Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Patah tulang merupakan salah satu cedera paling sering terjadi pada
manusia. Patah tulang biasa terjadi akibat cedera pada saat jatuh ataupun akibat
mengalami kecelakaan kendaraan ataupun mengalami benturan secara berulang-
ulang pada waktu yang lama. Penyembuhan tergantung kepada usia, kondisi
fisiologis, dan lokasi fraktur. Akan tetapi, penyembuhan patah tulang tidak terjadi
begitu saja, karena dapat mengakibatkan pembentukan pseudoarthrosis.
Pseudoarthrosis mengakibatkan efek yang akan akan melemahkan pasien yang
terkena dampaknya, sehingga untuk perbaikannya perlu dilakukan dengan
melakukan operasi. (R. Egli, 2014).
Pseudoarthrosis merupakan persimpangan pada tulang yang biasanya
terjadi di lokasi fraktur. Ada beragam metode dalam mencegah terjadinya
pseudoarthrosis. Dua metode umum dalam mencegah terjadinya pseudoarthrosis,
yaitu dengan internal fixation devices dan juga external fixation devices. Internal
fixation merupakan operasi dalam ortopedi yang melibatkan implementasi bedah
implan untuk tujuan memperbaiki tulang, Internal fixation devices terbuat dari
stainless steel atau titanium (T. Schlich 2002). External fixation merupakan cara
memperbaiki fraktur dengan menggunakan sekelompok pin yang terhubung ke
lingkungan eksternal. Suatu external fixation devices adalah perangkat yang
ditempatkan di luar kulit yang menstabilkan fraktur tulang dengan menggunakan
pin atau kabel yang terhubung ke batang (Sharon Parmet, 2004). Gambar 1.
dibawah merupakan contoh internal fixation dan external fixation pada fraktur.

Gambar 1. (a) dan (b) Internal fixation devices, (c) dan (d) External fixation
devices
Dibandingkan dengan internal fixation devices, external fixation devices
memiliki kelebihan, yaitu mudah diaplikasikan, dapat mempertahankan panjang
yang sesuai, memungkinkan akses mudah ke luka traumatis dan bedah,
mengurangi kehilangan darah, mengurangi resiko infeksi. Metode yang terkenal
dalam external fixation adalah ilizarov apparatus. Ilizarov apparatus merupakan
teknik ortopedi yang dipelopori oleh Gavriil Abramovich Ilizarov dari Uni Soviet.
Ilizarov apparatus adalah jenis external fixation yang digunakan dalam bedah
ortopedi untuk pemanjangan tulang (limb legthening) atau membentuk kembali
tulang ekstremitas untuk mengobati patah tulang yang kompleks atau terbuka.
Gambar 2. Di bawah ini menunjukkan alat ilizarov apparatus yang digunakan
untuk mengobati tibia dan fibula pada kaki kanan bawah yang mengalami fraktur.

Gambar 2. Ilizarov apparatus


Meskipun demikian, ilizarov apparatus memiliki beberapa kekurangan dari
segi mekanis dan biologis. Kekurangan dari segi mekanis adalah sulitnya untuk
bergerak dikarenakan ukuran yang besar dan juga alat yang sangat berat,
sedangkan dari segi biologis alat ini memiliki kekurangan, yaitu membatasi gerak
otot.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana membuat sebuah external fixation devices yang memiliki
keunggulan dibandingkan dengan ilizarov apparatus, terutama dalam segi
dimensi dan juga berat.
1.3 Tujuan Perancangan
Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah, ditetapkan
tujuan masalah dari produk yang akan dibuat sebagai berikut :
a) Membuat gambar teknik external fixation devices yang dimensinya lebih
kecil dan lebih ringan dibanding dengan ilizarov apparatus.
b) Membuat external fixation devices yang dapat digunakan untuk membantu
pasien yang mengalami patah tulang.
BAB II

KEBUTUHAN PELANGGAN

2.1 Identifikasi Kebutuhan Pelanggan


External fixation devices adalah alat bantu untuk menstabilkan tulang yang
mengalami fraktur. Alat tersebut terbuat dari besi yang dilengkapi dengan
pin/kawat dan dimasukkan ke dalam jaringan lunak dan menembus masuk ke
dalam tulang. Teknik pemanjangan tulang ini biasa disebut dengan limb
lenghthening, yaitu teknik pemanjangan tulang melalui metode pembedahan
khusus yang memiliki prinsip bahwa tulang dan jaringan lunak dapat melakukan
regenerasi jika diberikan tekanan (tarikan) secara simultan. Law of tension stress
merupakan dasar dari proses limb lengthening, yang mana jika jaringan tubuh
yang berfungsi normal dan mempunyai sistem perdarahan yang baik, apabila
diberikan tarikan (tegangan) maka jaringan tersebut akan mengalami proses
neohistogenesis, yang mana pada tulang yang diberi distraksi disebut
osteogenesis. Prosedur limb lengthening terbagi kedalam 3 fase utama yaitu fase
laten, fase distraksi, dan fase konsolidasi.
Proses limb lengthening terbagi menjadi tiga fase, diantaranya:
1. Fase laten. Fase ini berlangsung selama lima hingga sepuluh hari pasca
dilakukan osteotomi, lamanya fase ini tergantung pada jenis osteotomi yang
dilakukan. Fase laten merupakan fase awal tulang untuk mengalami
penyembuhan fraktur.
2. Fase Distraksi. Fase ini merupakan fase inti limb lengthening karena pada
fase inilah pemanjangantulang terjadi. Pada fase ini, pemanjangan anggota
gerak akan bervariasi tergantung pada jenis metode limb lengthening yang
digunakan. Dengan menggunakan metode Ilizarov, anggota gerak akan
bertambah panjang 1 mm per hari sedangkan jika menggunakan metode
Wagner bisa bertambah panjang 1,5 mm per hari, tapi dianjurkan oleh
dokter sebaiknya pertambahan Panjang tulang hanya 1 mm per hari.
3. Fase Konsolidasi. Fase ini merupakan fase pengerasan tulang yang baru
terbentuk serta merupakan saat dimana alat limb lengthening dilepas.
Penilaian fase konsolidasi dapat dinilai dengan pemeriksaan X-Ray yang
mana akan menunjukkan gambaran radioopak pada daerah osteotomi.
Metode Ilizarov merupakan metode limb lengthening yang menggunakan
eksternal fiksasi, yang mana pada metode Ilizarov untuk melakukan distraksi
yaitu dengan menggunakan cincin sirkular yang mengelilingi anggota gerak
(multiaksial), sehingga metode ini tidak begitu nyaman bagi pengguna. Maka dari
itu terdapat metode kedua, yaitu metode Wagner. Perbedaan kedua jenis metode
tersebut adalah dari jenis aparatur yang digunakan, dimana metode Wagner
menggunakan distraksi pada satu sisi ekstremitas (uniaksial), sehingga metode ini
lebih nyaman untuk digunakan. Namun, untuk alat yang telah ada sekarang pun
masih memiliki beberapa kekurangan, maka dari itu penulis ingin membuat
produk dari metode Wagner yang sudah ada ini untuk dikembangkan menjadi
versi yang lebih baik lagi.
Prosedur limb lengthening sering kali menimbulkan berbagai macam
komplikasi yang mana terbagi dalam komplikasi minor dan mayor. Kejadian
komplikasi mayor prosedur limb lengthening lebih banyak terjadi pada metode
Wagner dibandingkan metode Ilizarov. (Aaron AD, dkk. 1996). Maka dari itu,
perlu dilakukan modifikasi pada alat yang sudah ada dengan melakukan
identifikasi kebutuhan apa saja yang diperlukan untuk menyempurnakan alat yang
sudah ada.
2.1.1 Komplikasi Minor
Berikut ini adalah komplikasi minor yang mungkin terjadi pada pemasangan
alat Fracture Fixation dengan metode Wagner, yaitu :
1. Infeksi pada pin.
2. Kelumpuhan saraf transien.
3. Masalah dengan perubahan ekstremitas di fixator.
2.1.2 Komplikasi Mayor
Komplikasi jenis ini cukup berbahaya jika terjadi, maka sebisa mungkin
komplikasi mayor ini diusahakan untuk tidak terjadi. Berikut ini adalah jenis-jenis
komplikasi mayor :
1. Fraktur tertunda.
2. Angulasi.
3. Kelumpuhan saraf permanen.
4. Patah melalui pin.
5. Infeksi yang dalam.
Selain faktor diatas, ada juga beberapa faktor yang dibutuhkan agar alat ini
mampu memenuhi apa yang diinginkan oleh pelanggan, yaitu :
1. Dibutuhkan monorail bar dengan dimensi dan karakteristik yang sama
namun ditambahkan fitur derjat putaran pada skrup serta penunjuk satuan panjang
pada monorail bar
2. Alat dibuat seringan mungkin.
3. Screw di bawah pin pemanjang pada bar, diletakkan lebih terlihat lagi, agar
saat melepas alat ini tidak kesulitan.
4. Mobilisasi alat secara otomatis dengan menggunakan remote atau kendali
dari gadget.
Jadi, itulah beberapa kekurangan dari alat pemanjang tulang dengan metode
Wagner, dari kekurangan-kekurangan diatas perlu dilakukan modifikasi alat, agar
penggunaan alat lebih nyaman bagi pelanggan.
2.2 Spesifikasi Teknis
Berikut ini adalah spesifikasi teknis dari alat pemanjang tulang dengan
metode Wagner, antara lain :
1. Panjang bar 200-250 mm.
2. Massa total alat tidak lebih dari 1 kg.
3. Material yang digunakan untuk membuat semua bagian Monorail Bone
Lengthening harus kuat, tahan karat, serta ramah lingkungan.
4. Satu putaran skrup menghasilkan pemanjangan linier 1 mm.
BAB III
PERANCANGAN KONSEP PRODUK
3.1 Fungsi
Pada alat monorail bone lengthening yang dirancang, energi masukannya
berasal dari pemutaran screw yang dilakukan manual. Material yang digunakan
merupakan material yang telah distandarkan untuk digunakan di dunia kesehatan.
Keluaran dari alat ini adalah gerakan linier pada pada clamp untuk proses
pemanjangan tulang serta fixation oleh konfigurasi monorail untuk menjaga posisi
dari pin.

Gambar 3.1 Blok fungsi

3.2 Diagram Blok Fungsi


Pada tahap ini dibuat secara umum hubungan dari masing-masing elemen
yang berkaitan dengan perancangan monorail bone lengthening melalui diagram
blok fungsi di bawah ini :

Gambar 3.2 Diagram Blok Fungsi


3.3 Matriks Morfologi
Matriks morfologi merupakan metode yang dapat menemukan beberapa
alternatif konsep produk, metode yang sistematik. Matriks untuk mengambil
keputusan penentuan palka ikan ditunjukan pada Tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 3.1 Matriks Morfologi
Sub Fungsi Level
Fungsi Sub Fungsi Level 2) Sub Fungsi Level 3)
1)
1. Jenis Alat 1.1 Fixator Only
1.2 Fixator & Lengthening 1.2.1 Monorail
1.2.2 Separate
Arrangement
2. Prinsip 2.1 Linear Screw 2.1.1 Direct Screw
Lengthening 2.1.2 External Screw
2.1 Hydrolic
3. Slot Pin 3.1 Fix
3.2 Changeable
4. Clamp 4.1 One Part
4.2 Double Part
Fracture 5. Kunci Baut 5.1 Kunci L
Fixation
5.2 Obeng Bintang
Device
6. Pemutar Screw 6.1 Manual
6.2 Otomatis
7. Karakteristik 7.1 Berulir
Pin
7.2 Tanpa Ulir
8. Pemilihan 8.1 Stainles Steel AISI 316L
Material
9. Kapasitas 9.1 Dua Clamp
Monorail 9.2 Tiga Clamp
10. Tightening 10.1 Manual
10.2 Menggunakan Alat

Dari Tabel 3.1 di atas matriks morfologi diperoleh alternatif konsep untuk
perancangan Fracture Fixation, yakni:

Konsep 1 1.2 + 2.1.2 + 3.2 + 4.2 + 5.1 + 6.1 + 7.1 + 8.1 + 9.2 + 10.1
Konsep 2 1.2 + 2.1.2 + 3.1 + 4.2 + 5.1 + 6.1 + 7.1 + 8.1 + 9.1 + 10.1
Konsep 3 1.2 + 2.1.1 + 3.1 + 4.1 + 5.2 + 6.1 + 7.1 + 8.1 + 9.1 + 10.1
3.4 Konsep Produk
3.4.1 Konsep Produk Pertama
Sketsa dari konsep Monorail Bone Lengthening yang pertama dapat dilihat
pada gambar 3.3

Gambar 3.3 Sketsa konsep produk pertama Monorail Bone Lengthening

Alat yang dirancang pada konsep ini menggunakan prinsip compression


distruction unit untuk mengompresi serta mengekspansi gerakan clamp pada
monorail untuk proses pemanjangan tulang. Screw pada compression distruction
unit diputar secara manual untuk merubah gerakan putar menjadi gerakan linier
pada monorail.
Tingkat akurasi alat ini sangat baik karena pada nut pemutar dan dinding
monorail masing-masing terdapat penunjuk besar derajat serta besar pemanjangan
yang terjadi. Setiap clamp dapat diposiskan fix ataupun movable sesuai kebutuhan.
Kekurangan pada konsep ini adalah terdapat kesulitan untuk mengencangkan dan
mengendorkan screw untuk clamp yang telah dikoneksikan dengan compression
distruction unit karena konstruksinya yang bertindak menghalangi. Penentuan
jarak antar pin juga terbatas sesuai slot lubang yang tersedia pada clamp.
3.4.2 Konsep Produk Kedua
Sketsa dari konsep Monorail Bone Lengthening yang pertama dapat dilihat
pada gambar 3.4

Gambar 3.4 Sketsa konsep produk kedua Monorail Bone Lengthening

Alat di desain dengan mempertimbangkan kebutuhan pasien serta


mengutamakan kenyamanan pada saat pemakaian. Alat ini terdiri dari dudukan rel
yang dapat di pasang dengan sebuah bar. Bar dapat bergerak bebes di dalam rel
dan dapat diatur pada posisi yang diinginkan. Di dalam bar terdapat tempat pin
dengan ukuran diameter pin 6 mm, untuk posisi pinnya dapat di pasang dengan
posisi dan letak yang diinginkan. Diantara dua bar terdapat screw yang
menghubungkan dua bar, sehingga nntinya ketika bar dengan pin yang telah
terpasang ke tulang dengan memutar screw dapat menimbulkan pemanjangan
pada tulang. Pada ujung screw terdapat skala dalam bentuk sedut sebagai
indikator bagi pengguna untuk melakukan pemanjangan. pada rel terdapat
pengunci ke kaki yang berfungsi menguatkakan alat ketika di pasang pada kaki
selain memanfaatkan pin yang dipasang pada tulang kaki. Pengunci ke kaki dapat
fleksibel dikencangkan atau di kendorkan sesuai ukuran kaki pasien.
3.4.3 Konsep Produk Ketiga
Sketsa dari konsep Monorail Bone Lengthening yang pertama dapat dilihat
pada gambar 3.5 berikut.

Gambar 3.5 Sketsa konsep produk ketiga Monorail Bone Lengthening

Alat monorel bone lengthening ini di desain dengan mempertimbangkan


kebutuhan konsumen sehingga nyaman untuk dipakai. Alat ini terdiri dari
dudukan rel yang dapat di pasang dengan sebuah bar. Dudukan rel memiliki
panjang sebesar 17cm. Bar dapat bergerak bebas di dalam rel dan dapat diatur
pada posisi yang diinginkan. Di dalam bar terdapat tempat pin dengan ukuran
diameter pin 5 mm. Diantara dua bar terdapat screw yang menghubungkan dua
bar, sehingga nantinya ketika bar dengan pin yang telah terpasang ke tulang
dengan memutar screw dapat menimbulkan pemanjangan pada tulang. Pada ujung
screw terdapat skala dalam bentuk sedut sebagai indikator derajat bagi pengguna
untuk melakukan pemanjangan. Kelebihan desain ini dari produk yang sudah ada
yaitu hanya mempunyai 4 pin sedangkan produk yang sudah ada mempunyai 6
pin yang mengharuskan kaki pasien dilubangi lebih banyak. Dan karena dimensi
nya juga lebih pendek, sehingga beratnya pun berkurang dan memudahkan pasien
juga untuk membuka dan memasang celananya.
BAB IV
PEMILIHAN KONSEP PRODUK

4.1 Pemilihan Konsep Produk


Dari tiga konsep yang telah disusun agar konsep produk tersebut dapat
diterima oleh doktor dan pasien perlu dilakukan pembuatan kriteria pemilihan
konsep berdasarkan data yang diperoleh dari keinginan doktor dan pasien.
Untuk perancangan Monorail Bone Lengthening, kriteria perbandingan
pemilihan konsep disusun sebagai berikut :
1. Aman : Produk harus aman ketika dipasangkan sampai dengan dilepaskan
dari tubuh pasien
2. Kuat : Diharapkan produk tahan lama sehingga mampu bertahan selama
dipasang pada tubuh pasien
3. Ringan : diharapkan produk mempunyai berat yang ringan.
4. Indikator jelas : Indikator-indikator pada produk harus jelas sehingga
memudahkan dalam pemakaian
5. Nyaman : Diharapkan produk nyaman dan tidak membatasi gerak pasien
ketika pasangkan
6. Pemasangan mudah : Diharapkan produk mudah ketika dipasangkan ke
pasien
7. Fleksibel : diharapkan pengoperasian produk fleksibel (mudah digunakan
oleh dokter dan pasien)
8. Biaya Material Murah : untuk pembuatan produk diharapkan biaya material
yang digunakan murah tetapi dengan kualitas yang baik.
Berikut merupakan tabel prioritas untuk perbandingan nilai produk desain 1,
desain 2, dan desain 3 berdasarkan penilaian perancang seperti yang ditunjukan
pada Tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Pemilihan Konsep Produk
Konsep
No. Kriteria Wt
K-1 K-2 K-3
1 Aman 10 10,00 9,83 9,83
2 Kuat 10 8,17 8,50 7,17
3 Ringan 10 8,50 5,67 9,00
4 Indikator Jelas 10 8,00 4,17 6,83
5 Nyaman 10 7,50 6,67 7,00
6 Pemasangan Mudah 10 7,67 5,83 7,67
7 Fleksibel 10 7,67 6,67 7,67
8 Biaya material mudah 10 6,83 4,83 6,67

Jumlah 80 64,33 52,17 61,83

Keterangan :

Dari tabel priorotas diatas kami lebih memilih untuk menggunakan desain
1 sebagai desain untuk membuat Monorail Bone Lenghtening, ditinjau dari 8
aspek diatas bahwa desain yang paling efektif untuk dijadikan produk.
DAFTAR PUSTAKA

Aaron AD dan Eilert RE, Results of the Wagner and Ilizarov Methods of
Limb- Lengthening, The Journal of Bone and Joint Surgery, 1996;78-A(1):20-9.
Alibaba.com
Burstein, dkk, Bone Fracture Fixation Device, United States Patent,
1991;5.015.248
Harris JD, dkk, Apparatus for External Fixation of Bone Fractures, Patent,
1985;4.502.473
Kaute BB, Fracture Fixation Device, United States Patent, 1971;3.596.656
Limb Lengthening [Internet], 2010 [cited 23 Maret 2019], Available from:
http://www.ilizarov.org/ll.pdf
Murray WM, Methods And Apparatus for External Fixation of Bone
Fractures, United States Patent, 1975;3.877.424
R Egli, 2014, Bone Repair and Fracture Healing
Sharon Parmet, 2004, Bone Fractures, The Journal of the American
Medical Association
T. Schlic, 2002, Surgery, Science and Industry. A Revolution in Fracture
Care
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai