Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI
P-5
FARMAKOTERAPI PENYAKIT HORMON DAN ENDROKIN

Disusun oleh:
Golongan 1 Kelompok D

1. Nisa Maulida (1708010037)


2. Adinda Prameswari (1708010041)
3. Afifah Luthfiani (1708010045)
4. Annisa Zesika Dewi (1708010047)
5. Latifatul Musfiroh (1708010049)
6. Yoni Nugrahaning W. (1708010051)

LABORATORIUM FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019
WORKSHEET PRAKTIKUM

Kasus

Ny. C (65 tahun) tinggi 160 cm, BB 40 kg, dating ke dokter dengan keluhan takikardi,
takipnea, tangan berkeringat, malaise, polifagi, tapi berat badan turun ( sebelum ke
dokter 2 bulan lalu berat badan 55 kg). pasien tidak memiliki riwayat penyakit
jantung atau asma, tetapi ayah memiliki riwayat penyakit hipertensi dan ibu memiliki
riwayat penyakit grave’s disease 6 bulan yang lalu. Pasien menjalani histerektomi
karena ditemukan adanya kista dan riwayat PCO. Pasien tidak meminum obat –
obatan tetapi rutin mengonsumsi jamu. Ditemukan nodul di leher pasien.

Terminologi Medis
 Takikardi : kecepatan kerja jantung yang berlebihan ; istilah ini biasanya ditetapkan
untuk kecepatan jantung diatas 100x / menit
 Takipnea : kecepatan bernapas yang berlebihan
 Polifagia : makan yang berlebihan
 Grave’s disease : hipertiroidisme dengan penyebabnya peristiwa terbentuknya Ig G
yang mengikat dan mengaktifkan reseptor tirotropin TsAb yang menyebabkan
hipertrofi dan hyperplasia folikuler yang berakibat membesarnya kelenjar dan
meningkatnya produksi hormone tiroid
 Malaise : perasaan yang tidak menentu berupa tubuh yang tidak nyaman dan lelah
 Histerektomi : tindakan operasi pengangkatan uterus. Total abdominal histerektomi
merupakan salah satu metode operasi atau pembedahan dengan mengangkat serviks
dan rahim
 PCO : sindrom ovarium policistik penyebab utama dari hipertilitas karena
terjadinya proses an ovulasi. Merupakan kelainan endokrin pada wanita usia
produktif

Etiologi
Berdasarkan gejala, tanda dan riwayat keluarga, pasien diduga menderita hipertiroid.
Penyebab umum hipertiroidisme yang paling banyak ditemukan adalah Grave’s
disease, toxic adenoma dan multinodular goiter. Dilihat dari riwayat penyakit
keluarga pada kasus ini, yaitu ayah memiliki riwayat penyakit hipertensi dan ibu
memiliki riwayat penyakit Grave’s disease. Diduga penyebab utama dari penyakt
hipertiroid pada pasien ini, yaitu dikarenakan pasien juga mengalami Grave’s disease
seperti yang dialami oleh ibu pasien 6 bulan yang lalu. Dimana Grave’s disease ini
merupakan penyebab utama hipertiroidisme pada 80% kasus di dunia. Dapat juga
disebabkan oleh toxic multinodular goiter karena pada pasien, ditemukan nodul
dibagian leher, yang merupakan tanda pada toxic multinodular goiter, yaitu
ditemukan nodul yang dapat dideteksi baik secara palpasi maupun ultrasonografi.
PCO (kelainan endokrin pada wanita usia produktif) pada pasien merupakan suatu
tanda bahwa pasien mulai mengalami kelainan hormone yang merupakan akibat dari
hipertiroid.

Faktor Resiko

Factor resiko pada kasus ini, yaitu :


1. Adanya riwayat gangguan tiroid keluarga, yaitu ibu pasien mengalami Grave’s
disease
2. Memiliki riwayat gangguan hormonal, yaitu pasien memiliki riwayat PCO
( kelainan endokrin pada wanita usia produktif)
3. Berusia lebih dari 60 tahun ; pasien berumur 65 tahun
4. Histerektomi ( pengangkatan Rahim) dapat menjadi pencetus terjadinya krisis
tiroid / hipertiroid semakin parahh

Patofisiologi

Pasien Ny. C (65 tahun) dengan keluhan takikardi, takipnea, tangan berkeringat,
malaise, polifagi, berat badan turun dan riwayat penyakit keluarga yaitu ayah
hipertensi dan ibu Grave’s disease dan riwayat PCO pada pasien serta pasien
pernah menjalai histerektomi karena kista. Tanda – tanda klinik T4 total, T3 total
dan TSH pada pasien juga tidak normal. Sehingga dapat diketahui bahwa pasien
mengalami hipertiroid.
Hipertiroid terjadi ketika jaringan terpapar kelebihan T4,T3 atau keduanya dan juga
penyakit ini terjadi karena Grave’s disease. Pada Grave’s disease, hipertiroid
terjadi karena aktivitas langsung dari antibody yang menstimulus tyroid secara
langsung terhadap reseptor tirotropin pada permukaan sel tyroid. Antibody
Immunoglobulin G berikatan dengan reseptor dan mengaktivasi enzim adelin
siklase yang sama terjadi dengan TSH. Pada penyakit grave ini, limfosit T
mengalami rangsangan terhadap antigen yang berada di dalam kelenjar tyroid yang
selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibody terhadap
antigen tersebut. Antibody yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH pada
membrane tyroid sehingga merangsang pertumbuhan dan fungsi sel, dikenal
sebagai TSH R antibody.
Prognosis
Pada kasus ini, pasien diduga mengalami penyakit hipertiroid. Dilihat dari keluhan
pasien, yaitu takikardi, takipnea, tangan berkeringat, malaise, polifagi, berat badan
turun serta riwayat penyakir keluarga yaitu ibu mengalami Grave’s disease serta
dari data laboratorium kinik yaitu T4 total, T3 total dan TSH yang tidak normal,
menandakan pasien mengalami hipertiroid.
Jika ditangani, maka prognosisnya baik, dengan mengeliminasi gejala – gejala
hipertiroid dan mencegah komplikasi.
Jika tidak ditangani dengan baik, maka akan menyebabkan kondisi semakin parah
dan dapat menyebabkan komplikasi hingga menyebabkan penyakit – penyakit lain.

Identitas Pasien

Nama : Ny. C Alamat : -


Umur : 65 tahun
BB : 40kg Pekerjaan : -

Riwayat Pasien
Riwayat Riwayat obat Riwayat alergi Riwayat Riwayat sosial
penyakit Keluarga
 Kista  Jamu  Ayah :
 PCO - hipertensi -
 Ibu : Grave’s
disease

Keluhan dan Gejala yang dialami Pasien

Takikardi, takipnea, tangan berkerigat, malaise, polifagi, berat badan turun.


Hasil Pemeriksaan

Tanda-tanda vital Nilai Normal Interpretasi

TD : 130/78 mmHg 120/80 mmHg Tidak normal (hipertensi)


Nadi : 120x/ menit 60-100x/ menit Tidak normal (takikardi)
RR : 25x/ menit 12-20x/ menit Tidak normal (takipnea)
T : 38,1°C 36,5-37°C Tidak normal (demam)

Laboratorium klinik Nilai Normal interpretasi

AST : 12 IU/L 5 – 35 IU/L Normal


ALT : 20 IU/L 5 – 35 IU/L Normal
T4 total : 20mcg/ dL 4,8 – 12,7 mcg/dL Tidak normal
TSH : < 0,018 Miu/ L 0,5 -5 mU/L Tidak normal
T3 total : 368 ng/dL 0,8 – 2,0 ng/mL Tidak normal

Assessment

1. Memerlukan terapi tambahan : dengan propranolol dan Methimazol

Plan (Rekomendasi)
Tujuan Terpi Strategi Terapi
1. Mengurangi gejala hipertiroid Menggunakan obat golongan β bloker
(propranolol)
2. Memperbaiki kualitas hidup pasien Istirahat dan terapi farmakologi. Jika
kondisi tidak membaik, maka dilakukan
pengangkatan kelenjar tiroid.
3. Mencegah komplikasi Dengan terapi farmakologi dan non
farmakologi

Terapi Non-Farmakologi

1. Pembedahan (Operasi pengangkatan kelenjar tyroid)


Jika gejala tidak membaik dengan terapi farmakologi, maka dilakukan pembedahan,
yaitu pengangkatan kelenjar tiroid. Dengan pembedahan, kondisi euthyroid dapat
tercapai dalam beberapa hari pasca pembedahan
2. Istirahat cukup
Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yangb melelahkan/ mengganggu
pikiran karena dapat menyebabkan hipermetabolisme pada penderita.

Terapi Farmakologi

Methimazol 20 mg 2 x sehari (tablet)


Propranolol 20 mg 3x sehari (tablet)

Pertimbangan Klinis Pemberian Terapi


Methimazol merupakan lini pertama pengobatan hipertiroid karena efek samping yang
relative lebih rendah dari propiltipurasil, factor kepatuhan pasien serta efektivitas yang
lebih baik dibandingkan propiltiourasil. Pemilihan MMI ini, juga dikarenakan pasien
tidak dalam keadaan hamil ataupun menyusui karena MMI lebih bebas menembus
barrier plasenta dan air susu.
Propranolol merupakan obat golongan β bloker yang dapat menurunkan gejala
hipertiroid seperti menurunkan frekuensi denyut jantung, menurunkan curah jantung,
pengurangan produksi keringat, pengurangan tremor, serta dapat menurunkan perubahan
T4 ke T3 di sirkulasi sehingga dapat menurunkan jumlah hormon yang aktif.
Antara kedua obat ini tidak terdapat interaksi.

Pelayanan Informasi Obat


 Propranolol
 Indikasi : hipertensi; angina; aritmia, kardiomiopati, takikardi pada ansietas dan
tirotoksikosis; profilaksis setelah infark miokard; profilaksis migren dan
tremoresensial.
 Kontra Indikasi : asma, PPOK, gagal jantung yang tak terkendali, bradikardi,
hipotensi, sindrom penyakit sinus, blok AV derajat dua ataub tiga, syok
kardiogenik, bronkospasme.
 Efek samping : bradikardi, gagal jantung, hipotensi, gangguan konduksi,
bronkospasme, vasokonstriksi perifer, gangguan saluran pencernaan, fatigue,
gangguan tidur, ruam kulit.
 Methimazol
 Indikasi : hipertiroid, persiapan operasi pasien hipertiroidisme, sebelum pengobatan
dengan radioiodine pada hipertiroidisme untuk mencegah terjadinya resiko krisis
tirotoksikosis setelah terapi
 Kontra Indikasi : hipersensitivitas, menyusui
 Efek samping : reaksi alergi kulit (gatal, kemerahan, ruam), mual, muntah, nyeri
epigastrik, arthralgia, parestesia, kehilangan indera pengecap, alopesia, myalgia,
sakit kepala, pruritus, mengantuk, neuritis, edema, vertigo, pigmentasi kulit, icterus
sialadenophaty & limfadenopati.

Evaluasi dan Monitoring

Monitoring :
 Monitoring gejala pasien hipertiroid setelah diberikan terapi farmakologi
 Monitoring terhadap komplikasi yang mungkin akan terjadi
 Monitoring data lab klinik yang sebelumnya tidak normal (T4 total, T3 total, TSH)

Evaluasi :
 Menghindari terjadinya komplikasi dnegan evaluasi kepatuhan pasien dalam
pengobatan
 Evaluasi gejala pada pasien; Jika gejala berkurang maka terapi farmakologi
menimbulkan progress yang baik tetapi jika gejala tidak berkurang/ kondisi semakin
parah maka perlu dilakukan operasi pengangkatan kelenjar tyroid
 Tanda lab klinik yang tidak normal diberi terapi dengan harapan akan mencapai
kondisi euthyroid
PEMBAHASAN

Dari hasil praktikum p5 yang berjudul Farmakoterapi Penyakit Hormon dan


Endokrin dengan tujuan mahasiswa mampu menguraikan definisi; epidemiologi;
etiologi; factor resiko; patofisiologi; prognosis; tanda dan gejala, mahasiswa mampu
melakukan interpretasi data klinik pada pasien penyakit hormon dan endokrin,
mahasiswa mampu menentukan penilaian terhadap permasalahan terkait terapi
penyakit hormon dan endokrin, mahasiswa mampu menentukan rencana terapi yang
rasional pada penyakit hormone dan endokrin, mahasiswa mampu menentukan
rencana monitoring dan evaluasi dengan menggunakan parameter yang sesuai.
Pada kasus ini, pasien Ny C (65 tahun) dengan keluhan takikardi, takipnea,
tangan berkeringat, malaise, polifagi, tetapi berat badan turun (sebelum ke dokter 2
bulan lalu berat badan 55 kg). Pasien memiliki riwayat penyakit keluarga yaitu ayah
memiliki riwayat penyakit hipertensi dan ibu memiliki riwayat penyakit Grave’s
disease 6 bulan yang lalu. Pasien pernah menjalani histerektomi karena ditemukan
adanya kista dan riwayat PCO. Pasien tidak meminum obat – obatan rutin
mengonsumsi jamu. Ditemukan nodul di leher pasien.
Takikardi yang dikeluhkan oleh pasien, ditandai dengan kecepatan kerja
jantung yang berlebihan yaitu kecepatan jantung diatas 100kali /menit. Berdasarkan
tanda – tanda vital pada pasien, diketahui denyut nadi sebanyak 120 kali/ menit
sedangkan normalnya denyut nadi yaitu 60 – 100 kali/ menit. Denyut nadi adalah
berapa kali arteri (pembuluh darah bersih) mengembang dan berkontraksi dalam satu
menit sebagai respon terhadap detak jantung. Kemudian takipnea yaitu kecepatan
bernapas yang berlebihan sehingga frekuensi bernapas pada pasien lebih cepat dari
pada biasanya yaitu 25x/ menit, sedangkan nilai normalnya yaitu 12 – 20 kali/ menit.
Malaise merupakan perasaan yang tidak menentu berupa tubuh yang tidak nyaman
dan lelah, hal ini disebabkan karena adanya ketidak seimbangan hormone pada pasien
hipertiroid. Kemudian polifagi yaitu makan yang berlebihan karena ketidak
seimbangan hormone yang menyebabkan sel tidak menerima suplai makanan dalam
jumlah yang cukup sehingga pasien merasa lelah dan lemas. Otak menganggapnya
kurang energy karena kurang makan sehingga memberikan respon yaitu keinginan
untuk terus menerus makan yang bertujuan untuk memberikan sumber energy dari
makanan tersebut. Tangan yang berkeringat pada pasien disebabkan karena adanya
kelebihan hormone tiroid pada pasien. Pada penderita hipertiroid, hormone T4 dan
hormone T3 yang berfungsi untuk memacu metabolisme tubuh diproduksi secara
berlebihan dan menyebabkan metabolism terjadi sangat cepat. Hal tersebut akan
menyebabkan seluruh organ tubuh berfungsi secara berlebihan, yang merupakan
penyebab berat badan pasien mengalami penurunan padahal nafsu makan meningkat.
Hipertiroid merupakan penyakit metabolic yang menempati urutan kedua
terbesar setelah diabetes mellitus. Secara umum hipertiroidisme yang paling banyak
ditemukan yaitu disebabkan oleh Grave’s disease, toxic adenoma dan toxic
multinodular goiter. Pada kasus ini diduga penyebab mengalami hipertiroid yang
disebabkan karena pasien mengalami Grave’s disease karena pasien juga mempunya
riwayat penyakit keluarga yaitu ibu yang mengalami Grave’s disease. Grave’s disease
merupakan penyebab utama hipertiroidisme karena sekitar 80% kasus hipertiroidisme
di dunia disebabkan oleh Grave’s disease. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia 20 –
40 tahun, riwayat gangguan tiroid keluarga, dan adanya penyakit autoimun lainnya.
Grave’s disease merupakan gangguan autoimun berupa peningkatan kadar hormone
tiroid yang dihasilkan kelenjar tiroid. Kondisi ini disebabkan karena adanya thyroid
stimulating antibodies (TSAb) yang dapat berikatan dan mengaktivasi reseptor TSH
(TSHr). Aktivasi reseptor TSH oleh TSAb memicu perkembangan dan peningkatan
aktivitas sel – sel tiroid menyebabkan kadar hormone tiroid melebihi normal.
Hipertiroid pada pasien juga dapat disebabkan oleh Toxic Multinodular Goite,
merupakan salah satu penyebab hipertiroidisme yang paling umum di dunia. Secara
patofisiologi toxic multinodular goiter mirip dengan toxic adenoma karena ditemukan
adanya nodul yang menghasilkan hormone tiroid secara berlebihan namun pada toxic
multinodular goiter ditemukan beberapa nodul yang dapat dideteksi baik secara
palpasi maupun ultrasonografi. Penyebab utama dari kondisi ini adalah factor genetic
dan defisiensi iodine.
Factor resiko pada kasus ini yaitu karena adanya riwayat gangguan tiroid
keluarga, yaitu ibu pasien mengalami Grave’s disease kemudian pasien memiliki
riwayat gangguan hormonal yaitu pasien memiliki riwayat PCO yaitu sindrom
ovarium policistik merupakan kelainan endokrin pada wanita usia reproduktif.
Kemudian factor usia, yaitu pasien berusia lebih dari 60 tahun. Pada pasien yang
memiliki umur diatas 60 tahun memiliki resiko penyakit hipertiroid lebih tinggi,
karena pada usia tersebut organ tubuh serta hormone – hormone juga semakin tidak
stabil. Kemudian histerektomi juga merupakan factor resiko pada penyakit hipertiroid
yang dialami oleh pasien ini. Histerektomi merupakan tindakan operasi pengangkatan
ukterus. Total abdominal histerektomi merupaka salah satu operasi atau pembedahan
dengan mengangkat serviks dan rahim. Tindakan ini dilakukanpada pasien karena
kista yang dialami oleh pasien. histerektomi pada penderita hipertiroid dapat menjadi
pencetus terjadinya krisis tyroid.
Dari hasil pemeriksaan pada pasien, di peroleh tanda – tanda vital pada pasien
yaitu tekanana darah nya 130/78 mmHg yang menunjukan tekanan darah tidak
normal yaitu termasuk pada tingkatan pre hipertensi. Nilai normal untuk tekanan
darah, yaitu kurang dari 120/80 yaitu dari rentang 110/70-120/80 mmHg. Nadi pada
pasien yaitu 120x/ menit menandakan bahwa pasien mengalami takikardi. Nilai
nirmal denyut nadi yaitu 60 – 199 x/menit. RR ( Respiratory Rate) pada pasien yaitu
25x/ menit menandakan pasien mengalami takipnea. Untuk nilai normal RR yaitu 12
– 20 x/ menit. Suhu tubuh pasien juga tidak normal yaitu 38,1°C yang berarti pasien
mengalami demam. Suhu tubuh normal pasien yaitu 36,5 - 37°C. tanda vital yang
tidak normal ini disebabkan karena adanya ketidak seimbangan hormone yang
disebbakan karena hipertiroid. Hipertiroid ini mempengaruhi reseptor adrenergic
yang berada din jantung sehingga pasien mengalami gejala – gejala yang
berhubungan dengan system kardiovaskular. Dari data laboratorium klinik, diketahui
bahwa kadar AST pada pasien normal, yaitu 12 IU/L. Rentang nilai normalnya yaitu
5 – 35 IU/L begitu pula kadar ALT pada pasien juga normal yaitu 20 IU/L.rentang
normalnya yaitu 5 – 35 IU/ L. kadar T4 total pada pasien tidak normal yaitu
20mcg/dL sedangkan parameter normalnya yaitu 4,5 – 10,9 mg/dL. Kadar TSH juga
tidak normal yaitu kurang dari 0,018 mIU/L sedangkan parameternya yaitu antara 0,5
– 4,7 mIU/L. kadar T3 total juga tidak normal, yaitu 368 ng/dL sedangkan nilai
normal nya 60 – 181 ng/dL. Dari tanda laboratorium klinik ini, dapat diketahui bahwa
terjadi kenaikan kadar T4total dari nilai normal, juga kadar T3 total mengalami
kenaikan dari nilai norma. Tetapi TSH mengalami penurunan dari nilai normal. Hal
ini menandakan bahwa pasien mengalami hipertiroidisme. TSH mengalami
penurunan karena kadar tiroid tinggi sehingga TSH tidak perlu bekerja untuk
menstimulasi. Sebaliknya jika tiroid rendah makan TSH akan meningkat karena akan
bekerja menstimulasi hormone tiroid.
Pada pasien ini diperlukan terapi tambahan yaitu dengan diberikan obat
golongan beta bloker untuk mengurangi gejalanya dan obat antitiroid.sebelumnya
pasien rutin mengkonsumsi jamu tetapi tidak mengalami progress. Terapi dilakukan
untuk mengurangi gejala pada pasien, memperbaiki kualitas hidup serta mencegah
komplikasi. Terapi non farmakologi yang dapat dilakukan yaitu dengan pembedahan,
jika gejala tidak membaik dengan terapi farmakologi, maka dilakukan pembedahan,
yaitu dengan pengangkatan kelenjar tiroid. Dengan pembedahan, kondisi euthyroid
dapat tercapai dalam bberapa hari pasca pembedahan dibandingkan pada pengobatan
iodine radioaktif yang membutuhkan waktu 6 bulan. Iodine radioaktif yaitu terapi
dengan menggunakan radi0-iodin (l131) adalah bentuk khusus dari yodium yang
memancarkan radiasi. Radiasi ini berguna dalam mengobati kelenjar tiroid yang
sangat aktif tetapi tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan menyusui. Efek samping
dari terapi ini pula dapat menimbulkan hipotiroid yang permanen.
Terapi farmakologi yang diberikan untuk pasien pada kasus ini, yaitu obat
Methimazol 20 mg 2 x sehari dalam bentuk tablet dan propranolol 20mg 3 x sehari.
Methimazol merupakan lini pertama pengobatan hipertiroid karena efek yang
samping yang relative lebih rendah dibandingan dengan propiltiourasil, factor
kepatuhan pasien serta efektivitasnya juga lebih baik disbanding dengan
propiltiourasil. Pemilihan methimazol ini juga dikarenakan pasien tidak dalam
keadaan hamil ataupun menyusui, karena methimazol lebih bebas menembus barrier
plasma dan air susu. Mekanisme methimazol sebagai obat antitiroid ini yaitu
menghambat sintesis hormone tiroid dengan memblok reaksi peroxidase – catalyzed,
iodinasi residu tirosin dan coupling DII dan MIT. Sedangkan propranolol dipilih
sebagai terapi farmakologi tambahan pada pasien ini, karena propranolol merupakan
obat golongan β – bloker non selektif yang dapat menurunkan gejala pada penderita
hipertiroid, karena hipertiroid berhubungan dengan reseptor adrenergic pada jantung
sehingga gejala – gejalanya berhubungan dengan system kardiovaskular. Propranolol
dapat mengurangi gejala hipertiroid yaitu dengan menurunkan frekuensi denyut
jantung, menurunkan curah jantung, mengurangi produksi keringat, mengurangi
tremor. Serta dapat menurunkan perubahan T4 ke T3 di sirkulasi sehingga dpan
menurunkan jumlah hormone yang aktif. Mekanisme kerja propranolol yaitu dengan
memblok secara kompetitif respon terhadap stimulasi alfa bloker dan beta bloker
adrenergic yang akan menghasilkan penurunana denyut jantung, kontraktilitas
jantung, tekanan darah dan kebutuhan oksigen pada jantung.
Indikasi dari methimazol yaitu hipertiroid, persiapan operasi hipertiroidisme.
Sebelum pengobatan dengan radioiodine pada hipertiroidisme untuk mencegah
terjadinya resiko krisis tirotoksikosis setelah terapi. Kontra indikasi dari methimazo
yaitu hipersensitivitas, menyusui kemudian efek samping dari obat ini yaitu reaksi
alergi kulit; seperti; gatal; kemerahan; ruam, kemudian mual, muntah, nyeri
epigastrik, arthralgia, parestesia, kehilangan indera pengecap,alopesia, myalgia, sakit
kepala,pruritus, mengantuk, neuritis, edema, vertigo, pigmentasi kulit, icterus,
sialadenophaty dan limfadenopati. Sedangkan propranolol mempunyai indikasi yaitu
hipertensi, angina, aritmia, kardiomiopati, takikardi pada ansietas dan tiroktoksikosis,
profilaksis setelah infark miokard, feokromositoma, profilaksis migren dan tremor
esensial. Kontra indikasi nya yaitu terhadap Asma, PPOK, gagal jantung yang tak
terkendali, bradikardi, hipotensi, sindrom penyakit sinus, blok AV derajat dua atau
tiga, syok kardiogenik, bronkospasme, teokromositoma. Efek sampingnya yaitu
bradikardi, gagal jantung, hipotensi, gangguan konduksi, bronskospasme,
vasokonstriksi perifer, gangguan saluran pencernaan, fatigue, gangguan tidur, ruam
kulit.
Pada kasus ini, dilakukan pula monitoring terhadap pasien, yaitu monitoring
gejala pasien hipertiroid setelah diberikan terapi farmakologi, monitoring terhadap
komplikasi yang mungkin akan terjadi. Jika terjadi gejala yang tidak diinginkan atau
ditemukan adanya komplikasi maka dilakukan evaluasi terapi yang diberikan kepada
pasien, serta evaluasi kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat yang diberikan.
Kemudian monitoring data laboratorium klinik yang sebelumnya tidak normal yaitu
T4 total, T3 total, TSH. Jika tidak mengalami progress pada data laboratorium klinik,
maka perlu evaluasi dan melakukan tindakkan lanjutan yang dapat mengembalikan
data laboratorium klinik tersebut normal kembali kemudain dilakukan pula evaluasi
gejala pada pasien; Jika gejala berkurang maka terapi farmakologi menimbulkan
progress yang baik tetapi jika gejala tidak berkurang/ kondisi semakin parah maka
perlu dilakukan operasi pengangkatan kelenjar tyroid.Tanda laboratorium klinik
yang tidak normal diberi terapi dengan harapan akan mencapai kondisi euthyroid.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Basic Pharmacology & Drug Notes. Makassar : MMN Publishing.

Ariani, Desty. 2016. Ny. Z usia 47 tahun dengan Penyakit Graves. Lampung :
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Jurnal Medula Unila Vol. 4 No.
3 (Januari 2016)

Danial T. Nusi, dkk. 2012. Perbandingan Suhu Tubuh Berdasarkan Pengukuran


Menggunakan Thermometer Air Raksa dan Thermometer Digital pada
Penderita Demam di Rumah Sakit Umum Kandou Manado. Manado :
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi

Hardita, Widyastuti Ayu. 2015. Hiperandrogenemia, Hiperinsulinemia dan


Pengaruhnya terhadap Kesuburan pada Policystic Ovary Syndrome.
Lampung : Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Juwita, Dian Ayu, dkk. 2018. Evaluasi Penggunaan Obat Antitiroid pada Pasien
Hipertiroid di RSUP Dr. M. Djamil Padang, Indonesia. Padang : Fakultas
Farmasi Universitas Andalas. Jurnal Sains Farmasi & Klinis vol. 5 No. 1
(April 2018) pp 49 – 54

Krisnamurti, Deni. 2012. Evaluasi Penggunaan Obat Anti Tiroid pada Pasien
Hipertiroidisme Rawat Jalan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Yogyakarta :
UGM Press.

Soetedjo, Nanny Natalia Mulyani dan Sri Hartini KS Kariadi. 2011. Tinjau Ulang
Nilai Factor Penduga dan Rumus Diskriminan untuk Mendiagnosis pada
Mola Hidastoda. Bandung : Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Sukandar, Elin Yulinah,dkk. 2013. ISO Farmakoterapi Buku I. Jakarta : PT. ISFI.

Sutejo, Ika R,dkk. 2016. Modul keterampilan Klinik Dasar Blok 5 Pemeriksaan Fisik
Dasar dan BLS. Jember : Fakultas Kedokteran Universitas Jember.

Wulandari,Barkah, dkk. 2016. Seksualitas pada Wanita setelah Total Abdominal


Histerektomi (TAH). Yogyakarta : Journal of Nursing Care & Biomolecular
Vol 1 No.1.

Anda mungkin juga menyukai