RUMAH SAKIT
KASUS 5 “ HIPERTIROID”
Dosen Pembimbing :
Dr. apt. Gunawan Pamudji, M.Si.
Di susun oleh :
1. Ela Erika (2320455066)
2. Elkana Bily (2320455067)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertiroid adalah peningkatan kadar hormon tiroid bebas secara berlebihan yang
beredar dalam sirkulasi peredaran darah tubuh akibat hiperaktivitas kelenjar tiroid yang
ditandai dengan peningkatan kadar free Thyroxine fT4, Thyroxine (T4), free
Triiodothyronine (fT3) atau Triiodothyronine (T3) dan penurunan Thyroid Stimulating
Hormone (TSH). 3 Hipertiroid dapat didiagnosis secara tepat melalui pemeriksaaan
laboratorium dengan menguji kadar hormon tiroid dan TSH di dalam darah. Dikatakan
hipertiroid jika TSH serum24,5pmol/l atau fT3>6.3pmol/l. Selain dari diagnosis pasien
melalui pemeriksaan laboratorium, hipertiroid memiliki manifestasi klinis yang terdiri dari
peningkatan frekuensi denyut jantung, gelisah, lekas marah, tremor, iritabilitas, tidak tahan
panas, keringat berlebihan, penurunan berat badan, peningkatan rasa lapar, gondok,
exopthalmus, dan lain-lain (Vadiveloo et al.).
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hipertiroid
Penyakit hipertiroid adalah suatu keadaan ketika fungsi kelenjar gondok (tiroid)
menjadi berlebihan.Kelebihan fungsi kelenjar tersebut meningkatkan produksi hormon
tiroid yang mempengaruhi metabolisme tubuh. Gejala penyakit hipertiroid antara lain:
jantung berdebar-debar, berkeringat banyak, penurunan berat badan, cemas, tidak tahan
terhadap udara dingin, dan lain-lain. (Riskesdas, 2013).
B. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertiroid dibagi menjadi hipertiroid primer dan sekunder.
(Djokomoeljanto R, 2014) :
Mutasi TSH-r
C. Patofisiologi
Penyebab terbanyak hipertiroid primer adalah graves’ disease, toxic multinodular
goiter, dan adenoma toksik. Berikut patofisiologi hipertiroid berdasarkan ketiga etiologi
tersebut. Salah satunya Graves’ Disease. Sekitar 70% kasus hipertiroidisme di dunia
disebabkan oleh Graves’ disease. Graves’ disease merupakan gangguan autoimun berupa
peningkatan kadar hormon tiroid. Kondisi ini disebabkan karena adanya thyroid
stimulating antibodies (TSAb) yang dapat berikatan dan mengaktivasi reseptor TSH
(TSHr). Aktivasi reseptor TSH oleh TSAb memicu perkembangan dan peningkakan
aktivitas sel-sel tiroid sehingga menyebabkan peningkatan kadar hormon tiroid melebihi
batas normal. TSAb dihasilkan melalui proses respon imun karena adanya paparan
antigen. Namun pada Graves’ Disease sel-sel APC (antigen presenting cell) menganggap
sel kelenjar tiroid sebagai antigen yang dipresentasikan pada sel T helper melalui
bantuan HLA (human leucocyte antigen). Selanjutnya T 10 helper akan merangsang sel
B untuk memproduksi antibodi berupa TSAb. (Groot L, 2015) Salah satu faktor risiko
penyebab timbulnya Graves’ Disease adalah HLA. Pada pasien Graves’ Disease
ditemukan adanya perbedaan urutan asam amino ke tujuh puluh empat pada rantai HLA-
DRb1. Pada pasien Graves’ Disease asam amino pada urutan tersebut adalah arginine,
sedangkan umumnya pada orang normal, berupa glutamine. (Groot L, 2015)
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
PENYELESAIAN
1. Analisis SOAP untuk Pasien
Subjektive
Jenis Kelamin : perempuan
Usia : 34 tahun
Keluhan :
Keringat berlebih yang terasa panas di badan
Nafsu makan meningkat tetapi berat badan malah menurun
Pola menstruasi berubah
Takhikardi
Ada pembesaran pada kelenjar gondoknya
Objektif
Riwayat pengobatan :
Pasien pada awalnya diterapi dengan metimazol namun setelah 2 minggu terapi pasien
mengalami gangguan sendi sehingga metimazol dihentikan.
Assesment
Thyroid-stimulating hormone ( TSH) rendah
Kadar h-TSH : <0.018 mU/L menurun.
Pada hipertiroid, konsentrasi TSH plasma menurun karena terdapat suatu antibody yang
menyerupai TSH, biasanya antibody immunoglobulin (TSI) yang berikatan dengan
reseptor yang mengikat TSH. Dimana senyawa tersebut merangsang aktivasi cAMP
dalam sel sehingga hasil akhirnya hipertiroid.
Plan
Tujuan Terapi:
Mengobati dan mengatasi gejala hipertiroid
Menormalkan kadar TSH
Mengobati takikardia
Mengurangi nyeri
Pemberian Terapi:
Menurut PPK IDAI 2017 terapi graves desease sebagai beikut :
Terapi medikamentosa
PTU (Propythiouracil)
Mekanisme kerja : PTU yaitu menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan
mencegah pembentukan hormon tiroid.
Dosis : 300-600mg dalam 3 dosis bila klinis graves jelas (PPK IDAI 2017)
Pasien tetap di kontrol selama 4-8 minggu (untuk melihat penurunan abnormalitas),
kemudian dosis mulai diturunkan 50-300mg. penyesuaian dosis dilakukan setiap bulan.
Pengobatan dilanjutkan 1-2 tahun.
PTU juga perlu dipantau fungsi heparnya terutama pada 6 bulan pertama
pemakaian. Pemantauan terhadap gejala gangguan hepar seperti nyeri perut,
penurunan nafsu makan, ikterik, perubahan warna feses menjadi seperti dempul,
dan pruritus perlu dilakukan secara berkala. Pemeriksaan penunjang untuk
mengetahui fungsi hepar seperti kadar enzim transaminase, bilirubin, waktu
protrombin, dan alkalin fosfatase dapat dilakukan. Jika terdapat kecurigaan adanya
gangguan hepar, segera hentikan penggunaan PTU.
PTU harus dihentikan jika kadar transaminase meningkat 2-3 kali lipat di atas
kadar normal dan gagal membaik dalam 1 minggu setelah diulang tes tersebut
Pengobatan Simtomatik
Betablocker atau penghambat beta adalah obat yang digunakan untuk mengatasi gejala
yang muncul akibat hipertiroidisme seperti hiperaktif, detak jantung cepat (Takikardia),
dan tremor. Obat ini tidak boleh dikonsumsi oleh penderita asma.
- Beta adrenergic blocker (misal propranolol, atenolol, metoprolol) direkomendasikan
untuk hipertiroid yang denyut jantungnya > 100x/menit.
- Beta adrenergic blocker bisa dihentikan ketika kadar hormon tiroid sudah mencapai
normal.
- Beta adrenergic blocker (Propanolol) juga dikatakan dapat menurunkan perubahan T4
ke T3 di jaringan perifer sehingga dapat menurunkan jumlah hormone yang dalam
bentuk aktif (Srikandi, 2020).
- Dosis propanolol: 40 ‐ 80 mg dalam 2-4 dosis (PPK IDAI 2017).
2. Algoritma terapi untuk ganggun hipertiroid.
5. Bila pasien hamil dalam kondisi hipertiroid masih berlangsung, terapi antitiroid
apa yang anda sarankan?
Strategi terapi yang direkomendasikan untuk ibu hamil adalah menggunakan PTU
untuk trimester 1, kemudian mengganti ke Methimazole pada trimester 2-3. Hal ini
dikarenakan PTU mengakibatkan bayi terlahir dengan hipertiroid sementara
Methimazol dapat menghambat organogenesis. Pada umumnya, dosis awal pada
pemberian obat antitiroid; MMI 5-15 mg per hari dan PTU 50-300 mg per hari
(Iskandar, 2021).
6. Bila pasien sudah usai melahirkan dan dalam kondisi menyusui, terapi antitiroid
apa yang anda sarankan.
Terapi antitiroid yang disarankan yaitu Metamizole dengan dosis rendah sampai
sedang yaitu 20-30 mg/hari. Mengingat kekhawatiran hepatotoksisitas PTU, sehingga
dijadikan terapi lini kedua untuk kasus hipertiroidisme berat atau reaksi alergi
terhadap pengobatan MMI sebelumnya (Hudzik, 2016).
9. Bila digunakan terapi yang akan meniadakan fungsi kelenjar tiroid pasien akan
mengalami kondisi hipotiroid setelah terapi tersebut, apa yang perlu disarankan
untuk pasien dengan kondisi barunya itu?
10. Carilah data biaya terapi pada pasien hipertiroid, bandingkan obat-obat
antitiroid (misal antara PTU dengan metimazol atau obat antitiroid lain).
PERTIMBANGAN FARMAKOEKONOMI
Judul
“Evaluasi Penggunaan Obat Antitiroid Pada Pasien Hipertiroid di RSUP Dr. M.
Djamil Padang, Indonesia”
Tahun 2018
Penulis Dian Ayu Juwita , Suhatri, & Risa Hestia
Hasil
Dari hasil penelitian evaluasi penggunaan obat antitiroid pada pasien hipertiroid di
Poliklinik RSUP Dr. M. Djamil Padang menggunakan data rekam medik pasien
pada tahun 2015 diperoleh 175 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, dengan
jumlah total kunjungan sebanyak 887 kali kunjungan.
Dari hasil penelitian terlihat bahwa dari 887 kali kunjungan tersebut, penggunaan
obat PTU sebanyak 734 obat (82,75%) lebih banyak dari penggunaan thyrozol
(dengan zat aktif metimazol) sebanyak 153 obat (17,25%).
Kesimpulan
Penggunaan propiltiourasil (82,75%) lebih banyak digunakan dari pada penggunaan
metimazol (17,25%). Harga PTU lebih murah, lebih mudah didapat kan dan
pemakaiannya lebih banyak di Indonesia.
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Ariani, D. (2016). Ny. z usia 47 tahun dengan penyakit graves. Jurnal Medula, 4(3), 30-34.
Djokomoeljanto, R. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan
Hipertiroidisme Jilid III Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK
UI. 2006.
IDAI, 2017, Panduan Praktik Klinis Ikatan Dokter Anak Indonesia Diagnosis Dan Tata Laksana
Hipertiroid, Unit Kerja Koordinasi Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia
Kemenkes RI, 2015, Infodatin, Bebaskan Dirimu Dari Gangguan Tiroid, Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan RI. 2013.
Kravets, I. (2016). Hyperthyroidism: diagnosis and treatment. American family physician, 93(5),
363-370.
Vadiveloo T, Donnan PT, Cochrane L, Leese GP. The Thyroid Epidemiology, Audit, and
Research Study (TEARS): the natural history of endogenous subclinical
hyperthyroidism. J Clin Endocrinol Metab. 2011;96(1):E1-E8. doi:10.1210/jc.2010-
0854.