RTRW Bima PDF
RTRW Bima PDF
TENTANG
BUPATI BIMA,
Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Bima
dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna,
berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang
wilayah;
b. bahwa dalam mewujudkan keterpaduan pembangunan antar
sektor, daerah dan masyarakat, maka rencana tata ruang
merupakan arahan dalam pemanfaatan ruang bagi semua
kepentingan secara terpadu yang dilaksanakan secara bersama
oleh pemerintah daerah, masyarakat dan/atau badan usaha;
c. bahwa dengan terbentuknya Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26
Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional,
dan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3
Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029, maka Peraturan
Daerah Kabupaten Bima Nomor 11 Tahun 2007 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2007 –
2027 perlu diganti;
1
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c maka perlu membentuk
Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Bima Tahun 2011-2031;
2
tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4412);
10. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pembentukan
Kota Bima Di Wilayah Nusa Tenggara Barat (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 26, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4188 );
11. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4247);
12. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003
Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4286);
13. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi,dan Nepotisme (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
14. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4355);
15. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya
Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4247);
16. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
17. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2004 Sistim Perencanaan
Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4421 );
18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
3
Indonesia Nomor 4844);
19. Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
20. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33 ,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
21. Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4723);
22. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4724);
23. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4725);
24. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 69, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726);
25. Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746);
26. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
27. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4851);
28. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956);
29. Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4959);
4
30. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4966);
31. Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan
Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5025);
32. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5038);
33. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
34. Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
35. Undang – Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan
Atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang
Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4433);
36. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5188);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Benda
Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1993 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3516);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Hutan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);
5
40. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa
Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Ngara
Republik Indonesia Nomor 3838);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat
Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934);
42. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Penatagunaan Lahan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4385;
43. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4452);
44. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4453);
45. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490);
46. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005
Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4593);
47. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624);
48. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655);
49. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta
Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4696);
6
50. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4737);
51. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4761);
52. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
53. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 48 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4833);
54. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2008 tentang
Pemindahan Ibukota Bima dari Wilayah Raba Kota Bima ke
Wilayah Woha Kabupaten Bima (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4841);
55. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4858);
56. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859);
57. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097);
58. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 21 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5103);
59. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan
Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah
Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5107);
7
60. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah
Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5110);
61. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5111);
62. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penetapan Kawasan Khusus (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5125);
63. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk
dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
64. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang
Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
65. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang
Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang
Rencana Tata Ruang Daerah;
66. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah;
67. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009
tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Kota, Beserta Rencana Rincinya;
68. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009
tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten;
69. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2009
tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan;
70. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3
Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah
Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 Nomor 26,
Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tahun 2010 Nomor 56).
8
71. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2011
tentang Pembentukan Kecamatan Ambalawi, Lambu,
Madapangga, dan Tambora dalam Wilayah di Kabupaten Bima;
72. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2008
tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bima
(Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 2,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 25);
73. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 5 Tahun 2010
tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD) Kabupaten Bima Tahun 2011-2015 (Lembaran
Daerah Kabupaten Bima Tahun 2010 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 35);
74. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 7 Tahun 2010
tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bima
Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan,
Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat
Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah Kabupaten Bima
Tahun 2010 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten
Bima Nomor 37).
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Bima.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Bupati adalah Bupati Bima.
4. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara,
termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
9
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya.
5. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
6. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan
prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial
ekonomi masyarakat yang secara hierarkhis memiliki hubungan fungsional.
7. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang
meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk
fungsi budidaya.
8. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
9. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima yang selanjutnya disingkat
RTRW Kabupaten Bima adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan
ruang wilayah daerah yang menjadi pedoman bagi penataan wilayah yang
merupakan dasar dalam penyusunan program pembangunan.
10. Wilayah Daerah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
11. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.
12. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan.
13. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.
14. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa
kabupaten/kota.
15. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah
kawasan perkotaan yang akan dipromosikan untuk menjadi PKW dengan fungsi
untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
16. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan
yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa
kecamatan.
17. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan
perkotaan yang akan dipromosikan untuk menjadi PKL dengan fungsi untuk
melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
18. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK merupakan kawasan
perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau
beberapa desa.
19. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat
permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan sekala antar desa.
20. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan.
10
21. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia dan sumber daya buatan.
22. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya
diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup
kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan.
23. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok,
yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang
tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
24. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap
blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
25. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
26. Kawasan pesisir adalah kawasan yang merupakan peralihan antara darat dan
laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
27. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang, termasuk masyarakat
hukum adat dan badan hukum.
28. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang.
29. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional yang selanjutnya disebut BKPRN
adalah badan yang dibentuk dengan Keputusan Presiden yang bertugas untuk
mengkoordinasikan penataan ruang Nasional.
30. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat yang
selanjutnya disebut BKPRD Provinsi adalah Badan yang dibentuk dengan
Keputusan Gubernur yang bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang
wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat.
31. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD
Kabupaten Bima adalah Badan yang dibentuk dengan Keputusan Bupati yang
bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang wilayah Kabupaten Bima.
32. Register Tanah Kehutanan yang selanjutnya disebut RTK adalah sistem
penomoran tiap-tiap kelompok hutan menurut fungsi.
33. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional
yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
11
BAB II
Bagian kesatu
Tujuan
Pasal 2
Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Bima adalah untuk mewujudkan
Kabupaten Bima sebagai kawasan pengembangan agrobisnis berbasis pertanian,
peternakan, agroindustri berbasis perikanan, dan wisata bahari.
Bagian kedua
Kebijakan
Pasal 3
Untuk menjadikan tujuan penataan ruang wilayah kabupaten tercapai perlu disusun
kebijakan penataan ruang kabupaten.
Pasal 4
Kebijakan penataan ruang terdiri atas :
a. pengembangan wilayah-wilayah yang berbasis pertanian, perikanan, dan wisata
bahari;
b. peningkatan pertumbuhan dan pengembangan wilayah dengan konsep
agrobisnis dan agroindustri;
c. pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis potensi alam dan budaya;
d. pengendalian pemanfaatan lahan pertanian;
e. penataan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan dan
menunjang sistem pemasaran produksi pertanian, perikanan dan pariwisata;
f. pengembangan sistem prasarana wilayah yang mendukung pemasaran hasil
pertanian, perikanan dan pariwisata;
g. pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan lahan, daya
tampung lahan dan aspek konservasi;
h. pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek keberlanjutan
dan lingkungan hidup yang didahului dengan kajian lingkungan hidup strategis;
dan
i. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan kemanan.
12
Bagian Ketiga
Strategi
Pasal 5
Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal
4 ditetapkan strategi penataan ruang wilayah yang terdiri atas :
a. Strategi pengembangan wilayah-wilayah yang berbasis pertanian, perikanan,
dan wisata bahari;
b. Strategi peningkatan Pertumbuhan dan pengembangan wilayah dengan konsep
agrobisnis dan agro industri;
c. Strategi Pengendalian pemanfaatan lahan pertanian;
d. Strategi Penataan pusat pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan
yang menunjang sistem mpemasaran produksi pertanian, perikanan, pariwisata
dan pertambangan;
e. Strategi pengembangan sistim prasarana wilayah yang mendukung pemasaran
hasil pertanian, perikanan, pariwisata, dan pertambangan;
f. Strategi pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan
lahan, daya tampung lahan dan aspek konservasi;
g. Strategi pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek
keberlanjutan dan lingkungan hidup;
h. Strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis pada potensi alam
dan budaya; dan
i. Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan.
Pasal 6
13
(3) Strategi Pengendalian pemanfaatan lahan pertanian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 huruf c meliputi:
a. menekan pengurangan luasan lahan sawah beririgasi;
b. menetapkan lahan sawah abadi atau lahan sawah berkelanjutan dan menekan
pengurangan luasan lajan sawah beririgasi;
c. mengembangkan sawah baru pada kawasan potensial; dan
d. mengoptimalkan pemanfaatan kawasan pertanian lahan kering.
14
c. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah
menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka
mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah;
d. menyelenggarakan upaya terpadu untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
fungsi kawasan lindung;
e. melestarikan sumber air dan mengembangkan sistem cadangan air untuk
musim kemarau;
f. memelihara kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau
dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; dan
g. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak
langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan
lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang
berkelanjutan.
(8). Strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis potensi alam dan
budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h, meliputi :
a. mengembangkan kawasan pariwisata dengan obyek wisata unggulan;
b. mengelola, mengembangkan dan melestariukan peninggalan sejarah
purbakala;
15
c. merevitalisasi nilai-nilai budaya serta situs/cagar budaya yang bernilai
historis; dan
d. mengembangkan sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan.
BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
Rencana Struktur Ruang Wilayah meliputi :
a. pusat-pusat kegiatan;
b. sistem jaringan prasarana utama; dan
c. sistem jaringan prasarana lainnya.
Bagian Kedua
Pusat-Pusat Kegiatan
Pasal 8
Pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi :
a. PKWp di Kota Woha;
b. PKL terdiri atas Kore (Sanggar), O’o (Donggo), Naru (Sape), Sila (Bolo), Tangga
(Monta), Maria (Wawo), dan Tawali (Wera);
c. PPK terdiri atas Karumbu (Langgudu), Cenggu (Belo), Kananta (Soromandi),
Labuan Kananga (Tambora), Sumi (Lambu), Nipa (Amblawi), Kuta (Lambitu),
Teke (Palibelo) , Parado Rato (Parado) dan Dena (Madapangga); dan
d. PPL terdiri atas Ntonggu Baru, Karampi, Wila Maci, Wadu Kopa, Oi Bura,
Nggelu, Lere, Campa.
16
Pasal 9
Bagian Ketiga
Pasal 10
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana utama sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi :
a. sistem transportasi darat;
b. sistem transportasi laut; dan
c. sistem transportasi udara.
17
Paragraf 1
Pasal 11
(1) Rencana pengembangan Sistem transportasi darat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a terdiri atas :
a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yang terdiri atas jaringan jalan, jaringan
prasarana lalu lintas, dan jaringan layanan lalu lintas; dan
b. jaringan transportasi penyeberangan.
(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a. jaringan jalan arteri primer meliputi : jalan penghubung Sila – Talabiu – Bima –
melewati Kota Bima;
b. jaringan jalan kolektor primer meliputi:
1. jalan penghubung Sila-Donggo;
2. jalan penghubung Talabiu-Tangga-Parado-Wilamaci-Karumbu-Sape;
3. jalan penghubung Bima-Tawali-Sape;
4. jalan penghubung Labuan Kananga – Kawinda To’i – Piong – Sp.Kore –
Kiwu – Sampungu – Bajo – Sampungu;
5. jalan penghubung Kore-Labuan Kananga;
6. jalan penghubung Lere-batas Kabupaten Dompu;
7. jalan penghubung simpang Nipa-batas Kota Bima; dan
8. jalan penghubung Kananta-Sampungu-batas Kabupaten Dompu.
c. jaringan jalan lokal primer meliputi :
1. jalan penghubung Simpang Laju-Tolouwi-Simpang Paradorato;
2. jalan penghubung Sondo-Rupe- Simpang Tanggabaru-Lere;
3. jalan penghubung Lambu-Sumi-Nggelu;
4. jalan penghubung Wora-Nunggi-Ntoke-batas Kota Bima;
5. jalan penghubung Monggo-Tonda-Keli-Risa;
6. jalan penghubung Ndano-Dena-Mpuri-Tonda; dan
7. jalan penghubung Simpang O’O-Kala-Kananta.
d. jaringan jalan arteri sekunder meliputi :
simpang Kara Timur (Arteri Primer)-jalan lintas pantai Barat-jalan lintas pantai
Timur- simpang Bandara.
e. jaringan jalan kolektor sekunder meliputi :
1. jalan penghubung arteri Primer – Panda – Woha – Risa – Tenga- Kolektor
Primer;
2. jalan penghubung Donggobolo-Risa;
3. jalan penghubung Kalampa-Samili-Rabakodo-Talabiu;
4. jalan penghubung Panda – Donggo-Penapali; dan
5. jalan penghubung Woha-Kalampa.
(3) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi :
a. jaringan prasarana terdiri atas terminal penumpang Kelas B berada di
Kecamatan Woha; dan
18
b. Pembangunan terminal tipe C tersebar di kecamatan Belo, Bolo, Lambu,
Wawo, Ambalawi, Monta, Langgudu, Donggo, Tambora, Lambitu, Soromandi .
(4) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi :
a. jaringan trayek antar kota dalam provinsi (AKDP) meliputi : Woha-Bima,
Woha-Dompu, Woha-Sumbawa, Woha – Mataram; dan
b. jaringan trayek angkutan perdesaan meliputi : Woha-Belo, Woha-Bolo, Woha-
Sape, Bolo-Kananta, Bolo-O’o, Kore-Labuan Kananga, Naru-Wora, Naru
Waworada, Woha-Waworada.
(5) Jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b meliputi :
a. pelabuhan penyeberangan lintas provinsi yaitu Pelabuhan Sape di Kecamatan
Sape;penyebrangan terdiri atas :
Sape – Labuan Bajo, Sape-Waikelo
b. lintas penyeberangan antar Kabupaten :
1. Labuan Kananga – Bima (Kota Bima); Labuan Kananga-Moyo (Kab.
Sumbawa);
2. Cempi (Kab. Dompu) – Waworada (Kab. Bima);
3. Waworada (Kab.Bima) – Sape (Kab.Bima); dan
4. Bima (Kota Bima) – Sape (Kab. Bima).
(6) Rencana pengembangan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diwujudkan dalam bentuk peta Rencana Jaringan Jalan Wilayah Kabupaten
Bima sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2
Sistem Transportasi Laut
Pasal 12
19
Paragraf 3
Sistem Transportasi Udara
Pasal 13
Rencana Pengembangan Sistem transportasi udara Kabupaten Bima sebagaimana
yang dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c yaitu bandar udara pusat pengumpul
skala tersier berada di Bandar Udara Sultan Muhammad Salahuddin Bima.
Bagian Keempat
Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 14
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam Lampiran I dan diwujudkan dalam bentuk peta Rencana
Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten Bima sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1
Sistem Jaringan Energi
Pasal 15
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi :
a. gardu induk di Raba Kota Bima;
b. gardu pembagi di Woha dan Bolo; dan
c. jaringan transmisi tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bima.
(2) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) direncanakan sebesar 81,5 MW.
(3) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dengan cara :
a. pengembangan Listrik Tenaga Diesel di Bajo Pulau Kecamatan Sape, Nggelu,
Pai, Sai, Sampungu, Sape, Monta dan Kore;
b. pengembangan Listrik Tenaga Surya di Kecamatan Langgudu, Tambora,
Sanggar dan Wera ;
c. pengembangan Listrik Tenaga Mikrohidro di Kecamatan Tambora;
20
d. pengembangan Listrik Tenaga Bayu/Angin di Kecamatan Langgudu, dan
Wera; dan
e. pembangkit Listrik Tenaga Arus Bawah Laut di Kecamatan Soromandi.
Paragraf 2
Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 16
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b meliputi :
a. Stasiun Telepon Otomat (STO) tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan Sape;
b. Rumah Kabel dan kotak pembagi tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan
Sape;
c. jaringan kabel sekunder tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan Sape;
d. Satuan Sambungan Telepon (SST) tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan
Sape; dan
e. Tower Telekomunikasi Seluler tersebar di seluruh kecamatan Kabupaten
Bima.
Paragraf 3
Sistem Jaringan Sumber Daya Air
Pasal 17
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
air bersih dan irigasi dengan cara rencana pengembangan wilayah sungai dan
sistem jaringan irigasi dalam wilayah.
21
Pasal 18
(1) Rencana pengembangan Wilayah Sungai (WS) sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) meliputi:
a. Wilayah Sungai Strategis Nasional yaitu wilayah sungai Sumbawa dan wilayah
sungai Bima Dompu yang meliputi wilayah sungai lintas kabupaten dan/atau
kota terdiri atas sungai lampe meliputi Sungai Wawo-Sungai Lampe-Sungai
Rontu dan Sungai Padolo; dan
b. Wilayah Sungai utuh kabupaten terdiri atas ; sungai Sori Campa, Sori
Kampasi, Sori Kawuwu Ncera, Sori Sumi, Sori Na,e Sape, Sori Karenggo, Sori
Padende, Sori Monca O’o, Sori Raba Ncanga Mbawa, Sori Kala, Sori Na,e
Sampungu, Sori Na,e, Sori Sai, Sori Manggi, Sori Boroloka, Sori Roka, Sori
Kuta, Sori Ntonggu, Sori Kaleli, Sori Nunggi, Sori Karumbu, Sori Sambu, Sori
Diwumoro, Sori Sari, Sori Oi Marai, dan Sori Lere.
(2) Pola dan strategi pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) wilayah sungai pulau sumbawa yang merupakan wilayah
sungai strategis nasional.
Pasal 19
(1) Rencana pengembangan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1) meliputi :
a. pembangunan bendungan/bendung/embung dan sistem jaringan irigasi yang
merupakan kewenangan pemerintah sebanyak 5 unit/buah yang tersebar di
Kecamatan Parado, Sape, Tambora, Wawo, dan Wera;
b. operasi dan pemeliharaan bendungan/bendung/embung dan sistem jaringan
irigasi yang merupakan kewenangan pemerintah sebanyak 6 unit/buah yang
tersebar di Kecamatan Monta, Parado, Sape, Tambora, Wawo, dan Wera;
c. operasi dan pemeliharaan bendungan/ bendung/ embung dan sistem jaringan
irigasi yang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi sebanyak 4
unit/buah yang tersebar di Kecamatan Bolo, Lambu, Madapangga, Parado;
dan
d. operasi dan pemeliharaan bendungan/ bendung/ embung dan sistem jaringan
irigasi yang merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten Bima sebanyak
45 unit/buah tersebar di seluruh kecamatan Kabupaten Bima.
22
(3) Rincian rencana pengelolaan sistem jaringan prasarana sumberdaya air
kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) tercantum dalam
Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 4
Paragraf 5
Sistem Jaringan Prasarana Drainase
Pasal 21
Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana drainase sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e dilakukan dengan cara :
a. normalisasi dan perkuatan tebing: Sungai Ambalawi, Sungai Bontokape, Sungai
Palibelo, Sungai Parado, dan Sungai Sumi;
b. drainase primer adalah saluran pengumpul dari drainase sekunder dan dapat
dialirkan ke sungai;
c. drainase sekunder dilakukan pembangunan sistem drainase pada daerah
permukiman perkotaan dan perdesaan yang rawan bencana banjir dan
genangan air limbah menuju drainase primer; dan
d. drainase tersier dilakukan pembangunan sistem drainase pada lingkungan
permukiman perkotaan dan perdesaan menuju drainase sekunder.
Paragraf 6
Sistem Jaringan Prasarana Pengolahan Air Limbah
Pasal 22
23
permukiman, perkantoran dan kegiatan ekonomi dengan memperhatikan baku
mutu limbah yang berlaku.
(2) Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
sistem pembuangan air limbah setempat dan/atau terpusat.
(3) Sistem pengelolaan air limbah setempat dilakukan secara individual melalui
pengolahan dan pembuangan air limbah setempat pada kawasan-kawasan yang
belum memiliki sistem terpusat di Kabupaten Bima.
(4) Sistem pengelolaan air limbah terpusat dilakukan secara kolektif melalui jaringan
pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat pada kawasan bandara,
kawasan pusat pemerintahan, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan
perdagangan dan jasa, kawasan perumahan dan kawasan permukiman padat di
Kabupaten Bima.
(5) Lokasi instalasi pengolahan air limbah harus memperhatikan aspek teknis,
lingkungan, sosial budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona
penyangga, berlokasi di Kecamatan Woha.
Paragraf 7
Sistem Jaringan Prasarana Persampahan
Pasal 23
Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana persampahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g meliputi :
a. Tempat Penampungan Sementara (TPS) sebanyak kurang lebih 400 unit tersebar
di setiap desa; dan
b. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sebanyak 5 unit tersebar pada setiap
kecamatan yaitu Kecamatan Sape, Kecamatan Woha, Kecamatan Bolo,
Kecamatan Sanggar, dan Kecamatan Wera;
BAB IV
Bagian kesatu
Umum
Pasal 24
(1) Rencana pola ruang wilayah dilaksanakan berdasarkan arahan perencanaan:
a. rencana pengembangan kawasan lindung dengan luas kurang lebih 140.790
Ha; dan
b. rencana pengembangan kawasan budidaya dengan luas kurang lebih 298.149
Ha.
24
(2) Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan
dalam bentuk Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2011 –
2031 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Kawasan Lindung
Pasal 25
(1) Rencana pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24
ayat (1) huruf a meliputi semua upaya perlindungan, konservasi, dan pelestarian
fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara
serasi yang berkelanjutan dan tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan
budidaya.
(2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a
meliputi:
a. kawasan hutan lindung;
b. kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya;
c. kawasan perlindungan setempat;
d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya;
e. kawasan rawan bencana alam; dan
f. kawasan lindung geologi.
(3) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah
seluas kurang lebih 83.190 Ha meliputi: Kawasan hutan lindung persebarannya
terletak pada kelompok hutan Maria (RTK 25) , Pamali (RTK 52), Tambora (RTK
53), Soromandi (RTK 55), Toffo Rompu (RTK 65), Nipa Pusu (RTK 66), Kota
Donggomasa (RTK 67).
(5) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
meliputi:
a. kawasan sempadan sungai dilakukan pengelolaan sungai yaitu :
1. kegiatan pinggir sungai mampu melindungi dan memperkuat serta
pengaturan aliran air, dengan tanaman keras dan rib pengendali saluran
air;
2. daerah sempadan untuk sungai kecil masing-masing selebar 50 meter
dijadikan kawasan lindung pada kawasan non pemukiman dan selebar 10
meter untuk sungai yang melewati pemukiman; dan
3. sungai yang terdapat di tengah pemukiman dapat dilakukan dengan
membuat jalan inspeksi dengan lebar jalan 10 meter.
25
b. kawasan sekitar danau atau waduk diarahkan ke seluruh kawasan sekitar
danau dan waduk yang tersebar di Kabupaten Bima : Pela Parado, Campa,
Rababaka, Sumi, lebarnya berimbang dengan bentuk kondisi fisik
danau/waduk antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat;
Rencana kawasan sekitar danau/waduk di Kabupaten Bima yaitu sekitar
Danau Vulkanik Gunung Tambora, kawasan Waduk Sumi di Kecamatan
Lambu, Bendungan Pela Parado di Kecamatan Parado, Waduk Roka, Waduk
Ncera di Kecamatan Belo;
(6) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi:
a. kawasan Cagar Alam (CA) di Kabupaten Bima meliputi CA Gunung Tambora
Selatan, CA Pulau Sangiang, dan CA Toffo Kota Lambu dengan luas kurang
lebih 21.095 Ha;
b. kawasan pantai berhutan bakau meliputi kawasan pantai di sekitar pantai
Kecamatan Ambalawi, Bolo, Lambu, Monta, Palibelo, Sape, Wera, dan Woha
dengan luas kurang lebih 621 Ha;
c. kawasan suaka alam laut dan perairan meliputi Karampi Kecamatan
Langgudu, Pulau Gilibanta Kecamatan Sape dan Tanjung Mas di Kecamatan
Monta;
d. kawasan suaka margasatwa di Tambora (RTK 53) dengan luas kurang lebih
17.686 Ha;
e. kawasan wisata alam Madapangga di Toffo Rompu (RTK 65) dengan luas
kurang lebih 232 Ha;
f. kawasan taman buru Tambora (RTK 53) dengan luas kurang lebih 16.586 Ha;
g. kawasan cagar budaya meliputi :
1. megalitik Lesung Batu, Wadu Sigi, Kompleks rumah adat,
Pesanggarahan Oi Wobo di Kecamatan Wawo;
2. perkampungan Tradisional Sambori di Kecamatan Lambitu, Bekas tapak
kaki di Kecamatan Langgudu;
3. sumur tembaga di Kecamatan Lambu, Nakara Perunggu , Makam Rato
Wara Bewi, Wadu Nocu, dan Gua Sangiang di Kecamatan Wera;
26
4. perkampungan tradisional Mbawa, Makam kuno, Wadu Tunti, Uma
Leme, Makam La Ncahu, Makam La Hila, Kompleks Dana Mbojo, Wadu
Ntori, Pesanggrahan, situs Wadu Kopa, Kecamatan Donggo, ;
5. kompleks Wadu Pa’a di Kecamatan Soromandi;
6. Wadu Tunti, Temba Romba, bekas tapak kaki, Wadu Sura, Makam kuno
di Kecamatan Sape;
7. situs Bukit Kaniki, Situs Bukit Henca, Makam Kuno, Situs Lawangkuning,
bekas tapak kaki, Situs Gua La Hami, Rasa Mantoi, Wadu Nocu, Makam
Raja Sanggar, Gua Abarahi, Sarkopagus di Kecamatan Sanggar;
8. bekas candi di Kecamatan Madapangga;
9. wadu Genda di Kecamatan Bolo;
10. gua Doro Parewa, Makam Kuno di Kecamatan Monta;
11. arca Gajah di Kecamatan Parado;
12. nekara Batu, Sarkofagus, Tapak Kaki di Kecamatan Belo; dan
13. wadu Bara Sila, Temba Ndori di Kecamatan Woha.
(7) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e
meliputi:
a. kawasan rawan bencana angin topan meliputi Kecamatan Woha dsk, Monta
dsk, Poja dsk, Wera dsk;
b. kawasan rawan bencana tanah longsor meliputi kecamatan Kawasan sekitar
Tambora bagian timur, Karumbu, dan Gunung kuta;
c. kawasan rawan bencana kekeringan meliputi kecamatan Bolo; Paradowane,
Paradorato, Tawali, Sape, dan P. Sangiang;
d. kawasan rawan bencana banjir meliputi Daerah di sepanjang aliran sungai di
Sori Wawo Maria, daerah Sape dan sekitarnya, Karumbu, Lambu, Ntoke-
Tawali, Wera, Ambalawi, Palibelo, Parado, Campa dan Sori Lante-Bolo, Sori
Nae Sampungu-Soromandi dan daerah sekitar aliran sungai lainnya di
wilayah Kabupaten Bima;
e. kawasan rawan bencana gelombang pasang meliputi Pantai bagian utara dan
timur Kabupaten Bima, yakni Soromandi dsk, Sape dan Lambu, Wera,
Karumbu, Woha, Bolo, Palibelo dan Parado;
f. kawasan rawan tsunami meliputi Kawasan pesisir bagian timur dan selatan
Kabupaten Bima, yakni Sape dan Lambu, Karumbu dan daerah sekitarnya;
g. kawasan rawan gempa bumi meliputi seluruh wilayah Kabupaten Bima, zonasi
kegempaan Kabupaten Bima termasuk gempa sedang dan rendah yakni
Kecamatan Tambora, Kecamatan Sanggar, Kecamatan Wera; Kecamatan
Langgudu, dan Kecamatan Soromandi; dan
h. kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (6)
diwujudkan dalam bentuk peta rawan bencana wilayah Kabupaten Bima
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(8) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f meliputi:
a. kawasan cagar alam geologi, berupa kawasan keunikan bentang alam yaitu
kawasan Gunung Tambora; dan
b. kawasan rawan bencana alam letusan gunung berapi meliputi wilayah
Tambora, Sanggar dan Wera (Gunung Sangiang).
27
Bagian Ketiga
Kawasan Budidaya
Pasal 26
(1) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b
sebagai berikut :
a. kawasan peruntukan hutan produksi;
b. kawasan peruntukan hutan rakyat;
c. kawasan peruntukan pertanian;
d. kawasan peruntukan perikanan;
e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan permukiman;
g. kawasan peruntukan industri;
h. kawasan peruntukan pariwisata; dan
i. kawasan peruntukan lain.
(2) Rencana kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan
dalam bentuk Peta Rencana Pola Ruang Wilayah sebagaimana tercantum
dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
Pasal 27
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 25
ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. kawasan hutan produksi terbatas; dan
b. kawasan hutan produksi tetap.
(2) Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a meliputi kawasan Tolowata (RTK 23), Tololai (RTK 24), Maria (RTK
25), Tambora (RTK 53), Soromandi (RTK 55), Toffo Rompu (RTK 65), Nipa Pusu
(RTK 66), Kota Donggomasa (RTK 67), Nanganae Kapenta (RTK 68), Pulau
Sangiang (RTK 86), dan Pulau Gilibanta (RTK 87) dengan luasan kurang lebih
66.867 Ha.
(3) Kawasan peruntukan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b meliputi Tololai (RTK 24), Maria (RTK 25), Tambora (RTK 53), Toffo
Rompu (RTK 65), Nipa Pusu (RTK 66), Kota Donggomasa (RTK 67), dan
Nanganae Kapenta (RTK 68) dengan luasan kurang lebih 44.740 Ha.
Pasal 28
Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1)
huruf b seluas 43.088 Ha, tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Bima.
28
Pasal 29
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
huruf c meliputi :
a. kawasan pertanian tanaman pangan;
b. kawasan pertanian hortikultura;
c. kawasan perkebunan; dan
d. kawasan peternakan.
(2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a tersebar di seluruh Kabupaten Bima dengan luas kurang lebih 23.336 Ha.
(3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
tersebar diseluruh Kabupaten Bima dengan luas kurang lebih 111.268 Ha.
(5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi :
a. sebaran kawasan peruntukan peternakan di Kabupaten Bima antara lain :
Ambalawi (kurang lebih 373 Ha), Belo (kurang lebih 352 Ha), Donggo (kurang
lebih 620 Ha), Langgudu (kurang lebih 648 Ha), Sanggar (kurang lebih 2.214
Ha), Tambora (kurang lebih 1.100 Ha), Wawo (kurang lebih 250 Ha), Wera
(kurang lebih 9.997 Ha), Woha (kurang lebih 35 Ha);
b. kawasan peruntukan peternakan diprioritaskan dikembangkan di kecamatan
Sanggar, Tambora, dan Wera. dalam rangka mendukung program Bumi
Sejuta Sapi (BSS);
c. pengembangan dan pengelolaan peternakan dilakukan dengan cara
peningkatan jumlah ternak, penggemukan ternak, pembibitan ternak,
penyediaan pakan ternak, dan pengembangan industri pengolahan hasil
ternak; dan
d. pengembangan kawasan agrobisnis dan agroindustri yang berbasis perikanan
tersebar dibeberapa Kecamatan yaitu kecamatan Woha, Bolo, Palibelo,
Langgudu, dan Sape.
Pasal 30
(1) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf d
meliputi : kawasan budidaya perikanan.
29
(2) Kawasan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diprioritaskan dikembangkan di daerah yang tersedia pasokan air yang cukup dan
diarahkan ke Kecamatan Bolo, Lambu, Palibelo,Langgudu, Sape, Woha, Monta,
dan Soromandi dengan luas kurang lebih 5.169 Ha.
Pasal 31
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
ayat (1) huruf e meliputi :
a. Pertambangan mineral logam eksisting emas tersebar di Kecamatan Donggo,
Soromandi, Wawo, Lambitu, Sape, Lambu;Tembaga tersebar di Kecamatan
Madapangga, Bolo, Parado, Woha, Monta, Sape, Lambu, Langgudu;mangan
tersebar di Kecamatan Belo, Bolo, Lambitu, Langgudu, Monta, Palibelo,
Parado; dan
b. Pertambangan mineral bukan logam dan batuan existing pasir besi tersebar di
Kecamatan Amabalawi, Sanggar, Soromandi, Tambora, Wera dan Donggo.
(2) Pertambangan mineral logam dan bukan logam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c dilaksanakan setelah ditetapkannya Wilayah
Pertambangan berdasarkan usulan penetapan WP.
(3) Usulan penetapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan Bupati
kepada Pemerintah Propinsi dan berdasarkan pertimbangan BKPRD Kabupaten.
(4) Usulan penetapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk mineral
logam dan bukan logam disusun melalui kajian dengan mematuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan dan harus berada di luar kawasan lindung,
kawasan permukiman, kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan, dan
kawasan pariwisata sampai batas tidak adanya dampak negatif secara teknis,
ekonomi, dan lingkungan yang ditimbulkan akibat usaha pertambangan.
(5) Izin pertambangan mineral logam, bukan logam yang telah diterbitkan dan masih
berlaku, tetap diakui sampai masa berlakunya habis dan perpanjangannya
menyesuaikan dengan ketentuan peraturan daerah Ini; dan
(6) Tata cara dan mekanisme penyusunan usulan WP sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) diatur dengan Peraturan Bupati.
Pasal 32
Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
huruf f dikembangkan di daerah yang datar sampai bergelombang dengan
kelerengan lahan 0%-25%, bukan lahan irigasi teknis, bukan kawasan lindung, bukan
kawasan rawan bencana, aksesibilitas baik dan tersedia air bersih yang cukup.
Pasal 33
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
huruf g meliputi : sentra industri sedang, dan industri rumah tangga.
30
(2) Kawasan sentra industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
a. sentra industri pengolahan hasil perikanan di Woha;
b. sentra industri pengolahan kulit dan tulang sapi di Tambora; dan
c. sentra industri maritim di Langgudu dan Sape.
Pasal 34
Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1)
huruf h diarahkan pada :
a. kawasan wisata alam direncanakan di Pantai Toro Wamba, Pantai Mata Mboko,
dan kawasan budidaya Sarang Burung Walet Bajo Pulau (Kecamatan Sape),
Pantai Papa dan Budidaya Mutiara (Kecamatan Lambu), Pulau Ular dan
Karombo Wera (Kecamatan Wera), Oi Wobo (Kecamatan Wawo), Kawasan
Wisata Alam Gunung Tambora(Kecamatan Tambora) dan Pantai Kalaki
(Kecamatan Palibelo); dan
b. kawasan wisata budaya direncanakan pada Taji Tuta, Uma Lengge (Kecamatan
Wawo), Pesangrahan Donggo, Rumah Ncuhi, Uma Leme (Kecamatan Donggo),
Masjid Pertama di Desa Kalodu (Kecamatan Langgudu), dan Pacuan Kuda
(Kecamatan Palibelo).
Pasal 35
(1) Kawasan peruntukan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf i
terdiri atas:
a. kawasan perdagangan dan jasa;
b. kawasan pusat pemerintahan;
c. kawasan pesisir dan pulau pulau kecil; dan
d. kawasan pertahanan dan keamanan.
(3) Kawasan peruntukan pusat pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terletak pada Desa Dadibou Kecamatan Woha dengan luas kurang lebih
129 Ha.
(4) Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c meliputi :
a. kawasan Teluk Sanggar dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Sanggar (Mbuju,
Keramat, Malaju, Lasi, Qiwu, Oi Saro, Piong, Boro, dan Kore);
b. kawasan Teluk Bima dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Bolo (Sanolo,
Sondosia, Bontokape, Nggembe), Kecamatan Soromandi (Bajo, Punti,
31
Kananta, Sai, Sampungu), Kecamatan Woha (Pandai, Donggobolo, Dadibou,
Talabiu), Kecamatan Palibelo (Belo, Panda);
c. kawasan Sape dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Sape (Bajopulo, Bugis,
Kowo, Buncu, Poja, Lamere, Pulau Gilibanta), Kecamatan Lambu (Mangge,
Nggelu, Lambu, Soro, Sumi, Rato, Pulau Burung), Kecamatan Wera (Wora,
Tawali, Bala, Hidirasa, Sangiang, Oi Tui, Pai, Pulau Ular), Kecamatan
Ambalawi (Nipa, Mawu);
d. kawasan Teluk Waworada dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Langgudu
(Laju, UPT Laju, Doro O’o, UPT Doro O’o, Waworada, UPT Waworada,
Karumbu, Rupe, Kangga, Karampi), Kecamatan Parado (Kuta, Paradorato,
Paradowane), Kecamatan Monta (Tolotangga, Sondo); dan
e. kawasan Pantai Utara Tambora, meliputi Labuan Kananga, Kawinda Na’e,
Kawinda To’i (Kecamatan Tambora).
(5) Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d meliputi kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pemerintah di bidang
pertahanan dan keamanan di wilayah darat, laut dan udara.
BAB V
Pasal 36
(2) Penetapan kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
a. kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten Bima;
b. kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah Kabupaten Bima; dan
c. kawasan strategis kabupaten.
(3) Kawasan strategis Kabupaten, Provinsi dan Nasional yang ada di wilayah
Kabupaten Bima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan dalam
bentuk Peta Kawasan Strategis Wilayah Kabupaten Bima, Provinsi dan
Nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 37
(1) Kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten Bima
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf a adalah Kawasan
Pengembangan Ekonomi Terpadu Bima.
32
a. kawasan Teluk Bima dan sekitarnya dengan sektor unggulan perikanan,
pariwisata dan fungsi transportasi;
b. kawasan Waworada-Sape dan sekitarnya yang meliputi wilayah administrasi
pemerintahan sebagian Kabupaten Bima (Kecamatan Sape, Lambu, Wawo
dan Langgudu) dengan sektor unggulan industri, pertanian, dan perikanan;
c. kawasan Ekosistem Gunung Tambora; dan
d. kawasan Ekosistem Pulau Sangiang.
(3) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2)
huruf c terdiri atas :
a. kawasan strategis dengan sudut kepentingan ekonomi
1. Kawasan Strategis Lewamori meliputi Woha sebagai Ibukota Kabupaten
Bima dengan fungsi utama sebagai pusat pemerintahan serta
perdagangan dan jasa, Kawasan Minapolitan yang berpusat di Penapali
Kecamatan Woha dan kawasan pariwisata di Pantai Kalaki;
2. Kawasan Strategis Kota Terpadu Mandiri (KTM) Tambora dengan sektor
unggulan pertanian, peternakan, dan perkebunan;
3. Kawasan Strategis Wera yang meliputi Pai dan Oi Tui dengan sektor
unggulan peternakan (sapi), perikanan (rumput laut) dan pariwisata;
4. Kawasan Strategis Monta yang meliputi Wilamaci, Laju, Doro O’o
Waworada, Tolo Uwi, dsk dengan sektor unggulan perikanan (rumput
laut), perikanan tangkap dan pariwisata (pantai Wane, Pantai Rontu);dan
5. Kawasan Strategis Lambu yang meliputi Sumi dan Nggelu dengan sektor
unggulan peternakan (sapi), pertanian (jagung) dan perikanan tangkap.
b. kawasan strategis dengan sudut kepentingan lingkungan hidup adalah
Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Gilibanta;
c. kawasan strategis dengan sudut kepentingan sosial budaya adalah
kawasan Strategis Cagar Budaya yang meliputi :
1. Kompleks rumah adat-Wawo;
2. Perkampungan tradisional Sambori;
3. Perkampungan tradisional Mbawa-Donggo;
4. Kompleks Dana Mbojo-Donggo; dan
5. Situs Wadu Pa’a-Soromandi.
d. Kawasan strategis dengan sudut kepentingan pertahanan dan keamanan
yang meliputi :
1. kawasan peruntukan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan
pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional;
2. kawasan peruntukan bagi basis militer, daerah uji coba sistem
persenjataan dan/atau kawasan industri sistem persenjataan;
3. pembatasan dan penataan antara lahan terbangun disekitar pertahanan
dan keamanan; dan
4. penetapan jarak bebas aman kawasan pertahanan dan keamanan.
(4) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih
lanjut melalui rencana rinci yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(5) Kawasan strategis Kabupaten, Provinsi dan Nasional yang ada di wilayah
Kabupaten Bima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
33
diwujudkan dalam bentuk Peta Kawasan Strategis Wilayah Kabupaten Bima,
Provinsi dan Nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB VI
Pasal 38
(1) Arahan pemanfaatan ruang meliputi indikasi program utama, indikasi lokasi,
indikasi sumber pendanaan, indikasi pelaksana kegiatan, dan waktu
pelaksanaan.
(2) Indikasi program utama pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. indikasi program utama perwujudan struktur ruang; dan
b. indikasi program utama perwujudan pola ruang.
(3) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
dana Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten;
(4) Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, BUMN, swasta, dan
masyarakat.
(5) Indikasi waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 4
(empat) tahapan jangka lima tahunan, yaitu:
a. tahap pertama, lima tahun pertama (2011 – 2016) yang terbagi atas
program tahunan;
b. tahap kedua, lima tahun kedua (2017 – 2021);
c. tahap ketiga, lima tahun ketiga (2022 – 2026); dan
d. tahap keempat, lima tahun keempat (2027 – 2031).
34
BAB VII
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 39
(1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bima menjadi
acuan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bima.
Bagian kedua
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Paragraf 1
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Perkotaan
Pasal 40
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem perkotaan meliputi :
a. peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp);
b. peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Lokal (PKL);
c. peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan
d. peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL).
(2) Peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp) disusun dengan
memperhatikan pemanfaatan untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala
propinsi dan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat permukiman dapat di
bangun dan di kembangkan di wilayah Woha.
(3) Peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Lokal (PKL) disusun dengan
memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala kabupaten
yang didukung dengan pembangunan fasilitas dan infrastruktur perkotaan
dilaksanakan di wilayah kecamatan Sape, Wera, Bolo, dan Sanggar.
(4) Peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) disusun dengan
memperhatikan pemanfaatan ruang untuk melayani kegiatan berskala kecamatan
atau beberapa desa yang didukung dengan pembangunan fasilitas dan
infrastruktur kecamatan yang di laksanakan di Kecamatan Langgudu, Belo,
Monta, Soromandi, dan Tambora.
(5) Peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) disusun dengan
memperhatikan pemanfaatan ruang untuk melayani kegiatan berskala desa atau
35
beberapa lingkungan yang didukung dengan pembangunan fasilitas dan
infrastruktur lingkungan yang di laksanakan di Kecamatan Lambu, Ambalawi,
Lambitu, Palibelo, Parado, Madapangga, Donggo, dan Wawo.
Paragraf 2
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan
Transportasi Darat
Pasal 41
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan transportasi darat
meliputi :
a. peraturan zonasi untuk jaringan jalan arteri primer;
b. peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor primer; dan
c. peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor sekunder dan lokal primer.
(2) Peraturan zonasi untuk jaringan jalan arteri primer disusun dengan
memperhatikan:
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan arteri primer dengan tingkat
intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan
ruangnya dibatasi;
b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang
sisi jalan arteri primer;
c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan arteri primer yang
memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sepanjang 33,00 meter;
d. penetapan koofisien dasar bangunan disisi jalan arteri primer sebesar 80%;
dan
e. penetapan koofisien lantai bangunan disisi jalan arteri primer sebesar 160%.
(3) Peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor primer disusun dengan
memperhatikan:
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan kolektor primer dengan tingkat
intensitas sedang hingga menengah yang kecenderungan pengembangan
ruangnya dibatasi;
b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang
sisi jalan kolektor primer;
c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan kolektor primer yang
memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sepanjang 22,00 meter;
d. penetapan koofisien dasar bangunan disisi jalan kolektor primer sebesar 80%;
dan
e. penetapan koofisien lantai bangunan disisi jalan kolektor primer sebesar
160%.
(4) Peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor sekunder disusun dengan
memperhatikan:
a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan kolektor sekunder dengan tingkat
intensitas rendah hingga sedang yang kecenderungan pengembangan
ruangnya dibatasi;
36
b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang
sisi jalan kolektor sekunder;
c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan kolektor sekunder yang
memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sepanjang 8,50 meter;
d. penetapan koofisien dasar bangunan disisi jalan kolektor sekunder sebesar
60%; dan
e. penetapan koofisien lantai bangunan disisi jalan kolektor sekunder sebesar
120%.
Paragraf 3
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan
Transportasi Laut
Pasal 42
(1) Peraturan zonasi untuk pelabuhan laut harus disusun dengan mematuhi
ketentuan mengenai:
a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan pengembangan
kawasan pelabuhan;
b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air yang
berdampak pada keberadaan jalur transportasi laut; dan
c. pemanfaatan ruang di dalam DLKr/DLKp harus mendapatkan izin sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Peraturan zonasi untuk alur pelayaran harus disusun dengan mematuhi
ketentuan mengenai:
a. pemanfaatan ruang pada badan air di sepanjang alur pelayaran harus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitar
badan air di sepanjang alur pelayaran dilakukan dengan tidak mengganggu
aktivitas pelayaran.
Paragraf 4
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan
Transportasi Udara
Pasal 43
Peraturan zonasi untuk bandar udara umum harus disusun dengan mematuhi
ketentuan mengenai:
a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional bandar udara;
b. pemanfaatan ruang di sekitar bandar udara sesuai dengan kebutuhan
pengembangan bandar udara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
c. batas-batas kawasan keselamatan operasi penerbangan dan batas-batas
kawasan kebisingan.
37
Paragraf 5
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Energi
Pasal 44
(1) Ketentuan peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi meliputi :
a. peraturan zonasi untuk Gardu induk;
b. peraturan zonasi untuk Gardu pembagi; dan
c. peraturan zonasi untuk Jaringan transmisi tenaga listrik.
(2) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar sistem jaringan
energi dan harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain.
Paragraf 6
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Telekomunikasi
Pasal 45
(1) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi meliputi:
a. peraturan zonasi untuk jaringan tetap dan sentral telekomunikasi; dan
b. peraturan zonasi untuk jaringan bergerak selular.
(4) Peraturan zonasi untuk jaringan bergerak selular (menara telekomunikasi) diatur
sebagai berikut :
a. zona menara telekomunikasi terdiri dari zona manfaat dan zona aman;
b. zona manfaat adalah untuk instalasi menara baik di atas tanah atau di atas
bangunan;
c. zona aman dilarang untuk kegiatan yang mengganggu sejauh radius sesuai
tinggi menara;
d. menara harus dilengkapi dengan sarana pendukung dan identitas hukum yang
jelas. sarana pendukung antara lain pentanahan (grounding), penangkal petir,
38
catu daya, lampu halangan penerbangan (aviation obstruction light), dan
marka halangan penerbangan (aviation obstruction marking), identitas hukum
antara lain nama pemilik, lokasi, tinggi, tahun pembuatan / pemasangan,
kontraktor, dan beban maksimum menara;
e. dilarang membangun menara telekomunikasi pada bangunan bertingkat yang
menyediakan fasilitas helipad;
f. jarak antar menara BTS pada wilayah yang datar minimal 10 km, dan pada
wilayah yang bergelombang/berbukit/ pegunungan minimal 5 km;
g. menara telekomunikasi untuk mendukung sistem transmisi radio microwave,
apabila merupakan menara rangka yang dibangun diatas permukaan tanah
maksimum tingginya 72 m;
h. menara telekomunikasi untuk sistem telekomunikasi yang dibangun diatas
permukaan tanah maksimum tingginya 50 m;
i. menara telekomunikasi dilarang dibangun pada lahan dengan topografi lebih
dari 800 m dpl dan lereng lebih dari 20%; dan
j. demi efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang, maka menara harus
digunakan secara bersama dengan tetap memperhatikan kesinambungan
pertumbuhan industri telekomunikasi.
Paragraf 7
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan
Sumber Daya Air
Pasal 46
Ketentuan Peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air pada wilayah
sungai disusun dengan memperhatikan :
a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan; dan dilarang untuk
membuang sampah, limbah padat dan atau cair dan mendirikan bangunan
permanen untuk hunian dan tempat usaha;
b. pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas kabupaten secara selaras
dengan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai di kabupaten yang berbatasan;
dan
c. pemanfaatan ruang sekitar sungai dapat dilakukan pada jarak 50 meter dari
sungai besar dan 10 meter dari sungai kecil.
Paragraf 8
Pasal 47
Peraturan zonasi untuk sistem penyediaan air bersih diatur sebagai berikut:
a. zonasi penyediaan air bersih terdiri atas zona unit air baku, zona unit produksi,
zona unit distribusi, zona unit pelayanan dan zona unit pengelolaan;
39
b. zona unit air baku adalah untuk bangunan penampungan air, bangunan
pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem
pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya;
c. zona unit produksi adalah untuk prasarana dan sarana pengolahan air baku
menjadi air bersih;
d. zona unit distribusi adalah untuk sistem perpompaan, jaringan distribusi,
bangunan penampungan, alat ukur dan peralatan pemantauan;
e. zona unit pelayanan adalah untuk sambungan rumah, hidran umum, dan hidran
kebakaran;
f. zona unit pengelolaan adalah untuk pengelolaan teknis yang meliputi kegiatan
operasional, pemeliharaan dan pemantauan dari unit air baku, unit produksi dan
unit distribusi dan pengelolaan non teknis yang meliputi administrasi dan
pelayanan;
g. persentase luas lahan terbangun pada zona unit air baku maksimal sebesar
20 %;
h. persentase luas lahan terbangun pada zona unit produksi maksimal sebesar
40 %;
i. persentase luas lahan terbangun pada zona unit distribusi maksimal sebesar
20 %;
j. unit produksi terdiri dari bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat
operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan
penampungan air bersih;
k. limbah akhir dari proses pengolahan air baku menjadi air bersih wajib diolah
terlebih dahulu sebelum dibuang ke sumber air baku dan daerah terbuka;
l. unit distribusi wajib memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan jaminan
kontinuitas pengaliran 24 jam per hari; dan
m. untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah dan hidran umum
harus dipasang alat ukur berupa meter air yang wajib ditera secara berkala oleh
instansi yang berwenang.
Paragraf 9
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Drainase
Pasal 48
40
Paragraf 10
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Pengelolaan Limbah
Pasal 49
(1) Peraturan zonasi untuk sistem pembuangan air limbah meliputi sistem jaringan
limbah domestik, limbah industri, dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
(2) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan limbah diatur sebagai berikut :
a. zona limbah domestik terpusat terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang
penyangga;
b. zona ruang manfaat adalah untuk bangunan atau instalasi pengolahan limbah;
c. zona ruang penyangga dilarang untuk kegiatan yang mengganggu fungsi
pengolahan limbah hingga jarak 10 m sekeliling ruang manfaat;
d. persentase luas lahan terbangun maksimal sebesar 10 %;
e. pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan
kotoran manusia/tinja dilakukan dengan menggunakan sistem setempat atau
sistem terpusat agar tidak mencemari daerah tangkapan air/ resapan air baku;
f. perumahan dengan kepadatan rendah hingga sedang, setiap rumah wajib
dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah setempat atau individual
yang berjarak minimal 10 m dari sumur;
g. perumahan dengan kepadatan tinggi, wajib dilengkapi dengan sistem
pembuangan air limbah terpusat atau komunal, dengan skala pelayanan satu
lingkungan, hingga satu kelurahan serta memperhatikan kondisi daya dukung
lahan dan SPAM serta mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi
masyarakat; dan
h. sistem pengolahan limbah domestic pada kawasan dapat berupa IPAL sistem
konvensional atau alamiah dan pada bangunan tinggi berupa IPAL dengan
teknologi modern.
Paragraf 11
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Pengelolaan Sampah
Pasal 50
(1) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan persampahan terdiri atas Tempat
Penampungan Sementara (TPS), Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST),
dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
(2) Peraturan zonasi untuk Tempat Penampungan Sementara (TPS) diatur sebagai
berikut:
a. zona TPS terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang penyangga;
b. zona ruang manfaat adalah untuk penampungan sampah dan tempat
peralatan angkutan sampah;
c. zona ruang penyanggah dilarang untuk kegiatan yang mengganggu
penampungan dan pengangkutan sampah sampai sejarak 10m dari sekeliling
zona ruang manfaat;
d. persentase luas lahan terbangun sebesar 10 %;
41
e. dilengkapi dengan prasarana dan sarana minimum berupa ruang pemilahan,
gudang, tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan
container dan pagar tembok keliling; dan
f. luas lahan minimal 100 m2 untuk melayani penduduk pendukung 2500 jiwa.
(3) Peraturan zonasi untuk Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) diatur
sebagai berikut :
a. zona TPST terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang penyangga;
b. zona ruang manfaat adalah untuk kegiatan pengumpulan, pemilahan,
penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir
sampah;
c. zona ruang penyanggah dilarang untuk kegiatan yang mengganggu
pemrosesan sampah sampai sejarak 10 m;
d. persentase luas lahan terbangun sebesar 10 %;
e. dilengkapi dengan prasarana dan sarana minimum berupa ruang pemilahan
(30 m2), pengomposan sampah organik (200 m2), gudang (100 m2), tempat
pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m2) dan
pagar tembok keliling; dan
f. luas lahan minimal 300 m2 untuk melayani penduduk pendukung 30.000 jiwa.
(4) Peraturan zonasi untuk Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) diatur sebagai berikut:
a. zona TPA terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang penyangga;
b. zona ruang manfaat adalah untuk pengurugan dan pemrosesan akhir sampah;
c. zona ruang penyanggah dilarang untuk kegiatan yang mengganggu
pemrosesan sampah sampai sejarak 300 m untuk perumahan, 3 km untuk
penerbangan, dan 90 m untuk sumber air bersih dari sekeliling zona ruang
manfaat;
d. persentase luas lahan terbangun sebesar 20 %;
e. dilengkapi dengan prasarana dan sarana minimum berupa lahan
penampungan, sarana dan peralatan pemrosesan sampah, jalan khusus
kendaraan sampah, kantor pengelola, tempat parkir kendaraan, tempat
ibadah, tempat olahraga dan pagar tembok keliling;
f. menggunakan metode lahan urug terkendali;
g. tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk mengembalikan sampah ke
media lingkungan secara aman; dan
h. lokasi dilarang di tengah permukiman.
Paragraf 12
Pasal 51
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung antara lain :
42
3. peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat;
4. peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota;
5. peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya;
6. peraturan zonasi untuk kawasan cagar alam;
7. peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana alam; dan
8. peraturan zonasi untuk kawasan lindung geologi.
43
d. peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat meliputi sempadan
sungai, sempadan waduk/danau dan mata air adalah sebagai berikut:
1. peraturan zonasi untuk sempadan sungai diarahkan sebagai berikut:
a) pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam,mengganggu
kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian
flora dan fauna, serta kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b) pemanfaatan hasil tegakan; dan/atau
c) kegiatan yang merusak kualitas air sungai, kondisi fisik tepi sungai dan
dasar sungai, serta mengganggu aliran air.
2. peraturan zonasi untuk sempadan danau/waduk diarahkan sebagai berikut:
a) pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam, mengganggu
kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan
fauna, serta kelestarian fungsi lingkungan hidup;
b) pemanfaatan hasil tegakan; dan/atau
c) kegiatan yang merusak kualitas air, kondisi fisik kawasan sekitarnya, dan
daerah tangkapan air kawasan yang bersangkutan.
3. peraturan zonasi untuk sempadan sekitar mata air diarahkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a, dan huruf b.
e. peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau untuk kawasan perkotaan adalah
sebagai berikut :
1. zona ruang terbuka hijau adalah untuk RTH kawasan perlindungan setempat
berupa RTH sempadan sungai, RTH pengamanan sumber air baku/mata air,
dan rekreasi, serta dilarang untuk kegiatan yang mengakibatkan terganggunya
fungsi ruang terbuka hijau;
2. proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30 % yang
terdiri dari 20 % ruang terbuka hijau publik dan 10 % terdiri dari ruang terbuka
hijau privat; dan
3. pendirian bangunan dibatasi untuk bangunan penunjang kegiatan rekreasi dan
fasilitas umum lainnya, dan bukan bangunan permanen.
44
b) pemanfaatan ruang dan kegiatan yang mengubah bentukan geologi
tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu
pengetahuan;
c) pemanfaatan ruang yang mengganggu kelestarian lingkungan di sekitar
peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, serta wilayah dengan bentukan
geologi tertentu; dan/atau
d) pemanfaatan ruang yang mengganggu upaya pelestarian budaya
masyarakat setempat.
6. persentase luas lahan terbangun untuk zona mintakat inti dan penyangga
maksimum 40 %,dan untuk zona mintakat pengembang maksimum 50 %.
h. peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam tanah longsor diarahkan sebagai
berikut :
1. zona kawasan rawan bencana alam tanah longsor terdiri dari zona tingkat
kerawanan tinggi, zona tingkat kerawanan menengah/sedang, dan zona
tingkat kerawanan rendah;
2. zona tingkat kerawanan tinggi untuk tipologi A (lereng bukit dan gunung)
adalah untuk kawasan lindung, untuk tipologi B dan C (kaki bukit dan gunung,
tebing/lembah sungai) adalah untuk kegiatan pertanian, kegiatan pariwisata
terbatas; dilarang untuk budidaya dan kegiatan yang dapat mengurangi gaya
penahan gerakan tanah;
3. zona tingkat kerawanan menengah untuk tipologi A, B, C adalah untuk
kegiatan perumahan, transportasi, pariwisata, pertanian, perkebunan,
perikanan, hutan kota/rakyat/produksi, dan dilarang untuk kegiatan industri.
4. zona tingkat kerawanan rendah tipologi A, B, dan C adalah untuk kegiatan
budidaya, dilarang untuk kegiatan industri;
5. persentase luas lahan terbangun untuk zona tingkat kerawanan tinggi untuk
tipologi A maksimum 5 %; dan untuk tipologi B maksimum 10 %;
6. persentase luas lahan terbangun untuk zona tingkat kerawanan menengah
untuk tipologi A, B, C maksimum 40 %; dan
7. persentase luas lahan terbangun untuk zona tingkat kerawanan rendah untuk
tipologi A, B, C maksimum 60 %. Penerapan prinsip terhadap setiap kegiatan
budi daya terbangun yang diajukan izinnya.
45
j. peraturan zonasi kawasan lindung geologi meliputi zona kawasan rawan letusan
gunung berapi terdiri atas zona A (tingkat resiko rendah), zona B (tingkat resiko
sedang) dan zona C (tingkat resiko tinggi):
1. zona A adalah kawasan yang berpotensi terlanda banjir lahar dan tidak
menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava.
Selama letusan membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa material jatuhan
berupa hujan abu lebat dan lontaran batu pijar;
2. zona B adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lahar
dan lava, lontaran atau guguran batu pijar, hujan abu lebat, hujan lumpur
panas, aliran panas dan gas beracun;
3. zona C adalah kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lahar dan
lava, lontaran atau guguran batu pijar, hjan abu lebat, hujan lumpur panas,
aliran panas dan gas beracun;
4. acuan peraturan zonasi pada zona A diantaranya :
a) dapat dikembangkan menjadi kawasan budidaya dan berbagai infrastruktur
penunjangnya.
b) diizinkan untuk kegiatan perumahan dengan syarat:
1) konstruksi bangunan beton bertulang maupun tidak bertulang;
2) kepadatan bangunan tinggi (>60 unit/ha), sedang (30-60 unit/ha), dan
rendah (<30 unit/ha);
3) pola perumahan dapt mengelompok maupun menyebar;
4) diizinkan untuk kegiatan perdagangan dan perkantoran dengan syarat
kepadatan bangunan diperbolehkan tinggi (KDB>70, KLB>200) hingga
rendah (KDB<50, KLB<100); dan
5) diizinkan untuk kegiatan industri dengan persyaratan, pengawasan dan
pengendalian yang ketat, yaitu : Konstruksi bangunan tahan gempa;
dan Skala industri (besar, sedang, maupun kecil).
c) diizinkan untuk kegiatan lahan usaha pertaian lahan basah, pertanian
lahan kering, perikanan, perkebunan dengan syarat pemilihan jenis
vegetasi yang sesuai serta mendukung konsep kelestarian lingkungan;
d) diizinkan untuk pariwisata dengan jenis wisata sosio-kultural dan wisata
agro-kultural; dan
e) diizinkan untuk kegiatan pertambangan rakyat, antara lain batu dan pasir.
5. acuan peraturan zonasi pada zona B diantarnya :
a) dapat dikembangkan menjadi kawasan budidaya dan berbagai infrastruktur
penunjangnya;
b) diizinkan untuk kegiatan perumahan dengan persyaratan :
1) konstruksi bangunan beton bertulang; kepadatan bangunan sedang
dan rendah; pola perumahan menyebar;
2) konstruksi bangunan semi permanen; kepadatan bangunan tinggi,
sedang, dan rendah; pola perumahan mengelompok dan menyebar;
dan
3) konstruksi bangunan tradisional; kepadatan bangunan tinggi, sedang
dan rendah; pola perumahan mengelompok dan menyebar.
c) diizinkan untuk kegiatan perdagangan dan perkantoran dengan syarat
kepadatan bangunan sedang (KDB 50-70, KLB 100-200) hingga rendah
(KDB<50, KLB<100);
46
d) diizinkan untuk kegiatan industri dengan persyaratan, pengawasan, dan
pengendalian yang ketat, yaitu :
1) Konstruksi bangunan tahan gempa; dan
2) Skala industri sedang, maupun kecil.
e) diizinkan untuk kegiatan lahan usaha pertanian lahan basah, pertanian
lahan kering, perikanan, perkebunan dengan syarat pemilihan jenis
vegetasi yang sesuai serta mendukung konsep kelestarian lingkungan;
f) diizinkan untuk pariwisata dengan jenis wisata biotis dan abiotis;
g) diizinkan untuk kegiatan pertambangan rakyat, antara lain pertambangan
batu dan pasir; dan
h) untuk kawasan yang tidak konsisten dalam pemanfaatan, akan
dikembalikan pada kondisi dan fungsi semula secara bertahap.
6. acuan zonasi pada zona C diantarnya :
a) ditentukan sebagai kawasan lindung;
b) masih dapat dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya terbatas, antara
lain:
1) kehutanan; dan
2) pariwisata dengan jenis wisata geofisik (kawasan puncak gunung
berapi).
Paragraf 13
Pasal 52
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya meliputi :
a. peraturan zonasi kawasan hutan produksi;
b. peraturan zonasi kawasan hutan rakyat;
c. peraturan zonasi kawasan pertanian;
d. peraturan zonasi kawasan perikanan
e. peraturan zonasi kawasan pertambangan;
f. peraturan zonasi kawasan permukiman;
g. peraturan zonasi kawasan industri;
h. peraturan zonasi kawasan pariwisata;
i. peraturan zonasi kawasan pertahanan dan keamanan; dan
j. peraturan zonasi kawasan peruntukan lain terdiri atas : perdagangan dan
jasa, kawasan pusat pemerintahan, kawasan pesisir dan pulau pulau kecil.
(2) Peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a meliputi :
a. produksi hasil hutan kayu hanya diperkenankan dari hasil kegiatan budidaya
tanaman hutan dalam kawasan hutan produksi;
b. produksi hutan kayu yang berasal dari hutan alam, hanya dimungkinkan dari
kegiatan penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan dengan izin yang
sah; dan
47
c. produksi hasil hutan non kayu hanya diperkenankan dari hutan alam,
dimungkinkan untuk pemanfaatan dengan izin yang sah.
(3) Peraturan zonasi untuk kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b pada pengembangannya dilakukan dan dibantu oleh
masyarakat serta hasil hutan rakyat pada akhirnya akan dimanfaatkan oleh
masyarakat dan dikelola bersama Pemerintah.
(4) Peraturan zonasi untuk kawasan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dilakukan dengan cara :
a. pengawasan yang dilakukan agar tidak terjadi perubahan fungsi lahan pada
lahan-lahan yang produktif;
b. menetapkan lahan sawah berkelanjutan melalui kegiatan delinasi,
menyediakan sarana dan prasara pertanian, dan perangkat insentif;
c. mengamankan dan memlihara aset nasional dan provinsi;
d. diizinkan untuk kegiatan terbangun yang menunjang kegiatan pertanian,
dengan syarat tidak lebih dari 15 % luas lahan sawah; dan
e. pada lahan kurang produktif dapat dialih fungsi dengan tetap
mempertahankan tingkat produktifitas daerah.
(5) Peraturan zonasi untuk kawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf d meliputi :
a. budidaya ikan laut dilakukan dengan cara; penataan permukiman nelayan
dan sandar perahu, penyediaan TPI, serta pengendalian dengan kegiatan
lainnya dengan zona pembatas (buffer zone);
b. budidaya ikan air payau/tambak dilakukan dengan syarat; tidak mengganggu
habitat hutan bakau atau sempadan pantai, tersedianya sistem jaringan air,
dan memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku;
c. budidaya rumput laut dilakukan dengan; penataan dan delinasi zona rumput
laut, pembentukan sentra rumput laut, tetap terjaganya hutan bakau, dan
tidak berada kawasan permukiman atau jalur pelayaran; dan
d. budidaya ikan di kolam/sungai/danau dilakukan dengan; penataan gerambah
petani, tidak mengurangi fungsi sungai/danau/air tanah, dapat dikembangkan
dengan wisata kuliner, rumah panggung.
48
f. Pemantauan peningkatan pendidikan, kesejahteraan dan taraf hidup
masyarakat sekitar kawasan pertambangan.
(8) Peraturan zonasi untuk kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf g antara lain :
a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai dengan
kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam dan sumber
daya manusia di wilayah sekitarnya;
b. zona industri terdiri dari bangunan pengolahan, gudang, ruang bongkar
muat, perkantoran, dan parkir kendaraan, meliputi:
1. setiap zona dan kawasan industri harus dilengkapi dengan instalasi
pengolahan limbah;
2. setiap pengembangan industri di dahului oleh kajian lingkungan hidup
strategis;
3. industri rumah tangga diarahkan mengelompok membentuk sentra
industri kecil; dan
49
4. industri rumah tangga yang menyatu dengan tempat tinggal, diwajibkan
mendapat persetujuan perumahan disekitarnya.
c. pada kawasan industri diizinkan untuk kegiatan lain yang berupa hunian,
rekreasi, serta perdagangan dan jasa dengan luas total tidak melebihi 10%
total luas lantai;
d. memiliki akses yang baik dari dan ke semua kawasan yang dikembangkan
dalam Wilayah Kabupaten Bima terutama akses ke zona perdagangan dan
jasa serta bandara;
e. pengembangan kawasan industri memperhatikan konsep eco industrial
park;
f. kegiatan lain yang tidak sesuai dan memiliki izin yang berada pada
kawasan industri, harus menyesuaikan pada akhir masa berlaku izin dan
kegiatan lain yang tidak memiliki izin direlokasi paling lambat 3 tahun;
g. intensitas ruang zona industri diatur berdasarkan :
1. Kofisien Dasar Bangunan (KDB) antara 40% sampai 50 %, diatur
menurut kepadatan lingkungan;
2. Kofisien Lantai Bangunan (KLB) antara 1,6 sampai 3,0,diatur menurut
kepadatan lingkungan;
3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) antar 20% sampai 35%, diatur menurut
kepadatan lingkungan; dan
4. garis sempadan bangunan sebesar 15 meter sampai 17 meter, diatur
menurut kepadatan lingkungan.
h. bangunan industri rumah tangga harus bersifat tunggal, kecuali pada
industri yang mengelompok diperkenankan bentuk deret; dan
i. pembatasan pembangunan perumahan baru sekitar kawasan peruntukan
industri.
(9) Peraturan zonasi untuk kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf h antara lain :
a. pengawasan yang perlu dilaksanakan agar kegiatan pariwisata yang
dilakukan tidak membahayakan lingkungan dan tidak berada pada lahan
produktif;
b. zonasi kawasan pariwisata terdiri dari zona usaha jasa pariwisata; zona
objek dan daya tarik wisata dan zona usaha sarana pariwisata;
c. zona usaha jasa pariwisata adalah untuk jasa biro perjalanan wisata; jasa
agen perjalanan wisata; jasa pramuwisata; jasa konvensi, perjalanan
insentif, dan pameran; jasa impresariat; jasa konsultan pariwisata, dan jasa
informasi pariwisata;
d. zona objek dan daya tarik wisata adalah untuk objek dan daya tarik wisata
alam; objek dan daya tarik wisata budaya; dan objek dan daya tarik wisata
minat khusus;
e. zona usaha sarana pariwisata adalah untuk penyediaan akomodasi; makan
dan minum; angkutan wisata; sarana wisata tirta; dan kawasan pariwisata;
f. persentase KDB pada zona usaha jasa pariwisata maksimal sebesar 60 %,
KLB sebesar 3 dan KDH 20%;
g. persentase KDB pada zona objek dan daya tarik wisata maksimal sebesar
20 % KLB sebesar 0.4 dan KDH 40 %;
50
h. persentase KDB pada zona usaha sarana pariwisata maksimal sebesar 60
%, KLB sebesar 0,8 dan KDH 20 %;
i. prasarana dan sarana minimal meliputi telekomunikasi, listrik, air bersih,
drainase, pembuangan limbah dan persampahan; WC umum, parkir,
lapangan terbuka, pusat perbelanjaan skala lokal, sarana peribadatan dan
sarana kesehatan; persewaan kendaraan, ticketing, money changer;
j. perubahan zona pariwisata dimungkinkan untuk tujuan perlindungan
lingkungan;
k. pembangunan objek dan daya tarik wisata alam hutan dapat memanfaatkan
zona hutan lindung dengan memperhatikan arahan peraturan zonasinya;
dan
l. kegiatan lain yang tidak sesuai dan memiliki izin yang berada pada
kawasan pariwisata, harus menyesuaikan pada akhir masa berlaku izin dan
kegiatan lain yang tidak memiliki izin direlokasi paling lambat 3 (tiga) tahun.
(11) Peraturan zonasi untuk kawasan perutukan lain perdagangan dan jasa,
kawasan pusat pemerintahan, kawasan pesisir dan pulau - pulau kecil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j antara lain :
a. zonasi kawasan perdagangan dan jasa terdiri dari zona perdagangan dan
jasa Regional, serta zona perdagangan dan jasa lokal;
b. zona perdagangan dan jasa regional adalah untuk kegiatan perdagangan
besar dan eceran, jasa keuangan, jasa perkantoran usaha dan
profesional, jasa hiburan dan rekreasi serta jasa kemasyarakatan;
c. zona perdagangan dan jasa lokal adalah untuk kegiatan perdagangan
eceran, jasa keuangan, jasa perkantoran usaha dan profesional, jasa
hiburan dan rekreasi serta jasa kemasyarakatan dan perumahan kepadatan
menengah dan tinggi;
d. intensitas ruang untuk kawasan perdagangan dan jasa regional adalah
maksimal KDB 40 %, KLB 3,5 dan minimal KDH 30 %;
e. intensitas ruang untuk kawasan perdagangan dan jasa lokal adalah
maksimal KDB 50 %, KLB 3 dan minimal KDH 20 %;
f. dilengkapi dengan prasarana dan sarana umum pendukung seperti sarana
pejalan kaki yang menerus, sarana peribadatan dan sarana perparkiran,
sarana kuliner, sarana transportasi umum, ruang terbuka; serta jaringan
utilitas;
g. memiliki aksesibilitas bagi penyandang cacat;
h. kegiatan hunian kepadatan menengah dan tinggi diizinkan di kawasan ini
maksimum 10 % dari total luas lantai;
i. wajib menyediakan zona penyangga berupa RTH apabila berbatasan
langsung dengan kawasan lindung;
51
j. sarana media ruang luar komersial harus memperhatikan tata bangunan
dan tata lingkungan; kestabilan struktur serta keselamatan;
k. kawasan perdagangan dan jasa wajib dilengkapi dengan RTBL;
l. kegiatan industri yang memiliki izin dan berada pada kawasan perdagangan
dan jasa, harus menyesuaikan pada akhir masa berlaku izin; dan
m. jalan arteri primer pada kawasan perkotaan tersebut, harus dilengkapi oleh
jalur pemisah.
(12) Peraturan zonasi untuk kawasan perutukan lain kawasan pusat pemerintahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j antara lain :
a. zonasi kawasan pemerintahan terdiri dari zona pemerintahan regional, serta
zona pemerintahan lokal;
b. zona pemerintahan regional adalah pusat pemerintahan Kabupaten Bima;
c. zona pemerintahan lokal adalah pusat pemerintahan kecamatan dan
pemerintahan kelurahan atau desa;
d. intensitas ruang untuk kawasan pemerintahan regional adalah maksimal
KDB 50 %, KLB 3,5 dan minimal KDH 30 %;
e. intensitas ruang untuk kawasan pemerintahan lokal adalah maksimal KDB
55 %, KLB 2,5 dan minimal KDH 20 %;
f. dilengkapi dengan prasarana dan sarana umum pendukung seperti sarana
pedistrian, transportasi umum, sarana perparkiran, sarana kuliner, sarana
peribadatan dan sarana ruang terbuka hijau dan non hijau; serta jaringan
utilitas;
g. wajib menyediakan zona penyangga berupa RTH apabila berbatasan
langsung dengan kawasan permukiman, perdagangan dan jasa;
h. sarana media ruang luar komersial tidak diperkenankan kecuali media
informasi pembangunan;
i. kelompok kegiatan yang berada pada kawasan pemerintahan regional yang
diperbolehkan seperti perkantoran pemerintahan diatasnya, perwakilan
negara, Badan Usaha Milik Negara dan Daerah, perkantoran swasta, dan
perkantoran jasa keuangan seperti perbankan;
j. kawasan pemerintahan lokal dapat berada di pusat permukiman yang
mempunyai lebar milik jalan minimum 10 meter;
k. kegiatan yang tidak diperbolehkan di dalam dan atau berbatasan dengan
kawasan permintahan adalah industri dan atau kegiatan yang dapat
menimbulkan polusi udara, polusi air, polusi tanah; dan
l. jalan arteri primer pada kawasan tersebut, harus dilengkapi dengan jalur
pemisah atau jalan penghubung.
(13) Rencana peraturan zonasi untuk wilayah pesisir dan pulau pulau kecil
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j antara lain :
a. rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau pulau kecil meliputi daerah –
daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh
perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi
kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis
pantai;
52
b. kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang berada pada zona rawan
bencana, cagar alam dan budaya pembangunannya dibatasi dan
dikendalikan;
c. kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang berada pada zona rawan
bencana, harus dipasang alat peringatan dini;
d. penetapan kegiatan budidaya secara selektif di dalam kawasan pesisir dan
pulau pulau kecil untuk menjaga pelestarian lingkungan hidup;
e. penetapan intensitas ruang disekitar kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
adalah maksimal KDB 40 %, KLB 1,2 dan minimal KDH 30 %; dan
f. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitar
badan air di sepanjang alur pelayaran dilakukan dengan tidak mengganggu
aktivitas pelayaran.
Bagian Ketiga
Ketentuan Perizinan
Paragraf I
Umum
Pasal 53
Pasal 54
(1) Segala bentuk kegiatan dan pembangunan prasarana harus memperoleh izin
pemanfaatan ruang dengan berpedoman pada Peraturan Daerah tentang
RTRW;
(2) Setiap orang atau badan hukum yang memerlukan tanah dalam rangka
penanaman modal wajib memperoleh izin pemanfaatan ruang dari Bupati.
(3) Prosedur izin pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Terpadu
setelah mendapat rekomendasi dari BKPRD Kabupaten.
Paragraf 2
Izin Prinsip
Pasal 55
53
menanamkan modal atau mengembangkan kegiatan atau pembangunan di
wilayah kabupaten, yang sesuai dengan arahan kebijakan dan alokasi penataan
ruang wilayah.
(2) Izin prinsip dipakai sebagai kelengkapan persyaratan teknis permohonan izin
lainnya, yaitu izin lokasi, izin penggunaan pemanfaatan tanah, izin mendirikan
bangunan, dan izin lainnya.
Paragraf 3
Izin Lokasi
Pasal 56
(1) Izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 adalah izin yang diberikan kepada
orang atau badan hukum untuk memperoleh tanah/pemindahan hak atas
tanah/menggunakan tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal.
(2) Izin lokasi diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Untuk luas 1 Ha sampai dengan 25 Ha diberikan izin selama 1 (satu) tahun;
b. Untuk luas lebih dari 25 Ha sampai dengan 50 Ha diberikan izin selama 2 (dua)
tahun; dan
c. Untuk luas lebih dari 50 Ha diberikan izin selama 3 (tiga) tahun
(3) Ketentuan mengenai izin lokasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Paragraf 4
Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah
Pasal 57
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin penggunaan pemanfaatan tanah akan
ditetapkan dengan peraturan daerah dan p[eraturan Bupati .
Paragraf 5
Izin Mendirikan Bangunan
Pasal 58
54
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin mendirikan bangunan akan ditetapkan
dengan peraturan daerah dan peraturan Bupati
Paragraf 6
Izin Lainnya
Pasal 59
(1) Izin lainnya terkait pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52
pada ketentuan izin usaha pertambangan, perkebunan, pariwisata, industri,
perdagangan dan pengembangan sektoral lainnya, yang disyaratkan sesuai
peraturan perundangan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin usaha pengembangan sektoral akan
ditetapkan dengan peraturan daerah dan peraturan Bupati.
Bagian Keempat
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 60
(1) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 huruf c merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam pemberian
insentif dan pengenaan disinsentif.
(2) Ketentuan insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana
struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 61
(1) Ketentuan pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan
ruang wilayah kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada
pengembang kawasan dan kepada masyarakat.
Pasal 62
55
b. urun saham;
c. pembangunan serta pengadaan infrastruktur; dan
d. penghargaan.
Pasal 63
(2) Disinsentif dari Pemerintah Daerah kepada masyarakat, dikenakan dalam bentuk:
a. pengenaan pajak;
b. pembatasan penyediaan infrastruktur;
c. pengenaan kompensasi;
d. penalti; dan
e. pembatasan administrasi pertanahan.
Pasal 64
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 huruf c dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pemberian insentif dan disinsentif diatur
dengan Peraturan Bupati.
Bagian Kelima
Ketentuan Sanksi
Pasal 65
Ketentuan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf d merupakan acuan
dalam penegenaan sanksi terhadap :
a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola
ruang wilayah Kabupaten;
b. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi;
56
c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan
RTRW Kabupaten;
d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW kabupaten;
e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;
f. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan
g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak
benar.
Pasal 66
(1) Setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf a, huruf b,
huruf d,huruf e, huruf f, dan huruf g, dikenakan sanksi administratif berupa:
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi;
e. Pencabutan izin;
f. Pembatalan izin;
g. Pembongkaran bangunan;
h. Pemulihan fungsi ruang; dan
i. Denda administratif
(3) Setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf c, dikenakan
sanksi administratif berupa :
a. Peringatan tertulis;
b. Penghentian sementara kegiatan;
c. Penghentian sementara pelayanan umum;
d. Penutupan lokasi;
e. Pembongkaran bangunan;
f. Pemulihan fungsi ruang; dan
g. Denda administratif
Pasal 67
Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 diatur dengan Peraturan Bupati.
57
Pasal 68
Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 pelanggaran
terhadap peraturan daerah ini dikenakan sanksi pidana merujuk pada ketentuan
perundang undangan.
BAB VIII
Bagian kesatu
Kelembagaan
Pasal 69
(1) Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan secara terpadu dan
komprehensif melalui suatu koordinasi dan kerjasama anatara Pemerintah
Daerah Kabupaten Sumbawa dan/atau Kabupaten/Kota dan pihak-pihak lain
yang terkait dengan pemanfaatan ruang, dan pelaksanaan kegiatan
pembangunan.
Pasal 70
(1) Pembinaan terhadap penataan ruang dilakukan melalui koordinasi
penyelenggaraan penataan ruang;
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Bupati atau
pejabat yang ditunjuk.
Bagian Kedua
Peran Masyarakat
Pasal 71
58
Pasal 72
Setiap orang berkewajiban :
a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam izin pemanfaatan ruang; dan
d. memberikan akses yang seluas-luasnya ke ruang yang dinyatakan oleh peraturan
perundang-undangan sebagai milik umum.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 73
(1) Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan sesuai dengan ketentuan
peraturan daerah ini tetap berlaku sampai habis masa berlakunya;
(2) Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan daerah ini berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. jika pembangunan belum mulai dilaksanakan, izin yang bersangkutan
disesuaikan dengan fungsi peruntukan kawasan berdasarkan peraturan
daerah ini;
b. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunan, pemanfaatan ruang dilakukan
sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan
fungsi kawasan berdasarkan peraturan daerah ini;
c. untuk yang sudah dilaksnaakan pembangunannya dan tidak memungkinkan
untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan peraturan
daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian
yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan
penggantian yang layak; dan
d. ketentuan dan tata cara pemberian penggantian yang layak sebagaimana
dimaksud pada huruf c diatur lebih lanjut dengan peraturan Bupati.
(3) Izin pemanfaatan ruang yang masa berlakunya sudah habis dan tidak sesuai
dengan peraturan daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan peraturan
daerah ini;
(4) Pemanfaatan ruang yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut :
a. Yang bertentangan dengan ketentuan peraturan daerah ini, pemanfaatan
ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan peraturan
daerah ini; dan
b. Yang sesuai dengan ketentuan peraturan daerah ini dipercepat untuk
memdapatkan izin yang diperlukan.
59
Pasal 74
(1) Kawasan lindung yang difungsikan untuk kegiatan budidaya secara bertahap
dikembalikan fungsinya sebagai kawasan lindung setelah izin kegiatan budidaya
habis masa berlakunya.
(2) Perubahan status dan/atau fungsi kawasan hutan, kawasan lahan pertanian
pangan berkelanjutan harus mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 75
(1) Jangka waktu RTRW Kabupaten Bima adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat
ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam
skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah kabupaten yang ditetapkan
dengan peraturan perundang-undangan, RTRW Kabupaten Bima dapat ditinjau
kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila
terjadi perubahan kebijakan propinsi dan strategi yang mempengaruhi
pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal kabupaten.
Pasal 76
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Bima
Nomor 11 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima
Tahun 2007 - 2027 (Lembaran Daerah Nomor 15 Tahun 2007 dan Tambahan
Lembaran Daerah Nomor 24 Tahun 2007), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
60
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 77
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Raba-Bima
pada tanggal 19 November 2011
BUPATI BIMA,
Ttd
H. FERRY ZULKARNAIN
Diundangkan di Raba-Bima
pada tanggal 19 November 2011
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BIMA
Ttd
H. MASYKUR H.M.S
61
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA
TENTANG
I. UMUM
1. Ruang Wilayah Kabupaten Bima sebagai bagian dari wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, pada hakikatnya merupakan karunia Tuhan
Yang Maha Esa yang harus dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya
secara optimal agar dapat menjadi wadah bagi kehidupan manusia serta
makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang
berkualitas.
Pancasila merupakan dasar negara dan falsafah negara, yang memberikan
keyakinan bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika didasarkan atas
keselarasan, keserasian dan keseimbangan, baik dalam hubungannya
dengan kehidupan pribadi, hubungan manusia dengan manusia lain,
hubungan manusia dengan alam sekitarnya maupun hubungan manusia
dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945
sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumberdaya alam
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemakmuran
tersebut haruslah dapat dinikmati oleh generasi sekarang maupun generasi
yang akan datang.
2. Ruang sebagai sumberdaya alam tidaklah mengenal batas wilayah, karena
ruang pada dasarnya merupakan wadah atau tempat bagi manusia dan
makhluk hidup lainnya untuk hidup dan melakukan kegiatannya, akan tetapi
jika ruang dikaitkan dengan pengaturannya, haruslah mengenal batas dan
sistemnya. Dalam kaitan tersebut, ruang wilayah Kabupaten Bima meliputi tiga
matra, yakni ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara.
Ruang wilayah Kabupaten Bima sebagai unsur lingkungan hidup, terdiri atas
berbagai ruang wilayah yang masing-masing sebagai sub sistem yang
meliputi aspek alamiah (fisik), ekonomi, sosial budaya dengan corak ragam
dan daya dukung yang berbeda satu dengan lainnya. Pengaturan
pemanfaatan ruang wilayah yang didasarkan pada corak dan daya dukungnya
akan meningkatkan keselarasan, keseimbangan sub sistem, yang berarti juga
meningkatkan daya tampungnya. Pengelolaan sub-sistem yang satu akan
berpengaruh kepada kepada sub-sistem yang lain, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengaturan
ruang menuntut dikembangkan suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri
utamanya.
62
Ada pengaruh timbal balik antara ruang dan kegiatan manusia. Karakteristik
ruang menentukan macam dan tingkat kegiatan manusia, sebaliknya kegiatan
manusia dapat merubah, membentuk dan mewujudkan ruang dengan segala
unsurnya. Kecepatan perkembangan manusia seringkali tidak segera
tertampung dalam wujud pemanfaatan ruang, hal ini disebabkan karena
hubungan fungsional antar ruang tidak segera terwujud secepat
perkembangan manusia. Oleh karena itu, rencana tata ruang wilayah yang
disusun, haruslah dapat menampung segala kemungkian perkembangan
selama kurun waktu tertentu.
3. Ruang wilayah Kabupaten Bima, mencakup wilayah kecamatan yang
merupakan satu kesatuan ruang wilayah yang terdiri atas satuan-satuan ruang
yang disebut dengan kawasan. Dalam berbagai kawasan terdapat macam dan
budaya manusia yang berbeda, sehingga diantara berbagai kawasan tersebut
seringkali terjadi tingkat pemanfaatan dan perkembangan yang berbeda-
beda.
Perbedaan ini apabila tidak ditata, dapat mendorong terjadinya
ketidakseimbangan pembangunan wilayah. Oleh karena itu, rencana tata
ruang wilayah, secara teknis harus mempertimbangkan : (i) keseimbangan
antara kemampuan ruang dan kegiatan manusia dalam memanfaatkan serta
meningkatkan kemampuan ruang ; (ii) keseimbangan, keserasian dan
keselarasan dalam pemanfaatan antar kawasan dalam rangka meningkatkan
kapasitas produktivitas masyarakat dalam arti luas.
4. Meningkatnya kegiatan pembangunan yang memerlukan lahan, baik tempat
untuk memperoleh sumber daya alam mineral atau lahan pertanian maupun
lokasi kegiatan ekonomi lainnya, seperti industri, pariwisata, pemukiman dan
administrasi pemerintahan, potensial meningkatkan terjadinya kasus-kasus
konflik pemanfaatan ruang dan pengaruh buruk dari suatu kegiatan terhadap
kegiatan lainnya. Berkenaan dengan hal tersebut, diperlukan perencanaan
tata ruang yang baik dan akurat, agar perkembangan tuntutan berbagai
kegiatan pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang terdapat di dalamnya
dapat berfungsi secara optimal, terkendali, selaras dengan arah
pembangunan Daerah Kabupaten Bima
5. Kendatipun perencanaan tata ruang sepenuhnya merupakan tindak
pemerintahan atau sikap tindak administrasi negara, dalam proses
penyusunan sampai pada penetapannya perlu melibatkan peran serta
masyarakat. Peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang menjadi
penting dalam kerangka menjadikan sebuah tata ruang sebagai hal yang
responsif (responsive planning), artinya sebuah perencanaan yang tanggap
terhadap preferensi serta kebutuhan dari masyarakat yang potensial terkena
dampak apabila perencanaan tersebut diimplementasikan. Tegasnya, dalam
konteks perencanaan tata ruang, sebenarnya ada dua hal yang harus
diperhatikan. Pertama, kewajiban Pemerintah untuk memberikan informasi,
Kedua, hak masyarakat untuk di dengar (the right to be heard). Dalam
praktek, pada dasarnya dua aspek ini saling berkaitan karena penerapannya
menunjukkan adanya jalur komunikasi dua arah. Dengan kewajiban
pemerintah untuk memberi informasi yang menyangkut rencana
kegiatan/perbuatan administrasi, dan adanya hak bagi yang terkena (langsung
maupun tidak langsung) oleh kegiatan/perbuatan pemerintah, mengandung
63
makna bahwa mekanisme itu telah melibatkan masyarakat dalam prosedur
administrasi negara, di pihak lain dapat menunjang pemerintahan yang baik
dan efektif, karena dengan mekanisme seperti itu pemerintah dapat
memperoleh informasi yang layak sebelum mengambil keputusan. Mekanisme
seperti itu dapat menumbuhkan suasana saling percaya antara pemerintah
dan rakyat sehingga dapat mencegah sengketa yang mungkin terjadi serta
memungkinkan terjadinya penyelesaian melalui jalur musyawarah.
6. Secara normatif, perencanaan tata ruang dimaksud perlu diberi status dan
bentuk hukum agar dapat ditegakkan, dipertahankan dan ditaati oleh pihak-
pihak yang bersangkutan. Hanya rencana yang memenuhi syarat-syarat
hukumlah yang dapat melindungi hak warga masyarakat dan memberi
kepastian hukum, baik bagi warga maupun bagi aparatur pemerintah
termasuk didalamnya administrasi negara yang bertugas melaksanakan dan
mempertahankan rencana, yang sejak perencanaannya sampai
penetapannya memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Apabila suatu
rencana telah diberi bentuk dan status hukum, maka rencana itu terdiri atas
atas susunan peraturan-peraturan yang pragmatis, artinya segala tindakan
yang didasarkan kepada rencana itu akan mempunyai akibat hukum.
7. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Pasal 78
mengamanatkan bahwa Peraturan Daerah Kabupaten tentang rencana tata
ruang wilayah kabupaten disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu
3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan.
Dengan demikian maka Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 11 tahun
2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima harus segera
diganti dengan Peraturan Daerah baru untuk disesuaikan dengan Undang
Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
8. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun Peraturan Daerah baru yang
akan menjadi acuan dalam pelaksanaan program-program pembangunan di
daerah serta mendorong percepatan perkembangan masyarakat secara tertib,
teratur dan berencana. Peraturan Daerah sendiri merupakan bagian tak
terpisahkan dari kesatuan sistem perundang-undangan secara nasional, oleh
karena itu peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi atau bertentangan dengan kepentingan
umum. Kepentingan umum yang harus diperhatikan bukan saja kepentingan
rakyat banyak Daerah yang bersangkutan, melainkan kepentingan Daerah lain
dan kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti, pembuatan peraturan
peraturan perundang-undangan tingkat daerah, bukan sekedar melihat batas
kompetensi formal atau kepentingan Daerah yang bersangkutan, tetapi harus
dilihat pula kemungkinan dampaknya terhadap daerah lain atau kepentingan
nasional secara keseluruhan.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
64
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Yang dimaksud dengan “rencana struktur ruang” dalam ketentuan ini adalah
gambaran struktur ruang yang dikehendaki untuk dicapai pada akhir tahun
rencana, yang mencakup struktur ruang yang ada dan yang akan
dikembangkan.
Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan
sistem perkotaan dalam wilayah kabupaten dan jaringan prasarana wilayah
kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten
selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan
transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan
telekomunikasi, dan sistem jaringan sumberdaya air.
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Yang dimaksud dengan pelabuhan pengumpan dalam ketentuan ini
adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut
dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah
terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan
pengumpul, dan sebagai tempat asal penumpang dan/atau barang, serta
angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi.
65
Huruf c
Yang dimaksud dengan pelabuhan pengumpul dalam ketentuan ini
adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut
dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah
menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau
barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan
antar provinsi.
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Microdigital dalam ketentuan ini adalah
digunakan untuk menggambarkan proses transfer berkas pemindahan
data elektronik antara dua computer atau sistem serupa lainnya.
Sedangkan serat optic adalah saluran transmisi atau sejenis kabel yang
terbuat dari kaca atau plastic yang sangat halus dan lebih kecil dari
sehelai rambut dan dapat digunakan untuk mentransmisikan sinyal
cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Sumber cahaya yang
digunakan biasanya adalah laser.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan efisiensi pemanfaatan air bersih dalam
ketentuan ini adalah penggunaan air bersih sesuai dengan keperluan.
Yang dimaksud dengan memperhatikan konservasi sumber-sumber air
yang tersedia dalam ketentuan ini adalah apakah sumber-sumber air
yang tersedia masih memiliki kapasitas produksi yang sama atau
mengalami penurunan dalam penyediaan air bersih.
66
Yang dimaksud dengan keanekaragaman sumber air baku adalah
sumber penyediaan air bersih yang berasal dari beberapa tempat
antara lain mata air, sungai, danau, air bor dan lain-lain.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Penetapan rencana kawasan budidaya dalam
ketentuan ini adalah dilakukan berdasarkan hasil analisis dan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
67
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kawasan peruntukan perdagangan dan jasa
dalam ketentuan ini direncanakan dikembangkan di Kecamatan Woha,
Bolo, Sape, Wera, Langgudu dan Sanggar adalah skala lokal dan
regional
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Huruf a
Angka 1
Yang dimaksud dengan Kawasan Minapolitan yang
berpusat di Penapali Kecamatan Woha dalam ketentuan
ini adalah kawasan dengan daerah pelayanan (hinterland)
meliputi Kecamatan Palibelo, Monta, dan Langgudu.
Sektor unggulan yang akan dikembangkan adalah
perikanan tambak, rumput laut, industri pengolahan
perikanan, dan pariwisata.
Angka 2
Cukup jelas
Angka 3
Cukup jelas
Angka 4
Cukup jelas
Angka 5
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
68
Huruf d
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Indikasi program utama dalam ketentuan ini
adalah menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk
mewujudkan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah provinsi.
Selain itu, juga terdapat kegiatan lain, baik yang dilaksanakan
sebelumnya, bersamaan dengan, maupun sesudahnya, yang tidak
disebutkan dalam Peraturan Daerah ini.
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup Jelas
69
Ayat (2)
Yang dimaksudkan ”Jarak aman dari kegiatan lain” dalam ketentuan ini
adalah radius minimal antara sistem jaringan energi dari aktivitas-
aktivitas dengan tingkat konsentrasi penduduk yang tinggi dengan
ketentuan :
- 6 meter untuk gardu induk 10 KV tiang baja dan 5 meter untuk tiang
beton
- 22 meter untuk jaringan transmisi 150 KV sirkit tunggal dan 17
meter untuk sirkit ganda.
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan Pengaturan pembangunan menara
telekomunikasi dalam ketentuan ini adalah diatur sesuai dengan
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia
Nomor: 02/PER/M. KOMINFO/ 3/2008 tentang Pedoman
Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi,
yakni sesuai dengan standar baku tertentu untuk menjamin aspek
keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya dengan
memperhitungkan faktor-faktor yang menentukan kekuatan dan
kestabilan konstruksi menara, antara lain:
a. tempat/space penempatan antena dan perangkat telekomunikasi
untuk penggunaan bersama;
b. ketinggian Menara;
c. struktur Menara;
d. rangka struktur Menara;
e. pondasi Menara; dan
f. kekuatan angin.
Pasal 46
Cukup Jelas
Pasal 47
Cukup Jelas
Pasal 48
Cukup Jelas
Pasal 49
Cukup Jelas
Pasal 50
70
Cukup Jelas
Pasal 51
Cukup Jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan produksi hasil hutan kayu dari kegiatan
budidaya tanaman hutan dalam ketentuan ini adalah
dimaksudkan untuk mendukung kebijakan moratorium logging
dalam kawasan hutan serta mendorong berlangsungnya
investasi bidang kehutanan yang diawali dengan kegiatan
penanaman (rehabilitasi hutan).
Huruf b
Yang dimaksud dengan produksi hutan kayu yang berasal dari
hutan alam dalam ketentuan ini adalah dimaksudkan untuk
mendukung kebijakan moratorium logging dalam kawasan hutan
serta mendorong berlangsungnya investasi bidang kehutanan
yang diawali dengan kegiatan penanaman (rehabilitasi hutan).
Huruf c
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Ayat (8)
Cukup Jelas
Ayat (9)
Cukup Jelas
Ayat (10)
Cukup Jelas
Ayat (11)
Cukup Jelas
Ayat (12)
Cukup Jelas
Ayat (13)
Cukup Jelas
Pasal 53
Cukup Jelas
71
Pasal 54
Cukup Jelas
Pasal 55
Cukup Jelas
Pasal 56
Cukup Jelas
Pasal 57
Cukup Jelas
Pasal 58
Cukup Jelas
Pasal 59
Cukup Jelas
Pasal 60
Yang dimaksud dengan insentif dalam ketentuan ini kemudahan yang
diberikan terhadap pemberian izin pemanfaatan ruang untuk mendorong
tercapainya perlindungan terhadap kawasan perencanaan.
Yang dimaksud dengan disinsentif dalam ketentuan ini adalah pengekangan
yang dilakukan terhadap pemberian izin pemanfaatan ruang untuk membatasi
kecenderungan perubahan dalam pemanfaatan ruang.
Pasal 61
Cukup Jelas
Pasal 62
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud Keringanan retribusi dalam ketentuan ini adalah
pemberian keringanan pembayaran pajak dan atau retribusi
terhadap pemanfaatan ruang
Huruf b
Yang dimaksud Pemberian kompensasi dalam ketentuan ini
adalah pemberian imbalan pada masyarakat yang tidak merubah
pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan kebijakan
operasional.
Huruf c
Yang dimaksud Pemberian imbalan dalam ketentuan ini adalah
pemberian balas jasa pada masyarakat yang mematuhi
ketentuan pemanfaatan ruang.
72
Huruf d
Yang dimaksud Sewa ruang dalam ketentuan ini adalah
masyarakat berhak mendapatkan sewa ruang sebagai akibat
dari pemanfaatan ruang yang sesuai fungsi dan dilakukan oleh
pihak lain, menurut ketentuan-ketentuan yang disepakati
bersama
Huruf e
Yang dimaksud Urun saham dalam ketentuan ini adalah
masyarakat berhak mendapatkan bagian saham dari kegiatan
pemanfaatan ruang yang sesuai fungsi dan dilakukan oleh pihak
lain, menurut ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama
Huruf f
Yang dimaksud Penyediaan sarana dan prasarana dalam
ketentuan ini adalah penyediaan sarana dan prasarana untuk
mendukung pengembangan fungsi ruang yang telah ditetapkan
Huruf g
Yang dimaksud Kemudahan prosedur perizinan dalam ketentuan
ini adalah kemudahan dalam proses perizinan bagi pemanfaatan
ruang yang sesuai dengan fungsinya untuk mendukung
pengembangan fungsi ruang yang telah ditetapkan.
Huruf h
Yang dimaksud Penghargaan dalam ketentuan ini adalah
penghargaan yang diberikan kepada masyarakat yang mematuhi
ketentuan pemanfaatan ruang.
Pasal 63
Cukup Jelas
Pasal 64
Cukup Jelas
Pasal 65
Cukup Jelas
Pasal 66
Cukup Jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup Jelas
Pasal 69
Cukup Jelas
Pasal 70
Cukup Jelas
73
Pasal 71
Cukup Jelas
Pasal 72
Cukup Jelas
Pasal 73
Cukup Jelas
Pasal 74
Cukup Jelas
Pasal 75
Cukup Jelas
Pasal 76
Cukup Jelas
Pasal 77
Cukup Jelas
74
LAMPIRAN I
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA
NOMOR : 9 Tahun 2011
TANGGAL : 19 NOVEMBER 2011
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BIMA
TAHUN 2011-2031
1. STRUKTUR RUANG
1.1 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi
1.1.1 sistem jaringan transportasi darat di kabupaten bima
a. Jalan Nasional
Fungsi
No No. Panjang Sistem
Ruas Jalan Arteri K-1
Ruas (km)± Jaringan
(km) (km)
1 025 Sila – Talabiu 16.578 16.578 Lintas Utama P.
Sumbawa
2 026 Talabiu – Bima 15.911 15.911 Lintas Utama P.
Sumbawa
3 032.2.K Talabiu – Bima (Jl. Pahlawan) 1.06 1.06 Lintas Utama P.
Sumbawa
b. Jalan Provinsi
No. Panjang Fungsi
Ruas Jalan (km) Status
No. Ruas K-2 K-3
1 41 Sila – Donggo 22.6 22.6 Lintas Utama P.
Sumbawa
2 042.1 Talabiu – Tangga 23.11 23.11 Lintas Utama P.
Sumbawa
3 042.2 Tangga – Parado 8.65 8.65 Lintas Utama P.
Sumbawa
4 43 Bima – Tawali 55.06 55.06 Lintas Utama P.
Sumbawa
5 066.1 Parado – Wilamaci 4.7 4.7 Lintas Selatan P.
Sumbawa
6 066.2 Wilamaci – Karumbu 24.51 24.51 Lintas Selatan P.
Sumbawa
7 066.3 Karumbu – Sape 38 38 Lintas Selatan P.
Sumbawa
8 066.4 Simpasai – Wilamaci 16.3 16.3 Lintas Selatan P.
Sumbawa
9 67 Tawali – Sape 45.03 45.03 Lintas Utara P.
Sumbawa
10 070.4 Labuan Kananga – 41.26 41.26 Lintas Utara P.
Kawinda To’i Sumbawa
11 070.5 Kawinda To’i – Piong 37.57 37.57 Lintas Utara P.
Sumbawa
12 070.6 Piong – Sp. Kore 14.67 14.67 Lintas Utara P.
Sumbawa
13 070.7 Sp. Kore – Kiwu 27.9 27.9 Lintas Utara P.
Sumbawa
14 070.8 Kiwu – Sampungu 15 15 Lintas Utara P.
Sumbawa
15 070.9 Bajo – Sampungu 41.6 41.6 Lintas Utara P.
Sumbawa
75
c. Jalan Kabupaten
PANJANG LEBAR PERMUKAAN
NAMA PJG. KLASI KODE
NO. NAMA UJUNG TERMASUK BAGIAN RATA JALAN
PANGKAL RUAS FIKASI STATUS
RUAS RUAS KECAMATAN Panj. Panj. RATA
RUAS (Km) RUAS ADM. TYPE KONDISI
(Km) (Km) (M)
1 2 3 6 7 8 9 10.1 10.2 11 12.1 12.2
76
PANJANG LEBAR PERMUKAAN
NAMA PJG. KLASI KODE
NO. NAMA UJUNG TERMASUK BAGIAN RATA JALAN
PANGKAL RUAS FIKASI STATUS
RUAS RUAS KECAMATAN Panj. Panj. RATA
RUAS (Km) RUAS ADM. TYPE KONDISI
(Km) (Km) (M)
1 2 3 6 7 8 9 10.1 10.2 11 12.1 12.2
77
PANJANG LEBAR PERMUKAAN
NAMA PJG. KLASI KODE
NO. NAMA UJUNG TERMASUK BAGIAN RATA JALAN
PANGKAL RUAS FIKASI STATUS
RUAS RUAS KECAMATAN Panj. Panj. RATA
RUAS (Km) RUAS ADM. TYPE KONDISI
(Km) (Km) (M)
1 2 3 6 7 8 9 10.1 10.2 11 12.1 12.2
78
PANJANG LEBAR PERMUKAAN
NAMA PJG. KLASI KODE
NO. NAMA UJUNG TERMASUK BAGIAN RATA JALAN
PANGKAL RUAS FIKASI STATUS
RUAS RUAS KECAMATAN Panj. Panj. RATA
RUAS (Km) RUAS ADM. TYPE KONDISI
(Km) (Km) (M)
1 2 3 6 7 8 9 10.1 10.2 11 12.1 12.2
108 JL. RS. KUSTA PANDA 0,50 LU K BELO 0,0 0,50 3,50 T RB
125 DESA BUNCU DESA LAMERE 1,00 LU K SAPE 0,0 1,00 3,50 K S
126 DS. POJA NAE DS. POJA TOI 1,00 LU K SAPE 0,0 1,00 3,00 T RB
127 DESA SARI I DESA SARI 2,00 LU K SAPE 0,0 2,00 3,00 T RB
79
PANJANG LEBAR PERMUKAAN
NAMA PJG. KLASI KODE
NO. NAMA UJUNG TERMASUK BAGIAN RATA JALAN
PANGKAL RUAS FIKASI STATUS
RUAS RUAS KECAMATAN Panj. Panj. RATA
RUAS (Km) RUAS ADM. TYPE KONDISI
(Km) (Km) (M)
1 2 3 6 7 8 9 10.1 10.2 11 12.1 12.2
209 MAWU LUAR MAWU DALAM 5,00 LU K AMBALAWI 0,0 0,80 3,50 K S
80
PANJANG LEBAR PERMUKAAN
NAMA PJG. KLASI KODE
NO. NAMA UJUNG TERMASUK BAGIAN RATA JALAN
PANGKAL RUAS FIKASI STATUS
RUAS RUAS KECAMATAN Panj. Panj. RATA
RUAS (Km) RUAS ADM. TYPE KONDISI
(Km) (Km) (M)
1 2 3 6 7 8 9 10.1 10.2 11 12.1 12.2
233 LAB. KANANGA BANYU AJI 10,00 LU K TAMBORA 0,0 10,00 3,50 K RB
Keterangan :
LU : Layanan Umum
K : Kabupaten (Kolom 8);Kerikil (Kolom 12.1)
A : Aspal
T : Tanah
B : Baik
RB : Rusak Berat
S : Sedang
SP : Simpang
JP : Jalan Propinsi
81
I.1.1.2 Sistem Jaringan Transportasi Laut
a. Rincian Pengembangan Lintas Penyeberangan Lintas Provinsi
No. Nama Lintas Penyeberangan
3. Sape – Makassar
4. Sape – Kalimantan
5. Sape – Maluku
1. Labuan Kananga (Kab. Bima) – Bima (Kota Bima); Labuan Kananga (Kab. Bima) – Moyo
(Kab Sumbawa)
2. Sultan Muhammad Salahuddin (Kabupaten Bima) – I Gusti Ngurah Rai (Provinsi Bali)
82
(7) Rincian Pengembangan Rute Penerbangan Provinsi
No. JENIS
KETERANGAN
PEMBANGKIT
1. Pembangkit Listrik - PLTD Bajo Pulau
Tenaga Diesel - PLTD Nggelu
(PLTD) - PLTD Pa’i
- PLTD Sa’i
- PLTD Sampungu
- PLTD Sape
- PLTD Monta
- PLTD Kore
b. Jaringan transmisi
No. Jaringan KETERANGAN
Transmisi
1. Gardu Induk GI Bima (Kab. Bima)
GI Woha (Kab. Bima)
83
c. Depo Minyak dan Gas
No. Jenis KETERANGAN
1. Depo bahan bakar Wera dan Sape.
minyak
2. Depo gas Woha, Palibelo, Sape, Wera.
3. Pengembangan Sanggar, Wera, dan Langgudu.
pengolahan migas
(kilang)
4. Wilayah penunjang Tambora, Donggo, Sanggar, Tolowali, Wera, Sape, dan Langgudu.
migas
d. Rencana Kebutuhan Listrik
Penduduk Penduduk Penduduk Penduduk
No Kecamatan Total Total Total Total
2016(KK) 2021(KK) 2026(KK) 2031(KK)
1 Ambalawi 4.302.380 2.285.172 1.650.402 7.527.525.840 809.048 930.405.200 404.050 464.657.040
2 Belo 6.010.360 3.192.372 2.305.602 10.515.909.840 1.130.220 1.299.753.000 564.451 649.118.880
3 Bolo 9.713.590 5.159.376 3.726.216 16.995.366.720 1.826.614 2.100.606.100 912.233 1.049.067.720
4 Donggo 3.990.960 2.119.824 1.530.984 6.982.857.280 750.490 863.063.500 374.803 431.023.680
5 Lambitu 1.489.250 790.992 571.272 2.605.586.240 280.048 322.055.200 139.860 160.839.000
6 Lambu 9.509.810 5.051.160 3.648.060 16.638.895.200 1.788.296 2.056.540.400 893.095 1.027.059.480
7 Langgudu 9.681.620 5.142.312 3.713.892 16.939.156.640 1.820.588 2.093.676.200 909.230 1.045.614.960
Mada
8 7.574.360 4.023.216 2.905.656 13.252.771.520 1.424.344 1.637.995.600 711.331 818.030.880
Pangga
9 Monta 8.437.780 4.481.676 3.236.766 14.762.972.720 1.586.678 1.824.679.700 792.418 911.280.240
10 Palibelo 5.903.410 3.135.564 2.264.574 10.328.780.080 1.110.118 1.276.635.700 554.407 637.568.280
11 Parado 2.169.360 1.152.252 832.182 3.795.603.440 407.928 469.117.200 203.731 234.290.880
12 Sanggar 2.944.920 1.564.164 1.129.674 5.152.472.080 553.748 636.810.200 276.566 318.051.360
13 Sape 14.066.340 7.471.332 5.395.962 24.611.121.040 2.645.138 3.041.908.700 1.321.013 1.519.164.720
14 Soromandi 2.167.290 1.151.064 831.324 3.791.690.080 407.514 468.641.100 203.537 234.067.320
15 Tambora 3.087.750 1.639.980 1.184.430 5.402.215.600 580.612 667.703.800 289.980 333.477.000
16 Wawo 4.028.450 2.139.696 1.545.336 7.048.317.120 757.528 871.157.200 378.324 435.072.600
17 Wera 7.345.050 3.901.284 2.817.594 12.851.118.480 1.381.196 1.588.375.400 689.796 793.265.400
18 Woha 11.124.870 5.909.004 4.267.614 19.464.696.880 2.092.034 2.405.839.100 1.044.770 1.201.485.960
JUMLAH 92.836 60.310.440 43.557.540 198.667.056.800 21.352.142 24.554.963.300 10.663.596 12.263.135.400
84
11 Parado 1
12 Sanggar 2
13 Sape 2
14 Soromandi 1
15 Tambora 1
16 Wawo 1
17 Wera 2
18 Woha 2
Jumlah 22
85
4.Desa Risa Kec.Woha
5.Desa Sari Kec.Sape
6.Desa Jia Kec.Sape
7.Desa Sondo Kec.Monta
8.Desa Tanggodoa Kec.Palibelo
9.Desa Karumbu Kec. Langgudu
10.Desa Waduruka Kec.Langgudu
11.Desa Kore Kec.Langgudu
12.Desa Nipa Kec.Ambalawi
13.Desa Simpasai Kec.Monta
14.Desa Ngali Kec.Belo
15.Desa Rora Kec.Donggo
16.Desa Nangawera Kec .Wera
17.Desa Hidirasa Kec.Wera
18.Desa Buncu Kec.Sape
19.Desa Tawali Kec.wera
20.Desa Sumi Kec.Lamu
21.Desa Taloko Kec.Sanggar
22.Desa Poja Kec.Sape
23.Desa Tawali Kec Wera
24.Desa Sangiang Kec. Wera
3. PT.Indosat 1. Desa Ntori Kec.Wawo
2.Desa Rasabou Kec.Sape
3.Desa Raba Kec.Wawo
4.Desa Monggo Kec.Madapangga
h. Rencana Jaringan Mikro Digital di Tiap Kecamatan Kabupaten Bima Tahun 2031
No. Jenis Jaringan Lokasi
1 Jaringan Mikro Digital Perkotaan Kole (2 km), Mawu (4 km), Rite (6 km) dan Talapati (9
di Ambalawi km).
2 Jaringan Mikro Digital Perkotaan Lido (3 km), Ncera (6 km, Panda (4 km), Roka (12 km),
di Belo Soki (17 km), Leu (21 km), Rada (24 km), Rasabou (19
km), dan Tumpu (29 km).
3 Jaringan Mikro Digital Perkotaan Bajo (2 km), Bumi Pajo (4 km), Doridungga (6 km), Kala
di Donggo (8 km), Kananta (11 km), Mbawa (13 km), Empili (8 km),
Punti (11 km), Rora (13 km), dan Sai (18 km).
4 Jaringan Mikro Digital Perkotaan Hidirasa (3 km), Kale’o (5 km), Lambu (3 km), Mangge
di Lambu (4 km) dan Nggelu (7 km).
5 Jaringan Mikro Digital Perkotaan Doro O’o (3,5 km), Dumu (6 km, Kalodu (9 km), Kangga
di Langgudu (4 km), Karampi (13 km), Kawuwu (16 km), Rupe (19 km),
UPT Doro O’o (23 km), UPT Laju (21 km), UPT
Waworada (24 km), dan Waduruka (2 km).
6 Jaringan Mikro Digital Perkotaan Mpuri (4 km), Ndano (11 km), Tonda (3 km) dan Woro (11
di Madapangga km).
7 Jaringan Mikro Digital Perkotaan Pela (3 km) dan Tolouwi (6 km).
di Monta
8 Jaringan Mikro Digital Perkotaan Oi Saro sepanjang 7 km.
di Sanggar
9 Jaringan Mikro Digital Perkotaan Boke (4 km), Jia (8 km), Kowo (12 km), Sangiang (18 km)
di Sape dan Tanah Putih (21 km).
10 Jaringan Mikro Digital Perkotaan Kawinda Na’E (9km), Kawinda To’i (12 km), Labuan
di Tambora Kananga (16 km) dan Oi Panihi (19 km).
11 Jaringan Mikro Digital Perkotaan Kaboro (4 km), Kawa (6 km), Kuta (7 km), Ntori (8 km),
di Wawo Raba (11 km), Sambori (13 km) dan Tarlawi (19 km).
12 Jaringan Mikro Digital Perkotaan Bala (14 km) dan Oi Tui (17 km).
86
No. Jenis Jaringan Lokasi
di Wera
13 Jaringan Mikro Digital Perkotaan Rabakodo (8 km) dan Waduwani (17 km).
di Woha
87
c. Rencana Status Daerah Irigasi Yang Menjadi Kewenangan dan Tanggung Jawab
Pemerintah, Propinsi serta Kabupaten
Luas Area Yang
No Daerah Irigasi Kewenangan Keterangan
Diairi (Ha)
1 D.I. Pelaparado 3.834 Pusat
2 D.I. Sumi 1.977 Provinsi
3 D.I. Parado 1.040 Provinsi
4 D.I. Ncangakae 1.000 Provinsi
5 D.I. Madapangga II 1.000 Provinsi
6 D.I. Bontokape 505 Kabupaten
7 D.I. Dadi 99 Kabupaten
8 D.I. Diwu Sadundu 900 Kabupaten
9 D.I. Diwu Tangiri 500 Kabupaten
10 D.I. E. Oi Toi 228 Kabupaten
11 D.I. E. Roi 803 Kabupaten
12 D.I. E. Kore 125 Kabupaten
13 D.I. E. Kowo 220 Kabupaten
14 D.I. E. Ncera 329 Kabupaten
15 D.I. E. Waworada 125 Kabupaten
16 D.I. E. Wera I 75 Kabupaten
17 D.I. E. Wera II 200 Kabupaten
18 D.I. E. Woro 452 Kabupaten
19 D.I. Kalate 968 Kabupaten
20 D.I. Karanu Ntonggu 566 Kabupaten
21 D.I. Kecintobo 160 Kabupaten
22 D.I. LEKA 350 Kabupaten
23 D.I. Lebo 623 Kabupaten
24 D.I. Madapangga 459 Kabupaten
25 D.I. Mori Rade 307 Kabupaten
26 D.I. Na'e Wera 600 Kabupaten
27 D.I. Ncoha 522 Kabupaten
28 D.I. Ndano Rangga 520 Kabupaten
29 D.I. Nggaro Rangga 150 Kabupaten
30 D.I. Nungga 241 Kabupaten
31 D.I. Oi Kawa 300 Kabupaten
32 D.I. Pela Cempaka 337 Kabupaten
33 D.I. Raba Ponda 130 Kabupaten
34 D.I. Rontu 500 Kabupaten
35 D.I. Rora Kecil 601 Kabupaten
36 D.I. Salo 212 Kabupaten
37 D.I. Sambu 100 Kabupaten
38 D.I. Sape 686 Kabupaten
39 D.I. Sari 622 Kabupaten
40 D.I. Sie 181 Kabupaten
41 D.I. Sori Monca 300 Kabupaten
42 D.I. Taloko 341 Kabupaten
43 D.I. Tolotangga 485 Kabupaten
44 D.I. Tonggondoangali 750 Kabupaten
45 D.I. Woro 250 Kabupaten
46 D.I. Wuwu 346 Kabupaten
47 D.I. E. Nggira I 25 Kabupaten
48 D.I. E. Nggira II 35 Kabupaten
49 D.I. Sangga 50 Kabupaten
50 D.I. Satampa 50 Kabupaten
Total A 25.179
51 DAM Ama Baena Sari 10.000 Pusat
52 DAM Ncai Au Maria Utara 3.800 Pusat
53 DAM Nanga Nae Tambora 7.000 Pusat
54 DAM Sari Kowo Wera 3.700 Pusat
55 DAM Oi Bura Parado 4.325 Pusat
RENCANA
56 DAM Ntanda Ndeu Keli (Woha) Kabupaten
DAM Sori Panco Toro Wadu Nae
57 Kabupaten
(sampungu - Soromandi)
58 DAM Ompu Sopa Desa Bajo Kabupaten
59 DAM Sori Maneo Kabupaten
Total B 28.825
Total A + B 54.004
88
d. Rencana Fungsi Pelayanan Bendungan dan Waduk
No Nama Rencana Fungsi Pelayanan yang Daerah Pelayanan
Bendungan/ di Kembangkan
Waduk
1 Waduk Sumi Pengairan pertanian dan Air Bersih Lambu, Sape
2 Bendungan Air Bersih, PLTA , Pengairan Monta, Woha, Belo
Pelaparado Pertanian
3 Waduk Ncera Air Bersih dan Pengairan Belo
Pertanian
4 Waduk Roka Air Bersih dan Pengairan Belo
Pertanian
89
Rencana Kebutuhan Air Bersih
90
LAMPIRAN I.2 POLA RUANG
I.2.1 Kawasan Lindung Kabupaten Bima
Hutan
No Kel. Hutan RTK Lindung
(Ha)
1 Maria 25 9.949,40
2 Pamali 52 1.275,00
3 Tambora 53 6.611,20
4 Soromandi 55 14.351,36
5 Tofo – Rompu 65 24.884,67
6 Nipa – Pusu 66 3.171,88
7 Kota Donggomasa 67 22.946,40
Jumlah 83.189,91
Hutan Konservasi
RTK Taman
No Kel. Hutan Cagar Suaka Taman
Wisata
Alam Margasatwa Buru
Alam
1 Tambora 53 10.268,47 17.686,08 16.586,59
2 Tofo – Rompu 65 232,00
Kota Donggomasa
3 (CA Tofo Kota 67 3.333,80
Lambu)
4 P. Sangiang 86 7.492,75
Jumlah 21.095,02 17.686,08 232,00 16.586,59
91
I.2.2 Kawasan Budidaya Di Kabupaten Bima
1.2.2.1 Rencana Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Bima
Kecamatan
No Penggunaan Lahan TOTAL
Tambo
Sape Lambu Wawo Lambitu Langgudu Belo Palibelo Woha Monta Parado Bolo M.Pangga Wera Ambalawi Donggo Soromandi Sanggar ra
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
I LAHAN PERTANIAN
1,1 Tanaman Pangan 1.745 1.599 1.339 237 1.039 1.360 1.883 2.349 1.388 299 1.880 3.264 1.052 505 1.433 719 918 440 23.336
b. Irigasi Setengah Teknis 1.478 1.173 626 - 470 1.007 1.573 1.083 69 299 1.738 898 1.052 505 859 - 636 280 13.746
d. Irigasi Desa/Non PU 267 426 713 237 531 353 310 1.266 - - 142 2.366 - - - 314 - 5 6.930
1,2 Hortikultura 6.108 2.461 3.855 1.698 8.454 2.227 2.814 1.415 4.159 1.543 2.394 3.976 13.909 13.345 19.224 11.201 8.344 2.513 111.268
e. Tadah Hujan 147 359 436 223 1.020 87 20 293 1.587 576 113 500 654 50 1.547 220 313 - 8.145
a. Tegal/Kebun 1.597 1.856 2.223 506 2.694 694 1.667 1.052 1.865 875 2.281 3.104 7.949 10.581 17.677 10.981 3.005 244 70.851
Jumlah Lahan Pertanian 7.853 4.060 5.194 1.935 9.493 3.587 4.697 3.764 5.547 1.842 4.274 7.240 14.961 13.850 20.657 11.920 9.262 2.953 148.580
92
I.2.2.2 Luas Hutan Produksi di Kabupaten Bima
93
Kawasan Teluk
Bima dan
sekitarnya
1. Kecamatan Potensi wisata pantai berpasir Zona Pemanfaatan Umum
Soromandi (Bajo, putih dengan panorama alam teluk
Punti, Kananta, Sai, yang unik dan menarik.
Sampungu).
2. Kecamatan Bolo Potensi perikanan budidaya Zona Pemanfaatan Umum
(Sanolo, Sondosia, (tambak)
Bontokape,
Nggembe).
3. Kecamatan Woha Potensi perikanan budidaya Zona Pemanfaatan Umum
(Pandai, (tambak)
Donggobolo,
Dadibou, Talabiu).
4. Kecamatan a. Terdapat Bandar Udara M. a. Zona Pemanfaatan
Palibelo (Belo, Salahuddin Khusus
Panda). b. Potensi perikanan budidaya b. Zona Pemanfaatan Umum
(tambak)
Kawasan Sape
dan sekitarnya
1. Kecamatan Sape a. Terdapat sumber daya alam a. Zona Pemanfaatan Umum
(Bajopulo, Bugis, hayati dan non hayati b. Zona Konservasi
Kowo, Buncu, Poja, (perikanan) dengan kualitas
Lamere, Pulau eksport.
Gilibanta). b. Potensi budidaya tambak
udang.
c. Potensi wisata pantai.
d. Potensi alam dan ekosistem
perairan.
2. Kecamatan Lambu a. Terdapat potensi terumbu a. Zona Pemanfaatan Umum
(Mangge, Nggelu, karang dan ikan. b. Zona Konservasi
Lambu, Soro, Sumi, b. Potensi wisata bahari
Rato, Pulau
Burung).
3. Kecamatan Wera a. Potensi wisata bahari a. Zona Pemanfaatan Umum
(Wora, Tawali, b. Cagar alam b. Zona Konservasi
Bala, Hidirasa, c. Suaka margasatwa
Sangiang, Oi Tui, d. Potensi bahan tambang
Pai, Pulau Ular). e. Kapur
94
4. Kecamatan a. Potensi wisata bahari Zona Pemanfaatan Umum
Ambalawi (Nipa, b. Potensi bahan tambang pasir
Mawu). besi
c. Potensi batu gamping
Kawasan Teluk
Waworada dan
sekitarnya
1. Kecamatan a. Potensi perikanan, budidaya a. Zona Pemanfaatan Umum
Langgudu (Laju, tambak, dan budidaya mutiara, b. Zona Konservasi
UPT Laju, Doro udang, bandeng, rumput laut,
O’o, UPT Doro O’o, dan lainnya.
Waworada, UPT b. Potensi sumber daya alam
Waworada, hayati dan non hayati yang
Karumbu, Rupe, melimpah.
Kangga, Karampi). c. Ekosistem mangrove
2. Kecamatan Parado Potensi wisata bahari Zona Pemanfaatan Umum
(Kuta, Paradorato,
Paradowane).
3. Kecamatan Monta Ekosistem mangrove Zona Konservasi
(Tolotangga,
Sondo).
Kawasan Pantai
Utara Tambora
1. Kecamatan a. Potensi perikanan tangkap. a. Zona Pemanfaatan Umum
Tambora (Labuan b. Potensi wisata alam dan b. Zona Konservasi
Kananga, Kawinda budaya.
Na’e, Kawinda c. Potensi hutan lindung dan
To’i). hutan cagar alam.
Sumber : Rencana zonasi wilayah pesisir dan laut Provinsi NTB, 2006
95
1.2.2.4. Potensi Pertambangan di Kabupaten Bima
Potensi
No. Wilayah Bahan Latitude Longitude
Galian
1 2 3 4 5
1 Kec. Monta, Wawo, Mangan dmp 118º 33′ 30″ -8º 34′ 00″
Lambitu, Langgudu, 118º 33′ 30″ -8º 32′ 30″
Parado, Bolo,
Madapangga 118º 35′ 00″ -8º 32′ 30″
118º 35′ 00″ -8º 34′ 15″
118º 34′ 30″ -8º 34′ 15″
118º 34′ 30″ -8º 34′ 00″
118º 37′ 00″ -8º 39′ 00″
118º 39′ 00″ -8º 39′ 00″
118º 39′ 00″ -8º 44′ 00″
118º 37′ 00″ -8º 44′ 00″
118º 45′ 30″ -8º 36′ 00″
118º 46′ 30″ -8º 36′ 00″
118º 46′ 30″ -8º 37′ 00″
118º 47′ 30″ -8º 37′ 00″
118º 47′ 30″ -8º 38′ 00″
118º 45′ 30″ -8º 38′ 00″
118º 48′ 30″ -8º 40′ 30″
118º 50′ 00″ -8º 40′ 30″
118º 50′ 00″ -8º 42′ 00″
118º 48′ 30″ -8º 42′ 00″
118º 52′ 00″ -8º 30′ 00″
118º 54′ 00″ -8º 30′ 00″
118º 54′ 00″ -8º 34′ 00″
118º 52′ 00″ -8º 34′ 00″
96
1 2 3 4 5
118º 39′ 00″ 8º 39′ 00″
118º 39′ 00″ 8º 44′ 00″
118º 37′ 00″ 8º 44′ 00″
118º 37′ 00″ 8º 40′ 00″
118º 33′ 00″ 8º 40′ 00″
118º 51′ 30″ 8º 40′ 00″
118º 56′ 30″ 8º 40′ 00″
118º 56′ 30″ 8º 44′ 00″
119º 01′ 00″ 8º 44′ 00″
119º 01′ 00″ 8º 37′ 30″
118º 51′ 30″ 8º 37′ 30″
Kec. Donggo,
118º 32′ 00″ -8º 17′ 30″
3 Soromandi Emas dmp
118º 37′ 00″ -8º 17′ 30″
118º 37′ 00″ -8º 21′ 00″
118º 32′ 00″ -8º 21′ 00″
4 Kec. Wawo, Lambitu Emas dmp 118º 45′ 30″ -8º 35′ 45″
118º 51′ 00″ -8º 35′ 45″
118º 51′ 30″ -8º 32′ 15″
118º 50′ 30″ -8º 32′ 15″
118º 50′ 30″ -8º 31′ 00″
118º 48′ 30″ -8º 31′ 00″
118º 47′ 30″ -8º 33′ 00″
118º 45′ 30″ -8º 33′ 30″
5 Kec. Sanggar, Pasir Besi 118º 13′ 00″ 8º 18′ 00″
Soromandi, Donggo 118º 14′ 00″ 8º 18′ 00″
118º 14′ 00″ 8º 19′ 30″
118º 17′ 30″ 8º 19′ 30″
118º 17′ 30″ 8º 21′ 30″
118º 18′ 30″ 8º 21′ 30″
118º 18′ 30″ 8º 22′ 30″
118º 15′ 00″ 8º 22′ 30″
118º 15′ 00″ 8º 21′ 00″
118º 14′ 00″ 8º 21′ 00″
118º 14′ 00″ 8º 20′ 30″
118º 13′ 00″ 8º 20′ 30″
118º 30′ 30″ 8º 15′ 15″
118º 31′ 30″ 8º 15′ 15″
118º 31′ 30″ 8º 15′ 30″
118º 35′ 30″ 8º 15′ 30″
118º 35′ 30″ 8º 16′ 15″
118º 37′ 15″ 8º 16′ 15″
118º 37′ 15″ 8º 17′ 00″
118º 40′ 00″ 8º 17′ 00″
118º 40′ 00″ 8º 18′ 40″
97
1 2 3 4 5
118º 41′ 45″ 8º 18′ 40″
118º 41′ 45″ 8º 22′ 30″
118º 40′ 30″ 8º 22′ 30″
118º 40′ 30″ 8º 20′ 00″
118º 39′ 00″ 8º 20′ 00″
118º 39′ 00″ 8º 18′ 10″
118º 37′ 00″ 8º 18′ 10″
118º 37′ 00″ 8º 17′ 30″
118º 33′ 00″ 8º 17′ 30″
118º 33′ 00″ 8º 16′ 30″
118º 30′ 30″ 8º 16′ 30″
6 Kec. Ambalawi, Wera Pasir Besi 118º 48′ 00″ -8º 17′ 15″
118º 50′ 30″ -8º 17′ 15″
118º 50′ 30″ -8º 17′ 30″
118º 51′ 30″ -8º 18′ 00″
118º 53′ 30″ -8º 17′ 30″
118º 54′ 30″ -8º 18′ 00″
118º 57′ 00″ -8º 18′ 00″
118º 59′ 00″ -8º 19′ 00″
118º 59′ 00″ -8º 23′ 00″
119º 00′ 00″ -8º 23′ 00″
119º 00′ 00″ -8º 19′ 30″
119º 00′ 00″ -8º 19′ 00″
119º 00′ 00″ -8º 18′ 30″
119º 00′ 00″ -8º 18′ 30″
118º 59′ 00″ -8º 18′ 00″
118º 57′ 30″ -8º 18′ 00″
118º 56′ 30″ -8º 17′ 30″
118º 55′ 30″ -8º 17′ 30″
118º 55′ 00″ -8º 17′ 15″
118º 54′ 00″ -8º 17′ 15″
118º 53′ 30″ -8º 17′ 00″
118º 52′ 30″ -8º 17′ 00″
118º 52′ 00″ -8º 17′ 07″
118º 51′ 30″ -8º 17′ 00″
118º 48′ 00″ -8º 17′ 00″
7 Kec. Wera, Ambalawi Pasir Besi 118º 44′ 45″ 8º 20′ 00″
118º 45′ 30″ 8º 20′ 00″
118º 45′ 30″ 8º 19′ 30″
118º 46′ 16″ 8º 19′ 30″
118º 46′ 15″ 8º 18′ 30″
118º 47′ 08″ 8º 18′ 30″
118º 47′ 08″ 8º 18′ 52″
118º 47′ 30″ 8º 18′ 52″
118º 47′ 30″ 8º 17′ 45″
118º 47′ 00″ 8º 18′ 15″
98
1 2 3 4 5
118º 46′ 30″ 8º 18′ 15″
118º 46′ 00″ 8º 18′ 30″
118º 45′ 45″ 8º 19′ 00″
118º 45′ 15″ 8º 19′ 30″
118º 45′ 15″ 8º 19′ 45″
118º 44′ 45″ 8º 19′ 45″
118º 56′ 30″ 8º 19′ 30″
118º 58′ 00″ 8º 19′ 30″
118º 58′ 00″ 8º 20′ 45″
118º 58′ 15″ 8º 20′ 45″
118º 58′ 15″ 8º 21′ 15″
118º 58′ 30″ 8º 21′ 15″
118º 58′ 30″ 8º 23′ 30″
119º 00′ 00″ 8º 23′ 30″
119º 00′ 00″ 8º 24′ 00″
119º 01′ 30″ 8º 24′ 00″
119º 01′ 30″ 8º 23′ 15″
118º 58′ 45″ 8º 23′ 15″
118º 58′ 45″ 8º 21′ 00″
118º 58′ 30″ 8º 21′ 00″
118º 58′ 30″ 8º 19′ 00″
118º 58′ 00″ 8º 19′ 00″
118º 58′ 00″ 8º 18′ 45″
118º 56′ 30″ 8º 18′ 45″
8 Kec. Sape, Lambu Emas, 118º 58′ 31″ 8º 27′ 00″
Tembaga
dmp 119º 02′ 30″ 8º 27′ 00″
119º 02′ 30″ 8º 31′ 30″
119º 00′ 57″ 8º 31′ 30″
119º 00′ 57″ 8º 35′ 31″
119º 01′ 58″ 8º 35′ 31″
119º 01′ 58″ 8º 39′ 07″
119º 06′ 14″ 8º 39′ 07″
119º 06′ 14″ 8º 40′ 30″
119º 05′ 31″ 8º 40′ 30″
119º 05′ 31″ 8º 43′ 59″
119º 06′ 10″ 8º 43′ 59″
119º 06′ 10″ 8º 44′ 59″
119º 05′ 00″ 8º 44′ 59″
119º 05′ 00″ 8º 44′ 40″
119º 03′ 30″ 8º 44′ 40″
119º 03′ 30″ 8º 44′ 00″
119º 01′ 00″ 8º 44′ 00″
119º 01′ 00″ 8º 37′ 32″
118º 54′ 56″ 8º 37′ 32″
118º 54′ 56″ 8º 36′ 31″
99
1 2 3 4 5
118º 58′ 20″ 8º 38′ 31″
118º 58′ 20″ 8º 34′ 15″
118º 54′ 18″ 8º 34′ 15″
118º 54′ 18″ 8º 32′ 29″
118º 57′ 30″ 8º32′ 29″
118º 57′ 30″ 8º 31′ 30″
118º 58′ 31″ 8º 31′ 30″
9 Kec. Belo Mangan 118º 43′ 48″ 8º 37′ 57″
118º 44′ 49″ 8º 37′ 57″
118º 44′ 49″ 8º 38′ 33″
118º 45′ 40″ 8º 38′ 33″
118º 45′ 40″ 8º 39′ 47″
118º 43′ 48″ 8º 39′ 47″
10 Kec. Palibelo Mangan 118º 42′ 42″ 8º 29′ 45″
118º 43′ 25″ 8º 29′ 45″
118º 43′ 25″ 8º 30′ 06″
118º 43′ 49″ 8º 30′ 06″
118º 43′ 49″ 8º 30′ 24″
118º 44′ 08″ 8º 30′ 24″
118º 44′ 08″ 8º 30′ 44″
118º 44′ 26″ 8º 30′ 44″
118º 44′ 26″ 8º 31′ 08″
118º 44′ 47″ 8º 31′ 08″
118º 44′ 47″ 8º 31′ 52″
118º 45′ 29″ 8º 31′ 52″
118º 45′ 29″ 8º 32′ 34″
118º 42′ 20″ 8º 32′ 34″
118º 42′ 20″ 8º 32′ 01″
118º 41′ 27″ 8º 32′ 01″
118º 41′ 27″ 8º 31′ 53″
118º 42′ 04″ 8º 31′ 53″
118º 42′ 04″ 8º 30′ 22″
118º 42′ 20″ 8º 30′ 22″
118º 42′ 20″ 8º 30′ 00″
118º 42′ 42″ 8º 30′ 00″
Mineral
118º 42′ 31,21″ 8º 44′ 53,35″
11 Kec. Langgudu, Monta Logam
118º 43′ 57,15″ 8º 44′ 53,35″
118º 43′ 57,15″ 8º 45′ 37,84″
118º 55′ 12,97″ 8º 45′ 37,84″
118º 55′ 12,97″ 8º 46′ 56,89″
118º 57′ 39,47″ 8º 46′ 56,89″
118º 57′ 39,47″ 8º 50′ 00″
118º 55′ 55,15″ 8º 50′ 00″
118º 55′ 55,15″ 8º 50′ 19,66″
118º 48′ 56,29″ 8º 50′ 19,66″
100
1 2 3 4 5
118º 48′ 56,29″ 8º 49′ 8,02″
118º 51′ 31″ 8º 49′ 8,02″
118º 51′ 31″ 8º 48′ 21,73″
118º 42′ 31,21″ 8º 48′ 21,73″
12 Kec. Madapangga Mangan 118º 33′ 30″ 8º 32′ 30"
118º 33′ 30″ 8º 34′ 00"
118º 34′ 30″ 8º 34′ 00"
118º 34′ 30″ 8º 34′ 15"
118º 35′ 00″ 8º 34′ 15"
118º 35′ 00″ 8º 35′ 02"
118º 31′ 30″ 8º 35′ 02"
118º 31′ 30″ 8º 32′ 30"
Kec. Madapangga,
118º 35′ 00″ 8º 36′ 30"
13 Woha Mangan
118º 37′ 30″ 8º 36′ 30"
118º 37′ 30″ 8º 37′ 30"
118º 36′ 30″ 8º 37′ 30"
118º 36′ 30″ 8º 38′ 30"
118º 35′ 00″ 8º 38′ 30"
14 Kec. Wawo, Sape Bijih Besi 118º 54′ 06″ 8º 36′ 30"
118º 58′ 19″ 8º 36′ 30"
118º 58′ 19″ 8º 34′ 14"
118º 54′ 06″ 8º 34′ 14"
15 Kec. Tambora Pasir Besi
101
I.2.2.5 Obyek Wisata di Kabupaten Bima
Obyek Wisata Daya Tarik Peluang Pengembangan
Wisata alam
Pantai Wane dan Rontu Pasirnya putih, ombaknya besar Hotel, restoran, dan akomodasi
(Kecamatan Parado) lainnya
Pantai Kalaki Pantai yang indah dan nyaman Hotel, restoran, taman bermain
(Kecamatan Palibelo) yang dilengkapi berbagai
akomodasi hiburannya
Pantai Lamere (Toro Pantai yang indah dan nyaman, Penginapan, rumah makan
Wamba), Mata mboko, pasirnya putih, dan airnya yang
dan Pantai Papa jernih
(Kecamatan Sape)
Karombo Wera Gua yang unik Penataan, pengemasan paket
(Kecamatan Wawo) acara secara profesional
Pulau Ular Terdapat ribuan ular yang tidak Penataan, pengemasan paket
(Kecamatan Wera) pernah mengganggu pengunjung acara secara profesional
(ramah dan bersahabat), tetapi
akan berubah menjadi sangat
ganas dan berbisa jika keluar dari
pulau tersebut
Kawasan Tambora Air terjun, memiliki kawah
(Kecamatan Tambora) terbesar dan unik
Penginapan, rumah makan, dan
Oi Tampuro Mata air yang sangat jernih
akomodasi lainnya
(Kecamatan Sanggar) dengan debit air yang sangat
besar
Wisata budaya
Upacara Adat Hanta U’a
Pua
Kompleks Istana Bima
(Museum Asi Mbojo) Keunikannya karena menjadi
warisan sejarah yang tidak ternilai
Komplex Wadu Pa’a I dan
harganya
II
Uma Leme (Rumah Adat)
Wadu Tunti (Batu Bertulis)
Desa Tradisional Unik serta dilengkapi dengan
Masyarakat Wawo dan atraksi kesenian adu kepala
Sambori (Lengge) (Ntumbu)
Promosi dan pengemasan paket
Kuburan Dana Taraha Kompleks pemakaman raja-raja acara/wisata secara profesional
dan Sultan Bima
Pacuan kuda dengan joki Unik karena berbeda dengan joki-
belia tanpa pelana joki pada umumnya
Kesenian tradisional
Tari Soka Sari, Lenggo,
Lengsara, Karaenta,
Ere/Kanja, Katubu, Toja Keunikannya karena menjadi
Permainan rakyat: Mpa’a warisan sejarah yang tidak ternilai
Manca, Sila, Bango, Lepi harganya
Wei, Weha Ani dan
Sampari.
BUPATI BIMA,
Ttd
H. FERRY ZULKARNAIN
102
LAMPIRAN II
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA
NOMOR : 9 Tahun 2011
TANGGAL : 19 NOVEMBER 2011
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2011-2031
103
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
pemerintah
Pengembangan Pusat
B
Kegiatan Lokal (PKL)
B1 PKL Sape
Peningkatan kapasitas pelabuhan APBDP &/ Dishub, Diskanlut,
1 Bugis
penyeberangan APBDK Dinas PU
Peningkatan kapasitas pelabuhan APBDP &/ Dishub, Diskanlut,
2 Bugis
perikanan Sape APBDK Dinas PU
104
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
Kementrian PU,
APBN &/
3 Pembangunan terminal bis Tipe C Jia Dephub, Dishub,
APBDP
Dinas PU
APBN &/
Pengembangan pasar induk Kementrian PU,
4 Naru APBDP &/
regional Dis PU
swasta DN/LN
Perbankan nasional swasta APBN &/
5 Naru Depkeu, Swasta
maupun pemerintah APBDP
APBN &/
Depdiknas,
6 Pengembangan Puskesmas Plus Bugis APBDP &/
Dikpora
swasta
Pengembangan kawasan Gili Banta,
7 APBDP Disbudpar, Dis PU
pariwisata Papa
APBN &/
Pengembangan sistem mitigasi Dis PU, BLHP,
8 Sistem Sape APBDP &/
bencana alam BMG
swasta
APBN &/
Pengembangan sumber daya PLN, Distamben,
9 Sistem Sape APBDP &/
energi listrik tenaga terbarukan Dis PU
swasta
APBN &/
Pengembangan sumber daya air KSDA,PDAM,Dinas
10 Sumi APBDP &/
(air minum dan limbah cair) PU
swasta
APBN &/
Industri pengolahan sampah Kementrian PU,
11 Poja APBDP &/
regional Dis PU
swasta
APBN &/
Kementrian PU,
12 Pengembangan pertumbuhan baru Baku Lambu APBDP &/
Dis PU
swasta
APBN &/
Kementrian PU,
13 Pengembangan Budidaya Pesisir Sistem Sape APBDP &/
Dis PU, Depag
swasta
105
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
APBN &/
Pengembangan fasilitas Kementrian PU,
14 Naru Barat APBDP &/
peribadatan skala regional Dis PU, Depag
swasta
B2 Pengembangan PKLp Bolo,
Peningkatan kualitas pelayanan
1 Bolo APBDK Dishub, Dis PU
fungsi terminal tipe B
Peningkatan kualitas pasar
2 Bolo APBDK Dishub, Dis PU
regional kabupaten
APBDK
3 Pengembangan perbankan Bolo Pemkab, Swasta
&/Swasta
APBN &
4 Pengembangan RSU Tipe C Bolo Dikes
APBDK
Pengembangan Pendidikan APBDK
5 Bolo Dikpora, Dis PU
Menengah/setara &/Swasta
Pembangunan sistem bencana
APBDK
6 alam terutama gempa, banjir & Bolo Dis PU, BLH, BMG
&/APBDP
tsunami
APBDP,
Pengembangan fasilitas Kementrian PU,
7 Bolo APBDK &
peribadatan skala regional Dis PU, Depag
swasta
APBDP,
Pengembangan fasilitas rekreasi & Kementrian PU,
8 Bolo APBDK &
Olah Raga Dis PU, Depag
swasta
106
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
APBDK
3 Pengembangan perbankan Wera Swasta
&/Swasta
Pengembangan Puskesmas
4 Wera APBDK Dikes
Rawat Inap
Pengembangan pendidikan APBDK
5 Wera Dikpora, Dis PU
Menengah/setara &/Swasta
APBDP,
Pengembangan fasilitas Kementrian PU,
6 Wera APBDK &
peribadatan skala regional Dis PU, Depag
swasta
Pembangunan sistem mitigasi
APBDK
7 bencana alam terutama gempa Wera Dis PU, BLH, BMG
&/APBDP
dan tsunami
107
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
APBN &/
Pembangunan pelabuhan DKP, Diskanlut,
8 Sanggar APBDP &/
pendaratan ikan Dis. PU
APBDK
APBN &/
Pembangunan sistem mitigasi
9 Sanggar APBDP &/ Dis PU, BLH, BMG
bencana (Tsunami)
APBDK
Dephub,
Pengemb kawasan terpadu APBN &/ Kementrian PU,
10 pelabuhan, pergud, industri dan Sanggar APBDP &/ Dishub,
perdag bahan pokok APBDK Disperindag, Dis
PU
Pengembangan Pusat
C
Pelayanan Kawasan (PPK)
C1 Pengembangan PPK Monta
APBN &/
Peningkatan kualitas pelayanan Dephub, Dishub,
1 Monta APBDP &/
fungsi terminal tipe C Dis PU
APBDK
APBN &/
Depdag, Deperin,
2 Pengembangan pasar desa Monta APBDP &/
Disperindag
APBDK
APBN &/
4 Pengembangan Pustu Monta Dikes, Dis PU
APBDP
APBN &/ Depdiknas,
5 Pengembangan pendidikan Monta
APBDP swasta Dikpora, Dis PU
108
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
APBN &/
Peningkatan kualitas pelayanan Dephub, Dishub,
2 Langgudu APBDP &/
fungsi Pelabuhan Rompo Dis PU
APBDK
APBN &/
Depdag, Deperin,
3 Pengembangan pasar desa Langgudu APBDP &/
Disperindag
APBDK
APBN &/
4 Pengembangan Pustu Langgudu Dikes,
APBDP
APBN &/ Depdiknas,
5 Pengembangan pendidikan Langgudu
APBDP swasta Dikpora,
109
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
Soromandi APBN &/
4 Pengembangan Pustu Dikes
APBDP
Soromandi APBN &/ Depdiknas,
5 Pengembangan pendidikan
APBDP swasta Dikpora
110
II.1.2 Indikasi Program Perwujudan Prasarana Wilayah
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
PENGEMBANGAN SISTEM
D
JARINGAN
PERWUJUDAN SISTEM
D1
TRANSPORTASI KAB. BIMA
Kementrian.
Pengembangan Jaringan Jalan Seluruh wilayah APBN &/
1 PU, Dinas PU
Nasional & Provinsi Kab. Bima APBDP
Prov. NTB
Pengembangan Jaringan Jalan Seluruh wilayah Dis PU Kab.
2 APBD Kab.
Kab. Bima Kab. Bima Bima
Pengembangan Jaringan Jalan APBN &/
Seluruh wilayah Kementrian
3 Lintas Utara dan Lintas Selatan APBDP &/
Kab. Bima PU, Dinas PU
Kab. Bima APBDK
Kementrian
PU, Dinas PU,
Pembangunan jembatan
4 Kab. Bima APBN Dep. Hub.,
Lewamori
Dishubkominfo,
Swasta
Kementrian
APBN &/
Pengembangan Jembatan dan Seluruh wilayah PU, Dinas. PU,
5 APBDP &/
Prasarana Lainnya Kab. Bima Dep. Hub.,
APBDK
Dishubkominfo
Pelabuhan
Kementrian
Penyeberangan APBN &/
Pengembangan jalur Pelayaran PU, Dinas PU,
6 Lintas APBDP &/
Kabupaten dan Regional Dep. Hub.,
Kecamatan & APBDK
Dishubkominfo
Desa
APBN &/ Kementrian
M.Salahudin
7 Pengembangan Bandar Udara APBDP &/ PU, Dinas PU,
Bima
APBDK Dep. Hub.,
111
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
Dishubkominfo,
Swasta
D3 JARINGAN TELEKOMUNIKASI
1 Pengembangan Jaringan Saluran Wilayah
APBN &/ Dep. Kominfo
Tetap Telekomunikasi Kabupaten Kabupaten
APBDP &/ Dishubkominfo,
yang terpasang di pusat ibukota & Bima
APBDK Swasta
Pusat Kota Kecamatan
2 Pengembangan Stasiun Telepon Wilayah APBN &/ Dep. Kominfo,
Otomat (STO) Kabupaten APBDP &/ Dishubkominfo,
Bima APBDK Swasta
3 Pengembangan Jaringan Wilayah APBN &/ Dep. Kominfo,
Telekomunikasi Khusus Kabupaten APBDP &/ Dishubkominfo,
Bima APBDK Swasta
1. Jaringan multimedia terpusat di Wilayah
Ibu Kota Kabupaten Bima dengan Kabupaten APBN &/ Dep. Kominfo,
distribusi Bolo – Panda – Pali Belo Bima APBDP &/ Dishubkominfo,
– Belo - Madapangga - Langgudu APBDK Swasta
- Sape - Wera - Soromandi -
112
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
Sanggar - Tambora.
113
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
2 Pengembangan Sistem Jaringan Wilayah
Irigasi Kabupaten meliputi Kabupaten
Rencana Pengembangan Bima
APBN &/
Bendungan Kementrian
APBDP &/
(Dam/Embung/Cekdam), Rencana PU, Dinas PU
APBDK
Pengembangan Jaringan Saluran
Irigasi, Pengembangan Daerah
Irigasi.
3 Pengembangan Sistem Jaringan Wilayah
Air Bersih Kabupaten meliputi Kabupaten
APBN &/ Kementrian
Rencana Pengembangan Bima
APBDP &/ PU, Dinas PU
Jaringan Perpipaan Air Minum,
APBDK PDAM
Saluran Perpipaan Air Baku, dan
Instalasi Air Minum.
114
II.2 Indikasi program perwujudan rencana pola ruang wilayah Kabupaten Bima
II.2.1 Indikasi program perwujudan kawasan lindung
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026
PENDANAAN PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 2016 - - -
2020 2025 2030
PERWUJUDAN POLA RUANG
KAB. BIMA
Perwujudan Kawasan Lindung
A di Kab. Bima
Perlindungan dan Rehabilitasi
A1
Kawasan Lindung
Kabupaten APBN &/ APBDP Kementrian Hut.,
1 Kawasan Hutan Lindung
Bima &/ APBDK Dishut
Kawasan
APBN &/ APBDP Kementrian Hut.,
2 Kawasan Resapan Air Gunung
&/ APBDK Dishut
Tambora
Perlindungan dan Rehabilitasi
A2 Kawasan Perlindungan
Setempat
Kementrian Hut.,
Kabupaten APBN &/ APBDP
1 Kawasan Sempadan Sungai Dishut, Dinas PU,
Bima &/ APBDK
BPDAS
Kabupaten APBN &/ APBDP Dinas PU,
2 Kawasan Sempadan Pantai
Bima &/ APBDK Diskanlut
Kabupaten APBN &/ APBDP Kementrian PU,
3 Sempadan jalan
Bima &/ APBDK Dinas PU
Kementrian
Kawasan sekitar danau atau Kabupaten APBN &/ APBDP
4 PU,Dinas PU,
waduk Bima &/ APBDK
Dishut
Kabupaten APBN &/ APBDP Kementrian
5 Kawasan di Sekitar mata air
Bima &/ APBDK PU,Dinas PU,
115
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026
PENDANAAN PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 2016 - - -
2020 2025 2030
Dishut, BLH
Kementrian PU,
Kabupaten APBN &/ APBDP
6 Ruang Terbuka Hijau Kementerian LH.,
Bima &/ APBDK
Dinas PU, BLH
116
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI 2016 2021 2026
PENDANAAN PELAKSANA
2011 2012 2013 2014 2015 2016 - - -
2020 2025 2030
Pengelolaan Kawasan Rawan
A4
Bencana
Tambora & APBN &/ APBDP
1 Kawasan Rawan Tanah Longsor BLH, Dinas PU
Lambitu &/ APBDK
Tambora & APBN &/ APBDP
2 Kawasan Rawan Gunung Berapi BLH, Dinas PU
Wera &/ APBDK
Wilayah APBN &/ APBDP
3 Kawasan Rawan Banjir BLH, Dinas PU
Kab. Bima &/ APBDK
Wilayah APBN &/ APBDP
4 Kawasan Rawan Tsunami BLH, Dinas PU
Kab. Bima &/ APBDK
Wilayah APBN &/ APBDP
5 Kawasan Rawan Angin Topan BLH, Dinas PU
Kab. Bima &/ APBDK
Kawasan Rawan Gelombang Wilayah APBN &/ APBDP
6 BLH, Dinas PU
Pasang Kab. Bima &/ APBDK
Wilayah APBN &/ APBDP
7 Kawasan Rawan Kekeringan BLH, Dinas PU
Kab. Bima &/ APBDK
Wilayah APBN &/ APBDP
8 Kawasan Rawan Gempa Bumi BLH, Dinas PU
Kab. Bima &/ APBDK
Wilayah APBN &/ APBDP
9 Kawasan Rawan Abrasi pantai BLH, Dinas PU
Kab. Bima &/ APBDK
117
II.2.2 Indikasi program perwujudan kawasan budidaya
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
PERWUJUDAN POLA RUANG
Perwujudan Pengembangan
B
Kawasan Budidaya
Rehabilitas dan
B1 Pengembangan Kawasan
Hutan Produksi
Lihat Peta APBN &/ APBDP Swasta, Masy.
Rehabilitasi Kawasan hutan
1 Pola &/ APBDK Dep. Kehutanan,
produksi
Ruang &/Swasta Dinas Kehutanan
Pengembangan Pengelolaan
APBN &/ APBDP Swasta, Dep.
Hutan Produksi secara Kabupaten
2 &/ APBDK Kehutanan,
berkelanjutan (Manajemen Bima
&/Swasta Dinas Kehutanan
Restorasi)
APBN &/ APBDP Swasta, Dep.
Pengamanan hutan dan Kabupaten
3 &/ APBDK Kehutanan,
pengendalian kebakaran hutan Bima
&/Swasta Dinas Kehutanan
APBN &/ APBDP Swasta, Dep.
Revitalisasi pemanfaatan hutan Kabupaten
4 &/ APBDK Kehutanan,
dan industry kehutanan Bima
&/Swasta Dinas Kehutanan
APBN &/ APBDP Swasta, Dep.
Pemberdayaan masyarakat Kabupaten
&/ APBDK Kehutanan,
5 sekitar kawasan hutan Bima
&/Swasta Dinas Kehutanan
APBN &/ APBDP Swasta, Dep.
Mitigasi dan adaptasi perubahan Kabupaten
6 &/ APBDK Kehutanan,
iklim sector kehutanan Bima
&/Swasta Dinas Kehutanan
APBN &/ APBDP Swasta, Dep.
Penguatan kelembagaan Kabupaten
7 &/ APBDK Kehutanan,
kehutanan Bima
&/Swasta Dinas Kehutanan
118
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
APBN &/ APBDP Swasta, Dep.
Kabupaten
8 Pemantapan kawasan hutan &/ APBDK Kehutanan,
Bima
&/Swasta Dinas Kehutanan
Pengembangan dan
B2 Pengendalian Kawasan
Pertanian
Kabupaten APBN &/ APBDP
Pengendalian Kawasan pertanian Dep.Pertanian,
1 Bima &/ APBDK
lahan basah Dinas Pertanian,
&/Swasta
Kabupaten Dep. Pertanian,
APBN &/ APBDP
Pengembangan Kawasan untuk Bima Dinas Pertanian,
2 &/ APBDK
Pertanian lahan kering Dinas
&/Swasta
Perkebunan
Rehabilitas dan
B3 Pengembangan Kawasan
Perkebunan
Kabupaten APBN &/ APBDP Dep. Pertanian,
Rehabilitasi Kawasan
1 Bima &/ APBDK Dinas
Perkebunan
&/Swasta Perkebunan
Kabupaten APBN &/ APBDP Dep. Pertanian,
Pengembangan Kawasan
2 Bima &/ APBDK Dinas
Perkebunan
&/Swasta Perkebunan
Rehabilitas dan
B4 Pengembangan Kawasan
Peternakan
Kabupaten APBN &/ APBDP Dep. Pertanian,
1 Rehabilitasi Kawasan peternakan Bima &/ APBDK Dinas
&/Swasta Peternakan
Kabupaten APBN &/ APBDP Dep. Pertanian,
Pengembangan Kawasan
2 Bima &/ APBDK Dinas
peternakan
&/Swasta Peternakan
119
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
Rehabilitas dan
B5 Pengembangan Kawasan
Budidaya perikanan
APBN &/ APBDP
Rehabilitasi Kawasan budidaya Kabupaten DKP, Dis. Kanlut,
1 &/ APBDK
perikanan Bima Swasta
&/Swasta
APBN &/ APBDP
Pengembangan Kawasan Kabupaten DKP, Dis. Kanlut,
2 &/ APBDK
budidaya perikanan Bima Swasta
&/Swasta
Rehabilitas dan
Pengembangan Kawasan
B6
Perikanan, Kelautan, dan
Pulau-Pulau Kecil
Lihat Peta APBN &/ APBDP
Rehabilitasi Kawasan Perikanan, Dinas Perikanan
1 Pola &/ APBDK
Kelautan, dan Pulau-Pulau Kecil dan Kelautan
Ruang &/Swasta
Lihat Peta APBN &/ APBDP
Pengembangan Kawasan Dinas Perikanan
2 Pola &/ APBDK
Perikanan dan Kelautan
Ruang &/Swasta
Lihat Peta APBN &/ APBDP
Pengembangan Kawasan Dinas Perikanan
3 Pola &/ APBDK
Kelautan dan Kelautan
Ruang &/Swasta
Lihat Peta APBN &/ APBDP
Pengembangan Kawasan Pulau- Dinas Perikanan
4 Pola &/ APBDK
Pulau Kecil dan Kelautan
Ruang &/Swasta
Rehabilitas dan
B7 Pengembangan Kawasan
perdagangan dan jasa
Sape, Bolo, Dept.
Woha, APBN &/ APBDP Perdagangan.
Pengembangan kawasan
1 Wera, &/ APBD KAB/ Kementrian PU
perdagangan
Langgudu, APBDK &/Swasta Dinas
Sanggar Perindustrian dan
120
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
Perdagangan
Dept.
Sape, Bolo,
Perdagangan.
Woha, APBN &/ APBDP
Pengembangan infrastruktur Kementrian PU
2 Wera, &/ APBDK
pendukung Dinas
Langgudu, &/Swasta
Perindustrian dan
Sanggar
Perdagangan
Rehabilitas dan
B8 Pengembangan Kawasan
Pusat Pemerintahan
1 Pembebasan lahan Woha APBDK Setda Kab. Bima
Bappenas,
Depdagri,
Kementerian
APBN &/ APBDP
Penyediaan fasilitas PDT, Kementrian
2 Woha &/ APBDK
pemerintahan dan Penunjang PU, Setda,
&/SWASTA
Bappeda,
Swasta, dan
Instansi terkait.
Rehabilitas dan Konservasi
B9
Kawasan Pertambangan
APBN &/ APBDP Swasta, BLH,
Rehabilitasi Kawasan Kabupaten
1 &/ APBDK Kehutanan, dan
Pertambangan Bima
&/Swasta Distamben
APBN &/ APBDP Swasta, BLH,
Kabupaten
2 Konservasi lahan pasca tambang &/ APBDK Kehutanan, dan
Bima
&/Swasta Distamben
121
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016
2021 2026 2031
Rehabilitas dan
B10 Pengembangan Kawasan
Industri
Swasta, Dinas
Pengembangan Kawasan Sape,
1 APBDK & Swasta Perindustrian dan
Industri Lambu
Perdagangan
Swasta, Dinas
Penyediaan sarana dan Sape,
2 APBDK & Swasta Perindustrian dan
prasarana pendukung Lambu
Perdagangan
Rehabilitas dan
B11 Pengembangan Kawasan
Pariwisata
Lihat Peta APBN &/ APBDP Dinas
1 Rehabilitasi Kawasan Pariwisata Pola &/ APBDK Kebudayaan dan
Ruang &/Swasta Pariwisata
Lihat Peta APBN &/ APBDP Dinas
Pengembangan Kawasan
2 Pola &/ APBDK Kebudayaan dan
Pariwisata
Ruang &/Swasta Pariwisata
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2021 2026 2031
Perwujudan Pengembangan
C
Kawasan Strategis
Pengelolaan Kawasan Strategis
C1 Kabupaten Bima dari Sudut
Pandang Kepentingan Ekonomi
122
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2021 2026 2031
APBN &/
Bolo, Dinas
Pengembangan Kawasan strategis APBDP &/
1 Woha,Belo, PU,Pariwisata,
lewamori APBDK
Palibelo Diskanlut
&/Swasta
Dinas
Nakertrans,
APBN &/
perkebunan,
Pengembangan Kawasan Kota Sanggar, APBDP &/
2 peternakan,
Terpadu Mandiri Tambora APBDK
pertanian
&/Swasta
tanaman pangan,
dan Diskanlut
Pengembangan Kawasan Sentra
APBN &/ Dinas
Produksi Komodi Unggulan
Wilayah Kab. APBDP &/ Kebudayaan dan
3 Daerah (Termasuk didalamnya
Bima APBDK Pariwisata,
komoditi Sapi, Jagung & Rumput
&/Swasta Diskanlut
Laut)
APBN &/ Dinas
Pengembangan Kawasan APBDP &/ Kebudayaan dan
4 Kab. Bima
pariwisata APBDK Pariwisata,
&/Swasta Diskanlut
Sape, APBN &/
Pengembangan Kawasan Langgudu, APBDP &/
5 Diskanlut
perikanan tangkap Sanggar, APBDK
Tambora &/Swasta
Pengelolaan Kawasan Strategis
Kabupaten Bima dari Sudut
C2
Pandang Kepentingan social
budaya
APBN &/
Pengembangan Kawasan Cagar Kementrian
Soromandi & APBDP &/
1 Budaya Wadu Pa'a & Rumah Kebudayaan dan
Lambitu APBDK
Tradisional Pariwisata
&/Swasta
123
TAHUN PELAKSANAAN
SUMBER INSTANSI I II III IV
USULAN PROGRAM UTAMA LOKASI
PENDANAAN PELAKSANA 2017- 2022- 2027-
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2021 2026 2031
APBN &/
Kementrian
Soromandi & APBDP &/
2 Rehabilitasi/revitalisasi kawasan Kebudayaan dan
Lambitu APBDK
Pariwisata
&/Swasta
Pengelolaan Kawasan Strategis
Kabupaten Bima dari Sudut
C3
Pandang Kepentingan Fungsi
dan Daya Dukung Lingkungan
APBN &/
Rehabilitasi & Pengelolaan
APBDP &/ Kemenhut,
1 Kawasan Pantai Hutan Gilibanta
APBDK Dishut
(Mangrove)
&/Swasta
APBN &/
Rehabilitasi & Perlindungan
APBDP &/ Kemenhut,
2 Kawasan Suaka Alam Laut dan Gilibanta
APBDK Dishut
Perairan
&/Swasta
APBN &/
Perlindungan dan rehabilitasi APBDP &/ Kemenhut, Dinas
3 Gilibanta
ekosistem APBDK Kehutanan
&/Swasta
BUPATI BIMA,
Ttd
H. FERRY ZULKARNAIN
124
LAMPIRAN III
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA
NOMOR : 9 Tahun 2011
TANGGAL : 19 NOVEMBER 2011
TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2011 – 2031
125
126