Anda di halaman 1dari 10

Etika Pelayanan Publik

=================================================
Oleh: Karjuni Dt. Maani

ABSTRACT
Understanding of ethics in public management is an important and
strategic basic competence that has to be owned and practiced by
public bureucrat consistantly in the implementation of government,
development, and public service for society. Therefore a study of
understanding and implementation of the concept of ethics in public
service need to be socialized, especially that of related to equality,
equity, loyalty, and responsibility. This article will discuss about how
important the understanding and implementation of ethics in public
service.

Kata Kunci: Etika, Birokrasi, Pelayanan Publik

I. PENDAHULUAN
Praktek penyelenggaraan pelayanan lesaikan pelayanannya daripada me-
publik di Indonesia dewasa ini masih nyelesaikannya sendiri.
penuh dengan ketidakpastian biaya, Disamping itu juga sering
waktu dan cara pelayanan1. Mengurus dilihat dan didengar adanya tindakan
pelayanan publik ibaratnya memasuki dan perilaku oknum pemberi
hutan belantara yang penuh dengan pelayanan yang tidak sopan, tidak
ketidakpastian. Waktu dan biaya ramah, dan diskriminatif2. Sebagai
pelayanan tidak pernah jelas bagi para konsekuensi logisnya, dewasa ini
pengguna pelayanan. Hal ini terjadi kinerja pemerintah sebagai pelayan
karena prosedur pelayanan tidak publik banyak menjadi sorotan,
pernah mengatur kewajiban dari terutama sejak timbulnya iklim yang
penyelenggara pelayanan dan hak dari lebih demokratis dalam pemerintahan.
warga sebagai pengguna. Prosedur Rakyat mulai mempertanyakan akan
cenderung hanya mengatur kewajiban nilai yang mereka peroleh atas
warga ketika berhadapan dengan unit pelayanan yang dilakukan oleh
pelayanan. Ketidakpastian yang instansi pemerintah.
sangat tinggi ini mendorong warga Semua permasalahan tersebut,
untuk membayar pungli kepada pada hakekatya tidak perlu terjadi
petugas agar kepastian pelayanan bisa secara drastis dan dramatis
segera diperoleh. Ketidakpastian bisa
juga mendorong warga memilih
2
menggunakan biro jasa untuk menye- Edy Topo Azhari. 2003. “ Upaya Mening-
katkan Kinieja Pelayanan Publik”.
Makalah. Disampaikan dalam Seminar
1
Agus Dwiyanto, dkk. 2002. Reformasi Lokakarya Nasional Dimensi Politik
Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pelayanan Publik: Partisipasi, Transparansi
Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan & Akuntabilitas pada tanggal 8-9 Oktober
(PPSK) UGM. 2003 di Hotel Indonesia Jakarta.

Etika Pelayanan Publik... 61


sebagaimana yang pernah dialami variabelnya sangat luas, upaya
selama ini, seandainya pemerintah memperbaiki birokrasi sebagai
dan aparatur pemerintahannya pelayan publik (public service)
memiliki kredibilitas yang memadai termasuk didalamnya upaya
dan kewibawaan yang dihormati oleh menanamkan etika sebagai nilai
rakyatnya. Pemerintah yang memiliki utama dalam pelyanan publik,
etika dan moralitas yang tinggi dalam memerlukan waktu yang panjang dan
menjalankan kewenangan pemerin- diikuti dengan kemauan aparat untuk
tahannya, tentu memiliki akuntabilitas merubah sikap dan orentasi
dan penghormatan yang tinggi pula perilakunya ke arah yang lebih
terhadap tuntutan aspirasi dan mementingkan peningkatan pelayanan
kepentingan masyarakat yang dila- kepada masyarakat, untuk itu menurut
yaninya. Dalam pemerintahan yang Mertins Jr3 ada empat hal yang harus
demikian itu pula iklim keterbukaan, dijadikan pedoman yaitu: Pertama,
partisipasi aktif dan pemberdayaan equality, yaitu perlakuan yang sama
masyarakat dapat diwujudkan, atas pelayanan yang biberikan. Hal ini
sebagai manifestasi dari gagasan yang didasarkan atas tipe prilaku birokrasi
dewasa ini mulai dikembangkan, rasional yang secara konsisten
yaitu penerapan etika dalam pela- memberikan pelayanan yang
yanan publik. berkualitas kepada semua pihak tanpa
Melihat betapa kompleksnya memandang afiliasi politik, status
masalah yang terjadi dalam praktek sosial, etnis, agama dan sebagainya.
penyelenggaraan pelayanan publik, Bagi mereka memberikan perlakuan
maka upaya penerapan etika yang sama identik dengan berlaku
pelayanan publik di Indonesia jujur, suatu prilaku yang patut
msenuntut pemahaman dan dihargai. Kedua, equity, yaitu
sosialisasi yang menyeluruh, dan perlakuan yang sama kepada
menyentuh semua dimensi persoalan masyarakat tidak cukup, selain itu
yang dihadapi oleh birokrasi pela- juga perlakuan yang adil. Untuk
yanan. Permasalahannya sekarang masyarakat yang pluralistik kadang-
adalah sejauhmana pemahaman dan kadang diperlukan perlakuan yang
penerapan etika pelayanan publik adil dan perlakuan yang sama dan
oleh birokrasi pemerintah Indo- kadang-kadang pula di butuhkan
nesia? Masalah ini perlu pengkajian perlakuan yang adil tetapi tidak sama
secara kritis dan mendalam, karena kepada orang tertentu. Ketiga, loyalty,
berbagai praktek buruk dalam adalah kesetiaan yang diberikan
penyelenggaraan pelayanan publik kepada konstitusi, hukum, pimpinan,
seperti: ketidakpastian pelayanan, bawahan dan rekan kerja. Berbagai
pungutan liar, dan pengabaian hak jenis kesetiaan tersebut terkait satu
dan martabat warga pengguna sama lain, dan tidak ada kesetiaan
pelayanan, masih amat mudah
dijumpai dihampir setiap satuan 3
Martins, Jr (ed). 1979. Professional Stan-
pelayanan publik. dards and Ethics. Washington, DC: ASPA
Dengan demikian permasa-lahan Publisher.
pelayanan publik cukup kompleks,

62 DEMOKRASI Vol. IX No. 1 Th. 2010


yang mutlak diberikan kepada satu penting untuk mensukseskan pem-
jenis kesetiaan tertentu yang berian pelayanan, yang dari waktu ke
mengabaikan yang lainnya. Keempat, waktu terus dinilai, dikembangkan
responsibility, yaitu setiap aparat dan dipromosikan. Nilai-nilai tersebut
pemerintah harus setiap menerima sering dilihat sebagai “muatan lokal”
tanggung jawab atas apapun ia yang wajib diikuti seperti keteladanan
kerjakan dan harus mengindarkan diri yang baik, rasa empati yang tinggi,
dari sindorman “saya sekedar memiliki agama yang jelas, bertaqwa,
melaksanakan perintah dari atasan”. dan sebagainya.
Dalam dunia pelayanan publik, etika
II. ETIKA PELAYANAN PUBLIK diartikan sebagai filsafat moral atau
nilai, dan disebut dengan “profesional
Setiap birokrasi pelayan publik wajib
standars” (kode etik) atau “right rules
memiliki sikap mental dan perilaku
of conduct” (aturan perilaku yang
yang mencerminkan keunggulan
benar) yang seharusnya dipatuhi oleh
watak, keluharan budi, dan asas etis.
pemberi pelayanan publik5. Sebuah
Ia wajib mengembangkan diri
kode etik meru-muskan berbagai
sehingga sungguh-sungguh mema-
tindakan apa, kelakuan mana, dan
hami, menghayati, dan menerapkan
sikap bagaimana yang wajib
berbagai asas etis yang bersumber
dijalankan atau dihindari oleh para
pada kebajikan-kebajikan moral
pemberi pelayanan. Aplikasi etika dan
khususnya keadilan dalam tindakan
moral dalam praktek dapat dilihat dari
jabatannya. Secara umum nilai-nilai
kode etik yang dimiliki oleh birokrasi
moral terlihat dari enam nilai besar
publik. Kode etik di Indonesia masih
atau yang dikenal dengan “six great
terbatas pada beberapa kalangan
ideas”4 yaitu nilai kebenaran (truth),
seperti ahli hukum dan kedokteran.
kebaikan (goodness), keindahan
Kode etik bagi kalangan profesi yang
(beauty), kebebasan (liberty),
lain masih belum ada, meskipun
kesamaan (equality), dan keadilan
banyak yang berpendapat bahwa
(justice). Dalam kehidupan berma-
nilai-nilai agama dan etika moral
syarakat, seseorang sering dinilai dari
Pancasila sebenarnya sudah cukup
tutur katanya, sikap dan perilakunya
untuk menjadi pegangan bekerja atau
sejalan dengan nilai-nilai tersebut atau
bertingkah laku, dan yang menjadi
tidak. Begitu pula dalam pemberian
masalah sebenarnya adalah
pelayanan publik, tutur kata, sikap
bagaimana implementasi dari nilai-
dan perilaku para pemberi pelayanan
nilai tersebut. Pendapat tersebut tidak
seringkali dijadikan obyek penilaian
salah, tetapi harus diakui bahwa tidak
dimana nilai-nilai besar tersebut
adanya kode etik ini memberi peluang
dijadikan ukurannya. Disamping
bagi para pemberi pelayanan untuk
nilai-nilai dasar tersebut, mungkin ada
mengeyampingkan kepentingan pulik.
juga nilai-nilai lain yang dianggap
Kehadiran kode etik itu sendiri lebih
4
berfungsi sebagai kontrol lansung
Denhardt, KG. 1988. The ethics of public sikap dan perilaku dalam bekerja,
service: resolving moral dilemmas in the
public organizations. New York: Green- mengingat tidak semua aspek dalam
wood Press.
5
Ibid

Etika Pelayanan Publik... 63


bekerja diatur secara lengkap melalui dirahasiakan, dukungan terhadap
aturan atau tata tertib yang ada dalam “system merit” dan program
suatu organisasi pelayanan publik. “affirmative action”.
Kode etik tidak hanya sekedar Semua nilai yang terdapat dalam
bacaan, tetapi juga diimplementasikan kode etik pelayan publik ini bukan
dalam melakukan pekerjaan, dinilai muncul tiba-tiba tetapi melalui suatu
tingkat implementasinya melalui kajian yang mendalam dan
mekanisme monitoring, kemudian membutuhkan waktu lama, dan
dievaluasi dan diupayakan perbaikan didukung oleh diskusi dan dialog
melalui konsensus. Komitmen yang tidak pernah berhenti. Kon-
terhadap perbaikan etika ini perlu ferensi atau seminar berkala
ditunjukkan, agar masyarakat semakin diantara para akademisi dan praktis
yakin bahwa birokrasi publik administrasi publik terus dilakukan,
sungguh-sungguh akuntabel dalam para peserta seminar atau
melaksanakan kegiatan pelayanan konferensi sangat diharapkan untuk
publik. berpartisipasi dalam diskusi dan
Untuk itu, kita barangkali perlu dialog terbuka dan mendalam untuk
belajar dari negara lain yang sudah menetapkan nilai-nilai moral dan
maju dan memiliki kedewasaan etika yang harus diperhatikan dalam
beretika. Di Amerika Serikat, bekerja, termasuk dalam kondisi
misalnya, kesadaran beretika dalam apa seorang birokrasi publik harus
pelayanan publik telah begitu bertindak atau memperhatikan nilai-
meningkat sehingga banyak profesi nilai etika.
pelayanan publik yang telah Untuk membantu menerapkan
menetapkan kode etiknya. Salah prinsip-prinsip etika dan moral di
satu contoh yang relevan dengan Indonesia, pengalaman negara-negara
pelayanan publik adalah kode etik lain perlu ditimba. Tidak dapat
yang dimiliki ASPA (America disangkal bahwa pada saat ini
Society for Public Administration), Indonesia dikenal sebagai negara
yang telah direvisi berulang-ulang koruptor nomor muda atau paling
kali dan mendapat penyempurnaan muda di dunia, perlu berupaya keras
dari para anggotanya 6 (Wachs, menerapkan prinsip-prinsip etika dan
1985). Nilai-nilai yang dijadikan moral. Etika perumusan kebijakan,
kode etik bagi pelayan publik di etika pelaksana kebijakan, etika
Amerika Serikat adalah menjaga evaluator kebijakan, etika admi-
integritas, kebenaran, kejujuran, nistrasi publik/birokrasi publik/
ketabahan, respek, penuh perhatian, pelayanan publik, etika perencanaan
keramahan, cepat tanggap, publik, etika PNS, dan sebagainya,
mengutamakan kepentingan publik, harus diprakarsai dan mulai
memberi perlindungan terhadap diterapkan sebelum berkembangnya
informasi yang sepatutnya budaya yang bertentangan dengan
moral dan etika.
6
Prinsip-prinsip etika pelayanan
Wachs, M. 1985. Ethics in Planning Center publik yang dikembangkan oleh
for Urban Policy Research. The State
University of New Jersey.

64 DEMOKRASI Vol. IX No. 1 Th. 2010


Institute Josephson America7 dapat publik harus berpengetahuan dan
digunakan sebagai rujukan atau siap melaksanakan wewenang
referensi bagi para birokrasi publik publik;
dalam memberikan pelayanan, antara 10. Akuntabilitas. Orang yang etis
lain adalah sebagai berikut: menerima tanggung jawab atas
1. Jujur, dapat dipercaya, tidak ber- keputusan, konsekuensi yang
bohong, tidak menipu, mencuri, diduga dari dan kepastian mereka,
curang, dan berbelit-belit; dan memberi contoh kepada orang
2. Integritas, berprinsip, terhormat, lain;
tidak mengorbankan prinsip 11. Menjaga kepercayaan publik.
moral, dan tidak bermuka dua; Orang-orang yang berada disektor
3. Memegang janji. Memenuhi janji publik mempunyai kewajiban
serta mematuhi jiwa perjanjian khusus untuk mempelopori dengan
sebagaimana isinya dan tidak cara mencontohkan untuk men-
menafsirkan isi perjanjian itu jaga dan meningkatkan integritas
secara sepihak; dan reputasi prosses legislatif.
4. Setia, loyal, dan taat pada American Society for Public
kewajiban yang semestinya harus Administration (ASPA), pada tahun
dikerjakan; 1981 mengembangkan kode etik
5. Adil. Memperlakukan orang pelayan publik8 sebagai berikut:
dengan sama, bertoleransi dan 1. Pelayanan kepada masyarakat
menerima perbedaan serta adalah di atas pelayanan kepada
berpikiran terbuka; diri sendiri;
6. Perhatian. Memperhatikan kese- 2. Rakyat adalah berdaulat dan
jahteraan orang lain dengan kasih mereka yang bekerja dalam
sayang, memberikan kebaikan instansi pemerintah pada akhirnya
dalam pelayanan; bertanggung jawab kepada rakyat;
7. Hormat. Orang yang etis mem- 3. Hukum mengatur semua tindakan
berikan penghormatan terhadap dari instansi pemerintah. Apabila
martabat manusia privasi dan hak hukum atau peraturan dirasa
menentukan nasib bagi setiap bermakna ganda, tidak bijaksana,
orang; atau perlu perubahan, kita akan
8. Kewarganegaraan, kaum profe- mengacu kepada sebesar-besarnya
sional sektor publik mempunyai kepentingan rakyat sebagai
tanggung jawab untuk meng- patokan;
hormati dan menghargai serta 4. Manajemen yang efesien dan
mendorong pembuatan keputusan efektif adalah dasar bagi admi-
yang demokratis; nistrasi negara. Suversi melalui
9. Keunggulan. Orang yang etis penyalahgunaan pengaruh, peng-
memperhatikan kualitas peker- gelapan, pemborosan, atau
jaannya, dan seorang profesional penyelewengan tidak dapat
dibenarkan. Pegawai-pegawai ber-
7
tanggung jawab untuk melaporkan
The Liang Gie. 2006. Etika Administrasi jika ada tindakan penyimpangan;
Pemerintahan. Jakarta: Universitas Ter-
buka.
8
Ibid

Etika Pelayanan Publik... 65


5. Sistem penilaian kecakapan, Sejalan dengan penilaian
kesempatan yang sama, dan asas- tersebut Jabbra dan Dwivedi9
asas itikad yang baik akan didu- mengatakan bahwa untuk menjamin
kung, dijalankan, dan dikem- kinerja pegawai sesuai dengan
bangkan; standard dan untuk meminimalkan
6. Perlindungan terhadap kepentingan penyalahgunaan kekuasaan oleh
rakyat adalah sangat penting. aparat pemerintah, maka aparat harus
Konflik kepentingan, penyuapan, mampu mengembangkan 5 macam
hadiah, atau favoritiasme yang akuntabilitas, yaitu: Pertama,
merendahkan jabatan publik untuk akuntabilitas administratif
keuntungan pribadi tidak dapat (organisasional). Dalam akuntabilitas
diterima; ini, diperlukan adanya hubungan
7. Pelayanan kepada masyarakat hirarkhis yang tegas diantara pusat-
menuntut kepekaan khusus dengan pusat pertanggungjawaban dengan
ciri-ciri sifat keadilan, keberanian, unit-unit di bawahnya. Hubungan-
kejujuran, persamaan, kompetisi, hubungan hirarkhis ini biasanya telah
dan kasih sayang. Kita menghargai ditetapkan dengan jelas baik dalam
sifat-sifat seperti ini dan secara aturan-aturan organisasi yang
aktif mengembangkannya; disampaikan secara formal ataupun
8. Hatinurani memegang peranan dalam bentuk hubungan jaringan
penting dalam memilih arah informal. Prioritas
tindakan. Ini memerlukan kesa- pertanggungjawaban lebih
daran akan makna ganda mora diutamakan pada jenjang pimpinan
dalam kehidupan, dan pengkajian atas dan diikuti terus ke bawah, dan
tentang prioritas nilai; tujuan yang pengawasan dilakukan secara intensif
baik tidak pernah membenarkan agar aparat tetap menuruti perintah
cara yang tak bermoral (good and yang diberikan. Pelanggaran
never justify immoral means); terhadap perintah akan diberikan
9. Para administrator negara tidak peringatan mulai dari yang palig
hanya terlibat untuk mencegah hal ringan sampai pemecatan; Kedua,
yang salah, tetapi juga untuk akuntabilitas legal. Ini adalah
mengusahakan hal yang benar bentuk pertanggungjawaban setiap
melalui pelaksanaan tanggung tindakan administratif dari aparat
jawab engan penuh dan tepat pada pemerintah di badan legislatif
waktunya. dan/atau di depan makamah. Dalam
Nilai-nilai etika di atas dapat hal pelanggaran kewajiban-
digunakan sebagai rujukan bagi kewajiban hukum ataupun
birokrasi publik dalam bersikap, ketidakmampuannya memenuhi
bertindak, dan berperilaku dalam keinginan legislatif, maka
memberikan pelayanan kepada pertanggungjawaban aparat atas
masyarakat, sekaligus dapat digu- tindakan-tindakannya dapat
nakan standar untuk menilai, apakah
sikap, tindakan, perilaku dan 9
Jabbra, J.G dan Dwivedi, O.P. 1989. Public
pelayanan yang diberikannya itu Service Accountability. Conneticut: Kuma-
dinilai baik atau buruk oleh publik. rian Press, Inc.

66 DEMOKRASI Vol. IX No. 1 Th. 2010


dilakukan di depan pengadilan tindakan pegawai pemerintah
ataupun lewat proses revisi seharusnya diletakan pada prinsip-
peraturan yang dianggap prinsip moral dan etika sebagai-
bertentangan dengan undang- mana diakui konstitusi dan
undang (judicial review); Ketiga, peraturan-peraturan lainnya serta
akuntabilitas politik. Para diterima oleh publik sebagai norma
administrator yang terkait dengan dan perilaku sosial yang telah
kewajiban menjalankan tugas- mapan. Oleh karena itu, wajar saja
tugasnya mengikuti adanya kalau publik menuntut dan
kewenangan pemegang kekuasaan mengharapkan perilaku para politisi
politik untuk mengatur, menetapkan dan pegawai pemerintah itu
prioritas dan pendistribusian sumber- berlandaskan nilai-nilai moral yang
sumber dan menjamin adanya telah diterima tadi. Untuk meng-
kepatuhan pelaksanaan perintah- hindari perilaku koruptif, masyarakat
perintahnya. Para pejabat politik itu menuntut para aparatur pemerintah itu
juga harus menerima tanggung jawab mempunyai dan mengembangkan
administratif dan legal karena mereka akuntabilitas moral pada diri mereka.
punya kewajiban untuk menjalankan Namun sayangnya, kata Wahyudi10
tugas-tugasnya dengan baik; tanggung jawab moral dan
Keempat, akuntabilitas profesional. tanggung jawab profesional
Sehubungan dengan semakin menjadi satu titik lemah yang
meluasnya profesionalisme di krusial dalam birokrasi pelayanan di
organisasi publik, para aparat Indonesia.
profesional (seperti dokter, insinyur, Berkaitan dengan itu Harbani11
pengacara, ekonom, akuntan, pekerja mengatakan bahwa untuk menilai
sosial dan sebagainya) mengharap baik buruknya suatu pelayanan publik
dapat memperoleh kebebasan yang yang diberikan oleh birokrasi publik
lebih besar dalam melaksanakan dapat dilihat dari baik buruknya
tugas-tugasnya dan dalam penerapan nilai-nilai sebagai berikut:
menetapkan kepentingan publik. Pertama, efesiensi, yaitu para birokrat
Kalaupun mereka tidak dapat tidak boros dalam melaksanakan
menjalankan tugasnya mereka tugas-tugas pelayanan kepada
mengharapkan mememperoleh masyarakat. Dalam artian bahwa para
masukan untuk perbaikan. Mereka birokrat secara berhati-hati agar
harus dapat menyeimbangkan antara memberikan hasil yang sebesar-
kode etik profesinya dengan besarnya kepada publik. Dengan
kepentingan publik, dan dalam hal demikian nilai efesiensi lebih
kesulitan mempertemukan keduanya
10
maka mereka harus lebih Wahyudi Kumorotomo . 2006. “Pelayanan
mengutamakan akuntabilitasnya yang Akuntabel dan Bebas dari KKN”,
kepada kepentingan publik; Kelima, dalam Agus Dwiyanto,ed .2006.
Mewujudkan Good Governance Melalui
akuntabilitas moral. Telah banyak Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah
diterima bahwa pemerintah Mada University Press.
memang selayaknya bertanggung- 11
Harbani Pasolong. 2007. Teori Administrasi
jawab secara moral atas tindakan- Publik. Bandung: Alfabeta.
tindakannya. Landasan bagi setiap

Etika Pelayanan Publik... 67


mengarah pada penggunaan sumber perilaku yang antara lain dapat
daya yang dimiliki secara cepat dan dilakukan melalui pembudayaan kode
tepat, tidak boros dan dapat etik (code of ethical conducts) yang
dipertanggungjawabkan kepada didasarkan pada dukungan ling-
publik. Jadi dapat dikatakan baik (etis) kungan (enabling strategy) yang
jika birokrasi publik menjalankan diterjemahkan ke dalam standar
tugas dan kewenangannya secara tingkah laku yang dapat diterima
efesien. Kedua, efektivitas, yaitu pada umum, dan dijadikan acuan perilaku
birokrat dalam melaksanakan tugas- birokrasi pelayan publik baik di pusat
tugas pelayanan kepada publik harus maupun di daerah-daerah.
baik (etis) apabila memenuhi target Dalam pelaksanaan kode etik
atau tujuan yang telah ditentukan tersebut, birokrasi publik harus
sebelumnya tercapai. Tujuan yang bersikap terbuka, transparan, dan
dimaksud adalah tujuan publik dalam akuntabel, untuk mendorong penga-
mencapai tujuannya, bukan tujuan malan dan pelembagaan kode etik
pemberi pelayanan (birokrasi publik). tersebut. Dalam hubungannya dengan
Ketiga, kualitas layanan, yaitu pelayanan kepada masyarakat biro-
kualitas pelayanan yang diberikan krasi publik jangan mengedepankan
oleh pada birokrat kepada publik wewenang, namun yang perlu
harus memberikan kepuasan kepada didahulukan adalah peranan selaku
yang dilayani. Dalam artian bahwa pelayan publik, yang manifestasinya
baik (etis) tidaknya pelayanan yang antara lain dalam perilaku “melayani,
diberikan birokrat kepada publik bukan dilayani”; “mendorong, bukan
ditentukan oleh kualitas pelayanan. menghambat”; “mempermudah, bukan
Keempat, responsivitas, yaitu mempersulit”; “sederhana, bukan
berkaitan dengan tanggung jawab berbelit-belit”. Standar etika
birokrat dalam merespon kebutuhan pelayanan publik yang diperlukan di
publik yang sangat mendesak. sini adalah pemenuhan atau
Birokrat dalam menjalankan tugasnya peruwujudan nilai-nilai atau norma-
dinilai baik (etis) jika responsibel dan norma sikap dan perilaku birokrasi
memiliki profesional atau kompetensi publik dalam setiap pelayanan dan
yang sangat tinggi. Kelima, tindakannya, yang dapat diterima oleh
akuntabilitas, yaitu berkaitan dengan masyarakat luas. Ini tidak berarti
pertanggungjawaban dalam melak- bahwa birorasi pelayan publik sama
sanakan tugas dan kewenangan sekali tidak memiliki standar etika
pelayanan publik. Birokrat yang baik pelayanan, akan tetapi dimensi
(etis) adalah birokrat yang akuntabel pelaksanaan etika tersebut mungkin
dalam melaksanakan tugas dan yang perlu ditingkatkan.
kewenangannya.
Dari uraian di atas terlihat III. PENUTUP
bahwa salah satu prinsip dalam Birokrasi penyelenggara pelayanan
pemerintahan adalah pelayanan, yaitu publik tidak mungkin bisa dilepaskan
semangat untuk melayani masyarakat. dari nilai etika. Karena etika berkaitan
Untuk mewujudkan hal itu, maka dengan soal kebaikan dan keburukan
diperlukan suatu proses perubahan

68 DEMOKRASI Vol. IX No. 1 Th. 2010


di dalam hidup manusia, maka tugas- mendasar, tetapi juga nilai kejuangan.
tugas dari birokrasi pelayan publikpun Hal terakhir ini penting karena
tidak terlepas dari hal-hal yang baik birokrasi pelayan publik ini adalah
dan buruk. Dalam praktek pelayanan pejuang dalam arti menempatkan
publik saat ini di Indonesia, kita kepentingan umum di atas
menginginkan birokrasi publik yang kepentingan pribadi atau golongan,
terdiri dari manusia-manusia yang rela berkorban, dan bekerja keras
berkarakter, yang dilandasi sifat-sifat tanpa pamrih. Dengan semangat
kebajikan, yang akan menghasilkan kejuangan itu seorang birokrat, akan
kebajikan-kebajikan yang mengun- sanggup bertahan dari godaan untuk
tungkan masyarakat dan mencegah tidak berbuat yang bertentangan
tujuan menghalalkan segala cara. dengan nilai-nilai kebenaran,
Karakter ini harus ditunjukkan, bukan kebaikan, keindahan, kebebasan,
hanya menghayati nilai-nilai kebe- persamaan, dan keadilan.
naran, kebaikan, dan kebebasan yang

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Agus Dwiyanto, dkk. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia.


Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PPSK) UGM.
Denhardt, KG. 1988. The ethics of public service: resolving moral dilemmas in
the public organizations. New York: Greewood Press.
Edy Topo Azhari. 2003. “ Upaya Meningkatkan Kinieja Pelayanan Publik”.
Makalah. Disampaikan dalam Seminar Lokakarya Nasional Dimensi
Politik Pelayanan Publik: Partisipasi, Transparansi & Akuntabilitas pada
tanggal 8-9 Oktober 2003 di Hotel Indonesia Jakarta.
Harbani Pasolong. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
Jabbra, J.G dan Dwivedi, O.P. 1989. Public Service Accountability. Conneticut:
Kumarian Press, Inc.
Martins, Jr (ed). 1979. Professional Standards and Ethics. Washington, DC:
ASPA Publisher.
The Liang Gie. 2006. Etika Administrasi Pemerintahan. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Wachs, M. 1985. Ethics in Planning Center for Urban Policy Research. The State
University of New Jersey.
Wahyudi Kumorotomo . 2006. “Pelayanan yang Akuntabel dan Bebas dari KKN”,
dalam Agus Dwiyanto,ed .2006. Mewujudkan Good Governance Melalui
Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Etika Pelayanan Publik... 69


70 DEMOKRASI Vol. IX No. 1 Th. 2010

Anda mungkin juga menyukai