Anda di halaman 1dari 48

INTEGRASI NUMERIS

RUMUS TRAPESIUM DAN KUADRATUR GAUSS


Makalah ini dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Numerik
Dosen Pengampu: Nendra Mursetya Somasih Dwipa, M. Sc

Disusun Oleh:
KELOMPOK V
1. Eva Nurlia Wati 17144100041
2. Dewi Mekarsari Oktaviyani 17144100047
3. Layli Umaya Sari 16144100026
4. Nanda Yonada Merina 16144100050
5. Wahid Riski A P 16144100053
6. Annisa Kumala Aisyah 16144100065

KELAS 7A4

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang memberikan rahmat
serta hidayah – Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah metode
numerik matematika tentang “Integrasi Numeris Rumus Trapesium dan Kuadratur
Gauss”. Ini dengan tepat waktu sebagaimana mestinya.

Kami sebagai penyusun makalah ini menyadari, bahwa tanpa adanya kerja
sama, bimbingan, petunjuk dan saran dari berbagai pihak antara lain dosen dan
teman – teman mahasiswa mungkin makalah ini tidak akan terselesaikan tepat
waktu, untuk itu patutlah kiranya penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa, penulisan makalah ini tidak terlepas


dari berbagai kekurangan, maka dengan segala kerendahan hati penulis
mengharapkan kritik dan saran.

Yogyakarta, 18 November 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
KAJIAN PUSTAKA.........................................................................................................3
A. Metode Numerik....................................................................................................3
B. Angka Signifikan/Bena..........................................................................................4
C. Deret Taylor...........................................................................................................9
D. Deret Mc. Laurin..................................................................................................11
E. Error/Galat...........................................................................................................12
F. Metode Biseksi.....................................................................................................16
G. Metode Regula Falsi.............................................................................................18
H. Metode Newton Rapshon.....................................................................................20
I. Metode Secant......................................................................................................21
J. Polinom Interpolasi Beda Maju............................................................................22
Polinom Interpolasi Beda Tengah.................................................................................23
BAB III...........................................................................................................................31
PEMBAHASAN.............................................................................................................31
A. Integral Numerik..................................................................................................31
B. Aturan/Rumus Trapesium.....................................................................................32
C. Kuadratur Gauss...................................................................................................36
BAB IV............................................................................................................................40
STUDI KASUS...............................................................................................................40
BAB V.............................................................................................................................42
KESIMPULAN..............................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................44

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Integrasi numerik memiliki peranan penting dalam masalah sains dan


teknik. Hal ini mengingat di dalam bidang sains sering ditemukan
ungkapan-ungkapan integral matematis yang tidak mudah atau bahkan
tidak dapat diselesaikan secara analitis. Integrasi numerik merupakan
metode untuk memperoleh nilai integral dari suatu fungsi secara numerik.
Metode ini digunakan pada fungsi-fungsi yang diintergralkan secara
analitik. Disampin itu, terkadang fungsi yang di intergralkan tidak
berbentuk analitis namun dalam bentuk titik-titik data. Oleh sebab itu,
kehadiran intergasi numerik menjadi penting ketika pendekatan analisis
mengalami kebuntuan.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam menentukan


integrasi numerik diantaranya metode rumus trapesium (trapezoid rule),
metode simpson, metode aturan titik tengah, metode Newton-Cotes dan
metode kuadratur gaus. Kedua metode integrasi tersebut memiliki tujuan
untuk memperoleh ketelitian yang lebih mendekati sebenarnya. Metode
rumus trapesium sendiri merupakan metode yang didasarkan pada
penjumlahan segmen-segmen yang berbentuk menyerupai trapesium.
Sedangkan metode kuadratur gaus merupakan metode paling mudah untuk
menghitung integral. Mengapa dikatakan mudah, karena hanya dengan
mengevaluasi fungsi yang akan diintegralkan pada sejumlah lokasi dan
kemudian menggunakan hasilnya untuk menghampiri integral tersebut.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai integrasi numerik


menggunakan metode trapesium dan metode kuadratur gaus.
B. Rumusan Masalah

Pada makalah ini penyusun mencoba merumuskan permasalahan yang


akan dibahas sebagai berikut:

1. Apa pengertian dari inetrasi numerik?.

2. Apa pengertian dari metode aturan trapesium?.

3. Bagaimana alogaritma metode integrasi trapesium?.

4. Apa pengertian dari metode kuadratur gaus?.

5. Bagaimana alogaritma dari metode kuadratur gaus?.

C. Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam makalah ini adalah:

1. Mengetahui pengertian dari integrasi numerik.

2. Mengetahui pengertian dari metode aturan trapesium.

3. Mengetahui langkah-langkah alogaritma metode integrasi aturan


trapesium.

4. Mengetahui pengertian integrasi kuadratur gaus.

5. Mengetahui langkah-langkah alogaritma integrasi kuadratur gaus.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Metode Numerik
Metode numerik adalah teknik untuk menyelesaikan permasalahan-
permasalahan yang diformulasikan secara matematis dengan menggunakan
operasi hitungan (arithmatic) yaitu operasi tambah, kurang, kali, dan bagi.
Terdapat banyak jenis metode numerik, namun pada dasarnya, masing
-masing metode tersebut memiliki karakteristik umum, yaitu selalu mencakup
sejumlah kalkulasi aritmetika.Solusi dari metode numerik selalu berbentuk
angka dan menghasilkan solusi hampiran. Hampiran, pendekatan, atau
aproksimasi (approximation) didefinisikan sebagai nilai yang mendekati
solusi sebenarnya atau sejati (exact solution). Sedangkan galat atau kesalahan
(error) didefinisikan sebagai selisih nilai sejati dengan nilai hampiran.
Metode numerik dapat menyelesaikan permasalahan matematis yang
sering nonlinier yang sulit diselesaikan dengan metode analitik.Metode
analitik disebut juga metode sejati karena memberi solusi
sejati(exact solution) atau solusi yang sesungguhnya, yaitu solusi yang
memiliki galat(error) sama dengan nol. Jika terdapat penyelesaian secara
analitik, mungkin proses penyelesaiannya sangat rumit, sehingga tidak
effisien. Contohnya: menentukan akar-akar polynomial. Jadi, jika suatu
persoalan sudah sangat sulit atau tidak mungkin digunakan dengan
metodeanalitik maka kita dapat menggunakan metode numerik sebagai
alternatif penyelesaian persoalan tersebut.
Metode numerik ini disajikan dalam bentuk algoritma-algoritma yang
dapat dihitung secara cepat dan mudah. Pendekatan yang digunakan dalam
metode numerik merupakan pendekatan analisis matematis, dengan tambahan
grafis dan teknik perhitungan yang mudah. Algoritma pada metode numerik
adalah algoritma pendekatan maka dalam algoritma tersebut akan muncul
istilah iterasi yaitu pengulangan proses perhitungan. Dengan metode
pendekatan, tentunya setiap nilai hasil perhitungan akan mempunyai
nilaierror (nilai kesalahan)
Penggunaan metode numerik biasanya digunakan untuk menyelesaikan
persoalan matematis yang penyelesaiannya sulit didapatkan dengan
menggunakan metode analitik, yaitu:
1. Menyelesaikan persamaan non linear
2. Menyelesaikan persamaan simultan
3. Menyelesaikan differensial dan integral
4. Menyelesaikan persamaan differensial
5. Interpolasi dan Regresi
6. Masalah multivariabel untuk menentukan nilai optimal yang tak bersyarat
Keuntungan penggunaan Metode Numerik:
1. Solusi persoalan selalu dapat diperoleh
2. Dengan bantuan komputer, perhitungan menjadi cepat dan hasilnya dapat
dibuat sedekat mungkin dengan nilai sesungguhnya
Kekurangan penggunaan Metode Numerik:
1. Nilai yang diperoleh adalah hampiran(pendekatan)
2. Tanpa bantuan alat hitung (komputer), perhitungan umumnya lama dan
berulang-ulang.

B. Angka Signifikan/Bena
1. Pengertian Angka Bena
Angka bena (significant figure) atau angka berararti telah
dikembangkan secara formal untuk menandakan keandalan suatu nilai
numerik.Angka bena merupakan jumlah angka yang digunakan sebagai
batas minimal tingkat keyakinan.Angka bena terdiri dari angka pasti dan
angka taksiran.Letak angka taksiran berada di akhir angka bena.
Contoh:
Bilangan 45.389; angka 9 adalah angka taksiran
Bilangan 4, 785; angka 5 adalah angka taksiran
2. Aturan-aturan tentang Angka Bena
a. Angka bena adalah setiap angka yang bukan nol pada suatu bilangan
Contoh:
Bilangan 4678; terdiri dari 4 angka bena
Bilangan 987, 654; terdiri dari 6 angka bena
Bilangan 4550679; terdiri dari 7 angka bena
b. Angka bena adalah setiap angka nol yang terletak di antara angka-
angka bukan nol.
Contoh:
Bilangan 2001; terdiri dari 4 angka bena
Bilangan 201003 terdiri dari 6 angka bena
Bilangan 2001, 400009 terdiri dari 10 angka bena
c. Angka bena adalah angka nol yang terletak di belakang angka bukan
nol yang terakhir dan dibelakang tanda desimal.
Contoh:
Bilangan 23, 3000; terdiri dari 6 angka bena
Bilangan 3, 10000000 terdiri dari 9 angka bena
Bilangan 345, 60000000 terdiri dari 11 angka bena
d. Dari aturan b dan c dapat diberikan contoh angka bena adalah sebagai
berikut:
Bilangan 34, 060000; terdiri dari 8 angka bena
Bilangan 0, 00000000000000566; terdiri dari 3 angka bena
Bilangan 0, 600; terdiri dari 3 angka bena
Bilangan 0, 060000; terdiri dari 5 angka bena
Bilangan 0, 000000000000005660; terdiri dari 4 angka bena
e. Angka nol yang terletak di belakang angka bukan nol terakhir dan
tanpa tanda desimal bukan merupakan angka bena.
Contoh:
Bilangan 34000; terdiri dari 2 angka bena
Bilangan 1230000; terdiri dari 3 angka bena
f. Angka nol yang terletak di depan angka bukan nol yang pertama
bukan merupakan angka bena.
Contoh:
Bilangan 0, 0000023; terdiri dari 2 angka bena
Bilangan 0, 000000000002424; terdiri dari 4 angka bena
Bilangan 0, 12456; terdiri dari 5 angka bena
g. Semua angka nol yang terletak di belakang angka bukan nol yang
terakhir, dan terletak di depan tanda deimal merupakan angka bena.
Contoh:
Bilangan 340, 67; terdiri dari 5 angka bena
Bilangan 123000, 6; terdiri dari 7 angka bena
h. Untuk menunjukkan jumlah angka bena, kita dapat memberi tanda
pada angka yang merupakan batas angka bena dengan garis bawah,
garis atas, atau cetak tebal
Contoh:
56778 adalah bilangan yang memiliki 5 angka signifikan
56778 adalah bilangan yang memiliki 5 angka signifikan
56778 adalah bilangan yang memiliki 5 angka signifikan

Penulisan angka bena dalam notasi ilmiah mengikuti aturan bentuk


umum notasi ilmiah yaitu a  10 n dengan a adalah bilangan riil yang
memenuhi 1  a  10 dan n adalah bilangan bulat.
Contoh:
Bilangan 29000 jika ditulis dalam notasi ilmiah menjadi 2,9  10 4
Bilangan 2977000 jika ditulis dalam notasi ilmiah menjadi 2,977  10 6
Bilangan 14, 98 jika ditulis dalam notasi ilmiah menjadi 1,498  101
Bilangan 0, 006 jika ditulis dalam notasi ilmiah menjadi 6  10 3
Bilangan -0, 00029 jika ditulis dalam notasi ilmiah menjadi  2,9  10 4
3. Aturan Pembulatan
Pembulatan suatu bilangan berarti menyimpan angka bena dan
membuang bukan angka bena dengan mengikuti aturan-aturan berikut:
a. Jika digit pertama dari bukan angka bena lebih besar dari 5, maka digit
terakhir dari angka bena ditambah 1. Selanjutnya buang bukan angka
bena.
Contoh:
Jika bilangan 567864 akan dibulatkan menjadi 4 angka bena, maka
ditulis menjadi 5679
Jika bilangan 145,89 akan dibulatkan menjadi 4 angka bena, maka
ditulis menjadi 145,9
Jika bilangan 123,76 akan dibulatkan menjadi 3 angka bena, maka
ditulis menjadi 124
b. Jika digit pertama dari bukan angka bena lebih kecil dari 5, maka
buang bukan angka bena
Contoh:
Jika bilangan 123,74 akan dibulatkan menjadi 4 angka bena, maka
ditulis menjadi 123,7
Jika bilangan 13416 akan dibulatkan menjadi 3 angka bena, maka
ditulis menjadi 134
c. Jika digit pertama dari bilangan bukan angka bena sama dengan 5,
maka:
1) Jika digit terakhir dari angka signifikan ganjil, maka digit terakhir
angka signifikan ditambah 1. Selanjutnya buang angka tidak
signifikan
Contoh:
Jika bilangan 13,356 akan dibulatkan menjadi 3 angka bena, maka
ditulis menjadi 13,4
2) Jika digit terakhir dari angka signifikan genap, maka buang angka
tidak signifikan
Contoh:
Jika bilangan 13,456 akan dibulatkan menjadi 3 angka bena, maka
ditulis menjadi 13,4
4. Aturan-aturan pada Operasi Aritmetika Angka Bena
a. Hasil penjumlahan atau pengurangan hanya boleh mempunyai angka
dibelakangkoma sebanyak angka di belakang koma yang paling sedikit
pada bilanganbilanganyang dilakukan operasi penjumlahan atau
pengurangan.
Contoh
0,4567 + 4,677 = 5,1337 (dibulatkan menjadi 5, 134)
345,31 + 3,5= 348,81 (dibulatkan menjadi 348, 8)
b. Hasil perkalian atau pembagian hanya bolehmempunyai angka bena
sebanyak bilangan dengan angka bena paling sedikit.
Contoh:

6, 78 x 8, 9123 = 60, 425394 ditulis menjadi 60, 4

420 : 2, 1 = 200 ditulis menjadi 2, 0 x 102

46, 5 x 1,4 = 65, 1 ditulis menjadi 6, 5 x 101
5. Contoh Soal
a. [(4,84 : 0, 40) x 2, 32] – [9, 12 x (4, 05 x 0, 212)]
b. [(3, 12 x 4, 87) + (0, 49 : 0, 7)]
c. 0, 00000121 : 1, 1
d. Hasil pengukuran panjang tali yang diperoleh oleh siswa A adalah 0,
50300 m. Maka banyak angka penting hasil pengukuran tersebut
adalah …
Penyelesaian
a. [(4,84 : 0, 40) x 2, 32] – [9, 12 x (4, 05 x 0, 212)]
= [12, 1 x 2, 32] – [9, 12 x 0, 8586]
Pembulatan sesuai aturan angka bena pada perkalian dan pembagian
= [12 x 2, 32] – [9, 12 x 0, 859]
= 27, 84 – 7, 83408
Pembulatan sesuai aturan angka bena pada perkalian
= 28 – 7, 83
= 20, 17
Pembulatan sesuai aturan angka bena pada pengurangan
= 20
b. [(3, 12 x 4, 87) + (0, 49 : 0, 7)]
= [15, 1944 + 0, 7]
Pembulatan sesuai aturan angka bena pada perkalian dan pembagian
= [15, 2 + 0, 7]
= 15, 9
c. 0, 00000121 : 1, 1
= 1, 1 x 10-6
d. Banyak angka penting dari bilangan 0, 50300 adalah 5 angka penting
C. Deret Taylor
1. Pengertian Deret Taylor
Deret Taylor merupakan dasar untuk menyelesaikan masalah dalam
metode numerik, terutama penyelesaian persamaan diferensial.
Teorema Taylor: Hanya ada satu deret pangkat dalam x-c memenuhi
untuk f(x) sehingga:
f ( x)  a 0  a1 ( x  c)  a 2 ( x  c) 2  a3 ( x  c) 3  ..... a n ( x  c) n  ...

=  a n ( x  c)
n

n 0

Berlaku untuk semua dalam beberapa interval di sekitar c dengan


f a (c )
an 
n!

f a (c )
Deret: f ( x)   ( x  c) n disebut deret Taylor
n 0 n!

Teorema tersebut dijelaskan sebagai berikut:


Jika f (x ) kontinu dalam selang (c-h, c+h) dengan 0 ≤ h ≤ ∞ dan andaikan
f didefinisikan sebagai:
(1) f ( x)  a0  a1 ( x  c)  a 2 ( x  c) 2  a3 ( x  c) 3  ..... an ( x  c) n  ...
Untuk semua x dalam selang (c-h, c+h), maka:
f ' ( x)  a1  2a 2 ( x  c)  3a 3 ( x  c) 2  4a 4 ( x  c ) 3  5a 5 ( x  c ) 4  6a 6 ( x  c) 5  ...
f ' ' ( x)  2a 2  2.3a 3 ( x  c )  3.4a 4 ( x  c ) 2  4.5a 5 ( x  c ) 3  5.6a 6 ( x  c ) 4  ...
f ' ' ' ( x)  2.3a 3  2.3.4a 4 ( x  c )  3.4.5a 5 ( x  c ) 2  4.5.6a 6 ( x  c ) 3  ...
.............................
f n ( x )  n ! a n  ( n  1)! a n 1 ( x  c)  (n  2)! a n  2 ( x  c ) 2  (n  3)! a n  3 ( x  c ) 3  ...

Jika pada fungsi-fungsi turunan tersebut ditetapkan x = c maka diperoleh:


f (c )  a 0 ; f ' (c )  1! a1 ; f ' ' (c )  2 ! a 2 ; f ' ' ' (c )  3 ! a 3 ;....
f ' (c ) f ' ' (c ) f ' ' ' (c ) f n (c )
f n (c)  n ! a n ;....atau : a 0  f (c ); a1  ; a2  ; a3  ;....; a n  ;....
1! 2! 3! n!

Jika harga-harga a 0 , a1 , a 2 , a3 ,...a n ,... dimasukkan ke (1) maka


diperoleh:
f ' (c ) f ' ' (c ) f ' ' ' (c ) f n (c )
f ( x )  f (c )  ( x  c)  ( x  c) 2  ( x  c) 3  .....  ( x  c ) n  ...
1! 2! 3! n!

2. Contoh Soal Deret Taylor


1
a. Tentukan deret taylor dari f ( z )  di sekitar z = i!
1 z
Penyelesaian:
1 1
f ( z)  , f (i ) 
1 z 1 i
1 1
f ' ( z)  , f ' (i ) 
(1  z ) 2
(1  i ) 2
2 2
f ' ' ( z)  , f ' ' (i ) 
(1  z ) 3
(1  i ) 3
6 6
f ' ' ' ( z)  , f ' ' ' (i ) 
(1  z ) 4
(1  i ) 4
(1) n .n ! (1) n .n !
f n ( z)  , f n
(i ) 
(1  z ) n 1 (1  i ) n 1

1
Jadi deret taylor dari f ( z )  di sekitar z = i adalah
1 z
1
f ( z) 
1 z
 (n)
f (i )
 f (i )   ( z  i) n
n 1 n!
1 
(1) n
  ( z  i) n
1  i n 1 (1  i ) n 1


(1) n
 n 1
( z  i) n
n 0 (1  i )

b. Tentukan deret taylor dari f ( x )  ln x di sekitar x = h!


Penyelesaian:
f ( x )  ln x, f ( h)  ln h
1 1
f ' ( x )  , f ( h) 
x h
1 1
f ' ' ( x)  , f ' ' ( h) 
( x) 2 ( h) 2
2 2
f ' ' ' ( x)  3
, f ' ' ' ( h) 
( x) ( h) 3
(n  1)! (1) n 1 . ( n  1)! (1) n 1 .
f n ( x)  , f n
( h ) 
( x) n ( h) n

Jadi deret taylor dari f ( x)  ln x di sekitar x = h adalah


f ( x)  ln x
 (n)
f ( h)
 f ( h)   ( x  h) n
n 1 n!

(n  1) ! (1) n 1
 ln h   ( x  h) n
n 1 ( h) n n !

(1) n 1
 n
( x  h) n
n0 ( h ) n

D. Deret Mc. Laurin


1. Pengertian Deret Mc. Laurin
Bila deret taylor diterapkan c = 0, maka terjadi deret Mac. Laurin yaitu:
f ' (0) f ' ' (0) f ' ' ' (0) f n (0)
f ( x )  f ( 0)  ( x  0)  ( x  0) 2  ( x  0) 3  .....  ( x  0) n  ...
1! 2! 3! n!
f ' (0) f ' ' (0) 2 f ' ' ' (0) 3 f n (0) n
f ( x )  f ( 0)  x x  x  .....  x  ...
1! 2! 3! n!

Catatan:
Sering dikatakan deret taylor daalam bentuk x – c dari suatu f (x) adalah
uraian Taylor tentang f di sekitar titik c, sedangkan deret Mac. Laurin
uraian Maclaurin tentang f di sekitar titik asal (c = 0).

2. Contoh Soal Deret Mc. Laurin


a. Deretkan f (c)  e x di sekitar c = 0
Penyelesaian:
f (0)  e 0  1
f ( x )  e x  f ' ( 0)  1
f ' ' ( 0)  1

dan seterusnya berulang
1 2 1 3
Jadi e x  1  x  x  x  ....
2! 3!

1
b. Deretkan f ( x)  di sekitar 0!
1 x
Penyelesaian:
f ( 0)  1
1
f ' ( x)   f ' (0)  1  1!
(1  x) 2
2
f ' ' ( x)   f ' ' (0 )  2  2 !
(1  x) 3
2.  3
f ' ' ' ( x)   f ' ' ' (0)  6  3!
(1  x ) 4
1
Jadi  1  x  x 2  x 3  ....
1 x
c. Deretkan f ' ( x)  (1  x) p dalam deret Mac. Laurin
Penyelesaian:
f ( x )  (1  x ) p , f (0)  1
f ' ( x )  p (1  x ) p 1 , f ' (0)  p
f ' ' ( x )  p ( p  1)(1  x ) p  2 , f ' ' (0)  p ( p  1)
f ' ' ' ( x )  p ( p  1)( p  2)(1  x ) p 3 , f ' ' ' (0)  p ( p  1)( p  2)
.................................................,.....................................
p ( p  1) 2 p ( p  1)( p  2) 3
maka (1  x ) p  1  px  x  x  ....
2! 3!

f p
 0 x p
atau (1  x ) p  
p 0 p!

E. Error/Galat
1. Pengertian Error/Galat
Error/Galat/kesalahan berasosiasi dengan seberapa dekat solusi
hampiran terhadap solusi sejatinya. Semakin kecil galatnya maka semakin
teliti solusi numerik yang didapatkan.
Galat= |Nilai sejati ( nilai sebenarnya ) –Nilai hampiran (aproksimasi)|
Ukuran galat kurang bermakna karena tidak menceritakan seberapa besar
galat itu dibandingkan dengan nilai sejatinya. Untuk mengatasi interpretasi
nilai galat tersebut , maka galat harus dinormalkan terhadap nilai sejatinya.
Gagasan ini melahirkan apa yang dinamakan galat relatif.

r R 
a
dengan
 r = error relatif sebenarnya
a = nilai sebenarnya
Contoh:
Misalkan nilai sejati = 20/ 6 dan nilai hampiran = 3, 3333. Hitunglah galat,
galat mutlak, galat relatif, dan galat relatif hampiran
Penyelesaian
20 20 3333 20.000  19.998 2
Galat =  3,333      0,000333...
6 6 1000 6000 6000
Galat mutlak = |0, 000333 …| = 0, 000333…
2
Galat relatif =
6000  1  0,0001
20 10000
6
2
Galat relatif hampiran = 6000  1
3,333 9999
2. Nilai Galat
Besarnya kesalahan atas suatu nilai taksiran dapat dinyatakan
secara kuantitatif dan kualitatif. Besarnya kesalahan yang dinyatakan
secara kuantitatif disebut kesalahan absolut. Besarnya kesalahan yang
dinyatakan secara kualitatif disebut dengan kesalahan relatif.
Nilai eksak dapat diformulasikan sebagai hubungan antara nilai
perkiraan dan nilai kesalahan sebagai berikut:
v  v'  
Dimana:
v = nilai eksak
v’ = nilai perkiraan
 = nilai kesalahan/galat
Berikut adalah penjelasan dari kesalahan absolut dan kesalahan relatif.
a. Kesalahan Absolut
Kesalahan absolut menunjukkan besarnya perbedaan antara
nilai eksak dengan nilai perkiraan:  | v  v ' |
Kesalahan absolut tidak menunjukkan besarnya tingkat kesalahan,
tetapi hanya sekedar menunjukkan selisih perbedaan antara nilai eksak
dengan nilai perkiraan.
b. Kesalahan Relatif
Kesalahan relatif menunjukkan besarnya tingkat kesalahan
antara nilai perkiraan dengan nilai eksaknya yang dihitung dengan
membandingkan kesalahan absolut terhadap nilai eksaknya (biasanya
dinyatakan dalam %)
a
r   100%
v

dengan:
v = nilai eksak
 r = kesalahan relatif
 a = kesalahan absolut

Semakin kecil kesalahan relatifnya, maka nilai perkiraan yang


diperoleh akan semakin baik.
Contoh:
Pengukuran kabel listrik 40 meter dari sebuah toko alat-alat elektronika.
Setelah diukur ulang oleh pembeli A, kabel tersebut memiliki panjang 39,
96 meter. Berapa kesalahan absolut dan kesalahan relatif hasil pengukuran
yang dilakukan oleh si pembeli?
Penyelesaian
Diketahui: v = 40 meter
v’= 39, 96 meter
Ditanya: Berapa besar kesalahan absolut dan kesalahan relatif?
Jawab:
Kesalahan absolut:  a | 40  39,96 | 0,04 meter
0,04
Kesalahan relatif:  r | | 100%  0,1% meter
40
3. Macam-macam Error/Galat
Penyelesaian secara numerik dari suatu persamaan matematis
hanya memberikan nilai perkiraan yang mendekati nilai sebenarnya.
Berikut adalah tiga macam kesalahan dasar:
a. Galat Bawaan (Inhern)
Galat bawaan biasanya merujuk pada galat dalam nilai data yang
terjadi akibat kekeliruan dalam menyalin data, salah membaca skala
atau kesalahan karena kurangnya pengertian mengenai hokum-hukum
fisik dari data yang diukur.
Contoh:
Pengukuran selang waktu 3, 1 detik: terdapat beberapa galat karena
hanya dengan suatu kebetulan selang waktu akan diukur tepat 3, 1
detik.
Beberapa batas yang mungkin pada galat inheren diketahui:2,3 ± 0,1
detik. Berhubungan dengan galat pada data yg dioperasikan oleh suatu
komputer dengan beberapa prosedur numerik.
b. Galat Pemotongan
Pengertian galat pemotongan biasanya merujuk pada galat yang
disebabkan oleh penggantian ekspresi matematika yang rumit dengan
rumus yang lebih sederhana. Istilah ini berawal dari kebiasaan
mengganti suatu fungsi rumit dengan deret Taylor terpotong (hanya
diambil berhingga suku).
Contoh :
Deret Taylor tak berhingga :
Sin x
Dapat dipakai menghitung sinus sebarang sudut x dalam radian. Jelas
kita tidak dapat memakai semua suku dalam deret untuk perhitungan,
karena deretnya tak berhingga; kita berhenti sesudah sampai pada
sejumlah suku yang berhingga, misalnya x7 atau x9.
Suku-suku yang dihilangkan (jumlahnya tak berhingga) menghasilkan
suatu galat dalam hasil perhitungan. Galat ini disebut galat pemotongan
atau pemenggalan, yaitu yang disebabkan oleh pemotongan suatu
proses matematika yang tak berhingga.Kebanyakan prosedur yang
dipakai dalam perhitungan numerik adalah tak berhingga, sehingga
galat jenis ini penting untuk dipelajari.
c. Galat Pembulatan
Akibat pembulatan angka Terjadi pada komputer yg disediakan
beberapa angka tertentu misal; 5 angka:
Penjumlahan 9,26536 + 7,1625 = 16,42786
Ini terdiri 7 angka sehingga tidak dapat disimpan dalam komputer kita
dan akan dibulatkan menjadi 16,428
F. Metode Biseksi
1. Pengertian Metode Biseksi
Metode bagi dua (Bisection) disebut juga pemotongan biner (binary
chopping), metode pembagian dua (interval halving). Prinsip metode bagi
dua adalah mengurung akar fungsi pada interval [a,b]. Selanjutnya interval
tersebut terus menerus dibagi dua hingga sekecil mungkin, sehingga nilai
hampiran yang dicari dapat ditentukan dengan tingkat akurasi tertentu.
Menentukan selang [a,b] sehingga f (a) . f (b) < 0. Pada setiap kali lelaran,
selang [a,b] kita bagi dua di x = c, sehingga terdapat dua buah upaselang
yang berukuran sama, yaitu [a,c] dan [c,b]. selang yang diambil untuk
lelaran berikutnya adalah upaselang yang memuat akat, tergantung pada
apakah f (a) . f (c) < 0 atau f (c) . f (b) < 0. Selang yang baru dibagi dua lagi
dengan cara yang sama. Begitu seterusnya sampai ukuran selang yang baru
sudah sangat kecil. Kondisi berhenti lelaran dapat dipilih salah satu dari
tiga kriteria berikut:
1. Lebar selang baru b  c   , yang dalam hal ini adalah  nilai
toleransi lebar selang yang menurung akar
2. Nilai fungsi hampiran akar f(c)=0 beberapa bahasan
pemrograman membolehkan pembandingan dua buah
bilangan real, sehingga perbandingan f(c)=0
Cbaru  Clama
3. Galat relative hampiran akar  d yang di dalam d adalah
Cbaru
galat relatif hamparan yang diinginkan. Untuk menentukan
jumlah iterasi dalam mencariakar-akar yaitu

ln b  a  ln
r> yang dalam hal ini r adalah jumlah lelaran (jumlah
 ln(2)
pembagi selang) yang dibutuhkan untuk menjamin bahwa c adalah
hampiran akar yang memiliki galat kurang dari  .
2. Algoritma Metode Biseksi
Algoritma bisection adalah sebagai berikut:
1. Fungsi f(x) yang akan dicari akarnya
2. Taksir batas bawah (a) dan batas atas (b) dengan syarat f (a) . f (b) < 0
3. Tentukan toleransi 
r > ln b  a  ln 
4. Iterasi maksimum r 
ln(2)
5. Hitung f(a) dan f(b)
6. Jika f(a).f(b)>0 maka proses dihentikan karena tidak ada akar, bila
tidak dilanjutkan
ab
7. Hitung nilai hampiran akar dengan rumus, c 
2
8. Hitung f(c)
9. Jika f (a). f (c) < 0, maka b= c. Lanjutkan ke langkah 4 Jika f (a). f (c)
> 0, maka a= c. Lanjutkan ke langkah 4 Jika f (a). f (c) = 0, maka akar
= c. Stop.
10. Lebar selang b – c. Jika b  c   maka proses dihentikan dan
didapatkan akar x =c dan bila tidak ulangi langkah 7.

G. Metode Regula Falsi


1. Pengertian Metode Regula Falsi
Metode regula falsi disebut juga metode Interpolasi Linear atau
metode Posisi Salah adalah metode yang digunakan untuk mecari akar-
akar persamaan nonlinear melalui proses iterasi. Metode regula falsi
merupakan metode pencarian akar persamaan dengan memanfaatkan
kemiringan dan selilih tinggi dari dua titik batas range. Solusi akar (atau
akar-akar) dengan menggunakan metode Regula Falsi merupakan
modifikasi dari Metode Bisection dengan cara memperhitungkan
‘kesebangunan’ yang dilihat pada kurva berikut:

Gambar 3. Representasi grafis metode Regula-Falsi

Metode Regula Falsi menetapkan hampiran akar sebagai perpotongan


antara garis yang melalui titik [a, f(a)] dan titik [b, f(b)] dengan sumbu-x.
Jika titik potong tersebut adalah tersebut adalah c, maka akar terletak
antara (a,c) atau (c, b).
Perhatikan kesebangunan antara Pcb dan PQR pada Gambar
1 , sehingga didapatkan persamaan berikut dapat digunakan:
Pb PR

bc RQ

Diketahui :
Tabel 1. Koordinat titik-titik pada Gambar 1
Koordinat Titik koordinat
A (a, 0)
B (b, 0)
C (c, 0)
P (b, f(b))
Q (a, f(a))
R (c, f(c))
Dari persamaan di atas diperoleh:
f (b)  0 f (b)  f (a )

bc ba
Sehingga
f (b)  b  a 
c b
 f (b)  f ( a ) 
Persamaan di atas disebut sebagai persamaan rekursif dari metode
Regula Falsi.Nilai c merupakan nilai akar x yang dicari. Sehingga jika
dituliskan dalam bentuk yang lain, nilai akar x adalah sebagai berikut:
f (b)  b  a 
x b
 f (b)  f (a)
Dengan kata lain titik pendekatan x adalah nilai rata- rata range
berdasarkan F(x).
Pada kondisi yang paling ekstrim |b – ar| tidak pernah lebih kecil dari
 , sebab salah satu titik ujung selang, dalam hal ini b, selalu tetap untuk
iterasi r = 1,2,3,..... Titik ujung selang yang tidak berubah itu dinamakan
titik mandek (stagnan point). Pada titik mandek,
|br – ar| = |b – ar| , dimana r = 1,2,3,...
Yang dapat mengakibatkan program mengalami looping. Untyk
mengatasi hal ini, kondisi berhenti pada algoritma Regula-Falsi harus
ditambah dengan memeriksa apakah nilai f(x) sudah sangat kecil hingga
mendekati nol.
2. Algoritma Metode Regula Falsi
Algoritma Metode Regula Falsi secara singkat dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Definisikan fungsi f(x)
b. Tentukan batas bawah (a) dan batas atas (b)
c. Tentukan toleransi error (  ) dan iterasi maksimum (n)
d. Tentukan nilai fungsi f(a) dan f(b)
e. Untuk iterasi I = 1 s/d n
f (b)  b  a 
x b
 f (b)  f (a) 
 Hitung nilai f(x)
 Hitung error = | f(x)|
 Jika f (a ). f ( x)  0 maka a = c jika tidak b = c
 Jika | f(x)|   , hentikan Iterasi
f. Akar persamaan adalah x

H. Metode Newton Rapshon


1. Pengertian Metode Newton Raphson
Metode newton raphson termasuk metode terbuka seperti halnya
metode iterasi titik tetap. Metode Newton Rapshon merupakan metode
pendekatan yang menggunakan satu titik awal dan mendekatinya dengan
memperhatikan gradien pada titik tersebut. Metode ini dimulai dengan

mencari garis singgung kurva pada titik  x1 , f ( x1 )  . Perpotongan garis

singgung dengan sumbu x yaitu Xi+1, akan menjadi nilai x yang baru,
dengan cara dilakukan berulang-ulang (iterasi).

2. Algoritma Newton Raphson


Algoritma Metode Newton raphson adalah sebagai berikut:
1. Definisikan fungsi f(x) yang akan dicari akarnya.
2. Tentukan harga awal / titik awal (x0).
3. Tentukan toleransi kesalahan (ɛ).
4. Cari turunan fungsi f(x).
Jika f ’(x) = 0, maka metode newton raphson tidak dapat dilanjutkan.
5. Hitung nilai fungsi f(x) dan f ’(x) dengan menggunakan titik awal.
6. Hitung nilai xi+1menggunakan rumus: f(xi )
f ( xi )
xi 1  xi 
f '( xi )
7. Hitung kesalahan xi 1  xi dan bandingkan dengan toleransi

kesalahan   
8. Jika xi 1  xi �   , maka pilih akar persamaan xi 1
Jika xi 1  xi >    , maka iterasi dilanjutkan.

9. Akar persamaannya adalah xi+1 yang terakhir diperoleh.

I. Metode Secant
1. Pengertian Metode Secant
Metode secant merupakan salah satu metode terbuka untuk
menentukan solusi akar dari persamaan non linear. Metode secant
melakukan pendekatan terhadap kurva f(x) dengan garis secant yang
ditentukan oleh dua titik. Kemudian nilai akar selanjutnya adalah titik
potong antara garis secant dengan sumbu x. Metode Secant merupakan
modifikasi darimetode Newton-Raphson, yaitu denganmengganti fungsi
turunan yang digunakan padametode Newton-Raphson menjadi bentuk

lainyang ekuivalen. Metode ini dimulai denganhampiran awal dan

untuk solusi
2. Algoritma Metode Secant
Algortima pada metode Secant yaitu:
a. Definisikan fungsi f(x)
b. Definisikan toleransi eror (εs)
c. Taksir batas atas xidan batas bawah xi-1.
d. Tentukan f(xi) dan f(xi-1). Jika f(xi) = f(xi-1) maka iterasi tidak
dilanjutkan, tetapi jika f(xi) = f(xi-1) maka iterasi dilanjutkan.
e. Lakukan iterasi dengan menghitung nilai taksiran akar selanjutnya
dengan:
f ( xi )( xi  xi 1 )
xi 1  xi 
f ( x i )  f ( x i 1 )
f. Iterasi berhenti jika εrh ≤ εs, dengan:
xi 1  xi
 rh 
xi 1
a.

J. Polinom Interpolasi Beda Maju


1. Beda Maju/Beda Muka/Selisih Muka (Forward Difference
Menurut Dewi Rachmawati dan Heri Sutarno (2008:12) secara
umum beda maju dapat dinotasikan dengan:

; hingga seterusnya. Beda maju tersebut

dapat disebut beda maju pertama. Secara umum rumus beda maju dapat
ditulis:

Sedangkan untuk beda maju ketiga, keempat, dan seterusnya.


Bentuk umum dari rumusnya yaitu:

untuk n= 0,1,2,…

Secara umum rumus dari beda maju dapat dituliskan dengan :

Dengan disebut dengan “beda maju orde r” dan disebut

dengan “operator beda maju”.


2. Penurunan Rumus Polinom Newton-Gregory Maju
Penurunan rumus polinom Newton-Grerory maju didapatkan dari
selisih beda maju, sehingga didapatkan rumus yaitu::

=
dengan x = x0 + rh ,s = , 0 s n.

3. Galat Interpolasi Polinom Newton-Gregory Maju


Rumus dari galat Newton-Grerory Maju adalah:

= …

4. Algoritma Interpolasi Polinom Maju


Algoritma pada Polinom Interpolasi Maju:
1. Definisikan fungsif(x)
2. Tentukan selangf(x)
3. Tentukan jarak antar selang atau h
4. Tentukan derajat n
5. Buatlah table selisih maju
6. Tentukan s
x  x0
s
h

Polinom Interpolasi Beda Tengah


Merupakan metode gabungan dari maju dan mundur. Dengan metode

selisih tengah, titik hampiran yang diambil adalah titik sebelum dan

sesudah . Sehingga jarak antar kedua titik menjadi


Operasi selisih tengah ẟ didefinisikan oleh relasi

Dengan cara yang sama, selisih tengah berderajat tinggi dapat

didefinisikan. Perhatikan tebel selisih tengah nilai dan seperti berikut


Sama dengan beda maju dan beda mundur, harga beda pusat (selisih
tengah) akan memiliki harga yang sama.sebagai contoh untuk menentukan

harga , harganya sama dengan . Begitu juga untuk selisih

yang lainnya.

K. Polinom Interpolasi Beda Mundur


Rumus Interpolasi Beda Mundur Newton adalah

+ +…+

Dimana :

Adalah koefisien-koefisien binomial dari

Rumus interpolasi lain yang menggunakan beda hingga adalah Rumus


Everett. Rumus ini melibatkan beda-beda hingga tingkat genap. Rumus
Everett yang paling sederhana adalah :

Dimana :

Untuk membuat penerapannya mudah, tabel-tabel fungsi biasanya


menyertakan beda-beda kedua yang diperlukan. Galatnya adalah

Dimana

L. Interpolasi Polinom Lagrange


Pada beberapa masalah kita sering memerlukan suatu penaksiran
nilai antara (intermediate values) yaitu suatu nilai diantara beberapa titik
data yang telah diketahui nilainya. Metode yang biasa digunakan untuk
menentukan titik antara tersebut adalah melakukan interpolasi. Metode
interpolasi yang biasa digunakan adalah dengan interpolasi Polinomial.
Persamaan polinomial orde ke n yang dipakai secara umum adalah :
f ( x )  a 0  a1 x  a 2 x 2  .......  a n x n (1)
Persamaan polinomial ini merupakan persamaan aljabar yang
hanya mengandung jumlah dari variabel x berpangkat bilangan bulat
(integer). Untuk n+1 titik data, hanya terdapat satu polinomial order n atau
kurang yang melalui semua titik. Misalnya hanya terdapat satu garis lurus
(polinomial order satu) yang menghubungkan dua titik, lihat Gambar 1 (a).
Demikian juga dengan menghubungkan tiga titik dapat membentuk suatu
parabola (polinomial order 2), lihat Gambar 1 (b), sedang bila empat titik
dapat dihubungkan dengan kurva polinomial order tiga, lihat Gambar 1 (c),
Dengan operasi interpolasi kita dapat menentukan suatu persamaan
polinomial order ke n yang melalui n+1 titik data, yang kemudian
digunakan untuk menentukan suatu nilai (titik antara) diantara titik data
tersebut.

` ● ●

(a) (b) (c)

Gambar 1
Interpolasi polinomial Lagrange hampir sama dengan polinomial
Newton, tetapi tidak menggunakan bentuk pembagian beda hingga.
Interpolasi polinomial Lagrange dapat diturunkan dari persamaan Newton.
Interpolasi Lagrange diterapkan untuk mendapatkan fungsi polinomial P
(x) berderajat tertentu yang melewati sejumlah titik data. Misalnya, kita
ingin mendapatkan fungsi polinomial berderajat satu yang melewati dua
buah titik yaitu (x0, y0) dan (x1, y1).

Bentuk polinomial Newton order satu:


f1(x) = f (x0) + (x – x0) f [x1, x0] (1)
Pembagian beda hingga yang ada dalam persamaan diatas mempunyai
bentuk:
f ( x1 )  f ( x 0 )
f [x1, x0] =
x1  x 0

f ( x1 ) f ( x0 )
f [x1, x0] =  (2)
x1  x 0 x 0  x1

Substitusi persamaan (1) ke dalam persamaan (2) memberikan:


x  x0 x  x0
f1(x) = f (x0) + f (x1) + f (x0)
x1  x0 x0  x1
Dengan mengelompokkan suku-suku di ruas kanan maka persamaan diatas
menjadi:
x  x x  x0  x  x0
f1(x) =  0 1   f (x0) + x  x f (x1)
 x0  x1 x0  x1  1 0

atau
x  x1 x  x0
f1(x) = f (x0) + f (x1) (3)
x0  x1 x1  x0
Persamaan (3) dikenal dengan interpolasi polinomial Lagrange order satu.
Dengan prosedur diatas, untuk interpolasi order dua akan didapat:
x  x1 x  x2 x  x0 x  x2 x  x0 x  x1
f1(x) = f (x0) + f (x1) + f
x0  x1 x0  x2 x1  x0 x1  x2 x2  x0 x2  x1
(x2) (4)

Bentuk umum interpolasi polinomial Lagrange order n adalah:


n
fn(x) =  Li ( x ) f (xi) (5)
i0

dengan
n xxj
Li (x) = j 0 xi  x j (6)
j i

Simbol  merupakan perkalian.


Dengan menggunakan persamaan (5) dan persamaan (6) dapat dihitung
interpolasi Lagrange order yang lebih tinggi, misalnya untuk interpolasi
Lagrange order 1, persamaan tersebut adalah:
1

f1(x) =  L i ( x ) f (xi) = L0(x) f (x0) + L1(x) f (x1)


i0

x  x1
L0(x) = ( )
x 0  x1
x  x0
L1(x) = ( )
x1  x 0

Sehingga bentuk interpolasi polinomial Lagrange order 1 adalah:


x  x1
( ) x  x0
f1(x) = x 0  x1 f (x0) + ( ) f (x1)
x1  x 0

Dengan menggunakan persamaan (5) dan persamaan (6) dapat dihitung


pula interpolasi Lagrange order 2 adalah:
2

F2 (x) =  L i ( x ) f (xi) = L0(x) f (x0) + L1(x) f (x1) + L2(x) f (x2)


i0

x  x1 x  x 2
I=0 L0(x) = ( )( )
x 0  x1 x 0  x 2
x  x0 x  x2
I=1 L1(x) = ( )( )
x1  x 0 x 1  x 2
x  x 0 x  x1
I=2 L2(x) = ( )( )
x 2  x 0 x 2  x1

Sehingga bentuk interpolasi polinomial Lagrange order 2 adalah:


x  x1 x  x 2 x  x0 x  x2
f2 (x) = ( )( ) f (x0) + ( )( ) f (x1)
x 0  x1 x 0  x 2 x1  x 0 x 1  x 2
x  x 0 x  x1 x  x 0 x  x1
+( )( ) f (x2) + ( )( ) f (x3) (7)
x 2  x 0 x 2  x1 x 3  x 0 x 3  x1

Dengan menggunakan persamaan (5) dan persamaan (6) dapat dihitung


pula interpolasi Lagrange order yang lebih tinggi, misalnya untuk
interpolasi Lagrange order 3, persamaan tersebut adalah:
3
f3(x) =  Li ( x ) f (xi) = L0(x) f (x0) + L1(x) f (x1) + L2(x) f (x2) + L3(x) f
i0

(x3)
x  x1 x  x2 x  x3
L0(x) = ( )( )( )
x0  x1 x0  x2 x0  x3

x  x0 x  x2 x  x3
L1(x) = ( )( )( )
x1  x0 x1  x2 x1  x3

x  x0 x  x1 x  x3
L2(x) = ( )( )( )
x2  x0 x2  x1 x2  x3

x  x0 x  x1 x  x2
L3(x) = ( )( )( )
x3  x0 x3  x1 x3  x2
Sehingga bentuk interpolasi polinomial Lagrange order 3 adalah:
x  x1 x  x2 x  x3 x  x0 x  x2 x  x3
f3(x) = ( )( )( ) f (x0) + ( )( )( ) f
x0  x1 x0  x2 x0  x3 x1  x0 x1  x2 x1  x3
(x1)
x  x0 x  x1 x  x3 x  x0 x  x1 x  x2
+ ( )( )( ) f (x2) + ( )( )( ) f (x3)
x2  x0 x2  x1 x2  x3 x3  x0 x3  x1 x3  x2
(7)

Contoh soal:
Dicari nilai ln 2 dengan metode interpolasi polinomial Lagrange order satu
dan dua berdasar data ln 1 = 0 dan data ln 6 = 1,7917595. Hitung juga nilai
tersebut berdasar data ln 1 dan data ln 4 = 1,3862944. Untuk
membandingkan hasil yang diperoleh, hitung pula besar kesalahan
(diketahui nilai eksak dari ln 2 = 0,69314718).
Penyelesaian:
x0 = 1  f (x0) = 0
x1 = 4  f (x1) = 1,3862944
x2 = 6  f (x2) = 1,7917595

Penyelesaian order satu menggunakan persamaan (3):


x  x1 x  x0
f1(x) = f (x0) + f (x1)
x0  x1 x1  x0
Untuk x = 2 dan dengan data yang diketahui maka:
2 4 2 1
f1(2) = (0) + (1,3862944) = 0,462098133.
1 4 4 1
Untuk interpolasi polinomial Lagrange order dua digunakan persamaan
(4):
x  x1 x  x2 x  x0 x  x2 x  x0 x  x1
f1(x) = f (x0) + f (x1) + f
x0  x1 x0  x2 x1  x0 x1  x2 x2  x0 x2  x1
(x2)
2 4 2 6 21 2  6 2 1 2  4
f1(2) = (0) + (1,3862944) +
1 4 1 6 4 1 4  6 6 1 6  4
(1,7917595)
= 0,56584437.
Terlihat bahwa kedua hasil diatas memberikan hasil yang hampir sama
dengan contoh sebelumnya.
BAB III

PEMBAHASAN

A. Integral Numerik
Integrasi numerik adalah proses mencari hampiran luas bidang yang
dibatasi oleh f  x  dan sumbu x pada selang tertutup  a, b  . Jika f  x

dihampiri dengan polinomial Pn  x  , maka integrasi numerik ditulis dalam


bentuk,
b b
l  f  x  dx   P  x  dx
a a
n
Proses pencarian nilai hampiran l dilakukan jika:
1. Fungsi f  x  disebut integran, mempunyai bentuk yang sulit untuk
dilakukan proses integrasi.
2. Nilai x dan f  x  hanya dalam bentuk tabel diskrit.

Gambar 2.1 Gambar 2.2

Luas bidang yang dibatasi f  x  Hampiran luas bidang yang dibatasi Pn  x 

Proses menentukan nilai hampiran integrasi numerik dilakukan dengan


beberapa cara atau metode, yaitu kaidah/aturan/rumus trapesium,
kaidah titik tengah, kaidah Simpson, serta Kuadratur Gauss.

B. Aturan/Rumus Trapesium
Aturan trapesium merupakan aturan integrasi numerik yang didasarkan
pada penjumlahan segmen-segmen berbentuk trapesium.

Rumus trapesium pada dasarnya adalah mendekati f(x) dengan garis lurus

melalui (a , F(x)) dan (b , F(b)) sehingga :


x1
h
�f ( x)dx  2 [ f ( x )  f ( x )
x0
0 0

Aturan trapesium untuk banyak bias

Pada aturan ini, fungsi f(x) pada  a, b  dibagi dalam beberapa selang n buah

pias. Perhatikan gambar berikut:

b x1 x2 xn

f  x  dx ��
� f  x  dx  �f  x   ...  �f  x  dx
a x0 x1 xn 1

h h h
� ��f  x0   f  x1  �
� ��f  x1   f  x2  �
� ...  �f  xn 1   f  xn  �
2 2 2� �

h
� �f  x0   2 f  x1   2 f  x2   ...  2 f  xn 1   f  xn  �
2� �

n 1
h� �
� �f 0  2�fi  f n �
2� i 1 �

Dengan f r  f  xr  , r  0,1, 2,..., n

1 3 ''
E � h f  t , 0t h
Galat: 12
h3 ''
Etot �
12

f 0  f1''  f 2''  ...  f n''1 
Galat total:

h3 ''
� n f  t , at b
12
b n 1
h� �
f  x 
� �f 0  2 � f i  f n � O  h 2 
a
2� i 1 �

Algoritma Kaidah Trapesium


1. Mendefinisikan fungsi yang akan diintegrasikan
y  f ( x)

2. Menentukan batas bawah ( a ) dan batas atas ( b ) integrasi


3. Menentukan jumlah segmen atau pias n
ba
4. Menghitung lebar segmen yaitu h 
n
5. Buatlah tabel kaidah trapesium
6. Menentukan nilai integrasi menggunakan kaidah trapesium
n 1
h� �
L �
2�
f ( x0 )  2 �
i 1
f ( xi )  f ( xn ) �

7. Menentukan nilai integrasi sejatinya
8. Menentukan galat kaidah trapesium
h2
E  b  a  f ''  t  , at b
12
9. Menentukan nilai sejati (terletak diantara batas galat minimum dan
maksimum)
Nilai integrasi menggunakan kaidah trapesium – batas galat
maksimum, dan Nilai integrasi menggunakan kaidah trapesium –
batas galat minimum
b

10. Menentukan galat hasil integrasi  f  x  dx


a

Contoh Soal dan Pembahasan:


5

�  4 x  5)dx hitunglah integrasi ini menggunakan pendekatan


2
(x
1

trapesium dengan
a. n  1
b. n  4

Penyelesaian :

Metode analitik

5 5
�x 3 �
�  
2
( x 4 x 5) dx  �  2 x 2  5x �
1 �3 �
1

�3 �� 12 �
�
5  2(5)  5(5) � �  2(1) 2  5(1) �
2

�3 � �3 �
�125 � �1 �
 �  50  25 � �  2  5 �
�3 � �3 �
 (41, 67  50  25)  (0,33  2  5)
 66, 67  2, 67
 69,34

Metode aturan trapesium

f ( x)  x 2  4 x  5
a 1
b4
b  a 5 1
a. n  1 � h   4
n 1

f (1)  12  4(1)  5  0 f (2)  52  4(5)  5  40

i xi f ( xi )
0 1 0
1 5 40
h
L { f ( x2 )  f ( x)}
2
4
 { 0  40}
2
 80

69,34  80
e �100%
69,34
 15,37%

b. n  4
b  a 5 1
h  1
n n
f (1)  12  4(1)  5  0
f (2)  2 2  4(2)  5  7
f (3)  32  4(3)  5  16
f (4)  4 2  4(4)  5  27
f (5)  52  4(5)  5  40

i xi f ( xi )
0 1 0
1 2 7
2 3 16
3 4 27
4 5 40
h
L
2
{ f ( x0 )  { 2. f ( x1 )  f ( x2 )  f ( x3 )}  f ( x4 )}
1
 { 0  { 2(7  16  27)}  40}
2
1
 { 140}
2
 70
69,34  70
e �100%
69,34
 0,009518316

Kesimpulan: semakin banyak bias, maka semakin tinggi tingkat ketelitian


dari perhitungan menggunakan aturan trapesium.

C. Kuadratur Gauss
Kuadratur Gauss merupakan metode yang tidak menggunakan
pembagian area yang banyak, tetapi memanfaatkan titik berat dan
pembobot integrasi. Jika suatu integral dihampiri kuadrat gauss maka
gambar akan menjadi seperti berikut :
Pertama yang harus dilakukan adalah mengubah range

pada integrasi diatas menjadi menggunakan perbandingan

trapesium yang sebangun :

Diperoleh

atau

Bentuk integralnya menjadi

Karena , maka
Sehingga

Dari bentuk diatas, ambil sejumlah titik pendekatan yang


digunakan sebagai titik acuan :

sebarang nilai yang dapat mewakili. Persamaan

tersebut menggunakan dua titik dan dapat diperluas menjadi 3 titik, 4 titik,
5 titik, dan seterusnya

Persamaan dia atas masih memiliki variabel yang tidak diketahui,


yang harus diisi sehingga galat yang dihasilkan minimum. Sehingga dicari

empat persamaan yangmengandung .

Dengan mengambil fungsi galat = 0, dan dihitung menggunakan

aturan trapesium, dengan , maka:

Persamaan baru yang terbentuk adalah


Jika dieleminasi akan menghasilakan nilai :

Jadi,jika titiknya 2 atau n = 2 maka persamaannya adalah

Transformasi

Contoh soal dan pembahasan:


Hitung integral
Penyelesaian :
Hitunglah u

atau
Akan diperoleh fungsi :

Mengggunakan intregasi kuadratur gaus akan diperoleh

BAB IV

STUDI KASUS

Aplikasi yang dibuat adalah aplikasi untuk menghitung medan magnet


yang dihasilkan dari arus listrik pada lintasan-lintasan tertentu. Lintasan yang
digunakan adalah lintasan pada kawat lurus dan panjang. Kawat lurus dan
panjang setengah dari total panjang, dan kawat yang melingkar. Aplikasi akan
dibuat menggunakan bahasa pemrograman C#. Aplikasi C# akan
mengimplementasikan fungsi-fungsi atau metode-metode pada integrasi
numerik. Fungsi-fungsi yang diimplementasikan adalah salah satunya aturan
trapezium.
Hasil perhitungan numerik dari aplikasi C# dan hasil perhitungan analitik
akan dibandingkan untuk mengetahui kesamaan dan perbedaan, jika memang
ditemukan dalam makalah ini. Kasus khusus yang ditangani oleh aplikasi C#
adalah integral dengan batas tak hingga (�) paa medan magnet karena arus
listrik pada kawat panjang. Pada aplikasi, batas tak hingga akan digantikan
dengan bilangan 1.000.000.
Pada persoalan kali ini, medan magnet akan dihitung dari sebuah arus
listrik sebesar 10 A yang mengalir pada kawat lurus dan panjang, dengan
jarak antara kawat dan titik medan magnet adalah R sebesar 10 cm. Panjang
kawat diasumsikan tak hingga (�) . Dari persoalan diketahui bahwa arus,
i=10 A, dan R=10 cm=0,1 m. Besar medan magnet B akan dihitung secara
numerik dengan menggunakan “persamaan 6” dan dihitung secara analitik
dengan menggunakan “persamaan 7”.
Perhitungan secara numerik mengguanakan jumlah pias n  999.960
untuk aturan trapesium, 1,00241x10-4(B(T)). 999.960 merupakan bilangan
kelipatan 2, 3, dan 4 yang terdekat dengan 1.000.000.
Perhitungan secara numerik tidak sama sekali mendekati perhitungan
secara analitik. Hal ini dapat disebabkan karena jarak antara titik data, yaitu h,
masih lebih besar atau sama dengan 1. Untuk n = 999.960, nilai h adalah

 1.000.000  0 / 999.960  1,00004 �1.

Integrasi kuadratur Gauss digunakan untuk menghitung jarak yang


ditempuh sebuah roket.
Gunakan kuadratur Gauss untuk menghitung jarak yang ditempuh oleh
sebuah roket dari a  8 dan b  30 yang diberikan dengan
30
� 140000 �
L � 2000ln � � 9,8 x dx
8
140000
�  2100 x �
Penyelesaian:
30 1
30  8 �30  8 30  8 �
L � f (t )dt  �f� u �
8
2 1 � 2 2 �
Ubah integral 1
 11�
f (11u  19)du
1

Dengan menggunakan tabel (2 titik)


A1=1 u1=-0,577350269 A2=1 u2=0,577350269
1

 11�f (11u  19)du �11A1 f (11u1  19)  11 A2 f (11u2  19)


1

 11 f (11( 0,577303)  19)  11 f (0,577303)  19


� 14000 �
f (12,64915)  20000ln �  9,8(12,64915)
14000  2100(12,64915) �
� �
 296,8317
� 14000 �
f (25,35085)  2000ln �  9,8(25,35085)
14000  2100(25,35085) �
� �
 708, 4811

Jadi, integral  11(296,8317)  11(708, 4811)  11058 secara analisis


integral dapat diselesaikan yaitu 11061,34 sehingga error yang terjadi
adalah 11061,34  11058, 44  2,90m.
BAB V

KESIMPULAN

Metode numerik adalah teknik untuk menyelesaikan permasalahan-


permasalahan yang diformulasikan secara matematik dengan cara operasi
hitungan (arithmetic). Metode numerik merupakan suatu teknik untuk
menyelesaikan masalah matematika yang efektif dan efesien. Dengan bantuan
komputer ia sanggup menangani masalah yang rumit dan melibatkan perhitungan
yang luas.

Integrasi numerik adalah proses mencari hampiran luas bidang yang


dibatasi oleh f(x) dan sumbu x pada selang tertutup [a,b]. Jika f(x) dihampiri
dengan polinomial pn(x). Maka integrasi numerik berbentuk.

Proses menentukan proses menentukan nilai hampiran integrasi numerik


dilakukan dengan beberapa cara atau metode, yaitu metode manual. Percobaan
polinomial , aturan trapesium, aturan titik tengah , aturan simpson, integrasi
romberg serta kuadratur gaus.

Aturan trapesium merupakan aturan integrasi numerik yang didasarkan


padapenjumlahan segmen-segmen berbentuk trapesium . Aturan trapesium
gabungan

Kuadratur Gauss merupakan metode yang tidak menggunakan pembagian


area yang banyak, tetapi memanfaatkan titik berat dan pembobot integrasi. Titik
acuan dalam integrasi kuadratur gaus sebagai berikut :

1 n
g (u )du  �Ai g (ui )
Li  �
1 i 1
Model dari integrasi kuadratur gaus dengan n = 2 dapat dituliskan dengan

1
� 1 � �1 �

g (u ) du  g �
1 �
� g � �
3� �3�
DAFTAR PUSTAKA

Chapra, S. C., & Canale, R. P. (2015). Numerical Methods for Engineers Seventh
Edition (Seventh). New York: McGraw-Hill Science/Engineering/Math.
http:/www.slideshare.net/desitaAnggraini/makalah-aturan-trapesium?
from_m_app = android (diakses 18 November 2019)
Kub, M., Janovsk, D., & Dubcov, M. (2005). Numerical methods and algorithms.

Luknanto, Djoko. 2001. Metoda Numerik.

Motta, J. (2001). Metoda Numerik.

Munir, Rinaldi. 2013. METODE NUMERIK Revisi Ketiga. Bandung:


INFORMATIKA
Nendra, Laela, dan Rudha. 2016. Developing Bilingual Scientific-Worksheet For
Indefinite Integral. Universitas Sriwijaya
Prasetia, A. (2016). Performansi metode trapesium dan metode gauss-legendre
dalam penyelesaian integral tertentu berbantuan matlab. Jurnal Mercumatika,
1(1).

Anda mungkin juga menyukai