maupun prosedur
pelaksanaan penjaminan mutu. Upaya peningkatan mutu tersebut dilakukan secara periodik dan berkelanjutan secara
konsisten, sehingga akan terjadi peningkatan mutu secara berkelanjutan.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif dengan mengumpulkan data kualitatif sejak pelaksanaan awal
sampai akhir pendampingan kepada subjek kajian (Sugiyono, 2011). Metode pendampingan yang digunakan dalam
kegiatan ini merupakan pelatihan in dan on, yang dimulai dengan pengajuan pendapat dan focus group discussion
(FGD) dalam membuat mind mapping permasalahan sekolah. Selanjutnya, tim guru diminta menerapkan hasil
pelatihan, serta melakukan analisis kendala dari implementasi yang telah dilakukan.
Penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang bertujuan mengungkapfenomena yang ada dan
memahami maknadi balik fenomena tersebut. Seorang peneliti dapat memutuskan untuk melakukan penelitian
kualitatif jika berkeinginan mengungkapfenomena secara komprehensif danmendalam. Ketika memutuskan untuk
melakukan penelitian kualitatif, peneliti harus bersedia menyatu dengan konteks lingkungansecara totalitas untuk
mengungkap fenomena yang ingin dipelajari (Sani dkk, 2018).
Subjek kajian ini adalah 20 orang pengajar (guru) di SMAN 3 Medan yang beralamatkan di Jalan Budi
Kemasyarakatan No.3, Pulo Brayan Kota Medan, Sumatera Utara 20238. Guru yang berada di SMAN 3
memerlukan adanya (1) Identifikasi permasalahan sekolah melalui analisis Evaluasi Diri Sekolah (EDS), (2)
Perlunya penerapan dalam menyusun rencana pemenuhan mutu sesuai Standar Nasional Pendidikan (SNP), (3)
Perlunya menyusun Rencana Kerja Sekolah (RKS), serta dipelukan adanya (4) pembuatan dokumen mutu sekolah
berbasis Standar Nasional Pendidikan (SNP).
KESIMPULAN
Penguasaan SPMI dapat dilakukan secara efektif dengan melibatkan guru dalam menganalisis permasalahan
pembelajaran dan pengelolaan menggunakan analisis peta pikiran (mind mapping). Setelah mengenali
permasalahannya, guru lebih mudah untuk diajak merumuskan solusi permasalahan dan membuat perencanaan
dalam upaya mengatasi permasalahan. Upaya pencapaian SNP terkait standar proses yang terkait dengan upaya guru
secara mandiri dapat dilakukan dengan segera. Namun upaya peningkatan mutu secara menyeluruh tidak dapat
dilakukan secara efektif tanpa adanya komitmen pimpinan dalam menerapkan SPMI.
DAFTAR PUSTAKA
Ghafur, A. H.S.(2011). Arsitektur Organisasi Penjaminan Mutu Pendidikan Nasional: Sebuah Konstruksi Untuk
Model Aplikasi. (Hasil Kajian, belum dipublikasikan). Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,
hlm. 6-7.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 63/2009 tentang Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu
Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32/2013 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Puzziferro, M. &Shelton, K. (2008). A model for developing high-quality online courses: Integrating asystems
approach with learning theory. Journal of Asynchronous Learning Networks, 12(3–4).Newbury, MA: Online
Learning Consortium
Rangkuti, Freddy. (2002). Measuring Customer Satisfaction. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sani, R.A., Pramuniati, I, Mucktiany, A. (2015). Penjaminan Mutu Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara
Sani, R.A., Manurung, S.R., Suswanto, H, dan Sudiran, (2018). Penelitian Pendidikan, Tangerang: Tira Smart.
Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Jakarta: Alfhabeta.
Sujadi, (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka cipta.
Timpe, A. D. (2002). Seri Manajemen Sumber Daya Manusia, Kepemimpinan. Jakarta: Gramedia.
Undang-undang Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Undang-undang Nomor 23/ 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Zeithaml, V. A. and Bitner, M. J. (2003). Service Marketing. New York: McGraw Hill, Inc Int’l Edition.
Abstrak
Kegiatan PKM ini bertujuan membantu kelompok mitra yaitu Unit Usaha Pembuatan Keripik
Singkong di dusun VIII Desa Saentis dalam peningkatan pendapatan keluarga melalui peningkatan
pengetahuan dan keterampilan pada usaha pembuatan keripik singkong. Adapun metode pelaksanaan
kegiatan yang dilakukan yaitu penyuluhan dan pelatihan, pendidikan rancang bangun alat perajang
singkong, pelatihan produksi dan majemen usaha dan kegiatan monitoring dan pendampingan.
Luaran yang telah dihasilkan dapat dilihat dari aspek produksi dan aspek produk. Aspek produksi,
metode dan teknik dalam pembuatan keripik singkong untuk menghasilkan produk dengan mutu dan
kuantitas yang baik dengan menggunakan teknologi dan serangkaian alat mesin (TTG). Aspek
produk, produk yang dihasilkan dalam kegiatan usaha ini yaitu keripik singkong dengan kualitas
yang baik (dapat dilihat dari bentuk fisik keripik dan tidak mudah hancur) dan kuantitas produksi
yang lebih besar, sehingga meningkatkan nilai jual keripik singkong. Secara langsung peningkatan
ini berdampak pada peningkatan pendapatan ibu-ibu rumah tangga yang diberdayakan dalam
kegiatan atau usaha pembuatan keripik singkong di Dusun VIII Desa Saentis.
Kata Kunci: TTG, Singkong, Mesin Perajang Singkong, Produksi, Manajemen Usaha
Abstract
This PKM activity aims to help the partner group, namely the Cassava Chips Business Unit in the VIII
vhamlet of Saentis Village in terms of increasing family income through improving knowledge and
skills in the business of making cassava chips. The method of the activities are counseling and
training, workshop on making cassava chopper tools, training in production and business
management and monitoring and mentoring activities. The output can be seen from the aspect of
production process and the product itself. Production process aspects including methods and
techniques in making cassava chips to produce good quality and quantity prodcts using technology
and a series of machine tools (TTG). The product aspects including the good quality of cassava chips
(can be seen from the physical form of chips and not crumbly) and also a larger quantity of
production, thus increasing the selling value of cassava chips. These result give a direct impact on
increasing the income of housewives who are empowered in the activities or business of making
cassava chips in Dusun VIII Saentis Village.
kelompok mitra, unit usaha tersebut telah beroperasi selama puluhan tahun. Kegiatan unit usaha ini
melibat/memberdayakan 5-7 orang dalam setiap kegiatannya dan sebagian besar diantaranya dari kalangan ibu-ibu
rumah tangga. Sebagaimana dijelaskan oleh mitra bahwa proses produksi keripik singkong terdiri dari beberapa
tahapan yaitu: 1) Proses pengupasan kulit singkong, 2) Proses pencucian singkong, 3) Proses perajangan singkong,
4) Proses perendaman singkong dengan air garam, 5) Proses penggorengan, dan penyaringan keripik dan 6)
Proses pengemasan keripik singkong, (Koswara, USAID). Kapasitas produksi unit usaha keripik singkong ini
sebesar 50-100 Kg dalam satu kegiatan proses, dan kegiatan produksi ini rutin dilakukan 2 hari sekali. Sehingga
dalam satu bulan unit usaha ini dapat mengolah sekitar 750- 1500 Kg singkong segar menjadi keripik singkong
dengan hasil 150 – 550 Kg.
Berdasarkan hasil pengamatan, proses perajangan singkong masih dilakukan dengan cara tradisional yaitu
masih menggunakan tenaga tangan dengan bantuan alat yang terbuat dari kayu dengan sisipan pisau ditengahnya.
Perajangan singkong dengan cara tradisional dinilai kurang bersifat efektif dan ergonomi (Artati, dkk.,2013)
melihat jumlah singkong yang harus dirajang dalam setiap olahannya sebanyak 50 -100 kg. Hal ini juga
berpengaruh pada kualitas rajangan singkong yang sebagian hasil rajangan tidak terbentuk sempurna (sebagian
hancur) dan ketebalan yanag tidak merata sehingga berpengaruh pada saat proses penggorengan dan warna yang
tidak merata. Hal ini mengakibatkan kualitas keripik singkong yang dihasilkan secara umum masih bermutu
rendah dengan kuantitas produksi yang juga masih rendah.
Proses pembuatan keripik singkong yang dilakukan dengan beberapa tahapan secara umum masih
bersifat tradisional, sehingga berdampak pada produktivitas dan mutu keripik yang dihasilkan secara umum masih
rendah. Kondisi ini berpengaruh pada nilai harga jual. Semakin baik kualitas keripik singkong yang dihasilkan
maka harganya akan lebih tinggi. Kondisi ini dimungkinkan terjadi mengingat antara lain pemilik unit usaha
tersebut: 1) belum mengetahui adanya penerapan teknologi tepat guna dalam usaha pembuatan keripik singkong,
2) belum mengetahui teknik-teknik/ perlakuan dalam proses perajangan singkong sehingga dihasilkan mutu keripik
singkong yang baik dengan alat teknologi tepat guna 3) kurangnya wawasan dan inovasi dan teknologi dalam
usaha keripik singkong misalnya pada proses pengemasan atau packaging yang bermutu dan menarikh, 4)
belum mengetahui tentang manajemen usaha yang baik.
Berdasarkan hal tersebut maka unit usaha pembuat keripik singkong di Desa Saentis sangat perlu untuk
diberikan tambahan pengetahuan dan keterampilan serta penerapan inovasi dan teknologi tepat guna (TTG) dalam
peningkatan kuantitas dan mutu produk yang dihasilkan. Pelatihan manajemen usaha yang baik termasuk aspek
produksi, pengemasan, laporan keuangan, dan pemasaran. Dengan keuntungan yang cukup baik, kaum ibu-ibu
yang terlibat dalam usaha ini akan dapat meningkatkan pendapatan ekonomi keluarga sekaligus meningkatkan
perannya dalam usaha peningkatan kesejahteraan keluarga anggota kelompok mitra.
METODE PELAKSANAAN
Proses pembuatan keripik singkong yang dilakukan oleh unit keripik di Desa Saentis dengan
memberdayakan kaum ibu-ibu rumah tangga secara umum masih bersifat tradisional, sehingga berdampak pada
produktivitas dan mutu keripik. Berdasarkan hal tersebut maka unit usaha pembuat keripik singkong di Desa
Saentis sangat perlu untuk diberikan tambahan pengetahuan dan keterampilan serta penerapan inovasi dan teknologi
tepat guna (TTG) dalam peningkatan kuantitas dan mutu produk yang dihasilkan. Penanganan yang baik terhadap
permasalahan mitra ini diharapkan akan dapat meningkatkan mutu produk dan produktivitas usaha dan pada
gilirannya akan tercipta peningkatan ketersediaan lapangan kerja baru dan penghasilan tambahan bagi ibu-ibu
rumah tangga. Pelatihan manjemen usaha yang baik termasuk aspek produksi, pengemasan, laporan keuangan, dan
strategi pemasaran. Startegi pemasaran memiliki peranan yang sangat besar dalam meningkatkan volume penjualan
(Syahreza, 2009). Berdasarkan masalah prioritas mitra, tujuan dan luaran yang menjadi target dalam kegiatan ini,
maka solusi dan metode pelaksaan kegiatan yang ditawarkan dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:
Metode Pendekatan
Berdasarkan permasalahan yang dihadapi oleh Unit Usaha Pembuatan Keripik Singkong Dusun VIII Desa
Saentis Kec. Percut Sei Tuan, Deli Serdang, sebagaimana dikemukan diatas, maka model pembinaan yang akan
dilakukan untuk membantu Unit Usaha tersebut yaitu dengan metode pendekatan dengan membangun
kerjasama/kemitraan antara LPM Unimed oleh tim dosen pengusul (tim pelaksana) dengan pemerintahan desa dan
masyarakat kelompok mitra. Metode pendekatan dan pembinaan yang akan digunakan berupa penyuluhan,
workshop dan kegiatan pendampingan. Konsep perbaikan dan bimbingan yang akan dilakukan digambarkan pada
gambar dibawah.
Pelatihan dan melalui demonstrasi serta bimbingan langsung kepada kelompok mitra dan ibu-ibu rumah
tangga yang terlibat dalam usaha “Javitri” didusun VIII tentang cara-cara dan proses perlakuan pra dan pasca
perajangan singkong.
Pelatihan dan melalui demonstrasi serta bimbingan langsung kepada kelompok mitra “Javitri tentang tata
cara penggunaan dan pengaplikasian peralatan mesin yang diberikan untuk perajangan singkong.
Penyuluhan dan bimbingan langsung tentang desain dan pengemasan yang baik dan menarik dalam usaha
meningkatkan pemasaran produk.
Pelatihan dan bimbingan langsung tentang manajemen keuangan dan produksi terhadap kelompok kedua
mitra sebagai keberlanjutan program.
Keterangan Gambar:
1. Rangka Utama
2. Puli
3. Motor Listrik
4. V-belt
5. Tutup depan
6. Pisau baja perajang
7. Piringan
8. Saluran keluar
9. Tutup Samiping Kiri
10. Hopper
11. Tutup piringan
12. Tutup atas
13. Poros tengah
14. Poros atas
15. Tutup Belakang
16. Bearing
17. Tutup Samping Kanan
Desa Saentis dengan ketua kelompok mitra. Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan PKM yang telah disepakati
bersama yaitu:
1. Kegiatan sosialisasi kegiatan PKM
2. Pelaksanaan pelatihan terhadap anggota dari mitra tentang tata cara pengolahan keripik singkong
3. Kegiatan pendampingan I untuk mengontrol penggunaan alat perajang singkong
4. Kegiatan pendampingan II untuk mengontrol penggunaan alat-alat yang telah diberikan dan pemberian alat
sealer
5. Kegiatan pendampingan manajemen kualitas
6. Monitoring kegiatan PKM oleh tim pelaksana
Secara terperinci untuk setiap pelaksanaan kegiatan yang telah dilakukan akan dijelaskan sebagai berikut:
Gambar 4. Ketua dan tim pengabdian di Desa Saentis pada proses Perizinan
Sosialisasi Kegiatan PKM
Pelaksanaan kegiatan sosialisasi dilakukan dirumah Mitra, dusun VIII Desa Saentis. Ketua Tim pelaksana
melakukan observasi dan diskusi dengan ketua mitra untuk perencanaan kegiatan, meliputi tanggal pelaksanaan,
tempat serta alat dan bahan yang akan digunakan pada saat kegiatan. Selanjutnya Ketua Tim Pelaksana bersama tim
menyusun rencana pelaksanaan kegiatan PKM di Desa Saentis dan melakukan pembagian tugas dengan mitra dan
tim anggota pelaksana pada tahapan pelaksanaan kegiatan PKM.
Gambar 5. Kondisi mitra pada saat kunjungan ke tempat usaha pengolahan keripik singkong “Javitri
Pelaksanaan pelatihan terhadap anggota dari mitra tentang tata cara pengolahan keripik singkong
Pelaksanaan pelatihan pengolahan keripik singkong telah dilaksanakan oleh tim pelaksana dengan anggota
mitra. Kegiatan pelatihan dihadiri oleh Kepala Desa Saentis, Pendamping dari LPM UNIMED, dan mahasiswa.
Dalam kegiatan pelatihan ini, anggota kader mitra diberikan penyuluhan materi tentang pengolahan keripik
singkong mulai dari proses perajangan, cara penggorengan hingga pengemasan yang baik. Selanjutnya, Ketua tim
pelaksana menyerahkan mesin perajang singkong kepada mitra melalui Kepala Desa Saentis untuk kemudian di
lakukan uji coba perajangan singkong yang dibimbing oleh tim pelaksana
Gambar 6. Ketua pelaksana memberikan materi dan serah terima mesin perajang singkong
Gambar 7. Pelatihan penggunaan mesin perajang singkong yang diikuti oleh kader mitra dan dibimbing oleh tim
pelaksana.
Kegiatan pendampingan
Tim pelaksana melakukan kegiatan pendampingan. Hal ini
dilakukan untuk mengontrol penggunaan alat perajang singkong yang
telah diberikan kepada mitra. Kegiatan Pendampingan ini juga
dilakukan sekaligus memberikan alat yang baru yakni vakum sealer.
Vakum sealer ini berikan dengan tujuan agar kemasan keripik
singkong yang diproduksi mitra menjadi lebih baik.
Kegiatan pendampingan juga bertujuan mengadakan pelatihan merk usaha dan perbaikan kualitas produk. Sebelum
dilakukan pendampingan kemasan produk masih belum memiliki merk dagang, dengan kegiatan ini mitra dibimbing
bagaimana melakukan pengemasan yang baik dengan menambahkan stiker sebagai merk dagang sehingga produk
dapat dipasarkan di minimarket lokal.
Gambar 8. Produk keripik singkong “Javitri” setelah ditempeli stiker (merk dagang)
Berdasarkan uraian tersebut diatas, beberapa hasil yang telah dicapai dalam kegiatan PKM ini, yaitu:
1. Anggota dari mitra “Javitri” Dusun VIII Desa Saentis telah memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang
pengolahan keripik singkong dengan memanfaatkan teknologi tepat guna dalam proses perajangan singkong.
2. Anggota dari mitra memiliki pengetahuan dan keterampilan menggunakan alat dalam pengemasan produk
keripik singkong.
3. Produk keripik singkong mitra telah mempunyai lebel merk pada kemasan, sehingga membuka peluang untuk
dipasarkan di minimarket lokal.
KESIMPULAN
Kegiatan PKM Kelompok usaha mitra “Javitri” Dusun VIII Desa Seantis dalam “Usaha Pengolahan Keripik
Singkong Di Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara” telah dilaksanakan
sesuai dengan jadwal kegiatan, beberapa kesimpulan yang dapat diambil yaitu:
1. Anggota dari mitra “Javitri” Dusun VIII Desa Saentis telah memiliki pengetahuan dan keterampilan tentang
pengolahan keripik singkong dengan memanfaatkan teknologi tepat guna dalam proses perajangan singkong.
2. Anggota dari mitra memiliki pengetahuan dan keterampilan menggunakan alat dalam pengemasan produk
keripik singkong.
3. Produk keripik singkong mitra telah mempunyai lebel merk pada kemasan, sehingga membuka peluang untuk
dipasarkan di minimarket lokal.
4. Pelakanaan kegiatan PKM di Dusun VIII Desa Saentis berjalan sesuai dengan harapan/ dengan hasil yang baik.
Hal ini dapat dilihat dari antusias, peran serta dan kehadiran anggota mitra yaitu >95%
DAFTAR PUSTAKA
Artati, N.m Sutarno, Prabowo, N.R.,(2013), Perancangan Alat Perajang Umbi-umbian dengan Metode Quality
Function Development (QFD), Prosiding SNST, Fak. Teknik, Universitas Wahid Hasyim Semarang.
Balai Penlitian dan Pengembangan Pertanian, (2011), Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatakan Pendapatan dan
Diversifikasi Pangan, Agroinovasi- Sinar Tani, Edisi 4, 10 mei 2011, No 3404, Thn XI-I.
Glendoh, S.H.,(2001), Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil, J. Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.3,
No.1, 1-13
Koswara, S., Tanpa tahun, Teknologi Pengolahan Umbi-umbian, Tropical Plant Curiculum Project, USAID, Bogor
Agricultur University.
Syahreza Y.,(2009)., Strategi Pemasaran Keripik Singkong Cap Kelinci Di Tanjung Morawa Kab. Deli Serdang,
Skripsi, Dep. Sosial ekonomi Pertanian, Fak. Pertanian, USU Medan.
Abstrak
Telah dilakukan PKM Kelompok tani desa Durin Tonggal Kecamatan Pancurbatu kegiatan yang
dilakukan Pembuatan pupuk organik cair dengan memanfaatkan limbah organik buah dan sayur
Pasar Induk Lau Cih Medan Tuntungan. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan petani dalam mengolah dan memanfaatkan limbah organik buah dan sayur menjadi
pupuk organik Cair. Membantu menekan harga produksi petani karena dapat membuat sendiri tidak
bergantung pada pupuk organik cair komersial yang harganya relatif mahal, Memberikan masukan
teknologi tepat guna bagi petani dalam memanfaatkan limbah organik buah dan sayur menjadi pupuk
organik cair melalui fermentasi, meningkatkan kualitas dan nilai hasil pertanian yang menjadikan
hasil tanaman organik. Target dan luaran yang dicapai, luaran wajib: Publikasi ilmiah pada jurnal
ber ISSN, Publikasi pada media cetak, Peningkatan kualitas dan produk hasil produksi pertanian
petani, Peningkatan penerapan IPTEK di masyarakat melalui pengetahuan fermentasi dan
menejement dan perbaikan ekonomi masyarakat petani dengan meningkatnya kualitas dan nilai hasil
pertanian mereka. Kegiatan ini dimulai dengan metode pendekatan dengan menjalin kerja sama tim
pelaksana dengan LPM UNIMED dan pemerintah setempat (Kepala Desa dan Kelompok tani desa
Durin Tonggal kecamatan Pancurbatu kabupaten Deli Serdang), dilanjutkan dengan penyuluhan dan
pelatihan serta penerapan langsung oleh petani dari kedua mitra tersebut. Pelaksanaan dan
pengaplikasian teknologi pembuatan pupuk organik cair dari limbah buah dan sayur dengan metoda
Fermentasi, dan dilaksanakan dengan pemberian pelatihan dan pendampingan langsung terhadap
mitra.
Kata Kunci : Limbah organik buah dan sayur, Fermentasi, Pupuk Organik Cair
Abstract
PKM has been carried out by the farmer group of Durin Tonggal village, Pancurbatu sub-district, the
activities carried out are the making of liquid organic fertilizer by utilizing organic waste of fruit and
vegetables, Pasar Lau Cih Medan Tuntungan. This activity aims to improve the knowledge and skills
of farmers in processing and utilizing organic waste of fruits and vegetables into liquid organic
fertilizer. To hold reduce farmers' production prices because they can make themselves not dependent
on commercial liquid organic fertilizers whose prices are relatively expensive. Providing appropriate
technology input for farmers in utilizing organic waste of fruits and vegetables into liquid organic
fertilizer through fermentation, improving the quality and value of agricultural products that make
organic crops. The targets and outcomes achieved, obligatory outcomes: Scientific publications on
ISSN journals, publication on print media, quality improvement and agricultural products produced
by farmers, Improvement of the application of science and technology in the community through
knowledge of fermentation and management and improvement of the economy of farmer communities
with increasing quality and value their agricultural produce. This activity began with an approach
method by collaborating with the implementing team with the UNIMED LPM and the local
government (Village Head and Farmer Group Durin Tonggal village, Pancurbatu sub-district, Deli
Serdang district), followed by counseling and training as well as direct application by farmers of the
two partners. Implementation and application of technology for making liquid organic fertilizer from
fruit and vegetable waste by fermentation method, and carried out by providing training and direct
assistance to partners.
Keywords: organic fruit and vegetable waste, fermentation, liquid organic fertilizer
PENDAHULUAN
Pertanian merupakan andalan utama dari sumber penghasilan masyarakat umumnya di desa Durin Tonggal
kecamatan Pancur Batu kabupaten Deli Serdang propinsi Sumatera Utara. Daerah ini cukup luas ± 1000 km ha yang
mana sekitar ± 50% dari areal tersebut adalah pertanian rupa -rupa seperti jagung, kacang - kacangan, ubi, buah -
buahan seperti: pepaya, jambu, nenas, tomat, cabe, timun, jeruk, sayuran seperti: kacang panjang, terong, buncis,
bayam, kangkung dan yang lainnya. Setiap kelompok tani memiliki anggota 5 – 10 petani dengan luas kesuburan
berbeda - beda dan rata-rata memiliki lahan ± 5000 m2.
Pupuk merupakan kebutuhan utama bagi petani untuk memperoleh hasil pertanian yang maksimal. Pupuk
ada dua jenis yaitu pupuk kimia dan pupuk organik. Keduanya mempunyai tujuan yang sama untuk mendapatkan
hasil pertanian yang maksimal. Perbedaan hasil pertanian dengan penggunaan pupuk kimia dengan pupuk organik
adalah : masyarakat yang mengkonsumsinya terhindar dari pengaruh pupuk dengan bahan kimia yang terdapat pada
pupuk kimia. Harga hasil pertanian organik lebih mahal dari hasil pertanian pupuk kimia. Harga tomat organik di
pasaran mencapai Rp. 14000,-/kg sedangkan tomat biasa Rp. 10000,-/kg. Jika seorang petani sekali panen tomat
dapat menghasilkan tomat 500 kg saja maka hasil yang diperoleh adalah Rp 7.000.000, artinya lebih untung
Rp.2.000.000,- Produksi hasil pertanian dengan menggunakan pupuk organik belakangan ini sangat diminati, hasil
pertanian dengan pupuk organik diberi nama tambahan di pasaran misalnya Sayur organik dan buah organik
misalnya tomat diberi nama Tomat organik
Penduduk desa Durin Tonggal kecamatan Pancurbatu mengolah lahan pertaniannya masih sangat tradisional
dan mengandalkan pupuk komersial. Hasil yang didapat sering mengalami kerugian karena harga pupuk yang relatif
mahal.
Gambar 1. Petani dan Lahan Pertanian Desa Durin Tonggal, Kecamatan Pancur Batu (diambil Tanggal 01 Juni
2017)
Penggunaan pupuk organik daripada pupuk kimia seperti Pupuk Orgnik Cair, dan pupuk kompos akan lebih
meningkatkan nilai ekonomi hasil pertanian karena dengan memanfaatkan POC, hasil pertaniannya lebih memiliki
kualitas yang baik dan tidak merusak unsur hara pada tanah pertanian (Wyszkowska J, et al, 2013), dan lebih tahan
terhadap mikroba perusak tanaman (Mertens et al, 2007). POC pada tanaman memberi efek rangsangan pada
pertumbuhan batang, daun, biji, dan buah ( Hadisuswito S, 2007). POC mudah diserap dan tidak menimbulkan efek
buruk bagi kesehatan tanaman sebab bahan dasarnya alamiah, mengandung unsur hara makro dan mikro yang
dibutuhkan tanaman seperti: N, P, K,S, Ca, Mg,B,Mo,Cu, Fe, Mn, dan bahan organik lain (Hanisar W dan Bahrum
A, 2015). Penggunaan pupuk organik cair dan pupuk organik padat (kompos), sebaiknya digunakan secara
bersamaan karena pupuk organik cair dapat langsung diserap melalui daun dan batang (stomata) dan pupuk organik
padat (kompos) digunakan ke dalam tanah tersimpan lebih lama dan menyediakan unsur hara untuk jangka panjang
(Widodo P.T,2013). Dalam kegiatan ini hasil saringan pembuatan pupuk organik cair menghasilkan sisa yang dapat
digunakan sebagai pupuk padat (Kompos). Mengingat pupuk cair penggunaannya lngsung pada tanaman, POC ini
cepat diserap oleh tanaman dan dapat merangsang pertumbuhan daun, batang dan buah. POC diberikan dengan
konsentrasi 2 % dengan cara disemprotkan. Pemanfaatan Pupuk organik sangat menjanjikan untuk mendapatkan
hasil yang lebih baik untuk desa Durin Tonggal, karena bahan dasar untuk pupuk organik sangat mudah didapat
yaitu berupa limbah organik buah-buahan dan sayuran.
Gambar 2 Limbah Organik Buah dan Sayuran Pasar Induk Lau Cih Medan Tuntungan
Limbah Organik Pasar Induk Lau Cih Medan Tuntungan berupa buah - buahan (buah afkir atau rusak) dan
sayuran yang tidak laku dibuang begitu saja, Satu goni buah dan sayur dapat menghasilkan ekstrak buah sekitar 10 l
dan jika diolah menjadi pupuk organik cair dengan tambahan bahan yang lainnya bias menghasilkan pupuk organik
cair 15 l. Harga per l nya pupuk organik cair komersial Rp.65000/l nya. Untuk pembuatan pupuk organik cair
sebanyak 15 l diperlukan biaya bahan sekitar Rp250.000, jika ini dilakukan maka nilai yang diperoleh adalah
Rp65.000 x 15 l adalah Rp 955.000 – Rp 250.000 = Rp 705000. Ketersediaan bahan limbah organik buah dan sayur
± 5 ton setiap minggunya jika bahan ini digunakan untuk membuat pupuk cair paling sedikitnya dapat menghasilkan
pupuk 1500 l pupuk organik cair. Adapun limbah Buah dan sayuran tersebut seperti : sawi, kol, kangkung, bayam,
terong, dan lainya dan buah-buahan : tomat, pokat, timun, wortel, jeruk, nenas, pepaya, jagung dan yang lainnya.
PKM dengan dilatar belakangi kemampuan dari pengusul kegiatan dari berbagai bidang Ilmu deperti Teknik, Kimia,
dan Ekonomi. Pengusul kegiatan dari Teknik mempunyai kepakaran untuk merancang alat, Pengusul kegiatan dari
Kimia/Biokimia mempunyai kepakaran Fermentasi dan Pengusuk kegiatan dari Ekonomi Analisis data kegiatan
yang dilakukan.
Permasalahan Mitra
Berdasarkan hasil wawancara tim pelaksanaan kegiatan dengan kedua kelompok tani “Ersada Arihta” yang
diketui oleh Bapak Pilih Sembiring dan dari kelompok tani “Davarel” diketuai oleh Longge Sembiring
permasalahan pokok adalah ketergantungan petani pada pupuk organik cair komersial yang harganya relatif mahal.
Meskipun bahan organik melimpah mereka tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk
pembuatannya (Fermentasi). Berdasarkan hasil diskusi antara mitra dan pelaksana kegiatan untuk menyelesaikan
masalah sukarnya mendapat pupuk organik cair yang murah kedua mitra perlu diberikan penyuluhan pelatihan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam membuat pupuk organik cair dari limbah buah dan sayuran
pasar Induk Medan. Sehingga setelah kegiatan PKM ini kedua mitra memperoleh pengetahuan dan keterampilan
dalam memanfaatkan dan mengolah limbah organik buah dan sayuran menjadi pupuk organik cair. Masalah dan
Pemecahan masalah dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Permasalahan yang dihadapi mitra dan pencapaian penyelesaian masalah
No. Permasalahan yang dihadapi oleh Mitra Penyelesaian Masalah
1 Ketergantungan Mitra pada pupuk organik komersil Telah dapat membuat pupuk organik sendiri
2 Kurangnya pengetahuan mitra untuk membuat Melalui penyuluhan oleh pelaksana kegiatan
pupuk organik cair memiliki telah pengetahuan cara membuat pupuk
organik cair
3 Tidak terampil merancang alat, melakukan Melalui kegiatan mereka dapat merancang alat,
fermentasi dan memenej pembuatan pupuk organik fermentasi dan membuat menejemen tentang hasil
cair dan perlu pendampingan untuk penggunaannya yang akan didapat dari nilai dan hasil produksi,
pada tanaman dan menggunakannya pada tanaman.
Berdasarkan uraian di atas permasalahan kedua kelompok tani “Ersada Arihta” dan “Davarel” di Desa Durin
Tonggal Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deliserdng, telah terjawab penyelesaiannya.
Langkah-langkah solusi, metode pendekatan, partisipasi mitra dan evaluasi pelaksanaan program dan keberlanjutan
program diuraikan sebagai berikut:
Langkah-langkah Solusi
Tahap Persiapan
Tahap ini meliputi koordinasi LPM UNIMED dengan pemerintahan daerah setempat, baik
dari mulai izin, penyusunan jadwal kegiatan dan juga persiapan bahan-bahan serta alat yang
dibutuhkan didalam pelaksanaan kegiatan.
Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan ini terdiri dari beberapa tahap seperti sebagai berikut:
a. Penyuluhan dan penjelasan mengenai pemanfaatan limbah organik pasar dari buah dan sayuran
dan proses pembuatan dengan fermentasi dilanjutkan dengan penjelasan pemanfaatan pupuk organik
yang diberikan kepada 5 orang dari tiap kelompok tani sebagai perwakilan.
Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang ditawarkan untuk menyelesaikan masalah mitra adalah
Menjalin kerjasama tim pelaksana dan LPM dengan pemerintah daerah setempat ( Kepala Desa dan
Kelompok Tani) untuk kemudahan proses di lapangan
Penyuluhan dan pelatihan mengolah pembuatan pupuk organik cair serta pemanfaatannya pada
tanaman.
Memberikan motivasi pada kader kelompok tani untuk memproduksi pupuk organik cair
dengan memanfaatkan limbah organik pasar Induk Lau Cih Medan Tuntungan yaitu limbah sayuran
dan buah yang mudah didapat mereka.
Memberikan motivasi pada kader kelompok tani untuk menggunakannya dalam pelaksanaan
kegiatan pertanian mereka.
Pendampingan menyusun rencana bisnis sederhana usaha pembuatan pupuk organik cair (POC)
Pemanfaatan hasil saring yang berupa padatan dan pemanfaatannya sebagai kompos
Partisipasi Mitra dalam Pelaksanaan Program
Untuk melaksanakan partisipasi dalam melaksanakan program adalah sebagai berikut:
Kedua mitra bersedia sebagai kader dalam mengikuti pelaksanaan program, selanjutnya bersedia pula menularkan
ilmu dan ketrampilannya kepada anggota yang lain
Mereka bersedia menyediakan tempat dan bahan yang diperlukan untuk kelancaran pelaksanaan program.
Mereka bersedia mengaplikasikan produk yang diperoleh untuk kegiatan
Memberikan motivasi pada kader kelompok tani untuk memproduksi pupuk organik cair dengan memanfaatkan
limbah organik buah dan sayuran dari pasar Induk Lau Cih Medan Tuntungan, penghematan biaya dan peningkatan
produksi pertanian.
Memberikan pendampingan penggunaan pupuk organik Cair pada tanaman sebagai pupuk padatan
(Kompos).
Memberikan pendampingan memanfaatkan sisa hasil saringan yang diperoleh sebagai padatan yang dapat digunakan
Pendampingan menyusun rencana bisnis sederhana usaha pupuk organik cair yang dikemas dalam botol.
Prosedur Pembuatan Pupuk Organik Cair
Metode yang dilakukan pada pembuatan pupuk organik cair yang dilakukan adalah dengan metode fermentasi
dengan menggunakan mikroorganisme untuk pertanian IM4 dan gula merah sebagai sumber gula. Prosedur
pembuatan pupuk organik cair dan kompos adalah sebagai berikut.
Prosedur pembuatan pupuk organik cair dan kompos
Bahan:
15 Kg Kotoran ayam
30 kg buah afkir tambah sayuran
30 kg dedak
½ kg gula merah
IM 4 50 ml
Air kelapa secukupnya sampai adonan terendam
Prosedur Pembuatan Pupuk Organik Cair
Cuci bersih limbah bahan organik dengan menggunakan mesin lalu dipress, dan disaring, ditampung dengan ember.
Siapkan tong plastik bertutup diberi selang, masukkan semua bahan: , ekstrak buah hasil saringan, kotoran ayam,
dedak diaduk rata tambahkan air kelapa secukupnya sampai terendam.
Larutkan IM4 4 sebanyak 4 tutup botolnya ke dalam air 5l tambahkan gula merah yang terlebih dulu digiling ± 500
gr diaduk hingga merata, lalu masukkan kedalam tong yang sudah berisi bahan aduk kemudian ditutup rapat. Gas
yang keluar melalui selang, selangnya dimasukkan ke dalam botol berisi air untuk menjaga agar kondisi berlangsung
tetap dalam keadaan anaerob.
Biarkan sampai 14 hari dan paling lama 3 minggu untuk mencek adonan sudah matang, buka sedikit penutup,
apabila telah mengeluarkan aroma tape pertanda fermentasi sudah selesai.
Saring, masukkan kedalam botol 1 untuk kemasannya.
Sisa hasil saringan yang berupa padatan digunakan sebagai kompos disimpan di dalam kantong plastik yang agak
tebal agar tidak bocor.
Pupuk padat digunakan untuk tanah, sedangkan pupuk organik cair digunakan untuk daun, batang dengan
cara menyemprotkannya dengan konsentrasi 2 %.
Meskipun pupuk organik yang dihasilkan sangatlah baik pada tanaman, namun kadang kala petani sering juga
merasa terganggu dengan aroma dari pupuk tersebut. Untuk itu dapat juga pupuk organik cair dibuat hanya dengan
memanfaatkan buah yang sudah afkir. Hasil pupuk organik yang dihasilkan dari bahan buah buahan lebih sering
digunakan untuk pupuk tanaman buah-buahan juga seperti jambu, tomat, cabe dan bunga-bungaan. Cara
membuatnya sebagai berikut.
Cara membuat pupuk organik yang bersumber dari hanya buah-buahan
Bahan:
30 kg buah afkir
½ kg gula merah
IM 4 50 ml
Air kelapa secukupnya sampai adonan terendam
Prosedur Pembuatan Pupuk Organik Cair
Cuci bersih buah, buah digiling tau ditumbuh lalu dipress dan disaring dengan penyaring, untuk mendapatkan hasil
saringan ditampung dengan ember. Ampasnya di pisahkan
Siapkan tong plastik bertutup diberi selang, masukkan semua bahan: , ekstrak buah hasil saringan, diaduk rata
tambahkan air kelapa secukupnya sampai terendam.
Larutkan IM4 4 sebanyak 4 tutup botolnya ke dalam air 5l tambahkan gula merah yang terlebih dulu digiling ± 500
gr diaduk hingga merata, lalu masukkan kedalam tong yang sudah berisi bahan aduk kemudian ditutup rapat. Gas
yang keluar melalui selang, selangnya dimasukkan ke dalam botol berisi air untuk menjaga agar kondisi berlangsung
tetap dalam keadaan anaerob.
Biarkan sampai 14 hari dan paling lama 3 minggu untuk mencek adonan sudah matang, buka sedikit penutup,
apabila telah mengeluarkan aroma tape pertanda fermentasi sudah selesai.
Saring, masukkan kedalam botol 1 untuk kemasannya.
Pupuk padat digunakan untuk tanah, sedangkan pupuk organik cair digunakan untuk daun, batang kemudian
cara menyemprotkannya dengan konsentrasi 2 %.
Pupu organik ini baik untuk tanaman hias, daun dari tanaman akan kelihatan mengkilat dan lebih tebal serta warna
bunga yang baik.
(A) (C)
(B)
Gbr 3. A. Pelaksanaan Pembuatan pupuk organic cair dan B. Panen pupuk organic cair,
C. Penyerahan alat bersama LPM UNIMED
Pupuk organic dari hasil kegiatan diuji cobakan pada tanaman jagung memperlihatkan bunga jagung yan baik dan
lebat, dan dicobakan pada bunga memperlihatkan daun yang lebih tebal dan kelihatan lebih cerah dan indah
KESIMPULAN
Capaian yang diperoleh dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:
Anggota kader dari kedua mitra memiliki pengetahuan pembuatan pupuk organik cair dan kompos dan keuntungan
memanfaatkan pupuk cair terhadap kesehatan
Anggota kader dari mitra memiliki pengetahuan untuk membuat pupuk organik cair dan kompos dengan
memanfaatkan limbah pasar
Anggota kader dari kedua mitra memiliki pengetahuan keterampilan memakai pupuk organik cair dan kompos pada
lahan pertaniannya seperti sayuran dan buah-buahan
Anggota kader dari kedua mitra mendapatkan hasil pertanian yang nilai jualnya lebih menjanjikan daripada dengan
menggunakan pupuk.
Ucapan terimakasih: kepada Direktur Riset dan Pengabdian Masyarakat yang telah memberikan dana pada
kegiatan ini dengan no kontrak: 0045/E3/LL/2018 tanggal 16 Januari 2018, Kepala Desa Durin Tunggal yang telah
memberi izin terlaksananya kegiatan dan Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM) UNIMED yang telah
membantu pelaksanaan kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA
Hanisar W dan Bahrun A. (2015), Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Beberapa Varietas kacang Hijau (Vigna radiate L), Pertanian Tanaman Pangan, 25(3): 176-180.
(500-504).
Hadisuswito S.( 2007). Membuat Pupuk Kompos Cair,394 Agromedia Pustaka, Jakarta.
Merten J., Ruyters S., Springael D., Smolders E (2007). Resistance and resilience of zinc tolerant nitrifying
communities is unaffected in long term zinc contaminated soils, 39 (1828 -1831).
Roidah, I.S. (2013). Manfaat Penggunaan Pupuk Organik Untuk Kesuburan Tanah, Jurnal Universitas Tulung
Agung Bonorowo 1 (1)
Santi, S.S. (2010). Kajian Pemanfaatan Limbah Nilam untuk pupuk cair organik dengan proses fermentasi, Jurnal
Teknik Kimia 4 (2): 337-339
Simamora S dan Salundik. (2008). Meningkatkan kwalitas Kompos, Jakarta : Agro Media Pustaka.
Widodo Priyo T,(2013). Cara Membuat pupuk organik cair, Agribisnis Alamtani
Wyszkowska J., Borowik A., Kucharski J., Bacmaga M., Tomkiel M., Boros-Lajszner E. (2013). The effect of
organic fertilizers on the biochemical properties of soil contaminated with zinc, 11
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari pelatihan karir dan motivasi belajar terhadap
kompetensi generik mahasiswa sebelum memasuki dunia kerja secara parsial dan simultan.
Penelitian dilakukan pada mahasiswa STIE Mikroskil Tahun Akademik 2014/2015. Teknik
pengambilan sampel menggunakan metode sampel jenuh yang melibatkan 59 responden. Analisis
data menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil analisis data mengindikasikan bahwa
secara parsial variabel pelatihan karir berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kompetensi
generik, secara parsial variabel motivasi belajar berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kompetensi generik. Kemudian, secara simultan variabel pelatihan karir dan motivasi belajar
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kompetensi generik mahasiswa sebelum memasuki dunia
kerja hal ini diindikasikan dari nilai Fhitung 37,224 > Ftabel 2,20 dengan tingkat signifikan sebesar
0,00 < 0,05. Sedangkan nilai R² sebesar 0,555 atau 55,5%.
Kata kunci: Pelatihan Karir, Motivasi Belajar, Kompetensi, Dunia Kerja, Mahasiswa
Abstract
This study aims to determine the impact of career training and learning motivation on students'
generic competencies before entering the workforce partially and simultaneously. The study was
conducted on students of STIE Mikroskil Academic Year 2014/2015. The sampling technique used a
saturated sample method involving 59 respondents. Data analysis using multiple linear regression
analysis. The results of data analysis indicate that partially career training variables have a positive
and not significant effect on generic competencies, partially learning motivation variables have a
positive and significant effect on generic competencies. Then, simultaneously the variables of career
training and learning motivation have a positive and significant effect on the generic competence of
students before entering the workforce, this is indicated from the value of Fcount 37.224> Ftable 2.20
with a significant level of 0.00 <0.05. While the R² value is 0.555 or 55.5%.
ENDAHULUAN
Diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa
dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara berdampak pada kondisi persaingan yang semakin
ketat. Implementasi MEA juga mempengaruhi kondisi pasar tenaga kerja di Negara Asia Tenggara dimana
perekrutan tenaga kerja asing untuk mengisi berbagai jabatan maupun profesi di Negara kawasan Asia Tenggara
dapat dilakukan.
Persoalan mendasar yang masih dihadapi Indonesia dalam menghadapi MEA. Pertama, masih tingginya
jumlah pengangguran terselubung (disguised unemployment). Kedua, rendahnya jumlah wirausahawan baru untuk
mempercepat perluasan kesempatan kerja. Ketiga, pekerja Indonesia didominasi oleh pekerja tidak terdidik sehingga
produktivitas mereka rendah. Keempat, meningkatnya jumlah pengangguran tenaga kerja terdidik, akibat
ketidaksesuaian antara lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Kelima, ketimpangan
produktivitas tenaga kerja antarsektor ekonomi. Keenam, sektor informal mendominasi lapangan pekerjaan, dimana
sektor ini belum mendapat perhatian optimal dari pemerintah. Ketujuh, pengangguran di Indonesia merupakan
pengangguran tertinggi dari 10 negara anggota ASEAN, termasuk ketidaksiapan tenaga kerja terampil dalam
menghadapi MEA 2015. Kedelapan, tuntutan pekerja terhadap upah minimum, tenaga kontrak, dan jaminan sosial
ketenagakerjaan. Kesembilan, masalah Tenaga Kerja Indonesia yang banyak tersebar di luar negeri. (Dewi
Wuryandani, 2014: 3)
Keadaan ketenagakerjaan di Indonesia tahun 2018 menunjukkan adanya perbaikan Jumlah angkatan kerja
pada Februari 2018 sebanyak 133,94 juta orang, naik 2,39 juta orang dibanding Februari 2017. Sejalan dengan itu,
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sebesar 69,20 persen, meningkat 0,18%. Dalam setahun terakhir,
pengangguran berkurang 140 ribu orang, sejalan dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang turun menjadi
5,13% pada Februari 2018. Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
tertinggi diantara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 8,92%. Penduduk yang bekerja sebanyak 127,07 juta orang,
bertambah 2,53 juta orang dibanding Februari 2017. Lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase
penduduk yang bekerja terutama pada Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (0,68%), Jasa Lainnya (0,40%),
dan Industri Pengolahan (0,39%). Sementara lapangan pekerjaan yang mengalami penurunan adalah Pertanian
(1,41%), Konstruksi (0,20%), dan Jasa Pendidikan (0,16%). Sebanyak 73,98 juta orang (58,22%) penduduk bekerja
di kegiatan informal, akan tetapi persentasenya menurun sebesar 0,13% dibanding Februari 2017. Dari 127,07 juta
orang yang bekerja, sebesar7,64% masuk kategori setengah menganggur dan 23,83% pekerja paruh waktu. Dalam
setahun terakhir, setengah penganggur dan pekerja paruh waktu naik masing-masing sebesar 0,02% dan 1,31%.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penawaran
tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja. TPT pada Februari 2017 sebesar 5,33% turun
menjadi 5,13 persen pada Februari 2018. Data Tingkat Pengangguran Terbuka tersaji pada gambar berikut ini:
Gambar 1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Tingkat Pendidikan Tertinggi Yang Di Tamatkan (%)
Februari 2017 – Februari 2018
Sumber: Berita Resmi Statistik BPS,2018
Berdasarkan gambar 1 di atas, dilihat dari tingkat pendidikan pada Februari 2018, TPT untuk Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) tertinggi diantara tingkat pendidikan lain yaitu sebesar 8,92%. TPT tertinggi berikutnya
terdapat pada Diploma I/II/III sebesar 7,92 %. Dengan kata lain, ada penawaran tenaga kerja yang tidak terserap
terutama pada tingkat pendidikan SMK dan Diploma I/II/III. Mereka yang berpendidikan rendah cenderung mau
menerima pekerjaan apa saja, dapat dilihat dari TPT SD ke bawah paling kecil diantara semua tingkat pendidikan
yaitu sebesar 2,67%. Dibandingkan kondisi setahun yang lalu, peningkatan TPT terjadi pada tingkat pendidikan
Diploma I/II/III, Universitas, dan SMA, sedangkan TPT pada tingkat pendidikan lainnya menurun.
Peningkatan TPT pada tingkat pendidikan Diploma I/II/II, Universitas, dan SMA diduga disebabkan oleh
pertumbuhan lapangan pekerjaan lebih kecil dibandingkan pertumbuhan angkatan kerja dengan tingkat pendidikan
Diploma I/II/III, Universitas, dan SMA. Meskipun jumlah lapangan pekerjaan terbatas tetapi masih ada kesempatan
kerja yang tidak dapat di isi oleh angkatan kerja karena kualifikasi kompetensi angkatan kerja pada umumnya belum
sesuai dengan persyaratan kerja (job requirement) yang dibutuhkan oleh pasar kerja, rendahnya kompetensi
angkatan kerja diduga disebabkan oleh minimnya pembekalan yang dapat mengarahkan, memahami dan
mengambangkan potensi diri yang seharusnya menjadi acuan untuk menggali bakat, minat, meningkatkan
keterampilan dan memperbaiki kepribadian sesuai dengan tuntutan pasar kerja.
Sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan memiliki kapabilitas tinggi hanya tercipta melalui proses
pendidikan. Artinya pendidikan merupakan investasi dalam jangka panjang memiliki rate of return paling tinggi.
Sebagai bangsa, Indonesia telah memiliki sebuah sistem pendidikan yang dikokohkan dengan adanya UU No. 20
tahun 2003. Persoalannya, apakah sistem pendidikan yang ada saat ini telah efektif untuk mendidik bangsa
Indonesia menjadi bangsa yang modern; memiliki kemampuan daya saing tinggi di tengah-tengah persaingan MEA.
Kemudian, jika mereka bekerja di bidang yang sesuai dengan ilmu yang telah dipelajari, ilmu tersebut tidak
semuanya menunjang keberhasilan dalam berkarir. Dengan kata lain, adanya kondisi ketidaksesuaian antara
kompetenisi angkatan kerja dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh pasar kerja seperti kurangnya daya juang,
motivasi, kreativitas, kemauan untuk mempelajari sesuatu yang baru, yang dapat dikategorikan soft skills yang harus
dimiliki oleh seorang pekerja.
Kondisi Ketidaksesuaian Kualifikasi kompetensi pencari kerja dengan kualifikasi kompetensi yang
ditetapkan penyedia lapangan pekerjaan akan berdampak pada sulitnya seorang pencari kerja memperoleh pekerjaan
ditengah kondisi diberlakukannya MEA saat ini, kondisi ini tentunya menjadi polemik bagi seluruh komponen
bangsa, tidak terkecuali perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang dituntut untuk berperan aktif
menghasilkan lulusan yang siap diserap oleh pasar kerja.
STIE Mikroskil sebagai salah satu penghasil tenaga kerja dituntut untuk meningkatkan kewaspadaan serta berperan
aktif membina dan membekali mahasiswa sehingga memiliki kesiapan memasuki pasar kerja setelah menyelesaikan
studinya. akan menjadi masalah besar berhubungan dengan keberadaan STIE Mikroskil kedepan jika lulusan yang
dihasilkan tidak diterima pasar kerja bahkan lebih luas dampaknya pada bertambahnya masalah bangsa. Fenomena
peningkatan TPT pada tingkat pendidikan Diploma I/II/II, Universitas, dan SMA jika dibiarkan begitu saja, maka
akan berdampak sulit mendapat kepercayaan dari masyarakat untuk melanjutkan pendidikan ke STIE Mikroskil.
STIE Mikroskil terus berupaya mengaktualisasikan potensi mahasiswa melalui berbagai perangkatnya.
Dalam hal pengembangan karir secara khusus dibuat pelatihan karir untuk peningkatan kompetensi karena salah satu
faktor yang menyebabkan sumber daya manusia memiliki keunggulan sehingga mampu mendorong keberhasilan
adalah kompetensi. Seseorang akan berkembang dan mampu bertahan apabila didukung oleh kompetensi pada
bidangnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu cara dalam mengisi gap kompetensi melalui pelatihan. Pelatihan
dapat membantu para karyawan dalam mengembangkan berbagai keterampilan tertentu yang memungkinkan untuk
berhasil pada pekerjaannya saat ini dan mengembangkan pekerjaannya di masa mendatang (Noe, 2012).
Keberhasilan pelatihan karir sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi mahasiswa sangat ditentukan oleh
berbagai faktor penting berhubungan dengan desain pelatihan karir yang dilaksanakan salah satunya dapat dikaitkan
dengan motivasi belajar mahasiswa ketika mengikuti program pelatihan karir.
Kecenderungan seseorang yang tidak memiliki motivasi belajar tidak akan mengetahui dan memahami secara pasti
apa yang diajarkan pada saat pelatihan karir nantinya. Sebaliknya, dengan adanya motivasi belajar yang tinggi
ketika mengikuti pelatihan tentunya lebih mudah memahami materi yang diajarkan dikegiatan pelatihan karir. Hasil
penelitian mengemukakan bahwa ada pengaruh signifikan motivasi terhadap kompetensi, semangkin tinggi motivasi
belajar seseorang maka akan meningkatkan kompetensi yang dimilikinya. (Nirmala Ahmad Ma’ruf dan Siswanto,
2010)
Desain kegiatan pelatihan karir yang dilaksanakan STIE Mikroskil sebagai upaya untuk meningkatkan
kompetensi mahasiswa sebelum memasuki dunia kerja belum melalui tahapan pelatihan yang terencana. Penilaian
kebutuhan pelatihan (training need assessment) merupakan langkah strategis untuk mengetahui program pelatihan
yang tepat bagi organisasi dan karyawan. Selain itu, untuk menghasilkan pelatihan yang efektif, para professional
pelatihan perlu menekankan doing the right things the first time. (Wulandari, 2005)
Dari uraian fenomena di atas, dapat diajukan pertanyaan sebagai berikut: apakah pelatihan karir dan motivasi belajar
baik secara parsial maupun simultan berpengaruh terhadap kompetensi generik mahasiswa STIE Mikroskil sebelum
memasuki dunia kerja. Adapun secara ringkas, penelitian ini bertujuan untuk membuktikan dan menjelaskan
seberapa kuat pengaruh pelatihan karir dan motivasi belajar terhadap kompetensi generik mahasiswa STIE
Mikroskil setelah mengikuti kegiatan pelatihan karir.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dengan desain penelitian assosiatif yang
menggunakan pendekatan analisis regresi linear berganda untuk mengetahui hubungan antara variabel dependent
dengan variabel independent. Hubungan antar variabel dapat dilihat pada gambar kerangka konseptual penelitian
sebagai berikut:
Berdasarkan Gambar kerangka konseptual di atas, dapat disusun hipotesis penlitian sebagai berikut:
Pelatihan karir secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kompetensi dasar mahasiswa sebelum
memasuki dunia kerja.
Motivasi belajar secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kompetensi dasar sebelum
memasuki dunia kerja.
Pelatihan karir dan motivasi belajar secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kompetensi
mahasiswa sebelum mamasuki dunia kerja.
Operasionalisasi variabel dan indikatornya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1 Indikator Variabel Penelitian
Variabel Indikator
Isi Pelatihan
Metode Pelatihan
Pelatihan Sikap dan keterampilan
Karir (X1) Instruktur
Lama Waktu Pelatihan
Fasilitas Pelatihan
Kebutuhan
Motivasi
Dorongan
Belajar (X2)
Tujuan
Kemampuan merencanakan
dan mengimplementasikan
Kompetensi Kemampuan melayani
Generik (Y) Kemampuan memimpin
Kemampuan berpikir
Kemampuan bersikap
Berdasarkan Tabel 1 di atas, diketahui bahwa variabel pelatihan karir diukur melalui 5 item indikator,
variabel motivasi belajar diukur melalui 3 item indikator dan variabel kompetensi generik diukur melalui 5
item indikator. Selanjutnya, dari masing-masing item indikator tersebut dibuat instrument penelitian yaitu
berupa kuesioner untuk koleksi data primer.
Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti yang dapat mewakili populasi. Metode pengambilan
sampel pada penelitian ini menggunkan teknik sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel dimana semua
anggota populasi yang hadir di kegiatan pelatihan baik hari pertama maupun hari kedua berjumlah 59 mahasiswa.
Teknik Pengumpulan Data
Cara memperoleh data yang konkrit sehubungan dengan masalah yang diteliti digunakan cara pengumpulan
data sebagai berikut:
Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari objek penelitian Dalam hal ini data primer yang
diperoleh dari penelitian lapangan dengan metode pengumpulan data langsung pada objek penelitian.
Data Skunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian dengan metode
pengumpulan data kepustakaan yang dilakukan dengan mempelajari dan memahami buku-buku literatur, karya
penulis yang dapat dibenarkan secara teoritis.
Keputusan:
Ho: Diterima apabila Fhitung < Ftabel
Apabila nilai Fhitung dari variabel bebas (X1, X2,) lebih kecil dari nilai Ftabel, maka tidak ada signifikan pengaruh
terhadap Y
Ho: Ditolak apabila Fhitung > Ftabel
Apabila nilai Fhitung dari variabel bebas (X1, X2,) lebih besar dari nilai Ftabel, maka akan signifikan mempengaruhi
Y
Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien deretminasi atau Koefisien Goodness of Fit digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan
variabel bebas dalam menerangkan variasi variabel terikat. Koefisien determinasi (R²) berkisar antara nol sampai
dengan satu (0 ≤ R²≤1), dimana semakin tinggi R² atau mendekati satu berarti variabel bebas memberikan hampir
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel terkait dan apablia R² = 0 menunjukkan
variabel bebas secara keseluruhan tidak dapat menjelaskan variabel terikat.
Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas
Hasil uji validitas data penelitian dengan jumlah sampel sebanyak 59 sampel dengan taraf signifikan 0,05
maka df = n-2, df = 59-2 = 57 dengan nilai r tabel = 0.216. hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 3 berikut:
Indikator Corrected
r-
Variabel Item-Total Keterangan
tabel
Penelitian Correlation
X1.1 0.634 0.216 Valid
X1.2 0.614 0.216 Valid
X1.3 0.632 0.216 Valid
X1.4 0.721 0.216 Valid
X1.5 0.632 0.216 Valid
X1.6 0.583 0.216 Valid
X1.7 0.58 0.216 Valid
X1.8 0.655 0.216 Valid
X1.9 0.599 0.216 Valid
X1.10 0.464 0.216 Valid
X2.1 0.667 0.216 Valid
X2.2 0.639 0.216 Valid
X2.3 0.675 0.216 Valid
X2.4 0.626 0.216 Valid
X2.5 0.671 0.216 Valid
X2.6 0.56 0.216 Valid
Y1.1 0.615 0.216 Valid
Y1.2 0.821 0.216 Valid
Y1.3 0.737 0.216 Valid
Y1.4 0.703 0.216 Valid
Y1.5 0.746 0.216 Valid
Y1.6 0.802 0.216 Valid
Y1.7 0.7 0.216 Valid
Y1.8 0.668 0.216 Valid
Y1.9 0.784 0.216 Valid
Y1.10 0.784 0.216 Valid
Dari Tabel 3 di atas, diketahui bahwa pada kolom Corrected item-Total correlation terlihat nilai-nilai item
atau indikator variabel pelatihan, motivasi belajar dan kompetensi memiliki nilai lebih besar dibandingkan nilai r
tabel sebsar 0,216 sehingga item pertanyaan untuk setiap indicator variabel dapat dinyatakan valid. Selanjutnya,
hasil uji reliabilitas data penelitian dengan jumlah sampel sebanyak 59 sampel penelitian selengkapnya tersaji pada
Tabel 4 berikut:
Dari hasil analisis regresi linear berganda tersaji pada Tabel 5 diperoleh persamaan regresi linear sebagai
berikut: Y = 0,471 + 0,258X1 + 0,615X2+e
Hasil Uji T
Uji t bertujuan untuk menguji tingkat signifikan variabel pelatihan karir dan motivasi belajar terhadap
kompetensi dasar secara persial. Hasil pengujian uji t tersaji pada Tabel 6 berikut:
Tabel 6 Uji t
Stand
ardize
Unstandardize d
M d Coefficients Coeff
t Sig.
odel icient
s
Std.
B Beta
Error
Const
0.471 0.453 1.04 0.303
ant
Dari hasil perhitungan uji t yang tersaji pada Tabel 6 di atas diketahui bahwa:
Pelatih an karir secara parsial berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap kompetensi generik. Dari hasil
pengujian diperoleh nilai thitung pelatihan sebesar 1,763 dengan menggunakan taraf signifikan sebesar 5% dan
degree of freedom = n-2 (59-2 = 57) diperoleh ttabel sebesar 2,002 yang berarti bahwa nilai thitung lebih kecil dari
ttabel yaitu 1,763 < 2,002 dengan nilai signifikan sebesar 0,083 lebih besar dari 0,05 hal ini mengindikasikan bahwa
pelatihan mempunyai pengaruh yang kecil atau tidak signifikan terhadap kompetensi generik.
Motivasi Belajar secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kompetensi. Dari hasil pengujian diperoleh nilai
thitung untuk variabel motivasi belajar sebesar 4,810 dengan menggunakan taraf signifikan sebesar 5% dan degree
of freedom = n-2 (59-2 = 57) diperoleh ttabel sebesar 2,002 yang berarti bahwa nilai thitung lebih besar dari ttabel
yaitu 4,810 > 2,002 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 hal ini mengidikasikan bahwa
motivasi belajar berpengaruh signifikan terhadap kompetensi.
Hasil Uji F
Pengujian terhadap pengaruh variabel pelatihan karir dan motivasi belajar terhadap kompetensi secara
simultan dilakukan dengan Uji F. Parameter yang digunakan adalah dengan membandingkan Fhitung > Ftabel.
Hasil perhitungan pengujian untuk mengetahui pengaruh secara simultan variabel peltaihan dan motivasi belajar
terhadap kompetensi tersaji pada Tabel berikut:
Tabel 7 Uji F
Sum of Mean
Model df F Sig.
Squares Square
1 Regress 6.191 2 3.096 37.224
.000b
ion
Residua 4.657 56 .083
l
Total 10.848 58
a. Dependent Variable: Kompetensi_Dasar
b Predictors: (Constant), Motivasi_Belajar,
Pelatihan_Karir
Berdasarkan Tebel 7 di atas, diketahui hasil perhitungan uji F diperoleh nilai Fhitung sebesar 37,224 dengan tingkat
signifikan sebesar 0,000 < 0,05 sementara nilai Ftabel sebesar 2,20 (dari perhitungan dk = 59-2 = 57 sehingga
diperoleh Ftabel sebesar 2,20) hal ini berarti bahwa Fhitung 37,224 > Ftebel 2,20 dengan demikian variabel
pelatihan karir dan motivasi belajar berpengaruh secara simultan dan signifikan terhadap variabel kompetensi.
Koefisien Determinasi (R²)
Besarnya kontribusi pengaruh pelatihan karir dan motivasi belajar terhadap kompetensi generik mahasiswa
sebelum memasuki dunia kerja tersaji pada Tabel 8 berikut:
Tabel 8 Koefisien Determinasi
R Adjusted R Std. Error of the
Model R
Square Square Estimate
1 .755a .571 .555 .288
Berdasarkan Tabel 8 di atas, diketahui bahwa besar nilai Koefisien Determinasi Adjusted R Square adalah sebesar
0,555 atau 55,50% hal inin mengindikasikan bahwa kemampuan variabel pelatihan karir dan motivasi belajar dalam
menjelaskan variasi yang terjadi pada variabel kompetensi hanya sebesar 55,50% sedangkan sisanya sebesar 44,50%
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti pada penelitian ini.
KESIMPULAN
Secara parsial variabel pelatihan karir hanya mampu mempengaruhi variabel kompetensi dalam
skala kecil hal ini diketahui dari hasil analisis data menunjukkan bahwa nilai unstandardrized
Coefficient Beta variabel pelatihan sebesar 0,258; dengan tingkat signifikansi 0,083 lebih besar dari 0,05
serta thitung lebih kecil dari ttabel 1,763 < 2,002 dengan nilai signifikan sebesar 0,083 lebih besar dari
0,05. Tetapi secara simultan dilihat dari hasil uji F diperoleh Fhitung 37,224 > Ftebel 2,20 dengan
tingkat singnifikan 0,000 < 0,05 memberikan gambaran bahwa pelatihan karir yang telah dilaksanakan
mampu berpengaruh signifikan ketika didukung oleh variabel motivasi belajar. Kecilnya pengaruh
varibael pelatihan karir jika berdiri sendiri dalam mempengaruhi variabel kompetensi generik
mahasiswa sebelum memasuki dunia kerja di duga disebabkan oleh adanya kelemahan-kelemahan
pada pelaksanan pelatihan karir diantaranya:
Isi dan cara pemaparan instruktur pada kegiatan pelatihan karir tidak sesuai dengan harapan
atau persepsi peserta sebelum mengikuti pelatihan karir. Hal ini dirangkum dari komentar peserta
pada kuesioner yang diberikan antara lain sebagai berikut:
Pada sesi pelatihan pertama pelatihnya kurang memahami apa materi tes potensi akademik.
Tampilan slide show materi yang kurang baik. “slide shownya ada yang kurang jelas karena
menggunakan huruf yang terlalu kecil. Kemudian, hal lain yang menyebabkan tampilan slide show
kurang baik disebabkan oleh LCD Proyaktor yang digunakan menghasilkan tampilan yang tidak ba ik.
Interaksi yang digunakan oleh narasumber ketika memaparkan materi pelatihan lebih dominan bersifat
satu arah dibandingkan simulasi yang dapat membantu mempermudah penguasaan peserta atas materi
yang diajarkan hal ini sesuai saran yang diberikan peserata “sebaiknya sesi pelatihan khususnya materi
wawancara kerja dilakukan atau disimulasikan sebagaimana wawancara pada dunia kerja”. Kemudian,
kekurangan keterampilan penguasaan maupun pengendalian suasana disaat pelaksanaan pelatihan
mengakibatkan munculnya gangguan bagi peserta yang berkonsentrasi memahami materi pelatihan. Hal
ini sesuai dengan komentar peserta “bagi peserta yang mengikuti agar lebih serius dan tidak berisik
karena mengganggu teman yang lagi mendengarkan arahan pelatihan”
Masalah waktu dan durasi waktu pelaksanaan pelatihan yang singkat berdampak pada efektivitas
tingkat pencapaian dari tujuan tingkat ketercapaian dari pelaksanaan pelatihan yang dilakukan tidak
memberikan feedback yang optimal.
Temuan pada penelitian ini didukung oleh penelitian Putu Ifo Yuda Wisastra dan Ella Jauvani
Sagala (2016) mengemukakan bahwa bahwa pelatihan secara simultan berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kompetensi karyawan namun secara parsial ada beberapa indikator yang digunakan untuk
mengukur variabel pelatihan berpengaruh postif tapi tidak signifikan terhadap kompetensi karyawan PT
Len Industri (persero) Bandung. Dimana indikator variabel yang yang tidak berpengaruh signifikan
tersebut adalah variabel materi pelatihan dan peserta pelatihan. Kemudain, hasil penelitian yang
dilakukan menggunakan analisis inferensial dengan menggunakan analisis jalur menujukkan bahwa
variabel materi pelatihan (X1) mempunyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap kompetensi
karyawan (Y1) dengan nilai koefisien path sebesar 0,253 dan pengaruh tidak langsung sebesar 0,0934.
Variabel metode pelatihan (X2) mempunyai pengaruh langsung yang signifikan terhadap kompetensi
karyawan (Y1) dengan nilai koefisien path sebesar 0,382. Variabel materi pelatihan (X1) mempunyai
pengaruh langsung yang signifikan terhadap kinerja karyawan (Y2) dengan nilai koefisien path sebesar
0,369. Sementara variabel kompetensi (Y1) berpengaruh langsung yang signifikan terhadap kinerja
karyawan (Y2) dengan nilai koefisien path sebesar 0,388.
Secara parsial variabel motivasi belajar mempunyai pengaruh yang kuat terhadap peningkatan
kompetensi generik mahasiswa sebelum memasuki dunia kerja hal ini berdasarkan h asil uji koefisien
analisis regresi liner berganda diperoleh nilai thitung lebih besar dari ttabel yaitu 4,810 > 2,002 dengan
nilai signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05. Temuan ini relevan dengan hasil penelitian yang
mengemukakan bahwa dari hasil regresi linear menunjukkan bahwa ada pengaruh signifikan motivasi
terhadap kompetensi, semangkin tinggi motivasi belajar seseorang maka akan meningkatkan kompetensi
yang dimiliki. (Nirmala dan Siswanto, 2010) Kemudian, hasil temuan penelitian ini juga didukung oleh
hasil penelitian yang mengemukakan bahwa dari sampel sebanyak 66 orang diperoleh hasil analisa jalur
menunjukan bahwa, secara parsial Motivasi kerja berpengaruh terhadap Kompetensi, sebesar 22,85%
oleh karena itu, dapat dipahami bahwa keberhasilan seseorang untuk meningkatkan kompetensinya sengat
dipengaruhi oleh motivasi belajar yang dimilikinya (Satria dan Asep, 2013) hal ini sesuai dengan
pendapat (Stephen Robbins, 2006) menyatakan bahwa motivasi merupakan beberapa proses intensitas
perorangan, arah, dan ketekunan dalam berusaha untuk pencapaian suatu tujuan. Seseorang yang
mempunyai motivasi belajar yang baik tentunya akan mempunyai nilai kompetensi yang baik.
Secara simultan variabel pelatihan dan motivasi belajar berpengaruh terhadap varibale kompetensi generik
mahasiswa sebelum memasuki dunia kerja. Hal ini didasari oleh dari hasil uji F diperoleh nilai Fhitung 37,224 >
Ftebel 2,20 dengan tingkat signifikan 0,000 > 0,05 hal ini mempertegas bahwa kemampuan variabel pelatihan karir
tidak dapat berdiri sendiri untuk mengubah kompetensi generik seseorang tanpa didukung oleh dengan motivasi
belajar dalam diri seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Stephen Robbins, 2006) yang mengemukakan
bahwa motivasi dibutuhkan selama program pelatihan dilaksanakan dalam rangka memotivasi para peserta pelatihan
untuk belajar keterampilan yang baru. Hal ini berarti bahwa pelatihan merupakan sumber belajar yang dapat
dimanfaatkan oleh seseorang untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan keahlian agar lebih baik lagi jika
dibarengi dengan dorongan keinginan, kemauan serta bersikap aktif sehingga mencapai hasil atau tujuan terjadinya
perubahan peningkatan kompetensi yang dimiliki.
SARAN
Beberapa hal yang harus diperbaiki untuk keberhasilan kegiatan pelatihan karir sebagai upaya meningkatkan
kompetensi generik mahasiswa sebelum memasuki dunia kerja antara lain sebagai berikut:
Melakukan proses seleksi pemilihan narasumber tidak hanya berfokus pada penguasaan materi dan pengalaman
yang dimiliki narasumber tetapi juga harus mengacau pada kemampuan metode penyampaian materi dan
penguasaan kondisi atau situasi pada saat proses pelatihan dilaksanakan misalnya kemampuan dalam menjaga
konsentrasi belajar peserta, mencegah kebosanan;
Melakukan sosialisasi dan seleksi kepada peserta pelatihan sebagai upaya untuk mendukung situasi pelatihan
yang kondusif. Dengan adanya proses seleksi maka kemauan mereka mengikuti aktivitas pelatihan jauh lebih baik.
Dibandingkan jika tidak dilakukan proses seleksi maka terdapat peserta yang dapat menggangu aktivitas pelatihan
yang menyebabkan kebisingan karena berbicara tentang hal-hal yang tidak berhubungan dengan materi pealtihan;
Bentuk pelaksanaan pelatihan sebaiknya harus dapat memberikan kesempatan untuk bertukar ide, pemikiran
dan gagasan antara peserta dan narasumber sehingga pelatihan tersebut lebih bersifat interaktif sehingga dapat
meminimalisir kejenuhan peserta pelatihan.
DAFTAR PUSTAKA
Wuryandani, Dewi. (2014). Peluang dan Tantangan SDM Indonesia Menyongsong Era Masyarakat Ekonomi
ASEAN. Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI Vol. VI, No.
17/I/P3DI/September/2014
Berita resmi statistik, keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2018, N0. 42/05/Th. XXI, 07 Mei
2018
Noe, Raymond A., John R. Hollenbeck, Barry Gerhart., Patrick M. Wright. 2012. Manajemen Sumber Daya
Manusia untuk Keunggulan Bersaing Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Nirmala Ahmad Ma’ruf, Siswanto, 2010. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol.13 No.1 Januari 2010:77-82
Wulandari, Retno (2005). Penilaian Kebutuhan Pelatihan: Tantangan Dan Solusi. Jurnal Siasat Bisnis Edisi Khusus
Jsb On Human Resources, 2005 Hal: 75 – 86
Dessler, Gary. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Empat Belas Jakarta: Salemba Empat
Hasibuan, Malayu, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Herman, Sofyandi, 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama, Yogyakara: Graha Ilmu
Sunarto, Hartono, B. Agung, 2008.Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta Wahjosumidjo
Hamalik, Oemar. 2011. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara
Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Mc Clelland, D.C. 1993. The Concept of Competence. in Spencer, L.M. and Spencer, S.M., 1993, Competence at
Work, New York: John Wiley & Sons
Moeheriono, 2009. Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi Cetakan pertama, Jakarta: Ghalia Indonesia
Putu Ifo Yuda Wisastra, Ella Jauvani Sagala, 2016 Pengaruh Pelatihan Terhadap Kompetensi Karyawan PT. Len
Industri (Persero) Bandung. Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 10, No. 2, Agustus 2016
Satria, R. Okky, Asep Kuswara. 2013. Pengaruh Motivasi dan Pelatihan Terhadap Kompetensi Kerja Serta
Implikasinya Pada Produktivitas Pegawai Dinas Perhubungan Kota Bandung. Jurnal Ekonomi, Bisnis &
Entrepreneurship Vol. 7, No. 2, Oktober 2013, 74-83 ISSN 2443-0633
Robbins, Stephen. 2006. Perilaku Organisasi. Prentice Hall, Edisi kesepuluh
Abstrak
Pada tahun 2013 menteri Pendidikan Indonesia, Muhammad Nuh, telah menetapkan kurikulum baru
bagi pendidikan di Indonesia yakni Kurikulum 2013. Perkembangan kurikulum 2013 menuntut
adanya perubahan dalam menerapkan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher
centered learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-centered
learning). Kurikulum 2013 juga mempengaruhi kompetensi yang harus dikuasai guru yang
profesional untuk mendukung pembelajaran di kelas yaitu guru harus memiliki kemampuan
menggunakan beberapa model pembelajaran. Permasalahan khusus yang dihadapi oleh guru-guru
SDN 105345 Kecamatan Beringin yaitu mereka belum mampu menerapkan model-model
pembelajaran Berbasis Kurikulum 2013.. Hal ini menjadi kendala bagi kelangsungan proses belajar
mengajar di SDN 105345 Kecamatan Beringin. Salah satu solusi yang akan dilaksanakan oleh tim
dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Prancis FBS Universitas Negeri Medan untuk mengatasi
permasalahan tentang model pembelajaran berbasis kurikulum 2013 yaitu Pelatihan dan
Pendampingan penerapan model pembelajaran berbasis kurikulum 2013 untuk meningkatkan
kompetensi pedagogik guru- guru SD yang berkelanjutan (multi years) untuk mencapai peningkatan
economic community development. Metode pendekatan yang digunakan yaitu metode pendampingan.
Penerapan model pembelajaran berbasis kurikulum 2013. Hasil yang diharapkan dari program ini
adalah video model pembelajaran : guru sebagai model dalam implementasi model pembelajaran
berbasis kurikulum 2013.
PENDAHULUAN
Kurikulum merupakan jantungnya dunia pendidikan. Untuk itu, kurikulum di masa depan perlu dirancang
dan disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan secara nasional dan meningkatkan mutu sumber daya
manusia Indonesia (Puskur,2007).
Pada tahun 2013 menteri Pendidikan Indonesia, Muhammad Nuh, telah menetapkan kurikulum baru bagi
pendidikan di Indonesia yakni Kurikulum 2013.
Perkembangan kurikulum 2013 menuntut adanya perubahan dalam menerapkan pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada guru (teacher centered learning) menjadi pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student-centered learning). Hal ini disesuaikan dengan tuntutan pembelajaran yang akan mempengaruhi
perkembangan anak di masa depan, anak harus memiliki kecakapan berpikir dan belajar (thinking and learning
skils).
Kegiatan pembelajaran merupakan proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada siswa sebagai
peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya untuk hidup bermasyarakat,berbangsa , serta memberikan
kontribusi pada kesejahteraan hidup manusia.
Kurikulum 2013 juga mempengaruhi kompetensi yang harus dikuasai guru yang profesional untuk
mendukung pembelajaran di kelas yaitu guru harus memiliki kemampuan menggunakan beberapa model
pembelajaran. Sehingga kegiatan pembelajaran di kelas menjadi kondusif dan nyaman bagi siswa. Guru harus selalu
memperbaharui pengetahuan dan keterampilan pembelajaran agar dapat menyesuaikan dengan tuntutan perubahan
kurikulum maupun standar pendidikan. Dengan demikian siswa akan termotivasi untuk mengikuti kegiatan
pembelajaran di kelas.
Model-model pembelajaran yang dapat digunakan dalam kegiatan pembelajaran menurut kurikulum 2013
sebagai berikut :
1. Problem Base Learning (Pembelajaran berbasis masalah) adalah model pembelajaran berbasis masalah.
Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan
kepada proses penyelesaian masalah yang dilakukan secara ilmiah (Al Rasyidin dan Nasution, 2015 : 148).
2. Project Base Learning (Pembelajaran Berbasis Proyek) adalah sebuah model atau pendekatan
pembelajaran yang inovatif, yang menekankan belajar kontekstual melalui kegiatan-kegiatan yang
kompleks seperti memberi kebebasan pada siswa untuk bereksplorasi merencanakan aktivitas belajar,
melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan pada akhirnya menghasilkan suatu hasil produk (Rais,2010:4)
3. 3) Discovery Learning adalah memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya
sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005).
Guru sebagai fasilitator dimaksudkan seorang guru harus mampu menjadi orang yang memfasilitasi atau
melayani keperluan siswa-siswa di kelas untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran suatu materi pelajaran
dengan menggunakan PBL sebagai basis model dilaksanakan dengan cara mengikuti lima langkah PBL dengan
bobot atau kedalaman setiap langkahnya disesuaikan dengan mata pelajaran yang bersangkutan.
Langkah langkah pelaksanaan Project base learning (Pembelajaran Berbasis Proyek) dapat dijelaskan
dengan diagram di bawah ini yang diadaptasi dari Keser & Karagoca (2010).
1. 2. 3.
Penentuan Perancangan proyek Penyusunan jadwal
tema/topik/judul proyek
6. 5. 4.
Evaluasi Penyusunan Laporan Pelaksanaan proyek
dan Presentasi Hasil
Proyek
Salah satu solusi yang akan dilaksanakan oleh tim dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Prancis FBS
Universitas Negeri Medan untuk mengatasi permasalahan tentang model pembelajaran berbasis kurikulum 2013
yaitu Pelatihan dan Pendampingan penerapan model pembelajaran berbasis kurikulum 2013 untuk meningkatkan
kompetensi pedagogik guru- guru SD yang berkelanjutan (multi years) untuk mencapai peningkatan economic
community development.
Hasil yang diharapkan dari program ini adalah video model pembelajaran : guru sebagai model dalam
implementasi model pembelajaran berbasis kurikulum 2013. Sehingga siswa-siswa dapat termotivasi belajar dan
mampu berpikir kritis untuk menemukan solusi dalam usaha mengatasi permasalahan sesuai dengan kompetensi
pengetahuan yang dimiliki oleh masing-masing siswa.
METODE PELAKSANAAN
Metode Pelaksanaan
Pendampingan dalam penerapan model pembelajaran berbasis kurikulum 2013 di SDN 105345 kecamatan
Beringin akan dilaksanakan sebagai berikut :
a. Tim dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Prancis diskusi dan menyamakan persepsi dengan guru-guru
SDN 105345. Selain itu tim dosen ingin memperoleh informasi lebih rinci tentang kendala-kendala yang
dialami oleh guru-guru dalam proses belajar mengajar khususnya tentang model pembelajaran berbasis
kurikulum 2013.
b. Tim dosen memperbanyak materi presentasi pada pelaksanaan pendampingan model pembelajaran berbasis
kurikulum 2013 : problem base learning, project base learning dan discovery learning.
c. Pelaksanaan pelatihan dan pendampingan implementasi model pembelajaran berbasis kurikulum 2013
dilakukan oleh tim dosen dibantu satu orang mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Prancis FBS Unimed.
Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan yaitu metode pendampingan. Penerapan model pembelajaran berbasis
kurikulum 2013. Tim kegiatan ini akan menggunakan media laptop, speaker, infocus untuk mempresentasikan
materi kegiatan.
Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan pengabdian dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah didisain yaitu: dari tahap persiapan,
dilanjutkan dengan pelaksanaan di lapangan dan pembuatan laporan yang berlangsung selama enam bulan dengan
menerapkan metode pendampingan dan pembinaan terhadap guru-guru. Untuk mengatahui permasalahan mitra,
dilakukan observasi langsung ke lapangan oleh tim kegiatan pengabdian. Hasil wawancara terhadap kepala sekolah
dan guru di SDN 105345 adalah diadakannya pendampingan dalam penerapan model pembelajaran berbasis
kurikulum 2013. Berdasarkan kebutuhan mitra tersebut maka dibuat kesepakatan antara tim pengabdian dengan
guru-guru SDN 105345 kecamatan Beringin untuk melakukan pendampingan dalam menerapkan model-model
pembelajaran Berbasis Kurikulum 2013. Berdasarkan kesepakatan bersama, maka kegiatan dilaksanakan selama 3
hari (tanggal 5 s/d 6 Oktober 2018, dan 16 Oktober 2018).
Evaluasi dan Keberlanjutan
Evaluasi pelaksanaan program ini akan dilaksanakan yaitu guru-guru menerapkan salah satu model
pembelajaran berbasis kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran di kelas. Misalnya project base learning.
Selanjutnya Proses pembelajaran tersebut akan direkam dalam bentuk video pembelajaran. Video pembelajaran
ditampilkan di kelas. Kemudian tim dosen mereview video pembelajaran tersebut agar dapat mengetahui kelebihan
dan kekurangan yang harus direvisi oleh guru-guru tersebut. Hasil review video pembelajaran disampaikan oleh tim
dosen kepada guru-guru SDN 105345 kecamatan Beringin secara lisan di kelas. Keberlanjutan program ini yaitu
Pendampingan dalam mengembangkan materi ajar berbasis kurikulum 2013 dengan menggunakan web.
Kepakaran yang diperlukan dalam pelaksanaan program kegiatan ini yaitu tim dosen yang mempunyai
pengetahuan, pengalaman dan mampu menjelaskan tentang model pembelajaran berbasis kurikulum 2013.
Kemudian tim dosen juga mampu menerapkan beberapa model dan metode pembelajaran di kelas.
mempersiapkan model pembelajaran yang akan mereka terapkan di dalam kelas. Guru-guru sangat mengharapkan
kegiatan pendampingan seperti ini dapat dilanjutkan pada masa-masa mendatang.
Luaran
Hasil dari program ini adalah video model pembelajaran : guru sebagai model dalam implementasi model
pembelajaran berbasis kurikulum 2013. Sehingga siswa-siswa dapat termotivasi belajar dan mampu berpikir kritis
untuk menemukan solusi dalam usaha mengatasi permasalahan sesuai dengan kompetensi pengetahuan yang
dimiliki oleh masing-masing siswa
KESIMPULAN
Pelaksanaan pendampingan Guru SDN 105345 Kecamatan Beringin dalam menerapkan model- model
pembelajaran berbasis kurikulum 2013 dalam proses pembelajaran di kelas berjalan dengan lancar. Guru-guru
sangat apresiasi dengan kegiatan pendampingan dalam penerapan model- model pembelajaran berbasis kurikulum
2013.Pelaksanaan kegiatan pendampingan ini menitikberatkan kepada pembuatan video model pembelajaran
dengan penerapan model-model pembelajaran berbasis kurikulum 2013.
SARAN
Pihak sekolah hendaknya melengkapi fasilitas yang diperlukan untuk mendukung proses pembelajaran yang
menyenangkan.Kerjasama mitra sekolah binaan dengan LPM Unimed hendaknya dapat dilanjutkan dan ditingkatkan
lagi untuk membantu guru-guru meningkatkan kompetensi mereka melalui pengembangan keprofesian
berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Rasyidin dan Nasution, Wahyudin Nur. 2015.Teori Belajar dan Pembelajaran, Medan: Perdana Publishing.
Budiningsih. 2005. Materi Pelatihan Penerapan Model-model Pembelajaaran Direktorat PSMK Kemendikbud 2016
Puskur 2017. Gagasan Kurikulum Masa Depan. Jakarta : Balitbang Puskur Depdiknas
Rais. 2010. PROJECT-BASED LEARNING: Inovasi Pembelajaran yang Berorientasi Soft skills.
http://digilib.unm.ac.id/files/disk1/1/universitas%20negeri%20makassar-digilib-unm-drmuhraiss-20-1-
makalah-a.pdf. 30 September 14 (13:38)
ABSTRACT
This research deals with the tenth grade student’ grammatical errors in writing recount text. This
research uses a qualitative design in which the data are taken from a sentences of texts. The data are
collected by documentation and interview. The analysis found that: 1) there are two types of error;
they are global 26 cases (5%) and local 496 cases (95%). 2) the causes of errors; interlingual transfer
contributes 13.7% and intralingual transfer contributes 86.7%. so, the most dominant types of error
made by the tenth grade students in writing recount text is local error. It is hoped that the result of
this research is useful for everyone who wants to study about grammatical errors.
Key words: Error Based on Communicative Effect Taxonomy, Grammatical Errors, Recount Text
ABSTRAK
Penelitian ini membahas kesalahan tata bahasa siswa kelas sepuluh dalam menulis teks recount.
Penelitian ini menggunakan desain kualitatif di mana data diambil dari kalimat teks. Data
dikumpulkan dengan dokumentasi dan wawancara. Melalui analisis ini ditemukan bahwa: 1) ada dua
jenis kesalahan tata bahasa; kesalahan tersebut adalah kesalahan global 26 kasus (5%) dan
kesalahan lokal 496 kasus (95%). 2) penyebab kesalahan; Transfer interlingual memberikan
kontribusi 13,7% dan transfer intralingual berkontribusi 86,7%. jadi, jenis kesalahan yang paling
dominan yang dibuat oleh siswa kelas sepuluh dalam menulis teks recount adalah kesalahan lokal.
Diharapkan bahwa hasil penelitian ini berguna bagi semua orang yang ingin belajar tentang
kesalahan tata bahasa.
Kata Kunci: Kesalahan Berdasarkan Efek Taksonomi Komunikatif, Kesalahan Tata Bahasa, Teks
Recount.
PENDAHULUAN
Dalam bahasa Inggris ada empat keterampilan bahasa utama yang harus ditargetkan oleh pelajar bahasa.
Mereka adalah keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Para siswa Sekolah Menengah Kejuruan
ditargetkan untuk mencapai tingkat informasi karena pada tingkat ini orang-orang memungkinkan untuk mengakses
pengetahuan dan mereka mempersiapkan untuk melanjutkan studi mereka di universitas. Salah satu cakupan bahasa
Inggris di SMK adalah kemampuan untuk memahami dan menghasilkan beberapa teks fungsional, monolog dan esai
singkat yang disusun sebagai prosedur, deskriptif, penghitungan ulang, narasi, dll. Untuk memahami dan
menghasilkan teks atau tulisan, siswa harus mencakup kompetensi-kompetensi tersebut di atas. Sayangnya, siswa
cenderung memperoleh tulisan itu merupakan keterampilan yang rumit untuk dipelajari, karena membutuhkan
pemikiran yang keras untuk menulis ide dan menghasilkan kata-kata, kalimat, dan paragraf pada saat yang sama.
Selain itu, James C. Raymond dalam cholipah (2015) menyatakan bahwa, “Dalam menulis, bagaimanapun,
perlu cara lain untuk memberi sinyal makna; tanda baca, perhatian pada susunan kata, bahkan penggunaan ruang
hitam. Perangkat ini tidak datang secara alami. Di sana untuk siswa perlu meningkatkan keterampilan menulis
mereka dan untuk berlatih banyak untuk membuat tulisan yang mudah dibaca dan bermakna. Dari pernyataan James
di atas, dapat dipahami bahwa penguasaan struktur dan materi adalah kunci untuk berhasil bagi siswa secara tertulis.
Salah satu komponen yang juga sangat penting dalam membuat tulisan adalah tata bahasa.
Mengacu pada pernyataan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini untuk menganalisis
kesalahan tata bahasa dalam penulisan teks recount. Alasan utama untuk memilih topik ini adalah untuk mengetahui
kesalahan paling umum yang dibuat oleh siswa di Sekolah Menengah Atas dalam penulisan teks recount, terutama
dalam kesalahan tata bahasa dan juga untuk mengetahui mengapa siswa melakukan kesalahan. Oleh karena itu, ia
ingin melakukan penelitian dengan judul “Kesalahan Gramatikal dalam Menulis Teks Recount oleh Siswa Kelas X
di SMKS MANDIRI Percut Sei Tuan”.
METODE PENELITIAN
Dalam melakukakan penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif. Penelitian menggunakan metode
penelitian kualitatitf karena ingin mengidentifikasi kesalahan berbahasa siswa berdasarkan taksonomi efek
komunikatif dari teks recount yang dibuat oleh siswa.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis kesalahan dalam menulis teks recount oleh siswa kelas
sepuluh SMKS Mandiri Percut Sei Tuan tahun 2018/2019.
Sumber data penelitian ini diambil dari paragraf dan kalimat didalam teks recount yang dibuat oleh siswa
SMKS Mandiri Percut Sei Tuan. kelas yang akan dipilih adalah kelas X TKJ yang terdiri dari 31 siswa. Siswa-siswa
tersebut akan dipilih untuk dianalisa kesalahan tatabahasa dalam teks recount yang mereka buat.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dokumentasi dan interview. Teknik untuk menganalisa data ada
lima step, yaitu
1 Mengidentifikasi tipe kesalahan berdasarkan error komunikatif taksonomi
2 Mengklasifikasikan tipe kesalahan tata bahasa
3 Menghitung dan menjelaskan kesalahan
4 Menyimpulkan hasil
f P
Kalimat Tidak Lengkap
Tensis Kata Kerja
Urutkan Kata
Bentuk Kata
Pilihan Kata
Tanda Baca
Kapitalisasi
Artikel
Ejaan
Student 1 2 5 6 1 - 14 6 12 8 1 11%
55
Student 2 3 1 1 2 8 9 9 2 7%
35
Student 3 1 1 1 3 1 1 2 2%
10
Student 4 4 1 2 3 1 3 4 2 1 1 4%
22
Student 5 1 1 2 8 4 5 1 1 1 1 5%
25
Student 6 2 3 1 5 3 1 2 3%
17
Student 7 2 5 2 4 3 1 1 2 4 1 4%
25
Student 8 2 2 2 2 9 3%
17
Student 9 1 2 4 1 2 1 2%
11
Student 10 2 2 4 1 3 1 3 1 3%
17
Student 11 1 1 2 4 3 2 16 1 6%
30
Student 12 1 1 1 2 1 1%
6
Student 13 1 1 5 4 1 1 4 3 4%
20
Student 14 5 2 2 2 1 3%
12
Student 15 1 6 1 3 1 8 17 3 1 8%
41
Student 16 1 1 9 3 1 1 3 4%
19
Student 17 1 4 4 2%
9
Student 18
0
Student 19 2 1 3 6 4 1 2 0 0 6 1 2 0 3 6%
31
Student 20 1 1 1 4 2 2 0 1 2 1 3%
15
Student 21 1 2 1 4 1%
8
Student 22 1 1 3 2 1 2 2 1 2%
13
Student 23 2 1 10 1 2 3%
16
Student 24 3 1 1%
4
Student 25 1 10 1 2 2%
14
Student 26 5 6 1 3 4 4%
19
Student 27 2 3 1 2 1%
8
Student 28 1 1 2 1 0,9%
5
Student 29 1 1 0,1%
2
Student 30 2 1 5 1 1 1 1 3%
12
Student 31 1 1 2 0,9%
4
T F 100%
26 3 30 68 102 21 22 6 4 57 38 84 3 50 8 522
o
t p
0,6 5,7 13 19,5 4,2 1,1 0,7 10, 16 0,6
a 5% 4% 7% 10% 1,5%
% % % % % % % 9% % %
l
TOTAL
26 496
a. Kesalahan Global
Salah : I sad in the back speals
Koreksi : I sat in the back seat.
Siswa menulis kata yang salah sehingga kalimat tersebut menghalangi komunikasi kesalahan ini tergolong
kepada kesalahan global.
b. Kesalahan lokal
Kesalahan lokal dibagi menjadi 14 tipe, yaitu
1. Singular plural
Salah : 6 hour trip by bus
Koreksi : 6 hours trip by bus
Siswa menulis bentuk kata tunggal pada kata yang seharusnya dalam bentuk jamak.
2. Bentuk Kata
Salah : After falling a lot of people
Koreksi : After we fell a lot of people
Siswa salah menulis kata, seharusnya kata “jatuh” ditulis “fell” dalam bentuk kata kerja bukan dalam bentuk
gerund.
3. Pilihan Kata
Salah : Got home at around 17.00 pm
Koreksi : Arrived at home around 5 pm
Dalam bahsa inggris penulisan keterangan waktu (jam) harus benar “am” untuk pagi “pm” untuk sore dan
angka setelah 12 harus kembali ke angka 1. Didalam kalimat diatas siswa salah memilih kata untuk menulis angka.
4. Tensis Kata Kerja
Salah :My body is tired
Koreksi : my body was tired
Siswa menulis kata kerja yang salah, kata kerja yang digunakan dalam menulis teks recount adalah kata kerja
kedua
5. Tambahkan Kata
Salah : The we immediately swim
Koreksi : Then we immediately swam
Kata diatas termasuk dalam kesalahan tambahkan kata karena kata “the” harus ditambahkan huruf “n” agar
kalimat menjadi benar
6. Hilangkan Kata
Salah : My friend friends there are named Tasya, nazla, nelvi and early
Koreksi : My friends named were Tasya, Nazla, Nelvi and Early
Dalam kalimat ini kata friend tidak diperlukan dan harus di hilangkan
7. Urutkan kata
Salah : I and my family dinner in restaurant
Koreksi : My family and I dinner in the restaurant
8. Kalimat Tidak Lengkap
Salah : While mother breakfast and some
Koreksi : While mothere breakfast and prepared some snacks
9. Ejaan
Salah : We wake uf early
Koreksi : We woke up early
10. Tanda Baca
Salah : My father sad beside him
Koreksi : My father sad beside him.
Dalam kalimat ini diperlukan tanda baca titik karena dalam kaidah bahasa yang benar tanda baca titik
diharuskan untuk mengakhiri sebuah kalimat.
11. Kapitalisasi
Salah : after having lunch
Koreksi : After had lunch
Kata “after” harus dimulai dengan huruf besar karena kata ini adalah kata awal dari sebuah kalimat
12. Artikel
Salah : After event finish
Koreksi : After the event finished
Artikel “the” harus ada dikalimat ini agar kalimat ini menjadi kalimat yang efektif
13. Arti tidak jelas
Salah : Around to uncle
Kalimat ini tidak dapat di perbaiki karena tidak jelasnya arti dari kalimat ini,
14. Lari dari Kalimat
Salah : Then we are ready menyediakan
Koreksi : Then we were prepared
Kalimat ini termasuk kedalam tipe kesalahan lari dari kalimat karena digabungkannya dua bahasa dalam teks
yang seharusnya hanya berbahasa inggris
2. Penyebab Kesalahan Berbahasa
Richards dalam Evayani (2013:15) membagi sumber kesalahan menjadi 2 yaitu Transfer Interlingual
(Interlanguage Transfer) dan Transfer Intralingual. Dalam peneitian ini untuk mendapatkan alasan tepat penyebab
kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa penulis mengumpukan opini siswa melalui jawaban mereka dalam
bentuk wawancara.
Dibawah ini adalah cuplikan teks interview siswa
Tabel 2. Cuplikan Wawancara siswa
Teacher : coba tulis, miss mau lihat pengejaan ikan dalam bahasa inggris.
Student : fist, gini miss? Benar miss?
Teacher : salah, pengejaan yang benar seharusnya FISH
Student : maaf ya miss, karena selalu dengarnya fis fis gitu jadi saya tulis aja begitu miss.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa penyebab kesalahan berbahasa siswa adalah transfer intralingual
kesalahan ini terjadi karena siswa sulit untuk menerapkan aturan bahasa target.
Teacher : Kenapa kamu memilih kata trains? Padahal setelah saya baca maksud dari teks yang
kamu tulis itu sepeda motor, kenapa jadi kereta api?
Student : kalau yang itu saya cari di google translate miss, saya carinya kata kereta miss, jadi yang
muncul trains makanya saya tulis itu miss. Karena kebiasaan menyebutnya kereta miss.
Dari table diatas dapat dilihat bahwa penyebab siswa melakukan kesalahan adalah transfer interlingual atau
faktor bahasa ibu, karena sudah terbiasa dengan kata “kereta” akhirnya siswa mencari terjemahan dalam bahasanya
sendiri.
KESIMPULAN
Dari analisa yang kami lakukan kami menyimpulkan bahwa siswa-siswa di SMKS MANDIRI Percut Sei
Tuan masih menulis teks recount dengan kurang tepat. Banyak kesalahan tata bahasa yang dibuat oleh siswa
sehingga teks yang mereka tulis sulit untuk dipahami maksudnya. Setelah kami analisa teks yang siswa-siswa SMK
tersebut tulis dan mewawancari mereka kami simpulkan bahwa siswa yang melakukan kesalahan global sebanyak
26 kata (5%) dan siswa yang melakukan kesalahan lokal sebanyak 496 kata (95%) dan penyebab kesalahan
tatabahasa tersebut adalah transfer interlingual (bahasa ibu) sebanyak 13,7% sedangkan transfer intralingual atau
adanya generalisasi aturan yang salah dalam bahasa target (Bahasa Inggris) sebanyak 86,7 %. Jadi kesalahan
berbahasa yang dominan dilakukan siswa adalah kesalahan lokal.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, A (2013) . Grammatical Error Analysis in Students’ Recount Text (The Case of the Eight Year Students
of Smp N 1 Gembol in the Academic Year of 2013-2013) unpublished Thesis. Cirebon: Universitas Swansea
Gunung Jati.
Azar, B. (2003). Fundamental of English Grammar (p.525). United States of Amerika Press
Cholipah (2014). An Analysis of Students’ Error in Writing Recount Text ( A case Study in the Second Grade
Students of SMP Trimulia, Jakarta). Phd skripsi. Univeritas Islam Negeri Jakarta .
Evayani (2013). An Analysis on Grammatical Errors in Students’ Recount Texts Writing. Universitas Islam Negeri
Medan .
Hamid, Ariani and Ariyanto. 2013. An Analysis on the Gender-Based Difference of the Eight Year Students’ Recount
Paragraph Writing Based on the Grammatical Errors at SMPN 3 Jenggawah Jember. May 2013. Pancaran,
hal 75-84 (Volume 2 no. 2).
Hamid Ramid, Qayyimah. 2014. an error analysis in the use of past tense in writing recount text at the second year
students of smp unismuh Makassar. Retrieved on September, 2014, from
http://journal.unismuh.ac.id/index.php/exposure/article/view/797
Muis Abdul Said, Fitrah Nurul (2015). Error analysis of word order used in writing recount text made by students’
at smk negeri 1 pinrang . retrieved on November, 2016, from http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/Eternal/article/view/2307
Dirgeyasa, I Wy. 2014. College Academic Writing- A genre based perspective. Unimed Press.
1,2
Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Singaperbangsa Karawang
Jalan HS Ronggowaluyo Telukjambe Timur Karawang Jawa Barat Indonesia 41361
* Penulis Korespodensi : dessy.agustina8@gmail.com / dessyas.che@ft.unsika.ac.id
Abstrak
Produksi terasi di area pesisir kabupaten Karawang memanfaatkan udang rebon dan ikan petek
sebagai bahan baku utama. Proses pengeringannya berlangsung di pelataran halaman rumah petani
tersebut. Keberadaan cuaca yang tidak menentu dan menuntut keamanan proses mampu
menghadirkan pengering modern. Tray dryer menjadi opsi penanganan untuk material padat
tersebut. Pengontrolan suhu – laju alir udara dan kegiatan pengeringan pula dapat dilakukan tanpa
bergantung keberadaan sinar matahari. Hasil kajian dengan memvariasikan laju alir udara, suhu,
dan rasio bahan baku didapatkan bahwa kenaikan suhu meningkatkan persentase penghilangan
kadar air di bagian permukaan terasi. Selanjutnya, driving forced berupa rendahnya nilai
kelembaban mampu memberikan perbedaan tekanan uap untuk melepaskan kadar air terikat di dalam
bahan menuju ke udara luar. Suhu 60oC pada laju alir 7 ms-1 memberikan kadar air akhir sebesar
37,992% yang mendekati produk terasi sesuai SNI. Selain itu, pemanfaatan persamaan matematis
Henderson and Pabis mampu memberikan nilai konstanta laju pengeringan , k = 0,90946 – 0,0977
jam-1, a = 0,9675 – 0,9806, dan R2 = 0,9158 – 0,9740 pada rasio material = 1:2 dan di kedua laju
alir masing-masing.
Kata kunci: Ikan, Laju alir, Laju pengeringan, Terasi, Tray dryer, Udang rebon
Abstract
Shrimp paste production in the Karawang’s coastal utilizes rebon shrimp and Petek fish as the main
raw material. The drying process takes place in the farmer’s yard. Uncertain weather and demanding
process security are able to present modern dryers. Tray dryer is the handling option for the solid
material. Temperature, air flow rate, and drying activity can also controlled without depend on the
sunlight presence. The study result by varying the air flow rate, temperature, and material ratio were
founded that higher temperature could increase the percentage of water removal at the shrimp paste’s
surface. Furthermore, driving forced in low relative humidity could give the different vapor pressure
to release the bounded water content in the object to the outside air. At temperature 60oC and air flow
rate 7 ms-1 give 37,992% as the final water content. This achievement is approaching the shrimp paste
product according to SNI. In addition, the use of Henderson and Pabis’s mathematical equation could
provide constant of drying rate, k = 0,90946 – 0,0977 hour-1, a = 0,9675 – 0,9806, and R2 = 0,9158 –
0,9740 at ratio of matter and also both ratio of material respectively.
Keywords: Air flow rate, Drying rate, Fish, Rebon shrimp, Shrimp paste, Tray dryer
PENDAHULUAN
Daerah pesisir kabupaten Karawang memiliki profesi sebagai petani terasi yang memiliki keunikan dan
kualitas tersendiri dibandingkan daerah lain (Kim et al., 2014), (Kleekayai et al., 2015), (Prapasuwannakul &
Suwannahong, 2015), (Kaewklom, Lumlert, Kraikul, & Aunpad, 2013). Produksi masyarakat tersebut memiliki 2
jenis variasi yaitu terasi udang (P & S, 2013) dan terasi campuran - melibatkan pewarna tambahan, (Hasanah,
Musfiroh, Saptarini, & Rahayu, 2014), (Indriati & Andayani, 2012), (Fitriyani, Utami, & Nurhartadi, 2013),
(Kawuri, 2013). Selama ini, penggunaan sinar matahari sebagai media pemanas udara untuk mengeringkan bahan
baku (udang rebon maupun ikan petek). Pemaparan keduanya memanfaatkan pekarangan rumah dengan
menggunakan bale-bale bambu (Sari, Sukanta, & Hakiim, 2017). Penjemuran secara langsung dan tidak adanya
penutup untuk menghindari gangguan hewan sekitar sudah menjadi tradisi kegiatan petani tersebut. Hal ini
menjadikan produksi warga bergantung matahari dan berfluktuasi. Selain itu, apabila hasil laut melimpah di bulan
tertentu juga tidak dapat diolah secara langsung bila cuaca tidak mendukung.
Pengeringan merupakan salah satu proses pengawetan, selain itu juga terdapat metode lainnya seperti
penyinaran (irradiation,(Cheok et al., 2017)). Proses pengeringan telah mengalami kemajuan dari segi model
peralatan seperti tray dryer, spray dryer, fluidized bed, pengering vakum dan sebagainya. Penggunaan setiap
jenisnya disesuaikan dengan kebutuhan dan jenis bahan yang akan dikeringkan. Keberadaan sinar matahari dapat
dimanfaatkan (Fudholi, Othman, et al., 2011) dan atau dihibridkan dengan sumber panas lainnya . Salah satunya
listrik menjadi opsi yang menggantikan peran cahaya terbesar di jagat raya pada pengering modern.
Tray dryer merupakan salah jenis pengering saat ini yang memiliki tingkatan rak dan membantu proses
penghilangan kadar air bahan tanpa terkontaminasi hewan pengganggu di sekitarnya. Proses dapat berlangsung
higienis. Suhu dan laju alir udara panas dapat diatur serta kegiatan tersebut bahkan mampu dilakukan di malam hari
atau kondisi ketidakhadiran matahari.
Beberapa penelitian sebelumnya, pendekatan matematis belum dilakukan untuk fokus pengeringan terasi
yang melibatkan persamaan Newton, Henderson and Pabis, dan Page. Selanjutnya, ketiga model tersebut mampu
menampilkan konstanta laju pengeringan dan lebih lanjut dapat memprediksi waktu pengeringan dengan pengaturan
kadar air produk yang diinginkan (Djaeni & Sari, 2015). Sedangkan, peneliti lainnya lebih membahas kepada waktu
fermentasi untuk menghasilkan produk terasi berkualitas tinggi (Khairunnisak, Azizah, Jinap, & Nurul Izzah, 2009),
(P & S, 2013), (Peralta et al., 2008), (Ruddle & Ishige, 2010), (Kleekayai et al., 2015). Adapun, penggunaan ikan
petek sebagai salah satu bahan baku utama menjadi kajian bersifat kearifan lokal yang mampu menggantikan peran
udang rebon dengan menambahkan sejumlah pewarna alami untuk menjaga daya tarik konsumen dari sisi
penampilan.
METODE PENELITIAN
Tray dryer yang digunakan memiliki tingkatan 6 rak dan peneliti memberdayakan 2 rak di antaranya dimulai
dari pengeringan bahan baku, pengeringan bubur campuran bahan, dan pengeringan terasi yang telah dicetak.
Material yang digunakan adalah udang rebon, ikan petek, garam, aquades, dan pewarna alami. Tahapan pertama
hingga pengeringan ketiga mengikuti alur di Gambar 1 berikut.
Skema proses awal (pretreatment) ditujukan untuk menghilangkan keberadaan formalin (Sanger & Montolalu,
2008), (Mirna, 2016). Penurunan masa bahan per waktu menjadi pengukuran selama penelitian dengan rentang
waktu setiap 30 menit. Pengeringan pertama menghabiskan 5 jam, dan pengeringan selanjutnya adalah 3 jam
sebagai waktu proses yang berlangsung.
Pretreatment Pengeringan
Penggilingan Pewarna
Pengeringan
Udang rebon
Pretreatment Fermentasi
Ikan petek
Pengeringan
Fermentasi
Pencetakan
Penelitian ini memvariasikan ratio bahan baku (1:1 ~ UU dan 1:2 ~ UI untuk U = udang rebon dan I = ikan
petek), suhu proses (40, 50, 60oC), laju alir udara (LA1 dan LA2 = 4 dan 7 ms -1, dan terasi yang dihasilkan oleh
petani setempat (SM = sinar matahari). Peneliti menampilkan data penurunan kadar air di dalam bahan untuk
pengeringan yang terakhir pada Gambar 2 dan 3 berikut.
Gambar 2. Pengurangan air di dalam bahan dengan laju alir udara 4 ms-1
Gambar 3. Pengurangan air di dalam bahan dengan laju alir udara 7 ms-1
Kadar air bahan memiliki nilai yang berbeda. Kehadiran Tabel 1 dan 2 berikut akan membantu penyajian
persentase penurunan masa dari kondisi awal hingga akhir beserta laju pengeringan terasi di dalam tray dryer.
Tabel 1. Persentase penghilangan kadar air dengan variasi bahan baku, laju alir, dan suhu
Kadar air, %
Kondisi Operasi Pengeringan
Awal Akhir Penurunan
Udang - Ikan SM 58,920 50,102 14,965
4 ms-1 40oC 65,079 47,365 27,219
50oC 60,185 51,034 15,204
60oC 56,724 43,187 23,866
-1
7 ms 40oC 59,219 48,938 17,361
50oC 62,865 53,189 15,391
60oC 48,019 37,992 20,882
Udang - Udang 4 ms-1 50oC 60,185 48,845 18,843
-1
7 ms 50oC 62,865 51,957 17,351
Keterangan : kadar air standar terasi = ± 35%
Penyajian hasil penelitian melalui Gambar 2 -3 dan Tabel 1 mampu memaparkan bahwa kadar air di dalam
bahan memberikan persentase penurunan yang signifikan di berbagai kondisi. Semakin tinggi suhu udara yang
diberikan menjadikan produk terasi kehilangan kadar air semakin besar (kadar air terasi di kondisi akhir), tetapi
berbeda hasilnya dengan kenaikan laju alir udara dan rasio bahan baku yang digunakan. Ikan petek memiliki ukuran
yang lebih besar (permukaan) dan tentunya menjadikan kadar air bebas lebih banyak dibanding udang rebon. Hal ini
menjadi salah satu faktor adanya perbedaan siginifikan pada laju pengeringan di awal proses (penghilangan air
bahan di bagian permukaan). Selanjutnya, driving forced yang diberikan (laju alir udara) tidak berpengaruh secara
nyata dengan suhu dan rasio bahan baku yang sama. Udara panas yang mengalir tidak berperan dan penghilangan
kadar air bahan menjadi lambat. Kelembaban udara yang dialirkan ke dalam sampel terasi cukup tinggi dan
menghasilkan delta tekanan uap di bagian dalam dan luar material bernilai rendah. Peristiwa ini menjadikan
pelepasan uap air menjadi melambat dari dalam ke luar tray dryer.
Tabel 2. Konstanta laju pengeringan pada suhu 50oC dan petani terasi
k, jam-1
Kondisi
Newton R2 Page n R2 H&P a R2
SM 0,5263 0,9706 0,6637 0,7788 0,8650 0,4872 0,9188 0,9797
UI, LA1 0,1098 0,9160 0,2108 0,3137 0,0997 0,0946 0,9675 0,9158
UI, LA2 0,1067 0,9620 0,1857 0,5282 0,1557 0,0977 0,9806 0,9740
UU, LA1 0,1132 0,9616 0,2089 0,4177 0,1178 0,1017 0,9753 0,9798
UU, LA2 0,1421 0,9762 0,2455 0,4755 0,1769 0,1303 0,9748 0,9878
*H&P = Henderson and Pabis
Variasi rasio bahan (ukuran) dan laju alir ketika suhu yang diberikan konstan mampu memberikan perbedaan
hasil yang cukup berbeda pada konstanta laju pengeringan. Semakin tinggi laju alir maka laju penghilangan kadar
air dalam terasi menajdi semakin rendah, tetapi bahan baku udang rebon tidak memberikan hasil yang siginifikan
untuk di berbagai laju alirnya. Kemudian, hasil dari Tabel 2 di atas, penurunan kadar air dapat disajikan berdasarkan
eksperimen dan model terbaik (Henderson and Pabis) untuk terasi. Perolehan ini akan memberikan persamaan
matematis yang berbeda seperti pengeringan rumput laut (Page) (Djaeni & Sari, 2015), (Fudholi, Ruslan, et al.,
2011). Hal tersebut disajikan oleh Gambar 4 berikut.
KESIMPULAN
Pengeringan terasi rebon dan terasi campuran lokal Karawang memiliki kondisi optimal pada suhu 60 oC di
kedua laju alirnya dengan kondisi akhir kadar airnya sebesar 43,187 dan 37,992% secara berturut-turut. Penggunaan
model Henderson and Pabis sebagai pendekatan matematis untuk mendapatkan konstanta laju pengeringan lebih
sesuai dengan data pengeringan terasi secara eksperimen melalui peninjauan nilai R 2 yang mendekati angka satu.
DAFTAR PUSTAKA
Cheok, C. Y., Sobhi, B., Mohd Adzahan, N., Bakar, J., Abdul Rahman, R., Ab Karim, M. S., & Ghazali, Z. (2017).
Physicochemical properties and volatile profile of chili shrimp paste as affected by irradiation and heat. Food
Chemistry, 216, 10–18. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2016.08.011
Djaeni, M., & Sari, D. A. (2015). Low Temperature Seaweed Drying Using Dehumidified Air. Procedia
Environmental Sciences, 23, 2–10. https://doi.org/10.1016/j.proenv.2015.01.002
Fitriyani, R., Utami, R., & Nurhartadi, E. (2013). Kajian Karakteristik Fisikokimia dan Sensori Bubuk Terasi Udang
dengan Penambahan Angkak Sebagai Pewarna Alami dan Sumber Antioksidan. Jurnal Teknosains Pangan
Vol, 2(1). Retrieved
fromhttp://ilmupangan.fp.uns.ac.id/attachments/article/221/12.%20KAJIAN%20KARAKTERISTIK%20FI
SIKOKIMIA%20(Rizkina%20Fitriani).pdf
Fudholi, A., Othman, M. Y., Ruslan, M. H., Yahya, M., Zaharim, A., & Sopian, K. (2011). The Effects of Drying
Air Temperature and Humidity on Drying Kinetics of Seaweed. Recent Research in Geography, Geology,
Energy, Environment and Biomedicine, 129–133. Retrieved from
https://www.researchgate.net/profile/Ahmad_Fudholi/publication/262219724_The_effects_of_drying_air_te
mperature_and_humidity_on_the_drying_kinetics_of_seaweed/links/544effd40cf2bca5ce90c2da.pdf
Fudholi, A., Ruslan, M. H., Haw, L. C., Mat, S., Othman, M. Y., Zaharim, A., & Sopian, K. (2011). Mathematical
Modelling of Brown Seaweed Drying Curves. Applied Mathematics in Electrical and Computer
Engineering, 207–211. Retrieved from www.wseas.us/e-
library/conferences/2012/CambridgeUSA/.../MATHCC-32.pdf
Hasanah, A. N., Musfiroh, I., Saptarini, N. M., & Rahayu, D. (2014). Identifikasi Rhodamin B pada Produk Pangan
dan Kosmetik yang Beredar di Bandung (Identification of Rhodamine B in Food Products and Cosmetics
Circulated in Bandung), Vol 12 (1), 104–109. Retrieved from http://jifi.ffup.org/wp-
content/uploads/2015/10/104-109_Aliya-Nur-Hasanah_Rhodamin.pdf
Indriati, N., & Andayani, F. (2012). Pemanfaatan Angkak sebagai Pewarna Alami Pada Terasi Udang. Jurnal
Pascapanen Dan Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan, 7(1), 11–20. Retrieved from
http://www.bbp4b.litbang.kkp.go.id/jurnal-jpbkp/index.php/jpbkp/article/view/65
Kaewklom, S., Lumlert, S., Kraikul, W., & Aunpad, R. (2013). Control of Listeria monocytogenes on Sliced
Bologna Sausage using a Novel Bacteriocin, Amysin, Produced by Bacillus Amyloliquefaciens Isolated
from Thai Shrimp Paste (Kapi). Food Control, 32(2), 552–557.
https://doi.org/10.1016/j.foodcont.2013.01.012
Kawuri, R. (2013). Red Mold Rice (Angkak) sebagai Makanan Terfermentasi dari China: Suatu Kajian Pustaka.
Jurnal Biologi, 17(1). Retrieved from http://ojs.unud.ac.id/index.php/BIO/article/view/8329
Khairunnisak, M., Azizah, A. H., Jinap, S., & Nurul Izzah, A. (2009). Monitoring of free glutamic acid in Malaysian
processed foods, dishes and condiments. Food Additives & Contaminants: Part A, 26(4), 419–426.
https://doi.org/10.1080/02652030802596860
Kim, Y.-B., Choi, Y.-S., Ku, S.-K., Jang, D.-J., Ibrahim, H. H. binti, & Moon, K. B. (2014). Comparison of quality
characteristics between belacan from Brunei Darussalam and Korean shrimp paste. Journal of Ethnic Foods,
1(1), 19–23. https://doi.org/10.1016/j.jef.2014.11.006
Kleekayai, T., Harnedy, P. A., O’Keeffe, M. B., Poyarkov, A. A., CunhaNeves, A., Suntornsuk, W., & FitzGerald,
R. J. (2015). Extraction of Antioxidant and ACE Inhibitory Peptides from Thai Traditional Fermented
Shrimp Pastes. Food Chemistry, 176, 441–447. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2014.12.026
Mirna, M. (2016). Analisis Formalin pada Ikan Asin di Beberapa Pasar Tradisional Kota Kendari. Jurnal Sains Dan
Teknologi Pangan, 1(1). Retrieved from http://ojs.uho.ac.id/index.php/jstp/article/view/1036
P, H. P., & S, J. (2013). Fermented Shrimp Products as Source of Umami in Southeast Asia. Journal of Nutrition &
Food Sciences, 01(S10). https://doi.org/10.4172/2155-9600.S10-006
Peralta, E. M., Hatate, H., Kawabe, D., Kuwahara, R., Wakamatsu, S., Yuki, T., & Murata, H. (2008). Improving
antioxidant activity and nutritional components of Philippine salt-fermented shrimp paste through prolonged
fermentation. Food Chemistry, 111(1), 72–77. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2008.03.042
Prapasuwannakul, N., & Suwannahong, K. (2015). Chemical Composition and Antioxidant Activity of Klongkone
Shrimp Paste. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 197, 1095–1100.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2015.07.351
Ruddle, K., & Ishige, N. (2010). On the origins, diffusion and cultural context of fermented fish products in
Southeast Asia. Globalization, Food and Social Identities in the Asia Pacific Region, Sophia University
Institute of Comparative Culture, Tokyo, 18p (Http://Icc. Fla. Sophia. Ac. Jp/Global% 20food%
20papers/Html/Ruddle_ishige. Html). Retrieved from
http://www.academia.edu/download/1885224/RUDDLE_ISHIGE_-_sophia_conference_paper.pdf
Sanger, G., & Montolalu, L. (2008). Metode Pengurangan Kadar Formalin Pada Ikan Cakalang (Katsuwonus
pelamis L). WARTA WIPTEK, (32), 6–10. Retrieved from http://repo.unsrat.ac.id/id/eprint/34
Sari, D. A., Sukanta, & Hakiim, A. (2017). Pengeringan Terasi Lokasl Karawang : Sinar Matahari - Tray Dryer. JST
(Jurnal Sains Dan Teknologi), 6(2), 311–320. Retrieved from
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JST/article/view/11867/7844
Dessy Agustina Sari1*, Azafilmi Hakiim2, Vita Efelina3, Sukanta4, Nurul Asiah5
1,2
Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Singaperbangsa Karawang
3,4
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Singaperbangsa Karawang
5
Program Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Bakrie
1,2,3,4
Jalan HS Ronggowaluyo Telukjambe Timur Karawang Jawa Barat Indonesia 41361
5
Jalan HR Rasuna Said Kav C-22 Kuningan Jakarta Selatan
* Penulis Korespodensi : dessy.agustina8@gmail.com / dessyas.che@ft.unsika.ac.id
Abstrak
Dodol khas Betawi menjadi andalan pengusaha asal desa Sukajaya kecamatan Cibitung kabupaten
Bekasi provinsi Jawa Barat dengan usia produksi telah menginjak 25 tahun lamanya. Kegiatan yang
dilakukan merupakan usaha turun-temurun yang tetap mempertahankan proses konvensional dan
semangat kekeluargaan dari warga sekitar. Seiring perkembangan zaman, penerapan teknologi
diminta hadir untuk membenahi manajemen produksi dan salah satu aspeknya adalah tahapan akhir
pasca pendinginan dodol yang telah matang. Pembungkusan produk dimulai dari penimbangan,
pembentukan gulungan dodol yang dilapisi material plastik, dan diakhiri pengikatan dengan
menggunakan benang wol. Kelengketan dan persebaran minyak di seluruh permukaan dodol menjadi
tingkat kesulitan proses tersebut sehingga waktu yang dibutuhkan menjadi lebih panjang dari
penyiapan bahan baku maupun pemasakan. Hasil diskusi dan sosialisasi memberikan pemaparan
kebutuhan teknologi pengemasan beserta fitur kelengkapan kemasannya. Pelaksana pengabdian
bersama mitra berhasil menunjukkan keberadaan peralatan packaging dodol yang bekerja untuk
menggantikan peran tenaga dan usia manusia, serta mempersingkat waktu untuk tahapan proses
tersebut. Hal ini menjadikan pemilik usaha mampu memberikan job desk kepada pekerja usia lanjut
guna membungkus dodol. Selanjutnya, keterlibatan Dinas Kesehatan kabupaten Bekasi meluruskan
pandangan mitra dalam proses penjajakan produk desa Sukajaya di pertokoan makanan melalui
pengajuan izin edar produk pangan industri rumah tangga. Sejak Oktober 2018, proses di dinas
tersebut telah terintegrasi secara elektronik yang memudahkan mitra untuk menemukan kekurangan
dokumen yang dibutuhkan pihak terkait. Nomor perizinan, kandungan gizi, komposisi, dan lainnya
dicantumkan ke label kemasan guna menunjang tingkat kepercayaan dan keamanan pembeli terhadap
produk yang dijual.
Abstract
Betawi dodol is a mainstay of businessmen from Sukajaya village, Cibitung district, Bekasi regency,
West Java province with a production age of 25 years. The activities carried out are hereditary efforts
that still maintain the conventional process and the spirit of kinship of the surrounding residents.
Along with the times, the application of technology was asked to attend to improve production
management and one of the aspects was the final stage of post-cooling dodol that has been cooked.
Product wrapping starts from weighing, forming dodol rolls coated with plastic material, and ends
with binding using wool yarn. The stickiness and distribution of oil on the entire surface of dodol
becomes the level of difficulty of the process so that the time needed is longer than the preparation of
raw materials and cooking. The results of the discussion and dissemination provided an explanation
of the need for packaging technology along with the complete features of the packaging. The executor
of the joint service partners successfully demonstrated the presence of dodol packaging equipment
that works to replace the role of human power and age, and shorten the time for the process stages.
This makes business owners able to provide job desks to elderly workers to wrap dodol. Furthermore,
the involvement of the Bekasi District Health Office aligned the partners' views in the process of
exploring the products of Sukajaya village in food stores through the submission of marketing permits
for food products for home industries. Since October 2018, the process in the agency has been
electronically integrated which makes it easier for partners to find the shortage of documents needed
by related parties. Licensing number, nutrient content, composition, and others are included in the
packaging label to support the level of trust and safety of the buyer for the product being sold.
PENDAHULUAN
Dodol merupakan salah satu hasil olahan rumah tangga yang dilakoni para warga desa Sukajaya kecamatan
Cibitung kabupaten Bekasi provinsi Jawa Barat. Usaha tersebut telah berjalan seperempat abad dengan tetap
menjaga tata cara proses pemasakan baik dari tungku, wajan hingga kemasan produk penjualan (D. A. Sari, Hakiim,
Efelina, Asiah, & Sukanta, 2018). Para pekerjanya pun juga merupakan para generasi sebelumnya yang telah
mengabdikan diri pada usaha mitra.
Hampir secara keseluruhan rangkaian proses produksi memberdayakan tenaga masyarakat sekitar dimulai
pengupasan kelapa hingga pengemasan produk dodol. Penerapan teknologi baru dihinggapi di sisi pemarutan, dan
tahap permulaan implementasi di area pengadukan. Sedangkan tahapan lainnya menggunakan proses konvensional.
Bahkan, bahan bakar yang digunakan untuk pemasakan adalah kayu bakar.
Hal yang menjadi kajian antara mitra dan pelaksana pengabdian adalah tahapan pengemasan. Dodol yang
telah diolah lebih dari 8 jam akan didinginkan sebelum dibungkus dan selanjutnya menuju proses penjualan. Jenis
makanan ini termasuk kategori semi tahan lama (D. Sari & Hadiyanto, 2013) dan kisaran shelf life-nya antara 1-2
bulan. Hingga tahun 2018, pelaku usaha yang ada di desa tersebut masih menggunakan proses sederhana yang
melibatkan plastik, penggulungan, dan pengikatan dengan benang wol di kedua ujung produk. Tentunya, kegiatan
ini menjadi tantangan karena kelengketan dan ketekunan pekerja terhadap penggunaan tangan pekerja. Adapun
runtutan pengemasan produk ditunjukan Gambar 1 berikut.
Permasalahan hal di atas merunut kepada pembentukan dodol yang menyerupai tabung dengan ketebalan
hampir sama antara produk dodol satu dengan lainnya, kelengketan dodol karena mengandung minyak hampir di
seluruh bagiannya, dan penguncian di kedua ujung produk. Ketiga kesulitan tersebut mengarahkan kepada waktu
proses dan memberikan efek kegiatan pengemasan menjadi lebih lama. Untuk pemangkasan waktu, pemilik usaha
menerjunkan sejumlah pekerja yang lebih banyak dibandingkan tahapan proses lainnya. Selain itu, alur ini pun
dipercayakan kepada pekerja muda yang lebih cekatan mengerjakannya. Namun di kala hari raya besar keagamaan,
lonjakan permintaan konsumen menjadi momok. Bukan di bagian penyediaan bahan baku ataupun pemasakannya,
proses packaging menjadi kendala terbesar dan mengakibatkan penumpukan dodol yang telah didinginkan. Hal ini
memaksa mitra untuk mendatangkan pekerja muda lepas dari kampung sebelah dan kerap mengakibatkan sisi
negatif berupa kecemburuan sosial bagi pekerja tetap. Setahun lalu, permasalahan tersebut meruncing hingga
berurusan dengan pihak kepolisian.
Urgensi kebutuhan teknologi pengemasan menjadi upaya pelaksana pengabdian bersama mitra untuk
membenahi proses produksi pasca pemasakan (Indraswati, 2017), (Maflahah, 2012). Masyakarat usaha bukannya
hanya membutuhkan sosialisasi bagaimana teknik atau pemberian pelatihan pengemasan dodol seperti yang
dilakukan oleh pelaksana pengabdian bagi kelompok wanita tani dodol Tamarillo (Marsiti, Musmini, & Sukerti,
2017), tetapi sebaiknya rangkaian diskusi dilanjutkan penggunaan alat tersebut di lapangan produksi mitra. Selain
itu, tahapan tersebut juga mengarahkan mitra untuk melengkapi perizinan produksi secara legal dan terpercaya
untuk dikonsumsi di mata khalayak masyarakat (D. A. Sari, 2017), (Sari, Prabowo, Sukanta, & Efelina, 2017). Hal
ini membutuhkan bantuan dan arahan dari Dinas Kesehatan setempat. Kemudian, dukungan dari warga sekitar dan
aparat desa juga dikuatkan untuk perizinan lokasi produksi yang disesuaikan dengan dokumen pengajuan dari dinas
terkait tersebut.
1 2
3
4
5
Gambar 1. Proses pengemasan dodol : (1) dodol telah matang, (2) pendinginan,
(3) penimbangan, (4) pembentukan gulungan, (5) pengikatan kedua ujung dodol
Peralatan yang direncanakan menjadi awal mula diskusi antara mitra dan pelaksana pengabdian. Harapannya,
kelompok usaha menjadi lebih reaktif, kreatif, dan inovatif dari perangkat yang dihibahkan. Selanjutnya, para UKM
di desa Sukajaya mampu menggali dan menemukan terobosan hal lainnya untuk meningkatkan perombakan atas
kekurangan manajemen produksi selama ini serta menularkan kegigihannya terhadap usaha skala rumah tangga
lainnya yang ada di desa tersebut.
METODE PENGABDIAN
Metode pengabdian yang digunakan adalah pendekatan kepada mitra pengusaha dodol desa Sukajaya dengan
tinjauan packaging produk. Kegiatan diskusi diterapkan sebagai media pembahasan kekurangan yang dimiliki UKM
(Usaha Kecil Menengah) dan aktivitas sosialisasi menjadi wadah pemaparan hasil upaya yang telah dicapai.
Pelaksana pengabdian juga turut meminta bantuan Dinas Kesehatan kabupaten Bekasi sebagai pihak yang terlibat di
bagian proses pengajuan izin edar produk makanan skala rumah tangga.
B C
Umumnya, mitra PKM menjual dodol per 250 gram dan belum menuju adanya variasi masa sebagai bentuk
lain manajemen produksi. Pendekatan untuk pengukuran produk yang akan dijual dapat menggunakan panjang dari
ukuran dodol. Hal tersebut menjadi peluang bagi kelompok usaha untuk menjual dodol dalam ukuran kecil seperti
dodol Garut dalam bentuk retail. Selama ini, desa Sukajaya tidak berkenan menjual produk dodol dalam skala kecil
(baca : oleh-oleh khas lokal) karena permasalahannya adalah teknik pengemasan bersifat manual (penggunaan
tangan manusia).
Selain itu hal di atas, penjualan dodol belum mencantumkan label produksi yang telah dilengkapi nomor P-
IRT (Produk Industri Rumah Tangga). Kekurangan tersebut menyebabkan pola produksi bersifat fluktuatif dan
penjualan mampu memunculkan adanya tengkulak (atau pihak ketiga) di bagian distribusi (pemasaran) (Sabana,
2015), (Yustina & Antarlina, 2013). Melalui bantuan Dinas Kesehatan kabupaten Bekasi, saat ini pihak mitra tengah
memasuki proses pengajuan izin edar produk. Dokumen yang dibutuhkan oleh pihak terkait telah dipenuhi. Salah
satunya adalah pelaksana pengabdian bersama mitra mengajukan desain kemasan dan disajikan Gambar 3. Hal ini
juga diterapkan di di lokasi Nusa Lembong yang baru saja mengenalkan pentingnya pelabelan pada produk selai
rumput laut sebagai lambang dan pentingnya estetika dari sebuah desain kemasan (Wiadnyani, Widarta, Puspawati,
H, & Kartika, 2017) dan juga aspek perkembangan zaman milenial (Noviadji, 2014).
Proses pengajuan tersebut mengalami pemutakhiran melalui https://www.oss.go.id/oss/# yang mampu
menghadirkan adanya Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik. Misalnya, sinkronisasi data
NPWP terhadap kewajiban melapor dan membayar pajak dapat terdeteksi. Kekurangan yang dimiliki pengusaha
dapat diketahui melalui alamat website tersebut. Hal ini ditampilkan oleh Gambar 4 berikut.
Gambar 3. Desain label kemasan dodol beserta fitur berstandarisasi Dinas Kesehatan
KESIMPULAN
Implementasi teknologi dari peralatan pengemasan produk khas Betawi di desa Sukajaya mampu
meringankan pekerjaan tahapan akhir pembuatan dodol. Tenaga manusia muda maupun tua dapat diporsikan dari
pengumpanan dodol yang telah didinginkan menuju pembentukan gulungan dodol. Kemudian, pengikatan yang
menggunakan benang wol dapat digantikan peralatan sealing. Hal tersebut menjadi usia pekerja tidak menjadi
pilihan karena kemudahan proses pengemasan. Produk yang telah terbentuk membutuhkan kelengkapan label
kemasan sebelum dijual ke pertokoan makanan. Dinas Kesehatan kabupaten Bekasi mampu mendampingi mitra dan
pelaksana pengabdian untuk memenuhi dokumen pengajuan nomor izin edar ~ P-IRT yang telah terintegrasi secara
elektronik.
DAFTAR PUSTAKA
Indraswati, D. (2017). Pengemasan Makanan. Ponorogo: Forum Ilmiah Kesehatan (Forikes). Retrieved from
https://forikes-ejournal.com/index.php/baf/article/download/240/114
Maflahah, I. (2012). Desain Kemasan Makanan Tradisional Madura Dalam Rangka Pengembangan IKM.
AGROINTEK, 6(2), 118–122. Retrieved from http://pertanian.trunojoyo.ac.id/wp-
content/uploads/2013/02/JURNAL-8-Desain-Kemasan-Makanan-Tradisional-Madura-dalam-Rangka.pdf
Marsiti, C. I. R., Musmini, L. S., & Sukerti, I. W. (2017). Pemberdayaan Kelompok Wanita Tani (KWT) Melalui
Pelatihan Pengolahan dan Pengemasan Dodol. In Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat (Vol. 2,
pp. 379–384). Universitas Pendidikan Ganesha: LPPM Universitas Pendidikan Ganesha. Retrieved from
eproceeding.undiksha.ac.id/index.php/senadimas/article/view/1008
Noviadji, B. R. (2014). Desain Kemasan Tradisional Dalam Konteks Kekinian. Jurnal Fakultas Desain, 1(1), 12.
Sabana, C. (2015). Kajian Pengembangan Produk Makanan Olahan Mangrove. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 14(1),
40–46. Retrieved from http://jurnal.unikal.ac.id/index.php/jebi/article/viewFile/195/181
Sari, D. A. (2017). Mendobrak Sistem Kewirausahaan dan Manajemen UKM Dodol melalui SP-PIRT pada Desa
Sukajaya Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi. International Research and Development for Human
Beings (IRDH), Angkatan I.
Sari, D. A., Hakiim, A., Efelina, V., Asiah, N., & Sukanta, S. (2018). PKM Kelompok Usaha Dodol Kabupaten
Bekasi Jawa Barat. Abdimas, 5(1), 1–5. Retrieved from
http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/ABD/article/viewFile/2449/2103
Sari, D. A., Prabowo, A. J., Sukanta, & Efelina, V. (2017). Peningkatan Kewirausahaan Masyarakat Melalui Izin
Edar Produksi Dodol Desa Sukajaya Kecamatan Cibitung Kabupaten Bekasi. Ikatan Dosen Republik
Indonesia, 1, 330–337. https://doi.org/10.31227/osf.io/rnga6
Sari, D., & Hadiyanto. (2013). Teknologi dan Metode Penyimpanan Makanan sebagai Upaya Memperpanjang Shelf
Life. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 2(2), 52–59.
Wiadnyani, A., Widarta, I., Puspawati, N., H, N. I., & Kartika, I. (2017). Pelatihan Pengolahan dan Pengemasan
Rumput Laut menjadi Selai di Desa Lembongan Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungung. Buletin
Udayana Mengabdi, 16(3), 340–345. Retrieved from https://ojs.unud.ac.id/index.php/jum/article/view/37291
Yustina, I., & Antarlina, S. (2013). Pengemasan dan Daya Simpan Permen Nanas. In Seminar Nasional :
Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan (pp. 763–772). Fakultas
Pertanian Universitas Trunojoyo Madura: Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura. Retrieved from
http://pertanian.trunojoyo.ac.id/semnas/wp-content/uploads/PENGEMASAN-DAN-DAYA-SIMPAN-
PERMEN-NANAS-Oleh-Ita-Yustina-dan-SS.-Antarlina.pdf
1
MATEMATIKA FMIPA UNIMED,2PKK FT UNIMED, 3PSD FIP UNIMED.4PKK FT UNIMED
Jalan Willem Iskandar Pasar V Medan Estate, Medan, 20221
* Penulis Korespodensi : farida2008.unimed@gmail.com.
Abstrak
Kegiatan ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan yang ada untuk budidaya
ternak ikan gurami sehingga dapat mengembangkan kultur kewirausahaan melalui kegiatan
pembudidayaan yang dikelola dalam menejemen kelompok secara produktif dan berkelanjutan serta
memperluas kesempatan berusaha, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat desa
Sidoarjo 1Jati Baru Kecamatan Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang. Ikan gurami merupakan
salah satu komoditas air tawar yang banyak dibudidayakan dan digemari sebagian masyarakat di
wilayah Kabupaten Deli Serdang. Namun produksi gurami masih kurang optimal hal ini disebabkan
karena belum optimalnya pemanfaatan lahan, kurangnya penguasaan teknologi budidaya dan masih
lemahnya fungsi kelompok serta keterbatasan modal, sehingga produksi tidak bisa kontiniu.
Menyikapi hal itu telah dilakukan pendampingan dan penyuluhan dalam rangka meningkatkan
ketrampilan ibu ibu PKK dan Lansia Desa Sidoarjo 1 Jati Baru Kecamatan Pagar Merbau
Kabupaten Deli Serdang dalam budidaya ternak ikan gurami. Metode pendampingan dilaksanakan
melalui beberapa tahap kegiatan, antara lain: persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi, serta
tindak lanjut. Luaran yang telah dihasilkan berdasarkan program pendampingan antara lain: (1)
buku panduan dan tutorial budidaya ternak gurami ; (2) lahan dimanfaatkan secara optimal dalam
budidaya ternak gurami; (3) penyuluhan oleh ibu ibu PKK Desa Jati Baru ke ibu ibu PKK desa Jati
Rejo. Dengan demikian, program pendampingan dan penyuluhan yang telah dilakukan dapat
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan dalam budidaya ternak gurami.
Abstract
This activity aims to optimize the potential utilization of existing land for livestock gouramy
cultivation so that it can develop entrepreneurial culture through cultivation activities managed in
group management in a productive and sustainable manner and expand business opportunities,
increase the income and welfare of the village community Sidoarjo 1Jati Baru Deli Serdang.
Gouramy is one of the many freshwater commodities that is cultivated and favored by some people in
the Deli Serdang Regency. However, the production of gouramy is still not optimal, this is due to the
lack of optimal land use, lack of mastery of cultivation technology and still weak group functions and
limited capital, so that production cannot be continuous. In response to this, mentoring and
counseling have been carried out in order to improve the skills of PKK mothers and the elderly in
Sidoarjo 1 Jati Baru Village, Pagar Merbau Subdistrict, Deli Serdang Regency in the cultivation of
gouramy livestock. The mentoring method is carried out through several stages of activities,
including: preparation, implementation, evaluation and reflection, and follow-up. Outputs that have
been generated based on the mentoring program include: (1) guidebooks and tutorials on cultivation
of gourami; (2) the land is used optimally in the cultivation of gourami; (3) counseling by PKK
mothers in Jati Baru Village to PKK mothers in Jati Rejo village. Thus, the mentoring and extension
programs that have been carried out can increase income and welfare in the cultivation of gouramy
livestock.
PENDAHULUAN
Ikan gurami ( Oshpronemus gauramy, Lacepede ) merupakan ikan asli Indonesia dan berasal dari perairan
daerah Jawa Barat. Ikan ini merupakan salah satu komoditi perikanan air tawar yang cukup penting apabila dilihat
dari permintaannya yang cukup besar dan harganya yang relative tinggi dibandingkan dengan ikan air tawar lainnya
seperti ikan mas, nila dan merupakan salah satu sumber protein yang cukup tinggi. Budidaya ikan air tawar berperan
penting dalam penyediaan ikan dengan harga kompetitif bagi masyarakat .Semenjak tahun 2000, produksinya
meningkat secara eksponensial dengan menggunakan system intensif dan ekstensif. Peningkatan produksi ini
didukung oleh penyedian pakam komersial.( Mas B. Syamsunarno & TD.Sunarno,2016 ) . Tujuan semula budidaya
ikan adalah untuk penyediaan lauk pauk keluarga dan pada saat ada pesta perkawinan. Dengan adanya peningkatan
permintaan, kegiatan budidaya ikan air tawar beralih orientasinya sebagai sumber pendapatan (Sunarno,2002). Oleh
sebab itu, tidak mengherankan apabila ikan gurami menjadi salah satu komoditi unggulan di sektor perikanan air
tawar. Umumnya budidaya ikan gurami masih dilaksanakan oleh masyarakat dengan teknologi semi intensif. Masa
pemeliharaan relative lama sehingga dilakukan dalam beberapa tahap pemeliharaan yaitu tahap pembenihan , tahap
pendederan dan tahap pembesaran, dimana pada masing – masing tahapan menghasilkan produk yang dapat
dipasarkan secara tersendiri.
Desa Sidoarjo 1 Jati Baru mempunyai luas wilayah 210 ha, dimana 3% berupa daratan yang berbukit – bukit
dan 78% daratan yang dapat dikelola menjadi persawahan dan 16% daratan yang menjadi pemukiman warga serta
3% berupa sawah. Jumlah penduduk 1540 jiwa, terbagi menjadi 4 dusun yaitu Dusun Utama , Dusun Gereja, Dusun
Harapan dan Dusun Durian V. Pada setiap dusun di desa Sidoarjo1 Jati Baru telah terbentuk Kelompok ibu – ibu
PKK dan Posyandu Lansia. Kegiatan ibu – ibu PKK melalui kader – kadernya secara garis besar sudah dilaksanakan
dengan baik. Pendidikan warga terdiri dari 244 orang tidak sekolah, 475 SD , 349 orang SLTP, 397 orang SLTA dan
35 Sarjana. Mata pencaharian penduduk Desa Sidoarjo 1 Jati Baru sebagian besar adalah petani (157 orang),
Wiraswasta (28 orang), Buruh (17 orang), PNS/TNI/POLRI (32 orang) dan lainnya (79 orang). Kegiatan program
PKK mempunyai lahan untuk pembibitan dan pembudidayaan ikan namun karena penanganan yang kurang serius
dan keterbatasan pengetahuan tentang pembudidayaan ikan gurami khususnya, akhirnya kolam pembibitan dan
pembudidayaan menjadi tidak optimal. Untuk hal tersebut perlu di fungsikan kembali pembibitan dan budidaya ikan
gurami sebagai sarana peningkatan ekonomi masyarakat. Oleh karena itu diperlukan adanya kegiatan pelatihan dan
pendampingan guna meningkatkan produktivitas kegiatan pembibitan dan budidaya ikan gurami dengan pemilihan
bibit unggul sehingga mudah perwatannya dan cepat panen.
dengan memperhatikan kondisi bibit gurami agar bibit tidak mudah mati dapat diberi pakan yang bergizi
mengandung prebiotik. . Pendedaran/Pemijahan ikan gurami mengisi kolam dengan ikan gurami, akan tetapi
sebelum ikan gurami dimasukkan perlu dipastikan terlebih dahulu kolam dalam kondisi bersih dari penyakit dan zat
– zat berbahaya. Terpal mengandung unsur kimia untuk pewarnaannya, maka sebelum dipasang perlu dicuci dan
dibersihkan. Untuk membunuh pathogen kolam yang telah terisi air ditaburi garam 2 ons/m3,tahap selanjutnya
pemberian pakam ikan gurami ada tiga tahap yakni pakan untuk bibit , pakan untuk memacu pertumbuhan dan
pakan untuk gurami indukan, Pakan untuk anakansebaiknya diberi pellet yang ukurannya kecil – kecil, diselingi
cacing darah agar cepat besar. Pakan gurami dewasa bias diberi pellet dan daun keladi, bias juga dengan sayuran
hijau seperti kangkung, selada dan kubis dan lain sebagainya. Pakan diberi dua kali sehari, pagi hari dan sore hari,
pemberian pakan sebaiknya selang – seling tak hanya satu jenis saja. Pagi sayuran , sore diganti pellet atau dedak.
Pemberian pakan yang teratur bias mempercepat pertumbuhan.
Pembahasan
Penyampaian materi, simulasi dan diskusi tentang budidaya ikan gurami telah disampaikan. System terpal
diupayakan untuk kolam budidaya ikan gurami sementara benih yang disebar adalah benih ikan gurami berumur dua
bulan dengan ukuran berkisar 10 – 15 cm. Benih dipindahkan terlebih dahulu ke ember selama kurang 30 menit,
agar benih tidak stress, dan dapat menyesuaikan diri. Pembesaran dan pemeliharaan ikan dilakukan dengan
polikultur. Cara ini lebih menguntungkan karena pertumbuhan ikan gurami cukup lambat berkisar 10 -12 bulan
sehingga efektif waktu dan hasilnya bis dipanen bergantian. Pemberian pakan dilakukan secara teratur dengan
memberikan pur pakan ikan. Selain itu diberikan pakan nabati seperti kangkung dan daun ubikayu yang lunak dan
masih muda.
Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi diperoleh gambaran terkait dengan tingkat capaian keberhasilan dan faktor
kendala jika program pengabdian yang dilakukan belum berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan
observasi dan analisis, tingkat keberhasilan program pengabdian dapat dijabarkan seperti pada tabel berikut.
Menurut Firman (2000:56), keberhasilan sebuah program ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: (a)
berhasil mengantarkan peserta mencapai tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan, (b) memberikan
pengalaman belajar yang atraktif, melibatkan peserta secara aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan
instruksional, dan (c) memiliki sarana-sarana yang menunjang proses pembelajaran. Selain itu, dijelaskan juga
bahwa keberhasilan program ditandai dengan persentase keberhasilan minimal ≥ 75 % pada kategori baik.
Gambar 1. Sambutan Ibu Sekretaris desa pada Gambar 2. Sambutan Ibu ketua Pusdibangks
pembukaan kegiatan pelatihan budidaya ikan gurami Unimed pada kegiatan pelatihan budidaya ikan
gurami
Gambar 5. Team Pengabdian dan Masyarakat Desa Sidoarjo-1 Jati Baru Kabupaten Deli Serdang
KESIMPULAN
Pelatihan dan pendampingan budidaya ikan gurami berupa penyampaian materi, simulasi dan diskusi tentang
budidaya ikan gurami sangat memberi manfaat dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa sidoarjo-1
Jati baru kabupaten Deli Serdang. Pembuatan kolam system terpal perlu diupayakan, untuk menjaga kejernihan air
kolam.
DAFTARPUSTAKA
Mas B Syamsunarno & Mas TD Sunarno (2016) Budidaya ikan air tawar ramah lingkungan untuk mendukung
keberlanjutan penyediaan ikan bagi masyarakat, Seminar Nasional Bandar Lampung 17 Mei 2016.
Sunarno, M.T.D. 2002. Lingkungan perairan dan akuakultur, p:B12.1 – 18. Prosiding Seminar Nasional Air untuk
Pembangunan di Era Otonomi Daerah,Palembang 30 April – 1 Mei 2002, Vol II dari 2 Vol Dewan Riset
Daerah Propinsi Sumatera Selatan.
Fatimah,Sugianto,Ary Kurniawan, Nanang Sulaksono (2016) , Pelatihan dan Pendampingan Kegiatan Pembibitan
dan Pembudidayaan Ikan, Joernal LINK,12(2),2016,31 - 35
Depdiknas. 2003b. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Lampiran. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 67 Tahun 2013 tentang KD
Kurikulum SD.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar
Gafika.
ABSTRAK
Tujuan dari pendampingan penyusunan tes penilaian hasil belajar berbasis HOTS (Higher Order
Thingking Skill) pada guru bahasa Indonesia di SMP 6 dan SMAN 1 Percut Seituan adalah untuk
melatih kemampuan guru dalam penyusunan tes penilaian berbasis HOTS. Metode yang digunakan
dalam pengabdian ini adalah pendampingan. Kegiatan pendampingan ini dilakukan dengan prinsip
TOT (training of trainer). Pendampingan dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
persiapan, pelaksanaan, evaluasi serta refleksi dan tindak lanjut. Hasil dari pendampingan ini
menunjukkan bahwa meningkatnya kemampuan guru bahasa Indonesia di SMP 6 dan SMAN1 Percut
Seituan dalam penyusunan soal berbasis HOTS baik berupa soal objektif dan uraian. Hal ini terlihat
dari soal-soal yang menjadi produk dari kegiatan ini. Berdasarkan hasil dari kegiatan pendampingan
ini dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendampingan ini sudah berjalan dengan efektif.
PENDAHULUAN
Kurikulum 2013 dirancang untuk mempersiapkan masyarakat Indonesia dalam menghadapai tantangan
global. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup
sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi
pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia (Permendikbud No. 67/2013).
Sampai saat ini sudah ada beberapa kali revisi yang dilakukan terhadap perangkat pembelajaran seperti
buku dan RPP Kuriklum 2013. Revisi tersebut bertujuan untuk memperbaiki setiap kekurangan yang ada, dan hal itu
akan terus dilakukan oleh Kemdikbud demi mencapai kesempurnaan dalam pelaksanaan program pembelajaran
Kurikulum 2013.
Kesiapan guru di lapangan akan menjadi faktor penentu implementasi kurikulum baru. Betapapun komprehensif
perencanaan pemerintah (kurikulum) pada akhirnya semua akan bergantung pada mutu dan kualitass guru di
lapangan. Guru harus selau berusaha menyesuaikan diri dengan kurikulum baru yang dibuat pemerintah.
Penyempurnaan Kurikulum 2013 juga dilakukan pada standar penilaian, dengan memberi ruang pada
pengembangan instrumen penilaian yang mengukur berfikir tingkat tinggi. Penilaian hasil belajar diharapkan dapat
membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking
Skills/HOTS), karena berpikir tingkat tinggi dapat mendorong peserta didik untuk berpikir secara luas dan
mendalam tentang materi pelajaran.
Soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat
tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau
merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite).
Soal-soal HOTS pada konteks asesmen mengukur kemampuan: 1) transfer satu konsep ke konsep lainnya, 2)
memproses dan menerapkan informasi, 3) mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda, 4)
menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan 5) menelaah ide dan informasi secara kritis. Walaupun
demikian, soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang lebih sulit daripada soal recall. Soal-soal HOTS
pada umumnya mengukur kemampuan pada ranah menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5), dan
mengkreasi (creating-C6).
Penyusunan soal-soal HOTS umumnya menggunakan stimulus. Stimulus merupakan dasar untuk membuat
pertanyaan. Stimulus dapat bersumber dari isu-isu global seperti masalah teknologi informasi, sains, ekonomi,
kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Stimulus juga dapat diangkat dari permasalahan-permasalahan yang ada di
lingkungan sekitar satuan pendidikan seperti budaya, adat, kasus-kasus di daerah, atau berbagai keunggulan yang
terdapat di daerah tertentu. Kreativitas seorang guru akan sangat menentukan kualitas dan variasi stimulus yang
digunakan dalam penulisan soal HOTS.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi di SMP 6 dan SMAN 1 Percut Seituan bahwa guru bahasa
Indonesia di kedua sekolah tersebut belum cukup mampu dalam penyusuan soal HOTS. Hal ini terlihat dari soal-
soal semester yang diberikan kepada siswa masih belum mencerminkan HOTS. Oleh karena itu, diperlukan
pendampingan penyusunan penilaian berbasis HOTS di kedua sekolah tersebut.
METODE
Kegiatan ini dilaksanakan dengan beberapa tahapan yaitu:
Persiapan
Pada tahap ini dilakukan beberapa kegiatan antara lain: a) observasi dan wawancara untuk analisis
permasalahan yang dialami guru dalam penyusunan soal berbasi HOTS, b) membangun komitmen bersama dengan
sekolah mitra, 3) menentukan jadwal kegiatan, dan 4) menyediakan segala keperluan sarana dan prasarana dalam
mendukunng terlaksananya kegiatan pengabdian dengan baik.
Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: a) memberikan sosialisasi pada guru bahasa
Indonesia di SMP 6 dan SMAN 1 Percut Seituan tentang tes penilaian berbasis HOTS (Higger Order Thingking
Skill), b) pendampingan penyusunan soal berbasis HOTS .
Evaluasi dan Refleksi
Tahap evaluasi dan refleksi dilakukan dengan memberikan penilaian terhadap soal-soal yang telah dibuat
oleh guru. Setelah mendapat arahan dari dosen pendamping, guru diminta kembali menyusun soal berbasis HOTS.
Tindak Lanjut
Tindak lanjut adalah feedback dari kegiatan yang telah dilaksanakan. Tindak lanjut dari kegiatan
pendampingan ini semakin terampilnya guru dalam menyusun soal berbasis HOTS.
Setelah diberikan sosialisasi, maka guru bahasa Indonesia diminta untuk membuat soal HOTS berdasarkan
langkah-langkah yang telah dijelaskan. Pendampingan ini dilakukan secara berkelanjutan sampai guru dapat
menghasilkan soal berbasis HOTS. Selama pendampingan guru akan terus dipantau dan diberikan masukan.
KESIMPULAN
Pendampingan penyusunan tes penilaian hasil belajar berbasis HOTS yang dilakukan di SMP 6 dan SMA N
1 Percut Seituan telah dilaksanakan dengan baik. Hal ini terlihat dari soal yang telah dihasilkan oleh guru sudah
memenuhi kriteria soal HOTS yaitu memiliki stimulus dan pada ranah kognitif C4 sampai C6. Tetapi dari kegiatan
tersebut guru masih mengalami kendala dalam membuat stimulus. Oleh karena itu, perlu dilakukan pendampingan
lanjutan dalam membuat stimulus yang berbasis kontekstual.
DAFTAR PUSTAKA
Fanani, Achamad. Pengembangan Pembelajaran Berbasis HOTS (Higher Order Thingking Skill) di Sekolah Dasar
Kelas V. Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar
Kemendikbud. (2015). Modul Penyusunan Soal Higer Order Thingking Skill’s Sekolah Menengah Atas Direktorat
Jendral Pendidikan Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2015.
Oemar ,Hamalik, (2003). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Permendikbud Nomor 67 Tahun 2013
Permendikbud Nomor 73 Tahun 2013
Permenristekdikti Nomor 44 Tahun 2015
Putri Lynna A. Luthan1*, Nathanael Sitanggang2, Chorm Gary Ganda Tua Sibarani3
1
Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Medan, Medan, Indonesia
3
Program Studi Akutansi, Fakultas Ekonomi,, Universitas Negeri Medan, Medan, Indonesia
*Penulis Korespondensi: putri.lynna@unimed.ac.id
Abstrak
Tujuan pengabdian masyarakat ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pendapatan
masyarakat Bandar Setia Kecamatan Percut Sei Tuan. Pentingnya pengabdian masyarakat ini
dilakukan agar masyarakat Bandar Setia yang awalnya bekerja sebagai penjual kayu bakar mendapat
pengetahuan untuk mengolah kayu bakar menjadi barang berharga yang layak untuk dijual. Kayu
bakar yang dijual oleh masyarakat Bandar setia berupa kulit kayu hasil limbah yang berasal dari
kayu gelondongan berupa kulit kayu Mahoni yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan interior
dinding. Metode yang digunakan untuk pemanfaatan limbah kayu menjadi bahan interior dinding
adalah pelatihan dan pendampingan dalam: 1) memilih kayu yang layak untuk dijadikan interior
dinding, 2) proses penjemuran, 3) desain, 4) pemotongan, 5) pembentukan, 6) finishing. Dengan
dilakukannya pelatihan dan pendampingan membuat kulit kayu menjadi bahan interior, masyarakat
Bandar Setia mempunyai keahlian dalam penggunaan alat perkayuan dan mampu membuat kulit kayu
menjadi bahan interior yang layak dijual.
Abstract
The Purpose of this community service is to increase the knowledge and income of Bandar Setia
people in Percut Sei Tuan District. The importance of this community service is that the Bandar Setia
people who initially worked as firewood sellers gained the knowledge to process firewood into
valuable goods for sale. Firewood sold by the Bandar Setia people in the form of waste bark derived
from Mahogany logs that can be used as interior wall materials. The method used in the education
about the utilization of wood waste into interior wall materials is training and mentoring in: 1)
choosing appropriate wood for interior walls, 2) drying process, 3) design, 4) cutting, 5) formation, 6)
finishing. By conducting training and mentoring to make the bark into an interior material, the
Bandar Setia people will have the expertise in the use of wood tools and are able to make bark into
interior materials that are worth selling.
PENDAHULUAN
Industri pengolahan kayu yang ada di Sumatera Utara setiap hari menghasilkan limbah perkayuan berupa
serpihan-serpihan kulit kayu, potongan kayu berukuran kecil (chips wood) dan serbuk kayu atau butiran-butiran
halus yang terbuang saat kayu dipotong dengan gergaji. Persentase industri penggergajian kayu menghasilkan
limbah sebesar 40,48%, (Purwanto, 2009). Menurut Fakhri (2015), limbah potongan kayu yang berasal sari sawmill
dapat mencapai 20 M3.
Limbah kayu adalah sisa-sisa bagian kayu dalam berbagai bentuk dan ukuran yang dapat dimanfaatkan
dengan proses pengolahan tertentu. Pendapat ini didukung oleh Widarmana (1973) limbah adalah sisa kayu yang
dianggap tidak ekonomis akan tetapi masih bisa dimanfaatkan jika dilakukan pemrosesan kembali. Menurut Iriawan
(1993) limbah kayu dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu limbah kayu yang terjadi pada kegiatan eksploitasi hutan
berupa pohon yang ditebang (batang sampai bebas cabang, tunggak dan bagian atas cabang pertama) dan limbah
kayu yang berasal dari industri pengolahan kayu antara lain berupa lembaran veneer rusak, log end atau kayu
penghara yang tidak berkualitas, sisa kupasan, potongan log, potongan lembaran veneer, serbuk gergajian, serbuk
pengamplasan, sebetan, potongan ujung dari kayu gergajian dan kulit kayu. Menurut Osly Rachman (2004), limbah
yang dihasilkan oleh perindustrian kayu gelondongan berupa serbuk kayu, potongan kayu dan kulit kayu. Bagi
masyarakat awam yang tidak mengetahui nilai ekonomi dari limbah kayu tersebut akan membiarkannya menumpuk
disuatu tempat, dibuang ke sungai, atau dibakar karena dianggap tidak berguna dan hanya mengotori lingkungan.
Padahal tindakan tersebut justru merusak lingkungan, seperti limbah yang dibuang kesungai akan menyebabkan
pendangkalan yang berakibat banjir. Apabila tidak dikelola dengan baik mengakibat dampak buurk terhadap
lingkungan sekitar (Anonim, 2010). Berdasarkan hal diatas perlu dilakukan konsep daur ulang terhadap limbah yang
dihasilkan dari industri perkayuan serta penerapannya sangat penting dilakukan (Sutapa, 2010).
Di daearah Bandar Setia, kulit kayu yang dihasilkan setiap harinya dari sisa potongan kayu yang diperoleh
dari pengolahan kayu gelondongan (sawmil) mencapai 1 M3. Sisa potongan kayu tersebut kesehariannya selama ini
digunakan oleh masyarakat sebagai kayu bakar, hal ini akan menambah emisi gas karbon di atmosfir yang dapat
dilihat pada Gambar 1.1.
Padahal serpihan-serpihan kulit kayu yang dihasilkan oleh pengolahan kayu gelondongan bisa dijadikan
bahan dasar untuk melapisi dinding. Interior dinding yang terbuat dari serpihan kulit kayu biasanya dalam istilah
arsitektur disebut gaya rustic (pedesaan), yang bisa diartikan sebagai gaya interior yang menitikberatkan pada kesan
alami. Material yang terkesan sederhana dan harganya murah dapat menciptakan suasana paduan antara kesan rustic
dan modern.
Desain interior rustic menciptakan tampilan elektik yang menekankan ciri buatan tangan, dan terbuat dari
bahan-bahan alami dengan penekanan pada alam. Dengan sentuhan rustic di dalam gaya modern, ruangan akan
terlihat unik dan lebih berkarakter. Unsur-unsur obyek material yang terkesan tua dengan tekstur kayu yang bagus
bisa digunakan sebagai aksen bila dilapiskan pada dinding. Limbah serpihan kulit kayu dapat dijadikan nilai seni
dalam tatanan rumah dengan nilai jual yang tinggi, seperti dinding taman, dinding teras, dinding café, dan
sebagainya.
Pada era globalisasi saat ini interior kini menjadi suatu komoditas utama sebuah industri, penataan interior
menjadi sebuah gaya hidup (lifestyle) di setiap lapisan masyarakat dan interior bahkan menjadi sebuah simbol dari
kesuksesan bagi beberapa kalangan masyarakat dipandang dari bahan yang digunakannya. namun sebuah design
dalam interior harus tetap bersifat fungsional dan efisien dan juga efektif dalam penggunaannya. penempatan
aksesori yang tepat pada sebuah ruang dapat memberikan pengaruh besar terhadap penampilan ruang (Calloway,
1990).
Berdasarkan keseluruhan permasalah-an tersebut, muncul sebuah gagasan untuk memanfaatkan limbah
limbah kayu yang dianggap sebagai sampah dan tidak bernilai menjadi produk olahan yang berkualitas yang dapat
digunakan sebagai bahan interior dinding yang akhirnya menciptakan dan sekaligus membuka peluang usaha untuk
memanfaatkan limbah kayu menjadi sebuah bisnis yang dapat memberikan keuntungan.
METODE PELAKSANAAN
Metode pelaksanaan kegiatan Program Kemitraan Masyarakat (PKM) yang dilaksanakan meliputi tahapan,
yaitu persiapan, pelatihan dan pendampingan.
Persiapan
Tahap yang dilakukan adalah melakukan koordinasi dengan kepala dusun untuk merencanakan pelaksanaan
kegiatan, kemudian kepala dusun melakukan rekruitmen peserta pelatihan .
Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan dilaksanakan disalah satu rumah warga yang sekaligus tempat pelatihan dan
pendampingan. Adapun tahapan kegiatan yang dilakukan adalah Persiapan Bahan, Alat, dan Proses pelatihan.
Kegiatan sosialisasi dan pelatihan dapat dilihat pada Gambar 2.1.
2) Alat
Peralatan yang digunakan untuk membuat kulit kayu menjadi bahan interior dinding adalah:
a. Table saw
Table saw (mesin potong) digunakan untuk memotong kulit kayu sesuai dengan desain yang dapat dilihat
pada Gambar 2.3
Pada Gambar 2.3 adalah perakitan table saw dengan menggunakan mesin gergaji (circular saw).
b. Gun Tembak
Gun Tembak berfungsi sebagai alat pemaku kulit kayu yang sudah dirancang sesuai dengan motif yang dapat
dilihat pada Gambar 2.4.
c. Compressor
Compressor berfungsi sebagai alat bantu dalam penggunaan Gun tembak dan pengecatan kulit kayu yang
sudah dirancang, yang dapat dilihat pada Gambar 2.5.
3) Proses Pelatihan
Proses Pelatihan pembuatan kulit kayu menjadi bahan interior dinding dilakukan dengan beberapa tahapan,
dapat dilihat pada Gambar 2.6.
1
2
6
3
5
Proses selanjutnya adalah melakukan pelatihan pembentukan motif dengan beragam rancangan.
Jika kulit kayu tidak terlepas dari kayu, kulit kayu tetap akan bisa dimanfaatkan dengan cara langsung dilakukan
desain dilokasi yang dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Setelah dilakukan pemotongan, langkah selanjutnya pembentukan sesuai dengan motif yang sudah dirancang,
yang dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Finishing
Pekerjaan finsihing dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan memberikan profil pada pinggiran dan ada
juga tidak, tergantung selera konsumen. Selanjutnya tahap akhir adalah agar kulit kayu menjadi awet diberikan
bahan pengawet dan kemudian dipoles dengan vernis.
KESIMPULAN
Memanfaatkan limbah kulit kayu menjadi bahan interior dinding merupakan alternatif yang baik dengan
banyak keunggulan dengan membentuk ruang menjadi bentuk gaya interior. Simpulan yang dapat diambil dari
kegiatan ini adalah:
Warga Bandar Setia sangat tertarik dengan kegiatan ini, hal ini dapat ditunjukkan dengan
antusiasnya kelompok mitra dalam bertanya dan kehadiran diwaktu melakukan pelatihan dan
pendampingan.
Pada saat penyuluhan dengan seksama kelompok mitra mendengarkan tentang rangkaian kegiatan
dan bahan paparan yang disampaikan serta mempraktekkan pembuatan limbah kulit kayu menjadi bahan
interior dinding.
Dari hasil kegiatan pelatihan dan pendampingan yang dilakukan, hasil kulit kayu menjadi bahan interior
dinding yang bermacam model yang saat ini menjadi populer untuk ruang interior dinding café, restoran,
taman.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010. Luas Lahan dan Jumlah Produksi Hutan Rakyat di Kabupaten Luwu Utara. Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Luwu Utara. Masamba.
Iriawan, M. (1993). Pemanfaatan Limbah Kayu Insdustri. Suabaya:CV. Sega Arsy.
Calloway, Stephen., and Jones,Stephen. 1990. Recreating Period Interiors . New York : Rizzoli International
Publications.
Fakhri, dkk. (2015). Kajian Potensi Limbah Kayu Industri Saw Mill Untuk Porduk Panel Ringan Berongga Berbasis
Teknologi Laminasi. Prosiding Annual Civil Engineering Seminar 2015.
Purwanto, D, (2009). Analisa Jenis Limbah kayu Pada Industri Pengolahan Kayu di Kalimantan Selatan, Jurnal
Riset Industri Hasil Hutan Vol.1 No.1
Rachman, O, 2004. Bahan Baku dan Proses Penggergajian Kayu. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Badan Penelitian
dan Pengembangan Kehutanan dan Perkebunan Bogor
Sutapa, (2010), Konsep Daur Ulang dan Penerapannya Dalam Pemanfaatan Kayu Sebagai Bahan baku. Prosiding
Seminar Nasional Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIII Inna Grand Bali Beach Hotel,Sanur,
Bali 10-11 November 2010
Widarmana,S, (1973). Logging Waste dan Kemungkinan Pemanfataannya. Kerjasama Direktorat Jenderal
Kehutanan dan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Abstrak
Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Permintaan
jamur tiram dimasyarakat yang tinggi merupakan peluang usaha untuk meningkatkan nilai ekonomi.
Sebagai salah satu makanan yang bergizi tinggi, jamur tiram dalam perawatannya tidak memerlukan
tempat yang begitu luas. Kondisi lembab dan dengan sinar matahari yang rendah ternyata cukup
sebagai syarat tumbuhan dan kembang jamur tiram. Universitas negeri medan sebagai salah satu
kampus hijau yang mempunyai lahan yang luas dan teduh merupakan tempat hidup jamur tiram yang
baik. Untuk itu dengan lahan yang sedemikian luas, perlu usaha untuk meningkatkan produktivitas
lahan tersebut yang salah satunya dengan budidaya jamur tiram. Perkembangan teknologi 4.0
menuntut seluruh elemen kampus mampu memberdayakan seluruh potensi untuk peningkatan
produksi yang berkualitas dan bermanfaat bagi semua elemen. Salah satu pemberdayaan tersebut
adalah dengan budidaya jamur tiram, yang mampu meningkatkan income generate dan keahlian
akademisi.
PENDAHULUAN
Kampus merupakan sarana pendidikan yang menempa para generasi muda untuk meningkatkan wawasan
kependidikan, keahlian, organisasi maupun kepemimpinan. Sebagai sarana pendidikan, kampus juga dituntut untuk
mengembangkan berbagai kegiatan kewirausahaan agar kampus mampu mandiri dalam kegiatannya. Berbagai
kegiatan kampus didorong untuk meningkatkan keefektifan berbagai sarana dan prasarana yang ada agar terpakai
dengan baik sesuai dengan peruntukannya. Salah satu pemanfaatan kampus adalah dengan budidaya jamur tiram.
Jarum tiram merupakan jamur pangan dari kelompok Basidiomycota dan termasuk kelas Homobasidiomycetes
dengan ciri-ciri umum tubuh buah berwarna putih hingga krem dan tudungnya berbentuk setengah lingkaran mirip
cangkang tiram dengan bagian tengah agak cekung. Jamur tiram masih satu kerabat dengan Pleurotus eryngii dan
sering dikenal dengan sebutan King Oyster Mushroom. Tubuh buah jamur tiram memiliki tangkai yang tumbuh
menyamping (bahasa Latin: pleurotus) dan bentuknya seperti tiram (ostreatus) sehingga jamur tiram mempunyai
nama binomial Pleurotus ostreatus.Bagian tudung dari jamur tersebut berubah warna dari hitam, abu-abu, coklat,
hingga putih, dengan permukaan yang hampir licin, diameter 5-20 cm yang bertepi tudung mulus sedikit berlekuk.
Selain itu, jamur tiram juga memiliki spora berbentuk batang berukuran 8-11×3-4μm serta miselia berwarna putih
yang bisa tumbuh dengan cepat (Wibawa 2016). Di alam bebas, jamur tiram bisa dijumpai hampir sepanjang tahun
di hutan pegunungan daerah yang sejuk. Tubuh buah terlihat saling bertumpuk di permukaan batang pohon yang
sudah melapuk atau pokok batang pohon yang sudah ditebang karena jamur tiram adalah salah satu jenis jamur
kayu. Untuk itu, saat ingin membudidayakan jamur ini, substrat yang dibuat harus memperhatikan habitat alaminya.
Media yang umum dipakai untuk membiakkan jamur tiram adalah serbuk gergaji kayu yang merupakan limbah dari
penggergajian kayu (Anita et al. 2015). Siklus hidup jamur tiram yang membutuhkan naungan dianggap sangat
cocok dengan kondisi kampus hijau Universitas Negeri Medan yang masih banyak pepohonan yang menaungi
(Abdullah, Hardhienata, and Chairunnas 2012). Kondisi ini merupakan salah satu keuntungan bagi kampus dengan
pemanfaatan lahan tanpa mengurangi kondisi asri kampus. Potensi ini tentu saja diharapkan menjadi peningkatan
nilai ekonomi dan nilai kewirausahaan bagi kampus. Budidaya jamur tiram mampu mendatangkan keuntungan yang
sangat menggiurkan baik dilakukan dalam skala kecil maupun besar. Hal ini tidak lepas dari tingginya permintaan
dan nilai jual dari jamur tiram. Kegiatan budidaya jamur tiram di Indonesia, masih tergolong rendah jika
dibandingkan dengan kebutuhan atau permintaan dari konsumen tiap harinya. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan
permintaan jamur tiram yang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
bebarapa zat yang terkandung dalam jamur tiram atau Oyster mushroom adalah protein (10,5-30,4%); karbohidrat
50,59 %; serat 1,56 %; lemak 0,17 % dan abu 1,14 %. Selain kandungan ini, Setiap 100 gram jamur tiram segar
ternyata juga mengandung 45,65 kalori; 8,9 mg kalsium: 1,9 mg besi; 17,0 mg fosfor. 0,15 mg Vitamin B1; 0,75 mg
vitamin B2 dan 12,40 mg vitamin C (Nasution 2016). Selain nilai gizi, jamur tiram juga diketahuai mempunyai
kemampuan sebaga antibakteri (Zahro and Agustini 2013), antioksidan (Sari 2012).
Universitas Negeri Medan memiliki banyak lahan, hanya saja belum termanfaatkan dengan baik. Tempat
praktek lapangan langsung untuk mahasiswa pada matakuliah mikrobiologi tidak sepenuhnya terpenuhi. Dengan
adanya pengabdian ini diharapkan dapat meningkatkan fungsi lahan kosong dengan baik, disamping itu dapat
menjadi objek edukasi lapangan dalam skala kecil untuk mahasiswa yang belajar biologi khususnya mikrobiologi.
Selain itu kita dapat mengetahui kandungan gizi yang terkandung dalam jamur tiram. Proses menanam jamur tiram
yang benar, penentuan masa panen dan cara memanen jamur tiram yang benar, mengetahui hal-hal saja yang perlu
diperhatikan untuk mengurangi kegagalan dalam pembudidayaan jamur tiram, dan pengendalian jamur yang sudah
terkena hama atau penyakit.
Banyaknya keuntungan yang diperoleh dengan budidaya jamur tiram ini, maka diperlukan usaha atau
kegiatan yang mendorong terbentuknya tempat budidaya jamur tiram di lingkungan kampus Universitas Negeri
medan. Hal ini bertujuan selain sebagai pemanfaatan lahan untuk produktivitas, juga sebagai tempat untuk
mahasiswa melakukan pengamatan langsung tentang jamur khususnya mahasiswa biologi.
METODE
Kegiatan ini direncanakan dilakukan dengan pendekatan sosialisasi dan metode pelatihan. Rencana kegiatan
ini meliputi beberapa tahapan-tahapanyang dilakukan dengan melihat permasalahan yang ada dimana pemanfaatan
lahan di FMIPA unimed belum maksimal. Upaya yang dilakukan adalah memberikan pelatihan bagaimana cara
pemanfaatan tanaman jamur tiram melalui tiga tahapan, yaitu : (1) pemamparan materi tentang gambaran umum
tentang tanaman Jamur tiram, manfaat jamur tiram, langkah-langkah melaksanakan pembuatan budidaya jamur
tiram, (2) Penanaman jamur tiram, perawatan dan pengendalian hama (3) Pemanfaatan tanaman jamur tiram sebagai
objek edukasi wisata, (4) Review/ Analisis terhadap pelatihan yang telah dilaksanakan serta menarik
kesimpulan.Dengan diberikannya pengetahuan dan pemahaman dalam melakukan budidaya tanaman jamur tiram
menjadi bekal bagi para mahasiswa dan dosen untuk pengembangan yang lebih maksimal.
Jamur yang telah dipanen (dicabut), pada bagian akarnya masih banyak menempel kotoran berupa serbuk
kayu (media tumbuh), sehingga pada bagian akar tersebut harus dibersihkan dengan memotong bagian tersebut
dengan menggunakan pisau yang bersih (lebih baik pisau stainless steel). Dengan cara tersebut, disamping
kebersihan jamur lebih terjaga, daya simpan jamur menjadi lebih lama. Pemotongan bagian jamur tidak perlu
dipotong pada setiap cabang-cabangnya, sebab apabila hal tersebut dilakukan akan memacu tingkat kerusakan
jamur, seperti cepat layu atau cepat busuk. Kondisi lainnya menunjukkan bahwa, FMIPA sebagai mitra, mendukung
penuh kegiatan tersebut dengan menyediakan lahan. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan budidaya jamur tiram di
lingkungan kampus merupakan kegiatan positif yang bisa terus dikembangkan sehingga menghasilkan nilai ekonomi
yang semakin baik dengan pasar yang menjanjikan dan juga sebagai tempat mahasiswa biologi khususnya untuk
peningkatan kualitas pembelajaran (Gambar 3) dengan mendatangi tempat-tempat budidaya sehingga meningkatkan
partisipatif mahasiswa (Ridlo and Alimah 2013). Terobosan inovasi pada kegitan berikutnya dibutuhkan untuk
peningkatan produktivitas industri dan melahirkan perusahaan pemula berbasis teknologi, seperti yang banyak
bermunculan di Indonesia saat ini sebagai bentuk menyahuti tantangan industri 4.0 (RISTEKDIKTI 2018).
KESIMPULAN
Kegiatan pengabdian di lingkungan FMIPA Unimed merupakan suatu kegiatan dalam meningkatan
produktivitas lahan kampus. Pemanfaatan lahan tersebut menunjukkan nilai positif dengan hasil budidaya jamur
juga sebagai tempat pembelajaran matakuliah bagi mahasiswa. Hal ini mendorong untuk terus dikembangkan agar
menghasilkan nilai ekonomi yang signifikan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Rektor Universitas Negeri Medan dan Ketua LPM
Universitas Negeri Medan serta Dekan FMIPA Universitas Negeri Medan yang telah memberikan dana dan sarana
sehingga pengabdian ini dapat dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Andika, Soewarto Hardhienata, and Andi Chairunnas. 2012. “Model Pengaturan Suhu Dan Kelembaban
Pada Ruang Jamur Tiram Menggunakan Sensor Dht11 DanMikrokontroler.” Journal Article.
Anita, Lusia, Br Sagala, Erni Aprilina, Abu Sonip, and Maya Risanti. 2015. “PENUMBUHAN MISELIUM
JAMUR TIRAM PUTIH ( Pleurotus Ostreatus ) PADA MEDIA SORGUM DAN ANALISIS FOURIER
TRANSFORM INFRARED ( FTIR ).” E-Journal.
https://doi.org/https://dx.doi.org/10.3390/antibiotics6040030.
Nasution, Jamilah. 2016. “Kandungan Karbohidrat Dan Protein Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) Pada
Media Tanam Serbuk Kayu Kemiri (Aleurites Moluccaana) Dan Serbuk Kayu Campuran.” Jurnal Eksakta.
Ridlo, S, and S Alimah. 2013. “Strategi Pembelajaran Biologi Berbasis Kompetensi Dan Konservasi.” Biosaintifika:
Journal of Biology & Biology. https://doi.org/10.15294/biosaintifika.v5i2.2752.
RISTEKDIKTI. 2018. “Pengembangan Iptek Dan Pendidikan Tinggi Di Era Revolusi Industri 4.0.” RISTEKDIKTI.
2018.
Sari, irna rini mutia. 2012. “Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Jamur Pleurotus Ostreatus DENGAN METODE
DPPH DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN SENYAWA KIMIA DARI FRAKSI TERAKTIF.” Universitas
Indonesia.
Wibawa, Lutfi. 2016. “Strategi Pemasaran Jamur Tiram.” Staff.Uny.Ac.Id. https://doi.org/10.1007/s11258-015-0478-
4.
Zahro, Latifatuz, and Rudiana Agustini. 2013. “Uji Efektivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Saponin Jamur Tiram
Putih (Pleurotus Ostiram Putihtreatus) Terhadap Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli.” UNESA
Journal of Chemistry.
Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga, Program Studi Tata Boga, Fakultas Teknik,
Universitas Negeri Medan
Abstrak
Ikan lele adalah salah satu jenis ikan air tawar seperti di sungai yang airnya tidak terlalu deras atau
di perairan yang tenang seperti danau, waduk telaga, rawa serta genangan genangan air seperti
kolam merupakan lingkungan hidup ikan lele .Ikan lele merupakan ikan asli perairan Indonesia yang
dibudidayakan dan menjadi bahan pangan masyarakat Indonesia. Konsumsi ikan lele pada beberapa
tahun terakhir ini semakin meningkat. Kalau dahulu ikan lele dipandang sebagai ikan dengan harga
murah dan pada umumnya hanya dikonsumsi oleh keluarga petani saja, sekarang ternyata
konsumennya makin meluas. Rasa dagingnya khas dan cara memasak dan menghidangkan yang
secara tradisional ini ternyata sekarang menjadi kegemaran masyarakat luas bahkan banyak pula
restoran besar yang telah menghidangkannya. Lemak ikan air tawar sangat sedikit mengandung
kolesterol, hal ini sangat menguntungkan bagi kesehatan karena kolesterol yang berlebih dapat
menyebabkan terjadinya penyumbatan pembuluh darah dan penyakit jantung koroner. Kandungan
Gizi Per 100 gr ikan Lele : Energi 93,1 kal, Air 78,1g, Protein 18,2g, Lemak 2,2 g, Karbohidrat 0
g, Mineral 1,5 g, Kalsium 116 mg, Fospor 116 mg, Besi 0,3 mg, Vitamin A 0,1 mg,Vitamin B 0,1
mg. Dilihat dari adanya potensi sumber daya alam ikan lele dan lengkapnya kandungan gizi pada
ikan lele maka terobosan kelompokPKM pemanfaatan ikan lele sebagai bahan pangan yaitu program
PKM dengan memberdayakan usaha kelompok Melati dan Kenangan berkeinginan menjadikan ikan
lele sebagai salah satu bentuk penanekaragaman pangan dengan mengolah ikan lele menjadi Mi
dari ikan lele , Hasil olahan mi ikan lele menjadi mi goring, bitter ballen mi, dan schotel mi ikan
lele, stick dan keripik ikan lele. Target luaran kegiatan program PKM ini 1)Mi dari ikan lele ,
2)Hasil olahan mi ikan lele (mi goring, bitter ballen mi, dan schotel mi ikan lele), stick dan keripik
ikan lele 3) Alat Pencetak keripik / mi ikan lele. Tujuannya untuk memberdayakan kelompok Melati
dan kelompok Kenanga menjadi lebih produktf. Salah satunya yaitu memberikan pengetahuan dan
teknologi tepat guna, kegiatan yang berupa pemanfaatan ikan lele menjadi menjadi Mi dari ikan
lele , Hasil olahan mi ikan lele men jadi mi goring, bitter ballen mi, dan schotel mi ikan lele, stick
dan keripik ikan lele dengan menggunakan teknologi tepat guna berupa alat pencetak mi yang secara
langsung dapat dipasarkan dalam bentuk mi ikan lele mentah dan hasil olahan mi ikan lele
dalam bentuk anekaragam yang lain misalnya mi goring, bitter ballen mi, dan schotel mi ikan lele,
stick dan keripik ikan lele sehingga menjadi bekal, berpeluang untuk berwira usaha dan mampu
menciptakan pasar kerja baru yang mandiri dan dapat berkembang. Metode yang digunakan dalam
kegiatan PKM ini metode pendekatan melalui metode sosialisasi, metode pelatihan produksi,
pelatihan kewirausahaan (manajemen usaha) dan pelatihan penggunaan alat dan pendampingan.
PENDAHULUAN
Ikan lele adalah salah satu jenis ikan air tawar seperti di sungai yang airnya tidak terlalu deras atau di
perairan yang tenang seperti danau, waduk telaga, rawa serta genangan genangan air seperti kolam merupakan
lingkungan hidup ikan lele. Di berbagai daerah, ikan lele diberi nama menurut bahasa masing-masing, di Pulau Jawa
disebut ikan lele, di Sumatera disebut ikan kalang, di Kalimantan disebut pintet, di Makasar disebut ikan keeling
(Keli ). Namun, nama yang paling popular ialah lele (Najiyati,1996). Dalam Bahasa Inggris disebut Cat Fish. Nama
ini dipakai sebagai nama dalam perdagangan atau nama internasional, disebut demikian mungkin karena ikan ini
berkumis seperti cat (kucing).
Ikan lele mempunyai organ insang tambahan yaitu arborescent atau biasa juga disebut dengan labyrinth . Alat
ini memungkinkan ikan lele untuk mengambil nafas langsung dari udara sehingga dapat hidup di tempat yang
beroksigen rendah. Ikan lele relative tahan terhadap pencemaran bahan-bahan organic. Ikan lele bersifat nokturnal
artinya ikan lele aktif pada malam hari atau lebih menyukai tempat yang gelap. Pada siang hari yang cerah, ikan lele
lebih suka berdiam di dalam lubang lubang atau tempat yang terang dan aliran air tidak terlalu deras.
Makanan alami ikan lele ialah binatang-binatang renik seperti kutu-kutu air,cacing-cacing,larva (jentik-jentik
serangga),siput-siput kecil dan sebagainya. Selain bersifat carnivore (pemakan daging), ikan lele juga makan sisa
sisa benda yang membusuk, sedangkan tumbuhan kurang disenangi. Warna tubuh ikan lele ikan lele beragam,ada
yang cokelat gelap, cokelat terang, hitam agak kelabu , putih dan merah (Najiyati,1996)
Ikan lele merupakan ikan asli perairan Indonesia yang dibudidayakan dan menjadi bahan pangan masyarakat
Indonesia. Konsumsi ikan lele pada beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat. Kalau dahulu ikan lele
dipandang sebagai ikan dengan harga murah dan pada umumnya hanya dikonsumsi oleh keluarga petani saja,
sekarang ternyata konsumennya makin meluas. Rasa dagingnya khas dan cara memasak dan menghidangkan yang
secara tradisional ini ternyata sekarang menjadi kegemaran masyarakat luas bahkan banyak pula restoran besar
yang telah menghidangkannya. Sebelumnya masyarakat hanya mengandalkan tangkapan dari alam untuk
mendapatkan ikan lele , namun belakangan ini mereka sudah mulai membudidayakannya untuk memenuhi
kebutuhan ikan lele yang semakin meningkat.Ada dua macam ikan lele yang biasa dibudidayakan di Indonesia
yaitu ikan lele local dan ikan lele dumbo. Ikan lele local merupakan ikan lele asli Indonesia yang penyebarannya
meluas hampir di seluruh pelosok Indonesia, Sementara itu ikan lele dumbo merupakan varietas baru yang
diperkenalkan pada tahun 1984 dan masuk ke Indonesia pada tahun 1986. Menurut Hutagalung (2007), produksi
ikan lele di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini semakin meningkat cukup signifikan, dan sekitar 60000 ton
tahun 2004 menjadi 79000 ton dan pada tahun 2010 mencapai 175.000 ton, ditargetkan adanya peningkatan rata rata
2000 ton pertahun. Namun saatini keadaan sedikit berubah. Sekarang ikan lele sudah agak populer sehingga
permintaan kebutuhan ikan lele pun cenderung meningkat
(http://infoku.edublogs.org/2011/04/15/manfaat-ikan-lele/).
Najiyati (1996) Lemak ikan air tawar sangat sedikit mengandung kolesterol,rendah lemak dan tinggi protein,
calcium dan fosppor. hal ini sangat menguntungkan bagi kesehatan karena kolesterol yang berlebih dapat
menyebabkan terjadinya penyumbatan pembuluh darah dan penyakit jantung koroner. Kandungan Gizi Per 100 gr
ikan Lele : Energi 93,1 kal, Air 78,1g, Protein 18,2g, Lemak 2,2 g, Karbohidrat 0 g, Mineral 1,5 g, Kalsium
116 mg, Fospor 116 mg, Besi 0,3 mg, Vitamin A 0,1 mg,Vitamin B 0,1 mg.
Di sisi lain, peningkatan jumlah produksi lele ini tidak diikuti dengan pengolahan lele yang bervariasi.
Pengolahan yang paling populer adalah dengan digoreng, dan disajikan sebagai pecel lele, lele sambal dan gulai ikan
lele. Bentuk pengolahan lain adalah dengan diberi bumbu mangut (mangut lele). Jenis olahan lele yang monoton ini
dikhawatirkan dapat menyebabkan kebosanan pada masyarakat dalammengkonsumsi lele. Selain itu, olahan yang
ada selama ini cenderung kurang disukai oleh anak-anak padahal nilai kandungan gizi dalam lele sangat baik bila
dikonsumsi anak anak. Meskipun produk makanan olahan dan produk perikanan lainnya juga dapat dibuat dengan
bahan baku utama ikan, tetapi dengan memanfaatkan hasil pengolahan perikanan berarti turutmembantu dan
meningkatkan pemanfaatan ikan yang memiliki nutrisi yang tinggi.Oleh karena itu ikan lele perlu dilakukan upaya
pengolahan ikan lele tersebut menjadi produk yang bernilai ekonomis di antaranya adalah dengan membuat mi ikan
lele (mi goring,bitter ballen mi, dan schotel mi ikan lele), stick dan keripikikan lele. Dengan adanya diversifikasi
olahan lele menjadi mi ikan lele , olahan mi ikan lele diolah menjadi (mi goring,bitter ballen mi, dan schotel mi
ikan lele), stick dan kerupuk ikan lele diharapkan dapat meningkatkan jumlah konsumsi lele pada masyarakat
mengingat mi ikan lele dan olahan mi ikan lele menjadi (mi goreng,bitter ballen mi, dan schotel mi ikan lele), stick
dan keripik ikan lele tersebut merupakan jenis makanan yang sangat disukai oleh masyarakat baik anak-anak
maupun dewasa. Pembuatan mi ikan lele dan olahan mi ikan lele menjadi (mi goring,bitter ballen mi, dan schotel
mi ikan lele), stick dan keripik ikan lele ini dapat menjadi salah satu pilihan untuk memulai wirausaha.Hal ini juga
menjadi peluang yang sangat bagus bagi kelompok budidaya lele yang ingin mendapatkan penghasilantambahan
karena bahan baku serta cara pembuatan mi ikan lele dan olahan mi ikan lele menjadi (mi goring,bitter ballen mi,
dan schotel mi ikan lele), stick dan keripik ikan lele cukup mudahdan murah.
Kandungan gizi yang terdapat pada ikan lele mengandung rendah lemak dan tinggi protein, calcium dan
fosppor. Mie ikan lele (atau juga sering ditulis mie) merupakan adonan tipis dan panjang yang telah digulung,
ditipiskan, dan dimasak dalam air mendidih. Namun pada kegiatan ini, mie yang dibuat adalah mie basah. Mie basah
dapat digolongkan sebagai produk yang memiliki kadar air yang cukup tinggi (±60%), karena itu daya simpannya
tidak lama, biasanya hanya sekitar 2 - 3 hari. Agar supaya lebih awet, biasanya ditambahkan bahan pengawet
(kalsium propinat) untuk mencegah mie berlendir dan jamuran. Pencampuran ikan lele sebagi flavor pada mie akan
menambah nilai gizi mie karena lele itu sendiri mempunyai kalsium dan zat gizi lainya yang tinggi. Mie ikan lele
yang dihasilkan memliki tekstur yang kenyal dan rasa gurih. Rasa gurih diperoleh dari ikan lele dan rasa kenyal
diperoleh dari proses pemasakan dan pencampuran minyak pada mie.
Dilihat dari adanya potensi sumber daya alam berlimpah ikan lele setiap harinya yang diperoleh kelompok
Melati dan kelompok Kemangi dari peternak (budidaya lele ) di sekitar lingkungannya, maka terobosan
pemanfaatan ikan lele sebagai bahan pangan yaitu kelompok usaha Melati dan Kemangi berkeinginan menjadikan
ikan lele sebagai salah satu bentuk penanekaragaman pangan, yaitu ikan lele dijadikan mi ikan lele. Hasil olahan
mi ikan lele (mi goring,bitter ballen mi, dan schotel mi ikan lele), stick dan keripik ikan lele . Hasil wawancara
dengan mitra, bahwa prospek pengolahan ikan lele ini dari segi pasar atau permintaan, bisnis ini merupakan bisnis
yang mempunyai masa depan ( cemerlang) terlihat dari banyaknya permintaan yang datang dalam setiap harinya.
METODE PELAKSANAAN
Metode pelaksanaan yang digunakan adalah metode sosialisasi, metode pelatihan produksi, pelatihan
kewirausahaan (manajemen usaha) dan pelatihan penggunaan alat dan pendampingan.
Dari permasalahan yang telah dikemukakan, dan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, metode pendekatan yang
dilaksanakan dengan untuk memecahkan masalah tersebut secara operasional adalah sebagai berikut:
Memberikan teknologi pengolahan mi dari ikan lele dan keamanan pangan dengan metode sosialisasi dan pelatihan
produksi, karena mi dari ikan lele ini tujuan untuk dijual kepada masyarakat umum baik dalam bentuk mi mentah
atau matang terjaminnya mutu yang baik serta aman untuk dikonsumsi. Tujuan sosialisasi dan pelatihan produksi ini
memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang teknik pengolahan mi dari ikan lele danhasil olahan mi ikan
lele menjadi mi goring, bitter ballen mi, dan schotel mi ikan lele, stick dan keripik ikan lele, sanitasi dan hygiene
makanan untuk meningkatkan mutu dan keamanan pangan sehingga dapat dijadikan peluang pengembangan usaha.
Memberikan mesin pencetak mi secara elektronik dengan metode pendampingan untuk penggunaan alat pada
kelompok usaha keripik ikan lele Desa Kuta Baru Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Serdang Bedagai.
Memberikan pelatihan manajemen usaha ( kewirausahaan), sehingga dapat meningkatkan social ekonomi pada
kelompok usaha keripik ikan lele Desa Kuta Baru Kabupaten Serdang Bedagai.
Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan PKM ini dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan di lapangan dan pelaporan selama delapan
bulan. Tahap demi tahap dilakukan evaluasi sesuai dengan rencana materi pelatihan produksi dan pendampingan
yang telah disampaikan dan dilaksanakan. Kegiatan pelatihan dilaksanakan di mitra dan dilaksanakan selama tiga
bulan. Jumlah peserta pelatihan untuk mitra I dan II masing masing berjumlah Lima belas orang.
Acara pembukaan dihadiri oleh mitra satu, dan mitra dua. Pembukaan pelatihan dilakukan oleh ketua Kelompok
Usaha Keripik Lele Melati dan Kelompok Usaha Keripik Kemangi Desa Kuta Baru merupakan usaha mikro
rumahan yang ada di desa Kuta Baru Kabupaten Serdang Bedagai. Secara garis besar kegiatan pelatihan terbagi
menjadi tiga, yaitu tentang pembekalan materi tentang pemanfaatan ikan lele sebagai bahan pangan, praktek
pembuatan mi ikan lele, pengolahan mi ikan lele diolah menjadi mi goring, bakwan, schotel mi ikan lele, kue
bawang dan stick ikan lele , praktek penggunaan mesin pencetak mi ikan lele secara langsung melibatkan peserta
pelatihan, dan evaluasi kegiatan dilakukan dengan melalui monitoring hasil pelatihan yang dilakukan oleh tim
monitoring internal yaitu LPM. Dengan pemahaman dan praktek yang cukup diharapkan dapat meningkatkan
penggunaan ikan lele yang belum dimanfaatkan oleh kedua mitra sebagai mi ikan lele , sementara pemanfaatan
ikan lele mempunyai prospek yang baik sebagai produk pangan yang digemari masyarakat dan merupakan
alternative terbaik yang dapat ditawarkan kepada masyarakat sebagai makanan yang padat gizi yang merupakan
solusi bagi kebersihan dan kesehatan lingkungan hidup . Pembekalan materi diberikan pada hari pertama setelah
acara pembukaan oleh pemateri yang merupakan tim pelaksana. Tujuan pembekalan materi adalah untuk
memberikan pengetahuan dan pemahaman peserta terhadap :
Pengetahuan tentang ikan lele dapat diteknologikan menjadi mi ikan lele yang dapat digunakan sebagai
penganekaragaman pangan bergizi.
Pembekalan dan pelatihan penggunaan alat pencetak mi ikan lele
Pelatihan teknologi pengolahan mi ikan lele diolah menjadi mi goring, bakwan, schotel mi ikan lele , kue bawang
dan stick ikan lele. Pelatihan kewirausahaan, dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan mitra dalam
menerapkan manajemen usaha
4). Aktivitas PKM Kelompok Usaha Keripik Ikan Lele Di Desa Kutabaru Kecamatan Tebing Tinggi
besar. Kelompok Kelompok Usaha Keripik Lele Melati dan Kelompok Usaha Keripik Kemangi Desa Kuta Baru
dapat berwirausaha dengan menjual mi ikan lele mentah ataupun matang berupa olahan mi misalnya (mi goreng,
schotel mi , mi ikan lele isi telur puyuh ), kue bawang dan stick ikan lele.
Akhirnya Kelompok Usaha Keripik Lele Melati dan Kelompok Usaha Keripik Kemangi Desa Kuta Baru
melalui kegitan PKM ini dapat meningkatkan taraf ekonomi keluarga dengan menciptakan wira usaha baru
pembuatan dan penganekaragaman olahan mi dari ikan lele.
Peran serta mitra dalam kegiatan ini sangat aktif terbukti dari kehadiran Kelompok Usaha Keripik Lele
Melati dan Kelompok Usaha Keripik Kemangi Desa Kuta Baru Pemanfaatan ikan lele Dalam Pembuatan Mi pada
setiap pertemuan kegiatan mencapai 100 %. Kemudian anggota mitra dengan kesadaran sendiri menyimak
penyuluhan dan melakukan pelatihan dengan sungguh-sungguh. Selain itu kegiatan ini juga sangat didukung oleh
perangkat desa terlihat dari sambutan dari pejabat desa sehingga kegiatan ini dapat berlangsung dengan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Carla Maharani.(2013).Olahan Mie.Demedia.Jakartaya.
Hugalung,Sautt P . (2007). Pusat Data Statistik dan Informasi. Jakarta.
Made Astawan.(2005).Membuat Mi dan Bihun.Penebar Swadaya,Jakarta
Najiyati.(1996). Berternak lele dalam kolam.Penebar Swadaya.Jakarta
Suryanti.(2008).Membuat Mi Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta
Tim Dapur Demedia.(2008). Variasi Masakan MI. Demedia.Jakarta
Zely Indahan.(2010). Aneka Menu Sehat Serba Mie.Familia. Yogyakarta
Abstrak
Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan guru seni budaya dan
keterampilan/prakarya di SD Negeri 060877 Medan Perjuangan dalam memanfaatkan sampah
menjadi karya montase, kolase, dan mozaik. Telah diketahui bersama pentingya pembelajaran seni
budaya dan keterampilan/prakarya bagi murid Sekolah Dasar karena memiliki sifat multilingual,
multidimensional, dan multikultural. Oleh sebab itu, kompetensi guru dalam pembelajaran seni
budaya dan keterampilan/prakarya mutlak diperlukan. Menyikapi hal itu, telah dilakukan
pendampingan dalam rangka meningkatkan keterampilan guru dalam memanfaatkan sampah di SD
Negeri 060877 Medan Perjuangan Kota Medan. Metode pendampingan dilaksanakan melalui
beberapa tahap kegiatan, antara lain: persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi, serta tindak
lanjut. Luaran yang telah dihasilkan berdasarkan program pendampingan antara lain: (1) buku
panduan macam dan jenis sampah; (2) buku panduan bahan praktikum membuat karya montase,
kolase, dan mozaik; (3) buku panduan dan tutorial pembuatan karya montase, kolase, dan mozaik; (4)
karya montase, kolase, dan mozaik; dan (5) pameran karya montase, kolase, dan mozaik. Dengan
demikian, program pendampingan yang telah dilakukan dapat meningkatkan kompetensi guru dalam
pembelajaran seni budaya dan prakarya dalam memanfaatkan sampah menjadi karya montase,
kolase, dan mozaik.
Kata kunci: pembelajaran seni budaya dan prakarya, montase, kolase, dan mozaik
Abstract
This activity aims to improve the skills of cultural arts and skills / crafts teachers in SDN 060877
Medan Perjuangan in utilizing waste into montage, collage and mosaic works. It is well known that
the importance of learning art and culture and skills / craft for elementary school students is because
they are multilingual, multidimensional, and multicultural. Therefore, teacher competence in learning
cultural arts and skills / crafts is absolutely necessary. In response to this, assistance has been made
in order to improve teacher skills in utilizing waste in SDN 060877 Medan Perjuangan, Medan.
Mentoring methods are carried out through several stages of activities, including: preparation,
implementation, evaluation and reflection, and follow-up. Outcomes that have been generated based
on mentoring programs include: (1) manuals of types and types of waste; (2) practicum materials
manuals make montage, collage and mosaic works; (3) guidebooks and tutorials for making montage,
collage and mosaic works; (4) montage, collage and mosaic works; and (5) exhibition of montage,
collage and mosaic works. Thus, the mentoring program that has been carried out can improve
teacher competency in learning art and culture in using waste into montage, collage and mosaic
works.
Key words: cultural arts learning and craft, montage, collage, and mosaic
PENDAHULUAN
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah dan
pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat (UUD
Sisdiknas BAB VI). Sebagai pendidikan dasar maka kualitas pelaksanaan pendidikan di SD sangat menentukan
kualitas pelaksanaan pendidikan pada jenjang pendidikan berikutnya.
Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah dan
pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat (UUD
Sisdiknas BAB VI). Sebagai pendidikan dasar maka kualitas pelaksanaan pendidikan di SD sangat menentukan
kualitas pelaksanaan pendidikan pada jenjang pendidikan berikutnya.
Pelaksanaan kegiatan pembelajaran di setiap jenjang pendidikan mengacu kepada kurikulum. Kurikulum
yang berlaku di sekolah-sekolah di Indonesia sekarang adalah kurikulum 2006 atau kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan kurikulum 2013. Struktur kurikulum 2006 memuat delapan mata pelajaran di tambah satu
muatan lokal dan satu pengembangan diri. Mata pelajaran yang tercantum dalam struktur kurikulum 2006 adalah;
(1) Pendidikan Agama; (2) Pendidikan Kewarganegaraan; (3) Bahasa Indonesia; (4) Matematika;(5) Ilmu
Pengetahuan Alam; (6) Ilmu Pengetahuan Sosial; (7) Seni Budaya dan Keterampilan; dan (8) Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan.
Jumlah mata pelajaran pada kurikulm 2013 menyusut menjafi empat mata pelajaran yang dibagi atas
kelompok A, yaitu mata pelajaran yang memberikan orientasi kompetensi lebih kepada aspek intelektual dan afektif,
yaitu; (1) Pendidikan Agama; (2) Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan; (3) Bahasa Indonesia; (4)
Matematika, dan kelompok B, adalah mata pelajaran yang lebih menekankan kepada aspek afektif dan psikomotor,
yaitu; (1) Seni Budaya dan Prakarya (termasuk Muatan Lokal); (8) Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
(termasuk Muatan Lokal).
Salah satu mata pelajaran di SD adalah Seni Budaya dan Keterampilan/Prakarya. Kurikulum 2006
menyebutnya dengan nama Seni Budaya dan Keterampilan, sedangkan kurikulum 2013 menyebutnya dengan nama
Seni
Budaya dan Prakarya, namun terakhir disepakati dengan sebutan Seni Budaya dan Keterampilan/Prakarya.
Mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan/Prakarya memuat lingkup materi pembelajaran Seni Rupa, Seni
Drama, Seni Musik, Seni Tari, dan Keterampilan/Prakarya yang harus diajarkan mulai dari kelas I sampai kelas VI.
Pentingya pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan/Prakarya bagi murid SD karena memiliki sifat
multilingual, multidimensional, dan multikultural. Secara multilingual dapat mengembangkan kemampuan ekspresi
diri dalam bahasa rupa, bunyi dan gerak berkarya nyata menggunakan berbagai cara, teknik, dan media. Secara
multidimensional mengembangkan kompetensi pengamatan (persepsi), pengetahuan, pemahaman, analisis,
penilaian, apresiasi, dan produktivitas. Hal ini dapat menyeimbangkan fungsi otak sebelah kanan dan kiri, fungsi
sosial, dan fungsi psikologis dengan cara memadukan secara harmonis unsur-unsur logika, kinestetika (gerak alami),
etika, dan estetika. Secara multicultural mengandung makna bahwa Seni Budaya dan Keterampilan/Prakarya
mengembangkan kesadaran dan kemampuan ber-apresiasi terhadap keragaman budaya lokal, nusantra maupun
mancanegara sebagai wujud pembentukan sikap menghargai, toleransi, demokrasi, beradab, dan hidup rukun dalam
masyarakat dan budaya yang majemuk (Depdiknas, 2003).
Pentingnya pelaksanaan mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan/Prakarya di SD semakin terlihat
dengan adanya penyempurnaan kurikulum 2006 ke kurikulum 2013 yang pelaksanaanya secara bertahap dilakukan
mulai tahun 2013. Jumlah jam pelajaran bertambah dari empat jam per minggu menjadi enam jam per-minggu. Mata
pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan/Prakarya dalam kurikulum 2013 masuk kelam kelompok B, yaitu
pelajarannya lebih kepada aspek afektif dan psikomotor, dengan demikian, maka kegiatan pembe;ajaran yang
dominan yang dilakukan Guru adalah mengembangkan psikomotorik dan paktikum. Standar Kompetensi (SK) yang
harusdicapai adalah; (1) murid mampu mengkomunikasikan persepsi tentang benda jadi atau perkakas buatan
manusia (artefak) dan budaya dari wilayah lokal, Nusantra dan mancanegara, dengan menggunakan kepekaan
inderawi untuk mengasah proses berfikir dalam tahapan memahami, menanggapi, mereflek, menganalisis, dan
mengevaluasi serta proses merasakan nilai guna maupun nilai keindahan dari produk kerajinan yang disajikan dalam
bentuk gambar rencana dan atau bentuk sebenarnya, dan (2) murid mampu mengaplikasikan pengetahuan dan
keterampilan sesuai dengan kemampuan dalam bentuk karya/kreasi benda jadi atau perkakas (artefak) berdasarkan
pengalaman apresiasi yang didapatnya menggunakan berbagai bahan alam maupun buatan dengan mengutamankan
nilai budaya lokal (local genius), nilai guna dan nilai estetika, serta tata cara dalam pameran (Depdiknas, 2003b).
Namun pada kenyataannya seperti yang ditemukan di SD Negeri 060877 Medan Perjuangan, kegiatan
pembelajarn lebih banyak terfokus kepada pencapaian ranah kognitif, terutama untuk mata pelajaran yang diujikan
pada ujian nasional saja, akan halnya pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan/Prakarya lebih sering
ditinggalkan atau diganti dengan mata pelajaran lain yang dianggap sekolah lebih penting. Kalaupun diajarkan, lebih
banyak diarahkan kepada seni suara/vocal. Guru-guru sangat senang pelaksanaan materi pelajaran ini diganti dengan
pelajaran lain karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengajarkan materi-materi pelajaran tersebut.
Menurut Guru, untuk dapat menguasai materi Seni Budaya dan Keterampilan/Prakarya perlu bakat, dan mereka
tidak ada bakat untuk itu. Di samping itu Guru-guru SD Negeri 060877 Medan Perjuangan juga berpendapat, bahwa
pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan/Prakarya tidak penting, karena tidak di-eptanas-kan. Bahkan diantara
Guru-guru tersebut ada yang setuju jika mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan/Prakarya dihapus dari
struktur program kurikulum.
Aspek permasalahan lain adalah dalam penggunaan bahan praktikum Seni Budaya dan
Keterampilan/Prakarya. Bila guru melaksanakan kegiatan pembelajaran Seni Budaya dan Keterampilan/Prakarya,
maka bahan praktikum yang dipergunakan Guru masih berorientasi kepada barang pabrik yang diperjual- belikan di
pasar. Artinya, bahan untuk pembuatan karya harus dibeli, dan sering kali harga relatif mahal untuk kegiatan
pembelajaran di SD. Padahal berbagai bahan terbuang (sampah) yang ada di sekitar murid dapat dijadikan sebagai
bahanpraktikum. Bahan-bahan tersebut bisa berupa barang-barang bekas, bagian dari tumbuh-tumbuhan, tanah liat,
biji-bijian, dan atau batu-batuan. Penggunaan barang bekas sebagai bahan pembelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan/Prakarya memberikan keuntungan ganda. Di samping dapat dicapainya tujuan pembelajaran dengan
efektif, efisien, dan juga anak dididik untuk mencintai kebersihan dan lingkungan.
SD Negeri 060877 Medan Perjuanagn berlokasi di jalan Ibrahim Umar Kecamatan Medan Perjuangan,
kegiatan pembelajaran di SD ini dilaksankan oleh 14 orang Guru Kelas, 1 orag Guru Agama, 1 orang Guru
Olahraga, 2 orang Guru Bahasa Inggris, 1 orang Guru Komputer, 1 orang Guru Pra, dan 1 orang Tata Usaha. Dari
14 orang Guru Kelas tersebut dapat dirincikan sebanyak 9 orang (64,28%) sudah Pegawa Negeri Sipil (PNS) dan 5
orang (35,71%) Guru honorer.
Bervariasinya kemampuan Guru yang ada di SD Negeri 060877 Medan Perjuangan ini terlihat dari Jenjang
Pendidikan, Jurusan, dan Status Kepegawaian yang ada. Berdasarkan data yang ada tidak ada satupun Guru yang
memiliki background Jurusan atau pernah mengikuti pelatihan tentang kesenian, maka dari pada itu kegiatan
Pengabdian kepada Masyarakat ini difokuskan kepada dua aspek utama dalam pelaksanaan pembelajaran Seni
Budaya dan Keterampilan/Prakarya, yaitu; (1) manajeman bahan praktikum pembelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan/Prakarya dan; (2) penguasaan dan penerapan materi pembelajaran Seni Budaya dan
Keterampilan/Prakarya.
kegiatan utama dapat diselesaikan dengan baik. Namun, jika terdapat kendala dalam melaksanakan program utama,
maka program selanjutnya belum dapat dilanjutkan.
Pelaksanaan evaluasi dan keberlanjutan program pada kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini, dapat
dilihat pada gambar 1 berikut:
Gambar 1. Pelaksanaan, Evaluasi, dan Tindak Lanjut Program Pengabdian kepada Masyarakat
Gambar 2. Praktek Pembuatan Mozaik, Kolase, dan Montase oleh Guru-Guru SD Negeri 060877 Medan
Perjuangan
Kegiatan pameran merupakan tahap akhir dari kegiatan pendampingan pembelajaran seni budaya dalam
upaya meningkatkan keterampilan guru dalam memanfaatkan sampah di SD Negeri 060877 Medan Perjuangan Kota
Medan. Tujuan dari kegiatan pameran ini untuk memperlihatkan karya kolase, montase, dan mozaik yang sudah
dibuat oleh guru-guru peserta pendampingan kepada peserta didik di sekolah tersebut. Melalui kegiatan pameran
peserta didik dapat termotivasi untuk membuat karya yang lebih baik dan bernilai terutama dari bahan sampah yang
ada di sekitarnya.
Gambar 3. Guru-Guru SD Negeri 060877 Medan Perjuangan dan Karya Kolase, Mozaik, dan Montase mereka
Berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi diperoleh gambaran terkait dengan tingkat capaian keberhasilan dan
faktor kendala jika program pengabdian yang dilakukan belum berhasil sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan
observasi dan analisis, tingkat keberhasilan program pengabdian dapat dijabarkan seperti pada tabel berikut.
Tabel 1. Tingkat Keberhasilan Program Pengabdian
Persentase
No Kegiatan Kualifikasi
Keberhasilan
1 Pemaparan materi tentang pemanfaatan sampah 90 %
Sangat Baik
dalam pembelajaran seni budaya
2 Praktek membuat kolase, montase, dan mozaik 88 % Sangat Baik
3 Pameran 85 % Sangat Baik
Menurut Firman (2000:56), keberhasilan sebuah program ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: (a)
berhasil mengantarkan peserta mencapai tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan, (b) memberikan
pengalaman belajar yang atraktif, melibatkan peserta secara aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan
instruksional, dan (c) memiliki sarana-sarana yang menunjang proses pembelajaran. Selain itu, dijelaskan juga
bahwa keberhasilan program ditandai dengan persentase keberhasilan minimal ≥ 75 % pada kategori baik.
Meskipun tingkat keberhasilan program pengabdian berada pada kategori Sangat Baik (SB), terdapat
beberapa kendala yang diperoleh berdasarkan program pengabdian, di antaranya:
• Guru kurang memahami pembelajaran SBdP pada kurikulum 2013 dikarenakan tidak semua guru berlatar
belakang pendidikan seni rupa, sehingga untuk membuat gambar sebagai dasar pembuatan kolase, montase,
dan mozaik menjadi terhambat.
• Guru kurang maksimal dalam memanfaatkan barang-barang bekas (sampah) di sekitarnya.
• Pada saat pameran terkendala dengan tidak adanya ruangan yang refresentatif.
Tindak lanjut merupakan feedback dari hasil evaluasi program pengabdian. Tindak lanjut mengarahkan
keberlanjutan program atau peningkatan program yang dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Berdasarkan
hasil evaluasi dan refleksi perlu dilakukan tindak lanjut sebagai berikut.
a. Pendampingan berkelanjutan tentang pembelajaran Seni Budaya dan Prakarya (SBdP).
b. Pendampingan berkelanjutan tentang pemanfaatan sampah menjadi karya yang bernilai dalam pembelajaran
Seni Budaya dan Prakarya (SBdP).
Berdasarkan paparan di atas, program pendampingan berkelanjutan diharapkan dapat menjadikan SD Negeri
060877 Medan Perjuangan Kota Medan menjadi sekolah binaan berkelanjutan LPM Unimed sebagai upaya
meningkatkan kompetensi guru dalam pembelajaran Seni Budaya dan Prakarya (SBdP) sesuai dengan tuntutan
kurikulum 2013 di SD.
KESIMPULAN
Program pendampingan pembelajaran seni budaya dalam upaya meningkatkan keterampilan guru dalam
memanfaatkan sampah di SD Negeri 060877 Medan Perjuangan Kota Medan telah berhasil dilakukan secara efektif.
Hal ini tergambar dari meningkatkan pemahaman guru tentang pembelajaran Seni Budaya dan Prakarya (SBdP)
khususnya pada materi kolase, montase, dan mozaik. Selain itu, terlihat dari pemahaman guru dalam memanfaatkan
sampah kertas di sekitarnya menjadi karya seni yang bernilai dalam bentuk kolase, montase, dan mozaik. Meskipun
demikian, masih terdapat beberapa kekurangan berdasarkan program pengabdian yang dilakukan tersebut. Dengan
demikian, masih diperlukan pendampingan berkelanjutan sebagai upaya peningkatan kompetensi guru dalam
pembelajaran SBdP sesuai tuntutan kurikulum 2013 di SD pada masa yang akan datang.
DAFTARPUSTAKA
Depdiknas. 2006a. Pelayanan Profesional Kurikulum 2006. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2003b. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kerajinan Tangan dan Kesenian. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Lampiran. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 67 Tahun 2013 tentang KD
Kurikulum SD.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar
Gafika.
Abstrak
Tujuan kegiatan adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mitra dalam memanfaatkan
kain tenun songket Batubara yang cacat (reject), mengefektifkan sistem manajemen dan pemasaran
berbasis on line. Mitra adalah Tenun Annur dan Tenun Annisa di desa Barung- Barung. Target
luaran adalah produk souvenir, sistem manajemen usaha pemasaran online dan artikel ilmiah.
Metode kegiatan dilakukan dalam bentuk pendampingan melalui tahap penyuluhan dan pelatihan
dengan metode ceramah, tanya jawab, demonstrasi yang meliputi persiapan, pelaksanaan, dan
evaluasi. Untuk melihat tingkat keberhasilan kegiatan dilakukan pemantauan dan evaluasi yang dapat
dilihat pada saat persiapan, proses dan akhir kegiatan. Pertemuan pertama meliputi persiapan dan
perencanaan, pada tahap pelaksanaan dilakukan penyuluhan meliputi pengetahuan memanfaatkan
kain tenun reject. Pelatiham membuat tempat tissue, tas, dompet dan taplak meja, manajemen usaha,
dan mendampingi mitra pelatihan memasarkan produk dengan media online. Hasil dari kegiatan
Mitra 1 dan 2 telah memiliki pengetahuan dan keterampilan membuat berbagai tas, dompet dan
taplak meja. menyusun manajemen usaha yang sederhana dan membuat buku kas dan mitra sudah
memiliki website dan memanfaatkan media online sebagai sarana memasarkan produk. Produk di
tata di Cluster Workshop dan Rumah Kreatif Batubara. Produk aneka souvenir telah di pamerkan di
berbagai event pameran nasional. Dampak kegiatan penenun mampu meningkatkan ekonominya,
serta dapat mengurangi pengangguran di Kabupaten Batubara. Hal ini terlihat dari beberapa warga
sudah bergabung di usaha tersebut.
PENDAHULUAN
Perkembangan tekstil dalam pengaplikasiannya pada ranah kriya, tidak lepas dari perkembangan
kebudayaan. Pada tataran budaya visual, inovasi kriya dalam revivalisasi produk terapan tekstil tradisional
merupakan langkah pewarisan budaya penggalian terhadap kearifan lokal. Hal ini perlu agar diperoleh gambaran
kongkrit mengenai upaya pengembangan artefak berbasis kearifan lokal, khususnya yang memacu sektor industri
kreatif. Industri kreatif dapat didefinisikan sebagai industri yang berasal dari pemanfaatan kreatifitas, keterampilan
serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan
mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Pemerintah Indonesia dalam hal ini Departemen
Perdagangan RI telah menetapkan 14 sektor industri kreatif, dua diantaranya adalah kerajinan (kriya) dan feyshen.
Mengingat Kabupaten Batubara pada umumnya adalah daerah pengrajin kain songket yang dikenal sejak
lama Kain songket adalah salah satu kekayaan kain tenun budaya asli Indonesia. Dengan motif khas beraksen
benang perak atau emas, namanya masyhur seantero Indonesia, bahkan dunia. Pembuatan kain songket masih
dilakukan secara tradisional dengan menggunakan alat tenun yang biasa disebut ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).
Penenun pun biasanya berasal dari desa sekitar wilayah Batubara dengan keterampilan menenun diperoleh secara
turun temurun, motif tenun songket identik dengan hewan dan tumbuhan setempat.
Desa Barung-barung merupakan salah satu desa di Kabupaten Batubara, ada 8 kelompok penenun kain
songket Batubara yang masih memproduksi kain songket. Dua diatara penenun tersebut adalah ibu Nurhayati (mitra
1) dan ibu Syamsiah (mitra 2). Usaha tenun kain songket ibu Nurhayati merupakan usaha yang sudah dilakukan
secara turun temurun. Diawali dengan sang nenek lalu ibu dan usaha tersebut sampai sekarang dilanjutkan oleh ibu
Nurhayati. Sudah hampir 10 tahun ibu Nurhayati mengelola usaha tersebut. Ada 12 penenun tetap yang bekerja
dengan beliau, 7 orang penenun lagi melakukan kegiatan menenun di rumah masing-masing dengan alat tenun yang
mereka miliki sendiri, 5 orang penenun melakukan pembuatan songket di lokasi usaha. Sementara itu ibu Syamsiah
sudah mengelola sejak 7 tahun dengan jumlah penenun 4 orang yang semuanya melakukan proses produksi
menenun di rumah beliau.
Ibu Nurhayati dan ibu Syamsiah (mitra2) selama ini memproduksi berbagai jenis kain tenunan berupa kain
sarung, setelan sarung dan selendang, bahan untuk membuat busana dari tenunan songket Batubara. Harga yang
dipatok untuk setiap jenis kain songket disesuaikan dengan jenis produk dan banyaknya motif yang digunakan pada
sebuah kain. Kain songket berupa sarung dengan motif yang sederhana berharga Rp. 300.000,- kain sarung songket
disertai selendang dengan motif sederhana dihargai Rp.450.000, sehelai kain songket untuk busana Rp. 350.000 –
Rp. 500.000,-. Jika motif yang digunakan dengan benang emas atau perak yang lebih banyak tentu harganya lebih
mahal yakni berkisar Rp. 800.000,- - Rp. 2.000.000,- .
Mengingat pembuatan kain songket ini memerlukan ketelitian, maka penenun dituntut untuk berhati-hati
dalam melakukan proses pembuatan sehelai kain songket. Namun kadangkala penenun melakukan kesalahan
dalam proses pembuatan dan menyebabkan songket tersebut menjadi cacat atau yang biasa disebut dengan songket
reject, Seperti benang tidak terkait pada bagian pakan maupun lungsinnya, motif tidak menyatu, salah penggunaaan
benang, kain songket tidak sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Dengan kondisi seperti itu maka harga kain
songket menjadi lebih murah dari harga normal sehingga penenunpun menjadi rugi. Kain tenun hanya dihargai
sekitar Rp. 50.000,- Rp. 75.000,- per potong. Kain reject biasanya digunakan untuk pembuatan tempat minuman
mineral, alas tutup gelas dan tempat tissue dll.
Pengelolaan usaha yang dilakukan oleh kedua mitra selama ini masih menerapkan menejemen yang
sederhana. Ibu Nurhayati hanya mencatat dan mengingat saja semua pengeluaran dan transaksi penjualan produk
usahanya, demikian juga dengan ibu Syamsiah. Jika hal ini berlangsung lama maka usaha tidak bisa dilihat
progresnya. Pembagian tugas di dalam organisasi usaha belum berjalan dengan optimal. Segala yang berhubungan
dengan produksi maupun pemasaran masih di kelola oleh kedua pimpinan usaha tenun tersebut. Sistem pemasaran
masih mengandalkan pemasaran konvensional artinya produk yang dihasilkan hanya dipromosikan dari ‘mulut ke
mulut’ dan dijual hanya di rumah tempat mereka berusaha.
Ide kreatif dan inovasi produk usaha Tenun Annur’, dan Usaha Tenun Annisa perlu kiranya dilakukan
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi pengusaha tersebut untuk memanfaatkan kain tenun yang salah
dalam pembuatannya (reject) sebagai bahan kombinasi pembuatan souvenir dengan ciri khas Kabupaten Batubara.
Pendekatan pengembangan budaya berbasis kearifan lokal khususnya yang memacu sektor industri kriya.
Pengembangan produk selayaknya perlu dilakukan untuk melestarikan dan mengenalkan budaya lokal dalam hal ini
kain songket Batubara sebagai identitas lokal dan berbasis pada kekayaan sumberdaya alam dan budaya. Dengan
demikian tekstil tradisional tetap hadir diperhitungkan dan bernilai dimasyarakat.
Berdasarkan masalah di atas maka tujuan kegiatan ini adalah:
1. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan penenun songket Batubara Tenun Annur dan Tenun Annisa
dalam mengembangkan varian produk usaha songket Batubara Tenun Annur dan Tenun Annisa dengan
memanfaatkan kain tenun Songket Batubara yang cacat (reject) menjadi produk baru yaitu souvenir dengan
ciri khas Kabupaten Batubara
2. Menciptakan sistem manajemen usaha (aspek produksi yang inovasi, aspek SDM, aspek pemasaran) yang
lebih profesional.
Harapan yang ingin dicapai dari kegiatan Program Kemitraan Masyarakat ini di adalah dapat memberi
manfaat bagi penenun diantaranya mampu mengembangkan varian produk usaha songket Batubara dengan
memanfaatkan kain tenun Songket Batubara yang cacat (reject) menjadi produk baru yaitu souvenir dengan ciri khas
Kabupaten Batubara sehingga produk usaha lebih variatif dan pendapatan mitra meningkat. Melalui kegiatan
pengabdian ini mitra dapat membuka peluang usaha lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar wilayah usaha
sehingga mengurangi jumlah pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
METODE
Jenis luaran kegiatan Program Kemitraan Masyarakat ini adalah: 1) Aspek Produksi : memanfaatkan kain
tenun reject songket Batubara menjadi produk souvenir berupa tempat tissu, dompet, tempat HP, tas, taplak meja 2)
Aspek Manajemen usaha meliputi sistem manajemen dasar, dan pemasaran melalui media sosial dan 3) Publikasi
kegiatan berupa artikel ilmiah. Khalayak sasaran dalam kegiatan ini adalah Penenun songket Batubara Tenun Annur
(mitra 1) dan Tenun Annisa (mitra 2) dan anggota dengan jumlah peserta sebanyak 10 orang.
Metode yang digunakan untuk memecahkan permasalahan mitra berupa model pembimbingan dan
pendampingan mitra dan anggota penenun dalam memanfaatkan kain tenun reject melalui persiapan dan
perencanaan, penyuluhan dan pelatihan pembuatan produk usaha, pelatihan manajemen usaha dan pelatihan
pemasaran produk. Tatap muka dilakukan dengan metode ceramah, tanya jawab, diskusi dan demostrasi. Untuk
melihat keberhasilan kegiatan melalui evaluasi dan pemantauan yang diawali dengan evaluasi awal kegiatan, saat
proses kegiatan, dan hasil kegiatan. Untuk melihat keberlanjutan kegiatan dilakukan pemantauan apakah mitra
sudah memanfaatkan keterampilan yang diperoleh dengan membuat produk souvenir yang lebih variatif.
meliputi perizinan pelaksanaan kegiatan, menentukan jadwal kegiatan, tempat pelaksanaan kegiatan, penyediaan
bahan dan alat. Tim pelaksana kegiatan menyerahkan peralatan dan bahan berupa mesin jahit, bahan utama
pembuatan souvenir dan alat –alat menjahit serta bahan pendukung lainnya.
Pelaksanaan Kegiatan, tahap ini diawali dengan kegiatan penyuluhan tentang pengetahuan dan
keterampilan membuat souvenir dengan memanfaatkan kain tenun songket Batubara yang reject. Pengetahuan
meliputi: macam-macam souvenir khas daerah, mengembangkan ide, disain produk, memanfaatkan kain songket
yang reject sebagai bahan tambahan produk souvenir, alat yang digunakan untuk membuat souvenir, bahan utama
dan pendukung untuk membuat souvenir dan metode pembuatan produk souvenir. Selanjutnya kegiatan pelatihan
mengembangkan varian usaha tenun songket berupa a) pelatihan produksi diantaranya cara membuat tempat tissue,
aneka tas, dompet, tempat hp dan taplak meja. Langkah pertama yang dilakukan dalam membuat aneka souvenir ini
dimulai dengan mendesain produk, membuat pola, memgunting kertas karton sesuai pola, menggunting kain
songket sesuai pola, menjahit, memberi dekoratif pada setian produk agar lebih menarik dan finishing. b) Pelatihan
manajemen usaha dilakukan meliputi kegiatan pembentukan organisasi usaha yang baik sehingga pembagian tugas
akan lebih efektif, menerapkan pencatatan penggunaan dan kepemilikan (inventaris) peralatan dalam buku
pengelolaan peralatan, dan menerapkan pencatatan keuangan keluar masuk dengan buku kas yang benar dan
pencatatan hutang piutang, selain itu latihan membuat buku tamu, katalok produk.3) Pelatihan Pemasaran, Pelatihan
pemasaran produk dilakukan dengan memberi petunjuk cara menata produk agar tampil menarik. Lokasi menata
produk dilakukan di rumah Cluster Workshop Tenun Batubara dan Rumah Kreatif Batubara. Agar tampilan produk
menarik maka dilakukan edukasi dan pelatihan foto produk yang bermanfaat untuk dokumentasi usaha. Selanjutnya
foto tersebut diposting ke media sosial (on line) berupa facebook, instagram. Usaha Annur sudah memiliki web
tersendiri sementara usaha tenun Annisa belum memiliki web hal ini di sebabkan keterbatasan anggota untuk
mengoperasikan handphone, untuk itu hasil produksi Tenun Annisa di kelola oleh tim Rumah Kreatif Batubara.
Dengan adanya akun media sosial penenun akan memudahkan mempromosikan produksinya serta mampu bersaing
di dunia bisnis yang berbasis IT.
Gambar.2. Produk luaran PKM Penenun Batubara di desa Barung-Barung Kecamatan Lima Puluh Kabupaten
Batubara.
Penilaian hasil. souvenir yang telah selesai dikerjakan dinilai oleh tim, untuk menetapkan quality control
dari produk tas dan produk lainnya yang dibuat. Pembuatan souvenir yang dikombinasikan bahan utama dengan
kain tenun songket Batubara dirancang sesuai dengan model yang ditetapkan oleh tim dan mitra. dari hasil yang
telah dilakukan oleh mitra masih terdapat beberapa kualitas jahitan yang belum tepat dan terlihat kurang rapi. Untuk
itu tim pelaksana melakukan perbaikan dengan memberi contoh bagaimana menyelesaikan produk agar terlihat rapi
dan menarik.
Dampak Kegiatan
Setelah kegiatan pelaksanaan pengabdian masyarakat berlangsung, tim pelaksana memantau kegiatan atau
keberlangsungan kegiatan mitra selama menjalankan aktivitasnya. Kedua mitra melanjutkan aktivitas usaha dengan
memodifikasikan bahan kulit tekstil sebagai bahan utama pembauatan tas dan dompet. Mitra 1 juga sudah menambah
varian produk usahanya dengan membuat sandal. Semakin banyak produk usaha mitra 1 yang ditata dan di pasarkan di
Rumah Kreatif Batubara maka semakin banyak pesanan dari beberapa konsumen diantaranya 10 helai taplak meja dan
beberapa dompet dan goody bag dengan ciri khas kain tenun songket Batubara. Hasil produk yang telah mereka
kembangkan mendapat apresiasi dari beberapa instansi diantaranya pihak BUMN PTP N 3 yang mengikut sertakan
produk usaha untuk dipamerkan pada kegiatan pameran kerajinan terbesar di Indonesia INACRAFT Jakarta pada
tanggal 25 – 29 April 2018. Dengan keikutsertaan Usaha Tenun Annur dalam kegiata tersebut dapat menambah
wawasan dan termotivasi untuk mengembangkan usahanya. Selanjutnya Tenun Annur juga mengikuti pameran pada
kegiatan MTQ Nasional di Kota Medan. Untuk pemerintah daerah Kabupaten Batubara juga mengikut sertakan
Usaha Tenun Annur dalam kegiatan pameran-pameran yang mengandalkan potensi daerah. Bahkan Usaha Tenun
Annur sudah memperoleh prestasi atas berkembangnya usaha yang mereka kelola. Dampak lain dari kegiatan ini
adalah terlibatnya warga sekitar menjadi anggota di usaha tenun Annur sehingga mengurangi jumlah pengangguran
di wilayah tersebut. Dengan demikian maka keberhasilan kegiatan PKM Penenun Batubara di desa Barung-Barung
Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel. 1. Indikator Keberhasilan Kegiatan PKM Penenun Batubara Di Desa Barung-Barung Kecamatan Lima Puluh
Kabupaten Batubara
Indikator Awal Akhir
Mengolah/memanfaatkan bahan Belum dimanfaatkan Kain tenun songket Batubara yang
tenun reject usaha menjadi varian rusak (reject) sudah diolah
baru usaha /dimanfaatkan menjadi aneka souvenir
ciri khas Kabupaten Batubara
DAFTAR PUSTAKA
Oktaviany, OM, (2013). Busana Batik Kerja. Tiara Aksa.Bandung
Poespo,Kumara. (2008). Ragam Busana Daerah dan Modifikasi. Kanisius.Jakarta
Peter .Paul J, Jerry C. Olson.( 2011). Perilaku Konsumen & Strategi Pemasaran Ed.9, Buku 2.Salemba Empat.
Jakarta.
Rusiawan, Wawan.dkk.(2017). Greyzone, Trend Forecasting 2017-18..Badan Kreatif Ekonomi Indonesia.Jakarta.
Wancik,M.H.(2006). Bina Busana Pelajaran Menjahit Pakaian Wanita Buku 2. Gramedia.Jakarta
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20141218161215-277-19136/masalah-pelik-di-balik-kemasyhuran-
songket-indonesia/. Diakses tanggal 8 Mei 2017
http://www.bekraf.go.id/profil.Tanggal akses 8 Mei 2017
https://www.selasar.com/jurnal/12226/Menangkap-Gelombang-Ekonomi-Kreatif-Indonesia-di-Era-MEA.Tanggal
akses 8 Mei 2017
http://sipd.kabupatenbatubara.id/profil-kabupaten-batubara. Tanggal akses 9 Mei 2018
https://batubara gemilang.com/2018/pemdes-barungbarung gelar pelatihan tata busana. Tanggal akses 9 September
2018.
ABSTRAK
Membatik merupakan salah satu bagian dalam pelajaran Muatan Lokal yang diajarkan di SD
Ngrukeman, Bantul. Selain untuk melestarikan kearifan lokal, pelajaran membatik diberikan agar
dapat menumbuhkan kebanggan anak-anak terhadap warisan budaya nusantara. Selama ini, murid-
murid di SD Ngrukeman mendapat pelajaran teknik batik tulis dan pewarnaan celup dengan dominasi
warna cokelat dan putih, khas batik provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun, tidak banyak
siswa yang berminat untuk menekuni pelajaran membatik karena motif dan warna yang cenderung
tradisional. Program pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk melatih guru-guru di SD
Ngrukeman untuk membatik dengan teknik colet sehingga dapat mengajarkannya kepada siswa
secara berkelanjutan. Teknik colet diperkenalkan karena cara ini mudah diaplikasikan sama halnya
ketika melukis di atas kanvas. Bahkan, pembatik dapat leluasa memunculkan beragam warna dalam
selembar kain. Hasil dari pelaksanaan kegiatan ini adalah 1) peserta dapat mempraktikan teknik
batik colet dengan motif tradisional maupun motif kontemporer, 2) peserta mengetahui komposisi zat
pewarna untuk mendapatkan hasil warna yang diinginkan, 3) peserta dapat memiliki gambaran
mengenai tugas yang akan diberikan kepada siswa, dan 4) peserta dapat menggunakan batik colet
sebagai sebuah pilihan media pembelajaran untuk siswa. Melalui pengenalan batik colet ini
diharapkan tumbuhnya kembali minat siswa untuk belajar membatik dan mengekspresikan
gagasannya secara kreatif lewat media kain.
ABSTRACT
Creating batik is part of the lesson in the subject named Muatan Lokal (Local Content) at Ngrukeman
Elementary School, Bantul. Besides, to conserve local culture, creating batik are aimed to raise the
students’s pride to Nusantara cultural heritage. Before, SD Ngrukeman’s students already got manual
batik technique lesson and color dyeing in white and brown, as the trademark of Yogyakarta’s batik
signature. Even so, just a few of them that willing to learn more about batik because its traditional
motif and color. The purpose of this community service program was to train the teachers of
Ngrukeman Elementary School to learn Batik Colet technique so that they can teach their students in
the sustainable way. Batik Colet technique is being acquainted as this technique are easy to applied. It
even allows the batik maker to bring out more variety of color in a piece of fabric than simple color
dyeing technique. The results of this program were 1) participants were able to practice batik colet
technique in traditional motif as well as contemporary motif, 2) participants understood about the
composition of the coloring solvents to achieve desired colors, 3) participants were having the idea
about the mothod of teaching batik colet technique to their students, and 4) participants might use
batik colet as an option of learning method for elementary school students. Through introduction of
batik colet, the students hopefully gain their interest to learn more about batik and express their idea
creatively on fabric media.
PENDAHULUAN
Sejak dikukuhkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non-Bendawi (Masterpieces of
the Oral and Intangible Heritage of Humanity) oleh United Nations Educational, Scientific, and Cultural
Organisation (UNESCO) pada tanggal 2 Oktober 2009 (Octaviani, 2015), kepedulian untuk melestarikan batik
semakin meningkat. Masyarakat kini menyadari bahwa batik dapat menjadi identitas kultural bangsa Indonesia
(Iskandar dan Kustiyah, 2017). Batik Indonesia diyakini keberadaannya sejak abad ke-4 atau ke-5 dengan jumlah
teknik pencelupan serta motifnya sebanyak jumlah pulau-pulaunya (Kementerian Perdagangan, 2008).
Upaya untuk melestarikan warisan budaya batik juga ditunjukkan dengan pengenalan batik sejak dini. Anak-
anak tidak hanya dikenalkan untuk memakai pakaian dari kain batik, tapi juga diajarkan untuk membuat sendiri kain
batik. Pelajaran membatik juga dapat dijumpai di sekolah-sekolah di Indonesia, salah satunya di SD Ngrukeman,
Kelurahan Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
SD Ngrukeman merupakan sebuah sekolah percontohan di Kabupaten Bantul yang memasukkan pelajaran
membatik sebagai bagian dari kurikulum pendidikan khususnya pelajaran Muatan Lokal. Pelajaran ini diberikan
kepada siswa dengan tujuan agar siswa belajar melestarikan kearifan lokal termasuk nilai-nilai budaya leluhur yang
terkandung di dalamnya. Elliot dalam Handayani, et al. (2018) mengungkapkan bahwa keberadaan kain batik di di
tengah-tengah masyarakat Jawa telah ada sejak tahun 1518, baik digunakan sebagai bagian dari upacara adat, tradisi,
maupun ritual budaya. Oleh sebab itu, kain batik yang kaya akan filosofi budaya lokal ini sudah sepatutnya dijaga
dan dilestarikan. Pelajaran membatik juga harus diberikan kepada siswa agar dapat menumbuhkan kecintaan dan
kebanggaan generasi muda terhadap warisan budaya negerinya sendiri.
Murid-murid di SD Ngrukeman selama ini memperoleh pelajaran membatik dari guru-guru yang
memperoleh ketrampilan membatik secara otodidak. Pelajaran membatik yang diberikan masih merupakan pelajaran
dasar menggunakan teknik batik tulis dengan motif khas batik Yogyakarta seperti Parang, Truntum, dan Kawung.
Teknik pewarnaan yang diajarkan juga mengikuti pembatik tradisional yaitu dengan cara dicelup. Warna-warna kain
batik yang dihasilkan pun mengikuti dominasi warna batik Yogyakarta yang menyimbolkan gelap dan terang seperti
warna cokelat dan putih.
Keterbatasan pengalaman membatik dari guru-guru di SD Ngrukeman cukup berpengaruh pada proses
pembelajaran membatik. Guru-guru di sekolah tersebut juga mengungkapkan bahwa sekarang tidak banyak siswa
yang berminat untuk menekuni pelajaran membatik karena motif dan warna yang cenderung tradisional. Antusiasme
generasi muda untuk belajar membatik yang menurun ini akan mempengaruhi keberlanjutan batik itu sendiri di
masa mendatang. Loupias dalam Endriyani (2015) mengungkapkan bahwa keberadaan batik tradisional kini mulai
surut sehingga perlu dipertahankan agar tidak punah.
Program pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk melatih guru-guru di SD Ngrukeman untuk menambah
wawasan dan meningkatkan ketrampilan membatik melalui teknik colet yang sering digunakan oleh pembatik di
daerah pesisir seperti Pekalongan, Madura, Gresik, dan sekitarnya. Teknik colet diperkenalkan karena teknik ini
relatif mudah diaplikasikan terutama oleh anak-anak usia sekolah dasar. Pada prinsipnya, teknik colet sama dengan
ketika seseorang melukis di atas kertas gambar atau kanvas. Melalui pelatihan kepada guru-guru SD Ngrukeman
maka diharapkan guru-guru di sekolah tersebut kemudian dapat mengajarkannya kepada siswa secara berkelanjutan.
• Sarung tangan lateks untuk semua peserta dan fasilitator. Fungsinya adalah melindungi tangan dari bahan
kimia selama proses pewarnaan hingga pelorodan.
• Kertas koran secukupnya untuk mengurangi kemungkinan proses pelatihan mengotori ruang kerja.
• Panci, pengaduk, dan kompor, untuk memasak air hingga mendidih dan untuk proses pelorodan.
• Ram kayu sejumlah peserta dan penjepit kertas secukupnya, untuk mempertegang kain. Kain dengan kondisi
tegang akan memudahkan proses pewarnaan karena pewarna dapat menyebar dengan lebih merata dan
menghindarkan kain yang masih basah oleh pewarna untuk menempel pada bagian kain yang lain dan
meninggalkan jejak warna.
• Penjepit kain untuk membantu proses penjemuran kain.
• Ember besar minimal untuk proses perendaman saat penguncian warna serta untuk proses pembilasan setelah
proses pelorodan.
Bahan
Bahan yang diperlukan untuk dalam pelatihan ini adalah sebagai berikut.
• Kain mori primisima sejumlah peserta. Ukuran kain dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan waktu
pengerjaan. Dalam pelatihan ini digunakan kain dengan ukuran 1 meter x 1 meter.
• Lilin batik (atau biasa disebut “malam”) secukupnya untuk melapisi kain.
• Larutan pewarna indigosol beserta larutan fiksasinya sekaligus penguncinya.
• Larutan pewarna remazol beserta larutan fiksasinya
• Air mendidih untuk proses pelorodan.
• Soda abu secukupnya untuk dicampur dengan air mendidih dalam proses pelorodan.
• Air dingin untuk proses pembilasan.
Larutan pewarna indigosol dapat dibuat dengan mencampurkan 1 gram bubuk pewarna indigosol dengan 1
liter air mendidih, atau dengan perbandingan serupa. Pewarna ini memerlukan pembangkit warna agar warna yang
muncul sesuai dengan warna yang diinginkan. Larutan pembangkit warna untuk indigosol dapat dibuat dengan
mencampurkan 5 liter air dingin, 10 mililiter HCl (Asam klorida), dan 10 gram NaNO3 (Nitrit) atau dengan
perbandingan serupa.
Larutan pewarna indigosol dapat dibuat dengan mencampurkan 200 ml air hangat dengan 1-2 gram bubuk
pewarna remazol, atau dengan perbandingan serupa. Sebagai pengunci warna, kain yang sudah di-colet dengan
pewarna remazol dapat dikuas dengan larutan fiksasi remazol yakni campuran 1 liter air dengan 20 mililiter cairan
water glass (Na2SiO3), atau dengan perbandingan serupa.
Untuk menghilangkan lilin pada kain, dapat dilakukan proses pelorodan. Pelorodan adalah proses pencelupan
kain yang sudah dilapisi lilin ke dalam larutan air mendidih yang sudah dicampur dengan soda abu dengan
perbandingan 1-2 sendok teh soda abu untuk 10 liter air mendidih. Penting untuk membuat takaran larutan soda abu
dengan tepat karena terlalu banyak soda abu akan memudarkan warna kain yang akan dilorod.
Setelah memahami mengenai batik colet, masing-masing peserta menjelaskan motif yang telah digambar
pada media kain. Sebagian besar peserta membuat motif batik kontemporer dengan tema alam seperti hewan dan
tumbuhan sebagai sumber inspirasi.
Tahap selanjutnya adalah melapisi motif dengan lilin panas (malam). Tujuan pelapisan lilin yang pertama
adalah menutup pola atau motif yang tidak ingin diberi warna (warna akhir adalah warna dasar kain). Tujuan yang
kedua yaitu membuat batas agar warna coletan atau warna yang akan dikuaskan tidak merembes ke bagian lain.
Setelah proses pencoletan selesai, tahap berikutnya adalah menjemur hasil pencoletan. Tujuan dari
penjemuran ini adalah karena sinar matahari membantu membangkitkan zat warna indigosol. Proses penjemuran
dengan zat warna indigosol harus dilakukan di bawah sinar matahari selama kurang lebih 1-6 jam tergantung
intensitas cahaya matahari dan kepekatan zat warna. Oleh karena itu, proses pencoletan dengan zat warna indigosol
sangat efektif dilakukan saat musim kemarau dengan intensitas sinar matahari yang cukup tinggi.
Tahap berikutnya adalah melakukan fiksasi warna dengan menggunakan larutan Nitrit (NaNO3) dan Asam
sulfat (HCl). Caranya adalah dengan mencelupkan kain batik pada larutan tersebut. Pada proses ini, biasanya warna
indigosol sudah terlihat mendekati warna yang sesungguhnya. Sebagai tambahan, cairan Asam sulfat cukup
berbahaya bagi kulit sehingga penggunaan sarung tangan lateks sangat dianjurkan.
Gambar 6. (a) Proses Pelorodan, (b) Pengeringan Hasil Akhir Kain Batik
PEMBAHASAN
Membatik dengan teknik colet memungkinkan pembatik untuk menggambar motif jenis apapun bahkan tanpa
harus mengikuti pola tertentu. Melalui teknik colet, pembatik tetap dapat membuat batik dengan motif tradisional
maupun motif kontemporer. Oleh karena itu, batik teknik colet dapat digunakan sebagai media pembelajaran karena
bisa menjelaskan berbagai motif dengan berbagai warna dalam selembar kain.
Pada proses pelapisan lilin, belum semua peserta terbiasa melapisi motif menggunakan canting berisi lilin
panas. Hasilnya, lapisan lilin beberapa kali menetes pada kain di luar pola yang telah direncanakan. Selain itu, ada
pula lapisan lilin yang tidak menembus hingga bagian belakang permukaan kain. Salah satu cara mengatasinya
adalah melapisi ulang motif dengan lilin panas pada bagian belakang permukaan kain. Cara ini tentunya menyita
waktu karena membuat peserta mengerjakan ulang proses pelapisan lilin.
Proses melapisi motif dengan canting berisi lilin panas, atau yang disebut sebagai membatik, membutuhkan
waktu yang tidak sebentar. Apalagi jika motif yang dibuat berukuran kecil, detil, dan terdapat banyak isian (cecek).
Namun begitu, motif yang detil dan rapat justru akan menghasilkan kain batik yang lebih indah dan meningkatkan
harga jualnya karena menggambarkan ketelitian dan kesabaran pembatiknya. Selain motif yang detil, faktor lain
yang menentukan keindahan kain batik adalah kerapian terutama dalam proses pelapisan lilin. Sudut kemiringan
saat memegang canting serta perkiraan suhu lilin panas membutuhkan ketepatan dan ketekunan pembatik.
Pada tahap awal membatik ini, guru-guru SD Ngrukeman yang merupakan peserta pelatihan dapat
merefleksikan proses membatik yang telah dilalui sebagai pertimbangan dalam pemberian tugas membatik kepada
siswa kelak. Pertimbangan ini meliputi ukuran kain yang digunakan sebagai media latihan membatik. Kain yang
berukuran besar, seperti 1x1 meter dengan motif yang detil dan memenuhi kain, akan membutuhkan waktu lebih
lama baik dalam proses pelapisan lilin maupun proses pencoletan. Oleh karenanya, untuk proses pembelajaran
membatik dengan teknik colet bagi siswa disarankan menggunakan ukuran 50x50 centimeter. Ukuran kain yang
tidak terlalu besar akan membuat siswa lebih fokus dalam membuat motif yang detil dan menguaskan warna secara
rapi dan merata.
Pada proses pencoletan warna, peserta disarankan untuk menggunakan ram agar posisi kain tegang dan tidak
menempel permukaan alas meja atau lantai. Tujuannya adalah agar hasil pencoletan warna lebih rata dan mencegah
kain yang basah oleh pewarna untuk menodai bagian kain yang lain. Dalam hal kualitas warna, peningkatan
kepekatan warna dapat dilakukan dengan menambah konsentrasi zat pewarna indigosol pada larutan, sedangkan
penambahan konsentrasi Nitrit pada larutan fiksasi indigosol justru tidak menghasilkan warna yang lebih pekat pada
kain.
Gambar 7. Aplikasi Batik Colet sebagai Media Pembelajaran Gradasi dan Komposisi Warna
Pada waktu pelaksanaan pelatihan, proses pelorodan terkendala karena ketersediaan kompor untuk
mendidihkan air yang tidak sebanding dengan jumlah peserta. Maka pada pelaksanaan pelajaran membatik dengan
siswa berikutnya, guru harus mengatur giliran pelorodan demi efisiensi waktu. Selain itu, proses pelorodan
memakan waktu lama, sebab beberapa kain diberi lapisan lilin yang terlalu tebal sehingga lilin tidak mudah lepas
atau masih lengket pada kain. Oleh karena itu, nantinya guru perlu memperhatikan cara siswa dalam memberikan
lapisan lilin agar tidak terlalu tebal.
Teknik colet banyak digunakan industri batik modern karena memiliki beberapa keunggulan. Pertama,
warna-warna yang digunakan dalam teknik colet biasanya lebih terang dan cerah sehingga menarik minat pembeli.
Warna yang cerah juga memudahkan dan menyenangkan bagi anak-anak untuk belajar membatik. Keunggulan yang
kedua adalah tidak terbatasnya warna yang dapat muncul dalam selembar kain. Ketiga, pembatik lebih leluasa dalam
menentukan warna coletan bahkan menentukan bagian motif yang ingin dicolet maupun tidak. Keempat,
penggunaan zat warna menjadi lebih hemat karena larutan warna dapat digunakan untuk mencolet lembaran-
lembaran kain berikutnya hingga habis. Kelima, penggunaan air dapat dihemat karena tidak membutuhkan banyak
air untuk pencelupan warna.
Terlepas dari kelebihannya, teknik batik colet juga memiliki kelemahan. Kelemaham=n tersebut, misalnya,
warna yang dicolet berisiko merembes ke bagian lain apabila pelapisan lilin tidak sampai menembus bagian
belakang permukaan kain. Itu artinya, lapisan lilin gagal dalam membatasi area motif. Kelemahan yang lain ialah
proses pewarnaan dengan colet yang dikerjakan secara terburu-buru, tidak hati-hati, dan tidak menggunakan ram,
cenderung menghasilkan kuasan warna yang tidak rata ketebalannya. Selain itu, proses pencoletan warna umumnya
membutuhkan waktu yang lebih lama, apalagi jika motif yang digambar banyak dan detil.
KESIMPULAN
Hasil dari pelaksanaan kegiatan pelatihan batik colet kepada guru-guru di SD Ngrukeman, Bantul ini adalah:
1. peserta dapat mempraktikan teknik batik colet dengan motif tradisional maupun motif kontemporer.
2. peserta mengetahui komposisi zat pewarna untuk mendapatkan hasil warna yang diinginkan.
3. peserta dapat memiliki gambaran mengenai tugas yang akan diberikan kepada siswa.
4. peserta dapat menggunakan batik colet sebagai media pembelajaran untuk siswa.
Melalui pelatihan batik colet ini diharapkan guru-guru di SD Ngrukeman dapat mengajarkan teknik batik
colet kepada siswa sehingga minat siswa untuk belajar membatik kembali tumbuh. Selain itu, siswa juga diharapkan
mampu mengekspresikan gagasannya secara kreatif lewat media kain sebab teknik batik colet memungkinkan siswa
untuk bereksplorasi dengan motif dan warna yang tidak terbatas. Keberanian untuk mengungkapkan gagasan kreatif
ini nantinya dapat melahirkan ide motif-motif batik kontemporer yang potensial.
DAFTAR PUSTAKA
Endriyani. (2015). Upaya Meningkatkan Ketrampilan Mencolet Dan Hasil Belajar Membatik Melalui Model
Pembelajaran Contextual Teaching and Learning Berbantuan Video. Seminar Nasional dan Gelar Produk
Penelitian & PPM (pp.36-45), Universitas Negeri Yogyakarta.
Handayani, W., Kristijanto, A., Hunga, A. (2018). Behind The Eco-Friendliness of “Batik Warna Alam”
Discovering the Motives behind the Production of Batik in Jarum Village, Klaten. Jurnal Wacana, Vol. 19
(1), 235-256.
Iskandar dan Kustiyah, E. (2017). Batik Sebagai Identitas Kultural Bangsa Indonesia di Era Globalisasi. Jurnal
Gema, Th. XXX/52/Agustus 2016 - Januari 2017 (pp. 2456-2572), ISSN: 0215 – 3092.
Kementerian Perdagangan. (2008). Indonesian Batik: A Cultural Beauty. Handbook of Commodity Profile (pp.1).
Balitbangdag/PK/001/IX/2008.
Octaviani, Rubiati Nurin. (2015). Dampak Pengakuan Batik dari UNESCO terhadap Batik Jonegoroan Sebagai
Identitas Batik pada Masyarakat Bojonegoro di Desa Jono Temayang Kabupaten Bojonegoro. Skripsi.
Universitas Negeri Semarang.
Salma, Irfa’ina Rohana. (2013). Corak Etnik dan Dinamika Batik Pekalongan. Jurnal Dinamika Kerajinan dan
Batik, Vol. 30, No. 2, Desember 2013, 85-97.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi factor internal dan eksternal yang dihadapi
perusahaan pada saat ini sehingga dapat diketahui kekuatan,kelemahan,peluang,ancaman
perusahaan dan untuk mengetahui strategi pengembangan bisnis yang tepat untuk diterapkan pada
pusat industry kecil Menteng Medan berdasarkan Analisa SWOT. Pendekatan dalam penelitian ini
adalah kualitatif. Sampel dalam penelitian ini adalah pelaku usaha yang ada di Pusat Industri Kecil
Medan Tenggara Medan. Penentuan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Kriteria
sampel pada penelitian ini adalah dengan memilih beberapa informan yang berasal dari pelaku
usaha yang sudah berusaha minimal 10 tahun dan kontinyu dalam menjalankan usahanya dengan
pertimbangan mereka dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Data terdiri dari data primer
dan sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi dan dokumentasi.
Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif serta analisis SWOT dengan menggunakan
matriks SWOT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Posisi usaha kecil berada pada koordinat 3,82
dan 3,52. Koordinat tersebut berada pada kuadran I yang berarti usaha tersebut berada pada Posisi
Growth atau pertumbuhan. Dari Matriks SWOT maka alternatif strategi yang dapat digunakan
adalah strategi Strategi Pengembangan pasar strategi pengembangan produk, strategi penetrasi
pasar, strategi pertumbuhan konglomerasi, strategi integrasi horizontal, strategi integrasi ke depan
ABSTRACT
This study aims to identify the internal and external factors faced by the company at this time so that it
can know the strengths, weaknesses, opportunities, threats of the company and to find out the right
business development strategies to be applied in the small industrial center of Menteng Medan based
on SWOT Analysis. The approach in this study is qualitative. The sample in this study are business
actors in the Medan South East Small Industry Center/ PIK. Determination of the sample using
purposive sampling technique. The sample criteria in this study is to select several informants from
business actors who have tried at least 10 years and continue to run their business with the
consideration that they can provide the information needed. Data consists of primary and secondary
data. Data collection techniques are carried out by interviews, observation and documentation. Data
analysis used qualitative descriptive analysis and SWOT analysis using SWOT matrix. The results
show that the small business position is at coordinates 3.82 and 3.52. The coordinates are in quadrant
I, which means that the business is in the Growth Position or growth. From the SWOT Matrix, an
alternative strategy that can be used is a strategy for market development, product development
strategy, market penetration strategy, conglomeration growth strategy, horizontal integration
strategy, future integration strategy.
PENDAHULUAN
Pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan setiap negara sebab adanya pertumbuhan ekonomi menunjukkan
adanya kesejahteraan yang tercermin pada peningkatan output perkapita serta diikuti daya beli masyarakat yang
semakin meningkat (Yunan 2009). Sejak tahun 1983 pemerintah secara konsisten telah melakukan berbagai
deregulasi sebagai upaya penyesuai struktural dan restrukturisasi perekonomian, namun deregulasi terutama di
bidang perdagangan dan investasi lebih banyak memberi keuntungan pada industri besar dan konglomerat tanpa
menciptakan distribusi pendapatan yang merata, sehingga dapat menimbulkan kesenjangan social ekonomi dalam
masyarakat.
Salah satu pelaku usaha yang memegang peranan penting bagi perekonomian Indonesia adalah Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM), karena sektor ini merupakan kekuatan strategis dan penting untuk mempercepat
pembangunan daerah, khususnya penyerapan tenaga kerja dan dapat mengatasi permasalahan pemerataan dalam
distribusi pendapatan antar wilayah dengan jumlah investasi yang jauh lebih kecil sehingga usaha ini lebih fleksibel
dalam beradaptasi dengan perubahan pasar. UMKM juga terbukti mampu bertahan dan terus berkembang di tengah
krisis seperti yang terjadi pada tahun 1998 walaupun banyak usaha-usaha besar yang mengalami pailit, karena pada
umumnya sector ini masih memanfaatkan sumberdaya local, baik itu sumberdaya manusia, modal, bahan baku, yang
berarti sebagian besar kebutuhan UMKM tidak mengandalkan barang impor, dan struktur keuangan juga tidak
sepenuhnya bergantung pada bank walaupun masih memanfaatkan jasa bank, mereka lebih banyak meggunakan
dana sendiri untuk mengembangkan usahanya dan di sisi lain UMKM yang berorientasi ekspor mendapatkan
windfall profit akibat dari depresiasi rupiah.
Sektor industri merupakan salah satu sektor yang paling berkembang di kota Medan dan salah satu pusat
industri kecil di kota medan adalah Pusat industry Kecil (PIK) yang terletak di jalan Medan Tenggara (Menteng)
yang dibangun pemerintah untuk mempertahankan keberadaan industri kecil. Ada bermacam jenis usaha yang
terdapat di kawasan ini antara lain industri kerajinan sepatu, tas, dan konveksi dan didominasi kerajinan sepatu.
Kawasan PIK ini dibangun tahun 1997 yang pada mulanya berkisar 98 unit tempat usaha berdasarkan Surat
Keputusan walikota saat itu, namun saat ini mengalami kelesuan, yang aktif saat ini sekitar 33 unit , karena sebagian
usaha sudah tutup dan sebagian lagi tempat usaha dijadikan tempat tinggal atau disewakan pada pihak lain. (Harian
Sinar Indonesia Baru, Jumat 7 April 2017), untuk itu diperlukan strategi bisnis yang tepat agar usaha industri dapat
bertumbuh kembali.
Strategi bisnis adalah cara perusahaan untuk mencapai tujuannya dalam suatu industry tertentu atau segmen industry (
sofjan Assauri, 2013). Strategi ini mendorong perusahaan menghadapi persaingan dalam industry tertentu atau segmen
industry, dan mengarahkan organisasi berupaya memanfaatkan lingkungan agar dapat mencapai tujuan dan sasaran yang
diinginkan. Salah satu alat untuk menganalisis strategi bisnis adalah dengan menggunakan analisa SWOT.
Analisis SWOT sangat membantu usaha kerajinan kecil untuk dapat menganalisis kekuatan dan kelemahan-
kelemahan yang dimiliki, serta seberapa besar peluang yang bisa dimanfaatkan dan ancaman yang bisa dihadapi
untuk dapat menentukan strategi yang tepat dalam mengembangkan usaha yang dijalankan. SWOT merupakan
akronim dari kata-kata Streght (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang), Threat (ancaman). SWOT
dapat digunakan untuk memformulasikan strategi dan kebijakan bagi setiap industri, tentu saja strategi yang
dirumuskan bukan tujuan, namun alat untuk memudahkan dalam menganalisis dan merumuskan strategi (Amir 2012).
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Sampel dalam penelitian ini adalah
pelaku usaha yang ada di Pusat Industri Kecil Medan Tenggara Medan. Penentuan sampel menggunakan teknik
purposive sampling. Teknik ini digunakan untuk menentukan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan atau
kriteria sampel yang diperlukan. Kriteria sampel pada penelitian ini adalah dengan memilih beberapa informan yang
berasal dari pelaku usaha yang sudah berusaha minimal 10 tahun dan kontinyu dalam menjalankan usahanya dengan
pertimbangan mereka dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Teknik pengumpulan data digunakan dengan
wawancara, observasi dan dokumentasi.
Tahap analisis data yang dilakukan adalah :
• Analisis Deskriptif Kualitatif
• Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman yang dihadapi perusahaan saat ini yang akan digunakan untuk mendeskripsikan hasil analisis
matriks SWOT.
Analisis SWOT
Langkah langkah dalam analisa SWOT adalah sebagai berikut (Rangkuti, 2006):
a. Analisis IFAS (Internal Factor Analysis System)
b. Analisis EFAS ( Eksternal Factor Analysis stem)
c. Matriks Internal dan Eksternal
d. Matrik Internal dan eksternal digunakan untuk meggambarkan kondisi strategi yang ada pada industri. Titik
matrik ditentukan berdasarkan skor aspek internal dan eksternal.
e. Matriks Strategi SWOT/ Matriks TOWS
f. Perumusan Strategi
MODEL PENELITIAN
I
F Tinggi
a PERTUMBUHAN II III
k (3,00)
PERTUMBUHAN PENCIUTAN
t
o
r IV
Menengah V
STABILITAS VI
E
k (2,00) PERTUMBUHAN
PENCIUTAN
STABILITAS
s
t VII
e Rendah
r PERTUMBUHAN VIII IX
n (1,00)
PERTUMBUHAN LIKUIDASI
a
l
Dari hasil pengujian Matriks IE di atas, dapat dilihat bahwa posisi usaha yang berada di Pusat Industri Kecil
Menteng ini berada pada titik matriks I dengan jumlah skor bobot internal dan eksternal masing masing sebesar
3,82 dan 3,52. Keadaan ini diartikan bahwa usaha industry kecil PIK Menteng Medan dalam posisi Growth atau
pertumbuhan.
Matriks Strategi SWOT
Berdasarkan dari hasil matriks Internal Eksternal (IE), maka selanjutnya memformulasikan strategi ini
dengan cara menggunakan analisis SWOT.
Tabel 3 Matriks Analisis SWOT
IFAS Strenght Weakness
lokasi strategis Kurangnya modal
Sumber daya manusia yang Kurangnya pemasaran
cukup memadai Produk masih berdasarkan pesanan
Bahan baku lancar Belum ada merek
Pengalaman usaha Kurangnya pengetahuan konsumen
Kualitas produk tentang keberadaan PIK
Pelayanan belum dapat terpenuhinya bahan baku
Harga yang bervariasi dan khusus yang diminta konsumen karena
terjangkau waktu tunggu yang lama
EFAS Kapasitas produksi dapat Tidak ada kerjasama dengan pihak yang
terpenuhi bersedia memasarkan produk mereka .
1,7
2,12
Opportunities Strategi SO Strategi WO
Adanya pelanggan yang Optimalisasi potensi usaha Menambah modal dengan melakukan
loyal kecil pinjaman pada bank
Kondisi ekonomi Mempertahankan hubungan Melakukan promosi keberadaan lokasi
Kondisi politik yang baik dengan konsumen maupun produk
Ketersediaan pemasok yang loyal Melakukan pembuatan merek sehingga
Pola pemesanan Meningkatkan pelayanan dan konsumen lebih tertarik
musiman kualitas produk Kerjasama dengan pihak yang dapat
Memanfaatkan peluang yang mendistribusikan produk
ada untuk melakukan Menjadi anggota himpunan/asosiasi
produksi massal pengusaha kecil sehingga dapat
memperoleh informasi dan
bantuan dalam berbagai hal.
2,21 3,91
4,33
Threats Strategi ST Strategi WT
Masuknya pesaing asing Menjaga harga agar tetap Menjalin kemitraan untuk mengatasi
akibat globalisasi terjangkau dan menambah modal
ekonomi Menguatkan image sebagai Meningkatkan kemampuan menghadapi
Perubahan Teknologi usaha kecil dengan kualitas perubahan teknologi dengan mengikuti
Kekuatan merek yang yang utama. pelatihan-pelatihan
menguasai pasar Melakukan pemasaran Melakukan diversifikasi produk
langsung ke konsumen . Diversifikasi ke pangsa pasar yang baru
Memanfaatkan teknologi
informasi untuk memperluas
pemasaran
Meningkatkan kualitas
pelayanan
1,31 3,01
3,43
Sumber : Hasil penyusunan strategi SWOT (2018)
Berdasarkan matriks analisa SWOT perusahaan berada pada strategi SO (Strenght- Opportunity ) dengan
bobot tertinggi yaitu 4,33. Strategi SO (Strenght-Opportunity) adalah strategi menggunakan kekuatan untuk
mendapatkan peluang yang ada.
Perumusan Strategi
Berdasarkan hasil dari analisis matriks IFAS dan EFAS (IE Matriks) perusahaan berada dalam posisi growth
atau pertumbuhan dan berdasarkan matriks analisa SWOT perusahaan berada pada strategi SO (Strenght -
Opportunity ), berikut ini adalah strategi - strategi alternatif yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha kecil di PIK
Menteng adalah sebagai berikut :
Strategi Pengembangan pasar merupakan strategi memperkenalkan produk baru atau produk yang ada di
daerah atau segmen pasar yang baru yaitu dengan cara,optimalisasi potensi usaha kecil untuk meningkatkan
penjualan dengan melakukan diversifikasi produk yaitu memproduksi berbagai jenis barang industri dan
memperluas daerah pemasaran tidak hanya untuk kota medan saja namun juga keluar kota dan juga memanfaatkan
peluang ada untuk produksi massal, menjalin kemitraan dengan koperasi untuk menampung produk mereka.
Strategi pengembangan produk merupakan strategi peningkatan penjualan
Dengan menekankan pada perbaikan produk, dapat dilakukan dengan inovasi-inovasi produk sesuai dengan
trend yang berkembang dan menekan biaya produksi sehingga harga jual bisa bersaing dengan produk produk asing
yang masuk namun tetap dengan kualitas yang baik, mempertahankan konsumen yang ada dengan cara memberi
appresiasi pada konsumen tersebut dapat berupa discount, hadiah, dll.
Strategi Penetrasi Pasar merupakan strategi peningkatan share pasar untuk produk yang ada melalui upaya-
upaya pemasaran yang lebih intensif dan optimal. Pelaku usaha harus turun langsung ke lapangan untuk
mempromosikan dan memasarkan produknya, tidak lagi hanya menunggu di lokasi usahanya menunggu pembeli.
Strategi Pertumbuhan Konglomerasi merupakan strategi ekspansi aktivitas bisnis perusahaan, yang dapat berupa
ekspansi secara internal maupun ekspansi secara eksternal, melalui merger atau akuisisi.
Dalam hal ini pelaku usaha dapat bergabung dengan perusahaan yang sejenis atau dengan perusahaan yang berbeda
jenis barang yang diproduksi.
Strategi Integrasi Horizontal merupakan upaya untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kendali di atas
para pesaing, dengan melakukan pengakuisisian satu atau lebih perusahaan, yang beroperasi sama, pada tahap rantai
pemasaran produk. Pada strategi ini perusahaan dapat bergabung dengan perusahaan lain yang produksinya sejenis.
Strategi Integrasi Ke Depan adalah upaya untuk mendapatkan kepemilikan atau peningkatan pengendalian atas
distributor dan pengecer.
Pada strategi ini perusahaan harus dapat berfungsi sekaligus sebagai distributor atau pengecer .
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis SWOT, maka ditemukan kekuatan usaha industri di Pusat Industri Kecil (PIK) adalah
lokasi yang strategis, tenaga kerja yang cukup memadai, bahan baku yang berkualitas, pengalaman berusaha,
kualitas produk, pelayanan yang baik, harga bervariasi dan terjangkau.Kelemahan dari usaha industry ini adalah
kurangnya modal, kurangnya pemasaran, proses produksi masih sederhana, produk berdasarkan pesanan, belum ada
merek. Peluang yang ada di Pusat industry Kecil ini adalah ketersediaan bahan baku, kondisi ekonomi, pelanggan
yang loyal, ketersediaan pemasok, kondisi politik, pola pemesanan musiman. Ancaman yang timbul adalah
masuknya pesaing asing akibat globalisasi ekonommi, perubahan teknologi, kekuatan merek yang menguasai pasar.
Strategi Pengembangan Bisnis yang tepat bagi usaha kecil yang ada di PIK Menteng Medan adalah Strategi
Pertumbuhan yaitu dengan pilihan strategi alternatif yang dapat dilakukan perusahaan antara lain adalah :
Strategi Pengembangan pasar merupakan strategi memperkenalkan produk baru atau produk yang ada di daerah atau
segmen pasar yang baru yaitu dengan cara,optimalisasi potensi usaha kecil untuk meningkatkan penjualan dengan
melakukan diversifikasi produk yaitu memproduksi berbagai jenis barang industri dan memperluas daerah
pemasaran tidak hanya untuk kota medan saja namun juga keluar kota dan juga memanfaatkan peluang ada untuk
produksi massal, menjalin kemitraan dengan koperasi untuk menampung produk mereka.
Strategi pengembangan produk merupakan strategi peningkatan penjualan
Dengan menekankan pada perbaikan produk, dapat dilakukan dengan inovasi-inovasi produk sesuai dengan
trend yang berkembang dan menekan biaya produksi sehingga harga jual bisa bersaing dengan produk produk asing
yang masuk namun tetap dengan kualitas yang baik, mempertahankan konsumen yang ada dengan cara memberi
appresiasi pada konsumen tersebut dapat berupa discount, hadiah, dll.
Strategi Penetrasi Pasar merupakan strategi peningkatan share pasar untuk produk yang ada melalui upaya-
upaya pemasaran yang lebih intensif dan optimal. Pelaku usaha harus turun langsung ke lapangan untuk
mempromosikan dan memasarkan produknya, tidak lagi hanya menunggu di lokasi usahanya menunggu pembeli.
Strategi Pertumbuhan Konglomerasi merupakan strategi ekspansi aktivitas bisnis perusahaan, yang dapat berupa
ekspansi secara internal maupun ekspansi secara eksternal, melalui merger atau akuisisi. Dalam hal ini pelaku usaha
dapat bergabung dengan perusahaan yang sejenis atau dengan perusahaan yang berbeda jenis barang yang
diproduksi.
Strategi Integrasi Horizontal merupakan upaya untuk mencari kepemilikan atau meningkatkan kendali di atas para
pesaing, dengan melakukan pengakuisisian satu atau lebih perusahaan, yang beroperasi sama, pada tahap rantai
pemasaran produk. Pada strategi ini perusahaan dapat bergabung dengan perusahaan lain yang produksinya sejenis.
Strategi Integrasi Ke Depan adalah upaya untuk mendapatkan kepemilikan atau peningkatan pengendalian atas
distributor dan pengecer. Pada strategi ini perusahaan harus dapat berfungsi sekaligus sebagai distributor atau
pengecer .
DAFTAR PUSTAKA
Amir 2012.Manajemen Strategik Konsep dan Aplikasi. Jakarta. Rajawali Pers.
Assauri. Sofjan. 2013. Strategic Management ; Sustainable Competitive Advantages. Jakarta. Rajawali Pers.
Arif Rahmana. 2012. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Menengah Sektor Industri Pengolahan. Jurnal Teknik
Industri . Vol.13. No.1. Februari 201
Badan Pusat Statistik. Warta. KUMKM. ISSN 2338-3747.Diakses dari http://www.Data UMKM 2016-Penguatan
UMKM Untuk Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, diakses pada 10 Maret 2018.
David .2005. Strategic Management. Jakarta.Salemba Empat
Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif : Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian.
Malang.UMM Press.
Herdiansyah. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba.
Kuncoro, Mudrajad, 2014, Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi, Jakarta. Erlangga.
Rangkuti, Freddy. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Siagian, 2011. Manajemen Starategik. Jakarta. PT.Bumi Aksara
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta
-----------. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung. Alfabeta.
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Program Studi Geografi,
Program Studi Manajemen
Universitas Negeri Medan
*Penulis Korespodensi: ekasarium@yahoo.com
Abstrak
PENDAHULUAN
Masyarakat yang terdapat di Indonesia dapat diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan letaknya, yaitu
masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan. Masyarakat merupakan segala sesuatu yang berkaitan dan
berhubungan dengan sosial. Syarat yang harus terpenuhi dalam sebuah masyarakat adalah harus ada perkumpulan
orang/ manusia, telah bertempat tinggal dalam waktu lama, dan ada peraturan (undang-undang) yang mengatur
kehidupan orang/ manusia. Fokus kajian program pengabdian masyarakat ini diutamakan untuk masyarakat
pedesaan. Karakteristik desa merupakan sesuatu yang melekat pada unsur-unsur desa yang merupakan ciri khusus
yang membedakan dengan daerah kota. Karakteristik masyarakat pedesan dapat dilihat dari berbagai aspek yang
menarik baik terlihat dari tata kehidupan sosial, mata pencaharian, tingkat pendidikan, dan pola berfikir
masyarakatnya. Secara umum, ciri-ciri masyarakat pedesaan ini meliputi masyarakatnya bersifat homogen,
kehidupan masyarakat desa dipengaruhi oleh faktor geografis, sikap masyarakatnya konservatif dan kurang
pergaulan, sistem kontrol ditentukan oleh nilai norma (hukum adat), ikatan kekeluargaan masih erat, sistem
ekonominya bersifat agraris, dan proses sosial berjalan lambat. Dunia pendidikan saat ini memerlukan usaha yang
optimal untuk mencetak generasi yang berkualitas guna menghadapi perkembangan ilmu pegetahuan dan teknologi.
Maka diperlukan adanya sumber daya manusia yang dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, mampu
menerapkan bahkan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga Indonesia dapat setara dengan
negara maju yang lainnya (Sujilah, 2009).
Generasi muda merupakan aset pelaku pembangunan di masa mendatang perlu mendapatkan prioritas utama
dalam menerima Pendidikan Lingkungan, agar sejak dini mereka paham akan hubungannya dengan lingkungan
hidupnya. Pendidikan Lingkungan akan menjamin terjadinya suasana yang harmonis antara manusia dengan
alamnya, sehingga di alam tidak akan muncul kekhawatiran terhadap bencana yang akan melanda (Mulyana, 2009).
Sekolah merupakan salah satu komponen utama dalam kehidupan seorang anak selain keluarga dan lingkungan
sekitar. Secara umum sekolah merupakan tempat dimana seorang anak distimulasi untuk belajar di bawah
pengawasan guru (Mulyana, 2009). Namun, tidak dapat di pungkiri bahwasanya masyarakat Indonesia tidak merata
dalam hal pendidikan, untuk itu di perlukan pelatihan dan pendampingan dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
Peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat dalam rangka pengabdian masyarakat dilaksanakan pada
masyarakat di Desa Jati Baru, Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Desa Jati Baru
ini merupakan desa yang termasuk belum berkembang dan salah satu kampung KB. Kampung KB bertujuan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat di tingkat kampung/ desa atau yang setara melalui program KKBPK serta
pembangunan sektor lain dalam rangka mewujudkan keluarga kecil dan berkualitas. Membangun masyarakat
berbasis keluarga, mensejahterakan masyarakat, serta memenuhi kebutuhan masyarakat melalui pelaksanaan
integrasi program lintas sektor.
Tujuan Kampung KB yang lainnya adalah mendekatkan pembangunan kepada masyarakat. Intinya program
ini melibatkan semua sektor pembangunan. Kampung KB ini tidak hanya berbicara soal membatasi ledakan
penduduk, tapi juga memberdayakan potensi masyarakat agar berperan serta dalam pembangunan. Program
rekayasa industry di Kampung KB ini tidak semata untuk pengendalian kuantitas penduduk saja, akan tetapi untuk
pengembangan kualitas penduduk dan kualitas keluarga juga, sehingga menjadi kekuatan pembangunan bangsa.
Keberhasilan kampung KB sangat ditentukan oleh peran aktif keluarga atau masyarakat diberbagai tingkatan,
untuk itu perlu adanya intervensi program, dana, sarana, prasarana, KIE, advokasi, penggerakan dan
pendampingan dari SKPDKB dan lintas sektor dengan target akhir gerakan budaya secara kolektif dan
berkesinambungan, maka kampung KB bisa dianggap sebagai prakarsa publik bukan semata program pemerintah.
Diperlukan pendampingan pelaksanaan program KKBPK di lini lapangan dan pelatihan “Skill” pada kelompok
UPPKS dan Poktan lainnya serta penyediaan dana APBD dalam mendukung advokasi, KIE dan penggerakan di
wilayah kampung KB.
Salah satu misi Pusdibang KS adalah: ikut berperan serta dalam terwujudnya keluarga kecil bahagia dan
sejahtera Oleh karena itu dirasa perlu untuk membentuk kemitraan dengan keluarga binaan yang mempunyai usaha
home industry tetapi usaha tersebut belum dikelola secara professional.
Berdasarkan survey awal, maka dapat diidentifikasi permasalahan yang dihadapi oleh mitra adalah sebagai
berikut: (1) Tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah mitra masih rendah untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari, (2) Terbatasnya pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh mitra dalam mengolah lahan pertanian
dan bercocok tanaman sayuran, baik secara tradisional maupun hidroponik.Hidroponik merupakan metode bercocok
tanam tanpa tanah. Bukan hanya dengan air sebagai sebagai media pertumbuhannya, seperti makna leksikal dari
kata hidro yang berarti air, tapi juga dapat menggunakan media-media tanam selain tanah seperti kerikil, pasir,
cocopeat, hidrogrel, pecahan batu karang atau batu bata, potongan kayu dan rockwool (Suryani,2015).
Berdasarkan permasalahan yang telah diidentifikasi maka kegiatan akan diarahkan pada pemberian solusi
terhadap masalah tersebut, yaitu: masyarakat Kampung KB akan diberi pelatihan tentang mengolah lahan pertanian
dan pembuatan pupuk kompos dalam waktu 24 jam. Selain itu, kegiatan pengabdian masyarakat ini juga
memberikan peralatan yang digunakan untuk bercocok tanam dan pemberian bibit sayuran untuk masyarakat mitra.
Setelah itu, produk yang dihasilkan dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan sayur masyarakat sehari-hari dan
jika hasilnya banyak dapat dijual ke pedagang. Hasil penjualan sayuran dapat digunakan untuk mencukupi
kehidupan sehari-hari dan dapat digunakan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat mitra. Untuk itu
di perlukan minat bagi masyarakat untuk kegiatan pelatihan dan pendampingan ini.
Target luaran yang diharapkan dalam kegiatan ini adalah berupa cara bercocok tanam yang baik, pembuatan
pupuk kompos selama 24 jam, dan memberikan peralatan dan benih sayuran yang digunakan untuk mendukung
produksi sayuran di daerah mitra. Selain itu, kegiatan ini juga mempunyai rencana target capaian luaran seperti
terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Rencana Target Capaian Luaran
No Jenis Luaran Indikator Capaian
1 Publikasi ilmiah di Jurnal/Prosiding Draft
2 Publikasi pada media sosial Ada
3 Peningkatan omzet pada mitra yang bergerak dalam bidang Tidak ada
ekonomi
4 Peningkatan kuantitas dan kualitas produk Ada
5 Peningkatan pemahaman dan ketrampilan masyarakat Ada
6 Peningkatan ketentraman/kesehatan masyarakat Tidak ada
7 Jasa, Model, Rekayasa social, produk Tidak ada
8 Hak kekayan intelektual Tidak ada
9 Buku ajar Tidak ada
METODE
Kegiatan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat ini dilaksanakan dengan beberapa tahapan, yaitu:
Tahap persiapan
Tahap persiapan dilakukan dengan membentuk tim kerja, melaksanakan survei awal/ pendahuluan, dan
merencanakan pelaksanaan kegiatan. Pembentukan tim kerja dilaksanakan untuk menentukan tugas pokok anggota
dari kegiatan pengabdian masyarakat ini. Survei awal/ pendahuluan dilakukan untuk mengidentifikasi potensi dan
permasalahan yang ada di daerah kegiatan. Selain itu, tahap persiapan digunakan untuk menentukan warga yang
mendapat bantuan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini, serta menyiapkan materi untuk bercocok tanam sayuran
dan pembuatan pupuk kompos dalam waktu 24 jam.
Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu: (a) Penyampaian materi tentang bercocok tanam
sayuran. Penyampaian materi tentang bercocok tanam sayuran ini dilakukan dengan cara mendatangkan narasumber
yang berkompeten dan ahli dalam bidang pertanian. (b) Penyampaian materi tentang pembuatan pupuk kompos
dalam waktu 24 jam. Penyampaian materi tentang bercocok tanam sayuran ini dilakukan dengan cara mendatangkan
narasumber yang berkompeten dan ahli dalam bidang pertanian. (c) Praktek penyiapan lahan pertanian yang siap
untuk ditanami tanaman. Praktek penyiapan lahan untuk pertanian disekitar rumah warga di Desa Jati Baru
dilakukan setelah adanya tahap sosialisasi penyiapan lahan yang dilakukan oleh narasumber sebelum kegiatan
penyerahan alat dan pelatihan. (d) Praktek pembuatan pupuk kompos dalam waktu 24 jam. Praktek pembuatan
pupuk kompos ini dilakukan setelah adanya pemaparan materi dari narasumber yang berkompeten dan
berpengalaman dalam pembuatan pupuk kompos secara singkat ini. (e) Penyerahan bantuan alat dan bibit tanaman
sayuran. Penyerahan bantuan alat dan bibit sayauran merupaka tahap terakhir dalam kegiatan pengabdian ini. Tujuan
memberikan bantuan alat dan bahan adalah agar memberikan motivasi kepada mitra, meningkatkan pehamaman
tentang bercocok tanam sayuran, dan dapat meningkatkan produktivitas.
Tahap Pendampingan dan Evaluasi Kegiatan
Evaluasi kegiatan dilihat dari tiga aspek, yaitu 1) wawasan dan ketrampilan mitra dalam mengolah dan
bercocok tanaman sayuran, 2) wawasan dan kemampuan mitra dalam membuat pupuk kompos sendiri dalam waktu
24 jam dengan memanfaatkan sampah domestik, dan 3) kemampuan mitra dalam meningkatkan produktivitas
pertanian dan memasarkannya agar tingkat kesejahteraan warga binaan Kampung KB juga meningkat.
Tahap pelaporan
Setelah seluruh kegiatan berjalan maka di akhir tahapan akan disusun laporan kegiatan yang telah
dilaksanakan.
Kinerja LPM Unimed dalam kegiatan 2 tahun terakhir
Pengabdian kepada masyarakat merupakan salah satu bentuk Tridharma Perguruan Tinggi. Lembaga
Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM) Unimed adalah lembaga yang mempunyai tanggungjawab dalam
melaksanakan pengabdian kepada masyarakat. Visi LPM Unimed adalah unggul dalam bidang pengabdian dan
pemberdayaan masyarakat berbasis IPTEKS dan IMTAQ. Sedangkan misi dari LPM Unimed adalah 1)
menyelenggarakan segala bentuk pengabdian kepada masyarakat, 2) Memfasilitasi civitas akademika dalam
pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat, 3) Mengkoordinasi pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat baik
sumberdaya maupun sumber dana, 4) Menyelenggarakan pendidikan & pelatihan dalam rangka mengembangkan
kegiatan kewirausahaan di kalangan civitas akademika guna menghasilkan lulusan yang memiliki wawasan, sikap
dan mental serta keterampilan kewirausahaan, dan 5) Menjalin kemitraan dengan instansi pemerintah, swasta, LSM,
pengusaha, perbankan, industri, Industri Mikro Kecil dan Menengah (IMKM) dan masyarakat dalam rangka
pemberdayaan dan pembinaan masyarakat, penerapan IPTEKS dan IMTAQ maupun mengembangkan wilayah dan
tataruang, agar kemampuan masyarakat meningkat dan dapat terentas dari keterbelakangan serta memiliki
kemampuan kompetitif. Berdasarkan visi dan misi tersebut, tujuan LPM Unimed adalah mengembangkan dan
mensukseskan pembangunan menuju masyarakat yang maju, adil dan sejahtera termasuk di dalamnya
meningkatkan kemampuan khalayak sasaran dalam kehidupan berteknologi maupun dalam memecahkan
masalah yang dihadapi berbasis IPTEKS dan IMTAQ.
Pelaksanaan kegiatan di LPM Unimed mempunyai komitmen yang tinggi untuk memberdayakan minat
masyarakat terutama di wilayah propinsi Sumatera Utara. Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan meliputi
berbagai sektor seperti pendidikan, pertanian, peternakan, seni dan kerajinan, usaha kecil dan lain sebagainya.
Kepedulian dan komitmen dari LPM Unimed terhadap masyarakat di Propinsi Sumatera Utara telah mampu
menghasilkan berbagai macam kegiatan pengabdian kepada masyarakat serta produk-produk yang bermanfaat bagi
masyarakat. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah judul proposal pengabdian kepada masyarakat yang
diterima dan dilaksanakan mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 jumlah proposal yang diterima adalah 63 judul
IbM. Kegiatan tersebut telah terlaksana dengan baik dan telah berhasil memberikan sumbangsih dan manfaat bagi
masyarakat sekitar. Pada tahun 2016 kegiatan IbM mengalami penurunan dengan rincian kegiatan IbM sebanyak 52
judul, IbiKK sebanyak 3 judul, IbW sebanyak 1 judul dan IbPE (1 judul)
Kepakaran yang diperlukan dalam menyelesaikan persoalan atau kebutuhan mitra
Di dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dengan bentuk Ipteks bagi Masyarakat (IbM)
yang berjudul “Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat melalui Bercocok Tanam Sayuran untuk Meningkatkan
Kesejahteraan Masyarakat d Desa Jati Baru Kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2018”
diperlukan tim pelaksana yang memahami cara bercocok tanam, pembuatan pupuk kompos, dan pemasaran produk.
Tim pelaksana kegiatan terdiri dari tiga orang yang berasal dari bidang yang berbeda. Tim pelaksana telah memiliki
pengalaman dalam melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Secara jelas, kepakaran dan tugas
masing-masing anggota tim pelaksana IbM dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kepakaran dan Tugas Pelaksana Kegiatan IbM
Nama Kepakaran Tugas
Dra. Elfayetti, M.Pd Geografi Pertanian Ketua pelaksana yang mengkoordinasikan
seluruh kegiatan IbM termasuk koordinasi
pelaksanaan di lapangan, yang terdiri dari
kegiatan persiapan, pelaksanaan,
pendampingan dan evaluasi program
kegiatan
Nina Novira, S.Si, M.Sc Sumber Daya Alam Bertanggungjawab terhadap penyiapan
dan Lingkungan panduan/modul pembuatan pupuk organik
granul dari kotoran sapi serta penyusunan
laporan kegiatan.
Dr. Muhammad Ikhsan Ekonomi Bertanggungjawab untuk menyediakan
alat dan bahan yang dibutuhkan dalam
kegiatan serta penyusunan laporan
kegiatan serta memberikan pelatihan
tentang pengemasan dan pemasaran
KESIMPULAN
Program pendampingan pelatihan dan pemberdayaan masyarakat melalui bercocok tanam sayuran untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa Jati Baru kecamatan Pagar Merbau, Kabupaten Deli Serdang telah
berhasil dilakukan secara efektif. Hal ini tergambar dari meningkatkan pemahaman masyarakat desa Jati Baru
tentang bercocok tanam sayuran. Selain itu, terlihat dari pemahaman masyarakat dalam memanfaatkan sampah di
sekitarnya menjadi pupuk kompos. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa kekurangan berdasarkan program
pengabdian yang dilakukan tersebut. Dengan demikian, masih diperlukan pendampingan berkelanjutan sebagai
upaya peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam bercocok tanam pada masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Budiati, Indah. 2014. Implikasi Minat Siswa Dalam Pengelolaan Pertanian Terhadap Keberlanjutan Minat
Bertani Di Wilayah Kecamatan Parongpong. Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial. 23(2): 103
Mulyana, Rachmat. 2009. Penanaman Etika Lingkungan Melalui Sekolah Perduli Dan Berbudaya Lingkungan.
Jurnal Tabularasa Pps Unimed.6 (2): 175 – 180
Rusadi, Dwiko Septiyadi. 2015. Pengaruh Sosial Ekonomi Terhadap Minat Pemuda Dalam Beternak Sapi Potong
Di Desa Bonto Cinde Kecamatan Bissappu Kabupaten Bantaeng. Skripsi. Makassar: Jurusan Sosial Ekonomi
Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar.
Suryani, Reno. 2015. Hidroponik Budidaya Tanaman Tanpa Tanah. Yogjakarta: PT Pustaka Baru
Abstract
This study aims to find out: (1) The level of feasibility of the content of Insectarium Learning Media
based on the results of the assessment of material experts; (2) The level of feasibility of displaying
Insectarium Learning Media based on the results of media expert assessment; (3) The response of
teacher in the field of study to the development of Insectarium Learning Media (4) Student responses
to the development of Insectarium Learning Media. This Learning Media was developed with the
Thiagarajan (4-D) model which has been modified into 3-D which consists of 3 stages namely
defining, designing and developing. The results of the study showed: (1) The level of feasibility of the
Media Insectarium according to the material expert team was in the criteria of "very feasible" (86%);
(2) The level of feasibility of the Media Insectarium according to the team of media experts is in the
criteria of "feasible" (84%); (3) Media Insectarium feasibility level according to the subject teacher is
on the criteria: very feasible "(94%); (4) The level of feasibility of Media Insectarium according to
students through individual trials is in the criteria of "feasible"(86.6%), test try the small group in the
criteria of "decent" (91.6%), and the trial of the limited group is in the criteria of "very feasible
(97.6%). So that it can be concluded that the product of the Media Insectarium research development
developed is feasible to be used as an additional learning media for class X high school students.
Considering that this research is only carried out until field trials are limited, to find out its
effectiveness on this product, further research is needed.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Tingkat kelayakan isi Media Pembelajaran
Insektarium berdasarkan hasil penilaian ahli materi; (2) Tingkat kelayakan tampilan Media
Pembelajaran Insektarium berdasarkan hasil penilaian ahli media; (3) Tanggapan guru bidang studi
terhadap pengembangan Media Pembelajaran Insektarium; (4) Tanggapan siswa terhadap
pengembangan Media Pembelajaran Insektarium. Media Pembelajaran ini dikembangkan dengan
model Thiagarajan (4-D) yang telah dimodifikasi menjadi 3-D yang terdiri dari 3 tahap yaitu
pendefenisian, perancangan dan pengembangan. Hasil penelitian menunjukkan: (1)Tingkat kelayakan
Media Insektarium menurut tim ahli materi berada pada kriteria “layak” (84%); (2) Tingkat
kelayakan Media Insektarium menurut tim ahli media berada pada kriteria “sangat layak” (84%); (3)
Tingkat kelayakan Media Insektarium menurut guru bidang studi berada pada kriteria : sangat
layak” (94%); (4) Tingkat kelayakan Media Insektarium menurut siswa melalui uji coba perorangan
berada pada kriteria “layak” (86,6%), uji coba kelompok kecil berada pada kriteria “layak”
(91,6%), dan uji coba kelompok terbatas berada pada kriteria “layak” (97,6%). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa produk pengembangan penelitian Media Insektarium yang dikembangkan ini
layak untuk digunakan sebagai media pembelajaran tambahan siswa kelas X SMA. Mengingat
penelitian ini hanya dilakukan sampai uji coba lapangan terbatas, maka untuk mengetahui
keefektifannya terhadap produk ini perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Kata kunci : pengembangan, media pembelajaran, insektarium
PENDAHULUAN
Penyelenggaraan pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk mencetak generasi bangsa yang berkualitas.
Pembelajaran yang terjadi di dalam kelas dapat berlangsung dengan baik (efektif, efisien dan menarik), jika seorang
guru dapat melakukan perubahan dalam menyampaikan informasi yang kreatif. Untuk itu, seorang guru harus
memiliki wawasan pengetahuan yang luas, mampu memanfaatkan teknologi dan potensi lingkungan sekitar untuk
dijadikan sebagai sumber belajar dan media pembelajaran yang tepat dalam mengajar.
Pemahaman ilmiah siswa Indonesia berdasarkan survey Program of Internasional Student Assessment
(PISA) pada tahun 2015 menempatkan Indonesia pada peringkat 66 dari 72 peserta. Data tersebut menunjukkan
bahwa siswa Indonesia hanya mencapai skor sekitar 400 dari tahun ke tahun, yang berarti pemahaman ilmiah siswa
masih ditingkat rendah dan siswa juga perlu memperoleh keterampilan (Manurung, dkk 2017).
Media memiliki komponen sebagai sumber belajar dan benda nyata yang bisa digunakan untuk
menyampaikan pesan agar pembelajaran menjadi menarik. Seprihatin (2014) menyatakan bahwa media
pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan isi, pesan atau pelajaran merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan siswa dalam belajar sehingga dapat mendorong proses belajar
mengajar.
Hasil observasi pada siswa kelas X IPA SMA N 1 Perbaungan menunjukkan bahwa 80% siswa tidak
berminat dalam proses pembelajaran materi insekta dikarenakan tidak adanya penggunaan media pembelajaran
insektarium dalam proses belajar mengajar, banyaknya ordo yang harus dibahas sehingga siswa sulit untuk
memahami, guru masih menggunakan buku paket dalam pembelajaran sehingga membuat siswa lebih banyak
mendengar dan melihat penyampaian materi oleh guru. Hal ini dibuktikan dari hasil ulangan harian siswa pada
materi invertebrata dari jumlah 36 siswa yang memiliki ketuntasan hasil belajar (≥ 75) hanya 7 orang (0,19%).
Berdasarkan permasalahan tersebut yang memiliki potensi masalah adalah proses pembelajaran yang tidak
menggunakan media pembelajaran insektarium.
Penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa,
serta meningkatkan motivasi kegiatan belajar siswa. Sulistiyawati dan Nurhamidah (2014) menyatakan dalam
penelitiannya bahwa mempelajari materi insekta dengan menggunakan media insektarium akan lebih menarik
dibandingkan dengan hanya mempelajari serangga dari buku saja maupun mengamati gambar serangga yang ada
pada buku. Insektarium berupa awetan serangga dengan bahan pengawet alkohol 70% dan formalin 5% yang
dikemas dalam bentuk koleksi media pembelajaran.
Berdasarkan permasalahan yang telah disebutkan maka perlu dilakukan pembuatan insektarium sederhana
yang berkualitas yaitu dengan penelitian “Pengembangan Media Menggunakan Insektarium Sebagai Media
Pembelajaran Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Perbaungan ”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan, di mana perangkat yang dikembangkan adalah Media
Pembelajaran Insketarium dengan model pengembangn 4-D namun hanya dilakukan sampai tahap pengembangan
(develop). Validasi yang dilakukan oleh 2 dosen ahli materi, 2 dosen ahli media,1 guru biologi dan 36 siswa SMA
Kelas X di SMA Negeri 1 Perbaungan yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan produk yang dikembangkan
secara teoritis. Instrumen yang digunakan adalah lembar validasi yang meliputi aspek kelayakan isi materi dan
kelayakan penyajian. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan metode pengumpulan hasil
validasi, kemudian datayang didapatkan dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Media pembelajaran
insektarium dapat mendorong
4 5 9
siswa untuk mempeoleh
informasi dari berbagai sumber
Materi dalam media
pembelajaran insektarium
5 4 9
dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa
Media pembelajaran
insektarium menggunakan 4 4 8
konsep yang benar
Kelayakan Media pembelajaran
Penyajian insektarium memiliki 4 4 8
penyajian yang konsisten
Ketepatan media pembelajaran
insektarium dengan materi 4 4 8
pembelajaran
Penyajian materi dalam media
pembelajaran sederhana dan 4 4 8
jelas
11 1 2
Aspek 1. Bahan Produk Bahan media dasar untuk media
yang Pengembangan pembuatan media dinilai
oleh 55 89 ahli
insektarium kuat dan tidak 4
media mudah rusak berada
dalam Alat dan bahan pembuatan
insektarium mudah 44 89
diperoleh 5
Jumlah Skor 45 39 84
Persentase 90% 78% 84%
Kategori Sangat Layak
kategori sangat layak, dimana persentase nilai yang didapat 84%. Nilai tersebut didapat karena media pembelajaran
insektarium yang dikembangkan memiliki ukuran 40cmx60cm, dengan bahan dasar kayu dan busa yang dapat
menjaga keawetan serangga serta menambahkan keterangan mengenai pemeliharaan media insektarium dan ukuran
media insektarium pada buku, sehingga lebih jelas isi media pembelajaran tersebut. Dengan demikian, media
pembelajaran akan berpengaruh positif terhadap kegiatan pembelajaran, terutama pada peningkatan motivasi belajar
siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian Seprihatin (2014) Penggunaan media yang tepat akan meningkatkan
perhatian siswa pada topik yang akan dipelajari, dengan bantuan media minat dan motivasi siswa dapat ditingkatkan
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka diperoleh bahwa:
1. Hasil penilaian tim ahli materi terhadap kelayakan isi dan kelayakan penyajian dari Media Pembelajaran
Insektarium yang dikembangkan ini termasuk dalam kategori “layak” dari segi penyajian materi.
2. Hasil penilaian tim ahli media terhadap komponen alat dan bahan insektarium dan kelayakan penyajian dari
Media Pembelajaran Insektarium yang dikembangkan ini termasuk dalam kategori “sangat layak” dari segi
penyajian media.
3. Hasil penilaian guru bidang studi di SMAN 1 Perbaungan Media Pembelajaran Insektarium yang dikembangkan
ini termasuk dalam kategori “ sangat layak” untuk dapat digunakan dalam proses pembelajaran materi Insekta di
kelas X SMA.
4. Menurut tanggapan siswa pada uji coba perorangan, uji coba kelompok kecil, dan uji coba kelompok terbatas
dinyatakan bahwa Media Pembelajaran Insektarium termasuk kategori “sangat layak” untuk digunakan sebagai
media pembelajaran siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, N., Sudarmin., dan Widianti, T., 2014, Efektivitas Penggunaan Herbarium dan Insektarium pada Tema
Klasifikasi Makhluk Hidup Sebagai Suplemen Media Pembelajaran IPA Terpadu Kelas VII MTs, Unnes Science
Education Journal , 3(2), 494-500.
Jumar, 2000, Entomologi Pertanian, PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Manurung, B., Crysty, V., Syarifuddin, dan Pratama, A., T., 2017, Developing Ecology and Environment Learning
Materials of Scientific Literacy Skills and Local Potencial for Indonesia Student, International Journal of
Humanities Social Sciences and Education, 4(7), 84-93.
Seprihatin, N., A., 2014, Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Biologi Materi Filum Arthropoda Berbasis
Macromedia Flash 8 Untuk Siswa SMA, Universitas Jambi.
Sugiyono, 2015, Metode Penelitian dan Pengembangan (Research & Development / R&D), Alfabeta, Bandung.
Sulistiyawati., Nurhamidah, D., 2014 Pengembangan Insektarium disertai Buku Pedoman Pembuatan Koleksi
Serangga sebagai Media Pembelajaran Praktikum untuk Siswa Kelas X SMA/MA, Skripsi, FMIPA, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Susilo, M. Joko, 2015, Analisis Kualitas Media Pembelajaran Insektarium dan Herbarium untuk Mata Pelajaran
Biologi Sekolah Menengah , Jurnal Bioedukatika, 3(1), 10-15.
Abstrak
Pengabdian kepada masyarakat ini bertujuan mendampingi kelompok masyarakat yang tergabung di
Pusat kegiatan Belajarn Masyarakat (PKBM) Citra di Desa Tebing Tinggi Kecamatan Tanjung
Beringin Kabupaten Serdang Bedagai untuk meningkatkan daya saing (diversifikasi produk) yang
dihasilkannya. Adapun kegiatan yang diusulkan dalam pengabdian kepada masyarakat di PKBM
Citra ini adalah pembuatan tas bahan daur ulang minuman cup bekas. Kegiatan pelatihan pembuatan
tas dengan memanfaatan bahan daur ulang dari kemasan minum cup (kemasan gelas plastik).
Pengabdian kepada masyarakat ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam menjaga
lingkungan. Kegiatan ini terdiri dari beberapa tahap yaitu: sosialisasi, pelatihan, pendampingan, dan
evaluasi. Pembuatan tas bahan daur ulang minuman cup bekas telah menambah jenis produk yang
diproduksi warga. Modal masih menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan kegiatan di pusat
kegiatan belajar masyarakat ini.
• Bahan baku untuk cukup mudah diperoleh, namun standar kualitas untuk menghasilkan tas yang baik belum
optimal.
• Dibutuhkannya diverifikasi produk tas dengan bahan daur ulang guna membantu program perlindungan
lingkungan
• Kualitas Produksi mitra masih menggunakan cara tradisional dengan peralatan sederhana dan masih memiliki
beberapa peralatan manual. Ketersediaan peralatan produksi dengan listrik sangat terbatas juga merupakan
masalah untuk meningkat produksi.
• Fasilitas yang dimiliki oleh Mitra rata-rata hanya memiliki peralatan sederhana sedangkan kebutuhan akan
produk sangat tinggi sehingga diperlukan peralatan yang memadai
Distribusi produk dari produsen ke konsumen masih menerapkan cara tradisonal yaitu masih mengandalkan
distribusi langsung dari produsen ke konsumen. Konsep Digitalisasi pemasaran diperlukan manajemen skill dan
kreatifitas dalam pengelolaannya. Pengelolaan Finansial Mitra masih sangat tradisional, sistem pembukuan yang
tidak memperhatikan cashflow dan masih tercampur dengan keuangan keluarga menimbulkan masalah terkait
efektifitas keuntungan dan ekonomi.
METODE
Pembuatan produk tas dengan bahan daur ulang minuman cup bekas membutuhkan beberapa bahan, diantaranya:
1. Gelas minuman bekas
2. Gunting
3. Tali kur
4. Lem tembok
5. Silet
6. Kain puring dan perca
7. Pita
8. Korek api (bensol)
Pemanfaatan bahan utama dari daur ulang limbah minuman cup merupakan upaya membantu melestarikan
lingkungan sekitar.
Proses pembuatan tas berbahan daur ulang minuman cup bekas ini terkait dengan konsep produksi yang dibagi
menjadi beberapa aspek, yaitu:
Teknik Standarisasi Bahan Baku Tas
Tahapan penyiapan bahan baku yang baik dan benar akan menjamin kualitas produk tas. Tahapan penyiapan
bahan baku yang terstandart meliputi langkah pengumpulan, pemilahan, pembersihan, dan penyiapan bahan.
Standarisasi menjadi sangat penting dalam menentukan kualitas bahan produk yang dihasilkan.
Teknik Produksi
Tahapan produksi meliputi pembuatan pola kerangka tas, pembuatan tas, pemeriksaan kualitas, pelabelan.
Tahapan ini dimulai dengan memotong bibir cup bekas yang telah disortir. Kemudian menyatukannya dengan
menggunakan lem sehingga membentuk pola atau kerangka tas. Pola atau kerangka tas yang benar dan baik akan
membantu dalam proses pembuatan tas yang memiliki standar baik, oleh karena itu pemahaman dalam pembuatan
pola atau kerangka tas sangat dibutuhkan dalam tahapan ini. Setelah tas dibuat sesuai dengan pola atau kerangka
yang ada lalu diperiksa kualitasnya. Pemeriksaan terhadap kualitas tas yang sudah dibuat dilakukan oleh pelatih.
Diversifikasi produk
Bentuk akan mencitrakan produk tersebut. Dengan diverifikasi produk yang baik akan meningkatkan daya
saing dan daya jual tas tersebut. Oleh karena itu diperlukan pelatihan dan pembuatan desain tas dan produk
diversifikasinya untuk memberikan alternatif produk menuju sentra tas sehingga akan lebih menarik dan memiliki
daya jual yang lebih baik. Pemilihan bahan kemasan minuman cup bekas menjadi salah satu upaya diverifikasi
produksi tas.
Pemecahan masalah terkait aspek Pemasaran dan Ekonomi
Digitalisasi pemasaran merupakan stratetegi pemasaran yang jitu, efektif dan lebih menguntungkan untuk
mitra melalui aplikasi facebook dan instagram akan berdampak modernisasi pemasaran yang kekinian sehingga
menjamin perluasan jangkuan distribusi produk tas. Masalah manajemen ekonomi akan dilakukan pendampingan
dengan konsep ABG (Academic-Bussines-Goverment) yaitu : Digitalisasi pembukuan dan laporan keuangan,
Digitalisasi stok produk, serta link penambahan modal untuk mewujudkan sentra ekonomi kreatif produsen tas
bahan daur ulang. Keberlanjutan kegiatan ini dapat terlaksana dengan baik jika warga memiliki android dan paket
internet.
Program pemberdayaan kepada masyarakat seharusnya menjadi akses bagi masyarakat untuk menjadi
berdaya sehingga mampu meopang ketahanan ekonomi masyarakat. Pemberdayaan masyarakat harus mampu
mendorong masyarakat yang diberdayakan menjadi berdaya secara akses. Berdaya secara akses akan memampukan
masyarakat melanjutkan kehdiupannya dengan layak dan bermartabat.
Keberlanjutan menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program pemberdayaan
masyarakat. Selain jaringan yang kuat, keberlanjutan membutuhkan keseriusan, konsistensi, komitmen, dan
pendanaan. Keseriusan dan konsosistensi dihasilkan dari komitmen yang lahir dari motivasi di dalam diri warga di
PKBM Citra.
Motivasi merupakan dorongan secara sadar atau tidak sadar yang timbul pada diri seseorang untuk
melakukan sesuatu dengan tujuan tertentu yang diperoleh dari usaha sendiri, orang dan atau kelompok lain (KBBI,
2018).
Motivasi sebagai suatu hasil dari usaha yang dilakukan orang lain atau kelompok lain dalam program
pemberdayaan masyarakat ini diberikan diperoleh dari pelatih dan kelompok tim pemberdaya dalam program
pemberdayaan masyarakat ini. Motivasi menghasilkan komitmen, dan komitmen pada akhirnya melahirkan
keseriusan dan konsistensi.
Keseriusan dan konsistensi menjadi bukti dari motivasi yang tinggi dalam diri warga dalam melakukan
keberlanjutan usaha. Keseriusan dan konsistensi dibangun baik secara individu dan kelompok. Meski kepentingan
ekonomi menjadi hal yang pertama sebagai motivasi kehadiran warga namun hal itu tidak selalu menjadi motivasi
yang kuat dalam diri warga yang dibina pada PKBM.
Komitmen merupakan janji yang diwujudkan dalam keseriusan dan konsistensi warga dalam mengikuti
semua proses dalam program ini. Komitmen dapat terjadi ketika ada kesadaran dari setiap warga untuk memperbaiki
diri. Namun komitmen itu sendiri dipengaruhi oleh motivasi yang terbangun diantara kelompok warga yang dibina
dalam PKBM.
Konsistensi kehadiran warga yang dibina, dipengaruhi konsistensi kehadiran secara kelompok. Hal ini
menegaskan motivasi individu dipengaruhi konsistensi individu lain dalam kelompoknya.
Aspek lain yang juga penting adalah pendanaan. Pendanaan menjadi salah satu faktor pendukung dalam
menjaga keberlanjutan usaha. Pendanaan merupakan modal pertama yang dibutuhkan. Meskipun modal tidak hanya
berupa dana, pendanaan dalam arti ketersediaan dana atau uang menjadi faktor yang mempengaruhi keberlanjutan
usaha ini.
KESIMPULAN
Keberlanjutan menjadi bagian dalam proses membangun usaha. Selain jaringan yang kuat, ada beberapa
faktor penting yang dapat saling mempengaruhi dalam keberlanjutan diantaranya keseriusan, konsistensi, komitmen,
dan pendanaan.
Untuk itu program pembedayaan tidak dapat dilaksanakan hanya untuk memenuhi kepentingan jangka
pendek dari pihak-pihak tertentu saja.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, S. N. (2014). Pelatihan Keterampilan Membuat Tas Dari Daur Ulang Sampah Plastik Sebagai Upaya
Memberdayakan Ibu-Ibu Pkk Di Desa Kemantren Kecamatan Gedeg Kabupaten Mojokerto. J+Plus Jurnal
Mahasiswa Pendidikan Luar Sekolah, 3(1), 1-10.
KBBI. (2018, Oktober 27). Retrieved from KBBI: http://kbbi.web.id/motivasi/html
Putra, H. P., & Yuriandala, Y. (2010). Studi Pemanfaatan Sampah Plastik Menjadi. Jurnal Sains dan Teknologi
Lingkungan, 2(1), 21-31.
Suara Pembaruan. (2018, Mei 25). KESRA. Diambil kembali dari http://sp.beritasatu.com:
http://sp.beritasatu.com/pages/e-paper/2018/04/25/#18/z
Program Studi Pendidikan Seni Rupa Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Medan
Jl. Willem IskandarPasar V, Medan Estate, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang, 20221.
Sumatera Utara. Indonesia.
Email: adek_peros@yahoo.com
Abstrak
Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan
penjualan produk Usaha Kecil Menengah (UKM) rumahan di Desa Ara Payung yang berstandarisasi.
Dimana pada kegiatan ini telah menghasilkan produk luaran yang meliputi: (1) desain kemasan
berstandar, (2) produk sudah dipasarkan secara online, dan (3) sudah mampu mengelola laporan
keuangan dengan baik. Metode pelaksanaan program pengabdian yang dilakukan secara berjenjang,
berkesinambungan, dan komprehensif yang dilaksanakan melalui metode pendekatan. Pendekatan di
sini dimaksudkan adalah perolehan informasi awal hingga proses kegiatan dilakukan dengan
komunikasi secara langsung atau lewat alat komunikasi secara intensif dengan Mitra, sehingga
pelaksanaan kegiatan dilakukan secara terbimbing, yang telah meningkatkan produktifitas usaha,
kualitas produk, dan pemasaran pengelolaan usaha keripik pisang, keripik singkok, dan emping
jagung menjadi lebih baik di Desa Ara Payung.
Abstract
Community Service Activities that aim to increase productivity and sales of Small and Medium
Enterprises (SMEs) in the standardized Ara Payung Village. Where this activity has produced
products that include: (1) standardized packaging designs, (2) products have been marketed online,
and (3) have been able to manage financial statements well. The implementation method of service is
carried out in stages, continuously, and comprehensively which is carried out through the approach
method. The approach here is the information used for communication that is done quickly through
communication that is done correctly, which has increased productivity, product quality, and
management efforts of banana chips, cassava chips, and corn chips to be better in Ara Payung.
PENDAHULUAN
Desa Ara Payung terbentuk dari 5 wilayah Dusun yang terletak di Kecamatan Pantai Cermin. Luas wilayah
yang ada di Desa Ara Payung adalah 426 Ha, dengan jumlah penduduk 2.267 jiwa, yang terdiri dari 1.213 jiwa laki-
laki dan 1.554 jiwa perempuan. Berdasarkan jumlah Kepala Keluarga (KK) desa ini dihuni oleh 711 KK. (Sumber:
Profil Desa Ara Patung).
Dilihat dari jumlah jiwa dan KK yang ada pada masing-masing Dusun di Desa Ara Payung, dapat dikelompokan
sebagai berikut:
Tabel 1. Nama Dusun, Jumlah KK, dan
Jumlah Jiwa Per Dusun
No. Nama Dusun Jumlah KK Jiwa
1. Dusun I 89 351
2. Dusun II 320 821
3. Dusun III 128 493
4. Dusun IV 119 425
5. Dusun V 55 177
Jumlah 711 2.267
Berdasarkan jumlah penduduk yang ada di Desa Ara Payung di atas, sebagian besar bermatapencaharian
sebagai petani/berkebun, buruh bangunan/tani, berdagang/wiraswasta, dan sebagian kecil sebagai Pegawai Negeri
Sipil (PNS) dan pegawai/karyawan swasta. Penduduk yang berprofesi sebagai petani/berkebun berjumlah 1.527
orang, buruh bangunan/tani 300 orang, pedagang/berwiraswasta 341 orang, sebagai PNS ada 38 orang,
karyawan/pegawai swasta 36 orang, dan selebihnya diisi dengan profesi lain seperti, jasa, pensiunan, pertukangan,
dan lain sebagainya.
Beragamnya profesi penduduk yang ada di Desa Ara Payung merupakan keanekaragaman kekayaan
keahlian yang dimiliki oleh masyarakat desa ini, di mana kepala desa Ara Payung berkeinginan besar untuk
“Mewujudkan Masyarakat Desa Ara Payung yang Sejahtera, Aman, Damai, dan Religious (Ara Payung Sadar
2014-2019). Salah satu usaha pemerintah desa untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, yaitu dengan
memberikan kebebasan bagi masyarakatnya untuk berwirausaha, hal ini tidak hanya bagi kaum bapak-bapak saja,
namun kaum ibu-ibu juga bisa berwirausaha yang nantinya bisa membantu perekonomian yang lebih baik dalam
sebuah keluarga.
Pemerintahan Desa Ara Payung sangat mendukung kegiatan-kegiatan yang beranggotakan kelompok
masyarakat terkhusus dalam berwirausaha, misalnyanya adanya Usaha Kecil Menengah (UKM) Rumahan yang
memanfaatkan hasil pertanian yang ada di Desa Ara Payung. Hal ini terlihat dengan adanya kelompok masyarakat
yang mengelolah hasil pertanian masyarakat Ara Payung. Kelompok masyarakat ini berjumlah 20 orang yang
diketuai oleh Bapak Ahmad Alhadi, kelompok ini diberi nama “Maju Jaya”. Kelompok “Maju Jaya” sudah berdiri
selama 8 tahun terakhir, melakukan kegitan pertemuan sekali sebulan dari jam 10:00 samapi dengan 13:00 WIB,
kegiatan yang dilakukan berupa diskusi dan langsung membuat olahan makanan dari berbagai bahan hasil pertanian,
yaitu berupa keripik pisang, keripik singkong, emping jagung, dan olahan lain yang berbahan dasar pisang,
singkong, dan jagung.
Kelompok “Maju Jaya” dalam setiap pertemuannya mampu memproduksi emping jagung, keripik pisang,
dan keripik singkok sebanyak 10 bungkus dari masing-masing olahan, yang dikemas dalam plastik polos bening
ukuran 2 kg, 1 kg, ½ kg, dan ¼ kg, keripik dan emping dimasukan ke dalam plastik polos kemudian diikat dengan
karet gelang ada juga yang dilipat pada bagian atas selanjutnya dibakar menggunakan lilin pada sisi lipatan untuk
mengunci keripik dan emping tersebut supaya tidak bocor. Tidak jarang juga kemasan sering rusak ketika sampai di
warung atau ketika dalam perjalanan menuju lokasi penjualan, dikarenakan plastik kemasan yang terlalu tipis dan
proses pembakaraan lipatan kurang sempurna.
Harga jual dari keripik pisang, keripik singkong, dan emping jagung dibandrol dengan harga Rp. 3.000,-
(tiga ribu rupiah) sampai dengan Rp. 13.000,- (tiga belas ribu rupiah). Proses kegiatan mulai dari pengolahan bahan
mentah sampai packing hasil produksi dilakukan secara manual. Packing produk yang akan dipasarkan hanya
menggunakan kertas plastik polos tanpa adanya merek dagang seperti, Nama Merek, Slogan, Farian Rasa,
Komposisi, Gambar Ilustrasi, Alamat, Nomor Hand Phone, dan hal lain yang berhubungan dengan branding.
Pemasaran produkpun sangat terbatas dan sangat sedikit, dimana hasil produksi bisa dikatakan kurang
produktif kemudian sistem pemasaranpun secara manual yaitu, dari warung ke warung itupun hanya seputaran Desa
Ara Payung, belum adanya usaha untuk alternatif online seperti mengendorse produk tersebut di media sosial.
Masalah lain yang perlu dibenahi dari Mitra yaitu, manajemen pembukuan, di mana pengelolaan keuangan belum
disusun secara profesional, hanya diberlakukan sistem kekeluargaan atau sistem bagi hasil. Pertemuan yang
dilakukan sekali sebulanpun tidak pernah mendiskusikan masalah pembukuan keuangan, dimana masing-masing
anggota kelompok sering bercerita lebih membahas masalah pribadi saja.
Berdasarkan uraian di atas, kelompok usaha “Maju Jaya” ini tentunya memiliki potensi yang sangat besar
untuk berkembang lebih baik lagi, hal tersebut dapat dilakukan dengan mendatangkan ahli untuk membenahi
kelemahan-kelemahan dari masing-masing bidang, mulai dari desain kemasan, hingga manajemen pembukuan
keuangan.
Berlandaskan permasalahan Mitra yang diungkapkan di atas, prioritas permasalahan utama dapat di bagi ke dalam
tiga point, yaitu:
1. Belum memiliki Branding dan Packaging yang menarik dan berstandar;
2. Kurang mampu mengendorse produk dengan baik, seperti memanfaatkan pemasaran secara online; dan
3. Manajemen keuangan masih sangat sederhana dan belum profesional.
METODE PELAKSANAAN
Berikut metode pelaksanaan dalam beberapa tahapan:
Pelaksanaan
Berikut tahapan pelaksanaan yang dilakukan untuk kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat dengan Mitra, yaitu:
(a) Focus Group Discussion (FDG) dengan Mitra; (b) pelatihan pembuatan desain kemasan; (c) pelatihan sistem
pemasaran menggunakan IT serta; (d) pendidikan dan pelatihan keuangan serta manajemen usaha yang baik.
Evaluasi dan Refleksi
Evaluasi dan refleksi merupakan tahapan penilaian terhadap keberhasilan program Pengabdian kepada
Masyarakat yang telah dilaksanakan. Setelah dilakukan hasil evaluasi dan refleksi, maka akan diperoleh gambaran
berhubungan dengan tingkat pencapaian keberhasilan dan faktor kendala apabila program Pengabdian kepada
Masyarakat yang dilakukan belum berhasil dan belum sesuai dengan yang diharapkan.
Tindak Lanjut
Feedback dari hasil evaluasi program Pengabdian kepada Masyarakat. Tindak lanjut mengarahkan
keberlanjutan program atau peningkatan program yang dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Jika program
pelatihan, pendampingan, dan pendidikan belum juga berhasil, dilakukan usaha perbaikan berdasarkan ulasan hasil
evaluasi sebelumnya.
Gambar 6. Kelompok Ibu –ibu PKK Mengikuti Pelatihan dan Pendampingan Desain Kemasan
Gambar 6. Kelompok Ibu –ibu PKK Mengikuti Pelatihan dan Pendampingan Pemasaran Online dan Pembukuan Keuangan.
Kelompok ibu-ibu PKK sudah memiliki merek dagang yang mempu bersaing dengan produk lain
sejernisnya. Produk yang dihasilkanpun tidak mudah rusak dan tahan lama.
Gamabar 7.
Kemasan yang Sudah Bermerek
Kelompok Ibu-ibu PKK sudah mampu menjual produk secara online melalui sosial media, yang
sebelumnya hanya dijual disekitaran Desa Ara Payung saja, sekarang sudah bisa melebar keseluruh Indonesia
melalui media online.
Gamabar 8.
Dipasarkan Secara Online
Kelompok Ibu-ibu PKK sudah mampu mengelolah laporan keuangan dengan baik dan benar, sudah memiliki buku
laporan keuangan yang sistematis.
Gamabar 9.
Laporan Keuangan Tersusun Rapi
DAFTAR RUJUKAN
Keputusan Presiden RI No. 99 tahun 1998
Pinasti, Margani. 2007. Pengaruh Penyelenggaraan
dan Penggunaan Informasi Akuntansi Terhadap Persepsi Pengusaha Kecil Atas Informasi Akuntansi:
Suatu Riset Eksperimen. Simponi Nasional Akuntansi X. Unhas Makassar.
Profil Desa Ara Patung
Wirjono, Endang Raino, dkk. 2012. Survei
Pemahaman dan Pemanfaaatan Informasi Akuntansi Usaha Kecil Menengah di Daerah Istimewa
Yogyakarta. AUDI Jurnal Akuntansi dan Bisnis. 7(2), 10-12.
Abstrak
Mitra pada kegiatan ini adalah Guru-Guru Sekolah Dasar (SD) Swasta Teladan Sumatera Utara.
Guru-Guru SD Swasta Teladan Sumatera Utara mengalami permasalahan dalam penerapan
pembelajaran inovatif yang dapat menarik perhatian siswa dan membantu memudahkan siswa dalam
memahami materi pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara ditemukan
permasalahan yang dialami oleh mitra yaitu : 1) Minimnya pengetahuan guru-guru tentang
pembelajaran yang inovatif sehingga pembelajaran berlangsung secara konvensional dan monoton,
2) Sebagian guru tidak mampu merancang dan menyusun RPP dengan baik, 3) Tidak tersedianya alat
peraga pembelajaran dan minimnya pengetahuan guru-guru dalam pembuatan alat peraga, 4) Tidak
adanya panduan pembuatan berbagai alat peraga pembelajaran yang sifatnya sederhana, mudah
dikelola, tahan lama, menarik dan panduan penggunaannya, 5) Siswa sulit memahami materi
pelajaran dan berdampak pada nilai siswa yang rendah. Metode pendekatan dalam pelaksanaan
PKM ini menggunakan metode pendidikan, pelatihan, praktik dan pendampingan. Luaran yang
dihasilkan antara lain: 1) Dokumentasi Pelaksanaan Pembelajaran berupa Video Pembelajaran oleh
guru model, 2) RPP menggunakan pembelajaran inovatif, 3) alat peraga pembelajaran sederhana di
SD disertai Panduan pembuatan dan penggunaan, 4) Modul perancangan dan panduan penggunaan
alat peraga pembelajaran di SD sehingga para guru dapat menggunakan media secara efektif sesuai
tahapan yang jelas, 5) Peningkatan kompetensi guru dalam mendesain pembelajaran menggunakan
alat peraga pembelajaran sederhana.
PENDAHULUAN
SD Swasta Teladan Sumatera Utara yang berada di jalan pendidikan No 62, Kecamatan Medan Helvetia
secara umum masih menyelenggarakan pendidikan menggunakan kurikulum KTSP. Guru yang terdapat di SD
Swasta Teladan Sumatera Utara berjumlah 13 Orang berpendidikan S1 dengan status terdiri dari guru tetap yayasan
dan guru honor dengan latarbelakang pendidikan masing-masing 7 orang guru PGSD, 2 orang guru pendidikan
olahraga, 1 orang pendidikan bahasa inggris, 1 orang guru seni, 1 orang guru agama islam, dan 1 orang guru agama
kristen. 3 orang merupakan guru kelas, 10 orang lainnya merupakan guru bidang studi. Guru yang telah sertifikasi
ada 3 orang. Rata-rata guru di sekolah ini masih berusia muda. Guru dengan usia muda seharusnya lebih energik dan
penuh kreatifitas dalam melaksanakan pembelajaran. Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan hampir semua
guru di sekolah dasar ini melaksanakan proses pembelajaran secara konvensional dan monoton tanpa adanya inovasi
pelaksanaan pembelajaran yang dapat mendukung pembelajaran yang berorientasi pada kinerja ilmiah. Guru di
sekolah ini hanya menjalankan tugas rutinitas tanpa adanya kreatifitas dalam membuat alat peraga pembelajaran
sederhana yang dapat dibuat sendiri baik oleh guru maupun siswa dengan memanfaatkan bahan bekas, murah dan
mudah didapat untuk dapat digunakan pada proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan saran Gagne sebaiknya
siswa belajar dari yang sederhana menuju ke yang kompleks. (Darmodjo dan Kaligis, 1992).
Jumlah siswa di sekolah dasar ini pada tahun akademik 2017/2018 sebanyak 144 siswa yang terdiri dari 6
rombongan belajar. Jumlah siswa di sekolah dasar ini tergolong sedikit dan cenderung mengalami penurunan
jumlah selama 5 tahun terakhir. Salah satu penyebab penurunan jumlah siswa ini mungkin saja dikarenakan
berkurangnya kepercayaan orangtua untuk menyekolahkan anaknya di SD ini akibat dari pelaksanaan pembelajaran
yang kurang berkualitas. Rincian jumlah siswa per kelas Tahun Akademik 2017/2018 seperti pada Tabel 1.1
Tabel 1.1 Jumlah Siswa SD Swasta Teladan Per Kelas T.A 2017/2018
Kelas I II III IV V VI
Jumlah
24 24 30 20 24 22
Siswa
Sumber : Statistik Keadaan Siswa SD Sw. Teladan
Berdasarkan Daftar Kumpulan Nilai di SD ini menunjukkan banyak ditemukan siswa yang nilainya rendah
dan tidak tuntas kebanyakan pada pelajaran IPA. Pada umumnya nilai siswa yang rendah pada pelajaran IPA
disebabkan oleh pelaksanaan pembelajaran yang tidak inovatif yakni tidak sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.
Selanjutnya dari hasil diskusi bersama para guru terkait pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan di kelas diperoleh
informasi bahwa guru-guru sangat jarang menggunakan media atau alat peraga pembelajaran dan media yang
digunakan terbatas pada media berbasis kertas karton.
Menurut keterangan Kepala SD Swasta Teladan Sumatera Utara, Bapak Hendrik H, S.Pd yang menyebabkan
para guru sangat jarang terlihat menggunakan media/alat peraga pembelajaran dikarenakan tidak adanya media/alat
peraga pembelajaran yang tersedia di sekolah dan minimnya kreatifitas para guru. Beliau mengatakan bahwa para
guru menganggap penggunaan alat peraga membutuhkan biaya yang cukup besar. Disamping itu pemahaman dan
pengetahuan yang rendah terkait dengan pemilihan media/alat peraga pembelajaran, minimnya pengetahuan tentang
cara pembuatan media/alat peraga pembelajaran yang sifatnya sederhana, mudah dikelola, tahan lama, menarik dan
seimbang, hingga penerapannya dalam kegiatan pembelajaran.
Selanjutnya dari wawancara langsung dengan para guru di SD ini terkait dengan penerapan pembelajaran
yang inovatif melalui penggunaan alat peraga pembelajaran di kelas. Hasil yang diperoleh bahwa para guru
sebenarnya memiliki keinginan untuk melakukan inovasi dalam menyajikan pembelajaran menggunakan alat peraga
di kelas yang mampu membuat para siswa penasaran dan semangat untuk medapatkan pelajaran berikutnya. Namun
hal ini terkendala dengan pengetahuan mereka yang minim untuk merancang rencana kegiatan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran inovatif disertai dengan media/alat peraga. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) yang digunakan guru sebagian berasal dari internet yang langsung dipakai dan minim modifikasi karena
pengetahuan yang rendah tentang penyusunan RPP yang baik. Guru-guru berharap akan tersedianya panduan model
pembelajaran inovatif dan panduan pembuatan berbagai alat peraga pembelajaran yang dapat digunakan untuk
membuat alat peraga pembelajaran yang tepat.
Pelakasanaan pembelajaran tanpa disertai penggunaan alat peraga pembelajaran inilah yang menyebabkan
siswa sulit menyerap materi pelajaran yang disajikan oleh guru, karena pada dasarnya siswa SD cenderung masih
berpikir kongkrit, sehingga materi pelajaran yang bersifat abstrak perlu divisualisasikan sehingga menjadi lebih
nyata melalui alat peraga/media pembelajaran. Oleh sebab itu, maka diperlukan upaya bersama untuk meningkatkan
kemampuan siswa di sekolah ini yang salah satunya dapat dilakukan dengan penciptaan dan peningkatan kreatifitas
guru dalam merancang pembelajaran yang inovatif disertai dengan penggunaan alat peraga pembelajaran yang
sifatnya sederhana, mudah dikelola, tahan lama, menarik dan seimbang yang sesuai dengan materi yang akan
dipelajari siswa.
Menurut Natawidjaja (1978), alat peraga yaitu alat pelengkap yang digunakan guru dalam berkomunikasi
dengan para siswa. Lebih lanjut Mujadi (1995) mengatakan terdapat peranan penting alat peraga buatan sendiri atau
hasil inovasi akan memberikan beberapa keuntungan, yaitu sebagai berikut: 1. Biaya yang diperlukan relatif murah.
2. Siswa lebih mudah memahami konsep-konsep yang dipelajari. 3. Dapat memvisualisasikan konsep yang abstrak
menjadi lebih kongkrit. 4. Meningkatkan kreativitas dan keaktifan siswa dalam pembelajaran. 5. Mendorong
terjadinya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan dan alat peraga sebagai sumber belajar.
KESIMPULAN
Berdasarkan kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan disimpulkan : 1). masih ada guru-guru
SD yang belum paham menerapkan kurikulum 2013. Hal ini dikarenakan sebagian dari guru-guru SD belum pernah
mengikuti pelatihan kurikulum 2013. Selain itu pelatihan yang sudah pernah diikuti oleh beberapa guru masih belum
sesuai dengan kebutuhan para guru dan pelaksanaannya hanya sebatas mendengarkan materi pelatihan tanpa praktik
dan pendampingan. 2). Alat peraga yang dibuat sangat membantu guru dalam menyampaikan materi pelajaran
kepada sisiwa. Praktik dan pendampingan pembuatan alat peraga yang telah dilakukan juga telah menambah
pemahaman dan wawasan guru dalam merancang dan membuat alat peraga yang sesuai dengan kompetensi dasar
yang ada pada kurikulum 2013.
SARAN
Progam pengabdian kepada masyarakat dengan skema sekolah binaan yang disiapkan oleh LPM Unimed
sangat baik untuk membantu pihak sekolah dalam mengatasi permasalahan guru dan siswa dalam peningkatan
kualitas pembelajaran. Untuk itu diharapkan program ini tetap dilaksanakan agar para guru dapat memperbaharui
pengetahuannya tentang penerapan pembelajaran yang inovatif sesuai kurikulum yang berlaku sehingga kualitas
pembelajaran pembelajaran di kelas meningkat.
dapat juga disampaikan kepada pihak-pihak yang membantu pelaksanaan pengabdian dari tim pendamping LPM
Unimed dan sekolah yang telah menyediakan tempat pelaksanaan kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA
Depdikbud. 2007. Kurikulum Tingkat SatuanPendidikan. Bandung: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Hendro Darmodjo dan Yenny R.E Kaligis, 199/1992, Pendidikan IPA II, Depdikbud, Dirjen Dikti, Jakarta.
Ibrahim, R. danN.Syaodih.2003.Perencanaan Pembelajaran.Jakarta: Rineka Cipta.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Sekolah Dasar. 2008. Model Silabus Kelas IV. Jakarta : BNSP
Mujadi. 1995. Media Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka
Natawidjaja, R. 1978. Alat Peraga dan Komunikasi Pendidikan. Bandung: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Samatowa, U. 2007. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Smaldino, Sharon E., Lowther , Deborah L., Russel, James D. (2008). Instructional Technology and Media for
Learning (Ninth Edition). NJ: Pearson Education Inc..
Yudhi Munadi. 2008. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Ciputat: Gaung Persada press.
Dokumentasi Kegiatan
ABSTRACT
Silalahi II Village is located at the end of Silahisabungan District which borders with Toba Samosir
Regency. The breakdown of access to the main road to other villages due to landslides and erosion in
many places resulted in the village being isolated and left behind. The difficulty of access to the
village causes a series of burdens that must be borne by the community so that the community is
unable to rise from prolonged poverty to date. In order to catch up with it, there is a need for
university science and technology assistance that is synergized in one series of PPM activities. In the
first year (2017) the PPM Team has carried out IbDM activities (now PPDM) on the priority of
improving road access along the 11 km road that has been interrupted for a long time. Road opening
and repairs are carried out using excavators to clean landslide material to the road, eroded road
bodies as well as repairing hollow roads using bulldozers so that villages can be accessed using 2 and
4 wheeled vehicles. This condition will facilitate public access to sell crops and stimulate entry
visitors. To increase farmers' income, the PPM Team has carried out training and introduction of
quality 1000 onion seeds to farmer groups so that this commodity is expected to be one of the village's
mainstay products. The implementation of PPM activities in the second year is the introduction of
catfish in Sitio-Tio Hamlet and developing agricultural potential through the provision of water for
the opening of sleeping lands. The team built an irrigation network using a 500 m long pipeline and
ended with a reservoir to be distributed to the sleeping area which will be used as a development
farming area. The PPM implementation team also provides agricultural tractors to increase farmers'
motivation to work on their agricultural areas. From here it is expected that the community will be
more passionate about farming crops so that this area becomes an independent agricultural area.
Keywords: Poor, isolated villages, improved road access, introduction, agriculture, fisheries.
ABSTRAK
Desa Silalahi II terletak di ujung Kecamatan Silahisabungan yang berbatasan dengan Kabupaten
Toba Samosir. Putusnya akses jalan utama ke desa lainnya akibat longsor dan erosi di banyak tempat
mengakibatkan desa ini menjadi terisolir dan tertinggal. Sulitnya akses menuju desa menimbulkan
rentetan beban yang harus ditanggung masyarakat sehingga masyarakat tidak mampu bangkit dari
kemiskinan berkepanjangan hingga saat ini. Untuk mengejar ketertinggalannya perlu bantuan ipteks
perguruan tinggi yang disaling bersinergis dalam satu serie kegiatan PPM. Pada tahun pertama
(2017) Tim PPM telah melaksanakan kegiatan IbDM (kini PPDM) pada prioritas perbaikan akses
jalan darat sepanjang 11 km yang terputus sejak lama. Pembukaan dan perbaikan jalan dilakukan
menggunakan excavator untuk membersihkan material longsor ke badan jalan, penimbunan badan
jalan yang tererosi serta perbaikan jalan berlobang menggunakan buldozer sehingga desa dapat
diakses menggunakan kenderaan roda 2 dan 4. Kondisi ini akan memudahkan akses masyarakat
untuk menjual hasil bumi dan menstimulir masuknya pengunjung. Untuk meningkatkan pendapatan
petani maka Tim PPM telah melaksanakan pelatihan dan introduksi bibit bawang merah berkualitas
sebanyak 1000 kg ke kelompok tani sehingga komoditi ini diharapkan menjadi salah satu produk
andalan desa. Pelaksanaan kegiatan PPM di tahun kedua berupa introduksi ternak ikan lele di Dusun
Sitio-Tio serta mengembangkan potensi pertanian melalui penyediaan air bagi pembukaan lahan-
lahan tidur. Tim membangun jaringan pengairan menggunakan pipa sepanjang 500 m dan diakhiri
dengan bak penampungan untuk selanjutnya didistribusikan ke lahan tidur yang akan digunakan
sebagai areal pertanian pengembangan. Tim pelaksana PPM juga menyediakan traktor pertanian
agar meningkatkan motivasi petani untuk mengerjakan areal pertaniannya. Dari sini diharapkan
masyarakat akan lebih bergairah bercocok tanam pertanian sehingga kawasan ini menjadi kawasan
mandiri pertanian.
Kata kunci: Desa miskin, terisolir, perbaikan akses jalan, introduksi, pertanian, perikanan.
PENDAHULUAN
Analisis situasi
Hampir tidak ada yang tidak mengenal Danau Toba, danau kebanggaan masyarakat Sumatera Utara, bahkan
Indonesia. Danau yang mengelilingi Pulau Samosir, dengan luas sekitar 1.103 kilometer persegi itu memang
memiliki panorama yang indah (Siagian 2006). Salah satu kabupaten yang berbatasan dengan Danau Toba adalah
Kabupaten Dairi. Salah satu kecamatannya yang berbatasan dengan Danau Toba yaitu Kecamatan Silahisabungan
yang terdiri atas 5 desa yakni Desa Silalahi I, Silalahi II, Silalahi III, Paropo I dan Paropo II (PIK USU dan BPK P.
Siantar, 2000; Utomo, 2008). Di antara ke lima desa tersebut, Desa Silalahi II merupakan desa terujung yang
berbatasan dengan Kabupaten Samosir.
Sebagai wilayah terujung, terdapat dusun yang tidak dapat diakses menggunakan jalan darat sehingga
wilayah ini menjadi terisolir dan tertinggal. Di antara dusun tersebut, Dusun I dan Dusun IV merupakan 2 dusun
yang letaknya terjauh dan terisolir karena terputusnya akses jalan darat. Satu-satunya akses yang memungkinkan
untuk mencapai wilayah ini adalah menggunakan boat motor yang memakan waktu sekitar 1 jam. Dahulu pernah
dibuat jalan ke wilayah ini, namun kondisi tebing yang terjal serta potensi erosi dan longsor yang tinggi
mengakibatkan putusnya jalan yang menghubungkan desa dan dusun ini. Putusnya akses jalan juga memutuskan
harapan warga untuk dapat mengharapkan masuknya jaringan listrik dari PLN. Dusun yang letaknya berbatasan
dengan Kabupaten Toba Samosir ini akhirnya menjadi wilayah terisolir dan tertinggal.
Hilangnya akses jalan, topografi yang bergelombang dan bergunung sehingga sangat sedikit areal yang dapat
digunakan sebagai areal bertanam padi, jarak yang jauh ke pusat desa dan kecamatan, ditambah ketiadaan energi
praktis menyebabkan ketidakberdayaan masyarakat untuk bangkit dari keterpurukan ekonominya. Wilayah inilah
yang selanjutnya direncanakan Tim Pelaksana PPM menjadi mitra sasaran kegiatan PPDM multi tahun. Di wilayah
ini terdapat 2 kelompok tani dan kelompok karang taruna yang akan diberdayakan semaksimal mungkin untuk
kemajuan desa.
Masuknya Tim Pelaksana PPM USU memberi harapan besar bagi warga desa ini untuk dapat meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraannya. Berdasarkan hasil diskusi dengan warga dan pantauan Tim, wilayah ini sangat
membutuhkan bantuan penanganan untuk dapat berubah menjadi desa maju yang mandiri. Potensi wilayah yang
dimiliki akan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mengejar ketertinggalan wilayah ini dari daerah lain di
sekitarnya. Oleh karena itu kegiatan PPM yang akan dilaksanakan direncanakan berdasarkan skala prioritas.
Gambar 1. Akses ke Desa PPM melewati tebing dan jurang yang banyak telah mengalami longsor dan erosi
sehingga jalan terputus total sejauh 11 km Kondisi ini telah dapat diatasi; bawah: Kondisi Dusun Sitio-Tio Desa
Silalahi II yang terpencil dan terisolir.
Permasalahan Mitra
Desa Silalahi II terletak di ujung Kecamatan Silahisabungan yang berbatasan dengan Kabupaten Toba
Samosir. Dari 4 dusun yang ada di desa ini, dusun I dan dusun IV paling tertinggal karena letaknya yang jauh dan
terisolir disebabkan terjalnya tebing dan perbukitan yang menghubungkan wilayah ini dengan desa lainnya. Dahulu
pernah dibuat jalan yang menghubungkan wilayah ini ke pusat desa, namun kondisi tebing yang sangat terjal dan
kerap terjadi erosi dan longsor mengakibatkan jalan terputus di banyak tempat. Akibatnya praktis desa ini menjadi
terisolasi. Satu-satunya jalan keluar masuk dusun ini hanya melalui jalan air menggunakan boat/sampan. Parahnya
lagi mengingat perekonomian masyarakat yang sangat terpuruk mengakibatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah ini
sangat lambat. Akibatnya tidak ada boat angkutan umum yang beroperasi dari dan ke wilayah ini. Untuk dapat
memenuhi kebutuhannya masyarakatlah yang keluar untuk berbelanja, sementara hampir tidak ada pendatang yang
berkunjung ke wilayah ini.
Walaupun secara administrasi wilayah ini terletak di Desa Silalahi II Kecamatan Silahisabungan Kabupaten
Dairi, namun letak dusun-dusun ini cukup jauh dari Desa Silalahi II sendiri. Perjalanan menggunakan boat motor
memakan waktu 1 jam lebih dari pusat desa. Walau begitu penduduk di dusun ini cukup banyak. Sedikitnya terdapat
30 KK (60 orang penduduk) di Dusun I dan 35 KK yang terdiri atas 75 orang penduduk yang menempati Dusun IV.
Sehari-hari masyarakat hidup dari bertani dan mencari ikan di danau.
Permasalahan desa ini cukup banyak mulai dari akses jalan yang harus diperbaiki hingga ketiadaan aliran
listrik PLN yang menghambat kemajuan desa. Kepada Tim PPM USU masyarakat mengeluhkan kondisi dusun yang
sangat mendambakan aliran listrik. Harapan penduduk pada PLN untuk memasang jaringan listrik ke wilayah ini
hingga kini tidak terealisasi. Informasi yang berkembang adalah PLN enggan membangun jaringan listrik ke
wilayah ini karena besarnya biaya yang harus dikeluarkan dengan jauhnya jarak tempuh jaringan, sementara
estimasi hasil yang bakal diperoleh sangat kecil atau dengan kata lain biaya yang bakal dikeluarkan tidak lagi
menguntungkan secara ekonomis.
Letak geografis yang sangat menjanjikan karena terletak di DTA Danau Toba, berjarak hanya 11 km dari
daerah wisata unggulan Kabupaten Dairi yakni Silalahi, mengakibatkan desa ini dapat dibangun dan dikembangkan
menjadi daerah tujuan wisata berbasis lingkungan. Adat istiadat suku batak yang masih kental menjadi salah satu
kekuatan yang menjadikan desa ini berpotensi menjadi desa tujuan wisata alternatif. Namun demikian diperlukan
dukungan iptek perguruan tinggi untuk mengatasi permasalahan yang ada dan mewujudkan desa wisata yang
mandiri.
Urgensi Permasalahan Prioritas
Root of problem yang harus diatasi. Posisi administrasi desa yang terletak di ujung batas kabupaten Dairi dan
Kabupaten Samosir berjarak 10 km dari desa lainnya menjadikan desa ini sebagai desa terujung di Kabupaten Dairi.
Kondisi ini diperparah dengan akses jalan yang rusak parah karena tertimpa longsor dan juga jalan mengalami
longsor pada banyak tempat mengakibatkan jalan praktis terputus sejak lama. Jumlah penduduk dusun IV yang
sedikit yakni 35 KK (75 jiwa) menyebabkan PLN enggan membangun instalasi jaringan listrik ke desa terujung ini
karena alasan tidak ekonomis. Akibatnya ketiadaan infrastruktur jalan dan energy listrik yang menjadi jantung
utama perekonomian desa menjadikan desa ini terpuruk ke desa tertinggal dan terisolir. Penduduk desa hanya
mengandalkan mata pencaharian dari sektor pertanian yang minim. Padahal desa ini memiliki kekuatan berupa letak
geografis tepat di pinggir DTA Danau Toba sehingga berpotensi berkembang menjadi daerah wisata.
Tanpa bantuan input ipteks dari luar rasanya mustahil wilayah ini dapat berkembang mengingat
ketidakmampuan masyarakat maupun sumberdaya manusianya yang lemah. USU sebagai gudang dari ilmu
pengetahuan yang didukung 15 fakultas sangat berpotensi untuk mengembangkan desa ini menjadi desa maju dan
mandiri. Sejak berdiri tahun 1952 USU telah menghasilkan jutaan hasil riset yang siap diaplikasikan bagi
pembangunan desa. Dukungan Program HPPDM Kemenristek Dikti sangat berpotensi untuk menerapkan hasil-hasil
riset yang terkait dan dibutuhkan dalam program introduksi ipteks pembinaan desa. Ketertinggalan desa yang tidak
mendapat sentuhan listrik selama 70 tahun harus dikejar melalui introduksi sains dan ipteks PT sehingga desa
sasaran dapat menjadi desa mandiri.
Pokok permasalahan yang sangat urgen untuk diatasi adalah perbaikan permasalahan akses jalan menuju desa
sehingga tidak lagi terisolir. Untuk itu program PPM diprioritaskan pada program akses jalan terlebih dahulu. Tim
juga melakukan pengenalan dan penanaman bersama masyarakat tentang tanaman bawang merah. Tanaman ini telah
terbukti mampu tumbuh dan berproduksi baik di wilayah lain yang memiliki iklim yang sama. Oleh karena itu 1000
kg bibit bawang merah berkualitas diintroduksi melalui program ini. Diharapkan tanaman ini kelak akan mampu
mendongkrak perekonomian masyarakat.
Masyarakat meminta upaya peningkatan perekonomian yang lebih diutamakan. Sesuai dengan hasil
musyawarah masyarakat dan analisis potensi wilayah, maka tim pelaksana PPM mengembangkan budidaya lele. Hal
ini disebabkan masyarakat melihat budidaya serupa di wilayah lain cukup berhasil. Selain itu banyaknya lahan tidur
karena ketiadaan pasokan air akan diatasi menggunakan pemipaan dari sumber air yang berjarak 500-700 m yang
akan ditampung menggunakan bak penampungan sebelum didistribusikan lebih lanjut. Hal ini akan mendorong
terbukanya areal pertanian baru yang akan membantu peningkatan perekonomian warga. Pengembangan kawasan
pariwisata baru terus digalakkan dengan membuka dan memelihara areal wisata baru. Potensi keindahan alam akan
dimanfaatkan menjadikan desa sebagai desa wisata alternatif. Oleh karena itu berbagai industri kerajinan akan
muncul sebagai usaha-usaha baru.
METODE PELAKSANAAN
Tempat dan waktu pelaksanaan kegiatan
Program PPM ini dilaksanakan di Desa Silalahi II Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi Provinsi
Sumatera Utara. Kegiatan berlangsung selama 3 tahun sejak awal kegiatan. Kini kegiatan PPM memasuki kegiatan
tahun ke-2.
Penerapan Iptek Program PPDM direncanakan terlebih dahulu berdasarkan skala prioritas. Urutan
pelaksanaan program PPDM adalah sebagai berikut:
Program Penerapan Iptek PPDM pada Tahun I (2017)
Akses jalan menjadi urat nadi perekonomian suatu wilayah, oleh karenanya kegiatan ini menjadi prioritas
menginisiasi program. Saat ini tim pelaksana PPM telah melakukan pembukaan dan perbaikan jalan sepanjang 11
km menuju Dusun Sitio-Tio yang merupakan wilayah terjauh Desa Silalahi II. Selain itu rendahnya perekonomian
petani karena terbatas hanya pada budidaya padi, palawija dan kopi, dicoba diatasi dengan memperkenalkan dan
mengembangkan bawang merah di wilayah ini. Saat ini 1000 kg bibit bawang yang diintroduksi Tim Pelaksana
PPM telah berkembang dan berproduksi baik.
Program Penerapan Iptek PPDM pada Tahun II
1. Pengembangan Budidaya Ternak Lele
Beberapa warga masyarakat telah mencoba budidaya ini namun kerap mengalami kegagalan,
padahal potensi wilayahnya sangat memungkinkan. Program PPDM akan diupayakan untuk keberhasilan
budidaya lele di wilayah ini. Diharapkan di masa mendatang komoditi ini dapat menjadi komoditi andalan
alternatif dari sektor perikanan.
2. Penyediaan Pengairan untuk Memanfaatkan Lahan Tidur Menjadi Areal Pertanian
Keterbatasan perekonomian ternyata membatasi masyarakat untuk dapat memanfaatkan
banyaknya lahan tidur sehingga terlihat lahan tidur terbengkalai cukup luas membentang di wilayah ini.
Keberadaan sumber air akan dimanfaatkan untuk membuat pengairan dengan sistem pemipaan sejauh 500-
700 m ke lahan tidur. Selanjutnya akan dibangun bak penampungan untuk selanjutnya didistribusikan ke
lahan-lahan tidur agar dapat dimanfaatkan menjadi areal pertanian baru.
3. Iptek Tanaman Alpuket sebagai Tanaman Penghijauan di Hutan Lindung
Luasnya lahan kosong di sekitar desa hingga hutan lindung menjadi potensi pemanfaatan tanaman
alpuket sebagai tanaman penghijauan yang memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat. Tim PPM telah
berhasil melakukan penghijauan DTA Danau Toba menggunakan tanaman yang 3 tahun sudah
menghasilkan buah ini. Introduksi alpuket selain memberi manfaat ekologi juga meningkatkan
perekonomian warga desa di masa mendatang (Koswara, 2006).
4. Pengembangan Kawasan Wisata
Terbukanya akses jalan menuju Dusun Sitio-Tio sebagai hasil program PPDM di tahun I
sepanjang 11 km akan dimanfaatkan Tim Pelaksana untuk terus mengembangkan kawasan ini menjadi
kawasan wisata baru. Berbagai keunikan wilayah serta situs-situs sejarah akan digunakan menjadi destinasi
wisata baru. Oleh karena itu Tim Pelaksana akan melakukan pemeliharaan jalan, serta pengembangan
kawasan-kawasan strategis menjadi obyek wisata baru, seperti: gua, air terjun, makam keramat, camping
ground, desa adat, dll.
HASIL KEGIATAN
Tim pelaksana pada pertengahan bulan Mei 2018 melakukan perjalanan ke desa sasaran yakni Desa Silalahi
II Kecamatan Silahisabungan Kabupaten Dairi untuk melaksanakan serangkaian persiapan. Persiapan ini untuk
membahas kepada kepala desa beserta kelompok tani terkait untuk menyediakan dan mempersiapkan waktu dan
lahannya untuk pengembangan ternak ikan lele, pengembangan pertanian holtikultura, pengembangan lahan tidur,
intensifikasi lahan sawah yang tersedia serta penghijauan desa dengan tanaman MPTS alpuket.
Sepulang dari desa sasaran, tim segera melakukan konsolidasi dan serangkaian persiapan kegiatan PPM agar
kegiatan ini sukses nantinya dilaksanakan. Tim juga mempersiapkan bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan
untuk kegiatan PPDM di desa sasaran. Untuk meningkatkan capaian hasil, maka tim pelaksana PPM USU
selanjutnya mengajukan desa ini untuk menjadi desa sasaran kuliah kerja nyata (KKN PPM) USU tahun 2018
kepada LPPM USU, yang selanjutnya direspon secara positif oleh LPPM USU.
Mengingat cukup beragamnya kegiatan yang akan dilakukan di wilayah ini maka tim pelaksana juga
melakukan serangkaian persiapan agar kegiatan PPM di wilayah ini berjalan lancer nantinya. Tim berbagi tugas
untuk melakukan beberapa kegiatan PPDM seperti intensifikasi lahan padi sawah menggunakan traktor pertanian
pintar mini tiller yang peralatannya telah dimodifikasi sehingga sesuai untuk digunakan di wilayah ini, persiapan
pengairan sejauh 500 m, pengadaan bibit alpuket dan penyediaan dan pengembangan ternak lele di wilayah ini.
Penyuluhan dan Pelatihan
Walaupun kegiatan PPDM telah berlangsung sejak tahun 2017 dan masyarakat telah mengetahui bahwa
kegiatan PPM akan dilaksanakan pada tahun 2018, namun penyuluhan dan pelatihan tetap harus dilakukan karena
jenis kegiatan yang akan dilakukan berbeda. Oleh karena itu penyuluhan dan pelatihan khususnya tentang kegiatan
baru seperti pengembangan lele sangkuriang, pembuatan pakan ternak lele, intensifikasi lahan padi sawah,
ekstensifikasi lahan tidur dan penghijauan tetap harus dilakukan agar masyarakat memahami teknik budidaya dan
pemeliharaannya.
Keberadaan mahasiswa KKN PPM USU di Desa Silalahi dalam kegiatan PPM ini menambah meriah kegiatan
penyuluhan. Mahasiswa dilibatkan dalam berbagai kegiatan PPM termasuk pengembangan lokasi wisata baru di
wilayah ini.
Gambar 2. Masyarakat Desa SIlalahi II sangat antusias mengikuti pelatihan yang dilakukan Tim Pelaksana PPM
USU bersama mahasiswa KKN PPM tahun 2018
Warga dan mahasiswa KKN PPM USU 2018 sangat antusias mengikuti kegiatan penyuluhan dan pelatihan
ini. Tim pelaksana juga bekerjasama dengan mahasiswa KKN PPM untuk melakukan pelatihan dan monitoring
nantinya untuk menjamin keberhasilan program. Dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan berlangsung cukup lama
mengingat warga banyak mengajukan pertanyaan yang intinya bertujuan untuk mengharapkan keberhasilan program
penanaman nantinya.
Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan yang telah dilakukan adalah pengadaan traktor tangan mini tiller yang mampu bekerja
di lahan sawah dan lahan darat. Alat iptek ini disinyalir mampu mempercepat dan mengefisienkan pekerjaan petani.
Traktor ini setara dengan pekerjaan 15 orang dan menghasilkan hasil pekerjaan yang lebih rapi. Keberadaan traktor
mini tiller ini akan memotivasi warga untuk memanfaatkan lahan sawah yang selama ini tidak terjamah. Dengan
modifikasi yang dilakukan oleh tim pelaksana PPM traktor sawah ini mampu melaksanakan pekerjaan di lahan
ladang darat. Selain penyerahan alat iptek ini tim pelaksana juga melakukan pelatihan penggunaan dan
pemeliharaannya.
Gambar 3. Traktor pertanian mini tiller yang dimodifikasi tim pelaksana kini telah digunakan untuk intensifikasi
lahan sawah dan lahan darat
Untuk meningkatkan motivasi warga menanam pepohonan demi mempertahankan fungsi lahan, tim
pelaksana PPM mengembangkan tanaman alpuket yang terbukti mampu tumbuh dan berproduksi baik di wilayah
ini. Tim pelaksana PPM mengembangkan alpuket berkualitas sebanyak 500 bibit yang diperoleh dari kebun penakar
di Kabupaten Deli Serdang. Bibit alpuket yang diintroduksi merupakan bibit berumur 6 bulan sehingga dianggap
mampu tumbuh dan bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang ekstrim dan angin yang kencang.
KESIMPULAN
Kegiatan pengabdian pada masyarakat di Dusun Sitio-Tio Desa Silalahi II telah dilaksanakan hingga tahun
kedua adalah: pembukaan dan pembersihan jalan desa sepanjang 11 km. Kini Dusun ini telah dapat diakses
menggunakan kenderaan roda empat. Untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, tim telah melaksanakan
upaya peningkatan perekonomian warga berupa introduksi 1000 kg bibit bawang merah berkualitas, introduksi bibit
ikan lele, pembangunan jaringan pengairan sepanjang 500 m ke lahan terlantar, penghijauan, hingga penyediaan
traktor tangan mini tiller. Berbagai upaya ini diharapkan dapat mempercepat peningkatan perekonomian masyarakat
setempat.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini tim pelaksana PPM mengucapkan terima kasih kepada DRPM Kemenristek Dikti atas
bantuan berupa Hibah Program Pengembangan Desa Mitra (PPDM) yang telah berlangsung selama dua tahun.
REFERENSI
Koswara S. 2006. Alpuket Sebagai Cadangan Pangan Alternatif. www.ebookpangan.com
[LPPM USU] Lembaga pengabdian pada masyarakat. 2014. Program kegiatan. http://usu.ac.id/id/ (diakses pada 05
April 2014).
[PIK USU dan BPK P. Siantar]. 2000. Laporan Penelitian Kajian Penurunan Muka Air Danau Toba. Kerjasama
Program Ilmu Kehutanan USU dan Balai Penelitian Kehutanan P. Siantar.
Siagian B. 2006. Selamatkan Ekosistem Danau Toba. Http//:www.hariansib_com. htm. [23 November 2006].
[USU]. Universitas Sumatera Utara. 2014. Fasilitas dan sumber. http://lppmusu.ac.id/id/ (diakses pada 05 April
2014).
Utomo B. 2008. Degradasi Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Media UNIKA 66: 294-308.
_______. 2009. Sukun sebagai Jenis Hhbk Potensial dalam Program Pengembangan Rehabilitasi Hutan. Seminar
IPTEK Kehutanan untuk Masa Depan yang Lebih Baik. Gelar Teknologi 2009 Badan Litbang Kehutanan.
Gd Manggala Wanabakti [18-20 November 2009].
_______. inpress. Bawang merah produk andalan Desa Haranggaol di Daerah Tangkapan Air Danau Toba. Media
UNIKA.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengembangan, kualitas kelayakan dan peningkatan
hasil belajar mahasiswa pada matakuliah Fisika Umum menggunakan bahan ajar berbasis inquiry.
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and Development/ R&D) dengan
metode yang diadaptasi dari Lee,Willian W & Diana L. Owens (2004) dengan tahapan
pelaksanaannya terdiri dari : (1) analisis, (2) desain, (3) pengembangan & implementasi, (4)
evaluasi. Pada tahap pertama analisis yang dilakukan yaitu menganalisis kurikulum dan materi,
menganalisis kerja, dan mempersiapkan instrumen. Pada tahap kedua perancangan yang dilakukan
yaitu melakukan perancangan data bahan ajar untuk kebutuhan materi, lembar kerja mahasiswa dan
soal. Pada tahap ketiga pengembangan dan penerapan yang dilakukan yaitu membuat produk bahan
ajar berbantuan. Tahap terakhir yang dilakukan yaitu evaluasi. Pada tahap ini yang dilakukan yaitu
penilaian kualitas oleh ahli media dan ahli materi serta pemberian respon pengguna oleh siswa.
Masukan dari ahli dan respon mahasiswa menjadi dasar untuk melakukan revisi akhir produk bahan
ajar. Hasil yang diperoleh berdasarkan data renspon mahasiswa bahwa bahan ajar yang
dikembangkan layak untuk digunakan dalam perkuliahan dengan persentase respon 78.33 % dengan
kriteria baik.
Pendahuluan
Dalam mempersiapkan pembelajaran yang lebih inovatif pastilah berkaitan dengan model, pendekatan,
metode dan teknik yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran. Pendekatan yang harus diterapkan oleh semua
dosen Unimed adalah pendekatan ilmiah (scientific approach) yang dilengkapi dengan lembar kerja mahasiswa
(LKM) Metode dalam hal ini salah satunya mencakup pemilihan dan penentuan bahan ajar, penyusunan serta
mungkinan pengadaan remedi dan pengembangan bahan ajar tersebut. Bahan ajar merupakan komponen penting
yang tidak dapat dikesampingkan dalam proses pembelajaran, karena bahan ajar merupakan inti dalam proses
pembelajaran (Arsyad, 2008).
Bahan ajar adalah segala bahan (baik informasi, alat maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang
menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan dikuasai peserta didik dan digunakan dalam proses
pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran, misalnya buku pelajaran,
modul, handout, LKS, model atau maket, bahan ajar audio, bahan ajar interaktif dan sebagainya (Prastowo, 2013).
Penggunaan bahan ajar yang tepat akan sangat membantu tercapainya keefektifan dan penyampaian isi
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Bahan ajar juga dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa
terhadap pesan pembelajaran yang ingin disampaikan. (Sinuraya, J., Wahyuni, I., & Panggabean, D. D., 2017).
Bahan ajar yang inovatif dibutuhkan untuk mewujudkan pembelajaran yang menarik, efektif, dan efisien. Untuk itu
seorang pendidik yang profesional dituntut kreativitasnya untuk mampu menyusun bahan ajar yang inovatif,
variatif, menarik, kontekstual dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik (Ditendik, 2008).
Kenyataan di lapangan setiap tahunnya bahan ajar yang digunakan pada perkuliahan dasar mekanika dan
kalor di FMIPA Unimed oleh tim dosen MIPA Dasar adalah bahan ajar konvensional berbasis cetak yang sama dan
merupakan karya satu tim dosen penulis yang tinggal pesan/ tinggal beli melalui dosen koordinator matakuliah
tanpa ada upaya merencanakan, menyiapkan dan menyusun sendiri. Dengan demikian, kemungkinan bahan ajar
yang digunakan tidak kontekstual, monoton, dan tidak sesuai dengan kebutuhan mahasiswa saat ini. Untuk itu harus
dilakukan inovasi agar mahasiswa tertarik untuk belajar (Panggabean, D. D., Irfandi, I., & Sinuraya, J., 2017).
Fakta lainnya yaitu hasil ujian bersama matakuliah MIPA Dasar tiga tahun terakhir 2015, 2016, 2017
rata-rata 40-60 < 70 (tidak kompeten). Faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya hasil ujian tersebut yakni
pembelajaran yang kurang menarik yang salah satunya terlihat dari penggunaan bahan ajar yang tidak inovatif dan
cenderung monoton serta tidak sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Pengalaman selama menjadi tim dosen MIPA dasar pada matakuliah Fisika Umum I (Dasar Mekanika
dan Kalor) melalui pengamatan langsung pada perkuliahan, hampir semua mahasiswa cenderung menggunakan
informasi yang diakses langsung dengan cepat melalui smartphone tanpa dibatasi waktu dan tempat ketika mereka
mempresentasikan tugas di depan kelas. Dapat diasumsikan bahwa mahasiswa lebih menyukai dan memiliki
kebutuhan akses informasi yang berupa bahan ajar elektronik yang lebih praktis dan dengan mudah dapat diakses
melalui handphone, smartphone, ipad, atau tablet. Kebutuhan terhadap akses informasi dari waktu ke waktu tanpa
memperhatikan waktu dan tempat merupakan efek adanya pemanfaatan teknologi dan mobile learning merupakan
salah satu strategi dalam proses pembelajaran (Uysal & Gazibey, 2010).
Mudlofir (2011) mendefenisikan : “bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk
membantu dalam proses pembelajaran”. Lebih rinci Jasmadi (2008) menyatakan : “bahan ajar adalah seperangkat
sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan batasan dan cara mengevaluasi
yang di desain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan”. Pengertian ini
sejalan dengan Prastowo (2013) menyatakan : Bahan ajar pada dasarnya merupakan segala bahan (baik informasi,
alat, maupun teks) yang disusun secara sistematis, yang menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang akan
dikuasai mahasiswa dan digunakan dalam proses pembelajaran dengan tujuan perencanaan dan penelaahan
implementasi pembelajaran. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut penelitian ini sejalan dengan pendapat
Prastowo (2013) bahan ajar merupakan bahan yang disusun secara sistematis yang menampilkan sosok utuh dari
kompetensi yang akan dikuasai mahasiswa dalam proses pembelajaran dan membantu mahasiswa dalam menguasai
kompetensi yang diharapkan.
Menurut Setiawan (2007) bahan ajar dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar yaitu bahan ajar cetak
dan noncetak. Bahan ajar cetak terdiri dari modul, handout, dan lembar kerja. Bahan ajar noncetak yaitu video,
audio, bahan ajar display, dan internet. Beberapa jenis bahan ajar di atas, masing – masing mempunyai kelebihan
dan kekurangan. Bahan ajar cetak memiliki kualitas penyampaian yang baik, misalnya dapat menyajikan kata – kata,
angka – angka, gambar dan lainnya. Penggunaan bahan ajar cetak bersifat self-sufficient artinya dapat digunakan
langsung atau tidak diperlukan alat lain untuk menggunakannya. Bahan ajar cetak juga memiliki beberapa
kekurangan yaitu tidak mampu mempresentasikan gerakan, penyajian materi bersifat linear, dan sulit memberikan
bimbingan kepada pembacanya.
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode research and development (R&D)
atau metode penelitian dan pengembangan yang diadopsi dari Lee,Willian W & Diana L. Owens (2004) dengan
tahapan pelaksanaannya terdiri dari : (1) analisis, (2) desain, (3) pengembangan & implementasi, (4) evaluasi.
Prosedur pengembangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1
Pada tahap pertama analisis yang dilakukan yaitu menganalisis kurikulum dan materi, menganalisis,
menganalisis kerja, dan mempersiapkan instrumen. Pada tahap kedua perancangan yang dilakukan yaitu melakukan
perancangan data bahan ajar untuk kebutuhan materi, lembar kerja mahasiswa dan soal. Pada tahap ketiga
pengembangan dan penerapan yang dilakukan yaitu membuat produk bahan ajar. Tahap terakhir yang dilakukan
yaitu evaluasi. Pada tahap ini yang dilakukan yaitu penilaian kualitas oleh ahli media dan ahli materi serta
pemberian respon pengguna oleh siswa. Masukan dari ahli dan respon mahasiswa menjadi dasar untuk melakukan
revisi akhir produk bahan ajar.
Hasil dari proses pengembangan bahan ajar fisika umum antara lain :
a. Bahan ajar dikembangkan dengan materi Pengukuran, Kinematika, Dinamika, Usaha dan Energi
b. Produk bahan ajar disusun dengan sistematika bahan ajar mulai kompetensi dasar yang akan dimiliki
mahasiswa, materi pembelajaran, contoh soal, soal latihan/ uji kompetensi dan LKM
c. Hasil yang diperoleh pada tahap pengujian produk bahan ajar terhadap kelompok kecil untuk melihat respon
mahasiswa, pada umumnya menyarankan untuk memperbaiki tampilan dan memperbanyak/membuat contoh
soal tiap submateri.
d. Pada tahap pengujian oleh ahli media, diperoleh saran perbaikan isi dan tampilan bahan ajar yang dibuat.
Uji coba kelompok kecil dilakukan untuk mendapatkan respon mahasiswa tentang kesesuaian produk
awal bahan ajar terhadap 6 komponen yang dinilai yakni : relevansi, kecukupan materi untuk mencapai tujuan,
kedalaman materi, bahasa yang digunakan, penampilan bahan ajar, ketersediaan contoh soal. Pelaksanaan uji coba
dilakukan kepada 5 orang responden dengan memberikan angket respons mahasiswa terhadap bahan ajar yang
terdiri dari 6 buah pertanyaan yang masing-masing terdiri dari 4 butir pilihan jawaban yaitu :
sesuai/baik/menarik/lengkap dengan skor 4, cukup dengan skor 3, Kurang dengan skor 2 dan menyimpang dengan
skor 1. Hasil dari respon mahasiswa ditabulasikan dalam sebuah tabel kemudian dihitung skor total tiap komponen
yang dinilai, setelah itu jumlah skor dikonversi dalam bentuk persentase yang dapat di lihat pada Tabel 1
Persentase perolehan skor masing-masing komponen pada Tabel 1 dapat divisualisasikan dalam bentuk gambar
seperti Gambar 2 berikut
Berdasarkan Gambar 2. didapat untuk komponen relevansi, kecukupan materi dan bahasa berkategori sesuai/baik
sedangkan untuk komponen kedalaman materi, penampilan bahan ajar dan ketersediaan contoh soal berkategori
cukup. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada uji kelompok kecil selanjutnya dilakukan revisi dengan menambah
kedalaman materi, memperbaiki tampilan dan menambah contoh soal.
Kesimpulan
Berdasarkan pengolahan data respon mahasiswa terhadap bahan ajar yang dikembangkan diperoleh
bahwa bahan ajar cetak yang dihasilkan dalam bentuk modul layak digunakan dalam perkuliahan. Adapun
komponen penilaian terhadap bahan ajar antara lain relevansi 85 %, kecukupan 80 %, kedalaman 75 %, bahasa 85
%, penampilan70 % dan contoh soal 75%. Rata-rata keseluruhan 78,33 %.
Saran
Program pendanaan penelitian KDBK yang disiapkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan
sangat baik dan diharapkan dapat terus dilakukan setiap tahun sehingga dapat meningkatkan kemampuan meneliti
bagi dosen dan kualitas perkuliahan.
Ucapan Terimakasih
Ucapan terima kasih terutama ditujukan kepada Rektor Universitas Negeri Medan yang telah mendanai
kegiatan penelitian ini melalui Lembaga Penelitian Universitas Negeri Medan. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada pimpinan fakultas MIPA dan pimpinan jurusan fisika yang telah mendukung pelaksanaan
penelitian KDBK ini.
Daftar Pustaka
Adegbija, M.V & Bola, O.O. (2015). Perception of Undergraduatea on the adoption of mobile technologies for
learning in selected Universities in Kwara State, Nigeria. Procedia Social Behavioral Sciences 176 (2015)
352356.
Andreicheva, L., Latypov, R. (2015). Design of ELearning Systems: M-Learning Component. Procedia-Social
Behavioral Sciences 191 (2015) 628-633
Arsyad, A. (2008). Media Pembelajaran, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik DanTenaga Kependidikan
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Media Pembelajaran dan Sumber Belajar. Materi Diklat Calon
Pengawas Sekolah/Pengawas Sekolah. Jakarta.
Gedik, N., A. Hanci-Karademirci, E. Kursun and K. Caglitay.( 2012). Key instructional design issues in a cellular
phone-based mobile learning project. Computers and Education, 58, 1149-1159.
Kemendikbud. 2013. Materi pelatihan guru implementasi kurikulum 2013 SD/MI Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta :
Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pendidikan, kebudayaan dan penjaminan mutu pendidikan.
Murya, Yosef. 2014. Pemrograman Android Black Box. Purwokerto: Jasakom.
Panggabean, D. D., Irfandi, I., & Sinuraya, J. (2017). Improving of The Student Learning in Lectures of General
Physics I by Collaborative Learning Model Based on Saintific Approach. Jurnal Pendidikan Fisika
Indonesia, 13(2), 94-101.
Pollara, P. and K.K. Broussard (2011). Mobile technology and student learning: What doe current research reveal?
International Journal of Mobile and Blended Learning, 3(3), 34-42.
Sinuraya, J., Wahyuni, I., & Panggabean, D. D. (2017, November). Need Assessment untuk Pengembangan Buku
Ajar Matakuliah Fisika SMA Disertai LKM Berorientasi Icare untuk Meningkatkan Kreativitas dan
Keterampilan Sains Mahasiswa Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Medan. In Prosiding SNFA
(Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya) (Vol. 2, pp. 93-101).
Tamimudin, M. 2007. Mengenal Mobile Leraning (M-Learning). LIMAS
Uysal, M.P.,& Gazibey, Y. (2010).E-Learning in Turkey: Developments and Applications, Yamamoto
Lee, Willian W & Diana L. Owens. 2004. Multimedia Based Instructional Design. San Fransisco: Pfeiffer.
1
Jurusan PPKn, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan
2
Jurusan Pendidikan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Medan
Jl. Willem Iskandar Pasar V – Kotak Pos No. 1589 – Medan 20221
*Penulis Korespodensi : hodrianis@yahoo.com
Abstrak
Program pengabdian kepada masyarakat ini secara umum bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
kelompok perempuan Desa Kelambir melalui daur ulang limbah kain perca untuk menghasilkan
produk kreatif. Pengabdian ini memiliki target khusus dan luaran. Target khusus dan luaran yang
akan dihasilkan berupa (1) karya kreatif berupa perlengkapan busana muslimah yaitu kerudung,
pasmina, hiasan hijab dan dompet, (2) kelompok wirausaha, (3) kelompok usaha kerajinan, (4)
manajemen usaha yang baik, (5) publikasi media masa, (6) draft Pengabdian kepada Masyarakat
DRPM 2018, (9) prosiding dari seminar Nasional berISBN online; dan (7) artikel ilmiah yang akan
dipublikasikan pada jurnal Nasional ber-ISSN online. Metode pelaksanaan program pengabdian
kepada masyarakat akan dilakukan secara bertahap, berkelanjutan, dan komprehensif yang
dilaksanakan melalui metode pendekatan yang dapat digunakan dalam kegiatan pengabdian kepada
masyarakat ini, antara lain: FGD, sosialisasi, pelatihan, penyuluhan, pendampingan, pendidikan,
wawancara, catatan lapangan, observasi, dan kerjasama. Setiap metode diaplikasikan berdasarkan
tujuan kegiatan yang ingin dicapai melalui persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi serta tindak
lanjut..
PENDAHULUAN
Desa Kelambir terletak di dalam wilayah Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang Provinsi
Sumatera Utara. Penduduk Desa Kelambir berjumlah 2.434 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 1.208 jiwa, perempuan
1.226 jiwa, dan 546 KK, yang berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda, penduduknya dominan berasal dari
suku Melayu, Batak, Jawa, dan ditambah beberapa suku lainnya, memiliki tradisi-tradisi musyawarah/mufakat,
gotong-royong dan kearifan lokal sudah dilakukan oleh masyarakat.
Permasalahan khusus yang dialami mitra, berdasarkan observasi, wawancara dan FGD dengan Kepala
Desa Bapak Sahrial dan ibu-ibu PKK Desa Kelambir, dapat dirinci sebagaimana berikut:
Pengetahuan dan keterampilan dalam Belum memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
1 mengembangkan ide kreatif mengolah mengembangkan ide kreatif mengolah limbah kain perca
limbah kain perca membuat produk pelengkap busana muslimah dari bahan kain
perca
Pengetahuan tentang konsep
2 Belum mengetahui tentang konsep kewirausahaan
kewirausahaan
Beberapa kelompok masyarakat aktif dalam menggerakan kegiatan berwirausaha seperti kuliner,
kecantikan, kerajinan, dan ada juga usaha menjahit. Ibu Misnah adalah salah satu di antara yang mengelola usaha
menjahit pakaian wanita. Usaha ini memproduksi busana berdasarkan pesanan dari masyarakat Desa Kelambir
sekitar Dusun I, Dusun II, Dusun III dan Dusun IV dan dari sekitar Kecamatan Pantai Labu. Pada umumnya busana
yang dijahitkan oleh pelanggan adalah kebaya, busana muslimah dan busana seragam pada acara tertentu. Rata-
rata dalam satu bulan busana yang dihasilkan berdasarkan pesanan sebanyak 5-10 potong/helai bahkan jika
mendekati hari raya Idul Fitri dan juga Tahun Baru, jumlah pesanan bisa melebihi jumlah tersebut. Melihat dari
jumlah pesanan pelanggan yang dijahit, dapat dipastikan bahwa usaha menjahit tersebut menghasilkan limbah
kain perca.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka perlu adanya penanganan yang serius untuk mendaur ulang
produk limbah kain perca menjadi varian baru yang dapat dimanfaatkan. Disamping itu, dengan adanya
pembuatan produk baru dari kain perca dapat pula memberikan alternatif untuk membuka lapangan kerja
sekaligus menciptakan home industri, sesuai dengan arah kebijakan 2016-2022 prioritas pembangunan desa.
Dengan memanfaatkan limbah kain perca dan memberdayakan Ibu PKK di desa tersebut, dengan
menggunakan berbagai teknik jahit limbah kain perca, maka dapat diciptakan suatu industri kreatif dengan
memproduksi barang baru berupa: busana muslimah yakni selendang dengan teknik aplikasi, pasmina dengan
hiasan korsase, hiasan hijab dan juga membuat dompet dengan memanfaatkan limbah kain perca. Dengan
kreatifitas yang tinggi limbah kain perca dapat menjadi suatu usaha bisnis atau industri kecil yang kreatif dan
inovatif di pedesaan.
Pada umumnya kain perca yang dihasilkan berupa jenis lace, brokat, batik, organdi, chiffon dengan warna
yang beragam. Bahan tekstil inilah yang pada akhirnya akan dibuang karena dianggap tidak memiliki daya guna.
Padahal bahan tekstil ini sangat sesuai untuk membuat pelengkap busana dan dompet dengan berbagai teknik
jahit limbah kain perca, membentuknya, kemudian divariasikan dengan payet dan batu-batuan sehingga
menghasilkan karya kreatif dan inovatif berupa perlengkapan busana muslimah dan dompet yang unik dan
menarik dan memiliki nilai ekonomis.
Berdasarkan uraian di atas, pemberdayaan kelompok wanita desa kelambir yang diketuai oleh Ibu PKK
Ny.Sahrial dengan jumlah anggota 20 orang, memiliki potensi yang sangat besar untuk berkembang, hal tersebut
dapat dilakukan dengan mendatangkan pakar untuk membenahi kelemahan-kelemahan dari masing-masing
bidang, mulai dari ada pendampingan, pendidikan, sosialisasi, dan pelatihan dari pihak akademika untuk
menghasilkan produk kriya kreatif dan inovatif serta pemasarannya hingga manajemen pembukuan keuangan.
Berdasarkan permasalahan khusus di atas, permasalahan prioritas adalah sebagaimana berikut ini:
METODE PELAKSANAAN
No Bentuk Kegiatan Jenis Luaran Metode Pendekatan
1. Penyuluhan dan pelatihan Karya kreatif dan inovatif Sosialisasi, pendampingan, catatan
keterampilan dalam berupa perlengkapan lapangan, dan kerja sama.
mengembangkan ide kreatif busana muslimah yaitu
mengolah limbah kain perca kerudung, pasmina, hiasan
3. Pelatihan sistem pemasaran IT yaitu Akun toko online dan Pelatihan, pendampingan, simulasi,
toko online dan media sosial. media sosial. observasi, wawancara, catatan
lapangan, dan kerjasama.
Feedback dari hasil evaluasi program Pengabdian kepada Masyarakat. Tindak lanjut mengarahkan
keberlanjutan program atau peningkatan program yang dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Jika
program pelatihan, pendampingan, dan pendidikan belum juga berhasil, dilakukan usaha perbaikan berdasarkan
ulasan hasil evaluasi sebelumnya
DAFTAR PUSTAKA
DW, Connel dan Miller GJ. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran, Koestoer (Penerjemah). Jakarta
:Universitas Indonesia (UI-Press).
Departemen Pendidikan Nasional. 2005. KamusBesar Bahasa Indonesia.Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Pustaka.
Effendi, H, 2003, Telaah kualitas Air Bagi pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, Jurusan MSP
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Bogor
Harbrone.J.B,. 1987.Metode Fitokimia : Penuntun Cara Moderen Menaganalisis Tumbuhan, Terbitan Kedua,ITB :
Bandung Kim Nio, Ocy.,1989. Zat-zat toksik yang secara alamiah ada pada tumbuhan nabati. Cermin
Dunia Kedokteran:Bandung.
Heinrich, Michael dkk. 2010. Farmakognosi dan Fitoterapi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
K.Heyne. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Kurzendofer, C. P., Liphrd, M., von Rybinski, W., dan Schwerger, M., 1987, “ J.Sodium-Aluminium Silicates in the
washing process. Part IX: Mode of Action of Zeolite A additive System “, Calloid Polym-Sci, 265, 542-7.
Manahan S. 1994. Environmental Chemistry, 6thedition. Boca Raton : Lewis Publisher. pp 179-200.
Morrison RT, Boyd RN, 1987. Organic Chemistry, 5th edition. Boston Ally and Bacon. pp 1270-1271
Pitter, Togyessy J dkk. The Chemistry of Water. In Chemistry and Biology of Water, Air and Soil : Environmental
Aspects(Tolgyessy J(ed)). Amsterdam : Elsevier. pp 14-325.
Robinson ,T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, ITB : Bandung
Schlegel, H.G , K.Schmidt, 1995, Mikrobiologi Umum(diterjemahkan oleh Tedjo Bagaskoro R.M & Wattimena J.R.),
1995, UGM Press, Yogyakarta.
Sitorus H., 1997, Uji Hayati Toksisitas Deterjen Terhadap Ikan Mas ( Cyprinus Caprio, L ). Visi 5(2) : 44-62
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas perkuliahan Fisika umum di FMIPA
Unimed. Seluruh komponen pendukung perkuliahan dikembangkan dan disinergikan untuk
meningkatkan kualitas perkuliahan Fisika umum: Perangkat pembelajaran dikembangkan
berbasis kurikulum KKNI, dengan penggunaan media peta konsep dan praktikum, Model
pembelajaran yang diterapkan adalah model Kolaborasi yang meliputi Model Kooperatif, Problem
based learning, Project based learning dan inquiry. Penelitian ini dilakukan di prodi pendidikan
Fisika selama 6 bulan. Pada awal penelitian dilakukan inventarisasi materi Dasar Mekanika dan
Kalor berdasarkan karakteristik materi dan model yang akan digunakan yaitu model Kooperatif,
Problem Based Learning, Project Based Learning dan Inquiry dengan Pendekatan Soft Skill sebagai
tindak lanjut penerapan KKNI. Disusun media Pembelajaran berbasis kondisi lingkungan untuk
materi dengan memberikan sentuhan karakter dalam proses pembelajarannya. Didesain praktikum
berbasis penelitian bahan alam dari sekitar kampus pada model Project Based Learning dan inquiry
dan disusun masalah yang akan dipelajari dengan model Problem Based Learning. Kemudian model
diterapkan secara kolaborasi oleh dosen pakar untuk menularkan pengetahuan dan ketrampilan
mengajar bagi dosen junior. Model ini kemudian diujicoba dan divalidasi oleh praktisi pendidikan
dan dunia akademis
Abstract
[Title: Quality Improvement Of Kalor Basic Mechanical Lectures Using Collaborative Learning
Model Based On Lesson Study In Medan University FMIPA] This study aims to improve the quality of
general physics lectures at FMIPA Unimed. All supporting components of the lecture are developed
and synergized to improve the quality of lectures in general physics: Learning devices are developed
based on the IQF curriculum, with the use of concept maps and practicum, the applied learning model
is a Collaborative Model, Problem based learning, Project based learning and inquiry . This research
was conducted in the Physics education study program for 6 months. At the beginning of the study an
inventory of Basic Mechanics and Calories was carried out based on material characteristics and
models to be used, namely the Cooperative model, Problem Based Learning, Project Based Learning
and Inquiry with a Soft Skill Approach as a follow-up to the application of the IQF. Compiled media
Learning based on environmental conditions for material by giving a touch of character in the
learning process. Designed research based on natural material research from around the campus in
the Project Based Learning and inquiry models and arranged the problems to be studied with the
Problem Based Learning model. Then the model is applied collaboratively by expert lecturers to
transmit knowledge and teaching skills to junior lecturers. This model is then tested and validated by
education practitioners and the academic world
¶ PENDAHULUAN
Bagi Hilgard belajar itu adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur latihan didalam labotorium
maupun dalam lingkungan alamiah. Pembelajaran kolaboratif adalah model pembelajaran inovasi dengan
menggabungkan berbagai model pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik materi perkuliahan. Berikut ini
akan dibahas tentang pembelajaran kooperatif, inquiry, problem base learning dan project based learning.
Sedangkan road mAp dalam bidang Penelitian Pendidikan dalam 4 tahun terakhir dapat dilihat dari gambar di bawah
ini:
METODLOGI PENELITIAN
Penelitian ini akan dilakukan di Jurusan Fisika FMIPA Unimed pada semester ganjil Tahun Ajaran
2018/2019. Jumlah kelas yang menjadi sampel penelitian adalah dua kelas paralel. Penelitian ini dilaksanakan
kepada mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika pada mata kuliah Fisika Umum I.
Metode dan Diagram Alir Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan berbasis kelas yang
diadopsi dari desain model PTK Mc. Taggert dalam Hopkins (2011:92). Secara singkat penelitian tindakan kelas
didefinisikan sebagai bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meninggikan
kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mahasiswa dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman
terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek pembelajaran
tersebut dilakukan.
Sebelum implementasi model pembelajaran dilakukan tes awal (pretes) dan setelah implementasi model
pembelajaran dilakukan tes akhir (postes). Hasil pretes dan postes diolah dan dianalisis untuk mengetahui
peningkatan kemampuan pemecahan masalah mahasiswa. Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar antara
sebelum dan sesudah pembelajaran dari setiap siklus diklasifikasikan berdasarkan nilai persentase gain
ternormalisasi yang dihitung dengan rumus dari Hake (dalam Savinainen & Scott, 2002) :
Dimana (Spos) dan (Spre) masing-masing menyatakan skor tes akhir dan skor tes awal, sedangkan (Smax)
menyatakan skor maksimum ideal setiap individu. Nilai %g kemudian dikonversikan kriteria gain ternormalisasi
yaitu tingkat gain 71 – 100 kriterianya tinggi, 31 – 70 kriterianya sedang dan 0 – 30 rendah.
Indikator Keberhasilan
Peserta didik dipandang mencapai tuntas belajar psikomotorik, afektip apabila seluruhnya atau setidak-
tidaknya 75% peserta didik terlibat aktif, baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran (Mulyasa,
2003:101). Dalam penelitian ini tuntas belajar psikomotorik yang dimaksud adalah aktivitas mahasiswa dalam
pembelajaran. Peserta didik mencapai tuntas belajar kognitif apabila mampu menyelesaikan, menguasai kompetensi
atau tujuan pembelajaran minimal 65% dari seluruh tujuan pembelajaran. Sedangkan keberhasilan kelas diperoleh
dari jumlah peserta didik yang mampu menyelesaikan atau mencapai minimal 65%, sekurang-kurangnya 85% dari
jumlah keseluruhan yang mengikuti tes (Mulyasa,2003:99).
Dari Tabel 4.4 terlihat bahwa daya pembeda tes untuk tes kinematika, tes dinamika, dan tes usaha dapat
dikelompokkan dalam kategori jelek, cukup, baik dan baik sekali.
Berdasarkan hasil pengolahan uji coba instrumen tes kompetensi fisika umum I dapat disimpulkan untuk soal yang
layak dipakai pada penelitian seperti pada Tabel 4.5, Tabel 4.6, dan Tabel 4.7
Baik Valid
2 0.75 0.73 Mudah 0.421 Sedang
Sekali
3 0.63 Baik 0.77 Mudah 0.453 Sedang Valid
4 0.38 Cukup 0.80 Mudah 0.426 Sedang Valid
5 0.63 Baik 0.73 Mudah 0.605 Tinggi Valid
6 0.25 Cukup 0.87 Mudah 0.341 Rendah Tidak Valid
SANGAT TINGGI
2 0.75 Baik Sekali 0.73 Mudah 0.593 Sedang Valid
3 0.63 Baik 0.77 Mudah 0.497 Sedang Valid
4 0.63 Baik 0.67 Sedang 0.541 Sedang Valid
5 0.63 Baik 0.67 Sedang 0.541 Sedang Valid
6 0.50 Baik 0.47 Sedang 0.236 Rendah Tidak Valid
7 0.50 Baik 0.70 Sedang 0.378 Rendah Tidak Valid
8 0.38 Cukup 0.87 Mudah 0.348 Rendah Tidak Valid
9 0.50 Baik 0.60 Sedang 0.447 Sedang Valid
10 0.75 Baik Sekali 0.70 Sedang 0.526 Sedang Valid
11 0.75 Baik Sekali 0.43 Sedang 0.57 Sedang Valid
12 0.63 Baik 0.70 Sedang 0.461 Sedang Valid
13 0.75 Baik Sekali 0.37 Sedang 0.618 Tinggi Valid
14 0.88 Baik Sekali 0.60 Sedang 0.588 Sedang Valid
15 0.63 Baik 0.67 Sedang 0.541 Sedang Valid
16 1.00 Baik Sekali 0.57 Sedang 0.727 Tinggi Valid
17 0.63 Baik 0.70 Sedang 0.461 Sedang Valid
18 0.13 Baik 0.73 Mudah 0.098 Sangat Rendah Tidak Valid
19 0.38 Cukup 0.87 Mudah 0.348 Rendah Tidak Valid
20 0.13 Jelek 0.40 Sedang 0.108 Sangat Rendah Tidak Valid
21 0.75 Baik Sekali 0.37 Sedang 0.618 Tinggi Valid
22 0.25 Cukup 0.70 Sedang 0.078 Sangat Rendah Tidak Valid
23 0.75 Baik sekali 0.53 Sedang 0.464 Sedang Valid
24 0.63 Baik 0.47 Sedang 0.517 Sedang Valid
25 0.38 Cukup 0.60 Sedang 0.172 Sangat Rendah Tidak Valid
26 0.50 Baik 0.70 Sedang 0.424 Sedang Tidak Valid
27 0.13 Jelek 0.73 Mudah 0.154 Sangat Rendah Tidak Valid
28 0.63 Baik 0.67 Sedang 0.541 Sedang Valid
29 0.13 Jelek 0.77 Mudah 0.044 Sangat Rendah Tidak Valid
30 0.63 Baik 0.70 Sedang 0.461 Sedang Tidak Valid
31 0.13 Jelek 0.80 Mudah 0.087 Sangat Rendah Tidak Valid
32 0.00 Jelek 0.90 Mudah 0.108 Sangat Rendah Tidak Valid
33 0.13 Jelek 0.80 Mudah 0.067 Sangat Rendah Tidak Valid
34 0.75 Baik Sekali 0.43 Sedang 0.57 Sedang Valid
35 0.63 Baik 0.67 Sedang 0.541 Rendah Tidak Valid
36 0.50 Baik 0.60 Sedang 0.326 Rendah Tidak Valid
37 0.63 Baik 0.70 Sedang 0.461 Sedang Valid
38 0.63 Baik 0.47 Sedang 0.354 Rendah Valid
39 0.63 Baik 0.70 Sedang 0.461 Sedang Valid
40 0.50 Baik 0.37 Sedang 0.456 Sedang Valid
SANGAT TINGGI
Baik Valid
2 0.75 0.73 Mudah 0.629 Tinggi
Sekali
Baik Valid
3 0.88 0.77 Mudah 0.655 Tinggi
Sekali
Tidak
4 0.38 Cukup 0.67 Sedang 0.3 Rendah
Valid
Sangat Tidak
5 0.13 Jelek 0.80 Mudah 0.124
Rendah Valid
Sangat Tidak
6 0.50 Baik 0.43 Sedang 0.184
Rendah Valid
7 0.63 Baik 0.70 Sedang 0.51 Sedang Valid
Tidak
8 0.38 Cukup 0.87 Mudah 0.461 Sedang
Valid
9 0.63 Baik 0.63 Sedang 0.595 Sedang Valid
10 0.63 Baik 0.70 Sedang 0.483 Sedang Valid
Baik Valid
11 0.75 0.73 Mudah 0.629 Tinggi
Sekali
12 0.50 Baik 0.70 Sedang 0.288 Rendah Valid
Baik Valid
13 0.88 0.40 Sedang 0.568 Sedang
Sekali
14 0.63 Baik 0.60 Sedang 0.556 Sedang Valid
Sangat Tidak
15 0.13 Jelek 0.47 Sedang 0.104
Rendah Valid
Baik Valid
16 1.00 0.50 Sedang 0.755 Tinggi
Sekali
17 0.63 Baik 0.70 Sedang 0.51 Sedang Valid
18 0.63 Baik 0.70 Sedang 0.483 Sedang Valid
Tidak
19 0.38 Cukup 0.87 Mudah 0.461 Sedang
Valid
Tidak
20 0.25 Cukup 0.40 Sedang 0.3 Rendah
Valid
Tidak
21 0.38 Cukup 0.57 Sedang 0.298 Rendah
Valid
Sangat Tidak
22 0.25 Cukup 0.67 Sedang 0.156
Rendah Valid
23 0.75 Baik sekali 0.47 Sedang 0.411 Sedang Valid
24 0.50 Baik 0.47 Sedang 0.493 Sedang Valid
Tidak
25 0.38 Cukup 0.60 Sedang 0.28 Rendah
Valid
Tidak
26 0.38 Cukup 0.87 Mudah 0.461 Sedang
Valid
Baik Valid
27 0.88 0.40 Sedang 0.568 Sedang
Sekali
Baik Valid
28 0.75 0.47 Sedang 0.568 Sedang
Sekali
Tidak
29 0.50 Baik 0.73 Mudah 0.369 Rendah
Valid
Tidak
30 0.38 Cukup 0.57 Sedang 0.298 Rendah
Valid
Baik Valid
31 0.75 0.47 Sedang 0.568 Sedang
Sekali
Sangat Valid
32 0.13 Jelek 0.93 Mudah 0.119
Rendah
Tidak
33 0.25 Cukup 0.83 Mudah 0.27 Rendah
Valid
Baik Valid
34 0.88 0.47 Sedang 0.652 Sedang
Sekali
Tidak
35 0.50 Baik 0.73 Mudah 0.369 Rendah
Valid
Sangat Valid
36 0.25 Cukup 0.53 Sedang 0.188
Rendah
Tidak
37 0.50 Baik 0.43 Sedang 0.297 Rendah
Valid
Baik Valid
38 0.75 0.47 Sedang 0.568 Sedang
Sekali
39 0.63 Baik 0.60 Sedang 0.556 Sedang Valid
Tidak
40 0.38 Cukup 0.43 Sedang 0.273 Rendah
Valid
Dari Tabel 4.5, Tabel 4.6 danTabel 4.7 soal yang disimpulkan valid kemudian diambil sebanyak 20 soal
untuk masing-masing materi pokok sebagai instrumen tes yang dipakai untuk mengukur hasil belajar mahasiswa.
4.2 Hasil Pretes
Penelitian ini diawali dengan pelaksanaan pretes dengan menggunakan instrumen tes yang masing-masing
terdiri dari 20 soal pilihan ganda pada materi pokok kinematika, dinamika dan usaha & energi. Pemberian pretes
bertujuan untuk mendapatkan informasi awal mengenai kemampuan mahasiswa pendidikan fisika kelas A angkatan
2016 sebelum diterapkan pembelajaran. Hasil pretes pada materi pokok kinematika, dinamika dan usaha & energi
akan dibandingkan dengan hasil postes diakhir pembelajaran untuk mendapatkan informasi pengaruh pembelajaran
yang diterapkan pada mata kuliah fisika umum 1 dengan materi pokok kinematika, dinamika, dan usaha & energi.
Adapun hasil pretes yang diperoleh pada materi pokok kinematika, dinamika dan usaha & energi sebagai berikut.
Tabel 4.8 Statistik Pretes Materi Pokok Kinematika, Dinamika, dan Usaha & Energi
Pretes Kinematika Pretes Dinamika Pretes Usaha & Energi
Mean 37.08 38.13 38.75
Std. Deviation 6.903 5.863 6.124
Variance 47.645 34.375 37.500
Minimum 25 30 30
Maximum 50 50 50
Tabe 4.9 Distribusi Frekuensi Pretes Materi Pokok Kinematika, Dinamika, dan Usaha & Energi
Kinematika Dinamika Usaha & Energi
N f N f N f
25 2 - - - -
30 4 30 4 30 3
35 7 35 8 35 9
40 6 40 7 40 6
45 3 45 3 45 3
50 2 50 2 50 3
Total 24 Total 24 Total 24
Selanjutnya dilakukan pengujian normalitas ketiga data pretes dengan menggunakan SPSS 17.0 yang hasilnya
seperti pada Tabel 4.10
Tabel 4.10 Normalitas Data Pretes
Pretes Kinematika Pretes Dinamika Pretes Usaha&Energi
N 24 24 24
KESIMPULAN
Kesimpulan
Kesimpulan sementara yang dapat diperoleh dari penelitian dengan judul : “Peningkatan Kualitas
Perkuliahan Dasar Mekanika Kalor dengan Model Pembelajaran Kolaboratif Berbasis Lesson Study di FMIPA
Universitas Negeri Medan” Masih dalam proses pelaksanaan selanjutnya dan dalam proses pengujian statistik serta
pembahasan.
DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, S.B. dan Zain, A., (2002), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta.
Panggabean, DD dan Irfandi, (2015), Peningkatan Aktivitas Dan Hasil Belajar Mahasiswa Dengan Penerapan
Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pada Mata Kuliah Fisika Umum I 1. Laporan Penelitian . Medan
FMIPA Unimed
Holowarni, B., Erviyenni, Zulhelmi, Herdina, (2008). Model-model Pembelajaran Inovatif Dalam Rangka
Inovasi Pembelajaran, Pelatihan Pengembangan Peningkatan Pembelajaran IPA SMP dan SMA
Ibrahim, M., Rachmadiarti,F., Nur, M.,(2007), Pembelajaran Kooperatif, edisi ke-1, Surabaya: UNESA-
University PRESS,.
Marlenawati, D. (2014). Penerapan pendekatan saintifik untuk Meningkatkan Aktivitas dan hasil belajar
Matematika Siswa Kelas V SD Negeri 113 Bengkulu Selatan. Skripsi Pada FKIP Universitas Bengkulu
Nauli, R., Jasmidi, Arbain. (2004). Upaya Peningkatan Interaksi dan Hasil Belajar siswa SMA Melalui Belajar
Kooperatif Dengan menggunakan Media Peta Konsep dan Alat Peraga. Medan : FMIPA UNIMED
Medan Laporan Penelitian PTK.
Riyanto, Y. ( 2010). Paradigma Baru Pembelajaran : Sebagai Referensi bagi Pendidik dalam Implementasi yang
Efektif dan Berkualitas. Kencana. Jakarta.
Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Kencana. Jakarta.
Slameto, 2003, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, Rineka Cipta, Jakarta.
Slavin, R., (2005), Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, Nusa Media, Bandung.
Suyanti, R., (2010), Strategi Pembelajaran Fisika, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sudrajat, A. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik dan Model Pembelajaran. Bandung : Sinar
Baru Algensindo.
Winkel, (1996), Psikologi Pengajaran, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
Slameto, 2003, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi, Rineka Cipta, Jakarta.
Slavin, R., (2005), Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, Nusa Media, Bandung.
Suyanti, R., (2010), Strategi Pembelajaran Fisika, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Sudrajat, A. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik dan Model Pembelajaran. Bandung : Sinar
Baru Algensindo.
Winkel, (1996), Psikologi Pengajaran, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.
http://blog.uin-malang.ac.id/manajemen/2012/10/22/pengertian-inquiry/
http://physicssma.wordpress.com/2011/11/20/inkuiri-terbimbing-guided-inquiry-approach/
Abstrak
Program Pengabdian kepada Masyarakat ini berkoordinasi dengan Lembaga Pengabdian Kepada
Masyarakat (LPM) UNIMED untuk membagi ilmu yang bermanfaat bagi Masyarakat. Mitra PPKM
ini adalah Industri rumah tangga Pojok Cemilan, yang memproduksi beberapa makan ringan seperti
peyek dan keripik pisang aneka rasa skala rumah tangga yang di kelola oleh ibu Supriyanti dan
keluarga. Usaha ini berdiri sejak tiga tahun lalu beranggotakan lima orang ibu rumah tanggan dan
sudah pernah mendapat binaan dari instansi terkait, belum menerapkan pembukuan sederhana,
belum mempunyai sertifikat produk industri rumah tangga (P-IRT) dan label halal, produksi di
lakukan secara tradisonal dan pemasaran di lakukan dengan menitipkan ke sejumlah toko makanan
ringan juga melalui pameran-pameran UKM. Kemasan Produk yang tidak menarik merupakan
permasalahan yang di hadapi oleh ibu Supriyanti. Padahal kemasan yang unik juga di perlukan untuk
meningkatkan daya saing produk makanan di pasaran sehingga menarik konsumen untuk membeli
produk. Kegiatan ini mencakup pendampingan dalam produksi, manajemen usaha, dan standarisasi
produk sertifikasi Halal, dan sertifikasi PIRT) serta packaging produk. Pelaksanaan kegiatan
pengabdian ini telah mencapai target yang di harapkan yaitu (1) pengelolaan manajemen usaha dan
administrasi keuangan yang benar, (2) mampu berinovasi dengan memperbaiki disain kemasan
produk, (3) mampu mengelola administrasi dengan benar, (4) mempunyai sertifikat PIRT, (5)
pengajuan label Halal ke MUI (6) Mempunyai alat produksi yang sesuai.
Kata Kunci: Pendampingan, Pelatihan, Label Halal, BPOM/P-IRT, Industri Rumah Tangga
PENDAHULUAN
Mayoritas Masyarakat Indonesia menyukai makanan ringan seperti peyek dan keripik pisang yang sudah
dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak lama. Kreasi olahan dari buah pisang dengan berbagai rasa sangat diminati
karena makanan ringan dari pisang ini dikenal cukup enak dan manfaat gizinya juga bagus. Sama halnya dengan
peyek, yang di buat dengan tambahan aneka kacang, ikan teri dll. Keripik pisang dan peyek merupakan produk
makanan ringan yang banyak digemari konsumen. Rasanya yang renyah dan harga yang ditawarkan juga tidak
mahal, menjadikan produk tersebut sebagai alternatif tepat untuk menemani waktu santai bersama rekan dan
keluarga.Masyarakat kita cenderung menyukai makanan ringan untuk dikonsumsi karena bersifat praktis serta dapat
dimakan kapanpun dan dimanapun.Selain itu, banyak toko-toko makanan kecil sehingga memudahkan pelaku usaha
untuk mendistribusikan produk makanan ringan tanpa harus membuang banyak tenaga untuk menjajakan produk
secara langsung dengan konsumen akhir.
Pisang adalah salah satu komoditi andalan Kabupaten Deli Serdang dengan produksi pisang yang
melimpah dengan aneka jenis pisang. Pisang juga mudah tumbuh dan hampir tidak memerlukan perawatan,
sehingga biaya usahatani juga relatif murah. Pisang juga dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan yang murah,
enak dan mengenyangkan karena kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Jenis tanaman pisang memang
bermacam macam, namun tidak semua jenis bisa diolah menjadi kripik pisang hanya jenis jenis tertentu saja yang
bagus digunakan sebagai bahan baku keripik pisang, seperti pisang kapok yang banyak di temui di Kabupaten Deli
Serdang. Produksi peyek sebagai makanan tradisional yang terbuat dari campuran tepung beras dengan tambahan
aneka kacang dan ikan teri medan yang merupakan khas kota medan
Kabupaten Deli Serdang merupakan Kabupaten yang luas lahannya sebesar 3.186 Ha dan yang
paling besar produksinya sebesar 72.715 Ton di Provinsi Sumatera Utara. Deli Serdang merupakan
Kabupaten dengan produksi pisang tertinggi di Provinsi Sumatera Utara yaitu sebesar 367.431 kuintal
pada tahun 2013. Menurut (Anonim, 2015) produksi pisang dari Kabupaten Deli Serdang pada tahun
2014 produksinya sebanyak 298.305 Ton. Menurut (Anonim, 2006).
Kabupaten Deli Serdang menempati area seluas 2.497,72 Km2 yang terdiri dari 22 Kecamatan dan 394
Desa/Kelurahan Definitif. Wilayah Kabupaten Deli Serdang disebelah Utara berbatasan dengan
Kabupaten Langkat dan Selat Malaka, disebelah Selatan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun,
disebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Karo dan disebelah Timur berbatasan
dengan Kabupaten Serdang Bedagai.
Program Pengabdian kepada Masyarakat dengan sumber dana BOPTN adalah salah satu kegiatan pengabdian
kepada masyarakat yang berkoordinasi dengan Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM) UNIMED untuk
membagi ilmu yang bermanfaat bagi Masyarakat. Kegiatan ini mencakup pendampingan dalam produksi,
manajemen usaha, dan standarisasi produk sertifikasi halal, dan sertifikasi BPOM/PIRT) serta packaging produk.
Mitra PKM ini adalah Industri rumah tangga Pojok Cemilan, yang memproduksi beberapa makan ringan seperti
peyek dan keripik pisang aneka rasa skala rumah tangga yang di kelola oleh ibu Supriyanti dan keluarga. Domisili
Mitra sekitar 3 Km sebelah timur dari Universitas Negeri Medan. Usaha ini berdiri sejak tiga tahunlalu
beranggotakan lima orang ibu rumah tanggandan sudah pernah kmendapat binaan dari instansi terkait, belum
menerapkan pembukuan sederhana, belum mempunyai sertifikat produk industri rumah tangga (P-IRT) dan label
halal, produksi di lakukan secara tradisonal dan pemasaran di lakukan dengan menitipkan ke sejumlah toko
makanan ringan juga melalui pameran-pameran UKM.
Usaha makanan ringan ini adalah sumber penghasilan utama bagi keluarga ibu Supriyanti di Desa
Sambirejo Timur yang di kelola sebagai home industry yang melibatkan ibu-ibu tetangga di sekitar rumah. Ibu
Supriyanti memproduksi beberapa produk makanan ringan seperti, peyek dengan aneka rasa, keripik pisang dengan
rasa gurih dan coklat. Semua produk makanan ringan ini di produksi dengan melibatkan ibu-ibu rumah tangga yang
ingin menambah penghasilan rumah tangganya. Produk makakan ringan ini juga masih di kelola secara tradisional
dan juga masih di packing secara sederhana.
Usaha ini juga tidak di dukung dengan pencatatan atau pembukuan yang rapi, tidak ada dokumentasi
terhadap pemasukan dan pengeluaran kas. Sehingga sulit untuk menjelaskan berdasarkan angka-angka pasti karena
berapa keuntungan yang di peroleh selama sebulan, karena tidak ada pembukuan atau catatan yang dapat dijadikan
rujukan. Usaha ini dijalankan berdasarkan kekeluargaan dan perkiraan semata. Usaha produksi makanan ringan ini
mulai berkembang seiring dengan bertambahnya luas pemasaran sampai ke Bandara Internasional Kuala Namu.
Namun masih mempunyai kendala pada kemasan makanan, PIRT dan label halal yang belum dimiliki. Untuk
Kepentingan pemasaran sekarang untuk produk keripik pisang gurih dan coklat masih memakai label halal produk
peyek.
Kemasan yang menarik sangat perlu untuk produk makanan, selain untuk menarik konsumen juga untuk
melindungi kualitas produk makanan ringan supaya tidak cepat apek dan berubah rasa. Kemasan yang digunakan
untuk mengemas makanan bisa disebut dengan kemasan pangan, adapun fungsi dari kemasan pangan tersebut
menurut (Departemen Kesehatan Indonesia,2013) adalah : 1. Melindungi produk terhadap pengaruh fisik, seperti
pengaruh mekanik dan cahaya 2. Melindungi produk terhadap pengaruh kimiawi (permisi gas, kelembapan
udara/uap air) 3. Melindungi produk terhadap pengaruh biologis (bakteri, kapang) 4. Mempertahankan keawetan dan
mutu produk 5. Memudahkan penanganan (penyimpanan, transportasi, penumpukan dan pindah tempat) 6. Sebagai
media informasi produk dan media promosi 7. Memberikan informasi konsumen, misalnya : penggunaan dan
penyimpanan
Bagi Mitra, usaha keripik pisang ini juga membuka lapangan kerja bagi ibu rumah tangga dan remaja di
sekitar tempat tinggalnya.Usaha ini juga melibat dari para petani pisang kepok sebagai pemasok bahan baku,
masyarakat sekitar sebagai tenaga kerja, dan para pengecer makanan ringan tsb. Sehingga usaha ini dapat memberi
manfaat bagi banyak pihak.
Peluang usaha kuliner khususnya makanan ringan tidak pernah mati karena selalu ada peminatnya. Itu
sebabnya usaha makanan ringan menjadi salahsatu usaha yang banyak dipilih kalangan industry rumah tangga
sebagai pilihan usaha mereka, termasuk makanan ringan khas daerah. Besarnya peluang usaha makanan ringan ini
kalau tidak dikelola dengan baik, usaha apapun pasti bakal mati. Permasalahan yang di hadapi oleh ibu Supriyanti
yang memproduksi makanan ringan adalah, tidak adanya PIRT dan Label Halal. Hal ini di sebabkan karena
kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya PIRT serta lamanya waktu yang diperlukan untuk mengurus izin
PIRT yang bias memakan waktu tiga bulan. Padahal dengan waktu tiga bulan tersebut, mereka harus tetap menjual
produk makan yang mereka produksi karena usaha tersebut adalah sumber penghasilan mereka. Begitu juga dengan
pengurusan label halal juga memerlukan waktu yang lama. Padahal pencantuman izin PIRT dan label halal MUI
bertujuan memberikan perlindungan untuk konsumen dan mendorong pelaku bisnis untuk peningkatan kualitas
produknya dengan cara memenuhi legalitas produk.
Kemasan Produk yang tidak menarik juga merupakan permasalah yang di hadapi oleh ibu Supriyanti. Padahal
kemasan yang unik juga di perlukan untuk meningkatkan daya saing produk makanan di pasaran sehingga menarik
konsumen untuk membeli produk. Pada saat ini konsumen juga sudah sangat cerdas dalam memperhatikan kualitas
produk makan yang di tawarkan, tidak hanya melihat kemasan yang menarik. Salah satu alasan yang bisa
meyakinkan konsumen untuk membeli produk makanan tersebut adalah dengan mencantumkan izin PIRT dan label
halal pada dkemasan produk makanan.
METODE PELAKSANAAN
Kegiatan Pengabdian ini dilaksanakan pada bulan Juni s.d. November 2018, yang bertujuan untuk
mengoptimalisasi manajemen usaha dan kualitas produksmakanan ringan yang di kelola ibu Supriyanti melalui
Standarisasi Produk Mitra, meliputi : (1) meningkatkan kualitas produk, (2) meningkatkan jumlah produksi dengan
perlengkapan memasak sesuai dengan kebutuhan mitra,(3) memperbaiki kemasan, (4) memperluas pemasaran, (5)
pengelolaan keuangan, (6) mendapatkan sertifikat Halal dan BPOM/P-IRT.
Pelaksanaan Kegiatan
Secara grafis, tahapan pelaksanaan kegiatan Pengabdian Masyarakat ini di ilustrasikan didalam gambar 3.1
dibawah ini:
• Melakukan Pendampingan
dan Pelatihan Pengembangan
Permasalahan mitra: Produk, Pembukuan
• Kualitas produk rendah Sederhana dan Pemasaran.
• Belum dapat mengelola Pembukuan • Melakukan Pendampingan
sederhana dan Fasilitasi: Label halal,
• Perlengkapan produksi yang tidak sesuai BPOM/P-IRT, Kemasan
dan sudah usang Bermutu, Perlengkapan
• Belum ada sertifikat P-IRT
produksi sesuai kebutuan
• Belum ada label Halal
• Pemasaran terbatas mitra
• Kemasan tidak menarik
Melihat permasalahan yang dihadapi maka metode pendekatan yang dilakukan untuk mengatasi
permasalahan mitra dan menawarkan solusi masalah bagi mitra adalah dengan memberi Pelatihan dan
Pendampingan serta memfasilitasi mitra dalam mengembangkan usaha.
Metode yang di tawarkan adalah sebagai berikut:
1. Metode pemberdayaan partisipatif, yang meliputi kegiatan pelatihan dan pendampingan, dan fasilitasi
bantuan material yang melibatkan peran serta Mitra secara aktif. Mitra harus dilibatkan dalam kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan agar sesuai dengan kebutuhannya dan mampu mandiri setelah
kegiatan berakhir.
2. Metode Pendampingan dan Fasilitasi, kegiatan ini di lakukan untuk keberlanjutan usaha mitra dengan selalu
melakukan pengawasan dengan pendampingan terhadap manajemen usaha, bahan baku kemasan dan omzet
pemasarannya.
Kegiatan ini dirancang sesuai dengan kebutuhan Mitra, sehingga partisipasi Mitra sangatmembantu keberhasilan
kegiatan ini. Kegiatan Pengabdian ini membutuhkan Partisipasi aktif peserta dalam kegiatan pendampingan dan
pelatihan yang di lakukan. Anggota kelompok dalam kegiatan ini sangat berperan memberikan masukan apa saja
yang dianggap perlu untuk meningkatkan kualitas produk dan jumlah produksi sehingga bisa meningkatkan
pendapatan. Mitra juga diharapkan dapat memberikan pertanyaan, ide dan masukan kepada instruktur untuk
meningkatkan pengetahuan mereka.
Partisipasi mitra dalam program pengabdian ini tentu diperlukan dalam mensukseskan terlaksananya
program Pengabdian Masyarakat ini, antara lain: kemauan mitra untuk disiplinmendokumentasikan catatan atas
pemasukan dan pengeluaran mitra sehingga terciptanya pembukuan sederhana, niat dan tekad yang serius dalam
menekuni usaha untuk meluaskan pemasaran produk makanan ringan sehingga dapat meningkatkan taraf kehidupan
sebagai usaha untuk mengentaskan kemiskinan. Bekerjasama dengan tim pengabdian untuk mensukseskan program
kerjasama ini.
produk melalui standarisasi produk. Kegiatan dilaksanakan sejak bulan Agustus sampai Oktober 2018, yang tahapan
pelaksanaan kegiatannya dilakukan sebagai berikut:
1. Tahap Pertama
Pada tahap pertama yang merupakan tahap awal, tim Pengabdian melakukan beberapa kali kunjungan dan diskusi
dengan mitra di desa Sambirejo Timur. Kunjungan ini di lakukan kepada mitra dalam rangka untuk mempersiapkan
mitra dalam melengkapi surat usaha untuk mendaftarkan label Halal dan PIRT. Dari hasil koordinasi ini diperoleh
kesepakatan bahwa mitra menyepakati untuk melengkapi surat-surat yang di perlukan untuk kegiatan tersebut
dengan pendampingan tim Pengabdian.
2. Tahap Kedua
Tim Pengabdian melakukan persiapan pelaksanaan kegiatan untuk membuat packaging produk yang baru dengan
mengadakan koordinasi bersama mitra dengan menentukan bagaimana desain dan packaging produk yang
diinginkan oleh mitra dan tim pengabdian. Pada tahap ini mitra dan tim pengabdian menyepakati untuk membuat
kemasan yang baru terhadap produk keripik pisang dengan menggunakan bahan plastik yang aman dan tebal
sehinngga keripik pisang tetap gurih dan renyah dan tahan lama. Pada tahap ini tim pengabdian melakukan
pencetakan label usaha, membuat logo usaha, memesan plastik standing pouch dengan berbagai ukuran.
Standing pouch ini di gunakan agar kemasan terlihat menarik dan tahan lama. Dengan logo dan kemasan yang baru
diharapkan penjualan mitra akan lebih bertambah dan dapat di jual di berbagai supermarket.
3. Tahap Ketiga
Pelaksanaan kegiatan pada tahap ini adalah dengan pendampingan pembukuan sederhana kepada mitra, agar
pembukuan mereka bisa lebih rapi. Sehingga bisa di ketahui apakah mereka memiliki keuntungan atau rugi dan
memiliki prospek untuk kelanjutan usaha.
4. Tahap Keempat
Tahap keempat adalah melakukan pendaftaran Label Halal ke MUI dengan melengkapi surat-surat yang di butuhkan
dengan bantuan dan pendampingan tim pengabdian. Kegiatan ini sebenarnya terus berlanjut dari awal kegiatan
pengabdian di lakukan. Selain mendaftarkan label Halal, tim pengabdian juga membantu mitra dalam mengurus
PIRT produk keripik pisang original dan keripik pisang coklat ke dinas Kesehatan. Sampai saat ini label halal dan
PIRT masih dalam tahap evaluasi dan pengurusan. Diharapkan waktu yang dibutuhkan tidak akan lama dalam
menyelesaikan proses pengeluaran label Halal dan PIRT.
KESIMPULAN
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam pelaksanaan kegiatan Pengabdian Optimalisasi manajemen produk
melalui standarisasi produk di desa Sambirejo Timur dengan produk keripik pisang adalah sebagai berikut:
1. Mitra pengabdian ini memiliki keinginan yang kuat untuk mengembangkan usahanya karena memang persaingan
usaha sejenis yang ini cukup ketat. Mitra memang harus mau berinovasi agar mampu bersaing dan bertahan
sehingga dapat berkelanjutan. Persaingan dalam hal inovasi produk tentu menjadi permasalahan bagi mitra sehingga
membutuhkan solusi.
2. Kegiatan Pengabdian yang dilaksanakan ini mampu memberikan solusi kepada mitra untuk mengembangkan
usaha mitra secara berkelanjutan, karena mitra dibekali dengan kemampuan berinovasi dan menghasilkan produk
yang memiliki daya saing.
3. Tercapainya target dalam hal pengurusan label Halal dan PIRT tentu menjadi nilai tambah yang sangat dapat
membantu mitra nantinya, karena hal tersebut menjadikan produk mempunyai daya saing di pasar.
SARAN
Hal yang menjadi kendala terbesar dalam kegiatan ini adalah kesulitan mitra dan tim pengabdian mengurus surat-
surat untuk mendaftarkan label Halal dan PIRT. Oleh karena itu ada beberapa saran agar kegiatan ini dapat
memberikan manfaat yang keberlanjutan, sebagai berikut:
a. Adanya kemudahan dan fasilitas pengurusan label halal kepada usaha-usaha kecil khususnya industri
rumah tangga.
b. Adanya pendampingan pengurusan label halal dan PIRT kepada industri kecil dan industri rumah tangga.
c. Mitra harus mempunyai semangat dan kemauan yang tinggi untuk mengembangkan diri dengan
kemampuan berinovasi terhadap produk dan kemasan.
ABSTRAK
Permasalah yang dihadapi oleh Guru-guru SMA Negeri 21 Medan adalah rendahnya kemampuan
guru membuat media pembelajaran berbasis ICT. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan
profesionalisme guru-guru dalam membuat dan mengembangkan media teknologi google classroom
pada proses pembelajaran dikelasnya. Mekanisme Pelaksanaan kegiatan pengabdian masayarakat
adalah identifikasi permasalahan; persiapan pelaksanaan kegiatan, pelatihan dan pendampingan
penggunaan google classroom, pemberian tugas, evaluasi keberhasilan guru dalam penggunaan
google classroom. Hasil yang dicapai dalam kegiatan ini adalah 14 orang guru dapat membuat
media pembelajaran berbasis google classroom.
Pendahuluan
Dewasa ini, perkembangan ilmu teknologi semakin berkembang secara pesat. Setiap pekerjaan saat ini dapat
dikerjakan hanya dengan mengusap jari pada layar gawai yang dimiliki. Misalnya untuk membeli barang yang
diinginkan hanya cukup dengan menggerakkan jari ke layar gawai untuk memilih barang yang diinginkan, sehingga
dengan kemajuan teknologi tersebut maka energi yang dibutuhkan untuk mengerjakan suatu kegiatan tidak
membutuhkan energi yang cukup banyak. Generasi net hanya perlu menggerakkan mouse di board atau hanya
menyentuh screen komputer serta boleh masuk dan keluar dunia cyber tanpa harus meninggalkan rumah. Generasi
net lebih mengekspresikan kebebasannya kepada dunia sehingga mereka lebih merasa dianggap oleh dunia di sekitar
mereka (Gunawan. 2016).
Salah satu bidang yang mendapatkan dampak yang cukup berarti dengan perkembangan teknologi ini adalah
bidang pendidikan, dimana pada dasarnya pendidikan merupakan suatu proses komunikasi dan informasi dari
pendidik kepada peserta didik yang berisi informsi-informasi pendidikan, dengan memiliki unsur-unsur pendidik
sebagai sumber informasi, media sebagai sarana penyajian ide, gagasan dan materi pendidikan serta peserta didik itu
sendiri (Oetomo dan Priyogutomo, 2004).
Berdasarkan undang-undang kependidikan tentang guru yaitu No.14 tahun 2005, pada pasal 8 dinyatakan
bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, dan sebagainya. Kompetensi
akademik meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Sesuai dengan harapan undang-
undang tersebut, maka guru yang berkualitas merupakan salah satu masalah sentral dalam bidang pendidikan, karena
masa depan bangsa ini sangat ditentukan oleh kualitas sumberdaya manusia dan masyarakatnya. Untuk menjalankan
tugas dengan baik maka guru diperlukan untuk merefleksi kegiatan pembelajaran di kelas. Salah satunya dapat
dilakukan dengan mengajar menggunakan media pembelajaran.
Penyampaian materi di kelas dalam bentuk visual merupakan cara yang lebuh efektif dibandingkan dengan
cara-cara tradisonal seperti menulis di papan tulis (Butler and Mauutz, 1996). Visualisasi adalah salah satu cara yang
dapat dilakaukan untuk mengkongkritkan sesuatu yang abstrak. Multimedia telah mengembangkan proses
pengajaran dan pembelajaran ke arah yang lebih dinamik. Dalam pelaksanaannya, teknik penggunaan dan
pemanfaatan media turut memberikan andil yang besar dalam menarik perhatian siswa/mahasiswa dalam PBM,
karena pada dasarnya media mempunyai dua fungsi utama, yaitu media sebagai alat bantu dan media sebagai
sumber belajar bagi siswa/mahasiswa (Djamarah, 2002; 137).
Dari hasil survey pada SMA Negeri 21 Medan ternyata hanya 17% guru yang menggunakan peralatan
infocus untuk mengajar di kelas, hal ini dikarenakan guru yang 83% lagi hanya menggunakan cara belajar
konvensional. Melalui wawancara mendalam diperoleh informasi guru yang 83% tidak menggunakan infocus
dikarenakan tidak memiliki media pembelajaran dalam bentuk multimedia komputer. Lebih jauh lagi pengakuan
guru-guru tersebut karena mereka kurang memahami dan tidak bisa membuat media pembelajaran berbasis google
classroom.
Rendahnya kemampuan guru membuat media pembelajaran berbasis ICT tentu akan berdampak pada
kurangnya daya serap siswa dan pemahaman siswa akan materi pelajaran yang diajukan oleh guru (Soewarno,dkk
2016). Melalui pembuatan media pembelajaran berbasis ICT yang dilakukan di kelas, seorang guru akan turut
meningkatkan pemahaman siswa dan meningkatkan prestasi hasil belajar siswa. Karena dengan media pembelajaran
tersebut turut memberikan andil yang besar dalam menarik perhatian siswa dalam PBM, karena pada dasarnya
media mempunyai dua fungsi utama, yaitu media sebagai alat bantu dan media sebagai sumber belajar bagi
siswa/mahasiswa (Djamarah, 2002;137). Untuk itulah makanya perlu dilakukan pelatihan dan pendampingan
membuat media berbasis google classroom.
Berdasarkan masalah yang telah diuraikan diatas, maka diperlukan usaha untuk meningkatkan kemampuan
guru-guru membuat media pembelajaran dengan google classroom. Usaha yang ditawarkan adalah melakukan
pelatihan dan pendampingan peningkatan kemampuan guru SMA Negeri 21 Kota Medan membuat media
pembelajaran berbasis google classroom
Metode
Metode pelaksanaan yang ditawarkan kepada mitra untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi mitra
adalah metode pendidikan, pelatihan serta pendampingan antara lain : (1). bagi guru yang belum memiliki
kemampuan membuat media pembelajaran dalam bentuk teknologi, akan diberikan pelatihan dan pendampingan
tentang pembuatan email serta google classroom, (2). bagi guru-guru yang belum memiliki buku panduan
penggunaan media google classroom pada proses pembelajaran di kelasnya akan disusun sebuah panduan
penggunaan media google classroom tersebut, (3). untuk kurangnya komunikasi antara siswa dan guru akan
dirancang sebuah media pembelajaran google classroom berdasarkan bidang studi/ materinya masing-masing.
Kegiatan ini direncanakan dilakukan dengan melaksanakan diskusi dan sosialisasi tentang pembuatan media
pembelajaran berbasis google classroom, penyajian materi pengetahuan dasar media pembelajaran, pelatihan dan
pendampingan media pembelajaran berbasis google classroom, pemberian tugas penyusunan google classroom
masing-masing mata pelajaran, mendampingi guru-guru mengaplikasikan media google classroom di kelasnya
masing-masing dan selanjutnya tersedianya panduan penggunaan media google classroom. Rencana kegiatan ini
meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
6. Refleksi dan evaluasi program penggunaan media google classroom yang telah selesai serta berdiskusi tentang
kegiatan yang akan dilaksanakan kedepannya.
Adapun hasil yang di capai pada kegiatan “penggunaan media pembelajaran berbasis google classroom di
SMA Negeri 21 Medan” adalah bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme guru-guru dalam membuat dan
mengembangkan media teknologi google classroom pada proses pembelajaran dikelasnya.
Pada tahap ini hasil yang di peroleh adalah kesedian mitra (pihak guru-guru SMA Negeri 21 Medan) untuk
mengikuti pelatihan dan pendampingan penggunaan media pembelajaran berbasis google classroom. Pada kegiatan
pelatihan dan pendampingan ini, keberlangsungan kerja sama tetap terjalin antara SMA Negeri 21 Medan dengan
Lembaga Pengabdian Masyarakat Unimed. Pelatihan dan pendampingan pada kegiatan penggunaan media
pembelajaran berbasis google classroom ini dapat dilakukan selama kurun waktu 2 bulan di mana mitra
mempersiapkan tempat, sarana dan prasarana serta mengirimkan peserta untuk mengikuti sosialisasi dan
pendampingan penggunaan media pembelajaran berbasis google classroom. Kemudian guru-guru mencoba
membuatnya dan didampingi oleh dosen-dosen tim pengabdi. Semua peralatan yang dibutuhkan untuk
pembembuatan alat permainan edukatif tersebut sudah dipersiapkan oleh tim dosen pengabdi lembaga pengabdian
masyarakat Unimed, diantaranya infocus, internet serta modul tutorial.
Sesuai dengan target kegiatan ini yakni di mulai dari penjelasan tentang berbagai media pembelajaran
teknologi yang mudah dan dapat dipraktekkan dalam dunia sekolah. Melalui Google Classroom, maka siswa dapat
belajar sendiri dari materi yang diunggah oleh guru dalam kelas Google Classroom yang telah dibuat. Dari materi
tersebut, siswa dapat menerapkan pengetahuannya tersebut untuk menyelesaikan persoalan mata pelajaran dalam
test yang diberikan sehingga siswa telah mampu berpikir suatu cara yang tepat untuk digunakan dalam pemecahan
masalah mata pelajaran melalui soal yang diberikan.
Gambar 1 Pelakanaan Pelatihan Media Google Gambar 2 Pelaksanaan Pendampingan Media Google
Classroom Classroom
Seluruh siswa merasa antusias dengan pembelajaran dengan menggunakan Google Classroom. Tugas yang
diberikan kepada siswa dikerjakan dan diunggah secara tepat waktu oleh siswa. Begitu pula, kuesioner yang
diberikan melalui Google Classroom diunggah oleh siswa secara tepat waktu. Hasil wawancara denga guru kimia
sebagai pengguna Google classroom sebagai media pembelajaran online di luar kelas menyatakan persetujuan yang
baik. Guru mengatakan google classroom mudah digunakan dan membantu menghemat waktu serta tenaga.
Pembelajaran dengan menggunakan media google classroom membantu proses belajar siswa, dari hasil
wawancara beberapa siswa di kelas, Menurut siswa kelebihan google classroom adalah siswa dapat mengulang
materi, materi dapat dibuka setiap saat. Google Classroom dapat membantu untuk belajar siswa. Materi dapat
diunduh setiap saat. Siswa lain berpendapat bahwa google classroom pengoperasiannya mudah, seperti aplikasi
edmodo. Kelemahan dari google classroom menurut siswa adalah akses google classroom sulit jika diakses dengan
browser mozilla. Apabila akses internet lambat google classroom sulit dibuka. Salah seorang siswa berpendapat
sangat mudah mengerjakan tugas dengan google classroom karena jika tugas belum terkirim ataupun perlu
diperbaiki siswa bisa mengulangi tugas tanpa perlu membuat jawaban baru. Karena data telah tersimpan otomatis
pada google drive. Hal ini tentunya akan menghemat waktu dan tenaga siswa. Kendala dalam penerapan tes online
adalah keterbatasan sarana yang ada beberapa siswa tidak memiliki laptop ataupun computer di rumah sehingga
harus mengerjakan di warnet ataupun komputer sekolah.
.
Kesimpulan
1. Pelaksanaan kegiatan pelatihan dan pendampingan penggunaan media pembelajaran berbasis google classroom
sudah terlaksana sesuai perencanaan
2. Peserta yang dilibatkan untuk mengikuti pendampingan semuanya hadir, dan kegiatan yang dilakukan sangat
dibutuhkan oleh para guru tersebut
3. Ditinjau dari tujuan kegiatan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan guru dalam merancang dan
membuat media google classroom sesuai dengan bidang ajarnya.
4. Meningkatkan pengetahuan dan semangat para guru-guru dalam membuat dan memanfaatkan berbagai jenis
teknologi pembelajaran serta menjadikan LPM Unimed sebagai mitra untuk tempat berkonsultasi.
Daftar Pustaka
Barton, R.(2004).Teaching Secondary Science with ICT. London: Open University Press.
Butler and Mautz.(1996). Multimedia Presentations and Learning: A Laboratory Experiment. Issues in Accounting
Education. 11,2,259280.
Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005, Tentang Guru dan Dosen, Jakarta:
Depdiknas.
Djamarah, Syaiful B dan Zain, Aswan. (2002) Strategi Belajar Mengajar. Jakarta. PT Rineka Cipta.
Gunawan, Fransiskus Ivan. 2016. Mendidik Generasi Net. Yogyakarta: Sanata Dharma University Press.
Hardiyana, Andri. 2015. Implementasi Google Classroom sebagai Alternatif dalam Meningkatkan Mutu
Pembelajaran di Sekolah. Karya Tulis Ilmiah, Cirebon: SMA Negeri 1 Losari
Hooper, S. (2002). Educational Multimedia In Reiser, R.A., Dempsey, J.V. (Ed). Trends And Issues In Instructional
Design And Technology. Upper Saddle River, New Jersey : Merrill – Prentice Hall.
Oetomo, B.S.D dan Priyogutomo, Jarot. (2004). Kajian Terhadap Model e-Media dalam Pembangunan Sistem E
Education, Makalah Seminar Nasional Informatika 2004 di Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta pada 21
Februari 2004.
Soewarno, Hasmiana, & Faiza. (2016). Kendala-Kendala Yang Dihadapi Guru Dalam Memanfaatkan Media
Berbasis
Komputer Di Sd Negeri 10 Banda Aceh. Jurnal Pesona Dasar,02(04), 28-39. Retrieved May 15, 2018, from
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/PEAR/article/download/7530/6198
Syah, Muhibbin. (2002). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : Rosda karya
Viridi, Sparisoma, Jam'ah Halid, dan Tati Kristianti. 2017. "Penelitian Guru untuk Mempersiapkan Generasi Z di
Indonesia." SEAMEO QITEP in Science. Bandung: P4TK IPA. 1-2
Wicaksono, Vicky Dwi, dan Rachmadyanti. 2017. "Pembelajaran Blended Learning Melalui Google Classroom di
Sekolah Dasar." Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS & HDPGSDI Wilayah Jawa 513-521
ABSTRAK
Buah Labu Kuning (Cucurbita moschata Durch.) mempunyai bentuk yang bervariasi mulai dari pipih,
lonjong ataupun panjang dengan alur yang berjumlah antara 15 hingga 30 alur. Buah yang masih
muda berwarna hijau dan menjadi kuning kecoklatan ketika tua. Labu kuning termasuk jenis tanaman
menjalar sehingga untuk budi dayanya butuh penyangga, seperti teralis atau para-para setinggi 2-3
meter. Panen pertama dilakukan pada umur 50-60 hari setelah tanam, dan untuk berikutnya
dilakukan dengan interval 2-3 kali setiap minggu. Untuk kebutuhan benih dilakukan dengan cara
memanen pada saat buah mulai menguning dan tangkai buahnya mengering. Pembuatan benih
dilakukan dengan cara memotong melintang, kemudian bijinya dicuci bersih. Setelah itu biji
dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari hingga kadar airnya mencapai 8-10%.Daunnya
berfungsi sebagai sayur dan bijinya bermanfaat untuk dijadikan kuaci. Air buahnya berguna sebagai
penawar racun binatang berbisa, sementara bijinya menjadi obat cacing pita. Bagian yang
digunakannya adalah buah. Daging buahnya pun mengandung antioksidan sebagai penangkal
kanker. Labu kuning juga dapat digunakan untuk penyembuhan radang, pengobatan ginjal, demam,
diare, dan diabetes mellitus. Dari hasil wawancara tim PKM dengan Bapak Sekretaris Desa Bapak
Jumpa Sembiring Desa Durin Simbelang, setiap kepala keluarga mempunyai 1 atau 2 pohon lahan
labu,yang rata rata terdapat di belakang pekarangan rumah selain itu Kelompok Ibu PKK Di
Desa Durin Simbelang Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara
ingin memanfaatkan dan mengoptimalkan daya guna labu secara teknologi pengolahan labu
dijadikan mi labu, hasil olahan mi labu diolah menjadi mi goring, bakwan, schotel mi labu dan stick
labu. Mi labu merupakan bisnis yang prospek ke depannya dapat dikembangkan sebagai bentuk
wira usaha baru bagi kelompok ibu PKK Desa Durin Simbelang. Target yang dicapai dalam kegiatan
program PKM ini adalah Kelompok Ibu PKK mengoptimalkan daya guna labu secara teknologi
pengolahan labu dijadikan mi labu, hasil olahan mi labu diolah menjadi mi goring, bakwan ,
schotel mi labu dan stick labu untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Metode yang dilakukan
dalam kegiatan PKM ini metode pendekatan yang digunakan yaitu metode sosialisasi, metode
pelatihan produksi, pelatihan kewirausahaan (manajemen usaha) dan pelatihan penggunaan alat dan
pendampingan.
PENDAHULUAN
Buah Labu Kuning (Cucurbita moschata Durch.) merupakan tanaman Cucurbita moschata Durch. ini
memiliki beberapa nama daerah, yaitu Labu parang ( Melayu), Waluh (Sunda), Waluh (Jawa Tengah). Tanaman
labu kuning berasal dari Ambon (Indonesia). Ada lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima
Duchenes, Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata Duchenes, dan Cucurbita pipo L.
Kelima spesies cucurbita tersebut di Indonesia disebut labu kuning (waluh), karena mempunyai ciri-ciri yang hampir
sama.
Buah labu kuning berbentuk bulat pipih, lonjong, atau panjang dengan banyak alur (15-30 alur). Ukuran
pertumbuhannya cepat sekali, mencapai 350 gram per hari. Seperti daun tumbuhan pada umumnnya, warna daun
labu adalah hijau, tapi pada daun labu pada pemukaaannya kasar. Labu tumbuh merambat atau menjalar dengan kait
pada batangnya dan jarang berkayu. Kait pada batang labu berbentuk melingkar seperti spiral. Batang tumbuhan ini
berwarna hijau muda dan berbulu halus serta berakar lekat. Panjang batangnya mencapai lebih dari 5 meter. Daun
tanaman labu merupakan daun tunggal yang memiliki pertulangan daun majemuk menjari. Daunnya menyebar di
sepanjang batang. Bentuk daunnya menyerupai jantung dan bertangkai.
Buah labu mempunyai bentuk yang bervariasi mulai dari pipih, lonjong ataupun panjang dengan alur yang
berjumlah antara 15 hingga 30 alur. Buah yang masih muda berwarna hijau dan menjadi kuning kecoklatan ketika
tua. Labu kuning termasuk jenis tanaman menjalar sehingga untuk budidayanya butuh penyangga, seperti teralis
atau para-para setinggi 2-3 meter.
Tanaman ini tumbuh baik di daerah tropis, dari dataran rendah hingga ketinggian 1.500 m Tanaman ini
mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi hangat dengan temperatur 18-27 derajat. Batangnya merambat
mencapai 5 – 10 meter, cukup kuat, berbulu agak tajam, dan bercabang banyak. Labu Kuning berkembang biak
secara generatif, dan bisa juga secara vegetatif. Jarak tanamnya 1-1,5 m antar baris, dan 60-120 cm antar tanaman
dengan baris. Penanaman dapat dilakukan di tanah tegalan, pekarangan, maupun di sawah setelah panen padi, baik
monokultur maupun tumpang sari. Untuk menjaga kesuburan, dosis pupuk yang direkomendasikan 100 kg/ha N, 40
kh/ha P dan 80 kg/ha K.
Labu umumnya memiliki banyak biji yang berbentuk pipih, bundar telur, sampai bundar memanjang.
Bagian ujung membulat, sedangkan bagian pangkal meruncing. Permukaan biji buram, licin. Biji terdapat bagian
tegah-tengah buah.
Panen pertama dilakukan pada umur 50-60 hari setelah tanam, dan untuk berikutnya dilakukan dengan
interval 2-3 kali setiap minggu. Untuk kebutuhan benih dilakukan dengan cara memanen pada saat buah mulai
menguning dan tangkai buahnya mengering. Pembuatan benih dilakukan dengan cara memotong melintang,
kemudian bijinya dicuci bersih. Setelah itu biji dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari hingga kadar
airnya mencapai 8-10%.
Bagian yang digunakan adalah buah. Daunnya berfungsi sebagai sayur dan bijinya bermanfaat untuk
dijadikan kuaci. Air buahnya berguna sebagai penawar racun binatang berbisa, sementara bijinya menjadi obat
cacing pita. Daging buahnya pun mengandung antioksidan sebagai penangkal kanker. Labu kuning juga dapat
digunakan untuk penyembuhan radang, pengobatan ginjal, demam, diare, dan diabetes mellitus. Cara membuat labu
kuning, yaitu 60 gram labu parang (labu kuning) dan 1 buah pare diiris-iris menurut selera lalu dimasak dengan cara
ditumis atau masakan lain sesuai selera, kemudian dimakan. Sedangkan, pemakaian konsumsi dua kali sehari.
Rasa buah labu agak pahit, sedikit pedas dan sejuk. Berkhasiat melancarkan darah, vital energi, dan
menghilangkan sumbatan, kolagogum, peluruh haid, anti radang, antibakteri, pengelat (astringent). Senyawa
kurkumin berkhasiat sebagai kolagoga, yaitu meningkatkan sekresi cairan empedu yang berperan dalam pemecahan
lemak dan memperlancar pengeluaran ke usus, sehingga dapat menurunkan kadar lemak darah yang tinggi. Labu
kuning juga bisa menjadi obat bagi pria yang mengalami disfungsi ereksi atau impoten, serta meningkatkan gairah
pada pria normal. Zat gizi dalam labu, diantaranya :
1. Vitamin A dan beta karoten. Beta karoten adalah pigmen warna kuning-oranye yang jika dicerna di dalam tubuh
kita, akan berubah menjadi vitamin A. fungsi vitamin A dan beta karoten antara lain berguna bagai kesehatan
mata dan kulit, kekebalan tubuh serta reproduksi. Selain itu, zat gizi ini mempunyai manfaat sebagai antioksidan
sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya kanker dan penyakit jantung.
2. Vitamin C. Salah satu jenis vitamin yang larut dalam air ini, sangat diperlukan untuk metabolisme C juga
berperan pada fungsi kekebalan tubuh dan vitamin antioksidan.
3. Zat besi. Zat gizi ini terutam diperlukan dalam pembentukan darah, khususnya hemoglobin (Hb). Makanan yang
mengandung zat besi perlu, karena belak zat besi dari ibu saat bayi dilahirkan akan berangsur-angsur habis.
4. Kalium. Fungsi utama kalium adalah menunjang kelancaran metabolisme tubuh. Hal ini penting dalam menjaga
keseimbangan air dan elektrolit (asam-basa) di dalam sel tubuh.
Kelebihan lain dari labu kuning adalah kandungan seratnya yang tinggi, bermanfaat mengurangi resiko
sembelit. Di samping itu, kandungan lemak labu kuning juga rendah, sehingga tak perlu takut balita mengalami
kegemukan asal dikonsumsi dalam jumlah yang wajar.
Labu Kuning (Cucurbita moschata D.) merupakan komoditas pertanian yang cocok dikembangakan
sebagai alternatif pangan. Buah ini memiliki kandungan gizi yang cukup dan bermanfaat untuk kesehatan. Labu
Kuning juga bisa untuk aneka bahan makanan, mulai dari nasi tim bayi, aneka kue (dawet, lepet, jenang, dodol)
hingga tepung labu.
Sebagai bahan pangan, Labu Kuning ini kaya vitamin A dan C, mineral, serta karbohidrat. Buah ini juga
mengandung zat yang berguna bagi kesehatan, antara lain zat karotenoid yang berbentuk betakaroten. Karena itu
labu ini dijuluki “raja betakaroten,” yang berfungsi melindungi mata dari serangan katarak. Juga serangan kanker,
jantung, diabetes, disentri, ginjal, demam, dan diare. Serta mengandung penawar racun dan cacing pita. Bobot
buahnya rata-rata 3-5 kg. Meskipun memiliki manfaat yang cukup banyak, sayangnya di Indonesia labu kuning
belum dibudidayakan secara khusus.
Desa Durin Simbelang Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deli Serdang merupakan penghasil labu yang
terbesar di Kabupaten Deli Serdang. Desa Durin Simbelang terdiri dari 10 dusun. Desa Durin Simbelang memiliki
luas daerah 353 hektar yang 12 hektar ditanami dengan labu. Desa Durin Simbelang memiliki jumlah penduduk
694 KK . Tingkat pendidikan formal penduduk desa Durin Simbelang ayah tamat SLTA dan SLTP sedangkan
pendidikan ibu tamat SLTP dan SD. Rendahnya tingkat pendidikan , menunjukkan masih tergolong rendah tingkat
pendidikan formal hal ini tentunya berpengaruh terhadap pemilihan pekerjaan. Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh
penduduk Desa Durin Simbelang sebagian besar (75 %) bekerja sebagai petani dan 25 % bekerja sebagai tenaga
lepas ( bertukang, becak motor, dan dagang )
Dari hasil wawancara tim PKM dengan Bapak Sekretaris Desa Bapak Jumpa Sembiring Desa Durin
Simbelang, setiap kepala keluarga mempunyai 1 rante (20 x 20 m) lahan labu, jika tidak masa musim
menghasilkan 200 kg/ tiga minggu sekali, dan jika masa musim dapat menghasilkan 1 ton setiap dua minggunya .
Berarti desa pertanian labu ini menghasilkan 3 ton setiap minggu yang diperoleh dari 5 dusun. Hasil panen
pertanian labu tersebut hasilnya hanya dijual ke penggalas atau agen ( orang yang datang mengambil ke ladang)
dengan harga tolak Rp 1500 sampai Rp 2000 per/ kg , namun harga di pasar labu menjadi seharga Rp 12000/kg.
Menurut beliau pertanian labu ini menjadi salah satu potensi daerah yang dapat dikembangkan dalam bentuk
wirausaha / industri rumah tangga. Menurut beliau, karena masyarakat belum mampu mengolah labu, perawatan
hariannya mudah dan dijual dengan harga tolak relative murah merupakan suatu masalah karena panen labu boleh
dikatakan musimnya tidak pernah berhenti sehingga sangat menguntungkan jika labu ini bila diberdayakan
semaksimal mungkin.
Desa Durin Simbelang Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deli Serdang memiliki organisasi PKK yang
aktif pada setiap dusunnya. Desa Durin Simbelang Kecamatan Pancurbatu menghimpun ibu –ibu PKK dari 10
dusun yang terdapat di Desa Durin Simbelang Kecamatan Pancurbatu yang diketuai oleh ibu Jumpa Sembiring. Ibu-
ibu PKK Di Dusun 2 Desa Durin Simbelang Kecamatan Pancurbatu diketuai oleh ibu Paino . Jumlah anggota aktif
PKK Di Dusun 2 sampai dengan tahun 2017 sebanyak 20 orang rata-rata pendidikan anggota PKK tersebut
adalah tingkat SLTP dan SLTA dan memiliki pekerjaan ibu rumah tangga, bertani dan berdagang. Sedangkan di
Dusun 4 Desa Durin Simbelang Kecamatan Pancurbatu , ibu PKK diketuai oleh Ibu Cermin Br Sembiring ,
anggota yang aktif berjumlah 20 orang dengan rata-rata pendidikan setingkat SMP dan SMA , dan pekerjaan
anggota ibu-ibu PKK bertani dan berdagang . Dilihat dari adanya potensi sumber daya alam berlimpahnya buah
labu jika panen dalam setiap minggunya dan didukung oleh aktifnya ibu- ibu PKK maka terobosan pemanfaatan
buah labu sebagai teknologi pengolahan buah labu, dijadikan mi, mi labu diolah menjadi mi goring, bakwan ,
schotel mi labu dan stick labu , dengan memberdayakan ibu –ibu PKK pada setiap dusunnya di Desa Durin
Simbelang Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deli Serdang
Salah satu pilihan yang dapat dikembangkan untuk menaikkan harga jual labu pada dasarnya dapat
diperoleh apabila kelompok ibu PKK memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam teknologi pengolahan Mi
Labu , Hasil olahan mi labu menjadi mi goring, bakwan , schotel mi labu dan stick labu, dikelola dengan
menggunakan alat teknologi tepat guna yaitu alat Pencetak mi labu , serta dibekali dengan pengetahuan
berwirausaha.
Ketersediaan bahan baku yang tidak mengenal musim, tinggi kandungan gizi dan dengan harga yang
relative murah serta antusiasnya ibu ibu PKK adalah factor lain yang mendorong pengembangan usaha teknologi
pengolahan produk Mi Labu serta hasil olahan mi labu diolah menjadi mi goring, bakwan, schotel mi labu
dan stick labu, sebab secara konseptual kesinambungan pengadaan bahan baku produksi dan antusisnya pengelola
penanganan produk adalah aspek esensial dari sebuah proses produksi.
METODE PELAKSANAAN
1. Metode yang dilaksanakan dalam Mendukung Realisasi Program PKM
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, maka dalam kegiatan PKM ini metode yang
digunakan adalah metode sosialisasi, metode pelatihan produksi, pelatihan kewirausahaan (manajemen usaha) dan
pelatihan penggunaan alat dan pendampingan
Dari permasalahan yang telah dikemukakan, dan untuk mencapai tujuan yang diharapkan, metode
pendekatan yang dilakukan dalam pelaksanaan tersebut secara operasional adalah sebagai berikut :
a. Memberikan teknologi pengolahan mi dari labu dan keamanan pangan dengan metode sosialisasi dan
pelatihan produksi, karena mi dari labu ini bertujuan untuk dijual kepada masyarakat umum baik dalam
bentuk mi labu atau olahan dari mi labu diolah menjadi mi goring, bakwan , schotel dari mi labu dan
stick labu dengan terjaminnya mutu yang baik serta aman untuk dikonsumsi. Tujuan sosialisasi dan
pelatihan produksi ini memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang teknik pengolahan mi labu dan
olahan mi labu diolah menjadi mi goring, bakwan dan schotel dari mi labu serta stick labu, sanitasi dan
hygiene makanan untuk meningkatkan mutu dan keamanan pangan sehingga dapat dijadikan peluang
pengembangan usaha
b. Memberikan mesin alat pencetak mi dengan metode pendampingan untuk penggunaan alat pada masyarakat
petani labu .
c. Memberikan pelatihan kepada kelompok ibu PKK tentang labu yang akan dijadikan mi selanjutnya olahan
dari mi labu diolah menjadi mi goring, bakwan , schotel dari mi labu dan stick labu.
d. Memberikan pelatihan manajemen usaha ( kewirausahaan), sehingga dapat meningkatkan social ekonomi
ibu ibu PKK.
Pelaksanaan kegiatan PKM ini dimulai dari tahap persiapan, pelaksanaan di lapangan dan pelaporan
selama delapan bulan. Tahap demi tahap dilakukan evaluasi sesuai dengan rencana materi pelatihan produksi dan
pendampingan yang telah disampaikan dan dilaksanakan. Kegiatan pelatihan dilaksanakan di mitra dan
dilaksanakan selama tiga bulan. Jumlah peserta pelatihan untuk mitra I dan II masing masing berjumlah dua puluh
lima .
Acara pembukaan dihadiri oleh mitra satu, dan mitra dua. Pembukaan pelatihan dilakukan oleh ketua
Kelompok ibu-ibu PKK Desa Durin Simbelang Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deli Serdang. Secara garis besar
kegiatan pelatihan terbagi menjadi tiga, yaitu tentang pembekalan materi tentang pemanfaatan buah labu sebagai
bahan pangan, praktek pembuatan mi buah labu , pengolahan pengolahan Mi Labu , Hasil olahan mi labu
menjadi mi goring, bakwan , schotel mi labu , mi labu isi telur puyuh, kue bawang dan stick labu, praktek
penggunaan mesin pencetak mi buah labu secara langsung melibatkan peserta pelatihan, dan evaluasi kegiatan
dilakukan dengan melalui monitoring hasil pelatihan yang dilakukan oleh tim monitoring internal yaitu LPM.
Dengan pemahaman dan praktek yang cukup diharapkan dapat meningkatkan penggunaan buah labu yang belum
dimanfaatkan oleh kedua mitra sebagai mi buah labu , sementara pemanfaatan buah labu mempunyai prospek yang
baik sebagai produk pangan yang digemari masyarakat dan merupakan alternative terbaik yang dapat ditawarkan
kepada masyarakat sebagai makanan yang padat gizi yang merupakan solusi bagi kebersihan dan kesehatan
lingkungan hidup . Pembekalan materi diberikan pada hari pertama setelah acara pembukaan oleh pemateri yang
merupakan tim pelaksana. Tujuan pembekalan materi adalah untuk memberikan pengetahuan dan pemahaman
peserta terhadap :
1) Pengetahuan tentang buah labu dapt diteknologikan menjadi mi buah labu yang dapat digunakan sebagai
penganekaragaman pangan bergizi
2) Pembekalan dan pelatihan penggunaan alat pencetak mi buah labu
3) Pelatihan teknologi pengolahan mi buah labu diolah menjadi mi goring, bakwan, schotel mi buah labu , kue
bawang dan stick buah labu. Pelatihan kewirausahaan, dengan tujuan untuk meningkatkan keterampilan mitra
dalam menerapkan manajemen usaha
4) Aktivitas PKM Kelompok Ibu PKK Pemanfaatan Buah labu Dalam Pembuatan Mi Di Desa Durin
Simbelang.
3 Memberikan alat Pelatihan Mi dari labu dan mi labu Menyediakan bahan baku
pencetak mi penggunaan alat diolah menjadi mi goring, labu, ikut kegiatan, diskusi
melalui bakwan, schotel dari mi dan praktek
demonstrasi dan labu dan stick labu yang
pendampingan mengandung Vitamin A,
Betakarotine,Zat Besi
vitamin C dan kalium yang
tinggi menggunakan
DAFTAR PUSTAKA
Carla Maharani.2013.Olahan Mie.Demedia.Jakartaya.Jakarta
Made Astawan..2005.Membuat Mi dan Bihun.Penebar Swad
Suryanti.2008.Membuat Mi Sehat. Penebar Swadaya. Jakarta
Tim Dapur Demedia.2008. Variasi Masakan MI. Demedia.Jakarta
Zely Indahan.2010. Aneka Menu Sehat Serba Mie.Familia. Yogyakarta
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, FBS, Unimed
Jl. Willem Iskandar Pasar V Medan Estate
email: noradewi@unimed.ac.id
ABSTRAK
Penelitian dan pengabdian ini mengkaji tentang kemampuan kompetensi Guru dalam menyusun dan
mengembangkan perangkat pembelajaran dalam Kurkulum 2013 Edisi Revisi, yaitu Penyusunan
Perangkat: 1) Rencana Pelaksanaan Pengajaran (RPP), 2) Bahan Ajar, 3) Media Pembelajaran, 4)
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD), dan 5) Evaluasi dan Asesmen. Subjek dalam kegiatan program
ini adalah 10 guru-guru Bahasa di SMPN 8 Percut Sei Tuan di Kabupaten Deli Serdang dari
berbagai kelas, yaitu kelas 7 sampai dengan kelas 9. Pada saat ini, Kurikulum 2013 telah
diimplementasikan di SMPN 8 di kelas 7 dan 8, dan KTSP di Kelas 9. Hasil pelatihan dan
pendampingan ini menunjukkan kemampuan guru-guru Bahasa di Sekolah SMPN 8 Percut Sei Tuan
signifikan mengalami peningkatan kemampuan dalam penyusunan dan pengembangan perangkat
pembelajaran Kurikulum 2013 Edisi Revisi. Guru-guru di kelas 7 dan 8 lebih menguasai penyusunan
perangkat pembelajaran karena disesuaikan dengan kondisi kelas dan Kompetensi Dasar yang
sedang dilaksanakan pada waktu pendampingan, sementara Guru-guru di kelas 9 masih
membutuhkan pemahaman lebih dan banyak merevisi perangkat pembelajaran karena pemahaman
KTSP lebih melekat dan masih diimplementasi di kelas. Pendampingan ini masih perlu dilanjutkan
lagi agar pemahaman guru-guru di kelas 7, 8, dan 9 terhadap perangkat pembelajaran Bahasa pada
Kurikulum 2013 Edisi Revisi menjadi lebih baik.
Pendahuluan
Proses belajar mengajar di kelas dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya perencanaan yang dilakukan
guru sebagai pendidik di sekolah. Skemp (1971: 114) menyatakan bahwa guru perlu menganalisis konsep materi dan
merencanakan pembelajaran secara hati-hati sebelum melakukan pembelajaran di kelas. Saran pembuatan
perencanaan pembelajaran oleh guru sebelum melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas juga ada dalam PP
nomor 19 tahun 2005 yang dipertegas melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) nomor 41
tahun 2007 yang berkaitan dengan standar proses, yang mengisyaratkan bahwa guru diharapkan dapat
mengembangkan perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran yang dilakukan sehingga dapat
memungkinkan guru dan siswa melakukan proses pembelajaran disebut sebagai perangkat pembelajaran.
Perangkat pembelajaran yang disusun seharusnya memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses
mental dan fisik melalui interaksi antar siswa, siswa dengan guru, siswa dengan lingkungan dan siswa dengan
sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Lebih dari itu, rancangan kegiatan pembelajaran
yang tertuang dalam RPP seharusnya menggunakan metode yang bervariasi disesuaikan dengan karakteristik siswa
dan mata pelajaran, yang mengakomodasi siswa untuk terjadinya proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. Akan
tetapi kegiatan penyusunan perangkat pembelajaran tersebut bukan hal yang mudah bagi sebagian orang. Sutherland
(2007: 78) menyatakan kegiatan perancangan pembelajaran sesuai kurikulum membutuhkan berbagai ketrampilan
yang berbeda dari sekedar ketrampilan mengajar di dalam kelas. Dari hasil observasi, ada 5 permasalahan yang
dihadapi guru-guru di SMPN 8 Percut Sei Tuan, yaitu (1) Dokumen RPP masih belum lengkap dan sempurna
mengikuti acuan Kurikulum 2013, apalagi membuat tahapan-tahapan pembelajaran melalaui pendekatan Scientific
menggunakan 5 M, (2) Bahan ajar hanya berupa buku paket dan buku yang dijual oleh penerbit yang bekerja sama
dengan sekolah. Bahan ajar menggunakan judul dan isi yang tidak sesuai dengan keadaan dan lingkungan siswa, (3)
Tidak adanya penggunaan media interaktif yang tidak melibatkan siswa dan guru. Media yang digunakan berupa
visual yang sederhana seperti gambar-gambar di kertas karton dan isi buku pdan menggunakan paket, (4) LKPD
masih merupakan latihan dari buku paket. Pembuatan LKPD di sekolah tidak merujuk pada Standar kompetensi,
kompetensi dasar dan indikator, dan (5) Belum lengkapnya perangkat penilaian dan perangkat evaluasi
pembelajaran Bahasa inggris.sama seperti RPP, perangkat penilaian menggunakan copy-paste dari sumber internet
sehingga perangkat penilaian tidak sesuai dengan standar kompetensi dan indikator yang akan dicapai. Berdasarkan
berbagai uraian di atas, perlu kita kaji mengenai permasalahan-permasalahan yang sering dialami guru sebagai
pendidik dalam penyusunan perangkat pembelajaran yang digunakan.
Pengabdian ini dilaksanakan di SMP Negeri 8 Percut Sei Tuan berlokasi di desa Bandar Khalifah sekitar 10
km dari Universitas Negeri Medan. Sekolah ini merupakan sekolah baru berdiri tahun 2015 dan sedang berjalan 3
tahun sampai sekarang serta masih dalam tahap pembangunan infrastruktur.
Permasalahan
1. Permasalahan sekolah mitra yaitu SMP Negeri 8 Percut Sei Tuan adalah sebagai berikut:
2. Bagaimanakah menyusun pengembangan perangkat pembelajaran RPP Kurikulum 2013 di SMPN 8 Percut
Sei Tuan?
3. Bagaimanakah menyusun pengembangan perangkat pembelajaran Bahan Ajar Kurikulum 2013 di SMPN 8
Percut Sei Tuan?
4. Bagaimanakah menyusun pengembangan perangkat pembelajaran Media Pembelajaran Kurikulum 2013 di
SMPN 8 Percut Sei Tuan?
5. Bagaimanakah menyusun pengembangan perangkat pembelajaran LKPD Kurikulum 2013 di SMPN 8
Percut
Sei Tuan?
6. Bagaimanakah menyusun pengembangan perangkat pembelajaran Asesmen dan Evaluasi Kurikulum 2013
di
SMPN 8 Percut Sei Tuan?
Kajian Pustaka
Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (UU nomor 20 tahun 2003; PP nomor 19 tahun 2005). Kurikulum berbasis kompetensi adalah kurikulum
yang dirancang baik dalam bentuk dokumen, proses, maupun penilaian didasarkan pada pencapaian tujuan, konten
dan bahan pelajaran serta penyelenggaraan pembelajaran yang didasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan.
Konten pendidikan dalam SKL dikembangkan dalam bentuk kurikulum satuan pendidikan dan jenjang pendidikan
sebagai suatu rencana tertulis (dokumen) dan kurikulum sebagai proses (implementasi). Dalam dimensi sebagai
rencana tertulis, kurikulum harus mengembangkan SKL menjadi konten kurikulum yang berasal dari prestasi
bangsa di masa lalu, kehidupan bangsa masa kini, dan kehidupan bangsa di masa mendatang. Dalam dimensi
rencana tertulis, konten kurikulum tersebut dikemas dalam berbagai mata pelajaran sebagai unit organisasi konten
terkecil. Dalam setiap mata pelajaran terdapat konten spesifik yaitu pengetahuan dan konten berbagi dengan mata
pelajaran lain yaitu sikap dan keterampilan. Secara langsung mata pelajaran menjadi sumber bahan ajar yang
spesifik dan berbagi untuk dikembangkan dalam dimensi proses suatu kurikulum.
Kurikulum dalam dimensi proses adalah realisasi ide dan rancangan kurikulum menjadi suatu proses
pembelajaran. Guru adalah tenaga kependidikan utama yang mengembangkan ide dan rancangan tersebut menjadi
proses pembelajaran. Pemahaman guru tentang kurikulum akan menentukan rancangan guru (Rencana Program
Pembelajaran/RPP) dan diterjemahkan ke dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Peserta didik berhubungan langsung
dengan apa yang dilakukan guru dalam kegiatan pembelajaran dan menjadi pengalaman langsung peserta didik.
Apa yang dialami peserta didik akan menjadi hasil belajar pada dirinya dan menjadi hasil kurikulum. Oleh karena
itu proses pembelajaran harus memberikan kesempatan yang luas kepada peserta didik untuk mengembangkan
potensi dirinya menjadi hasil belajar yang sama atau lebih tinggi dari yang dinyatakan dalam Standar Kompetensi
Lulusan.
Kurikulum 2013
Menurut Mulyasa (2014, h. 6) kurikulum 2013 adalah kurikulum yang menekankan pada pendidikan
karakter, terutama pada tingkat dasar yang akan menjadi fondasi pada tingkat berikutnya. melalui pengembangan
kurikulum 2013 yang berbasis karakter dan berbasis kompetensi kita berharap bangsa ini menjadi bangsa yang
memiliki nilai jual yang bisa ditawarkan kepada bangsa lain didunia
Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik dan model pembelajaran kurikulum 2013 ini dalam usaha untuk belajar
mengimplementasikan kurikulum 2013 di kelas anda, maka artikel ini adalah bacaan yang pas untuk dipelajari. Isi
dari artikel ini sebagian besar mendasarkan pada pedoman kurikulum 2013 yang dikeluarkan oleh Kemendikbud.
Ada lima kegiatan utama di dalam proses pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik, yaitu:
1. Mengamati
Mengamati dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan mencari informasi, melihat, mendengar,
membaca,
dan atau menyimak.
2. Menanya
Menanya untuk membangun pengetahuan peserta didik secara faktual, konseptual, dan prosedural, hingga
berpikir metakognitif, dapat dilakukan melalui kegiatan diskusi, kerja kelompok, dan diskusi kelas.
3. Mencoba
Mengeksplor/mengumpulkan informasi, atau mencoba untuk meningkatkan keingintahuan peserta didik
dalam mengembangkan kreatifitas, dapat dilakukan melalui membaca, mengamati aktivitas, kejadian atau
objek tertentu, memperoleh informasi, mengolah data, dan menyajikan hasilnya dalam bentuk tulisan,
lisan,
atau gambar.
4. Mengasosiasi
Mengasosiasi dapat dilakukan melalui kegiatan menganalisis data, mengelompokan, membuat kategori,
menyimpulkan, dan memprediksi/mengestimasi.
5. Mengkomunikasikan
Mengomunikasikan adalah sarana untuk menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk lisan, tulisan,
gambar/sketsa, diagram, atau grafik, dapat dilakukan melalui presentasi, membuat laporan, dan/ atau
unjuk
kerja.
Di dalam kurikulum 2013 disarankan metode pembelajaran dalam kelas diantaranya adalah:
- Diskusi
- Eksperimen
- Demonstrasi
- Simulasi
Penerapan dengan benar sesuai yang diharapkan maka keseluruhan kompetensi yang mencakup 4 ranah, yaitu
kompetensi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan akan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai
dengan tuntutan Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Bahan Ajar
Widodo dan Jasmadi dalam Ika Lestari (2013: 1) menyatakan bahwa bahan ajar adalah seperangkat sarana
atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang
didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi
dan subkompetensi dengan segala kompleksitasnya.
National Center for Vocational Education Research Ltd/National Center for Competency Based Training
memperkuat bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru atau instruktor
dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar di kelas. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun
bahan tidak tertulis.
Media Pembelajaran
Sadiman (2008: 7) menjelaskan media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan. Dalam hal ini adalah proses merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan minat serta perhatian siswa sehingga proses belajar dapat terjalin. Berdasarkan pernyataan tersebut
dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat bantu yang digunakan oleh guru sebagai alat bantu
mengajar. Dalam interaksi pembelajaran, guru menyampaikan pesan ajaran berupa materi pembelajaran kepada
siswa.
Selanjutnya Schramm (dalam Putri, 2011: 20) media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang
dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media pembelajaran adalah alat bantu yang dapat digunakan
untuk pembelajaran.
Anderson (1976) mengelompokkan media menjadi 10 golongan sbb :
No Golongan Media Contoh dalam Pembelajaran
Penilaian (Assessment)
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian
hasil belajar peserta didik. Berdasarkan pada PP. Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa
penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
1. Penilaian hasil belajar oleh pendidik;
2. Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan;
3. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah.
Setiap satuan pendidikan selain melakukan perencanaan dan proses pembelajaran, juga melakukan penilaian
hasil pembelajaran sebagai upaya terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Evaluasi
Menurut Worthen dan Sanders (1979:1), evaluasi adalah mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu
yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu.
Karenanya evaluasi bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia sebab hal tersebut senantiasa mengiringi
kehidupan seseorang.
Curtis, Dan B; Floyd, Winsor, dan Jerryl mengungkapkan bahwa evaluasi adalah proses penilaian. Penilaian
ini bisa menjadi netral, positif atau negatif atau merupakan gabungan dari keduanya. Saat sesuatu dievaluasi
biasanya orang yang mengevaluasi mengambil keputusan tentang nilai atau manfaatnya.
Gronlund (1975) menyatakan bahwa evaluasi adalah suatu proses yang sistematis untuk menentukan tujuan
atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan – tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa.
Azwar (1996) mengatakan bahwa evaluasi adalah proses yang dilakukan secara teratur dan sistematis pada
komparasi antara standar atau kriteria yang telah ditentukan dengan hasil yang diperoleh. Melalui hasil
perbandingan tersebut kemudian disusun suatu kesimpulan dan saran pada setiap aktivitas pada program.
Menurut Zainul dan Nasution (2001) evaluasi dapat dinyatakan sebagai suatu proses pengambilan keputusan
dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar, baik yang menggunakan
instrumen tes maupun non tes.
Selanjutnya Purwanto (2002) mengungkapkan secara garis besar dapat dikatakan bahwa evaluasi adalah
pemberian nilai terhadap kualitas sesuatu. Selain dari itu, evaluasi juga dapat dipandang sebagai proses
merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif
keputusan.
2. Luaran untuk Bahan ajar adalah dokumen pengembangan bahan ajar 3 topik yang dipilih dan terdiri dari 4 skill
keterampilan bahasa secara integrasi kelas 7, 8 dan 9,
3. Luaran untuk media adalah blog kelas dan masuknya materi pembelajaran kedalam blog kelas 7, 8 dan 9,
4. Luaran untuk Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
5. Luaran untuk perangkat penilaian adalah dokumen perangkat penilaian kelas 7, 8, dan 9 yang sesuai standar
kompetensi dan indikator.
Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan dilaksanakan secara bertahap sebagai berikut:
1. Metode ceramah dan diskusi
Ceramah dan diskusi dilaksanakan pada tahap pertama yaitu pelaksannan FGD ( Focus Group Discussion)
pendampingan, monev dan refleksi.
3. Metode demontrasi dan pelatihan
Demonstrasi dan pelatihan dilaksanakan pada tahap pelatihan perangkat pembelajaran
Tahap terakhir kegiatan adalah pelaksanaan evalusi serta refleksi terhadap keseluruhan hasil pembuatan
perangkat pembelajaran. Tim pengusul melaksanakan di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris. Kegiatan Monev dan
refleksi ini melihat capaian keseluruhan pembuatan perangkat pembelajaran dan merefleski seluruh kegiatan jika
ada yang belum lengkap dan sempurna dilakukan lagi sehingga hasil dokumen penulisan perangkat pembelajaran
lengkap dan baik.
Pembahasan
Pelaksanaan kegiatan dilakukan sebanyak 10 kali pertemuan, yaitu:
1. Pada pertemuan pertama ini tim pengusul dan guru-guru mengadakan FGD. Metode yang disampaikan berupa
ceramah singkat dan diskusi antar dosen dan guru-guru. Materi ceramah dan disksui adalah perangkat pembelajaran
yang sesuai revisi K13
2. Pertemuan selanjutnya melaksanakan pelatihan pembuatan RPP. Tim pengusul mengundang narasumber yang
berasal dari dosen bahasa Inggris yang sudah mengikuti pelatihan kurikulum 2013 Edisi Revisi di Jakarta. Pelatihan
ini dilakukan melalui demonstrasi dan pelatihan langsung terhadap RPP yang sudah ada. RPP yang ada akan
dikupas tuntas dari tahapan standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator, scientific approach, dan materi
pembelajaran Bahasa Inggris.
3. Pertemuan ketiga mengupas tuntas mengenai Bahan ajar yang ada. Bahan ajar ini dianalisis melaui need analysis
dan target analysis sehingga materi dapat tersampaikan dengan baik. Bahan ajar mengenai teks (genre based text)
didiskusikan dan di demontrasikan langsung oleh narasumber.
4. Pertemuan keempat membahas tentang media interaktif yaitu blog kelas dan pembuatan LKPD. Metodenya yaitu
demontrasi langsung oleh narasumber dan tim IT terdiri dari beberapa mahasiswa yang dilibatkan dalam tim
pengusul. Demonstrasi ini dilaksanakan di sekolah menggunakan modem yang dibawa tim pengusul dan membuat
blog kelas. Blog kelas yang dibuat menjadi 3 yaitu blog kelas 7, blog kelas 8 dan blog kelas 9. Kemudian guru-guru
akan mengisi materi Bahasa Inggris, contoh soal, latihan dan membuka layanan tanya jawab terhadap siswa di blog
kelas tersebut.
5. Pertemuan kelima membahas tentang perangkat penilaian berdasarkan standar kompetensi, kompetensi dasar dan
indikator. Sehingga terjadi korelasi yang benar dan tepat terhadap skill keterampilan yang akan dinilai dengan
instrumen penilaian yang akan dibuat. Contohnya misalnya dalam penilaian speaking skill maka untuk menilai
kemampuan siswa digunakanlah instrumen berbicara.
6. Pertemuan keenam adalah pendampingan terhadap hasil perangkat pembelajaran yang telah dibuat guru untuk
kelas 7.
7. Pertemuan ketujuh adalah pendampingan terhadap hasil perangkat pembelajaran yang telah dibuat guru untuk
kelas 8.
8. Pertemuan kedelapan adalah pendampingan terhadap hasil perangkat pembelajaran yang telah dibuat guru untuk
kelas 9.
9. Pertemuan kesembilan adalah pendampingan terhadap hasil perangkat pembelajaran yang telah dibuat guru untuk
kelas 7, 8, dan 9.
10. Pertemuan kesepuluh adalah evaluasi dan refleksi terhadap hasil pengabdian keseluruhannya. Evaluasi dan
refleksi ini adalah tahap diskusi yang dilakukan tim dosen. Segala kekurangan kegiatan akan diketahui pada tahap
ini. Kemudian kekurangan ini akan dilengkapi sehingga hasilnya menjadi bail dan lengkap.
Kesimpulan
Hasil pelatihan dan pendampingan ini menunjukkan kemampuan guru-guru Bahasa di Sekolah SMPN 8
Percut Sei Tuan signifikan mengalami peningkatan kemampuan dalam penyusunan dan pengembangan perangkat
pembelajaran Kurikulum 2013 Edisi Revisi. Guru-guru di kelas 7 dan 8 lebih menguasai penyusunan perangkat
pembelajaran karena disesuaikan dengan kondisi kelas dan Kompetensi Dasar yang sedang dilaksanakan pada waktu
pendampingan, sementara Guru-guru di kelas 9 masih membutuhkan pemahaman lebih dan banyak merevisi
perangkat pembelajaran karena pemahaman KTSP lebih melekat dan masih diimplementasi di kelas. Pendampingan
ini masih perlu dilanjutkan lagi agar pemahaman guru-guru di kelas 7, 8, dan 9 terhadap perangkat pembelajaran
Bahasa pada Kurikulum 2013 Edisi Revisi menjadi lebih baik.
Saran
Pelatihan dan pendampingan yang dilaksanakan di SMPN 8 Percut Sei Tuan telah menunjukkan hasil yang
signifikan dalam menyusun dan mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis Kurikulum 2013 dengan adanya
produk yang dihasilkan dari kegiatan ini melalui pemahaman yang sangat bervariasi di antara para guru pengampu
Bahasa Inggris di setiap kelas. Dalam proses belajar mengajar, para guru harus sadar terhadap perangkat yang dapat
mereka kembangkan untuk siswa. Perangkat yang disusun harus terkait dengan kebutuhan siswa, agar SKL dapat
tercapai dengan maksimal.
REFERENSI
Brown, H. Douglas. 2001. Teaching by Principles-An Interactive Approach to Language Pedagogy Second Edition.
San Francisco: Longman.
Harsono. 2005. Pengantar Problem-based Learning. Edisi kedua, Medika-Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada.
Hasan S. Hamid. 2014. Kerangka kualifikasi nasional indonesia (kkni) dan pengembangan kurikulum S2 pendidikan
IPA. https://adpgsdindonesia.files.wordpress.com.
Murray Print, 1992. Curriculum development and design (second edition). Sidney: Allen & Unwin.
Nunan, David. 1999. Second Lnguage Teaching & Learning. Boston: Heinle & Heinle. Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan
Tinggi
Richards, Jack C. and Rodgers, Theodore S. 2001. Approaches and Methods in Language Teaching. Second Edition.
New York: Cambridge University Press.
Sudjana, Dr. Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT. Remaja Rosdakarya: Bandung
Sani, Ridwan Abdullah. 2016. Penilaian Autentik. Bumi Aksara: Jakarta.
Tarigan, Henry Guntur. 1992. Dasar-Dasar Kurikulum Bahasa. Angkasa:Kurikulum.
Trianto. 2008. Mendesain Pembelajaran Kontekstual di Kelas. Jakarta : Cerdas Pustaka Publisher.
Widodo dan Jasmadi. 2017. Implementasi Pendekatan Matematika Realistik Menggunakan Bahan Ajar Geometri
Berbentuk Cerita terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep dan Pemecahan. Journal Online IAIN Sultan
Maulana Hasanuddin, Banten.
Worthern, Sanders, 1979. Developing an Evaluation Program: Challenges in the Teaching of Evaluation. Ohio.
1
Jurusan Kimia, 2Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Medan Jl. W. Iskandar Psr. V, Medan 20221,
Indonesia
* Penulis Korespodensi : fajriani@unimed.ac.id
Abstrak
Desa Sarimarrihit di Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara, merupakan salah satu dari 8
Kawasan Perdesaan Prioritas Nasional (KPPN), yang sebagian besar mata pencaharian penduduk
adalah di bidang pertanian dan peternakan, yang mengalami kesulitan mahalnya harga pupuk.
Pemanfaatan limbah pertanian dan peternakan sebagai sumber bahan baku pembuatan pupuk
organik harus dioptimalkan karena harga pupuk kimia (anorganik) yang relatif mahal serta dampak
negatif yang ditimbulkan. PKM Kelompok Tani dan Ternak Terpadu di Desa Sarimarrihit; bertujuan:
1) meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani dalam pemanfaatan dan pengolahan limbah
limbah pertanian serta limbah kotoran ternak menjadi pupuk organik yang bernilai komersil secara
baik dan benar melalui penerapan TTG, 2) memberi solusi kepada mitra kelompok tani untuk
memenuhi kebutuhan pupuk organik dalam upaya meningkatkan produksi pertanian, mengurangi
biaya produksi sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani dari sub-sektor
limbah pertanian dan peternakan. Selain itu dampak dari kegiatan pengabdian ini adalah membantu
kelompok tani dan ternak di Desa Sarimarrihit dalam upaya 1) mengurangi ketergantungan
penggunaan pupuk buatan (kimia) yang ketersediannya terus berkurang dan harga yang relatif mahal
dalam aktivitas pertaniannya, 2) memberikan masukan teknologi tepat guna bagi petani dalam proses
pembuatan pupuk organik dengan metode fermentasi, 3) meningkatnya keterampilan masyarakat dari
kedua mitra dalam hal pemanfaatan limbah pertanian dan limbah kotoran ternak menjadi produk
pupuk organik bernilai ekonomi tinggi dan ramah lingkungan, sehingga dapat membentuk
masyarakat petani kedua mitra tersebut mandiri secara ekonomi dengan membuka peluang usaha
baru, 4) Peningkatan kualitas lingkungan hidup dan kesejateraan para petani dan peternak
Kata kunci: Pupuk Organik, Fermentasi, E.M4, Limbah pertanian, limbah kotoran
ternak, TTG
PENDAHULUAN
Harga pupuk yang mahal menjadi permasalahan bagi petani demikian juga bagi perkebunan-perkebunan seperti
perkebunan kopi dimana pupuk non subsidi saat ini harganya sangat tinggi. Kondisi ini juga dirasakan oleh
Kelompok Tani Hasadaon dan Kelompok Tani Saurdot di Desa Sarimarrihit, Kecamatan Sianjurmulamula,
Kabupaten Samosir. Berdasarkan hasil survei di lapangan tingkat penghasilan penduduk masih rendah, karena rata-
rata masih kurang dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, sehingga perlu dilaksanakan pelatihan ketrampilan
agar penduduknya dapat meningkatkan pendapatan dan mandiri secara ekonomi dengan membuka usaha sampingan
baru berupa pemanfaatan dan pengolahan limbah pertanian dan peternakan yang potensinya cukup tersedia di lokasi
Desa Sarimarrihit menjadi pupuk organik yang bernilai ekonomi tinggi. Selain produk nya dapat di gunakan sendiri
juga dapat dipasarkan bagi masyarakt petani yang lain, diharapkan Desa Sarimarrihit menjadi sentra hasil pertanian
organik. Lahan pertanian di Desa Sarimarrihit ditunjukkan pada Gambar 1a dan 1b
Pupuk organik memiliki manfaat yang begitu besar yakni: menyuburkan tanaman (karena pupuk lebih mudah
diserap oleh tanaman sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bagi tanaman), menjaga stabilitas unsur hara
dalam tanah, mengurangi dampak negatif limbah pertanian dan peternakan bagi lingkungan sekitar dan
keunggulannya adalah mudah memproduksinya, efisien, tidak ada efek samping dan ramah lingkungan (Lazuardi,
Sudrajat, A, Nurfajriani, 2016). Mengetahui semakin banyaknya dampak negatif terhadap lingkungan dari
penerapan teknologi intensifikasi yang mengandalkan pupuk sintetik dari bahan kimia, maka pertanian organik perlu
dimasyarakatkan. Oleh karena itu, penggunaan pupuk organik yang ramah lingkungan merupakan salah satu
program yang perlu dikembangkan. (Kaharuddin dan Sukmawati, 2010),
Tujuan yang hendak dicapai dari kegiatan Program Kemitraan Masyarakat ini adalah1) meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan mitra dalam memanfaatkan dan mengolah limbah pertanian dan limbah peternakan
menjadi pupuk organik bernilai ekonomis melalui penerapan IPTEK 2) memotivasi dan membantu meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan mitra melalui usaha baru dari sub-sektor limbah pertanian.
kader dari kedua mitra tergolong sangat aktif pada saat kegiatan, hal ini dapat dilihat dari beberapa proses tanya
jawab dan diskusi yang terjadi di saat pemaparan dan penjelasan materi. Selain itu, anggota kader kedua mitra juga
banyak memberikan masukan dan pendapat berdasarkan pengalaman masing-masing kader. 3) Terjalinnya
komunikasi yang baik dari masing-masing anggota kader bersama dengan Tim pelaksana dan dengan nara sumber
kegiatan melalui sharing pengalaman dan tukar pendapat. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa
pelaksanaan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan PKM di Desa Sarimarrihit telah dilaksanakan dengan hasil sangat
baik. Beberapa hasil yang telah dicapai dalam kegiatan ini yaitu:
1. Anggota kader dari masing-masing kelompok mitra telah mememiliki pengetahuan, wawasan dan ketrampilan
tentang pemanfaatan limbah pertanian dan peternakan menjadi pupuk organik,
2. Anggota kader dari masing-masing kelompok mitra telah mememiliki pengetahuan, wawasan dan ketrampilan
tentang manfaat dan keunggulan pupuk organik pada lahan pertanian,
3. Anggota kader dari masing-masing kelompok mitra telah mememiliki pengetahuan dan wawasan tentang dampak
negatif penggunaan pupuk kimia (Anorganik) secara tidak bijaksana pada lahan pertanian. Pada kegaitan ini kedua
ketua kelompok mitra yaitu bapak Insar Sihotang dan apak Kesman Sagala berperan aktif selama proses dengan
melakukan pendampingan dan pengawasan kader dari anggota kelompok mitra, sehingga hasil yang dicapai sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pupuk organik yang dihasilkan dilakukan pengemasan dan siap untuk
diaplikasikan pada lahan pertanian mitra.
Hasil yang telah dicapai dalam kegiatan pengaplikasian dan monitoring, anggota kader dari kelompok mitra telah
dapat mengaplikasikan pupuk organik pada lahan pertanian padi sawah secara baik, hal ini tampak dari padi yang
diberi pupuk organik lebih hijau daunnya dan pertumbuhan lebih cepat tampak batang lebih tinggi dan jumlah
anakan lebih banyak, pucuk daun juga tidak ditemukan bintik kering dan berlipat. Kegiatan ini juga dimonitoring
oleh tim pelaksana dan bekerjasama dengan kelompok mitra. Dari hasil wawancara dan pengamatan tim pelaksana
langsung ke lahan pertanian, hasil panen padi dari kelompok mitra tergolong baik, petani masih sangat untung
karena dari sisi ekonomi petani kelompok mitra telah menekan biaya untuk pembelian pupuk kimia dan bahan
pestisida lainnya
Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa penggunaan pupuk organik pada lahan pertanian secara umum membantu
petani untuk menekan biata produksi pertanian dan dengan hasil yang sama atau lebih tinggi.
KESIMPULAN
Pelaksanaan kegiatan IbM telah dilakukan dengan hasil yang baik sesuai dengan jadwal kegiatan yang telah
ditetapkan, mitra telah memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam memanfaatkan dan mengolah limbah
peternakan dan pertanian menjadi pupuk organik dan telah dapat memproduksinya secara mandiri. Mitra sudah
dapat mengaplikasikan pupuk organik yang dihasilkan pada lahan persawahan/ tanaman padi yang berdampak pada
peningkatan hasil pertanian dan mengurangi beban biaya penggunaan pupuk kimia dan pestisida.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, (2006), Pupuk Organik dan Pupuk Hayati, Organik Fertilizer dan
Biofertilizer, Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian
Chalimah, S., Anif, S., Rahayu, T. (2008), Pemanfaatan Pupuk Organik Kotoran Hewan dan Bioteknologi Cendawan
Mikorrhiza Arbuskula (CMA) dalam Upaya Pelestarian Lingkungan dan Pengembangan Bibit Tanaman
Pangan dan Buah, Jurusan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah, Surakarta.
Kaharuddin dan Sukmawati, F.M., (2010), Petunjuk Praktis Managemen Umum Limbah
Ternak Untuk Kompos dan Biogas, Kementerian Pertanian, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai
Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, NTB, Mataram.
Lazuardi, Sudrajat, A., Nurfajriani, (2016), Pemanfaatan Limbah Organik Untuk Pembuatan Pupuk Dengan
Penerapan teknologi tepat Guna, Prosiding Seminar Nasional dan Expo Hasil Pengabdian Kepada
Masyarakat
Purwendro. Setyo, (2009), Mengolah sampah Untuk Pupuk dan Pestisida Organik, Penebar Swadaya, Jakarta
Sudiarto, B. (2008), Pengelolaan Limbah Peternakan Terpadu dan Agribisnis yang Berwawasan Lingkungan,
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bandung. 52-60.
Abstrak
Kegiatan PKM ini bertujuan untuk membantu mitra dalam memanfaatkan limbah padat tahu
menjadi produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Secara operasional kegiatan ini bertujuan
untuk meningkatkan pendapatan masyarakat (mitra) melalui pengolahan limbah padat tahu
menjadi cookies, membantu mitra dalam mempersiapkan desain kemasan, dan melakukan
pendampingan dalam pengelolaan manajemen usaha. Kegiatan ini akan dilakukan selama satu
tahun dengan metode kegiatan dalam bentuk pelatihan praktek produksi, pendampingan dalam
sertifikasi dan standarisasi produk dari BPOM dan MUI, praktek desain kemasan, pelatihan
manajemen usaha. Target khusus dari kegiatan PKM ini adalah: 1) adanya produk cookies dari hasil
olahan limbah padat tahu, 2) Adanya standarisasi produk dari BPOM dan MUI, 3) Adanya desain
kemasan dan 4) Adanya pembukuan dan laporan keuangan secara sederhana. Melalui pemberian
pengetahuan, teknologi pemasaran, desain kemasan dan manajemen usaha diharapkan dapat
meningkatkan hasil penjualan dan pendapatan mitra. Selanjutnya produk cookies limbah padat tahu
tersebut diharapkan dapat menjadi oleh-oleh khas bagi Kota Kisaran. Tingkat keberhasilan program
pengabdian kepada masyarkat yang sudah dicapai yaitu: a) Adanya inovasi produk baru berbahan
dasar limbah padat tahu seperti cookies donut, b) Adanya desain kemasan produk, c) Adanya
pelatihan manajemen usaha dan penyusunan laporan keuangan usaha kecil.
Kata kunci: Inovasi Produk, Limbah Padat Tahu, Cookies, dan Desain Kemasan
PENDAHULUAN
Tahu merupakan makanan tradisional sebagian besar masyarakat di Indonesia dan digemari hampir seluruh
lapisan masyarakat. Selain kandungan gizi yang baik, pembuatan tahu juga relatif mudah, murah dan sederhana.
Rasanya enak serta harganya terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Usaha pembuatan tahu rata-rata masih
dilakukan dengan teknologi yang sangat sederhana, sehingga tingkat efisiensi penggunaan sumber daya (air dan
bahan baku) dirasakan masih rendah sementara limbah produksi pembuatan tahu relatif tinggi. Selain itu, industri
tahu juga masih didominasi oleh usaha skala kecil atau industri rumah tangga dengan modal yang terbatas. Dari segi
lokasi, usaha ini tersebar di seluruh pelosok tanah air. Sumber daya manusia yang terlibat pada umumnya bertaraf
pendidikan yang relatif rendah, serta belum banyak yang melakukan pengolahan limbah.
Industri tahu dalam proses pengolahannya menghasilkan limbah baik limbah padat maupun cair. Limbah
padat dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan, limbah ini kebanyakan oleh pengrajin dijual dan diolah
menjadi kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung ampas tahu yang dapat dijadikan bahan dasar
pembuatan roti kering dan cake. Sedangkan limbah cairnya dihasilkan dari proses pencucian, perebusan,
pengepresan dan pencetakan tahu, oleh karena itu limbah cair yang dihasilkan sangat tinggi. Limbah cair biasanya
dijadikan susu kedelai ataupun dibuang secara langsung ke sungai. Permasalahannya limbah tahu dapat merusak
lingkungan dalam jangka waktu panjang. Sementara yang sebenarnya limbah tahu ini masih bisa dimanfaatkan
menjadi pangan sebelum menjadi pakan. Seperti yang dialami oleh masyarakat Desa Sei Renggas Kecamatan
Kisaran Barat. Di Desa Sei Renggas Kecamatan Kisaran Barat terdapat beberapa usaha tahu yang dikelola oleh
keluarga atau industri rumah tangga. Limbah tahu tidak dikelola dengan baik sehingga sangat mengganggu
lingkungan. Dalam satu hari limbah yang dihasilkan dari memproduksi tahu salah satu industri tahu bisa mencapai
60 ember, ada juga yang mencapai 6 karung goni ukuran 50 kg. Limbah tersebut tidak dimanfaatkan, kadang hanya
digunakan sebagai pakan ternak, itupun bila ada yang datang menjemput. Bila tidak ada yang datang bahkan kadang
hanya dibuang begitu saja. Dari permasalahan limbah tersebut dicoba untuk mengembangkan ide baru dengan
memanfaatkan limbah padat tahu menjadi makanan yang sangat bergizi.
Aspek Produksi. Mitra 1 adalah Bapak Pak Suparno, Sudah berproduksi lebih kurang 10 tahun. Beralamat
di Desa Sei Renggas Kecamatan Kisaran Barat. Jumlah produksi setiap hari lebih kurang 140 kg tahu atau lebih
kurang sebanyak 12.600 tahu. Penjualan dilakukan sendiri di Pasar Kartini Kecamatan Kisaran di samping juga ada
beberapa pelanggan (tengkulak) yang datang menjemput ke tempat produksi. Penjualan dilakukan paling lama 3 jam
atau biasanya jam 11.00, tahu yang dihasilkan sudah habis terjual. Dari produksi tahu sebanyak 140 kg tersebut
menghasilkan limbah tahu sebanyak 60 ember (seperti tampak pada foto) dan ampas tahu tersebut dijual dengan
harga Rp 2.500,- setiap ember. Konsumen ampas tahu tersebut adalah masyarakat, dan memanfaatkannya untuk
pakan ternak.
Mitra 2 adalah Ibu Ponirah, Sudah berproduksi 28 tahun beralamat di Desa Sei Renggas Kecamatan
Kisaran Barat. Jumlah produksi setiap hari sekitar 130 kg. Penjualan dilakukan sendiri di Pasar Simpang Empat dan
Pasar Diponegoro Asahan, di samping juga ada beberapa pelanggan (tengkulak) yang datang menjemput ke tempat
produksi. Penjualan dilakukan paling lama 4 jam atau biasanya jam 12.00, tahu yang dihasilkan sudah habis terjual.
Dari produksi tahu sebanyak 130 kg tersebut menghasilkan limbah tahu sebanyak 6 karung goni ukuran 50 kg
(seperti tampak pada foto) dan ampas tahu tersebut dijual dengan harga Rp 25.000,- setiap karung. Konsumen
ampas tahu tersebut adalah masyarakat, dan memanfaatkannya untuk pakan ternak.
Aspek Manajemen. Aspek manajemen yang diterapkan oleh kedua Mitra masih menggunakan manajemen
sederhana dimana pengelolaan administrasi yang meliputi pengaturan kerja, pembiayaan, dan pemasaran masih
dilakukan secara sederhana. Pengelolaan usaha, semuanya masih dipegang langsung pemilik sehingga permodalan,
pengadaan bahan, tenaga kerja dan pemasaran masih ditentukan oleh pemilik. Namun demikian, tahu yang
diproduksi kedua mitra sudah terkenal di daerah sekitar Kecamatan Kisaran. Apalagi tahu yang diproduksi oleh Ibu
Ponirah yang sudah bekerja sebagai produsen tahu selama 28 tahun. Karena pengalaman Mitra 2 tersebut, produk
tahu yang dihasilkan juga terkenal gurih. Selain itu, pangsa pasar besar karena sudah lama berproduksi sehingga
sudah banyak langganan.
Berdasarkan kedua aspek tersebut, dicoba untuk mengembangkan ide baru dengan memanfaatkan limbah
padat tahu menjadi makanan yang sangat bergizi. Produk yang akan dkembangkan adalah berbentuk Cookies,
Diversiffikasi produk dengan memanfaatkan limbah padat tahu ini sangat layak mengingat banyak limbah padat
tahu yang dihasilkan setiap harinya oleh kedua mitra. Selain itu juga masih memungkinkan untuk berproduksi
dilihat dari waktu. Mitra 1 jam 11,00 dan mitra 2 jam 12.00 tahu yang diproduksi sudah habis terjual. Dari analisis
pasar juga masih sangat menjanjikan karena Cookies olahan limbah padat tahu juga belum ada di pasaran, bahkan
produk Cookies itu nantinya bisa menjadi makanan atau oleh-oleh khas kota Kisaran.
1. Mitra bekerja sebagai produsen tahu. Produksi tahu menghasilkan limbah padat tahu yang tidak
dimanfaatkan atau diolah lebih lanjut agar memiliki nilai ekonomi tinggi.
2. Pemasaran yang dilakukan secara tradisonal dan sederhana membuat Mitra 1 dan Mitra 2 harus bersaing
dengan pendatang baru.
3. Mitra belum banyak tersentuh teknologi modern, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat
kreativitas juga sangat rendah,
4. pengelolaan usaha dan pemasaran yang erat kaitannya dengan produksi, efisiensi, harga dan pendapatan
masih dilakukan secara sederhana,
5. Manajemen yang ada di kedua Mitra masih bersifat kekeluargaan, dengan SDM dan manajemen
pembukuan yang masih sangat sederhana. Oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan untuk meningkatkan
pengetahuan SDM dan pembinaan manajemen, pembukuan dan aliran kas pada kedua Mitra ini.
METODE PELAKSANAAN
Berdasarkan permasalahan yang telah di kemukakan, maka dalam kegiatan PKM ini metode pendekatan yang
digunakan adalah metode pendidikan, pelatihan produksi, pelatihan manajemen usaha dan pendampingan.
Berdasarkan permasalahan yang ditemukan dan solusi yang telah disepakati, secara operasional metode pendekatan
yang ditawarkan untuk memecahkan masalah tersebut adalah sebagai berikut :
a. Melakukan strategi inovasi produk dengan metode praktek dan pendampingan pembuatan produk cookies
dari limbah padat tahu,
b. Membuat desain kemasan dengan metode pendampingan, untuk meningkatkan kualitas pelayanan, kualitas
produk dan standarisasi produk, sehingga dapat meningkatkan daya tarik konsumen. Dengan demikian omset
penjualan juga dapat ditingkatkan. Terlebih untuk produk baru seperti Cookies dari limbah padat tahu, sangat
diperlukan adanya desain kemasan sebagai bentuk dari promosi penjualan.
c. Memberikan pendidikan dan metode pelatihan untuk standarisasi dan sertifikasi produk oleh MUI dan
BPOM untuk mendapatkan ijin halal dari MUI dan sertifikasi dari BPOM.
d. Memberikan pendidikan dan metode pelatihan untuk penerapan desain kemasan.
e. Memberikan pelatihan manajemen usaha, guna meningkatkan keterampilan kedua Mitra dalam menerapkan
manajemen di bidang organisasi, produksi, keuangan, administrasi, harga jual produk, konsumen, dan teknik
pemasaran.
f. Evaluasi pelaksanaan program.
Selanjutnya adalah proses praktek pembuatan camilan cookies dengan varian rasa original. Biaya yang
ditimbulkan dalam membuat cookies rasa original untuk per toples dengan berat 0,5 kg sebesar Rp.
30.000,-. Produk ini mampu dijual dipasaran sebesar Rp. 60.000,- sehingga keuntungan yang dihasilkan
dalam 0,5 kg sebesar Rp. 30.000,-. Mitra mampu memproduksi 3 kg cookies rasa original dalam sehari,
sehingga keuntungan yang diperoleh mitra selama sehari sebesar Rp. 180.000,- dan selama sebulan mitra
bisa memperoleh keuntungan sebesar Rp. 5.400.000,-
• Cookies Varian Coklat, biaya yang dikeluarkan dalam membuat 1 toples ukuran 0,5 kg sebesar Rp.
35.000,-. Harga jual per toples sebesar Rp. 60.000,-. Selama satu hari mitra mampu memproduksi 3 kg
atau 6 toples cookies varian coklat, sehingga keuntungan yang diperoleh selama satu hari sebesar Rp.
150.000,- dan sebulan mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 4.500.000,-
• Cookies Varian Donat Mini, biaya yang dikeluarkan dalam membuat 1 toples ukuran 0,5 kg sebesar
Rp. 37.500,-. Harga jual per toples sebesar Rp. 65.000,- keuntungan yang diperoleh setiap toples
sebesar Rp. 27.500,-. Selama satu hari mitra mampu memproduksi 3 kg atau 6 toples cookies varian
coklat, sehingga keuntungan yang diperoleh selama satu hari sebesar Rp. 165.000,- dan sebulan mampu
menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 4.950.000,-.
Luaran yang dihasilkan pada kegiatan praktek produksi cookies limbah padat tahu, yaitu produk baru cookies
berbahan limbah padat tahu dengan varian original, coklat dan donat mini. Selanjutnya peningkatan omset
mitra setiap bulannya.
1) Pemberian materi oleh Instruktur dengan materi pokok cara mendesain kemasan agar terlihat menarik, dan
penggunaan media sosial dalam memasarkan produk camilan cookies limbah padat tahu.
2) Selanjutkan kegiatan yang dilakukan adalah praktek mengemas produk camilan cookies dengan
menggunakan toples berukuran berat 0,5 kg sampai pada pelabelan.
3) Dokumentasi produk-produk camilan cookies dan proses pengunggahan pada media sosial.
Kegiatan ini dilakukan agar mitra mampu mengemas produk dengan menarik dengan memperhatikan tingkat
higienis dan mampu memasarkan produk camilan cookies limbah padat tahu. Output yang dihasilkan dari
kegiatan ini adalah mitra memiliki desain kemasan produk camilan cookies limbah padat tahu.
1) Penyajian materi yang disampaikan Narasumber kepada para peserta tentang proses penyusunan laporan
keuangan secara sederhana dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab.
2) Tahap selanjutnya adalah praktek penyusunan laporan keuangan secara sederhana dengan menggunakan
transaksi keuangan usaha mitra sehingga diharapkan mitra mampu membuat laporan keuangan dengan
cepat.
3) Evaluasi terhadap pekerjaan peserta dalam melakukan penyusunan laporan keuangan usaha mitra.
Luaran yang dihasilkan dari kegiatan pelatihan penyusunan laporan keuangan usaha kecil adalah mitra memiliki
laporan keuangan usaha kecil sehingga arus kas usaha dapat terkontrol atau terkelola dengan baik.
Berdasarkan pada pelaksanaan kegiatan dan evaluasi pada Program Kimtraan Masyarakat Strategi Inovasi
Camilan Cookies Limbah Padat Tahu di Kelurahan Dadimulyo Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan, maka
rencana tahapan berikutnya, yaitu:
1. Pendampingan terhadap kelompok usaha camilan cookies limbah padat tahu secara berkelanjutan. Hal ini
dilakukan agar usaha produk baru yang dibuat dapat menjadikan kelompok usaha yang mandiri dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau kelompok usaha.
2. Publikasi kegiatan Program Kimtraan Masyarakat Strategi Inovasi Camilan Cookies Limbah Padat Tahu
melalui peran serta Ketua Pelaksana sebagai Pemakalah pada Kegiatan Seminar Internasional LPM
UNIMED dan Publikasi Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat (JPKM) UNIMED.
Berdasarkan hasil mapping area di kelurahan Dadimulyo Kecamatan Kisaran Barat, daerah tersebut merupakan
sentra produk tahu goreng dan mentah sehingga tim pelaksana berencana melakukan pengusul Program
Pengembangan Produk Unggulan Daerah (PPPUD) atau Program Pengembangan Desa Mitra (PPDM) sebagai
lanjutan program pendampingan terhadap usaha tahu mentah dan tahu goreng di Kelurahan Dadimulyo Kecamatan
Kisaran Barat Kabupaten Asahan.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari Program Kemitraan Masyarakat Strategi Inovasi Camilan Cookies Limbah Padat Tahu di
Kelurahan Dadimulyo Kecamatan Kisaran Barat Kabupaten Asahan, yaitu telah dilaksanakan program pendidikan
dan pelatihan manajemen usaha, praktek produksi camilan cookies berbahan dasar limbah padat tahu, pendidikan
dan pelatihan manajemen pemasaran dan desain kemasan, dan pendidikan dan pelatihan penyusunan laporan
keuangan usaha kecil.
Abstrak
Inventaris merupakan pendukung operasional yang menentukan kinerja sekolah. Studi ini mengkaji
penerapan program sivenris terhadap kinerja sekolah. Studi ini dilaksanakan di SMK Swasta
Perguruan Amal Bakti Helvetia, yang beralih dari pengelolaan manual menjadi pengelolaan
inventaris berbasis sistem informasi. Pengaruh sivenris dinyatakan dengan perbedaan kinerja sekolah
yang ditentukan oleh gain-score antara pengelolaan secara manual dengan pengelolaan berbasis
sivenris. Hasil analisis menyimpulkan bahwa aspek koding inventory mengalami kenaikan 47,61%,
input data 57,23%, transaksi inventory 49,38%, output 69.85%, pengontrolan 51,71%, laporan
66,69% dan sekuriti 67,48%. Secara akumulatif penggunaan sivenris mampu meningkatkan kinerja
sekolah dari 31,67% pengelolaan secra manual menjadi 87,19% menggunakan program sivenris
yang berarti mengalami peningkatan dengan gain score sebesar 55.52%. Hasil studi ini
merekomendasikan pengelolaan inventaris sebaiknya menggunakan progran sivenris guna
meningkatkan kinerja sekolah yang pada akhirnya akan meningkatkan tugas dan fungsi sekolah
secara mencapai tujuannya.
Abstract
Inventory is an operational support that will determine school performance. This study revealed the
application of sivenris programs toward school performance. This study was carried out at the SMK
Swasta Amal Bakti Helvetia, which shifted from manual management to information system-based
inventory management. The effect of sivenris was expressed by differences in school performance
determined by performance gain-scores between manual management and sivenris-based
management. The results of the analysis concluded that inventory coding aspects increased 47.61%,
input data 57.23%, inventory transactions 49.38%, output 69.85%, control 51.71%, reports 66.69%
and security 67.48%. Cumulatively the use of sivenris is able to improve school performance from
31.67% of manual management to 87.19% using the sivenris program which means an increase with
a gain score of 55.52%. The results of this study recommend the management of inventory should use
sivenris programs to improve school performance which in the end will improve the tasks and
functions of the school to achieving its objectives.
PENDAHULUAN
Peralatan dan barang inventaris merupakan komponen penting yang mendukung operasional sekolah, baik
untuk kegiatan beajar mengajar, administrasi maupun keuangan dan bidang layanan lainnya. Pengelolaan perangkat
inventaris akan menentukan kinerja sekolah sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Bagi Sekolah Menengah
Teknologi Kejuruan (SMK) yang sarat dengan peralatan sangat membutuhakn pengelolaan inventaris secara tepat
guna mendukung kinerja sekolah (Sriadhi, 2016). Hal ini akan mendukung proses pendidikan baik teori maupun
praktek yang akan menentukan keberhasilan sekolah dalam menghasilkan lulusan yang berkualitas. Kenyataan
ditemukan bahwa pengelolaan barang inventaris di sekolah umumnya tidak menggunakan sistem yang baik (Taufik,
2009), pemanfaatan peralatan untuk mendukung praktikum masih belum optimal (Liliana, 2012). Kelemahan ini
disebabkan oleh manajemen pengelolaan yang masih konvensional yakni dengan pencatatan manual sehingga
memiliki banyak kelemahan seperti menurunnya kinerja dan juga menurunkan reliabilitas peralatan serta bertambah
besarnya resiko kerusakan peralatan (Xiaoping, 2009). Kelemahan ini berdampak kepada rendahnya mutu lulusan
karena tidak optimalnya dukungan inventaris dalam pembelajaran (Sriadhi, 2017).
Menyikapi permasalahan yang dihadapi sekolah, perlu dikembangkan suatu model pengelolaan perangkat
inventaris yang mampu memenuhi kebutuhan pengguna. Kebutuhan pengguna dalam hal pengelolaan inventaris
umumnya meliputi tiga aspek penting yaitu Classification, Forecasting dan Performance Record (Agus, et al, 2014;
Hashim, 2014). Tiga aspek tersebut sangat diperlukan pengelola inventaris mulai dari pekerjaan pencatatan barang
seperti spesifikasi, jumlah, waktu pengadaan, estimasi penggunaan, masa pakai, perawatan dan penggantian, serta
kinerja inventaris seperti Mean absolute deviation, Mean square error, Tracking signal range serta Inventory
control systems yang diperlukan untuk proses transaksi inventori (Cadavid, 2011).
Studi ini mengkaji pengaruh penerapan program sivenris terhadap kinerja sekolah. Sivenris merupakan
software sistem informasi yang dikembangkan khusus untuk mengelola inventori berbasis teknologi informasi.
Software ini dinagun berdasarkan kebutuhan pengguna dengan modul program (a) Manajer, (b) Koding dan
penomoran, (c) Sirkulasi, (d) Perawatan, (e) Pelaporan. Selai itu sistem ini juga dikembangkan dengan berbasis
multimedia dimana output sistem dapat berupa teks dan visual 3D. Permasalahannya adalah apakah penerapan
sivenris mampu meningkatkan kinerja sekolah dari pola pengelolaan secara manual sebelumnya. Untuk itu variabel
kinerja dijabarkan lebih rinci guna mengukur dengan jelas pengaruh sistem yang diperlihatkan berdasarkan
perbedaan skor kinerja sekolah antara pengelolaan secara manual dngan pengelolaan berbasis Sivenris.
METODE
Studi ini untuk mengkaji pengaruh penggunaan sivenris terhadap kinerja sekolah dengan cara
membandingkan skor kinerja secara manual dengan skor kinerja menggunakan manajemen sistem informasi
inventaris (sivenris). Perangkat yang digunakan adalah software Sivenris yang merupakan sistem informasi
pengelolaan inventaris, yang dijalankan dengan menggunakan komputer dengan sistem operasi Windows. Tidak ada
spesifikasi khusus yang diperlukan untuk menjalankan software ini, karena itu komputer berbasis Windows sudah
dapat digunakan untuk menjalankannya. Perangkat lainnya adalah webcamera untuk mengambil visual inventori
dalam bentuk digital untuk diinput dalam sistem.
Software sivenris berbasis MySQL yang dikembangkan sesuai kebutuhan pengguna dengan metode System
Development Life Cycle (SDLC) yang meliputi empat tahap yaitu (1) Investigation system, (2) Analisys system, (3)
Design system, dan (4) Implementation system (Whitten et al, 2001). Software sudah diuji kelayakan dan
reliabilitasnya sesuai prinsip-prinsip reka bentuk software sistem informasi. Sivenris didisain mampu
mengidentifikasi spesifikasi inventaris secara detail yang dikoding dalam bentuk penomoran secara rinci serta dapat
ditampilkan display gambar 3D. Display sivenris dapat disajikan dalam suplikan seperti gambar berikut.
Data-data kinerja sekolah diperoleh dari pengelola inventori menggunakan instrumen pengukuran yang
meliputi tujuh indikator yaitu coding system, data entry, transaction, output system, controling, reporting, dan
security system (Sriadhi, 2016). Data kepuasan penggunaan sivenris diperoleh dari tenaga laboran, dan pegawai
bagian kerumahtanggaan atau sarana dan prasarana.
Studi ini membandingkan kinerja sekolah pada dua kondisi yaitu sebelum dan sesudah. Kondisi “sebelum”
adalah kinerja sekolah ketika pengelolaan inventori dilakukan secara manual, sedangkan kondisi “sesudah” adalah
kondisi ketika pengelolaan inventori sudah menggunakan sivenris. Selain itu, kinerja sekolah juga diukur
berdasarkan kepuasan pengguna, baik guru maupun siswa, yang diukur menggunakan kuisioner. Analisis data
kinerja sekolah menggunakan statistik deskriptif dengan menghitung skor rata-rata kinerja pada kondisi pengelolaan
manual dan dibandingkan dengan penerapan sivenris, mencari gain skor dan menginterpreatsikannya. Rumus untuk
menghitung gain skor adalah :
∆x = ∑ (Xa-Xb)
Analisis data kepuasan dilakukan dengan statistik deskripsi untuk komparasi kepada tiga kelompok yaitu
pengelola inventori, para guru dan para siswa.
Hasil analisis data memperlihatkan setiap aspek memiliki gain score yang sangat besar antara pengelolaan
inventori secara manual dengan pengelolaan berbasis sivenris. Perbedaan tersebut cukup signifikan, dimana
pengelolaan secara manual hanya mampu mencapai kinerja sebesar 31,67% dari tuntutan ideal sementara
pengelolaan inventori menggunakan sistem informasi sivenris mampu memenuhi kebutuahn idela sebesar 87,19%.
Ini bermakna bahwa gain sore terjadi sebesar 55,52% dalam arti penggunaan sivenris mampu meningkatkan kinerja
sekolah sebesar 55,52%. Angka ini sangat besar dalam pengukuran kinerja sekolah. Ini relevan dengan hasil-hasil
penelitan sebelumnya sebagaimana dilakukan Shang, et al (2008) dan Godana and Ngugi (2014).
Aspek kinerja yang sangat rendah pada pengelolaan inventori secara manual dapat ditingkatkan dengan
menggunakan software sivenris khususnya menyangkut spesifikasi inventaris yang dapat ditingkatkan sebesar
73.95%, dan penghematan tenaga kerja sebesar 79.90%, laporan pembiayaan 64%, serta penghematan waktu
pekerjaan 61.60% dari standar ideal. Keunggulan software sivenris ini sangat signifikan yang terbukti mampu
meningkatkan kinerja lebih optimal dibandingkan pengelolaan secara manual dalam gain score yang reltif besar. Ini
sejalan pula dengan hasil penelitian Godana and Ngugi (2014), serta penelitian Spyridakos, et al (2008).
Kinerja sekolah dalam pengelolaan inventori secara manual pada aspek security, reporting, control
dan output, bahkan secara keseluruhan di bawah capaian 50% dari standar ideal. Sementara pengelolaan
inventori dengan menerapkan system informasi menggunakan sivenris mampu mencapai kinerja yang
sangat tinggi pada semua aspek indikator layanan. Ini memberi makna bahwa manajemen system
informasi menggunakan sivenris mampu meningkatkan kinerja sekolah dalam bidang inventori yang
mencapai rata-rata 87.19% dengan besar kenaikan sebesar 55.52% dari pengelolaan secara manual. Hasil
penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Graciela (2013) and Taufik (2008). Pada
Gambar 3 berikut diperlihatkan perbandingan kinerja pengelolaan sekolah berdasarkan setiap indikator antara
pengelolaan secara manual dengan berbasis system informasi sivenris yang berbasis teknologi informasi.
Untuk variabel tingkat kepuasan hasil perhitungan statistik diperoleh bahwa untuk kepuasan pengelola
inventori relatif tidak berbeda dengan tingkat kepuasan para guru serta siswa. Artinya ketiga kelompok ini sama-
sama merasakan manfaat software sivenris untuk pengelolaan inventori, yang mampu meningkatkan kinerja baik
dari aspek kecepatan kerja, akurasi, kecepatan, dan sekuriti untuk mereduksi kemungkinan kerusakan inventori
akibat ketiadaan informasi yang valid untuk perawatan berkala. Demikian juga dengan penghematan tenaga dan
produktivitas kerja layanan bagian inventori yang mampu memberikan layanan memuaskan guna mendukung
operasional sekolah.
KESIMPULAN
Hasil analisis penelitian dan pembahasan memberi ketegasan atas beberapa kesimpulan yaitu pada setiap
aspek kinerja memperlihatkan kenaikan yang signifikan dalam capaian skor kinerja yang menggunakan software
sivenris. Demikian juga dengan kinerja dalam keseluruhan aspek yang mampu mencapai gain score 55,52% yang
bermakna sangat tinggi. Ini memperkuat hasil kajian bahwa pengelolaan inventori tidak lagi secara manual, tetapi
harus menggunakan software berbasis komputer dan sivenris telah memberi bukti mampu meningkatkan kinerja
layanan bahkan mencegah kerusakan inventori. Pada variabel kepuasan juga memiliki pengaruh yang kuat bahwa
penggunaan software sivenris mampu meningkatkan kepuasan baik bagi pegawai pebngelola inventori, bagi guru
maupun siswa yang merupakan pengguna inventori.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, H, Hilmi. F and Dani, D. (2014). Rancang Bangun Sistem Informasi Inventory Barang Berbasis Web, Jurnal
Sisfotek Global 2 (1), 32-37.
Cadavid. D.C.U and Zuluaga. C. (2011). Engineering for a Smart Planet, Innovation, Information Technology and
Computational Tools for Sustainable Development. Ninth LACCEI Latin American and Caribbean Conference
(LACCEI’2011) Columbia, August 3-5, 2011.
Godana. E and Ngugi. K. (2014). Determinants of effective inventory management at Kenol Kobil Limited
European, Journal of Business Management 11(2), 11-17.
Graciela. D,C,J. (2013). Impact of computerised of management process of stocks in minerals family Pirms of
Building Material, J. European Scientific, 9(2), 16-35.
Hashim. N,M,Z and Arifin. M. (2013). Laboratory inventory system J. Int. Science and Research (IJSR) 8(1), 261-
264.
Liliana. (2012). Perancangan sistem informasi inventaris laboratorium, Jurnal SNASTIA, 2(2), 1-10.
Shang. J, Tadikamalla. P, Kirsch. L.J and Brown. L. (2008). A decision support system for managing inventory at
Glaxo Smith Kline, Decision Support Systems, 46 (1), 1-13.
S.Sriadhi. (2017) Model of The Material Inventory Management Using Multimedia based information System,
Materials Science and Engineering 180 (1), 1-7, doi:10.1088/1757-899X/180/1/012239.
S.Sriadhi (2016). Rancang bangun system informasi inventaris berbasis multimedia akses online, Jurnal Sistem
Informasi (JSI), 8(2), 989-1000.
Spyridakos, A. Tsotsolas.N, Mellios. J, Siskos. Y, Yannakopoulos. D and Kyriazopoulos. P. (2008). SAINC : Self-
adapting inventory control decision support system for cement industries, Operational Research, 9 (1), 183-198.
Taufik. D, S. (2009). Pengembangan Sistem Informasi Manajemen Laboratorium Teknik Mekanik Otomotif pada
SMK Berbasis Database Microsoft Access, Jurnal Teknologi Kejuruan, 32 (2), 95-106.
Whitten.J,L., Bentley,L.D and Dittman,K.C. (2001). System Analysis and Design Methods, McGraw-
HillComapanies, Inc.
Xiaoping. W, Tang. Li and Zhenggang, H. (2009). The Development of Inventory Management Information System
Based on Workflow Technology, Electronic Commerce and Security, ISECS '09, Second International Symposium,
161-165.
Pendidikan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitaas Negeri Medan
*
Penulis Korespondensi : saramoaracitas@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Tingkat kelayakan isi dan kelayakan penyajian booklet
keanekaragaman hayati menurut ahli materi; (2) Tingkat kelayakan desain booklet keanekaragaman
hayati yang menurut ahli media; (3) Tanggapan guru bidang studi terhadap pengembangan booklet
keanekaragaman hayati; (4) Tanggapan siswa terhadap pengembangan booklet keanekaragaman
hayati. Booklet ini dikembangkan dengan model Thiagarajan (4-D) yang telah dimodifikasi menjadi
3-D yang terdiri dari 3 tahap yaitu pendefenisian, perancangan dan pengembangan. Hasil penelitian
menunjukkan: (1)Tingkat kelayakan booklet keanekaragaman hayati menurut tim ahli materi berada
pada kriteria “sangat layak” (85,34%); (2) Tingkat kelayakan Booklet keanekaragaman hayati
menurut tim ahli media berada pada kriteria “sangat layak” (91,43%); (3) Tingkat kelayakan Booklet
keanekaragaman hayati menurut guru bidang studi berada pada kriteria :sangat layak” (97%); (4)
Tingkat kelayakan Booklet keanekaragaman hayati menurut siswa melalui uji coba perorangan
berada pada kriteria “layak” (86,6%), uji coba kelompok kecil berada pada kriteria “layak”
(93,3%), dan uji coba kelompok terbatas berada pada kriteria “layak” (97,3%). Sehingga dapat
disimpulkan bahwa produk pengembangan penelitian booklet keanekaragaman hayati yang
dikembangkan ini layak untuk digunakan sebagai sumber belajar tambahan siswa kelas X SMA pada
materi Keanekaragaman Hayati. Mengingat penelitian ini hanya dilakukan sampai uji coba lapangan
terbatas, maka untuk mengetahui keefektifannya terhadap produk ini perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut.
PENDAHULUAN
Pembelajaran biologi mempunyai karekteristik tersendiri dibanding ilmu-ilmu lainnya. Belajar biologi
berupaya mengenalkan siswa pada kehidupan nyata. Salah satu materi Biologi yang mengenalkan siswa pada
kehidupan nyata adalah materi keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati dikenal dengan istilah untuk
menerangkan berbagai macam variasi atau perbedaan sifat/ciri di antara mahkluk hidup yang ada di suatu tempat.
Variasi makhluk hidup yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yaitu keanekaragaman gen, jenis dan
ekosistem.Banyak manfaat yang diperoleh dengan kita mempelajari materi keanekaragaman hayati bukan hanya
mengetahui manfaat setiap jenis organisme;mengetahui adanya saling ketergantungan di antara organisme satu
dengan lainnya; namun juga memahami adanya hubungan kekerabatan antar organisme; dan memahami manfaat
keanekaragaman hayati dalam mendukung kelangsungan hidup manusia.. Selain itu materi keanekaragaman hayati
juga merupakan materi yang sering sekali ikut menjadi soal dalam Ujian Naional (UN) maupun Ujian Akhir
Sekolah Berbasis Nasional (UASBN).
Pemahaman siswa terhadap materi keanekaragaman hayati masih lemah. Siswa sulit dalam memahami
konsep keanekaragaman hayati dikarenakan cakupan materinya yang banyak meliputi keanekaragaman tingkat gen,
jenis, ekosistem, penyebaran keanekararagaman hayati Indonesia dan upaya pelestarian keanekaragaman hayati.
Hasil analisis kebutuhan pada siswa kelas X IPA SMAN 1 Perbaungan,diketahui bahwa sebanyak 75% siswa
menganggap bahwa materi keanekaragaman hayati itu adalah materi yang sulit sehingga membuat siswa tidak
berminat mempelajari materi ini lebih lanjut. Dibuktikan dari hasil ulangan harian siswa pada materi
keanekaragaman hayati hanya 25% siswa yang lulus KKM, dan sisanya berada di bawah KKM. Faktor lain yang
membuat siswa beranggapan materi keanekaragaman hayati itu sulit dan tidak ingin mempelajarinya lebih lanjut
adalah minimnya sumber belajar yang dimiliki. Hasil angket yang dibagikan kepada siswa, 87% siswa hanya
memiliki satu buku saja sebagai sumber belajar, 10% siswa memiliki dua buku dan 3% siswa memiliki lebih dari
dua buku. Selain itu, dapat diketahui bahwa intensitas minat membaca siswa terhadap buku pelajaran biologi rata-
rata waktu ada tugas, ulangan atau UTS, yaitu sekitar 90 %, siswa dan yang membaca setiap hari sebanyak 10 %
siswa.Hasil wawancara siswa menunjukkan bahwa alasan siswa malas membuka buku pegangan biologi yang
mereka miliki karena buku tersebut terlalu membosankan dan informasi yang terdapat di dalamnya didominasi oleh
uraian tertulis. Menurut Harahap (2016) buku ajar dapat dikatakan baik apabila buku tersebut menumbuhkan minat
membaca siswa dan disusun berdasarkan kebutuhan siswa.
Menanggapi berbagai hal diatas, maka diperlukan suatu sumber belajar yang dapat digunakan siswa untuk
mencari berbagai informasi tentang pelajaran biologi. Booklet merupakan salah satu bentuk sumber belajar yang
baik untuk dikembangkan pada materi keanekaragaman hayati. Karakteristik materi ini membutuhkan visualisasi
gambar dan tulisan yang menarik minat siswa untuk mempelajarinya. Menurut (Primadeka, et.al) struktur isi booklet
menyerupai buku (pendahuluan, isi, penutup) hanya saja cara penyajian isinya jauh lebih singkat dari pada buku dan
visualisasi yang menarik. Berdasarkan paparan diatas peneliti mengembangkan booklet sebagai bentuk sumber
belajar yang dipilih. Penyebabnya adalah kebutuhan akan sumber belajar yang menarik masih diperlukan oleh siswa
kelas X IPA SMA Negeri 1 Perbaungan.
Booklet sebagai sumber belajar yang efektif dan efisien yang berisikan informasi-informasi penting, yang
dirancang secara unik, jelas dan mudah dimengerti, sehingga booklet ini menjadi sumber pendamping untuk
kegiatan pembelajaran di kelas dan diharapkan bisa meningkatkan efektivititas pembelajaran siswa (Pralisaputri,
2016). Berdasarkan uji coba yang dilakukan oleh Imtihana (2014) juga diperoleh informasi bahwa booklet sangat
efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu ketersediaan booklet dirasa sangat penting
keberadaannya sebagai bahan referensi untuk menambah pengetahuan siswa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan, di mana perangkat yang dikembangkan adalah Booklet
dengan model pengembangan 4-D namun hanya dilakukan sampai tahap pengembangan (develop). Validasi yang
dilakukan oleh 2 dosen ahli materi, 2 dosen ahli media,1 guru biologi dan 36 siswa SMA Kelas X IPA di SMA
Negeri 1 Perbaungan yang bertujuan untuk mengetahui kelayakan produk yang dikembangkan secara teoritis.
Instrumen yang digunakan adalah lembar validasi yang meliputi aspek kelayakan isi materi dan kelayakan
penyajian. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan metode pengumpulan hasil validasi,
kemudian data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif kualitatif.
Dosen Ahli
Aspek Jumlah Persentase Kriteria
1 2
Sangat
1.Kelayakan Isi 24 29 53 88,33%
Layak
Semua sub komponen pada penilaian ahli materi seperti kelayakan isi materi, kelayakan penyajian
materi dan kebahasaan memiliki kriteria “layak”. Hal ini dikarenakan dalam penyusunan sumber belajar
mengacu pada tujuan pembelajaran yang tertera dalam kurikulum 2013. Selain itu penyusunan materi
juga disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa SMA pada umumnya. Pada proses penilaian oleh
ahli materi, untuk mendapatkan kualifikasi sangat layak tersebut perlu dilakukan sata kali revisi oleh ahli
materi. Hal ini menunjukan bahwa booklet keanekaragaman hayati ini mempunyai nilai kualifikasi yang
baik dari segi materi. Dengan demikian isi materi booklet dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,
benar dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
2. Penilaian Kelayakan oleh Ahli Media
Penilaian dilakukan oleh dua orang dosen ahli yaitu Drs. Zulkifli Simatupang,M.Pd dan Wasis
Wuyung,S.Pd,M.Pd. Hasil penilaian berupa skor yang berguna sebagai data yang kemudian nilainya dirubah
menjadi persen untuk kemudian disesuaikan dengan kriteria. Kiteria hasil penilaian dosen ahli digunakan untuk
meningkatkan kualitas produk . Adapun aspek yang dinilai antara; (1) Bahan produk pengembangan; (2) Desain
cover; (3) Desain isi; (4) Hasil cetak; (5) Penyelesaian; (6) Kode Etik dan hak cipta. Berdasarkan hasil pernilaian
ahli media, maka sumber belajar yang dikembangkan dinyatakan dengan persentase skor rata-rata. 91,43%. Jika
dicocokan dengan tabel kriteria kelayakan, maka skor pencapaian ini termasuk dalam kriteria sangat layak.Hal ini
berarti Booklet keanekaragaman hayati yang telah dikembangkan itu dinyatakan baik dalam pembelajaran biologi di
kelas XII IPA SMA dan dapat dilanjutkan pada tahap uji coba kelayakan pada siswa. Adapun hasil penilaian akhir
terhadap kelayakan materi ditunjukan pada Tabel 2.
Tabel 2. Penilaian Kelayakan Booklet untuk siswa kelas XII IPA SMA oleh Ahli media
Dosen Ahli
Aspek Jumlah Persentase Kriteria
1 2
Nilai tersebut didapat karena booklet yang dikembangkan menghasikan gambar dan tulisan yang jelas,
dicetak full color, sehingga tampak menarik dan lebih fokus. Warna merupakan salah satu komponen yang penting
dalam penyajian sumber belajar. Tampilan gambar berwarna dan jelas membuat siswa tertarik dan termotivasi untuk
membaca lebih jauh materi yang disajikan (Mardiansyah dan Yulkifli, 2013). Kriteria gambar yang digunakan pada
booklet telah sesuai dengan kriteria gambar yang baik menurut Ayuhanna (2015) yaitu pemilihan gambar dengan
tingkat kecerahan baik, tidak buram atau pecah, dan warna tidak mencolok serta dilengkapi dengan keterangan
gambar yang sesuai dan memiliki kejelasan sumber gambar. Sehingga penambahan kombinasi warna pada desain
juga untuk memvisualisasikan benda sehingga memberikan suasana menyenangkan bagi pembaca
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka diperoleh bahwa:
1. Hasil penilaian tim ahli materi terhadap kelayakan isi dan kelayakan penyajian dari Booklet keanekaragaman
hayati yang dikembangkan ini termasuk dalam kategori “ sangat layak” dari segi penyajian materi.
2. Hasil penilaian tim ahli media terhadap komponen kebahasaan dan keterbacaan dan komponen kegrafikan dari
Booklet keanekaragaman hayati yang dikembangkan ini termasuk dalam kategori “ sangat layak” dari segi
penyajian materi.
3. Hasil penilaian guru bidang studi di SMAN 1 Perbaungan Booklet keanekaragaman hayati yang dikembangkan
ini termasuk dalam kategori “sangat layak” untuk dapat digunakan dalam proses pembelajaran materi
Keanekaragaman hayati di kelas X SMA
4. Menurut tanggapan siswa pada uji coba perorangan, uji coba kelompok kecil, dan uji coba kelompok terbatas
dinyatakan bahwa Booklet keanekaragaman hayati termasuk kategori “layak” untuk digunakan sebagai sumber
belajar siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap,S.R., Fauziah,H.,dan Hasruddin. (2016). Pengembangan Bahan Ajar Mikrobiologi Pangan Berbasis
Masalah. Jurnal Pendidikan Biologi, 5(3):187-192
Haambokoma,C. (2007). Nature and Causes of Learning Difficulties in Genetics at High School Level in Zambia.
Journal of International Development and
Coorperation, 13(1): 1-9
Imtihana, M., Putut M., & H.B Bambang. (2014), Pengembangan Buklet Berbasis Penelitian Sebagai Sumber
Belajar Materi Pencemaran Lingkungan di SMA, Journal of Biology Education. 3 :62-68
Mardiansyah, Y., Asrizal, dan Yulkifli. (2013). Pembuatan modul fisika berbasis TIK untuk
mengintegrasikan nilai pendidikan karakter dalam pembelajaran siswa SMAN 10 Padang Kelas X
Semester 1, Pillar Of Physis Education. 1: 30-38
Pralisaputri, K. P., (2016), Pengembangan Media Booklet Berbasis SETS Pada Materi Pokok Mitigasi
dan Adaptasi Bencana Alam Untuk Kelas X SMA, Jurnal GeoEco. 2 :147-154
Primadeka, R. ., (2016). Kelayakan Buklet Sebagai Media Pembelajaran Pada Materi Keanekaragaman
Hayati Kelas X SMA, Pontianak : Universitas Tanjungpura
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) Bandung : Alfabeta
1,2
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Medan
3
Jurusan PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Medan
Jl. Willem Iskandar Pasar V, Medan Estate
* Penulis Korespodensi : selviadewipohan@unimed.ac.id
Abstrak
Mitra kegiatan pengabdian program desa binaan yaitu Kelompok Ibu-Ibu Rumah Tangga Abdiling di
Desa Perkebunan Amal Tani, Kecamatan Sirapit Kabupaten Langkat. Berdasarkan hasil observasi di
desa ini terdapat banyak tumbuhan pakis yang setiap hari dipotong/ dibersihkan sekitar 200 Kg per
hari. Berdasarkan wawancara kepada kelompok ibu-ibu Rumah Tangga Abdiling ditemukan
permasalahan yang dialami oleh mereka yaitu : 1) Kurangnya pendapatan keluarga dari penghasilan
suami sebagai buruh perkebunan, 2) Minimnya pengetahuan ibu-ibu tentang pakis dan
pemanfaatannya 3) Minimnya pengetahuan manajemen usaha yang baik, 4) Tidak tersedianya
peralatan khusus untuk memproduksi (pembuatan dan pengemasan) keripik dan rempeyek pakis.
Solusi yang telah dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan mitra yaitu 1) Pemberdayaan
kelompok ibu-ibu Abdiling memanfaatkan potensi yang ada di desa yaitu pakis sebagai keripik dan
rempeyek pakis yang dapat dijual dan menambah pendapatan keluarga, 2) Pelatihan tentang jenis-
jenis pakis dan Pendampingan disertai praktik pengolahan pakis menjadi keripik dan rempeyek
dengan menghadirkan narasumber yang berkompeten 3) Pelatihan dan Pendampingan manajemen
usaha dibidang pemasaran dan pembukuan keuangan 4) Penyediaan peralatan produksi dan
pembuatan desain kemasan dengan label/merek. Metode pendekatan dalam pelaksanaan PKM ini
menggunakan metode pendidikan, pelatihan, praktik dan pendampingan. Keberhasilan dari kegiatan
pengabdian ini terukur dari luaran yang telah dihasilkan antara lain: 1). Panduan pemanfaatan
tumbuhan pakis menjadi olahan Kripik dan Rempeyek Pakis, 2) Produk Olahan Pakis Berupa Keripik
dan Rempeyek, 3)Laporan pencatatan keuangan berupa buku kas, 4)Tersedianya peralatan produksi
pengolahan pakis menjadi keripik dan rempeyek.
Pendahuluan
Desa Perkebunan Amal Tani merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Serapit dan merupakan desa
yang berada dikawasan perkebunan kelapa sawit. Desa ini berjarak sekitar 73,2 km dari Universitas Negeri Medan.
Desa Perkebunan Amal Tani dipimpin oleh Kepala Desa Bapak Muhammad Yakup. Luas wilayah desa ini terbesar
dari 10 desa di Kecamatan Sirapit Kabupaten Langkat 39,49 km2 (40,09 %). Jumlah penduduk di Desa Perkebunan
Amal Tani Tahun 2016 sebesar 1.792 jiwa dengan kepadatan penduduk 45 jiwa per km2. Mayoritas penduduk di
Desa Perkebunan Amal Tani bekerja sebagai buruh perkebunan PT Amal Tani sebanyak 557 orang, 10 orang
bekerja dibidang lainnya, sementara sisanya adalah penduiduk yang tidak produktif secara ekonomi. (Kecamatan
Sirapit dalam Angka 2017).
Yang menjadi mitra pada rencana kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini adalah Kelompok Ibu Rumah Tangga
Abdiling yang berada di Jalan Letjen Jamin Ginting Dusun I Air Terjun Desa Perkebunan Amal Tani Kecamatan
Sirapit Kabupaten Langkat. Pada umumnya ibu-ibu di desa ini pekerjaannya mengurus rumah tangga, sedangkan
suami mereka bekerja sebagai buruh perkebunan kebun kelapa sawit PT. Amal Tani. Untuk dapat sampai ke Desa
Perkebunan Amal Tani harus menyeberang sungai menggunakan transportasi getek penyeberangan yang
merupakan usaha Koperasi Harkani PT Amal Tani. Getek Penyeberangan ini merupakan sarana bagi warga desa
maupun pengunjung untuk keluar dan masuk Desa Perkebunan Amal Tani. Akses menuju desa melalui pintu gapura
Perkebunan PT. Amal Tani yang terletak tidak jauh dari lokasi penyeberangan.
Gbr. 1. Kantor Desa Perkebunan Amal Tani Gbr. 2. Transportasi Menuju Desa Gbr. 3. Gapura Desa
Berdasarkan observasi pada wilayah Desa Perkebunan Amal Tani terlihat sangat banyak gulma tumbuhan
pakis yang merata menutupi tanah perkebunan. Keberadaan tumbuhan pakis cenderung tidak menimbulkan kerugian
atau gangguan pada kelapa sawit, namun gulma ini tetap harus dipotong atau dibersihkan dari areal perkebunan.
Menurut Kepala Desa M. Yakup, tumbuhan pakis yang di bersihkan oleh buruh kebun setiap hari mencapai 200
kilogram. Hasil wawancara langsung yang dilakukan tim pengabdi di desa ini khususnya pada ibu-ibu rumah tangga
yang bekerja hanya sebatas mengurus rumah tangga. Keterangan diperoleh dari Ibu Misnah sebagai Ketua kelompok
Abdiling di Desa Perkebunan Amal Tani bahwa sebagian besar ibu-ibu sangat berkeinginan untuk dapat membantu
suami mereka mencari tambahan keuangan. Bahkan saat ini ada kelompok yang sudah menekuni usaha kuliner
musiman untuk hari raya dan sesuai pesanan untuk acara tertentu dan ada juga yang membuka usaha menjahit di
rumah.
Lebih lanjut tim berdialog dengan para ibu-ibu untuk mengetahui apa saja potensi desa yang bisa
dikembangkan yang dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga di Desa Perkebunan Amal Tani. Ternyata hanya
lidi dari kelapa sawit dan tumbuhan pakis. sebahagian telah memanfatkan lidi sebagai sumber pendapatan tambahan
keluarga, namun untuk tumbuhan pakis sebatas dikonsumsi saja oleh beberapa warga sebagai sayur. Belum ada
olahan lain berbahan pakis yang bisa dijual di pasar yang sifatnya tahan lama. Ibu Misnah dan kelompoknya
mengemukakan banyak warga khususnya ibu-ibu yang minim pengetahuannya tentang jenis pakis yang aman
dikonsumsi, khasiatnya bagi kesehatan dan olahannya selain dijadikan sayur. Sehingga Tumbuhan pakis yang
dipotong dibiarkan membusuk atau diambil menjadi makanan ternak oleh warga yang memiliki ternak sapi dan
kambing. Akan tetapi mereka pernah melihat produk kuliner keripik pakis di daerah kapuas, kalimantan tengah
lewat siaran televisi. Mereka berharap ada sejenis pelatihan dan pendampingan baik dalam produksi (pembuatan
dan pengemasan) maupun manajemen usaha disertai dengan fasilitas produksi untuk mengolah tumbuhan pakis
yang dapat bermanfaat menambah pengetahuan dan menambah penghasilan keluarga mereka. Sebelumnya pelatihan
yang pernah ada yaitu pengolahan lidi kelapa sawit menjadi piring, hanya sebatas bagaimana membuat lidi menjadi
piring. Mereka merasa hal itu tidak berdampak pada perekonomian keluarga karena tidak disertai dengan
pendampingan manajemen usaha. Sementara pengetahuan mereka tentang manajemen usaha yang baik masih
kurang. Sehingga perlu ada upaya bersama agar ibu-ibu yang bekerja mengurus rumah tangga menjadi produktif
untuk meningkatkan pendapatan keluarganya.
3 Mensosialisasikan program kepada seluruh anggota Pemaparan dan diskusi Berperan aktif
kelompok abdiling
4 Pendidikan dan Pelatihan tentang pengenalan jenis- Pemaparan dan diskusi Berperan aktif
jenis tumbuhan pakis dan khasiatnya
5 Pelatihan dan Praktik Pengolahan Tumbuhan pakis Pelatihan dan Praktik Berperan aktif
menjadi produk kuliner keripik dan rempeyek pakis
Upaya perbaikan dan Evaluasi Program yang dilakukan tim pengabdi pada kelompok mitra antara lain:
1. Tahap Awal
a Mengevaluasi pemahaman mitra tentang tumbuhan pakis, jenis yang dapat dikonsumsi dan manfaatnya
b Mengevaluasi pemahaman mitra tentang pengolahan tumbuhan pakis yang dapat dikonsumsi
2. Tahap pelaksanaan
a. Mengevaluasi mitra memahami proses produksi, praktek pembuatan keripik pakis dan pengemasannya
3. Tahap akhir
a. Mengukur indikator peningkatan pendapatan keluarga kelompok ibu-ibu rumah tangga abdiling.
Ipteks yang ditransfer kepada mitra yaitu resep pengolahan pakis menjadi produk kuliner keripik dan rempeyek,
serta praktik pengolahan pakis menjadi produk keripik dan rempeyek sesuai dengan resep yang disiapkan tim
pengabdi. Adapun resep yang diberikan kepada mitra dalam pengolahan pakis menjadi keripik dan rempeyek
seperti berikut ini.
Bahan-bahan Bumbu-bumbu:
#Cara Membuat:
▪ Terlebih dahulu bersihkan kelakai dengan air bersih, ambil daun yang muda saja.
▪ Haluskan semua bumbu.
▪ Campur semua tepung, tambahkan bumbu dan telur, aduk rata sambil ditambahkan air secukupnya
▪ Aduk sampai merata dan terbentuk adonan dengan kekentalan tertentu (seperti adonan rempeyek).
▪ Panaskan minyak goreng di wajan.
▪ Setelah panas celupkan satu persatu daun kelakai ke dalam adonan, lalu goreng sampai matang / kering /
garing.
Adapun proses pengolahan pakis menjadi keripik dan rempeyek seperti terihat pada gambar dibawah ini
Agar mitra dapat melakukan produksi keripikdan rempeyek pakis setiap hari, diakhir kegiatan PKM mitra diberikan
sejumlah peralatan produksi seperti kuali penggorengan, sendok goreng, wajan tempat adonan, kompor gas besar,
dan alat pengemas sealer.
Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan pengabdian masyarakat yang telah dilakukan disimpulkan pelaksanaan semua tahapan
kegiatan telah terlaksanan dengan baik dan target luaran yang ditentukan telah tercapai antara lain: 1) Pengetahuan
mitra tentang jenis-jenis pakis yang dapat dikonsumsi dan pengolahannnya menjadi produk keripik dan rempeyek
telah mengalami peningkatan. Sebelumnya mitra hanya mengolah pakis menjadi olahan sayur. 2). Mitra telah
mampu memanfaatkan tumbuhan pakis yang banyak tumbuh di desa yang dapat menambah pendapatan keluarga
anggota kelompok abdiling. 3) Mitra telah memiliki peralatan produksi yang telah disediakan oleh tim pengabdi. 4).
Mitra telah mampu melakukan pencatatan keuangan pada buku kas yang telah disiapkan tim pengabdi
Saran
Progam pengabdian kepada masyarakat dengan skema desa binaan yang disiapkan oleh LPM Unimed sangat
baik untuk membantu masyarakat agar dapat meningkatkan pengetahuan dan pendapatan keluarga. Untuk itu
diharapkan program pengabdian kepada masyarakat skema desa binaan yang telah ada pada LPM Unimed dapat
dilanjutkan dan ditingkatkan jumlahnya agar semakin banyak masyarakat yang merasakan manfaat dari program
pengabdian kepada masyarakat yang dilaksanakan oleh LPM Unimed.
Daftar Pustaka
Anonim. 2012. Pakis Yang Aman dan Yang Memicu Kanker. Diakses melalui https://health.detik.com/berita-
detikhealth/1918579/pakis-yang-aman-dan-yang-memicu-kanker tanggal 20 Mei 2018
Anonim. 2017. 15 Manfaat dan Khasiat Daun Pakis untuk Kesehatan. Diakses melalui
https://www.khasiat.co.id/daun/pakis.html tanggal 20 Mei 2018
Desfortin. 2017. Tentang Kelakai dan Mengeksekusinya Menjadi Keripik Unik. Diakses melalui
https://desfortinmenulis.wordpress.com/2017/02/16/kelakai-dan-keripik-kelakai/ tanggal 20 Mei 2018
James A. Christenson & Jerry W. Robinson, Jr Ames. 1989.Community development in perspective. Iowa State
University Press,
Kotler dan Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Jilid I. Edisi ke 13. Jakarta: Erlangga.
Louw, A. & Kimber, M. 2007. The Power of Packaging, The Customer Equity Company
Matanari, Asi. 2017. Kecamatan Sirapit Dalam Angka 2017. Kab.Langkat : BPS Kabupaten Langkat
Abstrak
Tujuan penelitin ini untuk mencari validasi Lembar Kerja Siswa (LKS) tentang membuat magnet
dengan cara menggosok dan induksi. Kualitas Lembar Kerja Siswa (LKS) yang akan dideskripsikan
meliputi kelayakan LKS, efektifitas LKS ditinjau dari hasil belajar siswa, dan kepraktisan LKS
ditinjau dari respon siswa Intrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah lembar evaluasi
untuk ahli materi IPA yaitu 40 orang guru IPA. Metode kegiatan pengabdian adalah Para guru
diberikan penyuluhan praktikum laboratorium IPA teknik dasar penggunaan alat- alat listrik dan
animasi peredaran darah. Waktu yang diperlukan untuk melakukan seluruh rangkaian kegiatan ini
adalah enam bulan. Khusus untuk kegiatan penyuluhan dan pelatihan dilakukan selama dua bulan
dengan waktu pertemuan sebanyak 4 kali. Berdasarkan hasil evaluasi pengembangan LKS hasil
evaluasi dari ahli media memperoleh rata-rata skor 3,5, sehingga LKS dinyatakan layak. Koefisien
korelasi semua aspek LKS adalah valid. Sehingga dapat disimpulkan bahwa LKS yang dikembangkan
memenuhi kriteria layak, dapat digunakan sebagai bahan ajar yang baik.
Kata Kunci : Validasi, Lembaran Kerja Siswa (LKS), Membuat Magnet, Menggosok, Induksi
PENDAHULUAN
Berdasarkan wawancara dan observasi yang telah dilakukan oleh Manurung (2016) pada Gambar 1 diperoleh
fakta-fakta tentang kualitas pembelajaran IPA pada 2 sekolah mitra, yaitu SMP Negeri 3 Medan dan SMP Negeri 6
Medan Kota Medan Sumatera Utara. Data-data yang diperoleh bahwa kenyataan di lapangan menunjukkan beberapa
fakta dalam pembelajaran IPA, antara lain: (1) metode ceramah merupakan metode yang paling dominan dalam
pembelajaran IPA dengan guru sebagai pengendali dan aktif menyampaikan informasi, sedangkan metode-metode
lain seperti metode penugasan dan latihan, metode demonstrasi dan metode proyek biasanya diabaikan atau jarang
digunakan, (2) guru bertugas menyampaikan isi seluruh isi buku ajar, (3) teknik inkuiri diabaikan dan jarang
digunakan dengan alasan khawatir tidak mampu menghabiskan materi pelajaran dan memakai banyak waktu, dan
(4) Peralatan praktikum IPA yang ada belum dikelola dengan baik dalam ruang, sehingga guru dan siswa belum
menggunakannya.
diantaranya melalui Permenpan no 16 tahun 2009 dan Permendikbud no 35 tahun 2013. Peningkatan mutu tenaga
pengajar melalui penataran-penataran guru-guru, baik mengenai penggunaan alat peraga atau KIT IPA maupun
hubungan dengan metode mengajar seperti CBSA, keterampilan proses, serta upaya penyediaan alat peraga dan KIT
IPA yang disertai buku petunjuk (Manurung, 2014).
Keadaan laboratorium yang ada belum ada pada kedua sekolah mitra, dana dan beberapa alat peraga yang
tidak ada tetapi sangat urgen digunakan dalam pembelajaran IPA. Pengajaran IPA di kelas pada kedua sekolah mitra
tidak didukung alat peraga seperti yang tampak pada Gambar 2.
RUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dari makalah Perangkat Pembelajaran IPA berbasis Laboratorium adalah :
1. Bagaimana penggunaan alat- alat listrik untuk menunjukkan Induksi Magnetik
2. Bagaimana pelaksanaan praktikum Induksi Magnetik dalam percobaan fisika di laboratorium?
3. Bagaimana validasi LKS Induksi Magnetik?
METODE
Target peserta pada kegiatanPKM adalah seluruh guru IPA pada tingkat SMP/Negeri 3 dan 6 Medan dan
guru- guru IPA PMGP.. Untuk mencapai tujuan PKM tentang pelatihan penggunaan alat-alat dan bahan
laboratorium IPA, metode yang digunakan adalah melakukan penyuluhan dan pelatihan (praktikum) langsung. Para
guru diberikan penyuluhan praktikum laboratorium IPA teknik dasar penggunaan alat- alat listrik dan animasi
peredaran darah. Waktu yang diperlukan untuk melakukan seluruh rangkaian kegiatan ini adalah enam bulan.
Khusus untuk kegiatan penyuluhan dan pelatihan dilakukan selama dua bulan dengan waktu pertemuan sebanyak 4
kali. Rombongan pelatihan dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing terdiri dari 3 hingga 4 orang peserta. Alat
dan bahan yang digunakan untuk melakukan penyuluhan dan praktikum antara lain modul pelatihan, berbagai
macam alat listrikdan media peredaran darah. Output kegiatan adalah alat peraga IPA dan lembar kerja siswa atau
petunjuk praktikum.
Walaupun gaya-gaya magnet yang terkuat terletak pada kutub-kutub magnet, gaya-gaya magnet tidak hanya
berada pada kutub-kutubnya saja. Gaya-gaya magnet juga timbul di sekitar magnet. Daerah di sekitar magnet yang
terdapat gaya-gaya magnet disebut medan magnet. Garis gaya magnet dapat digambarkan dengan cara menaburkan
serbuk besi pada kertas yang diletakkan di atas magnet. Jika pada suatu tempat garis gaya magnetnya rapat, berarti
gaya magnetnya kuat. Sebaliknya jika garis gaya magnetnya renggang, berarti gaya magnetnya lemah.
C. Bentuk- bentuk magnet
Magnet dapat berada dalam berbagai bentuk dan ukuran. Bentuk yang paling sederhana berupa batang lurus.
Bentuk lain yang sering kita jumpai misalnya bentuk tapal kuda (ladam), magnet bentuk U danmagnet jarum. Pada
bentuk-bentuk ini, kutub magnetnya berada pada ujung-ujung magnet itu.
D. CARA MEMBUAT MAGNET
Pada dasarnya memagnetkan suatu bahan (besi, baja, nikel, kobalt, atau campuran) adalah mengatur posisi
kutub magnet elementernya, misalnya batang besi digosok dengan magnet yang kuat. Posisi magnet elementer
semula tidak teratur, saat digosok magnet yang kuat, magnet elementer akan berputar dan kutub-kutub magnet
elementer yang senama akan menghadap kesatu arah. Akibatnya, batang besi atau baja tersebut akan menjadi
magnet.
Beberapa cara membuat magnet antara lain:
1. Membuat Magnet dengan Cara Menggosok
Besi yang semula tidak bersifat magnet, dapat dijadikan magnet. Caranya besi digosok dengan salah satu ujung
magnet tetap. Arah gosokan dibuat searah agar magnet elementer yang terdapat pada besi letaknya menjadi teratur
dan mengarah ke satu arah.
2. Membuat Magnet dengan Cara Induksi
Besi dan baja dapat dijadikan magnet dengan cara induksi magnet. Besi dan baja diletakkan di dekat
magnet tetap. Magnet elementer yang terdapat pada besi dan baja akan terpengaruh atau terinduksi magnet tetap
yang menyebabkan letaknya teratur dan mengarah ke satu arah. Besi atau baja akan menjadi magnet sehingga
dapat menarik serbuk besi yang berada di dekatnya.
Ujung besi yang berdekatan dengan kutub magnet batang, akan terbentuk kutub yang selalu berlawanan
dengan kutub magnet penginduksi. Apabila kutub utara magnet batang berdekatan dengan ujung A besi, maka ujung
A besi menjadi kutub selatan dan ujung B besi menjadi kutub utara atau sebaliknya.
3. Membuat Magnet dengan Cara Arus Listrik
Selain dengan cara induksi, besi dan baja dapat dijadikan magnet dengan arus listrik. Besi dan baja dililiti
kawat yang dihu- bungkan dengan baterai. Magnet elementer yang terdapat pada besi dan baja akan terpengaruh
aliran arus searah (DC) yang dihasilkan baterai. Hal ini menyebabkan magnet elementer letaknya teratur dan
mengarah ke satu arah. Besi atau baja akan menjadi magnet dan dapat menarik serbuk besi yang berada di
dekatnya. Magnet yang demikian disebut magnet listrik atau elektromagnet.
Besi yang berujung A dan B dililiti kawat berarus listrik. Kutub magnet yang terbentuk bergantung pada arah arus
ujung kumparan. Jika arah arus berlawanan jarum jam maka ujung besi tersebut menjadi kutub utara.
Sebaliknya, jika arah arus searah putaran jarum jam maka ujung besi tersebut terbentuk kutub selatan. Dengan
demikian, ujung A kutub utara dan B kutub selatan atau sebaliknya.
V. Alat Dan Bahan
1. Penjepit kertas 1 buah
2. Magnet batang 1 buah
3. Paku 2 buah
VI. Prosedur Percobaan
1. Ambilah sebuah paku
2. Dekatkan ujung paku tersebut kepenjepit kertas. Apakah penjepit tersebut menempel ke ujung paku
?..................................
3. Ambilah sebuah magnet batang. Pukulkan pelan-pelan ujung paku beberapa kali ke salah satu ujung magnet
batang. Dekatkan ujung paku tersebut ke penjepit kertas. Amati keadaan yang terjadi!.
4. Ambilah paku yang lain.
5. Dekatkan ujung paku tersebut ke salah satu ujung magnet batang (jangan sampai menyentuh ). Dekatkan
ujung paku tersebut ke penjepit kertas. Amati keadaan yang terjadi!.
Nilai r- Kesimpu
Aspek
No
pearson lan
III. KOMPONEN PENYAJIAN 0,657 Valid
A. TEKNIK PENYAJIAN
1. Konsistensi sistematika sajian dalam bab
2. Kelogisan penyajian
3. Keruntutan konsep
4. Keseimbangan substansi anatarbab/ subbab
B. PENDUKUNG PENYAJIAN MATERI 0,756 Valid
1. Kesesuaian/ ketepatan ilustrasi dengan materi
2. Penyajian teks, tabel, gambar, dan lampiran disertai dengan rujukan/ sumber
acuan
3. Identitas tabel, gambar, dan lampiran
4. Ketepatan penomoran dan penamaan tabel, gambar, dan lampiran
C. PENYAJIAN PEMBELAJARAN 0,865 Valid
1. Keterlibatan siswa
2. Berpusat pada siswa
3. Kesesuaian dengan karakteristik mata pelajaran
4. Kemampuan merangsang kedalaman berpikir siswa melalui ilustrasi, analisis
kasus, dan soal latihan
Berdasarkan hasil validasi LKS dan kelengkapan fitur-fiturnya termasuk kategori baik. Dari penilaian
tersebut LKS valid dan layak digunakan dalam penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan dan kebudayaan Direkturat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat
Pendidikan Menengah Umum, (2006).Pedoman Pendayagunaan Laboratorium dan Alat Pendidikan IPA:
Jakarta.
Kemdikbud.(2010). Pedoman Kegiatan Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) dan Angka Kreditnya.
Manurung,S.R.,(2014). Model-model Pembelajaran Inovatif IPA buat Guru- guru SMP. Medan: Unimed.
Sani, R. A., & Sudiran.,(2012). Pengembangan Profesi Guru Melalui Penelitian Tindakan Kelas, Cipta Pustaka,
Bandung.
Anwar, E. D. ( 2014). Pelatihan Pembuatan Alat-Alat Praktikum IPA Fisika Bagi Guru IPA SMP/MTS Swasta Se-
Kecamatan Winong Kab Pati.14(1):(43-56).
Email : thamripjt@gmail.com
Abstrak
SMK Negeri 7 Medan salah satu SMK-BM di Kota Medan yang alumninya diharapkan dapat
memenuhi tujuan khusus pendidikan di SMK. Pada sisi lain kita ketahui bersama bahwa pada abad
ke-21, siswa hari ini mewakili generasi pertama yang tumbuh dengan teknologi baru dan dianggap
sebagai penduduk asli digital generasi-Z. Mereka menghabiskan seluruh hidup mereka dikelilingi
oleh dan menggunakan komputer, video game, pemutar musik digital, kamera video, telepon seluler,
dan semua mainan dan alat lain dari era digital. Permainan komputer, email, internet, telepon
seluler, dan pesan instan merupakan bagian integral dari kehidupan mereka. Dalam keadaan ini,
pembuat kebijakan sistem sekolah harus melakukan renovasi untuk mendidik generasi baru. Untuk
menjawab tuntutan inilah yang mendorong pengabdian ini dilakukan melalui workshop dan
pendampingan pengembangan bahan ajar berbasis hybrid learning. Tujuan kegiatan pengabdian
masyarkat ini adalah membantu guru-guru mata pelajaran dalam merancang dan menerapkan
bahan ajar berbasis hybrid learning. Hasil dari kegiatan pengabdian ini adalah tersedianya ; 1)
bahan ajar dalam bentuk cetak ; 2) media pembelajaran berbasis IT; 3) bahan ajar berbasis hybrid
learning . Kegiatan pengabdian yang telah dilakukan antara lain ; 1) Worksho dan pendampingan
penyusunan bahan ajar; 2) pendampingan pembuatan media pembelajaran berbasis IT; 3).
pendampingan pembuatan bahan ajar berbasis hybrid learning. Melalui kegitan ini telah terjadi
peningkatan kompetensi guru dalam mengembangkan bahan ajar berbasis hybrid learning yang pada
akhirnya berdampak pada peningkatkan kualitas pembelajaran.
Abstract
SMK Negeri 7 Medan, is one of the vocational school in Medan, whose the alumni are expected to
meet the specific objectives of education in vocational schools. On the other hand, we all know that in
the 21st century today's students represent the first generation who grew up with new technology and
are considered as digital native (Z-generation). They spend their entire lives surrounded by
computers, video games, digital music players, video cameras, cell phones, and other tools from the
digital age. Computer games, e-mail, internet, cell phones, and instant messaging are integral parts of
their lives. Under these circumstances, policymakers of the school system must carry out renovations
to educate a new generation. To answer these demands, this service has been encouraged through
workshops and mentoring in the development of hybrid learning-based teaching materials. The
purpose of this community service activity is to help teachers in designing and implementing hybrid
learning-based teaching materials. The result of this service activity is availability: 1) printed
material; 2) IT-based learning media; 3) hybrid learning-based teaching materials. The service
activities that have been carried out include; 1) Worksheets and mentoring in the preparation of
teaching materials; 2) assistance in making IT-based learning media; 3). assistance in making hybrid
learning-based teaching materials. Through this activity, there has been an increase in teacher
competency in developing hybrid learning-based teaching materials which ultimately have an impact
on improving the learning quality.
PENDAHULUAN.
Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan tujuan pendidikan
nasional adalah mengembangkan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, mengembangkan kesehatan dan
akhlak mulia, membentuk peserta didik yang terampil, kreatif, dan mandiri. Tujuan ini merupakan tantangan bagi
para guru karena untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan guru yang profesional.
Seorang guru profesional tentu harus memenuhi Standar kompetensi guru (SKG). Peraturan Pemerintah No.
16 tahun 2007 tentang SKG menjelaskan bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh guru terbagi atas empat
kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Salah satu lembaga pendidikan formal yang ada di Kota Medan adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
SMK sebagai bentuk satuan pendidikan kejuruan sebagaimana ditegaskan dalam penjelasan pasal 15 UU Sisdiknas,
merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
Tujuan umum pendidikan SMK antara lain : 1). Meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Tuhan
Yang Maha Esa 2). Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi warga Negara yang berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. 3). Mengembangkan potensi peserta didik agar
memiliki wawasan kebangsaan, memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia. 4).
Mengembangkan potensi peserta didik agar memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup, dengan secara aktif
turut memelihara dan melestarikan lingkungan hidup, serta memanfaatkan sumber daya alam dengan efektif dan
efesien
Tujuan Khusus pendidikan SMK adalah ; 1). Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif,
mampu bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai
dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya. 2). Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih
karier, ulet dan gigih dalam berkompetensi, beradaptasi di lingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional
dalam bidang keahlian yang diminatinya. 3). Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni, agar mampu mengembangkan diri di kemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan
yang lebih tinggi. 4). Membekali peserta didik dengan kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan program
keahlian yang dipilih.
SMK Negeri 7 Medan salah satu SMK-BM di Kota Medan yang mengelola program studi ; Akuntansi,
Sekretaris, Manajemen Pemasaran, Parawisata dan Perhotelan yang alumninya diharapkan dapat memenuhi tujuan
khusus pendidikan di SMK tersebut.
Berdasarkan diskusi dan sharing pendapat dengan guru-guru dan Wakil Kepala SMKN 7 Medan mereka
menyatakan bahwa saat ini ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh guru-guru mata diklat. Adapun
permasalahan yang di hadapai oleh guru adalah masih kurangnya pengetahuan dan keterampilan guru dalam
mengembangkan bahan pembelajaran dan penerapannya dalam pembelajaran Kurikulum 2013. Selain beberapa
masalah yang dihadapi oleh guru seperti yang diuraikan pada wacana di atas, permasalahan khusus yang dihadapi
oleh guru adalah kurangnya keterampilan guru dalam merancang, membuat dan menerapkan bahan pembelajaran
yang efektif dan menyenangkan yang berbasis pada teknologi informasi (hybrid learning).
Fenomena ini dapat dilihat dari RPP yang telah dihasilkan oleh guru-guru di SMK N 7 Medan terlihat masih
mengalami kelemahan dalam menggunakan bahan ajar, media dan penerapannya dalam pembelajaran
sebagaimana terlihat dalam gambar.1. bahwa dalam RPP tersebut belum terdapat bahan ajar berbasis hybrid.
Pada sisi lain kita ketahui bersama bahwa pada abad ke-21, mahasiswa/siswa hari ini mewakili generasi
pertama yang tumbuh dengan teknologi baru dan dianggap sebagai penduduk asli digital generasi-Z. Mereka
menghabiskan seluruh hidup mereka dikelilingi oleh dan menggunakan komputer, videogame, pemutar musik
digital, kamera video, telepon seluler, dan semua mainan dan alat lain dari era digital. Saat ini, lulusan perguruan
tinggi rata-rata menghabiskan kurang dari 5.000 jam membaca kehidupan mereka, tetapi lebih dari 10.000 jam
bermain gem video (belum lagi 20.000 jam menonton TV) (Ceylan dan Kesici: 2017). Lebih lanjut dijelaskan
bahwa permainan komputer, email, Internet, telepon seluler, dan pesan instan merupakan bagian integral dari
kehidupan mereka. Dalam keadaan ini, pembuat kebijakan sistem sekolah harus melakukan renovasi untuk
mendidik generasi baru. Sehubungan dengan fenomena ini jika dikaitkan dengan pembelajaran maka bahan ajar
yang digunakan dalam pembelajaran mestinya harus sejalan dengan perkembangan abad ke 21 ini.
Berdasarkan diskusi dengan guru-guru yang ada di SMKN 7 Medan bahwa sangat dibutuhkan
pengetahuan dan keterampilan untuk mengatasi beberapa masalah yang sekarang ini sedang dihadapi oleh guru-
guru. Mereka juga menyatakan bahwa guru-guru mata diklat belum pernah mengikuti pelatihan tentang penggunaan
IT dalam pengembangan bahan ajar. Kondisi ini tidak bisa terus dibiarkan karena dikhawatirkan jika guru-guru mata
diklat di SMKN 7 Medan tidak mampu mengembangkan bahan ajar berbasis hybrid learning maka tujuan SMK
akan sulit dapat tercapai. Hal ini kita ketahui bahwa kompetensi guru dalam mengembangkan bahan ajar akan
berimbas terhadap kualitas pembelajaran guru yang bersangkutan dan pada akhirnya berpeangaruh pada kualitas
pembelajaran.
Hybrid learning sering juga disebutkan Blanded learning yaitu belajar yang mengkombinasikan atau
mencampur antara pembelajaran tatap muka (face to face) dan pembelajaran berbasis computer (online dan offline)
(Dwiyoga; 2018). Melalui pembelajaran berbasis hybrid learning mahasiswa/siswa diharapkan mampu belajar
mandiri, berkelanjutan, dan berkembang sepanjang hayat sehingga belajar akan menjadi lebih efektif, lebih efisien,
dan lebih menarik. (Tuapattinaya: 2017). Lebih lanjut Shea, Joaquin dan Gorzycki (2018) menyatakan bahwa
pembelajaran melalui hybrid, yang menggabungkan tatap muka dan aktivitas online, adalah kursus yang paling
cepat berkembang dalam pendidikan.
Untuk itu Fakultas Ekonomi Unimed beserta guru-guru di SMKN 7 Medan merasa urgen mengadakan
pelatihan/work shop pengembangan bahan ajar berbasis hybrid learning. Pelatihan ini menekankan pada potensi
Teknologi Informasi dalam pembelajaran termasuk pada penyusunan lesson plan dan pembuatan media presentasi
serta mempraktekkan bagaimana mengembangkan bahan ajar berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, mulai
dari desain pembelajaran draft naskah sampai mengaploadnya dalam e-learning. Melalui pelatihan ini diharapkan
dapat meningkatkan kualitas guru-guru dalam melakukan pembelajaran. Dengan meningkatnya kualitas guru tentu
akan berimbas positif pada meningkatnya kualitas peserta didik.
METODE PELAKSANAAN.
Adapun metode pendekapatn yang ditawarkan dalam menyelesaikan solusinya adalah mengadapsi metode In
House Training (IHT) sebagai berikut:
Hasil Kegiatan
Kegiatan pengabdian diikuti oleh 30 orang guru SMK N 7 Medan dan tim dosen dari LPM Unimed.
Kegiatan ini dilaksanakan sejak bulan Agustus 2018 hingga bulan Oktober 2018. Pelaksanaan kegiatan dilakukan
dalam empat tahapan yaitu (1) Analisis kebutuhan (2) Melaksanakan FGD dan pendampingan pembuatan bahan ajar
cetak (3)Worshop dan pendampingan pembuatan media berbasis IT (4) Workshop dan pendampingan pembuatan
bahan ajar hybrid learning. Piloting kegiatan IHT ini dilakukan di SMK N 7 Medan. Dari kegiatan workshop dan
pendampingan ini ditunjukkan bahwa kemampuan guru dalam mengembangkan bahan ajar berproses menjadi lebih
baik sesuai dengan tuntutan pembelajaran Abad 21.
Instrumen yang dilakukan untuk menilai keberhasilan pengabdian ini adalah melalui angket yang diberikan
kepada guru-guru peserta work shop dan pendampingan dengan indikator :1). Kemampuan mengembangkan bahan
ajar berbasis IT sangat diperlukan. 2). Kemampuan guru dalam pembelajaran hybrid learning 3). Pemahaman guru
tentang hybrid learning setelah work shop dan pendampingan 4). Peningkatan keterampilan mengembangkan bahan
ajar hybrid learning setelah workshop 5). Penguasan IT dalam pendokumentasian bahan ajar 6). Penguasaan IT
dalam pengembangan bahan ajar 7). Kepuasan dalam mengikuti workshop 8). Minat menerapkan pembelajaran
berbasis hybrid learning 9). Kebermanfaatan bahan ajar berbasis hybrid learning dalam pembelajaran 10). Urgensi
penerapan pembelajaran berbasis hybrid learning. Hasil pengolahan data berdasarkan instrumen yang telah diisi oleh
guru-guru peserta workshop dan pendampingan dapat di lihat melalui Gambar.3.
3
Series1
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Dari Gambar.3. tersebut dapat dilihat bahwa seluruh indikator dari instrumen ini menunjukkan bahwa
peningkatan kompetensi guru-guru dalam mengembangkan bahan ajar berbasis hybrid learning melalui INHT
dengan work shop dan pendampingan sangat efektif. Hal ini dapat dilihat sesuai klasifikasi pada Tabel.1.
Dari data pada Tabel.1. yang telah di olah rerata hasil penilaian instrument sebesar 4,36 yang menunjukkan
bahwa kegiatan pengabdian ini sangat efektif dlam meningkatkan kompetensi guru dalam mengembangkan bahan
ajar berbasis hybrid learning
Pembahasan
Dalam pelaksanaan pengabdian ini telah dilaksanakan sesuai tahapan tahapan IHT dengan workshop dan
pendampingan. Pelaksanaan pengabdian ini dilaksanakan dengan empat tahapan utama: (1). Analisis kebutuhan
untuk mengidentifikasi kebutuhan yang sangat mendesak bagi guru dalam meningakatkan kualitas pembelajaran. (2)
Melaksanakan FGD dan pendampingan pembuatan bahan ajar cetak (3) Work shop dan pendampingan pembuatan
media berbasis IT (4) Workshop dan pendampingan pembuatan bahan ajar berbasis hybrid learning yang di apload
pada economic-elearning.org.
Pada tahap identifikasi kebutuhan telah diidentifikasi permasalahan dan kebutuhan yang diperlukan oleh
guru-guru dalam meningkatkan kualitan pembelajaran yaitu: (1). Belum tersedianya bahan ajar (modul) cetak dalam
pembelajaran. (2).Rendahnya kemampuan guru-guru dalam membuat media pembelajaran berbasis IT. (3). Tidak
tersedianya bahan ajar berbasis hybrid learning karena kurangnya pengetahuan guru dalam mengembangkan bahan
ajar berbasis hybrid learning. Berdasarkan identifikasi kebutuahan tersebut dilaksanakan FGD penyamaan persepsi
tentang kegiatan yang akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sesuai identifikasi. Langkah selanjutnya
melakukan work shop dan pendampingan penyusunan bahan ajar cetak. Guru-guru peserta work shop diberikan
pengetahuan dan keterampilan menyusun modul yang akan digunakan dalam pembelajaran berbasis hybrid learning.
Langkah selanjutnya melakukan work shop dan pendampingan pembuatan media berbasis IT. Dalam work
shop ini peserta dilatih mendesain media berbasis IT, membuat dan editing video, pemanfaatan video youtube yang
dapat digunakan dalam pembelajaran berbasis hybrid learning. Lebih lanjut lagi guru-guru dilatih dan didampingi
dalam mengelola fasilitas google drive sebagai sarana menyimpan file yang akan dimanfaatkan dalam e-learning
yang telah dibangun.
Setelah guru-guru memperoleh keterampilan dalam membuat media berbasis IT, guru-guru dilatih untuk
mengapload modul cetak kedalam aplikasi e-learning (economic-elearning). Keseluruhan langkah IHT ini telah
dilalui dengan baik dan akhirnya guru-guru peserta work shop telah 100 % login dalam e-learning dan telah
membuat akun masing-masing.
Pada akhir work shop dan pendampingan ini dilakukan evaluasi untuk melihat tingkat keefektifan
pelaksanaan kegiatan ini terhadap peningkatan kompetensi guru dalam mengembangkan bahan ajar berbasis hybrid
learning yang mana hasil evaluasi menunjukkan bahwa kegiatan ini sangat efektif dalam meningkatkan kompetensi
dalam mengembangkan bahan ajar berbasis hybrid learning.
Berdasarkan hasil pengamatan dalam pengabdian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. (1).
Penerapan work shop dan pendampingan dengan pendekatan IHT di SMK N 7 Medan melalui langkah-langkah
yang telah ditentukan sangat efektif meningkatkan kompetensi guru dalam mengembangkan bahan ajar berbasis
hybrid learning (2). Bahan ajar berbasis hybrid learning sangat bermanfaat untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran dalam menjawab tantangan di era RI.4.0 yang ditandai dengan digitalisasi pada setiap aktifitas
masyarakat. (3). Kemajuan teknologi informasi yang dimanfaatkan dalam pembelajaran sebagai inplementasi
pembelajaran abad 21 melalui 4 C.
Dari hasil kegitan pengabdian ini dapat diberikan saran sebagai berikut: (1). Dalam upaya meningkatkan
kompetensi pedagogik guru terutama dalam meningkatkan kompetensi dalam mengembangkan bahan ajar berbasis
hybrid learning kegiatan ini dapat dijadikan acuan, (2). Dalam upaya mendorong guru-guru dalam
mengimplementasikan pembelajaran berbasis hybrid learning ini disarankan agar kepala sekolah memberikan aturan
dan kebijakan agar guru-guru serius menerapkannya dalam pembelajaran. (3). Pengembangan bahan ajar berbasis
hybrid ini disarankan agar secara rutin di diskusikan melalui wadah MGMP sehingga kualitas bahan ajar yang telah
dirancang semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA
Catur Hadi Purnomo. Media Kita. Panduan Belajar Otodidak Microsoft PowerPoint 2007. Jakarta, 2008.
Ceylan and Kesici, (2017) Effect of Blanded Learning to Academic Achivement;
Dwiyoga, D. Wasis (2018) Pembelajaran Berbasis Blended Learning. Depok, Raja Grafindo Persada
Dirjen Belmawa (2018) Petunjuk Teknis Pengembangan Modul Hybrid Learning PPG dalam Jabatan, Jakarta,
Direktorat Pembelajaran Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemristek Dikti
DRPM Dikti (2017). Pedoman Pengabdian kepada Masyarakat 2013 Edisi X1. Jakarta : Ditjen Dikti Depdiknas
Horn, & Staker, (2011). The rise of K-12 blended learning. New York, NY: Innosight Institute;
https://files.eric.ed.gov/fulltext/ED535181.pdf
Means, Toyama, Murphy, & Jones., (2010) Evaluation of evidence- based practices in online learning: A meta-
analysis and review of online learning studies. U.S. Department of Education;
https://www2.ed.gov/rschstat/eval/tech/evidence-based-practices/finalreport.pdf
Tuapattinaya (2017) Pengembangan Media Pembelajaran Biologi Berbasis Hybrid Learning Untuk
Meningkatakan Hasil Belajar Siswa Pada SMP Negeri 6 Ambon. Jurnal Biology Science & Education,
vol 1 no 1 edisi jul-des.
Abstrak
Bapak M. Thahir Lubis adalah salah satu perintis usaha gypsum yang ada di daerah Medan,
Kecamatan Percut Sei Tuan, di Jl. Pasar 1 Tambak Rejo Gg. Sakura 4. Beliau memulai usahanya
sejak tahun 2012 dengan nama MUTIARA GYPSUM, dengan modal awal sebesar Rp. 50.000.000.
Awalnya bapak lubis hanya karyawan yang bekerja sebagai pencetak gypsum. Untuk membantu
usahanya beliau mempunyai pekerja wanita yang berjumlah 2 orang, dimana perkerja bernama ibu
tina dan bu yani, kedua pekerja pak thahir hanya menggantungkan hidupnya sebagai pekerja nya pak
tahir. Rencana kegiatan ini meliputi langkah-langkah; (1) Pendampingan praktek produksi alat
peraga edukatif.; (2) Pendampingan Memasarkan produksi APE (3) Pendampingan untuk ktrampilan
pewarnaan (4) Pengadaan alat. Diharapkan dengan adanya program PKM ini akan terbentuk usaha
pekerja yang mandiri secara ekonomi dan tentunya akan memberikan kontribusi yang positif
terhadap keluarganya masyarakat dan lingkungannya.Kegiatan yang sudah dilakukan, yaitu: 1.
Pemberian alat cetak APE, 2. Inovasi produk berupa Alat Peraga Edukatif berbahan limbah gypsum.
3. Desain kemasan, 4. Profil usaha mitra.
PENDAHULUAN
Penanganan limbah perlu sekali dilakukan untuk mengurangi efek buruk terhadap lingkungan dan
kesehatan. Hal ini sangat memerlukan perhatian kita, karen material limbah merupakan masalah besar bagi kita, hal
ini disebabkan karena kuranagnya perhatian dan pengetahuan mengenai manajemen pengelolaan limbah.
Sebenarnya penangannan limbah bukanlah hal yang sulit untuk kita lakaukan, yang penting ada kesungguhan dan
niat kita untuk menyelamatkan kesehatan dan lingkungan, terkadang limbah yang kita anggap tidak berguna dan
yang menggangu kalau kita olah secara serius akan mengghasilkan nilai tambah yang tidak pernah kita sangka –
sangka. Dari sekian banyaknya limbah yang dihasilkan Salah satunya limbah yang bisa dimanfaatkan adalah
Limbah Gypsum. Gypsum yang berbahan dasar yang disebut casting (Tepung berwarna putih). Roving dalam
pembuatan gypsum digunakan sebagai bahan penguat pada waktu pencetakan. Roving bentuknya seperti serabut
yang sudah tertata rap i, sehingga nantinya jika ingin digunakan tinggal memotongnya sesuai dengan
ukuran yang diinginkan. Proses pembuatan gypsum meliputi pengadukan bahan gypsum, yakni
tepung gypsum yang dicampur dengan air, sealnjutnya penuangan bahan gypsum ke dalam
cetakan, pemasangan roving dan pelepasan gypsum dari cetakan kemudian dikeringkan hingga
beberapa hari tergantung pada cuaca, jika cuaca panas hanya memerlukan waktu satu hari saja,
tetapi jika cuaca mendung memerlukan waktu dua sampai tiga hari agar kering sempur na sehingga
tidak mudah retak/pecah. Dari proses produksi gypsum tidak heran kalau banyak menghasilakan limbah dari
sisa – sisa proses pencetakan gypsum. Hal ini menjadi perhatian bagi tim pengusul PKM untuk Pemanfaatan
Limbah Gypsum menjadi Alat Peraga Edukatif. APE) adalah alat permainan yang sengaja dirancang secara khusus
untuk kepentingan pendidikan (Mayke Sugianto,1995). Pengertian alat permainan edukatif tersebut menunjukkan
bahwa pengembangan dan pemanfaatannya tidak semua alat permainan yang digunakan anak di TK itu dirancang
secara khusus untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak.Sebagai contoh Huruf, angka, buah-buahan,
dan gambar binatang. Hal ini lah yang menjadi perhatian khusus tim PKM untuk mendatangi secara langsung dan
mencari informasi bagaiman proses produksi gypsum dan seberapa banyak limbah yang dihasilkan dari proses
produksi gypsum. Dimana yang menjadi Mitra 1 Bapak M. Thahir Lubis adalah salah satu perintis usaha gypsum
yang ada didaerah medan, Kecamatan Percut Sei Tuan, di Jl. Pasar 1 Tambak Rejo Gg. Sakura 4. beliau memulai
usahanya sejak tahun 2012 dengan nama MUTIARA GYPSUM, dengan modal awal sebesar Rp. 50.000.000.
Awalnya bapak lubis hanya karyawan yang bekerja sebagai pencetak gypsum. Untuk membantu usahanya beliau
mempunyai pekerja wanita yang berjumlah 2 orang, dimana perkerja bernama ibu tina dan bu yani, kedua pekerja
pak thahir hanya menggantungkan hidupnya sebagai pekerja nya pak tahir. Dalam satu hari gypsum
diproduksi sebanyak 50 profil dengan berbagai motif yang berbeda-beda, harga satu profil dimulai
dari Rp. 9.000 – Rp. 15.000. sedangkan untuk desain dum dijual dengan harga Rp. 20.000 – Rp.
90.000. Mitra 2 adalah, Pak Handoko Bapak Adi Handoko adalah salah satu perintis usaha gypsum yang ada
didaerah medan, di Jl. Sederhana Simpang Gg. Raya 8. beliau memulai usahanya sejak tahun 1990 dan mendapatkan
izin usaha pada tahun 1998 dengan nama UD. GAMBIR JAYA GYPSUM, jumlah tenaga kerja pak handoko
berjumlah 4 0rang terdiri dari Ad, Rudi, fajar dan awi. Modal awal sebesar Rp. 250.000. banyak suka duka yang
beliau hadapi ketika memulai usaha gypsum ini diawali dengan mengontrak sebuah kios, makan tidak makan selama
beberapa hari, bahkan banyak kesulitan lainnya sampai bisa berkembang seperti sekitar. Dalam proses produksi
aneka bentuk gypsum yang dihasilkan pak thahir dan pak handoko biasanya bentuk dan ukuran disesuaikan dengan
permintaan dipasaran dan selera konsumen. Dalam proses produksi banyak menghasilkan limbah gypsum yang tidak
dipergunakan, sisa limbah gypsum te rsebut biasanya hanya terbuang begitu saja, terkadang limbah
gypsum tersebut sangat mengganggu kenyamanam dan kebersihan di lokasi usaha, karen limbah
gypsum biasanya lama -lama bisa menjadi benrbentuk debu dan gumpalan yang bisa mengeras,
sehingga bisa menggangu saluran pernapasan dan menjadi pemandangan yang tidak
menyenangkan. Aspek manajemen yang diterapkan oleh Mitra 1 dan 2, masih menggunakan manajemen
sederhana dimana pengelolaan administrasi yang meliputi pengaturan kerja, pembiayaan, dan pemasaran masih
dilakukan secara sederhana. Pengelolaan usaha, semuanya masih dipegang oleh Bapak M. Thair (Mitra 1) dan
Bapak Handoko (Mitra 2), pemiliknya langsung, baik dalam permodalan, pengadaan bahan, tenaga kerja dan
pemasaran. Meskipun menganut manajemen kekeluargaan, pembagian kerja sudah terorganisir dengan baik,
masing-masing anggota sudah punya tugas yang jelas sehingga tidak terjadi kesalahan-kesalahan kerja. Melihat
situasi ini ada baiknya memanfaatkan limbah gypsum untuk dibuat produk yang bermanfaat diantara menjadi Alat
Peraga Edukatif (APE), sehingga limbah gypsum tersebut akan memiliki nilai yang prospektif dan ekonomis dan
bermanfaat untuk alat peraga edukatif. Proses pengolahan yang akan dilakukan adalah mengumpulkan sisa – sisa
dari proses pembuatan gypsum yang nantinya akan dilakukan pengolahan sesuai bentuk dan model yang dibutuhkan
untuk alat peraga edukatif (APE) yang dapat membantu peserta didik dalam proses pembelaran yang telah
disesuaikan dengan K 13. Alat peraga yang terbuat dari limbah gypsum di perkirakan akan mempunyai dampak
yang ekonomi, karena alat APE yang dibuat pasti lebih bagus dan kuat yang sangat dibutuhkan untuk sekolah
tingkat TK dan SD.
Permasalahan Mitra, diketahui bahwa Mitra 1 sudah menekuni usahanya sejak tahun 1990, dan mitra 2
mulai tahun 1998 saat ini kedua mitra sudah memiliki beberapa toko sebagai tempat pemasaran selain pemesanan
langsung. Permasalahan yang dihadapi oleh ke dua Mitra; Mitra 1 M.Thahir Lubis dan Mitra 2 Bapak Handoko,
adalah; (1) Mitra sebagai pemilik usaha gypsum, mengalami penurunan omzet dikarenakan hasil penjualan gypsum
mengalami penurunan karena banyakpersaingan dan tingginya harga bahan baku yang terus naik tajam. Pemasaran
yang dilakukan masih secara manual karena gypsum dicetak sesuai pesananan dari konsumen dan sederhana
.membuat Mitra 1 dan Mitra 2 kurang mampu bersaing dengan pendatang baru. (2) Mitra belum banyak tersentuh
teknologi modern, kualitas sumber daya manusia rendah dan tingkat kreativitas juga sangat rendah, (3)pengelolaan
usaha dan pemasaran yang erat kaitannya dengan produksi, efisiensi, harga dan pendapatan masih dilakukan secara
sederhana, (4) Banyaknya limbah yang berserakan dan bertumpuk disekitar lokasi usaha, sehingga limbaah gypsum
tekadang dibuang di halaman sekitar usaha. (5) Manajemen yang ada di kedua Mitra masih bersifat kekeluargaan,
dengan SDM dan manajemen pembukuan yang masih sangat sederhana. Oleh karena itu perlu dilakukan pembinaan
untuk meningkatkan pengetahuan SDM dan pembinaan manajemen, pembukuan dan aliran kas pada kedua Mitra
ini. Dari permasalahan yang ada, dapat disimpulkan bahwa masalah yang paling prioritas pada mitra 1 dan mitra 2
adalah penanganan limbah gypsum yang sangat berlebih dan mengganggu lokasi usaha dan lingkungan masyarakat
sekitarnya, shingga dibutuhkan solusi yang dapat mengurangi limbah gypsum dan menjadi nilai ekonomis bagi
pekerja dan pemilik usaha. Besarnya potensi limbah gypsum yang banyak ditemukan dilokasi usaha pembuatan
gypsum, maka diperlukan suatu upaya untuk memberdayakannya. Salah satu adalah dengan meciptakan limbah
gypum menjadi Alat Peraga Edukatif (APE) yang sangat dibutukan untuk anak – anak sekolah taman kanak –
kanak dan setingkat Sedolah Dasar.
METODE
Berdasarkan permasalahan yang telah di kemukakan, maka dalam kegiatan PKM ini metode pendekatan
yang digunakan adalah metode pendidikan, pelatihan produksi, pelatihan manajemen usaha, rancang bangun dan
pendampingan. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan dan solusi yang telah disepakati, secara operasional
metode pendekatan yang ditawarkan untuk memecahkan masalah tersebut adalah sebagai berikut :
a. Membuat alat cetakan untuk proses produksi Alat Peraga Edukatif (APE) dengan rancang bangun dan
metode pendampingan.
b. Membuat desain produk Alat Peraga Edukatif (APE) yang sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan tingkat
Taman Kanak- kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD).
c. Memberikan Pendampingan untuk proses pewarnaan yang bagus dan indah
d. Memberikan pelatihan manajemen usaha, guna meningkatkan keterampilan kedua Mitra dalam menerapkan
manajemen di bidang organisasi, produksi, keuangan, administrasi, harga jual produk, konsumen, dan teknik
pemasaran.
Pelaksanaan Kegiatan
Tanggal 12 April 2018
Kegiatan 1. Pengurusan perizinan pelaksanaan kegiatan PKM
2. FGD Persiapan Pelaksanaan Kegiatan untuk menentukan jadwal kegiatan
Luaran/Tujuan Luaran yang dihasilkan, yaitu:
1. Izin Pelaksanaan
2. Jadwal kegiatan PKM Pemanfaatan Limbah Gypsum Menjadi Alat Peraga
Edukatif (APE) di Kecamatan Percut Sei Tuan
2. Aspek Manajemen Keuangan, pendampingan dilakukan dengan cara mengontrol perkembangan neraca
atau arus kas keuangan usaha.
3. Aspek Pembiayaan, pada aspek ini diharapkan usaha mitra bisa berdiri sendiri dan mampu melakukan
peminjaman/kredit usaha pada Lembaga Keuangan.
KESIMPULAN
Dari hasil kegiatan PKM Pemanfaatan Limbah Gypsum Menjadi Alat Peraga Edukatif (APE) di Kecamatan
Percut Sei Tuan yang sudah dilakukan dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Manajemen Sumber Daya Manusia, usaha kecil mitra memiliki struktur organisasi/profil usaha.
2. Manajemen Produksi, usaha kecil mitra berproduksi dalam membuat permainan edukatif yang
dimanfaatkan dari limbah gypsum. Proses produksi dilakukan berdasarkan pada sistem operasional
prosedur pembuatan mainan edukatif dengan menggunakan alat cetak yang telah diberikan.
3. Manajemen Keuangan, dengan latar belakang pendidikan yang berbeda pada setiap anggota, maka
dilakukan pelatihan pengetahuan dan keterampilan bidang akuntansi biaya dan akuntansi keuangan untuk
usaha kecil mitra. Sehingga, usaha mitra mampu mengelola keuangan dengan baik.
4. Manajemen Pemasaran, usaha kecil mitra melakukan pemasaran dengan cara menjalin kemitraan kepada
sekolah Taman Kanak-kanak dan toko-toko penjualan alat-alat sekolah
DAFTAR PUSTAKA
Sugianto, Mayke. (1995). Bermain, Mainan dan Permainan. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti