Anda di halaman 1dari 5

ASPEK SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP PEMINDAHAN IBU KOTA NEGARA

Ibukota dalam suatu negara memegang peranan yang sangat strategis. Hal
ini disebabkan karena ibukota dalam suatu negara bisa bersifat multifungsi yakni
sebagai pusat politik dan pemerintahan, pusat kegiatan bisnis dan ekonomi, serta
pusat segala yang mencirikan karakter secara menyeluruh dari sebuah negara.
Secara garis besar dapat ditarik kesimpulan bahwa gambaran sebuah negara dapat
dilihat dari bagaimana ibukotanya. Pemindahan ibukota ini dianggap solusi yang
tentunya akan berdampak strategis terhadap perbaikan kualitas kehidupan bangsa.
Akan tetapi fokus yang akan dikaji dan ditelaah di sini adalah dampak pemindahan
ibukota terhadap perbaikan ekonomi wilayah, baik dalam skala nasional, maupun
lokal.

Pemindahan Ibukota tentunya akan diiringi dengan pemindahan seluruh


elemen pemerintah pusat dari Jakarta ke wilayah baru, termasuk didalamnya sekitar
400.000 pegawai negara. Pemindahan ini tentunya akan berdampak pada
pembangunan infrastruktur pendukung seperi jalan, permukiman, dan lain-lain.
Pembangunan infrastruktur tersebut pada akhirnya membutuhkan sarana lain untuk
menunjang aktivitas yang ada karena adanya kebutuhan konsumtif baik sandang,
pangan, dan papan. Lahan-lahan yang ada di sekitar wilayah tersebut kemudian
perlahan-lahan akan berubah menjadi lahan non pertanian yang lebih produktif.
Selain itu, pembangunan kawasan industri yang selama ini lebih didominasi di Pulau
Jawa akan pelan-pelan berekspansi ke wilayah pusat pertumbuhan baru sebagai
dampak dari pertimbangan lokasi perijinan yang telah berpindah, serta ditambah
dengan nilai strategis Pulau Kalimantan yang luas dan relatif memiliki lahan kosong
yang lebih banyak dibanding Pulau Jawa. Pemindahan ibukota ke Kalimantan akan
menyebabkan banyaknya proses-proses perijinan, proses pemenuhan kebutuhan
pemerintah, dan urusan lainnya teralihkan ke wilayah baru, termasuk rapat-rapat
pejabat daerah, unsur pemerintahan dan lain-lain. Dampaknya adalah sektor-sektor
jasa dan perdagangan, misalnya saja perhotelan akan menjadi hidup. Akibatnya
perkembangan wilayah akan terkatalisasi yang berujung pada peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat lokal.
Pemindahan ibu kota Negara Indonesia ke Kalimantan Timur tidak hanya
berdampak bagi sebuah kawasan, pembangunan ibu kota baru tentu berpengaruh
bagi masyarakat, baik positif maupun negatif. Akan ada perubahan drastis di
masyarakat lokal. Pemindahan Ibu Kota memiliki dampak lingkungan dan sosial yang
serius. Masuknya penduduk dari luar Kalimantan juga akan membuat ibu kota baru
Indonesia ini menjadi pusat budaya baru dengan masyarakatnya yang multikultural.
Hal itu tentu akan memunculkan fenomena sosial budaya yang khas karena berbagai
budaya dari luar ibu kota akan masuk dan melebur dengan budaya setempat. Oleh
karena itu, dibutuhkan kajian yang menyeluruh di lokasi ibu kota yang baru
terutama terkait sosial budaya, dan daya dukungnya. Dengan dilaksanakan
pemindahan ibu kota, berbagai isu dan paradigma tersendiri akan terjadi. Banyak hal
yang dapat diteliti lebih lanjut sebelum memindahkan ibu kota. Akan tetapi, hal yang
ingin saya garis bawahi adalah mayoritas isu-isu ini bermunculan karena sistem
pemerintah yang sangat rigid dan secara tidak sadar menciptakan kesenjangan
sosial dan ekonomi.

Isu seperti pemerataan ekonomi dan pembangunan seharusnya tidak


dikendalikan oleh pemerintah pusat melainkan oleh pemerintah daerah. Hal ini
dikarenakan pemerintah daerah lebih memahami isu sosial-ekonomi di daerah
masing-masing. Pengaturan anggaran pengeluaran daerah seharusnya diatur dan
dilaksanakan oleh pemerintah daerah dengan sistem sentralisasi. hal ini jelas
menunjukan ketidak merataan sosial-ekonomi sehingga ibu kota memiliki pengaruh
yang besar dalam permasalahan nasional. Selain itu, sistem ini memberikan
kekuatan pada ibu kota lebih besar daripada ibu kota daerah yang seharusnya
memberkan efek terbesar di pembangunan daerah di penjuru Indonesia. Akses
informasi di daerah-daerah juga perlu agar dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan oleh pemerintah. Akses informasi yang mampu diakses oleh segala pihak
dapat mengembangkan pengambilan keputusan yang lebih sigap dan akurat.
Meskipun demikian, keputusan ini belum tentu merupakan in best
interest pemerintah daerah yang mampu mengembangkan lebih lanjut dan
mengontrol lebih lanjut pembangunan serta pelaksana kebijakan itu sendiri.
Hal yang paling unik untuk dibahas adalah dinamika sosial-politik yang dapat
terjadi bila pemindahan ibu kota ini telah terlaksana secara sepenuhnya.
Kemungkinan besar akan terjadi culture shock, yaitu saat masyarakat yang terbiasa
tinggal di daerah rural menjadi urban. Isu politik juga merupakan faktor terbesar
yang mempengaruhi pemindahan ibu kota ini. Dengan tujuan mengurangi pengaruh
oposisi di tingkat nasional dan usaha untuk memenuhi janji pemerintah, tingkat
kepercayaan terhadap pemerintahan saat ini diharapkan mampu meningkat dan
rezim ini mampu bertahan pada pemilu berikutnya. Menurut saya isu politiklah yang
menjadikan faktor utama pemindahan ibu kota bukan isu sosial-ekonomi yang
diangkat sebagai diksi pemindahan ibu kota oleh pemerintah pusat. Bila isu sosial-
ekonomi merupakan masalah yang ingin diatasi, maka diperlukan pembentukan
ulang sistem pemerintahan yang terlalu terpusat dipemerintah pusat dan
membentuk negara yang mampu membagi kekuasaan antara pemerintah pusat dan
daerah lebih baik sehingga ada "check and balance" antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.

Pulau Kalimantan memang tidak rentan terhadap bencana namun sangat


rentan terhadap bencana sosial yang harus diperhitungkan karena sejarah
Kalimantan yang kita tahu betul sarat akan masalah sosial. Kemungkinan adanya
konflik sosial dapat terjadi, dan mitigasi bencana sosial harus sudah direncanakan
Daerah yang pernah terjadi konflik dapat menjadi daerah yang
justru resilient terhadap konflik, ini karena daerah tersebut sudah memiliki
pengalaman mitigasi bencana sosial. Potensi konflik sosial di ibu kota negara dalam
konteks budaya-demografis dapat terjadi dari sisi pendatang maupun lokal.
Beberapa potensi konflik sosial yang dapat terjadi di antaranya adalah keragaman
etnis tetapi komposisinya tidak imbang, klaim-klaim kesultanan dengan
konsep Sultan Grand, klaim-klaim untuk mendapatkan posisi penting dari ormas
berbagai etnis, dan penguasaan lahan.

Aspek sosial yang terlihat pada argumentasi tentang kepadatan penduduk.


Kepadatan penduduk Jakarta yang sangat tinggi, mencapai 15.804 per km persegi,
menyebabkan masalah sosial yang akut. Secara umum populasi di Pulau Jawa
sangat timpang jika dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia.
Risiko dari kepadatan penduduk dan ketimpangan ekonomi yang telanjang akan
memudahkan munculnya konflik sosial. Menghindari konflik sosial yang berujung
pada kerusuhan, sebagaimana misalnya ditunjukkan oleh peristiwa 1998, patut
menjadi pertimbangan yang penting diperhatikan. Konflik yang berujung pada
kerusuhan massal hanya menyisakan sejarah yang merugikan masyarakat secara
umum.

Perubahan sosial budaya itu akan sangat cepat terjadi dalam Ibu Kota yang baru.
dampak perubahan sosiologis dari masyarakat yang hidup dalam karakteristik
masyarakat sub-urban menjadi masyarakat ibu kota yang hidup dalam karakteristik
masyarakat metropolitan. Adanya kekhawatiran mengenai potensi terpinggirnya
masyarakat lokal tersebut menuntut adanya perencanaan yang lebih serius dari
pemerintah pusat untuk mengantisipasi dampak sosial apabila wacana pemindahan
ibu kota negara benar-benar terwujud.

Potensi konflik diperkirakan karena banyaknya para pendatang jika Ibu Kota
dipindahkan, sedikitnya nanti ada 2,4 juta jiwa penduduk yang bermigrasi dari
Jakarta ke Kalimantan. Dari jumlah tersebut, 900 jiwa di antaranya adalah aparatur
sipil negara (ASN). Sisanya, keluarga ASN yang juga ikut berpindah. Perpindahan
ASN dan pusat pemerintahan ini juga akan diikuti oleh migrasi para pelaku bisnis.
Mereka yang berpindah itu dipastikan membawa gaya dan budaya hidup baru.
Supaya tak menimbulkan gesekan sosial, perlu dipersiapkan antisipasi untuk masa
transisi tersebut. Pemerintah harus memastikan hak-hak masyarakat lokal terpenuhi.
Mekanisme hutan adat dalam program Perhutanan Sosial Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan mesti dijalankan untuk memastikan pemenuhan hak
masyarakat adat sebelum persoalan lahan sampai memicu konflik. Pemerintah perlu
melakukan antisipasi, mempersempit ruang kelompok-kelompok yang sering
mengatasnamakan agama dan kelompok etnis untuk mengklaim wilayah dan
menganggap pendatang harus mengikuti mereka. Oleh sebab itu
mitigasi konflik untuk dilakukan segera. Beberapa mitigasi konflik yang disarankan
adalah segera menetapkan titik-titik lokasi yang akan menjadi area infrastruktur ibu
kota negara dan status legal tanah-tanah yang akan digunakan serta pentingnya
untuk mempersempit ruang kelompok yang mengatasnamakan agama dan etnis dari
klaim-klaim atas penguasaan ruang hidup dan memberikan ruang yang lebih besar
pada sosial-budaya, dan pelibatan intelektual lokal.

Anda mungkin juga menyukai