Disusun oleh :
TT – 40 – INT
BANDUNG
2019
ABSTRAK
Kata Kunci: Komunikasi Radio Terrestrial, Line of Sight, Multi Hop, Power Link
Budget.
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. ii
iii
2.6.5 Received Signal Level (RSL) ........................................................ 20
LAMPIRAN .......................................................................................................... 43
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
7
1. Apa yang dimaksud dengan sistem komunikasi terestrial ?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi dalam perancangan sistem
komunikasi terestrial ?
3. Bagaimana analisis dari hasil simulasi dengan menggunakan software
pathloss 5.0 ?
8
BAB II
LANDASAN TEORI
9
1. Komunikasi Teresterial : Repeater berada dipermukaan bumi
2. Komunikasi Satelit : Repeater berada diruang angkasa.
10
2.2.1 Pemodelan Kanal Propagasi
11
2.3 Fading
Fading merupakan fluktuasi daya di penerima dalam propagasi radio
bergerak. Fading terjadi akibat interferensi atau superposisi gelombang multipath
yang memiliki amplitude dan fasa yang berbeda-beda. Pada umumnya, sinyal yang
diterima pada titik penerima merupakan hasil penjumlahan dari sinyal langsung
tanpa halangan(Sinyal LOS) dan sejumlah sinyal yang terpantul dari berbagai
objek. Adapun sinyal mengalami pemantulan(refleksi) disebabkan oleh:
1. Permukaan Tanah
2. Bangunan
3. Objek bergerak berupa kendaraan
a. Refleksi
Terjadi karena sinyal mengenia objek yang memiliki
dimensi lebih besar daripada panjang gelombang sinyal. Pemantulan
disebabkan oleh benda-benda dielektrik maupun konduktor seperti
logam. Jika gelombang mengenai permukaan dielektrik, maka
sebagiannya lagi akan dipantulkan. Apabila mengenai konduktor
sempurna, seluruhnya gelombang akan dipantulkan.
b. Difraksi
Terjadi ketika sinyal mengenai objek yang memilik bentuk tajam.
c. Scattering(Hamburan)
Terjadi ketika sebuah obstacle atau partiket dengan dimensi
lebih kecil dari panjang gelombang mengubah perambatan
gelombang dengan mengirim ulang sinyal ke berbagai arah sehingga
energi tersebar ke berbagai arah. Jika jumlah partikel banyak, daya
pengirim dapat hilang dalam jumlah besar.
12
Disebabkan oleh keberadaan objek pemantul serta penghalang pada
kanal propagasi serta pengaruh kontur bumi, sehingga menghasilkan
perubahan energi, fasa, dan delay waktu pada sinyal.
2. Small Scale Fadig
Disebabkan oleh dua interferensi sinyal atau lebih yang dating ke
receiver pada waktu yang berbeda dengan beda waktu yang kecil.
2.3.1 Diversity
a. Time Diversity
b. Space Diversity
c. Frequency Diversity
13
penerima. Nilai fading margin biasanya sama dengan peluang level fading yang
terjadi, yang nilainya tergantung pada kondisi lingkungan dan sistem yang
digunakan.
Pada umumnya, dimaksud dengan sistem radio link line of sight (LOS) adalah
hubungan telekomunikasi (jarak jauh) pita-lebar (broadband ) yang menggunakan
perangkat radio pada frekuensi gelombang mikro (microwave). Aplikasi secara
umum, hubungan radio LOS ini merupakan subsistem dari jaringan telekomunikasi,
berupa jaringan terrestrial di daratan. Jaringan tersebut akan membawa salah satu
ataupun gabungan dari kanal-kanal telepon, data , telegraph/teleks , faksimil, video,
telemetri atau kanal-kanal program lainnya. Gelombang yang ditransmisikan selain
dalam bentuk gelombang analog FM, juga dalam bentuk digital.
Ada 4 langkah proses dalam merencanakan suatu radio link LOS, yaitu :
Rencana awal dan penentuan/pemilihan lokasi.
Menggambar profil lintasan (path profile).
Survey lapangan.
Analisa lintasan (path ).
Langkah yang satu, saling terkait dengan langkah-langkah yang lain. Dalam
praktek, bisa saja diadakan pergeseran/perubahan lokasi jika dipandang perlu,
karena lintasan radio link tersebut kurang layak disebabkan karena medan, faktor
kualitas, dan atau faktor ekonomis kurang menguntungkan.
Suatu rute gelombang mikro LOS terdiri dari stasiun pemancar dan stasiun
penerima dan atau beberapa/stasiun pengulang (repeater), yang bisa membawa
informasi dalam bentuk gelombang analog maupun digital. Seorang perencana pasti
14
akan mencari tahu untuk memastikan, apakah subsistem LOS ini adalah sistem
yang terisolasi, seperti misalnya : sistem gelombang mikro pribadi, jaringan dari
studio ke pemancar, atau perluasan jaringan TV-Kabel (CATV). Ataukah
merupakan bagian dari jaringan telekomunikasi yang lebih besar, dimana jaringan
LOS ini merupakan tulangpunggung dari sistem tersebut. Untuk itu harus
diperhatikan hal-hal dibawah ini.
a. Persyaratan Dasar
Kriteria perencanaan akan didasarkan pada rencana/spesifikasi arus
transmisi sesuai dengan aturan badan telekomunikasi dunia.
Suatu rencana transmisi, paling tidak akan menyatakan kualitas sinyal
sebagai berikut :
Untuk sinyal analog : Akumulasi noise dalam kanal suara untuk FDM. S/N
untuk program video dan program lain (misalnya : recomendasi CCIR
no.567. Pada jaringan referensi hipotetis merekomendasi S/N :57 dB untuk
lebih 20 % per bulan dan 45 dB untuk lebih dari 0,1 % per bulan).
Untuk sinyal digital: Bit error rate (BER), misalnya dalam rekomendasi
CCIR no.G.821 untuk ISDN.BER 1x10-6 harus kurang dari 10 % per
menit. BER 1 x 10-6 harus lebih dari 90 % per menit.
Umur suatu sistem transmisi biasanya sekitar 15 tahun, walaupun beberapa
sistem masih bisa bekerja di atas waktu tersebut. Perencanaan sistem harus
mempertimbangkan perkembangan 15 tahun yang akan datang, dengan
rencana 5 tahunan untuk perbaikan dan penggantian. Perencanaan yang
demikian memang akan memakan biaya awal yang relatif lebih besar, tetapi
sebenarnya secara ekonomis akan menghemat, karena umur sistem menjadi
lebih panjang. Hal yang tidak boleh dilupakan dalam perancangan yang
menyangkut perkembangan di masa yang akan datang adalah masalah
kompalibilitas (kesesuaian) dengan perangkat yang sudah ada, yang pada
akhirnya juga akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan.
b. Tabel Perencanaan Lintasan
Untuk memudahkan perancangan link radio dan menentukan kinerja sistem,
diperlukan Tabel Perhitungan Lintasan (Path Calculation).
15
Untuk perancangan dan perencanaan jaringan, maka lokasi dari stasiun-
stasiun yang termasuk dalam jaringan (link), juga stasiun pengulang, lokasi dan
target. Dan yang harus diperhatikan adalah bagaimana mengurangi jumlah
stasiun pengulang sekecil mungkin. Karena disamping secara ekonomis
merupakan pemborosan, penambahan satu stasiun pengulang berarti
menambah noise pada sistem.
c. Survei Lapangan
Survei lapangan diperlukan untuk mengevaluasi gambar profil lintasan yang
telah dibuat untuk diuji bagaimana bila seandainya diterapkan di lapangan.
Untuk itu, beberapa hal yang diperlukan dan dipertimbangkan untuk survei
lapangan :
16
operasional dan perawatan di kemudian hari. Untuk itu diperlukan data;
apakah sudah ada jalan (beraspal, masih jalan tanah, dan sebagainya) atau
bila belum ada mungkin membangun jalan baru, dan sebagainya.
d. Analisa Lintasan
17
2.6 Parameter Link Budget
Fresnel zone adalah tempat kedudukan titik sinyal tidak langsung yang
berbentuk elips dalam lintasan propagasi gelombang radio dimana daerah tersebut
dibatasi oleh gelombang tak langsung (indirect signal) dan mempunyai beda
panjang lintasan dengan sinyal langsung sebesar kelipatan .λ atau 2 kali .λ. Dalam
perancangan link radio microwave, Fresnel Zone pertamalah yang paling
dipertimbangkan. Untuk mendapatkan lintasan radio yang bebas dari redaman
difraksi, minimal 60% dari jari-jari Fresnel Zone harus bebas dari obstruksi. Pada
kondisi atmosfer normal, clearense sebesar 60% sudah cukup untuk memenuhi
kriteria free space propagation.
𝑅 1(𝑅𝑅) 𝑅2(𝑅𝑅)
𝑅𝑅 = 17,3√ (
𝑅1(𝑅𝑅) + 𝑅2(𝑅𝑅)
) (2.1)
𝑅(𝑅𝑅
𝑅)
Dimana:
F1 = jari-jari fresnel pertama (m)
Jika tinggi kedua antena dianggap sama, maka persamaannya dapat dituliskan
sebagai berikut,
𝑅1(ℎ2+ℎ)+𝑅2(ℎ1+ℎ)
ℎ = (2.3)
𝑅 𝑅1+𝑅2
ℎ𝑅(𝑅1+𝑅2)−((𝑅1×ℎ2)+(𝑅2×ℎ1))
ℎ= (2.4)
𝑅1+𝑅2
dengan :
dengan :
ℎ𝑅 = kelengkungan bumi (m).
d1, d2 = masing-masing jarak dari ujung litasan 1 ke ujung lintasan 2
(km).
K = faktor kelengkungan bumi (k=4/3)
2.6.3 Free Space Loss (FSL)
Receive Signal Level (RSL) merupakan suatu tingkat sinyal yang diterima
di perangkat penerima dan nilainya harus lebih besar dari sensitivitas perangkat
penerima (Received Sensitivity). Persamaan RSL dapat dilihat dari persamaan
dibawah:
𝑅𝑅𝑅 = 𝑅𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅 + 𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅 (2.8)
Dimana:
RSL = Received Level Signal (dBm)
EIRP = Effective Isotropic Radiated Power (dBm)
FSL = Free Space Loss (dB)
GRx = Gain Antenna sisi penerima (dB)
LRx = Rugi-rugi saluran penerima (dB)
EIRP adalah total energi yang di keluarkan oleh sebuah access point dan
antenna. Pada saat sebuah access point mengirim energinya ke antenna untuk
dipancarkan, pengurangan besar energi akan terjadi didalam kabel.
Persamaan EIRP dapat dinyatakan sebagai berikut:
𝑅𝑅𝑅𝑅 = 𝑅𝑅𝑅 − 𝑅𝑅𝑅 + 𝑅𝑅𝑅 (2.9)
20
Dimana:
EIRP = Effective Isotropic Radiated Power (dBm)
PTx = Daya pancar antenna pemancar (dB)
LTx = Loss kabel (cable loss) di antenna pemancar (dB)
GTx = Gain antena pengirim (dB)
dengan:
P0 = probabilitas outage
K = faktor geoclimatic
d = panjang lintasan
|𝑅𝑅| = inklinasi lintasan
f = frekuensi (GHz)
A = kedalaman fading
Dari nilai fading margin maka akan nilai availability dan outage yang dapat
dilihat pada tabel di bawah ini. Dimana nilai 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 (%) = 100 −
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅
21
BAB III
PERANCANGAN SISTEM
23
Gambar 3.4 Daerah Refleksi pada Link Jakarta – Bogor (Sebelum Optimasi)
Dari site yang berada di Semarang menuju Bogor berjarak 45,84 km.
Ketinggian daerah pada link Jakarta-Bogor dapat dilihat pada Gambar 3.3. Dapat
dilihat bahwa link yang menghubungkan Jakarta-Bogor memerlukan tinggi antena
Tx(di Jakarta) setinggi 11,6 meter dan antena Rx(di Bogor) setinggi 30,5 meter.
Tinggi antena tersebut sudah sesuai dengan spesifikasi ketinggian antena ≤ 70m.
Namun untuk refleksinya dapat dilihat pada Gambar 3.4 masih terdapat multipath
sehingga diperlukan optimasi ketinggian antena untuk mengurangi multipath.
24
3.4 Pengoptimasian Link
Pengoptimasian link dilakukan karena dua hal, yang pertama karena
ketinggian melebihi spesifikasi yang ditentukan, kedua karena struktur geografis
yang memerlukan penambahan repeater terutama di antara Bogor – Cianjur. Untuk
penambahan repeater ini harus memperhatikan site planning. Terlebih pada
pemilihan lokasi dan aksesnya. Untuk jalur Jakarta Bogor hanya diperlukan
optimasi pada ketinggian antena tanpa perlu penambahan repeater. Dua repeater
ditambahkan pada jalur Bogor – Cianjur dengan repeater aktif yang diasumsikan
sebagai repeater1 dan repeater2.
Untuk penempatan repeater1 berada di daerah Cipanas dekat daerah puncak
pada koordinat -6.702414 LS 106.998905 BT dengan ketinggian 1606 meter diatas
permukaan laut. Repeater ini diberi kode repeater1. Jarak link dari Bogor menuju
Rep 1 adalah 25,85 km dan link dari repeater1 menuju repeater2 berjarak 8.20 km.
Dan penempatan repeater2 berada di daerah kaki gunung pangrango pada
koordinat -6.774116 LS 107.017908 BT dengan ketinggian 1615 meter diatas
permukaan laut. Repeater ini diberi kode repeater2. Jarak link dari repeater1 menuju
repeater2 adalah 8,20 km dan link dari repeater2 menuju Cianjur berjarak 13,04
km.
25
3.4.1 Link Semarang-Salatiga
a) Peta Profil
b) Daerah Refleksi
c) Perancangan Link
26
Gambar 3.12 Perancangan pada Link Jakarta - Bogor
d) Transmission Summary
27
Polarization Vertical
Path length (km) 34.35
Free space loss (dB) 140.31
Atmospheric absorption loss 0.33
(dB)
Net path loss (dB) 60.13 60.13
Radio model FibeAir 1528P FibeAir 1528P
7GHz 7GHz
Radio code fa7-1528p fa7-1528p
TX power (dBm) 24.00 24.00
EIRP (dBm) 64.57 63.95
RX threshold criteria 1E-6 BER 1E-6 BER
RX threshold level (dBm) -68.00 -68.00
Receive signal (dBm) -36.13 -36.13
Thermal fade margin (dB) 31.87 31.87
Fade occurrence factor (Po) 3.524E-003
Worst month SES (%) 0.00023 0.00023
Worst month SES (sec) 6.02 6.02
Polarization Vertical
0.01% rain rate (mm/hr) 99.14
Flat fade margin - rain (dB) 31.87 31.87
Rain attenuation (dB) 31.87 31.87
Worst month total ESR (ratio) 3.54E+010
28
b) Daerah Refleksi
29
c) Perancangan Link
d) Transmission Summary
31
3.5 Nilai Fading Hasil Simulasi
Nilai fading margin dibawah didapatkan dari data Pathloss 5 hasil simulasi.
Kemudian dari nilai fading margin maka didapatkan nilai availability sesuai dengan
Tabel . Hasil ini didapatkan dari beberapkali perobaan simulasi.
Fading Outage
Link Availability
Margin (dB)
RF BW RF Freq BER
Link Modulasi
(MHz) (MHz)
32
BAB IV
ANALISIS DAN KESIMPULAN
4.1 Analisis
Adapun hasil analisis dari pelaksanaan Tugas Besar perancangan sistem
komunikasi radio terrestrial dari Jakarta menuju Cianjur melalui Bogor adalah
sebagai berikut.
4.2 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam penulisan Laporan Tugas Besar
ini adalah sebagai berikut.
[1] Cahaya Ramadhan, Lucia Jambola dan Rizki Hardiansyah. Analisis Kinerja
Sistem Transport Pada Radio Microwave Digital. Jurnal Reka Elkomika,
Jurusan Teknik Elektro, Institut Teknologi Nasional Bandung, Bandung,
2016.
[6] Subuh Pramono. Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio
Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz. Tugas akhir, Jurusan Teknik
Elektro, Politeknik Negeri Semarang, Semarang, 2014.
34
LAMPIRAN
Lampiran dapat berisi kode sumber, tabel-tabel yang diperlukan dalam penelitian
tapi kurang relevan untuk dimasukkan dalam bab-bab dalam proposal.
35