Anda di halaman 1dari 54

MODUL PRAKTIKUM MAHASISWA

HANDASAH
Tahun 2008

Disusun Oleh:
Drs. Supriatna, MT
Jarot Mulyo S, S.Si

Labor ator ium Ter estr ial


Daftar Isi

BAB 1 Pengukuran dan Pemetaan


BAB II Kerangka Dasar Pemetaan
BAB III Pengukuran untuk Pembuatan Peta
BAB IV Garis Kontur
BAB V Global Positioning System (GPS)
BAB VI Alat Penerima (Receiver) GPS Garmin E trex
BAB VII Pengolahan Data Hasil Pengukuran Lapangan

Referensi

Lampiran
Theodolit Wild T0
Theodolit Wild T2
Digital Theodolit DT 209L
Contoh Lembar Isian Survey Terestrial
Contoh Koreksi Sudut & Koordinat Survey
metaan (dilakukan) dengan cara teristris dan (2) sebagian dari
1. Pengukuran dan Pemetaan pengukuran tidak langsung seperti cara fotogrametris dan pen-
ginderaan jauh dikatakan sebagai pemetaan cara ekstra-
1.1 Pendahuluan teristris. Data hasil pengukuran diolah, dihitung dan direduksi
ke bidang datum sebelum diproyeksikan ke dalam bentuk bidang
Kita umumnya mengenal peta sebagai gambar rupa muka bumi datar menjadi peta.
pada suatu lembar kertas dengan ukuran yang lebih kecil. Rupa
bumi yang digambarkan pada peta meliputi: unsur-unsur ala- Prinsip kerja pengukuran untuk pembuatan peta adalah top
miah dan unsur-unsur buatan manusia. Kemajuan dalam bidang down from the whole to the part, yaitu pertama membuat ker-
teknologi yang berbasiskan komputer telah memperluas wahana angka dasar peta yang mencakup seluruh daerah pemetaan
dan wawasan mengenai peta. Peta tidak hanya dikenali sebagai dengan ketelitian pengukuran paling tinggi dibandingkan dengan
gambar pada lembar kertas, tetapi juga penyimpanan, pengel- pengukuran lainnya, kemudian dilanjutkan dengan pengukuran-
olaan, pengolahan, analisa dan penyajiannya dalam bentuk diji- pengukuran lainnya yang diikatkan ke kerangka dasar peta un-
tal terpadu antara gambar, citra dan teks. Peta yang terkelola tuk mendapatkan bentuk rupa bumi yang diinginkan. Berdasar-
dalam mode dijital mempunyai keuntungan penyajian dan peng- kan konsep ini maka titik-titik pengukuran dikelompokkan men-
gunaan secara konvensional peta garis cetakan (hard copy) dan jadi titik-titik kerangka dasar dan titik-titik detil. Titik kerangka
keluwesan, kemudahan penyimpanan, pengelolaan, pengolahan, dasar digunakan untuk rujukan pengikatan (reference) dan pe-
analisa dan penyajiannya secara interaktif bahkan real time meriksaan (control) pengukuran titik detil.
pada media komputer (soft copy).
Pemetaan pada daerah yang tidak luas - sekitar (20' x 20') atau
Rupa bumi diperoleh dengan melakukan pengukuran- setara dengan (37 km x 37 km), permukaan bumi yang leng-
pengukuran pada dan di antara titik-titik di permukaan bumi kung bisa dianggap datar, sehingga data ukuran di muka bumi
yang meliputi besaran-besaran: arah, sudut, jarak dan ket- sama dengan data di permukaan peta. Tetapi bila pemetaan
inggian. Bila data besaran-besaran itu diperoleh: (1) dari pen- mencakup kawasan yang lebih luas, maka harus diperhitungkan
gukuran-pengukuran langsung di lapangan maka dikatakan pe- faktor kelengkungan bumi, data harus "dipindahkan" ke bidang

1
datum dan selanjutnya "dipindahkan" ke bidang proyeksi peta. Peta jalan: memuat informasi tentang jejaring jalan pada suatu
wilayah
Dalam daur pekerjaan teknik sipil, peta dan pengukuran diguna- Peta Kota: memuat informasi tentang jejaring transportasi,
kan mulai dari rencana dan tahap pemeriksaan pendahuluan drainase, sarana kota dll-nya.
hingga pelaksanaan pekerjaan selesai. Berbagai pengukuran dan Peta Relief: memuat informasi tentang bentuk permukaan
pemetaan dengan berbagai ketelitian - bersama-sama dengan tanah dan kondisinya.
data pendukung lainnya, dilakukan untuk mendukung pemodelan, Peta Teknis: memuat informasi umum tentang tentang
pelaksanaan dan pengambilan keputusan dalam proses pekerjaan keadaan permukaan bumi yang mencakup kawasan tidak luas.
teknik sipil. Peta ini dibuat untuk pekerjaan perencanaan teknis skala
1 : 10 000 atau lebih besar.
1.2 Jenis Peta Peta Topografi: memuat informasi umum tentang keadaan
permukaan bumi beserta informasi ketinggiannya menggunkan
Peta bisa dijeniskan berdasarkan isi, skala, penurunan serta peng- garis kontur. Peta topografi juga disebut sebagai peta dasar.
gunaannya. Peta Geografi: memuat informasi tentang ikhtisar peta, dibuat
berwarna dengan skala lebih kecil dari 1 : 100 000.
• Peta berdasarkan isinya:
Peta hidrografi: memuat informasi tentang kedalaman dan • Peta berdasarkan skalanya:
keadaan dasar laut serta informasi lainnya yang diperlukan un- Peta skala besar: skala peta 1 : 10 000 atau lebih besar.
tuk navigasi pelayaran. Peta skala sedang: skala peta 1 : 10 000 - 1 : 100 000.
Peta geologi: memuat informasi tentang keadaan geologis Peta skala kecil: skala peta lebih kecil dari 1 : 100 000.
suatu daerah, bahan-bahan pembentuk tanah dll. Peta geologi
umumnya juga menyajikan unsur peta topografi. Peta tanpa skala kurang atau bahkan tidak berguna. Skala peta
Peta kadaster: memuat informasi tentang kepemilikan tanah menunjukkan ketelitian dan kelengkapan informasi yang tersaji
beserta batas dll-nya. dalam peta. Peta skala besar lebih teliti dan lebih lengkap di-
Peta irigasi: memuat informasi tentang jaringan irigasi pada bandingkan peta skala kecil. Skala peta bisa dinyatakan dengan:
suatu wilayah. persamaan (engineer's scale), perbandingan atau skala numeris

2
(numerical or fractional scale) atau skala fraksi dan grafis • Berdasarkan tujuan:
(graphical scale). Pengukuran teknik sipil (engineering survey): untuk mem-
peroleh data dan peta pada pekerjaan-pekerjaan teknik sipil.
• Peta berdasarkan penurunan dan penggunaan: Pengukuran untuk keperluan militer (miltary survey).
Peta dasar: digunakan untuk membuat peta turunan dan per- Pengukuran tambang (mining survey).
encanaan umum maupun pengembangan suatu wilayah. Peta Pengukuran geologi (geological survey).
dasar umunya menggunakan peta topografi. Pengukuran arkeologi (archeological survey).
Peta tematik: dibuat atau diturunkan berdasarkan peta dasar
dan memuat tema-tema tertentu. • Berdasarkan cara dan alat:
a. Pengukuran triangulasi,
1.3 Jenis Pengukuran b. Pengukuran trilaterasi,
c. Pengukuran polygon,
Pengukuran untuk pembuatan peta bisa dikelompokkan berdasar- d. Pengukuran offset,
kan cakupan elemen alam, tujuan, cara atau alat dan luas caku- e. Pengukuran tachymetri,
pan pengukuran. f. Pengukuran meja lapangan,
• Berdasarkan alam: g. Aerial survey,
Pengukuran daratan (land surveying): antara lain h. Remote Sensing, dan
pengukuran topografi, untuk pembuatan peta topografi, dan i. GPS.
pengukuran kadaster, untuk membuat peta kadaster.
Pengukuran perairan (marine or hydrographic surveying): a, b, c dan i untuk pengukuran kerangka dasar, d, e, f, g dan h
antara lain pengukuran muka dasar laut, pengukuran pasang untuk pengukuran detil.
surut, pengukuran untuk pembuatan pelabuhan dll-nya.
Pengukuran astronomi (astronomical survey): untuk menen- • Berdasarkan luas cakupan daerah pengukuran:
tukan posisi di muka bumi dengan melakukan pengukuran- Pengukuran tanah (plane surveying) atau ilmu ukur tanah
pengukuran terhadap benda langit. dengan cakupan pengukuran 37 km x 37 km. Rupa muka bumi
bisa dianggap sebagai bidang datar.
3
Pengukuran geodesi (geodetic surveying) dengan cakupan
yang luas. Rupa muka bumi merupakan permukaan lengkung.

Rangkuman
Pengukuran dan pemetaan dengan berbagai produknya, merupakan
alat bantu dalam pemodelan, pelaksanaan dan pengambilan kepu-
tusan dalam pekerjaan teknik sipil, dari pemeriksaan pendahuluan
hingga selesainya pelaksanaan pekerjaan.

4
sub-sub cakupan kawasan dengan ketelitian lebih rendah.
2. Kerangka Dasar Pemetaan
Bahasan kerangka dasar pemetaan berikut lebih mengutamakan tek-
Titik Jarak Ketelitian M e t o d a nik dan cara pengukuran titik kerangka dasar pemetaan teristris,
Kerangka dasar pemetaan untuk pekerjaan rekayasa sipil pada ka- utamanya cara polygon dan sipat datar.
wasan yang tidak luas, sehingga bumi masih bisa dianggap sebagai
bidang datar, umumnya merupakan bagian pekerjaan pengukuran 2.1 Kerangka Peta
dan pemetaan dari satu kesatuan paket pekerjaan perencanaan dan
atau perancangan bangunan teknik sipil. Titik-titik kerangka dasar 2.1.1 Titik Pengikat dan Pemeriksa
pemetaan yang akan ditentukan lebih dahulu koordinat dan keting- Titik pengikat (reference point) adalah titik dan atau titik-titik

giannya itu dibuat tersebar merata dengan kerapatan teretentu, per- yang diketahui posisi horizontal dan atau ketinggiannya dan

manen, mudah dikenali dan didokumentasikan secara baik sehingga digunakan sebagai rujukan atau pengikatan untuk penentuan

memudahkan penggunaan selanjutnya. posisi titik yang lainnya. Dengan mengetahui arah, sudut,
jarak dan atau beda tinggi suatu titik terhadap titik pengikat,
Titik-titik ikat dan pemeriksaan ukuran untuk pembuatan kerangka maka dapat ditentukan koordinat dan atau ketinggian titik ber-
dasar pemetaan pada pekerjaan rekayasa sipil adalah titik-titik ker- sangkutan.
angka dasar pemetaan nasional yang sekarang ini menjadi tugas dan
wewenang BAKOSURTANAL. Pada tempat-tempat yang belum Titik pemeriksa (control point) adalah titik atau titik-titik yang

tersedia titik-titik kerangka dasar pemetaan nasional, koordinat dan diketahui posisi horizontal dan atau ketinggiannya yang

ketinggian titik-titik kerangka dasar pemetaan ditentukan meng- digunakan sebagai pemeriksa hasil ukuran-ukuran yang dimu-

gunakan sistem lokal. lai dari suatu titik pemeriksa dan diakhiri pada titik pemeriksa
yang sama atau titik pemeriksa yang lain. Dengan demikian
Pembuatan titik-titik kerangka dasar pemetaan nasional direncana- titik pengikat juga bisa berfungsi sebagai titik pemeriksa.
kan dan dirancang berjenjang berdasarkan cakupan terluas dan
terteliti turun berulang memeperbanyak atau merapatkannya pada

5
Kedua pengertian tentang titik pengikat dan titik pemeriksa ini 2.1.2 Kerangka Dasar Horizontal
mensyaratkan adanya sistem posisi horizontal dan atau keting- Kerangka dasar horizontal merupakan kumpulan titik-titik yang
gian yang sama dan dengan tingkat ketelitian yang sama pula telah diketahui atau ditentukan posisi horizontalnya berupa
pada titik pengikatan dan pemeriksa yang digunakan pada suatu koordinat pada bidang datar (X,Y) dalam sistem proyeksi ter-
pengukuran. Selain itu juga perlu diperhatikan bahwa ketelitian tentu. Bila dilakukan dengan cara teristris, pengadaan kerangka
posisi titik pemeriksa harus lebih tinggi dibandingkan dengan horizontal bisa dilakukan menggunakan cara triangulasi, trilat-
ketelitian pengukuran. erasi atau poligon. Pemilihan cara dipengaruhi oleh bentuk
medan lapangan dan ketelitian yang dikehendaki.
Lazim dilakukan dalam suatu sistem pengukuran dan pemetaan,
Titik Triangulasi:
titik pengikat dan pemeriksa dibuat dan diukur berjenjang turun
semakin rapat dari yang paling teliti hingga ke yang paling ka- Pengadaan kerangka dasar horizontal di Indonesia dimulai di

sar ketelitiannya. Sudah tentu titik pengikat dan pemeriksa pulau Jawa oleh Belanda pada tahun 1862. Titik-titik kerangka

yang lebih rendah ketelitiannya diikatkan dan diperiksa hasil dasar horizontal buatan Belanda ini dikenal sebagai titik triangu-

pengukurannya ke titik pengikat dan pemeriksa yang lebih lasi, karena pengukurannya menggunakan cara triangulasi.

tinggi ketelitiannya. Hingga tahun 1936, pengadaan titik triangulasi oleh Belanda ini
telah mencakup: pulau Jawa dengan datum Gunung Genuk,
Titik-titik pengikat dan pemeriksa yang digunakan untuk pem- pantai Barat Sumatra dengan datum Padang, Sumatra Selatan
buatan peta disebut sebagai titik-titik kerangka dasar pe- dengan datum Gunung Dempo, pantai Timur Sumatra dengan
metaan. datum Serati, kepulauan Sunda Kecil, Bali dan Lombik dengan
datum Gunung Genuk, pulau Bangka dengan datum Gunung
Pembuatan titik-titik kerangka dasar pemetaan sebagai titik ikat Limpuh, Sulawesi dengan datum Moncong Lowe, kepulauan Riau
dan pemeriksaan di Indonesaia dimulai oleh Belanda dengan dan Lingga dengan datum Gunung Limpuh dan Kalimantan
membuat titik-titik triangulasi dan tinggi teliti. Tenggara dengan datum Gunung Segara. Posisi horizontal (X,Y)
titik triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi Mercator, sedang-
kan posisi horizontal peta topografi yang dibuat dengan ikatan
dan pemeriksaan ke titik triangulasi dibuat dalam sistem

6
proyeksi Polyeder. Jaring Kerangka Geodesi Nasional (JKGN)

Upaya pemaduan titik kerangka horizontal nasional oleh BAKO-


Titik triangulasi buatan Belanda tersebut dibuat berjenjang tu- SURTANAL dimulai tahun 1974 dengan menetapkan datum
run berulang, dari cakupan luas paling teliti dengan jarak antar Padang sebagai Datum Indonesia 1974 yang disingkat DI '74
titik 20 - 40 km hingga paling kasar pada cakupan 1 - 3 km. (ID 74). Datum ini merupakan datum geodesi relatif yang di-

Titik Jarak Ketelitian Metoda wujudkan dalam bentuk titik Doppler sebagai titik rujukan
(ikatan) dan pemeriksaan (kontrol) dalam survai dan pemetaan
P 20 - 40 km ± 0.07 m Triangulasi
di Indonesia. Posisi pada bidang datar (X,Y) titik kerangka dan
S 10 - 20 km ± 0.53 m Triangulasi
peta berdasarkan datum ini menggunakan sistem proyeksi peta
T 3 - 10 km ± 3.30 m Mengikat UTM (Universal Traverse Mercator).

K 1 - 3 km - Polygon
Dalam pelaksanaannya jaring kontrol geodesi yang dengan
Tabel 2.1: Ketelitian posisi horizontral (X,Y) titik triangulasi.
menggunakan cara doppler ini sudah merupakan satu kesatuan
sistem, tetapi belum homogen dalam ketelitian karena adanya
Selain posisi horizontal (X,Y) dalam sistem proyeksi Mercator,
perbedaan-perbedaan dalam cara pengukuran maupun penghi-
titik-titik triangulasi ini juga dilengkapi dengan informasi posis-
tungannya. Meski demikian ketelitian titik-titik doppler ini me-
inya dalam sistem geografis (j ,l ) dan ketinggiannya terhadap
madai untuk pemetaan rupabumi skala 1 : 50 000.
muka air laut rata-rata yang ditentukan dengan cara trigono-
metris.
Mulai tahun 1992, BAKOSURTANAL berhasil mewujudkan Jaring
Kontrol Geodesi (Horizontal) Nasional yang mencakup selu-
Pengunaan datum yang berlainan berakibat koordinat titik yang
ruh wilayah Indonesia, berkesinambungan secara geometris,
sama menjadi berlainan bila dihitung dengan datum yang ber-
satu datum dan homogin dalam ketelitian. Pengadaan JKG(H)N
lainan itu. Maka mulai tahun 1974 mulai diupayakan satu datum
ini menggunakan teknologi Global Positioning System
nasional untuk pengukuran dan pemetaan dalam satu sistem
(GPS).dan datum yang digunakan mengacu pada sistem ellip-
nasional yang terpadu oleh BAKOSURTANAL.
soid referensi WGS84. Ketelitian relatif jarak basis antar titik-
titik JKG(H)N Orde 0 (nol) mencapai fraksi 1x10-7 hingga 1x10-

7
8
ppm, dengan simpangan baku dalam fraksi sentimeter. JKGN Kerapatan titik-titik JKGN Orde 2 ± 10 km dan ± 1 - 2 km un-
Orde 0 meliputi 60 titik/stasion. tuk JKGN orde 3. Kedua kelas JKGN BPN ini diukur dengan
menggunakan teknik GPS, diikatkan dan diperiksa hasil
Jejaring JKG(H)N Orde 0 diperapat dengan cara serupa dan ukurannya ke titik-titik JKGN Bakosurtanal Orde 0 dan 1. Posisi
disebut JKG(H)N Orde 1 yang ditempatkan di setiap kabupaten horizontal (X,Y) JKGN BPN dalam bidang datar dinyatakan
dan mudah pencapaiannya. Ketelitian relatif jarak basis antar dalam sistem proyeksi peta TM-3, yaitu sistem proyeksi trans-
-6
titik-titik JKG(H)N Orde 1 ini mencapai fraksi 2x10 hingga verse mercator dengan lebar zone 3. Khusus untuk JKGN BPN
-7
1x10 ppm, dengan simpangan baku < 10 cm. Orde 4, dengan kerapatan hingga 150 m, pengukurannya dila-
kukan dengan cara poligon yang terikat dan terperiksa pada
Penempatan JKG(H)N Orde 0 dan 1 ini juga menempati ber- JKGN BPN Orde 3 serta hitungan perataannya menggunakan
berapa titik yang telah diketahui posisi sebelumnya pada berba- cara Bowditch.
gai sistem datum. Dengan demikian bisa ditentukan pula
hubungan WGS84 terhadap datum yang ada. Tahun 1996 BA- 2.1.3 Kerangka Dasar Vertikal
KOSURTANAL menetapkan wilayah Republik Indonesia sebagai Kerangka dasar vertikal merupakan kumpulan titik-titik yang
satu kesatuan wilayah kegiatan survai dan pemetaan meng- telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa keting-
gunakan Datum Geodesi Nasional 1995 disingkat DGN-95 giannya terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. Bidang
dan posisi pada bidang datar berdasarkan sistem proyeksi peta ketinggian rujukan ini bisa berupa ketinggian muka air laut rata-
UTM. rata (mean sea level - MSL) atau ditentukan lokal. Umumnya
titik kerangka dasar vertikal dibuat menyatu pada satu pilar
Jaring Kerangka Geodesi Nasional Orde 2 dan 3 (BPN) dengan titik kerangka dasar horizontal.
Badan Pertanahan Nasional (BPN) mulai tahun 1996 menetap-
kan penggunaan DGN-95 sebagai datum rujukan pengukuran Pengadaan jaring kerangka dasar vertikal dimulai oleh Belanda
dan pemetaan di lingkungan BPN dengan pewujudannya berupa dengan menetapkan MSL di beberapa tempat dan diteruskan
pengadaan Jaring Kontrol Geodesi Nasional Orde 2, Orde 3 dan dengan pengukuran sipat datar teliti. Bakosurtanal, mulai akhir
Orde 4. tahun 1970-an memulai upaya penyatuan sistem tinggi nasional
dengan melakukan pengukuran sipat datar teliti yang melewati

8
titik-titik kerangka dasar yang telah ada maupun pembuatan dak terlalu luas - sekitar (20 km x 20km). Berbagai bentuk poly-
titik-titik baru pada kerapatan tertentu. Jejaring titik kerangka gon mudah dibentuk untuk menyesuaikan dengan berbagai bentuk
dasar vertikal ini disebut sebagai Titik Tinggi Geodesi (TTG). medan pemetaan dan keberadaan titik-titik rujukan maupun pe-
meriksa.
Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi sipat datar masih me-
rupakan cara pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Se- 2.2.1 Ketentuan Poligon Kerangka Dasar
hingga ketelitian kerangka dasar vertikal (K) dinyatakan sebagai Tingkat ketelitian, sistem koordinat yang diinginkan dan
batas harga terbesar perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat keadaan medan lapangan pengukuran merupakan faktor-faktor
datar pergi dan pulang. Pada Tabel 2.2 ditunjukkan contoh ke- yang menentukan dalam menyusun ketentuan poligon kerangka
tentuan ketelitian sipat teliti untuk pengadaan kerangka dasar dasar. Tingkat ketelitian umum dikaitkan dengan jenis dan atau
vertikal. Untuk keperluan pengikatan ketinggian, bila pada suatu tahapan pekerjaan yang sedang dilakukan. Sistem koordinat
wilayah tidak ditemukan TTG, maka bisa menggunakan keting- dikaitkan dengan keperluan pengukuran pengikatan. Medan la-
gian titik triangulasi sebagai ikatan yang mendekati harga ket- pangan pengukuran menentukan bentuk konstruksi pilar atau
inggian teliti terhadap MSL. patok sebagai penanda titik di lapangan dan juga berkaitan den-
gan jarak selang penempatan titik.
Tingkat / Orde K

I ± 3 mm
Contoh 2.1
II ± 6 mm Pada pekerjaan perancangan rinci (detailed design) peingkatan
jalan sepanjang 20 km di sekitar daerah padat hunian diperlu-
III ± 8 mm
kan:
Tabel 2.2 Tingkat ketelitian pengukuran sipat datar. a. Peta topografi skala 1 : 1 000,
b. Sistem koordinat nasional (umum),
c. BM dipasang setiap 2 km, dan
2.2 Polygon Kerangka Dasar d. Salah penutup koordinat 1 : 10 000.
Cara pengukuran polygon merupakan cara yang umum dilakukan
untuk pengadaan kerangka dasar pemetaan pada daerah yang ti-

9
Berdasarkan keperluan peta ini, bila pemetaan dilakukan secara
teristris, diturunkan ketentuan poligon kerangka dasar:

• Alat ukur sudut yang digunakan dengan ketelitian satu se-


kon, dan sudut diukur dalam 4 seri pengukuran.

• Alat ukur pengamatan matahari untuk menentukan jurusan


awal dan jurusan akhir. Gambar 2.1: Poligon terbuka terikat di ujung dan akhir untuk
pembuatan kerangka peta.
• Jarak antar titik polygon 0.1 - 2 km dan ketelitian alat ukur
jarak 10 ppm.
1. Diperlukan titik ikat dan pemeriksa di awal dan akhir lokasi
• Salah penutup sudut polygon = 10" Ö N, dengan N = jum-
pekerjaan:
lah titik poligon.
a. Telah terdapat kedua titik ikat/pemeriksa: diperlukan pen-
• Salah penutup koordinat 1 : 10 000: Bila fx adalah salah
gamatan azimuth,
penutup absis, fy adalah salah penutup ordinat dan D
b. Belum terdapat kedua titik: pengamatan (ϕ , λ ) dan
adalah total jarak sisi-sisi poligon, maka salah penutup
posisinya dalam sistem umum dan serta pengamatan azi-
koordinat: S = {(fx2 + fy2)/D}1/2 harus £ 1 : 10 000.
muth.
• Bakuan BM: ukuran, bahan, notasi. 2. Pembuatan, pemasangan dan dokumentasi BM.
3. Penyiapan alat hingga siap untuk pengukuran dan tidak men-
2.2.2 Tata Cara Poligon Kerangka Dasar
gandung salah sistematis.
Tata cara poligon kerangka dasar disusun berdasarkan keten-
4. Pengukuran yang menghilangkan atau meminimalkan penga-
tuan poligon yang memenuhi kebutuhan pemetaan yang diper-
ruh semua kesalahan dan
lukan. Secara umum, tata cara meliputi: oragnisasi pelaksanaan
dicapai ketelitian yang diinginkan.
secara umum, perlatan, pengukuran dan pencatatan, hitungan
5. Perekaman bersistem menggunakan media konvensioanal
perataan dan pelaporan.
ataupun dijital.
Kasus:
Berdasarkan ketentuan poligon pada Contoh 2.1 di atas.

10
6. Hitungan dan perataan koordinat cara : 2.3 Sipat Datar Kerangka Dasar
Perhitungan koreksi masing-masing sudut:

Jumlah sudut poligon = Σβ = β1 + β2 + β3 + β4 Pengukuran beda tinggi cara sipat datar mudah dilaksanakan pada
daerah relatif datar dan terbuka. Pada daerah pegunungan, terjal
Total koreksi sudut = Fβ = Σβ - (n±2) x 180
atau tertutup berakibat jarak pandang yang semakin pendek.
Koreksi untuk masing-masing sudut = Fβ / n
Jumlah pengamatan pada selang pengukuran yang sama bertam-
β1’ = β1 ± (Fβ / n)
bah, sehingga memperbesar kemungkinan dan besaran kesalahan
β2’ = β2 ± (Fβ / n)
atau mengurangi ketelitian. Bila titik poligon sebagai titik kerangka
horizontal juga merupakan titik tinggi kerangka vertikal, maka
Perhitungan Azimuth masing-masing titik: penempatannya harus memungkinkan pelaksanaan pengukuran
α12 = α01 + β1’ - 180 sipat datar.
α23 = α12 + β2’ - 180
2.3.1 Ketentuan Sipat Datar Kerangka Dasar
Tingkat ketelitian ukuran beda tinggi sipat datar untuk kerangka
Perhitungan koordinat masing-masing titik:
dasar pemetaan ditentukan oleh tahapan dan jenis pekerjaan.
d X = d SIN α dan X2 = X1 + d X12
Ketelitian tinggi pada perencanaan dan perancangan jalan se-
d Y = d COS α dan Y2 = Y1 + d Y12
cara umum tidak perlu seteliti untuk pekerjaan pengairan. Ke-
beradaan titik ikatan di lokasi berpengaruh pada volume peker-
7. Pelaporan dan penyusunan daftar koordinat.
jaan pengikatan.

Sistem umum atau nasional adalah sistem yang berlaku secara


Contoh:
nasional menggunakan bidang datum dan sistem proyeksi peta
Bila pada Contoh 2.1 di atas, titik-titik KDH yang dipasang juga
yang berlaku umum secara nasional.
merupakan titik-titik KDV, maka diperlukan, misalnya:
a. Sistem tinggi menggunakan sistem nasional, dan
Posisi (ϕ ,λ ) bisa diperoleh dengan cara pengamatan astrono-
b. Kesalahan beda tinggi terbesar ± 6 √ Dkm mm.
mis atau cara GPS (global positioning systems) melalui penga-
matan satelit.

11
Berdasarkan keperluan ketelitian tinggi ini, diturunkan keten- garuh semua kesalahan dan
tuan sipat datar kerangka dasar: dicapai ketelitian yang diinginkan.
5. Perekaman bersistem menggunakan media konvensioanal
⇒ Alat ukur sipat datar yang digunakan mampu untuk ataupun dijital.
membaca sampai ke fraksi mm, pengukuran beda tinggi 6. Hitungan dan perataan beda tinggi:
dilakukan pergi pulang dan masing-masing pengukuran
dilakukan dua kali. fH = (HAKHIR – XAWAL) – ∑ ∆ H dan fH kurang dari ± 6 √ Dkm
⇒ Jarak alat ke rambu ukur 10 – 60 m. δ H = (1 / n) × fH dan H2 = H1 + ∆ H12 + δ H12 dengan
⇒ Salah penutup beda tinggi antar BM dan pengukuran jarak ukur seragam.
kurang atau sama dengan ± 6 √ Dkm
7. Pelaporan dan penysunan daftar koordinat.
2.3.2 Tata Cara Sipat Datar Kerangka Dasar
Tata cara sipat datar kerangka dasar harus sepadan dengan 2.4 Urutan Kegiatan Penyelenggaraan Kerangka Dasar Pe-
persayaratan dalam ketentuan sipat datar yang memenuhi ke- metaan
butuhan penentuan ketinggian dalam sistem tinggi yang di-
inginkan. Tata caranya meliputi: oragnisasi pelaksanaan secara Urutan pekerjaan pengadaan kerangka dasar pemetaan secara

umum, perlatan, pengukuran dan pencatatan, hitungan per- umum:

ataan dan pelaporan.


•Peninjauan lapangan:
Kasus: Pengumpulan informasi keadaaan lapangan seperti titik-titik
Berdasarkan bentuk KDH pada Contoh 2.1 di atas. yang sudah ada, medan dan kesampaian lapangan, adminis-
1. Diperlukan titik ikat dan pemeriksa serta pengikatan di awal trasi teknis dan non-teknis seperti perijinan dan lain-lainnya.
dan akhir lokasi pekerjaan.
2. Penyiapan alat hingga siap untuk pengukuran dan tidak •Perencanaan:
mengandung salah sistematis. a. Bentuk kerangka, ketelitian dan penempatan serta kera-
3. Pengukuran yang menghilangkan atau meminimalkan pen- patan titik-titik kerangka,

12
b. Peralatan ukur yang akan digunakan, •Perhitungan:
c. Tata-cara pengukuran dan pencatatan yang sepadan dengan a. Menghitung dan membuat koreksi hasil ukuran,
ketelitian dan cara serta b. Mereduksi hasil ukuran,
alat yang digunakan, c. Menghitung data titik kontrol, misalnya azimuth,
d. Bentuk dan bahan titik pilar dan cara pemasangannya, d. Menghitung koordinat dan ketinggian.
e. Jadual pelaksanaan pekerjaan termasuk jadual personil,
peralatan dan logistik, Bila data KDH akan dinyatakan dalam sistem proyeksi peta ter-
f. Tata-laksana pekerjaan administrasi, teknis. Personil, pera- tentu - misalnya UTM, maka juga harus dilakukan reduksi data
latan dan logistik. ukuran ke sistem proyeksi. Hitungan koordinat dan ketinggian
definitif menggunakan cara perataan sederhana misalnya, atau
•Pemasangan dan penandaan patok / pilar: menggunakan cara perataan kwadrat (kesalahan) terkecil.
a. Pilar dan patok dipasang agar kuat dan stabil pada teng-
gang waktu yang direncanakan, •Menyusun daftar Koordinat dan Ketinggian:
b. Lokasi pilar dan patok harus aman, stabil dan terjangkau Daftar dibuat dalam bentuk kolom yang menunjukkan nomor
serta mudah pengukurannya, titik pilar, koordinat, dan ketinggian serta keterangan sistem
c. Memasang tanda pengenal pilar dan patok, koordinat dan rujukan ketinggian yang digunakan.
d. Membuat deskripsi lokasi, struktur, cara dan pelaksana pe-
masangan pilar. Rangkuman
pada perencanaan pengukuran. Kerangka dasar pemetaan dibuat untuk ikatan dan pemeriksaan pen-
gukuran untuk pembuatan peta. Titik kerangka dasar selalu dibuat
•Pengukuran: lebih teliti dibandingkan titik pengukuran yang lain. Ketelitian ker-
Pengukuran dilaksanakan sesuai ketentuan yang dibuat pada angka dasar ditentukan sesuai tahapan pekerjaan perencanaan dan
perencanaan pengukuran. perancangan yang berarti juga cakupan pemetaan. Untuk pekerjaan
rekayasa sipil biasa digunakan cara poligon dan cara sipat datar,
masing-masing untuk pengadaan kerangka dasar pemetaan horizontal
dan vertikal. Terdapat beberapa sistem KDH nasional di Indonesia:

13
triangulasi Belanda, JKGN Orde 0 dan 1 Bakosurtanal dan JKGN Orde
2 dan 3 BPN. Sistem KDV nasional mengacu pada tinggi muka laut
yang terpadu. Saat ini, pengadaan titik-titik kerangka dasar horizontal
banyak dilakukan dengan cara berbantukan sistem navigasi satelit,
misalnya GPS (global positioning systems) yang bisa untuk menentu-
kan posisi sebarang titik di muka bumi tanpa terlalu bergantung pada
cuaca dan kondisi lapangan lainnya.

14
Cara pengukuran titik detil dengan cara offset ada tiga cara: (1)
3. Pengukuran untuk Pembuatan Peta Cara siku-siku (cara garis tegak lurus ), (2) Cara mengikat (cara
interpolasi), dan (3) Cara gabungan keduanya.
Dalam bahasan berikut lebih mengutamakan pembahasan teknik
Pengukuran untuk pembuatan peta juga biasa disebut pengukuran cara offset, sedangkan hal teknik pembuatan garis tegak lurus,
topografi, atau pengukuran situasi, atau pengukuran detil, dilakukan perpanjangan garis dan penggunaan prisma yang sudah diurai-
untuk dapat menggambarkan unsur-unsur: alam, buatan manusia kan di bab sebelumnya tidak dibahas lagi.
dan bentuk permukaan tanah dengan sistem dan cara tertentu. Di
antara beberapa cara yang dibahas berikut adalah cara offset dan 3.1.1 Kerangka Dasar Cara Offset
tachymetry. Kerangka dasar pemetaan harus ditempatkan sedemikian
rupa sehingga setiap garis ukur yang terbentuk dapat diguna-
3.1 Pengukuran Pembuatan Peta Cara Offset kan untuk mengukur titik detil sebanyak mungkin. Garis ukur
adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik kerangka
Pengukuran untuk pembuatan peta cara offset menggunakan dasar. Jadi garis ukur berfungsi sebagai "garis dasar" untuk
alat utama pita ukur, sehingga cara ini juga biasa disebut cara pengikatan ukuran offset.
rantai (chain surveying). Alat bantu lainnya adalah: (1) alat
pembuat sudut siku cermin sudut dan prisma, (2). jalon, dan (3)
pen ukur.

Dari jenis peralatan yang digunakan ini, cara offset biasa


digunakan untuk daerah yang relatif datar dan tidak luas, se-
hingga kerangka dasar untuk pemetaanya-pun juga dibuat den-
gan cara offset. Peta yang diperoleh dengan cara offset tidak
akan menyajikan informasi ketinggian rupa bumi yang dipeta-
kan.

15
Kerangka dasar cara offset cara siku-siku: Kerangka dasar cara offset cara mengikat:
Setiap garis ukur dibuat saling tegak lurus. Setiap garis ukur diikatkan pada salah satu garis ukur.

Gambar 3.1: Kerangka dasar cara offset cara siku-siku. Gambar 3.2: Kerangka dasar cara offset cara mengikat

Titik-titik A, B, C dan D adalah titik kerangka dasar yang telah Titik-titik A, B, C dan D adalah titik kerangka dasar yang telah
dipasang. dipasang.

Andai akan digunakan garis AC sebagai garis ukur, maka dibuat Bila akan digunakan garis AC sebagai garis ukur, maka diten-
garis ukur BB' dan DD' tegak lurus garis ukur AC. Ukur jarak tukan sembarang titik-titik D', D", B' dan B" pada garis ukur
AC, AD', D'D, D'B', B'B dan B'C. Sebagai kontrol, bila me- AC. Ukur jarak AC, AD', D'D", D'B', B'B", B"C, D'D, D"D,
mungkinkan, diukur pula jarak AD, DC, CB dan BA. B'B dan B"B. Sebagai kontrol, bila memungkinkan, diukur pula
jarak AD, DC, CB dan BA.

Kerangka dasar cara offset cara segitiga:


Titik A, B, C dan D adalah titik kerangka dasar yang telah di-
pasang seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2. Ukur jarak-
jarak AB, BC, CD, DA dan AC yang merupakan sisi-sisi segi-

16
tiga ABC dan ADC sebagai garis ukur. Pengukuran detil cara offset cara mengikat
Setiap titik detil diikatkan dengan garis lurus ke garis ukur.
Karena garis ukur dibuat dengan membentuk segitiga-segitiga,
maka cara ini juga disebut cara trilaterasi.

3.1.2 Pengukuran Detil Cara Offset


Pengukuran detil cara offset cara siku-siku:
Setiap titik detil diproyeksikan siku-siku terhadap garis ukur
dan diukur jaraknya.

Gambar 3.4: Pengukuran detil cara offset cara mengikat.

A dan B adalah titik-titik kerangka dasar, sehingga gari AB


adalah garis ukur. Titik-titik a, b, c adalah tittik-titik detil dan
titik-titik a', b', c' dan a", b", c" adalah titik ikat a, b, dan c
ke garis ukur AB. Diusahakan segi-3 aa'a", bb'b" dan cc'c"
samasisi atau sama kaki.

Pengikatan titik a, b, dan c ke garis ukur AB lebih sederhana


bila dibuat dengan memperpanjang garis detil hingga memo-
Gambar 3.3: Pengukuran detil cara offset cara siku-siku.
A tong ke garis ukur.
dan B adalah titik-titik kerangka dasar sehingga gari AB
adalah garis ukur. Titik-titik a, b, c dan d dadalah tittik-titik
detil dan titik-titik a', b', c' dan d' adalah proyeksi titik a, b, c
dan d ke garis ukur AB.

17
Titik detil penting dianjurkan diukur dengan kedua cara untuk
kontrol ukuran.

3.1.3 Kesalahan pengukuran cara offset


Kesalahan arah garis offset α dengan panjang l yang tidak
benar-benar tegak lurus berakibat:
1. Kesalahan arah sejajar garis ukur = l sin α
2. Kesalahan arah tegak lurus garis ukur = l - l cos α
Gambar 3.5: Pengukuran detil cara offset cara mengikat dengan
perpanjangan garis titik detil.
Bila skala peta adalah 1 : S, maka akan terjadi salah plot sebe-
Pengukuran detil cara offset cara kombinasi: sar 1/S x kesalahan.
Setiap titik detil diproyeksikan atau diikatkan dengan garis lu- Bila kesalahan pengukuran jarak garis ofset δ l, maka gabungan
rus ke garis ukur. Dipilih cara pengukuran yang lebih mudah di pengaruh kesalahan pengukuran jarak dan sudut menjadi: {(l
2
antara kedua cara. sin α ) + δ l 2}1/2.

3.1.4 Ketelitian Pemetaan Cara Offset


Upaya peningkatan ketelitian hasil ukur cara offset bisa dilaku-
kan dengan :
1. Titik-titik kerangka dasar dipilih atau dibuat mendekati
bentuk segitiga sama sisi
2. Garis ukur:
a. Jumlah garis ukur sesedikit mungkin
b. Garis tegtak lurus garis ukur sependek mungkin
c. Garis ukur pada bagian yang datar
3. Garis offset pada cara siku-siku harus benar-benar tegak
Gambar 3.6: Pengukuran detil cara offset cara kombinasi.
lurusgaris ukur

18
4. Pita ukur harus benar-benar mendatar dan diukur seteliti pas, maka sekaligus bisa dilakukan pengukuran untuk pengu-
mungkin kuran detil topografi dan pengukuran untuk pembuatan kerangka
5. Gunakan kertas gambar yang stabil untuk penggambaran peta pembantu pada pengukuran dengan kawasan yang luas se-
cara efektif dan efisien.
3.1.5 Pencatatan Dan Penggambaran Cara Offset
Pengukuran cara offset dicatat ke dalam buku ukur yang tiap Alat ukur yang digunakan pada pengukuran untuk pembuatan
halamannya berbentuk tiga kolom. Kolom ke 1 – paling kiri, peta topografi cara tachymetry menggunakan theodolit berkom-
digunakan untuk menggambar sket pengukuran. Kolom ke 2 pas adalah: theodolit berkompas lengkap dengan statif dan
digunakan untuk mencatat hasil ukuran dengan paling bawah unting-unting, rambu ukur yang dilengkapi dengan nivo kotak dan
awal garis ukur, dan kolom ke 3 digunakan untuk mencatatat pita ukur untuk mengukur tinggi alat.
deskripsi garis offset.
Data yang harus diamati dari tempat berdiri alat ke titik bidik
Tiada bakuan untuk penggambaran cara offset. Penggambaran menggunakan peralatan ini meliputi: azimuth magnet, benang
biasa dibuat dengan urutan pertama penggambaran garis ukur, atas, tengah dan bawah pada rambu yang berdiri di atas titik
kedua pengeplotan garis offset yang disertai dengan penyajian bidik, sudut miring, dan tinggi alat ukur di atas titik tempat berdiri
penulisan angka jarak ukur tegak lurus arah garis ukur.Sudut alat.
disiku diberi tanda siku.
Keseluruhan data ini dicatat dalam satu buku ukur.
3.2 Pengukuran Untuk Pembuatan Peta Topografi Cara Tachy-
metry

Salah satu unsur penting pada peta topografi adalah unsur ket-
inggian yang biasanya disajikan dalam bentuk garis kontur. Meng-
gunakan pengukuran cara tachymetri, selain diperoleh unsur
jarak, juga diperoleh beda tinggi. Bila theodolit yang digunakan
untuk pengukuran cara tachymetri juga dilengkapi dengan kom-

19
• Arahkan teropong ke rambu ukur sehingga bayangan tegak
garis diafragma berimpit dengan garis tengah rambu. Ke-
mudian kencangkan kunci gerakan mendatar teropong.

• Kendorkan kunci jarum magnet sehingga jarum bergerak


bebas. Setelah jarum setimbang tidak bergerak, baca dan
catat azimuth magnetis dari tempat alat ke titik bidik.

• Kencangkan kunci gerakan tegak teropong, kemudian baca


bacaan benag tengah, atas dan bawah serta cata dalam
buku ukur. Bila memungkinkan, atur bacaan benang ten-
Gambar 3.7: Pegukuran jarak dan beda tinggi cara tachymetry.
gah pada rambu di titik bidik setinggi alat, sehingga beda
Jarak datar = dAB = 100 ´ (BA – BB) cos2m; m = sudut miring.
tinggi yang diperoleh sudah merupakan beda tinggi antara
Beda tinggi = D HAB = 50 ´ (BA – BB) sin 2m + i – t; t = BT.
titik kerangka tempat berdiri alat dan titik detil yang di-
bidik.
3.2.1 Tata Cara Pengukuran Detil Cara Tachymetri Mengguna-
• Titik detil yang harus diukur meliputi semua titik alam
kan Theodolit Berkompas
maupun buatan manusia yang mempengaruhi bentuk to-
Pengukuran detil cara tachymetri dimulai dengan penyiapan
pografi peta daerah pengukuran.
alat ukur di atas titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik.
Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai dengan perekaman
3.2.2 Kesalahan pengukuran cara tachymetri dengan theodolit
data di tempat alat berdiri, pembidikan ke rambu ukur, penga-
berkompas
matan azimuth dan pencatatan data di rambu BT, BA, BB serta
• Kesalahan alat, misalnya: a. Jarum kompas tidak benar-
sudut miring m.
benar lurus. b. Jarum kompas tidak dapat bergerak bebas
• Tempatkan alat ukur di atas titik kerangka dasar atau titik
pada prosnya. c. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu men-
kerangka penolong dan atur sehingga alat siap untuk pen-
datar (salah kolimasi). d. Garis skala 0° - 180° atau 180° -
gukuran, ukur dan catat tinggi alat di atas titik ini.
0° tidak sejajar garis bidik. e. Letak teropong eksentris. f.
• Dirikan rambu di atas titik bidik dan tegakkan rambu den-
Poros penyangga magnet tidak sepusat dengan skala ling-
gan bantuan nivo kotak.

20
karan mendatar.

• Kesalahan pengukur, misalnya: a. Pengaturan alat tidak


sempurna ( temporary adjustment ). b. Salah taksir dalam
pemacaan c. Salah catat, dll. nya.

• Kesalahan akibat faktor alam, misalnya: a. Deklinasi


magnet. b. atraksi lokal.

3.2.3 Pengukuran Tachymetri Untuk Pembuatan Peta Topografi


Cara Polar.
Posisi horizontal dan vertikal titik detil diperoleh dari pengu-
kuran cara polar langsung diikatkan ke titik kerangka dasar pe-
metaan atau titik (kerangka) penolong yang juga diikatkan Gambar 3.8: Pengukuran topografi cara tachymetri-polar.
langsung dengan cara polar ke titik kerangka dasar pemetaan.
A dan B adalah titik kerangka dasar pemetaan,

Unsur yang diukur: H adalah titik penolong,

a. Azimuth magnetis dari titik ikat ke titik detil, 1, 2 ... adalah titik detil,

b. Bacaan benang atas, tengah, dan bawah Um adalah arah utara magnet di tempat pengukuran.

c. Sudut miring, dan


d. Tinggi alat di atas titik ikat. Berdasar skema pada gambar, maka:
a. Titik 1 dan 2 diukur dan diikatkan langsung dari titik ker-
angka dasar A,
b. Titik H, diukur dan diikatkan langsung dari titik kerangka
dasar B,
c. Titik 3 dan 4 diukur dan diikatkan langsung dari titik pe-
nolong H.

21
3.2.4 Pengukuran Tachymetri Untuk Pembuatan Peta Topografi C. Titik a, b, c, ... adalah titik detil.
Cara Poligon Kompas.
Letak titik kerangka dasar pemetaan berjauhan, sehingga diper- Pengukuran poligon kompas K3, H1, H2, H3, H4 , H5, K4 dilakukan
lukan titik penolong yang banyak. Titik-titik penolong ini diukur untuk memperoleh posisi horizontal dan vertikal titik-titik pe-
dengan cara poligon kompas yang titik awal dan titik akhirnya nolong, sehingga ada dua hitungan:
adalah titik kerangka dasar pemetaan. Unsur jarak dan beda a. Hitungan poligon dan
tinggi titik-titik penolong ini diukur dengan menggunakan cara b. Hitungan beda tinggi.
tachymetri.
Tata cara pengukuran poligon kompas:
Posisi horizontal dan vertikal titik detil diukur dengan cara polar 1. Pengukuran koreksi Boussole di titik K3 dan K4,
dari titik-titik penolong. 2. Pengukuran cara melompat (spring station) K3, H2, H4dan K4.
3. Pada setiap titik pengukuran dilakukan pengukuran:
a. Azimuth,
b. Bacaan benang tengah, atas dan bawah,
c. Sudut miring, dan
d. Tinggi alat.

Tata cara hitungan dan penggambaran poligon kompas:


1. Hitung koreksi Boussole di K3 = AzG. K31 - AzM K31
2. Hitung koreksi Boussole di K4 = AzG. K42 - AzM K42
Gambar 3.8: Pengukuran topografi cara tachymetri-poligon
kompas. 3. Koreksi Boussole C = Rerata koreksi boussole di K3 dan K4
4. Hitung jarak dan azimuth geografis setiap sisi poligon.
Berdasarkan skema pada gambar, maka: 5. Hitung koordinat H1, ... H5 dengan cara BOWDITH atau
A. Titik K1, K3, K5, K2, K4 dan K6 adalah titik-titik kerangka dasar TRANSIT.
pemetaan, 6. Plot poligon berdasarkan koordinat definitif.
B. Titik H1, H2, H3, H4 dan H5 adalah titik-titik penolong

22
Selain hitungan cara numeris, poligon kompas juga bisa digam-
bar kesalahan ukurnya dengan cara mengeplotkan langsung
data yang diperoleh dari tahapan hitungan 1, 2, 3 dan 4 di
atas. Seharusnya, bila tidak ada kesalahan ukur titik K4 hasil
pengeplotan langsung berdasarkan koordinat dan pengeplotan
titik K4 dari polygon kompas seharusnya berimpit. Penyimpan-
gan grafis yang tidak terlalu besar atau dalam selang toleransi
dikoreksikan secara grafis pada masing-masing titik poligon
sebanding jumlah jarak poligon di titik poligon.

Tata cara hitungan beda tinggi pada poligon kompas:


1. Hitung beda tinggi antara titik-titik poligon,
2. Seharusnya jumlah beda tinggi = beda tinggi titik awal
dan akhir
3. Bila terdapat selisih diratakan matematis ke setiap titik,
4. Hitung ketinggian definitif masing-masing titik poligon.

Rangkuman
Peta planimetris pada daerah datar dengan cakupan tidak luas bisa
dibuat dengan cara offset. Pengukuran untuk pembuatan peta cara
tachymetri menggunakan theodolite berkompas banyak digunakan
untuk pembuatan peta topografi pada berbagai jenis medan pengu-
kuran. Pengukuran poligon cara tachymetri berbantukan theodolite
berkompas memungkinkan pengadaan KDH dan KDV pembantu dan
sekaligus pengukuran titik detil.

23
4. Garis Kontur

4.1 Kontur
Salah satu unsur yang penting pada suatu peta topografi
adalah informasi tentang tinggi suatu tempat terhadap rujukan
tertentu. Untuk menyajikan variasi ketinggian suatu tempat
pada peta topografi, umumnya digunakan garis kontur
(contour-line).

Gambar 4.1.: Pembentukan Garis Kontur dengan membuat


Garis kontur adalah garis yang menghubungkan titik-titik den- proyeksi tegak garis perpotongan bidang mendatar dengan permu-
kaan bumi
gan ketinggian sama. Nama lain garis kontur adalah garis
tranches, garis tinggi dan garis lengkung horisontal.
Dengan memahami bentuk-bentuk tampilan garis kontur pada
Garis kontur + 25 m, artinya garis kontur ini menghubungkan
peta, maka dapat diketahui bentuk ketinggian permukaan
titik-titik yang mempunyai ketinggian sama + 25 m terhadap
tanah, yang selanjutnya dengan bantuan pengetahuan lainnya
referensi tinggi tertentu.
bisa diinterpretasikan pula informasi tentang bumi lainnya.

Garis kontur dapat dibentuk dengan membuat proyeksi tegak


4.2 Interval Kontur dan Indeks Kontur
garis-garis perpotongan bidang mendatar dengan permukaan
bumi ke bidang mendatar peta. Karena peta umumnya dibuat
Interval kontur adalah jarak tegak antara dua garis kontur
dengan skala tertentu, maka bentuk garis kontur ini juga akan
yang berdekatan. Jadi juga merupakan jarak antara dua bidang
mengalami pengecilan sesuai skala peta.
mendatar yang berdekatan.

24
Pada suatu peta topografi interval kontur dibuat sama, berband- Skala Bentuk muka tanah Interval Kontur
ing terbalik dengan skala peta. Semakin besar skala peta, jadi
1 : 1 000 Datar 0.2 - 0.5 m
semakin banyak informasi yang tersajikan, interval kontur se- dan Bergelombang 0.5 - 1.0 m
makin kecil. lebih besar Berbukit 1.0 - 2.0 m

1 : 1 000 Datar 0.5 - 1.5 m


Indeks kontur adalah garis kontur yang penyajiannya ditonjolkan s/d Bergelombang 1.0 - 2.0 m
1 : 10 000 Berbukit 2.0 - 3.0 m
setiap kelipatan interval kontur tertentu; mis. Setiap 10 m atau
yang lainnya. 1 : 10 000 Datar 1.0 - 3.0 m
Rumus untuk menentukan interval kontur pada suatu peta to- dan Bergelombang 2.0 - 5.0 m
lebih kecil Berbukit 5.0 - 10.0 m
pografi adalah: Bergunung 0.0 - 50.0 m

Tabel 4.1: Interval kontur berdasarkan skala dan bentuk medan


i = (25 / jumlah cm dalam 1 km) meter, atau
i = n log n tan a , dengan n = (0.01 S + 1)1/2 meter. 4.3 Sifat Garis Kontur
a. Garis-garis kontur saling melingkari satu sama lain dan tidak
Contoh: akan saling berpotongan.
• Peta dibuat pada skala 1 : 5 000, sehingga 20 cm = 1 km, b. Pada daerah yang curam garis kontur lebih rapat dan pada
maka i = 25 / 20 = 1.5 meter. daerah yang landai lebih jarang.
• Peta dibuat skala S = 1 : 5 000 dan a = 45° , maka i = 6.0 c. Pada daerah yang sangat curam, garis-garis kontur membentuk
meter. satu garis.
d. Garis kontur pada curah yang sempit membentuk huruf V yang
Berikut contoh interval kontur yang umum digunakan sesuai menghadap ke bagian yang lebih rendah. Garis kontur pada
bentuk permukaan tanah dan skala peta yang digunakan. punggung bukit yang tajam membentuk huruf V yang mengha-
dap ke bagian yang lebih tinggi.
e. Garis kontur pada suatu punggung bukit yang membentuk sudut
90° dengan kemiringan maksimumnya, akan membentuk huruf

25
U menghadap ke bagian yang lebih tinggi.
f. Garis kontur pada bukit atau cekungan membentuk garis-garis
kontur yang menutup-melingkar.
g. Garis kontur harus menutup pada dirinya sendiri.
h. Dua garis kontur yang mempunyai ketinggian sama tidak dapat
dihubungkan dan dilanjutkan menjadi satu garis kontur.

Gambar 4.4: Garis kontur pada daerah sangat curam.

Gambar 4.2: Kerapatan garis kontur pada daerah curam dan


daerah landai

Gambar 4.5: Garis kontur pada bukit dan cekungan.

Gambar 4.3: Garis kontur pada curah dan punggung bukit.

26
4.4 Kemiringan Tanah dan Kontur Gradient bendungan.
c. Menentukan route / trace dengan kelandaian tertentu.
Kemiringan tanah α adalah sudut miring antara dua titik = tan-1(∆
hAB/sAB). Sedangkan kontur gradient β adalah sudut antara permukaan Menentukan kemungkinan dua titik di langan sama tinggi dan
tanah dan bidang mendatar. saling terlihat.

Gambar 4.6: Kemiringan tanah dan kontur gradient

Gambar 4.7: Potongan memanjang dari potongan garis kontur


Titik-titik yang menggambarkan kontur gradient harus dipilih
dalam pengukuran titik detil sehingga dapat dibuat interpolasi
linier dalam penggambaran garis kontur di daerah pengukuran.

4.5 Kegunaan Garis Kontur

Selain menunjukkan bentuk ketinggian permukaan tanah, garis


kontur juga dapat digunakan untuk:
a. Menentukan potongan memanjang ( profile, longitudinal
sections ) antara dua tempat.
b. Menghitung luas daerah genangan dan volume suatu Gambar 4.8: Bentuk, luas dan volume daerah genangan berdasar-
kan garis kontur.
27
4.6 Penentuan dan Pengukuran Titik Detil Untuk Pembuatan
Garis Kontur

Semakin rapat titik detil yang diamati, maka semakin teliti infor-
masi yang tersajikan dalam peta.

Dalam batas ketelitian teknis tertentu, kerapatan titik detil diten-


tukan oleh skala peta dan ketelitian (interval) kontur yang di-
inginkan.

Pengukuran titik-titik detil untuk penarikan garis kontur suatu peta


dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Gambar 4.9: Rute dengan kelandaian tertentu.
4.6.1 Pengukuran tidak langsung
Titik-titik detil yang tidak harus sama tinggi, dipilih mengikuti
pola tertentu, yaitu: pola kotak-kotak (spot level), pola profil
(grid) dan pola radial. Titik-titik detil ini, posisi horizontal dan
tingginya bisa diukur dengan cara tachymetri - pada semua
medan, sipat datar memanjang ataupun sipat datar profil - pada
daerah yang relatif datar.

Gambar 4.10: Titik dengan ketinggian sama berdasarkan garis


kontur. Pola radial digunakan untuk pemetaan topografi pada daerah
yang luas dan permukaan tanahnya tidak beraturan.

28
tachymetri atau cara sipat datar memanjang dan diikuti dengan
pengukuran polygon.

Cara pengukuran langsung lebih rumit dan sulit pelaksanaannya


dibanding dengan cara tidak langsung, namun ada jenis kebutu-
han tertentu yang harus menggunakan cara pengukuran kontur
cara langsung, misalnya pengukuran dan pemasangan tanda
batas daerah genangan.

Gambar 4.11: Pengukuran kontur pola spot level dan pola grid.

Gambar 4.12 Pengukuran kontur pola radial.

4.6.2 Pengukuran langsung


Titik-titik detil ditelusuri sehingga dapat ditentukan posisinya
dalam peta dan diukur pada ketinggian tertentu - ketinggian
garis kontur. Cara pengukurannya bisa menggunakan cara
Gambar 4.13 Pengukuran kontur cara langsung

29
4.7 Interpolasi Garis Kontur Cara hitungan (numeris)
Cara ini pada dasarnya juga menggunakan dua titik yang diketahui
Pada pengukuran garis kontur cara langsung, garis-garis kontur posisi dan ketinggiannya, hanya saja hitungan interpolasinya
sudah langsung merupakan garis penghubung titik-titik yang dia- dikerjakan secara numeris (eksak) menggunakan perbandingan
mati dengan ketinggian yang sama, sedangkan pada pengukuran linier.
garis kontur cara tidak langsung umumnya titik-titik detil itu pada
ketinggian sembarang yang tidak sama. Bila titik-titik detil yang Pada Gambar 4.14 di atas, titik R yang terletak pada garis ket-
diperoleh belum mewujudkan titik-titik dengan ketinggian yang inggian + 600 berada pada jarak BR =(∆ hBR / ∆ hBC) × jarakBC.
sama, maka perlu dilakukan interpolasi linier untuk mendapatkan
titik-titik yang sama tinggi. Interpolasi linier bisa dilakukan dengan Cara grafis
cara: taksiran, hitungan dan grafis. Pada kertas transparan, buat interpolasi dengan membuat garis-
garis sejajar dengan interval tertentu pada selang antara dua titik
Cara taksiran (visual) yang sudah diketahui ketinggiannya. Kemudian plot salah satu ti-
Titik-titik dengan ketinggian yang sama secara visual diinterpolasi tik pada kertas transparan. Titik ini kemudian diimpitkan dengan
dan diinterpretasikan langsung di antara titik-titik yang diketahui titik yang sama pada kertas gambar dan keduanya ditahan berim-
ketinggiannya. pit sebagai sumbu putar. Selanjutnya putar kertas transparan
hingga arah titik yang lain yang diketahui ketinggiannya terletak
pada titik yang sama pada kertas gambar. Maka dengan menandai
perpotongan garis-garis sejajar denga garis yang diketahui keting-
giannya diperoleh titik-titik dengan ketinggian pada interval ter-
tentu.

Rangkuman
Garis kontur menghubungkan titik-titik dengan ketinggian sama. Pada
daerah landai garis kontur jarang dan semakin rapat pada derah yang

Gambar 4.14: Interpolasi kontur cara taksiran semakin terjal. Interval kontur dipengaruhi oleh bentuk medan dan

30
skala peta yang berkaitan dengan tujuan pemakaian peta. Membesar-
kan peta dari peta skala kecil menjadi peta skala besar akan diperoleh
peta dengan informasi yang "hilang" atau tidak tercakup, termasuk
garis kontur pada peta skala besar. Berdasarkan pola kontur bisa di-
interpretasikan kondisi fisik rupabumi dan dibuat keputusan—
keputusan pada pekerjaan perencanaan dan perancangan bangunan
rekayasa sipil.

31
ini, dengan syarat bahwa pandangan ke langit tidak boleh
5. Global Positioning System (GPS) terhalang, sehingga biasanya alat ini hanya bekerja di ruang
terbuka. Satelit GPS bekerja pada referensi waktu yang sangat
5.1 Pemasukan data dengan GPS teliti dan memancarkan data yang menunjukkan lokasi dan
waktu pada saat itu. Operasi dari seluruh satelit GPS yang ada
Data spasial lain dalam bentuk digital seperti data hasil disinkronisasi sehingga memancarkan sinyal yang sama. Alat
pengukuran lapang dan data dari GPS bisa dimasukkan dalam penerima GPS akan bekerja jika ia menerima sinyal dari
sistem SIG. Pada intinya SIG membutuhkan data spasial dalam sedikitnya 4 buah satelit GPS, sehingga posisinya dalam tiga
format tertentu untuk membedakan apakah data tersebut berupa dimensi bisa dihitung. Pada saat ini sedikitnya ada 24 satelit GPS
point, line atau polygon. yang beroperasi setiap waktu dan dilengkapi dengan beberapa
cadangan. Satelit tersebut dioperasikan oleh Departemen
Pertahanan Amerika Serikat, mengorbit selama 12 jam (dua
orbit per hari) pada ketinggian sekitar 11.500 mil dan bergerak
dengan kecepatan 2000 mil per jam. Ada stasiun penerima di
bumi yang menghitung lintasan orbit setiap satelit dengan teliti.

Gambar 5.1: Orbit satelit GPS di bumi

5.2 Apakah GPS?

GPS, singkatan dari Global Positioning System (Sistem Pencari


SINYAL SINYAL KURANG
Posisi Global), adalah suatu jaringan satelit yang secara terus
BAGUS BAGUS
menerus memancarkan sinyal radio dengan frekuensi yang
sangat rendah. Alat penerima GPS secara pasif menerima sinyal Gambar 5.2: Geometri/sebaran satelit yang bagus & yang kurang
bagus

32
3. Tombol PAGE
6. Alat Penerima (Receiver) GPS untuk kembali ke halaman sebelumnya, jika anda melakukan
Type Garmin E - trex
sesuatu dan tidak akan melanjutkan anda dapat berhenti
dengan menekan tombol PAGE.

4. Tombol POWER
Menghidupkan dan mematikan GPS, menghidupkan dan memati-
kan lampu layar.

MEMILIH HALAMAN
Semua informasi yang dibutuhkan untuk mengoperasikan E Trex
dapat ditemukan dalam empat halaman utama (layar tampilan).
Halaman-halaman ini antara lain satelit, peta, pointer, dan
Tombol Pada E-TREX menu. Ketika dinyalakan tekan tombol PAGE untuk memilih
1. Tombol UP/DOWN halaman-halaman tersebut.
Digunakan untuk memilih menu dan pages, mengatur tampilan
kontras pada satelite page, Zoom in dan zoom out pada map page, LANGKAH PERTAMA
Melihat seluruh data perjalanan pada pointer page Sebelum anda dapat benar-benar menggunakan E Trex untuk
navigasi, pertama anda harus menentukan posisi pasti anda saat
2. Tombol ENTER ini. Untuk melakukan ini, bawalah eTrex anda keluar ke tempat
Konfirmasi masukan data atau memilih menu, menampilkan menu terbuka yang cukup luas. Tekan dan tahan tombol POWER untuk
pada halaman utama, tekan dan tahan tombol ENTER untuk menyalakan GPS anda akan melihat halaman muka selama
mengaktifkan menu mark waypoint beberapa detik sebelum E Trex melakukan pengujian secara
otomatis, diikuti dengan halaman satelit. E Trex memerlukan
sekurang-kurangnya 3 sinyal satelit yang kuat untuk

33
mementukan posisi anda. (GOTO artinya GOing TO (menuju ke) sebuah tujuan dalam garis
Setelah anda melihat READY TO NAVIGATE pada halaman yang terarah).
satelit, eTrex telah menemukan lokasi anda dan siap untuk Untuk memulai GOTO:
digunakan. tekan tombol PAGE dan pilih halaman MENU. Tekan tombol UP
atau DOWN dan pilih ‘WAYPOINT’. Tekan ENTER. Halaman
LAMPU LAYAR DAN TINGKAT KEJELASAN GAMBAR waypoint akan muncul.
Untuk menyalakan lampu layar, tekan dan kemudian lepaskan tekan tombol UP atau DOWN dan pilih tab yang berisi nama
tombol POWER pada layar. Lampu layar sudah ditentukan waypoint yang diinginkan dan tekan ENTER. Tekan tombol UP
untuk menyala selama 30 detik untuk menghemat tenaga atau DOWN untuk memilih nama waypoint yang diinginkan dan
baterai. Untuk menyesuaikan tingkat kejelasan gambar pada tekan ENTER. Halaman REVIEW WAYPOINT untuk melihat
layar, tekan tombol UP untuk membuat layar lebih gelap, dan waypoint yang ada/muncul.
tekan tombol DOWN untuk membuat layar lebih terang. tekan tombol UP atau DOWN untuk memilih ‘GOTO’, dan tekan
ENTER.
MENENTUKAN WAYPOINT
Waypoint adalah lokasi dimana anda dapat mengeplot DASAR HALAMAN POINTER
(menyimpan dalam memori) sebagai arah untuk navigasi Setelah anda memilih GOTO, eTrex akan memandu anda ke
nantinya. tujuan dengan menggunakan halaman pointer (pointer page).

Untuk menentukan waypoint Pointer (panah) akan menunjukkan anda arah ke waypoint

tekan tombol PAGE dan pilih halaman menu. Tekan tombol UP tujuan anda. Jalan ke arah yang ditunjukkan panah hingga

atau DOWN dan pilih bagian “MARK”. panah menunjuk ke arah atas dari kompas. Jika panah

tekan tombol ENTER. Halaman MARK WAYPOINT akan muncul menunjuk ke arah kanan, berarti anda harus berjalan ke kanan.

dengan kata ‘OK?’. Tekan ENTER. Sekarang waypoint telah Jika panah menunjuk kea rah kiri, pergilah ke kiri. Jika panah

tersimpan dalam eTrex’s memori. telah menunjuk tepat ke atas pada kompas, berarti anda telah

MASUK KE MENU WAYPOINT berada pada jalur yang benar!

eTrex membantu anda ke waypoint dengan menggunakan GOTO

34
MENYELESAIKAN GOTO
Menyelesaikan GOTO :
tekan tombol PAGE dan pilih halaman POINTER. Lalu tekan
ENTER.
pilih ‘STOP NAVIGATION’ dalam halaman OPTIONS dan tekan
ENTER.

MEMBERSIHKAN TRACKLOG
Setelah anda menggunakan eTrex untuk beberapa kali
perjalanan, tampilan peta akan menjadi penuh karena
menyimpan trek/jalur yang telah anda lalui. Karenanya anda
perlu untuk membersihkan layar dengan membersihkan track
log (barisan di sebelah kiri pada halaman peta) :
Membersihkan track log :
tekan tombol PAGE dan pilih halaman MENU.
Tekan tombol UP atau DOWN dan pilih ‘TRACKS’.
Tekan ENTER. Sekarang anda berada di halaman TRACK LOG.
Gunakan tombol UP dan pilih ‘CLEAR’. Tekan ENTER.
Gunakan tombol DOWN dan pilih ‘yes’. Tekan ENTER. Tekan
tombol PAGE untuk memilih halaman.

35
7. Pengolahan Data Hasil Pengukuran Lapangan

Pengolahan Data Pengukuran GPS:


Sebelum hasil pengukuran di
1. Buka waypoint list pada GPS, kemudian
lapangan dapat digunakan, maka 2
buka software Microsoft Excell pada
harus dilakukan pengolahan data
komputer.
terlebih dahulu.
2. Buat tabel dengan format kolom yang terdiri
Software yang umum digunakan
dari no titik, koordinat x & y, dan keterangan.
untuk pengolahan data hasil
3. Pilih seluruh tabel yang akan dibuat data
pengukuran adalah MS Excel.
spasialnya.
Dengan MS Excel kita dapat
4. Save tabel tersebut sebagai database file den-
memasukkan formula—formula
gan extension *.dbf (file type DBF 4)
perhitungan sehingga dapat
mempercepat proses pengolahan
3
data.
Untuk inputing data GPS dapat
melalui 2 (dua) cara, yaitu dengan
menggunakan MS Excel atau
langsung download ke komputer
dengan menggunakan kabel data. 1

36
Menampilkan database 1. Buka software ArcView 3.x, kemudian pilih

file ke ArcView 3.x create new project—as a blank project.


2. Pilih Document Table, kemudian pilih add.
3. Pilih database yang akan dibuat data spasial-
Data yang sudah kita masukkan me-
nya.
lalui Microsoft Excell dapat dibuat data
4. Pilih Document View, kemudian pilih new..
spasialnya menggunakan software GIS 4
5. Panggil database melalui menu View—Add
seperti ArcView GIS 3.x. Data-data
event theme.
tersebut harus memiliki tipe data yang
sama dengan database software Arc- 6. Pilih nama tabel yang akan dibuat data
View 3.x, yaitu *.dbf. spasialnya, begitu juga untuk kolom X dan Y.
7. Sebarannya akan terlihat sesuai dengan koor-
dinat yang sudah kita masukkan.

1
6

37
Daftar Pustaka

Anon. 2001. Buku Online Ilmu Ukur Tanah 2.


http://sipil.uns.ac.id/kulol/Ilmu_Ukur_Tanah_2/index.html
Frick Heinz, 1979. Alat Ukur Tanah dan Penggunaannya. Penerbitan Yayasan
Kanisius. Yogyakarta
Supriatna. 2005. Tutorial Membuat Peta Dijital dengan ArcView GIS 3.x,
Dept. Geografi FMIPA UI

38
LAMPIRAN

39
Compass Theodolite
Wild T0

Dibuat pada tahun 1940, merupakan


Theodolit yang ringan, biasa diguna-
kan untuk mencari arah utara magnet
bumi (azimuth), juga dapat digunakan
untuk pengukuran sudut.

Ketelitian sudut Horizontal dan Verti-


kal sebesar 1’ (satu menit), perbesaran
lensa mencapai 20 X.

40
Universal Theodolite
Wild T2

Dibuat pada tahun 1973, merupakan


Theodolit yang cukup akurat & mudah
dioperasikan. Digunakan untuk pen-
gukuran triangulasi, pengukuran titik
ikat, pembacaan astronomy, pengu-
kuran tachymetri, pekerjaan sipil, sur- Pembacaan Sudut Horizontal &
Vertikal
vey kadastral, penambangan, dll.

Ketelitian sudut Horizontal dan Verti-


kal sebesar 1” (satu detik).

41
Dijital Theodolite
TOPCON DT209L

Dijital Theodolit pertama yang water-


proof (anti air hujan), mudah dalam
pengoperasian dan relatif ringan
(4,3Kg).

Ketelitian / akurasi sudut sebesar


9” (sembilan detik).

Pilihan untuk Sudut Vertikal dalam sudut atau”%“


Bacaan Sudut Vertikal
Tombol untuk 0 Set
Bacaan Sudut Horizontal
Tombol power

42
Contoh Lembar Isian
GEO-01 26 Februari 2007 1 1
Survey Terestrial 50 mdpl
5000 5000 Lapangan Rotunda MIPA

1,5 m
⇒ Station number = Titik Refe-
rensi yang digunakan
Indra Raditia
⇒ Station elevation = Tinggi titik M Solichin
referensi diatas permukaan laut

⇒ Station Coordinates = Koordi-


nat titik referensi dalam UTM

⇒ Instrument Height = Tinggi


alat pada titik referensi

⇒ Reflector Height = Tinggi tar- 0-1 TK 5000 5000 50 90o 00’ 00” 100o 20’ 30” 10
get reflector (prisma)
1-0 P1 90o 00’ 00” 239o 00’ 30”
⇒ Orientation = Orientasi arah
1-2 P1 90o 00’ 00” 92o 05’ 20” 30

⇒ Instrument operator = Operator 90o 00’ 00” 279o 58’ 56”


Theodolit 2-1 P2

2-3 P2 90o 00’ 00” 185o 38’ 26” 20


⇒ Reflector operator = Pemegang
Target / Rambu / Prisma
3-2 P3 90o 00’ 00” 357o 20’ 40”
⇒ PPM correction = Ketelitian alat 3-4 P3 90o 00’ 00” 263o 00’ 10” 30
Theodolit
4-3 P4 90o 00’ 00” 89o 45’ 42”
⇒ Units = Satuan Pengukuran
4-1 P4 90o 00’ 00” 355o 25’ 12” 20
⇒ Location = Lokasi Pengukuran
1-4 P1’ 90o 00’ 00” 187o 40’ 40”
⇒ Comments = Keterangan lain
1-2 P1’ 90o 00’ 00” 93o 20’ 10” 30

43
Koreksi Koreksi
Contoh Sudut &Sudut
Koor-
dinat
& Koordinat
Theodolit
Survey

⇒ β = Sudut Ranbu Depan -


Sudut Rambu Belakang (Jika
hasilnya negatif (-) ditambah
360o)

⇒ β’ = β - (Fβ / n )

⇒ α12 = α01 + β’12 Jumlah sudut poligon


Σβ = β2 + β3 + β4 + β1' = 1062,6333o
⇒ d = SD COS (90o - ZA) N
Total koreksi sudut
Fβ = Σβ - (n+2) x 180o = -17,3668o 270* 00' 00"
⇒ X1 ==XX1
X1 0 ++d
dSIN
SINαα0101 Y
#
2
X2 = X1 + d SIN α12 Koreksi untuk masing-masing sudut 159* 04' 50"
100* 20' 30"
Fβ / n = -4,3417o Y
#
0
#
Y
⇒ Y1 = X0 + d COS α01 270* 00' 00" 1 / 1'
Y2 = X1 + d SIN α12

3#
Y
270* 00' 00"

4
Y
#
270* 00' 00"

44
45
46
47
48
Sketsa Hasil Pengukuran Terestris

49
Sketsa Hasil Pengukuran Terestris

50
Sketsa Hasil Pengukuran Terestris

51
Sketsa Hasil Pengukuran Terestris

52

Anda mungkin juga menyukai