Anda di halaman 1dari 8

BAB 5

PEMBAHASAN

A. Strategi Pelaksanaan I Pada Klien Dengan Gangguan Sensori Persepesi:


Halusinasi Pendengaran
Pada pelaksanaan SP I penulis mengunakan mengontrol halusinasi dengan
cara menghardik secara teoritis menghardik adalah upaya mengendalikan diri
terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Klien dilatih
untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak memperdulikan
halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan pasien akan mampu mengendalikan diri
dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun
dengan kemampuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam
halusinasinya, pelaksanaan pada SP I menghardik meliputi penulis mewawancarai
klien dengan mengidentifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi dan respon
terhadap halusinasi "apakah bapak "K" mendengarkan sesuatu yang tanpal
wujudnya?, bisikan apa saja yang bapak dengar?, kapan bapak "K" sering mendengar
bisikan itu, apakah pagi, siang. sore atau malam?, berapa kali dalam sehari bapak
"K" mendengarkan suara bisikan itu?, kapan bapak mendengar suara bisikan itu,
apakah sedang sendirian atau ketika berkumpul?. Lalu apa yang bapak "K" lakukan
ketika mendengar bisikan itu, apakah menuruti suara bisikan itu atau melawan
bisikan itu?
Ketika sudah mengidentifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi dan respon
terhadap halusinasi penulis mengajari klien cara mengontrol halusinasi dengan cara
pertama yaitu menghardik. "Bapak "K" kita akan latihan cara mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik, caranya jika bapak mendengarkan suara bisikan-bisikan
itu, bapak tutup telinga lalu bilang pergi-pergi kamu suara, saya tidak mau dengar,
kamu tidak nyata, kamu suara palsu. Setelah mengajari klien mengontrol halusinasi
penulis mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik, ketika melakukan evaluasi klien tampak mampu melakukan cara
mengontrol halusinasi dengan cara menghardik, klien selalu menggunakan cara
tersebut untuk memngontrol halusinasi dengan cara menghardik ketika mendengar
suara bisikan-bisikan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alkhoisiyah Alfi Zelika dan
Deden Dermawan pada tahun 2015 dengan judul penelitian Kajian asuhan
Keperawatan Jiwa Ilalusinasi Pendengaran pada Sdr "D" dl Ruang Nakala RSJD
Surakarta dengan metode penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus dengan
pendckatan proses keperawatan (Nursing proses) dengan populasi pada penclitian
ini scbanyak 12 pasien yaitu klien jiwa dengan halusinasi yang berada didalam ruang
nakula dengan pengambilan sampel menggunakan cara purposive sampling yang
dilakukan interaksi selama 4 hari, adapun hasil peneitiannya menunjukkan bahwa
pada pelaksanaan tindakan peneliti mclakukan SP I pasien: bina hubungan saling
percaya dengan tujuan menentukan keberhasilan rencana selanjutnya, kemudian
membantu klien mengenal halusinasi (isi, waktu, terjadinya, frekuensi, situasi
pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi) bertujuan untuk mengenalkan pada klien
terhadap halusinasi dan mengidentifikasi faktor pencetus halusinasinya dan
menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi yang bertujuan untuk menentukan
tindakan yang tepat atas halusinasinya.
Selanjutnnya peneliti mengajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara
pertama yaitu menghardik halusinasi yang bertujuan untuk mengontrol munculnya
suara-suara palsu yang didengar. Tindakan ini sesuai dengan teori yang dituliskan
oleh Direja (2011) bahwa tindakan yang tepat adalah binal hubungan saling percaya,
membantu pasien mengenal halusinasi (isi, waktu. terjadinya, frekuensi, situasi
pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi), menjelaskan cara-cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.

B. Strategi Pelaksanaan 2 Pada Klien Dengan Gangguan Sensori Persepesi:


Halusinasi Pendengaran
Pada pelaksanaan SP 2 penulis mengunakan mengontrol halusinasi dengan
cara bercakap-cakap dengan orang lain secara teoritis bercakap-cakap dengan orang
lain adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak
halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk berbicara denan orang lain agar dapat
menolak halusinasi tersebut. Kalau ini dapat dilakukan, klien akan mampu
mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin
halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini klien tidak akan larut untuk
menuruti apa yang ada dalam halusinasinya, pelaksanaan pada SP 2 yaitu bercakap-
cakap dengan orang lain meliputi penulis mewawancarai pasien dengan
mengidentifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi dan respon terhadap halusinasi
"apakah bapak "K" mendengarkan sesuatu yang tanpa wujudnya?, bisikan apa saja
yang bapak dengar?, kapan bapak "K" sering mendengar bisikan itu, apakah pagi,
siang, sore atau malam?, berapa kali dalam schari bapak "K" mendengarkan suara
bisikan itu?, kapan bapak mendengar suara bisikan itu, apakah sedang sendirian atau
ketika berkumpul? Lalu apa yang bapak "K" lakukan ketika mendengar bisikan itu,
apakah menuruti suara bisikan itu atau melawan bisikan itu?
Ketika sudah mengidentifikasi jenis, isi, waktu, frckuensi, situasi dan respon
terhadap halusinasi penulis mengajari klien cara mengontrol halusinasi dengan cara
kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain. "Bapak "K" kita akan latihan cara
mengontrol halusinasi dengan cara yang kedua yaitu denan cara bercakap-cakap
dengan orang lain, caranya jika bapak mendengarkan suara bisikan-bisikan itu, adik
bisa langsung panggil perawat dan ajak perawat ngobrol, atau kalau sedang berada
dirumah apabila suara- suara itu muncul adik bisa langsung panggil kakak, bapak,
ibu dan ajak ngobrol Setelah mengajari klien mengontrol halusinasi penulis
mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-
cakap dengan orang lain, ketika melakukan evaluasi klien tampak mampul
melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain, klien selalu menggunakan cara tersebut untuk memngontrol halusinasi dengan
cara bercakap-cakap dengan orang lain ketika mendengar suara bisikan-bisikan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alkhoisiyah Alfi Zelika dan
Deden Dermawan pada tahun 2015 dengan judul penelitian Kajian Asuhan
Keperawatan Jiwa Hlalusinasi Pendengaran pada Sdr. "D"di Ruang Wakula RSJD,
Surakarta dengan metode penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus dengan
pendekatan proses keperawatan (Nursing proses) dengan populasi pada penelitian
ini sebanyak 12 pasien yaitu klien jiwa dengan halusinasi yang berada didalam ruang
nakula dengan pengambilan sampel menggunakan cara purposive sampling yang
dilakukan interaksi selama 4 hari, adapun hasil peneitiannya menunjukkan bahwa
pada pelaksanaan tindakan peneliti melakukan SP 2 pasien: melatih klien
mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain.
Tujuan dari tindakan tersebut adalah membantu klien untuk beradaptasi dengan cara
alternatif yang ada. Tindakan ini sesuai dengan teori yang dituliskan oleh Direja
(2011) bahwa tindakan yang tepat adalah bina hubungan saling percaya, membantu
pasien mengenal halusinasi (isi, waktu teriadinya, frekuensi, situasi pencetus,
perasaan saat teriadi halusinasi), menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi,
mengajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan orang
lain saat halusinasi muncul.

C. Strategi Pelaksanaan 3 Pada Klien Dengan Gangguan Sensori Persepesi :


Halusinasi Pendengaran
Pada pelaksanaan SP 3 penulis mengunakan mengontrol halusinasi dengan
cara melakukan aktivitas terjadwal secara teoritis melakukan aktivitas terjadwal
adalah upaya mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak
halusinasi yang muncul. Klien dilatih untuk melakukan aktivitas terjadwal agar dapat
menolak halusinasi tersebut. Kalau ini dapat dilakukan, klien akan mampu
mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin
halusinasi tetap ada namun dengan kemampuan ini klien tidak akan larut untuk
menuruti apa yang ada dalam halusinasinya, pelaksanaan pada SP 3 yaitu melakukan
aktivitas terjadwal meliputi penulis mewawancarai klien dengan mengidentifikasi
jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi dan respon terhadap halusinasi "apakah bapak "K"
mendengarkan sesuatu yang tanpa wujudnya?, bisikan apa saja yang bapak dengar?,
kapan bapak "K" sering mendengar bisikan itu, apakah pagi, siang, sore atau malam?,
berapa kali dalam sehari bapak "K" mendengarkan suara bisikan itu?, ketika kapan
bapak mendengar suara bisikan itu, apakah sedang sendirian atau ketika berkumpul?
Lalu apa yang bapak "K" lakukan ketika kita mendengar bisikan itu, apakah
menuruti suara bisikan itu atau melawan bisikan itu?
Ketika sudah mengidentifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi dan respon
terhadap halusinasi penulis mengajari klien cara mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal. "Bapak "K" kita akan latihan cara|
mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu dengan cara melakukan
aktivitas terjadwal, caranya jika bapak mendengarkan suara bisikan-bisikan itu,
bapak bisa langsung melakukan aktivitas atau kegiatan yang biasa bapak lakukan,
mulai dari pagi, siang, sore, hingga malam. Setelah mengajari klien mengontrol
halusinasi penulis mengevaluasi kemampuan klien dalam mengontrol halusinasi
dengan cara melakukan aktivitas terjadwal, ketika melakukan evaluasi klien tampak
mampu melakukan cara mengontrol halusinasi dengan cara melakukan aktivitas
terjadwal, klien selalu menggunakan tersebut untuk memngontrol halusinasi dengan
cara melakukan aktivitas terjadwal ketika mendengar suara bisikan-bisikan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alkhoisiyah Alfi Zelika dan
Deden Dermawan pada tahun 2015 dengan judul penelitian Kajian Asuhan
Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran pada Sdr. "D" di Ruang Nakula RSJD
Surakarta dengan metode penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus dengan
pendekatan proses keperawatan (Nursing proses) dengan populasi pada penelitian
ini sebanyak 12 pasien yaitu pasien jiwa dengan halusinasi yang berada didalam
ruang nakula dengan pengambilan sampel menggunakan cara purposive sampling
yang dilakukan interaksi selama 4 hari, adapun hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa pada pelaksanaan tindakan peneliti melakukan SP 3 pasien: melatih klien
mengontrol halusinasi dengan cara ketiga yaitu bercakap melakukan aktivitas
terjadwal. Tujuan dilakukan tindakan ini agar partisipasi klien dalam kegiatan
tersebut membantu klien beraktivitas sehingga halusinasi tidak muncul. Tindakan ini
sesuai dengan teori yang dituliskan oleh Dermawan dan Rusdi (2013) bahwa
tindakan yang tepat adalah melatih klien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga
yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal.

D. Strategi Pelaksanaan 4 Pada Klien Dengan Gangguan Sensori Persepesi :


Halusinasi Pendengaran
Pada pelaksanaan SP 4 penulis mengunakan mengontrol halusinasi dengan
cara melatih klien menggunakan obat secara teratur, secara teoritis menggunakan
obat secara teratur adalah upaya untuk mencegah agar halusinasi tidak muncul
kembali. Klien dilatih untuk menggunakan obat secara teratur agar halusinasinya
tidak muncul kembali. Kalau ini dapat dilakukan, klien akan mampu mengendalikan
diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada
namun dengan kemampuan ini klien tidak akan larut untuk menuruti apa yang ada
dalam halusinasinya, pelaksanaan pada SP 4 yaitu dengan cara melatih klien
menggunakan obat secara teratur meliputi penulis mewawancarai klien dengan
mengidentifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi dan respon terhadap halusinasi
"apakah bapak "K" mendengarkan sesuatu yang tanpa wujudnya?, bisikan apa saja
yang bapak dengar?, kapan bapak "K" sering mendengar bisikan itu, apakah pagi,
siang, sore atau malam?, berapa kali dalam sehari bapak K" mendengarkan suara
bisikan itu?, ketika kapan bapak mendengar suara bisikan itu, apakah sedang
sendirian atau ketika berkumpul? Lalu apa yang bapak "K" lakukan ketika
mendengar bisikan itu, apakah menuruti suara bisikan itu atau melawan bisikan itu?
Ketika sudah mengidentifikasi jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi dan respon
terhadap halusinasi penulis mengajari klien cara mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal. "Bapak "K" kita akan belajar cara minum
obat yang baik dan teratur dan kegunaan obat tersebut. Latihan cara mengontrol
halusinasi dengan cara keempat yaitu melatih klien menggunakan obat secara teratur,
caranya sebelum bapak meminum obat, bapak harus perhatikan 6 benar dakam
mengkonsumsi obat. Bapak harus tahu dulu nama obatnya, cara mengkonsumsinya,
waktu untuk mengkonsumsinya, dan jumlah dosis obat tersebut. Setelah mengajari
klien tentang menggunakan obat secara teratur penulis mengevaluasi kemampuan
klien dalam menggunakan obat secara teratur. Ketika melakukan evaluasi klien
tampak mampu melakukan cara menggunakan obat secara teratur, klien selalu
menggunakan tersebut untuk mencegah halusinasinya agar tidak muncul kembali.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Alkhoisiyah Alfi Zelika dan
Deden Dermawan pada tahun 2015 dengan judul penelitian Kajian Asuhan
Keperawatan jiwa Halusinasi Pendengaran pada Sdr. "D" di Ruang. Wakula RSJD,
Surakarta dengan metode penelitian kualitatif dengan ancangan studi kasus dengan
pendekatan proses keperawatan (Nursing proses) dengan populasi pada penelitian
ini sebanyak 12 pasien yaitu klien jiwa dengan halusinasi yang berada didalam ruang
nakula dengan pengambilan sampel menggunakan cara purposive sampling yang
dilakukan teraksi selama 4 hari, adapun hasil peneitiannya menunjukkan bahwa pada
pelaksanaan tindakan peneliti melakukan SP 4 pasien: melatih klien menggunakan
obat secara teratur. Tujuan tindakan ini untuk meningkatkan engetahuan tentang
manfaat dan efek samping obat, mengetahui reaksi telah minum obat, ketepatan
prinsip 5 benar minum obat membantu penyembuhan dan menghindari kesalahan
minum obat serta membantu tercapainya. Tindakan ini sesuai dengan teori yang
dituliskan oleh Dermawan, dan Rusdi (2013) bahwa tindakan yang tepat adalah
melatih klien menggunakan obat secara teratur.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari uraian BAB pembahasan dan disesuaikan dengan tujuan
khusus dari penulisan makalah, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengkajian adalah tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan dan
dalam kasus ini ditemukan data yang menjadi fokus dalam gangguan sensori
persepsi: halusinasi pendengaran.
2. Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari
pengkajian. Sedangkan diagnosa yang penulis angkat pada kasus Tn "K" adalah
gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran.
3. Intervensi keperawatan terdiri dari tiga aspek, yaitu tujuan umum, tuuan khusus.
dan rencana tindakan keperawatan. Tujuan umum dilakukan tindakan
keperawatan pada permasalahan yang dihadapi klien yaitu agar dapat
mengontrol halusinasi yang dialami. Pada kasus Tn "K" penulis melakukan
intervensi sesuai dengan teori yang ada dengan menggunakan SP I sampai SP 4
pada halusinasi.
4. Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana penerapan yant
telah disusun pada tahapan perencanaan. Pada diagnosa gangguan persepsi
sensori: halusinasi disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan, yang
terdiri dari strategi pelaksanaan untuk klien.
5. Evaluasi dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran yang.
diharapkan bermanfaat
1. Bagi Rumah Sakit
Hendaknya menyediakan dan memfasilitasi apa saja yang dibutuhkan klien
untuk penyembuhan, rumah sakit menyediakan perawat profesional guna
membantu penyembuhan klien.
2. Bagi Pasien
Perlunya peningkatan pengetahuan bagi klien dan keluarga dengan jiwa tentang
informasi penyakit yang diderita, khususnya pencegahan supaya tidak terjadi
kekambuhan dan rutinitas dalam minum obat.
3. Bagi Institusi
Memberikan kemudahan dalam pemakaian sarana dan prasarana yang
merupakan fasilitas bagi mahasiswa untuk mengembangkan. Ilmu pengetahuan
dan ketrampilannya dalam melalui praktek klinik dan pembuatan laporan
khususnya pada keperawatan jiwa.
4. Bagi Keluarga dalam Perlunya keterlibatan seluruh anggota keluarga
memperbaiki kesehtan keluarga yang menderita gangguan jiwa sehingga
pemecahan masalah yang dihadapi pasien dapat ditingkatkan.

Anda mungkin juga menyukai